Sampah Organik

41
PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN pH) DI SEKITAR LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN PARUBAHAN HARAHAP DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

description

Keren Banget

Transcript of Sampah Organik

Page 1: Sampah Organik

i

PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU

INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN pH) DI SEKITAR LUBANG

RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN

PARUBAHAN HARAHAP

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

Page 2: Sampah Organik

i

PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU

INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN pH) DI SEKITAR LUBANG

RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN

PARUBAHAN HARAHAP

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

Page 3: Sampah Organik

i

SUMMARY

PARUBAHAN HARAHAP. The Effect of Organic Waste Addition after Harvesting Compost on the Infiltration Rate and Soil Properties (Organic C, Total N and pH) around LRB in Settlement Areas. Supervised by KAMIR RAZIUDIN BRATA and WAHYU PURWAKUSUMA.

Several previous studies indicated that biopore infiltration hole known as lubang resapan biopori (LRB) can be used to increase the infiltration rate in some different settlement locations, by using domestic organic wastes. The study was a continuation of using LRB after removing compost out the hole. The objective of this study was evaluating the effect of organic wastes additions on the infiltration rate of LRB and some soil properties around the LRB.

This study used a randomized blocks design with five treatments and three blocks as replicates. The treatments applied in this study were: (1) LRB without organic waste addition (S0), (2) LRB filled with kitchen organic waste in the early course (S1), (3) LRB filled with mango leaves in the early course (S2), (4) LRB filled with kitchen organic waste continuously (S3) and (5) LRB filled with mango leaves continuously (S4). The parameters measured in this study were infiltration rate and soil chemical properties (organic C, total N and pH) around LRB. Infiltration rate measurements carried out once a week along 12 weeks.

The results showed that LRB filled with organic waste in the early course (S1 and S2) have higher infiltration rate than without organic waste (S0) in the LRB. LRB filled with organic waste continuously (S3 and S4) have significantly higher infiltration rate than S0, S1 and S2. The infiltration rate of S3 tends to be higher than S4. Organic C and pH value of the soil around the LRB in S3 and S4 treatments have higher value than S0, S1 and S2. Organic C and pH value of soil around the LRB were filled with organic waste in the early course (S1 and S2) are higher value than those of S0. Total N of soil around LRB in S1, S2, S3 and S4 treatments have higher value than S0 treatment.

Key words: LRB, organic waste, infiltration, organic C, total N, and pH

Page 4: Sampah Organik

ii

RINGKASAN

PARUBAHAN HARAHAP. Pengaruh Pemberian Kembali Sampah Organik

setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltrasi dan beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan pH) di Sekitar Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman. Dibimbing oleh KAMIR RAZIUDIN BRATA dan WAHYU PURWAKUSUMA.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lubang resapan biopori (LRB) dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan laju infiltrasi pada beberapa lokasi pemukiman, dengan memanfaatkan sampah organik di daerah tersebut. Penelitian ini merupakan kelanjutan pemanfaatan LRB setelah pemanenan kompos pada LRB. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian kembali sampah organik pada LRB terhadap laju infiltrasi dan beberapa sifat tanah di sekitar LRB.

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan tiga blok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut yaitu, (1) LRB tanpa diisi sampah (S0), (2) LRB diisi sampah dapur diawal saja (S1), (3) LRB diisi sampah daun mangga diawal saja (S2), (4) LRB diisi sampah dapur secara kontinyu (S3) dan (5) LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4). Parameter yang diamati adalah laju infiltrasi LRB dan sifat kimia tanah (C-organik, N-total dan pH) di sekitar LRB. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama 12 minggu dengan waktu pengukuran setiap seminggu sekali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa LRB yang diisi sampah diawal saja (S1 dan S2) lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan tanpa diisi sampah (S0). Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (S3 dan S4) secara nyata sampai sangat nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2. Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S4. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB pada perlakuan S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB yang hanya diisi sampah diawal saja (S1 dan S2) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0. Kandungan N-total tanah di sekitar LRB pada perlakuan S1, S2, S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0.

Kata kunci : LRB, sampah organik, infiltrasi, C-organik, N-total dan pH

Page 5: Sampah Organik

i

Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Kembali Sampah Organik setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltasi dan Beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan pH) di sekitar Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman

Nama : Parubahan Harahap NIM : A14070075

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc NIP. 19481212 197603 1 002

Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc NIP. 19610122 198703 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Saeful Anwar, MSc NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus:

Page 6: Sampah Organik

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Parubahan Harahap merupakan putra pertama

dari 5 bersaudara pasangan Bapak Banawan Harahap dan Ibu Nur Salam

Pohan. Dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1988 di sebuah desa kecil yang

mayoritas penduduknya adalah petani yaitu desa Panyabungan, Kecamatan

Simundol, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 12 Tapung Hilir,

Kabupaten Kampar, Riau. Kemudian melanjutkan ke sekolah Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Nahdiyah kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar,

Riau sampai tahun 2004. Penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 2 Pelawan

Singkut yang sekarang telah berganti nama menjadi SMAN 8 Kabupaten

Sarolangun, Provinsi Jambi hingga tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis

diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan

Daerah (BUD) Provinsi Jambi.

Selama masa kuliah, penulis pernah aktif di kegiatan kemahasiswaan

yaitu Biro Lingkungan Hidup (BLH) Azimuth, Ilmu Tanah menjabat sebagai

ketua divisi DIKLAT (Pendidikan dan Latihan) pada tahun 2008-2010. Penulis

juga aktif dalam kepanitiaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh

Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya

Lahan.

Page 7: Sampah Organik

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil’alamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini

dilakukan selama 7 bulan. Judul yang dipilih adalah “Pengaruh Pemberian

Kembali Sampah Organik setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltrasi

dan beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan pH) di Sekitar Lubang Resapan

Biopori di Areal Pemukiman” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Kamir Raziudin Brata,

MSc, Ir. Wahyu Purwakusuma MSc, Dr. Dwi Tejo Putro Baskoro dan Dr. Ir.

Saeful Anwar MSc selaku pembimbing dan penguji atas segala saran, kritik,

dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.

Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Bapak Kasa sekeluarga atas

bantuan, dorongan, nasehat, dan tempat untuk terlaksananya penelitian ini. Tidak

lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu, Ayah, adik-adik (Wildan, Kalsum,

Sahut dan Mariani), Yunita D. A Nainggolan, anak-anak Pondok Koplak (Kaboul,

Baskoro, ufi, Hecu, Aji, Rendra, Farid), Iham, Nizar, Fahmi, Reza dan teman-

teman lain yang tak bisa saya sebutkan satu persatu atas do’a, dorongan

semangatnya, nasehat serta bantuannya.

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi

berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna,

oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya

ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2013

Penulis

Page 8: Sampah Organik

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii

I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2

1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 2

II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3

2.1 Sumber dan Klasifikasi Sampah ..................................................................... 3

2.2 Permasalahan Sampah di Kabupaten Majalengka .......................................... 3

2.3 Dampak yang Ditimbulkan Akibat Penumpukan Sampah ............................. 4

2.4 Lubang Resapan Biopori (LRB) ..................................................................... 4

2.5 Laju Dekomposisi Bahan Organik ................................................................. 5

2.6 Pengaruh Bahan Organik terhadap Beberapa Sifat Tanah (C, N dan pH)...... 6

III BAHAN DAN METODE ................................................................................... 8

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 8

3.2 Bahan dan Alat ............................................................................................... 8

3.3 Metode Penelitian ........................................................................................... 8

3.4 Pelaksanaan Percobaan di Lapang .................................................................. 8

3.4.1 Pengosongan LRB dan Pengisian Sampah Organik .................................. 8

3.4.2 Pengamatan Laju Infiltrasi ......................................................................... 9

3.4.3 Pemanenan Kompos dan Pengambilan Contoh Tanah .............................. 9

3.4.4 Pengolahan Data ...................................................................................... 10

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 11

4.1 Laju Infiltrasi pada Lubang Resapan Biopori (LRB) .................................. 11

4.2 Dekomposisi Sampah pada Lubang Resapan Biopori (LRB) ...................... 17

4.3 Nilai pH, C-organik dan N-total .................................................................. 18

V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 20

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 20

Page 9: Sampah Organik

iii

5.2 Saran ............................................................................................................. 20

VI DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21

LAMPIRAN .................................................................................................... 23

Page 10: Sampah Organik

iv

DAFTAR TABEL

1 Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian .............................. 10

2 Nilai rata-rata laju infiltrasi LRB pada setiap perlakuan selama 12 minggu .... 12

3 Bobot sampah dan kompos yang dihasilkan selama 12 minggu ...................... 17

4 Nilai pH, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar LRB .................. 18

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik laju infiltrasi LRB selama 12 minggu. ................................................. 11

2 Foto fauna tanah dan bahan saat diangkat dari dalam LRB ............................ 15

3 Kondisi LRB dari setiap perlakuan .................................................................. 16

Page 11: Sampah Organik

1

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB selama penelitian .......................... 24

2 Nilai laju infiltrasi dengan ulangan selama 12 minggu ...................................... 25

3 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-1 ...................................................................................................................... 26

4 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-2 ...................................................................................................................... 26

5 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-3 ...................................................................................................................... 26

6 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-4 ...................................................................................................................... 26

7 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-5 ...................................................................................................................... 27

8 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-6 ...................................................................................................................... 27

9 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-7 ...................................................................................................................... 27

10 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-8 ...................................................................................................................... 27

11 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-9 ...................................................................................................................... 28

12 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-10 .................................................................................................................... 28

13 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-11 .................................................................................................................... 28

14 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-12 .................................................................................................................... 28

15 Data curah hujan Majalengka selama penelitian ................................................. 29

16 Kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah 2005 ................... 30

Page 12: Sampah Organik

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun kerap menimbulkan

berbagai masalah pada lingkungan. Munculnya persoalan sampah yang semakin

sulit untuk ditangani dan menurunnya luas area resapan air merupakan dua

masalah yang pada saat ini memerlukan penanganan serius. Sampah yang tidak

dikelola atau tidak dimanfaatkan dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif

pada lingkungan seperti menurunnya nilai estetika, penyumbatan saluran drainase,

sumber penyakit dan lain-lain. Menurunnya luas area peresapan air akibat

meningkatnya bidang kedap dapat memicu berkurangnya infiltrasi, menurunkan

pengisian air bawah tanah dan meningkatkan aliran permukaan, sehingga potensi

terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau semakin

tinggi.

Berbagai alternatif pengelolaan sampah organik dan pemanfaatan air

hujan sudah banyak ditawarkan oleh beberapa peneliti dan pemerhati lingkungan.

Akan tetapi penerapannya oleh masyarakat masih rendah akibat tingginya biaya

dan memerlukan tempat yang relatif luas serta tingkat kerumitan dalam

menerapkan teknologi tersebut.

Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi

multiguna yang dikembangkan untuk dapat mempercepat peresapan air ke dalam

tanah dengan memanfaatkan sampah organik. Teknologi ini merupakan teknologi

yang tidak membutuhkan biaya tinggi dan mudah dalam proses pembuatannya.

Manfaat yang dapat diambil dari LRB yaitu untuk memperbaiki ekosistem tanah,

meresapkan air dan mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi

kekeringan, mempermudah penanganan sampah dan menjaga kebersihan,

mengubah sampah menjadi kompos, mengurangi emisi gas rumah kaca seperti

CO2 dan metan, serta mengatasi masalah akibat genangan (Brata dan Nelistya,

2009).

Teknologi LRB sudah cukup dikenal oleh masyarakat luas, akan tetapi

masih banyak kekeliruan dalam penerapannya. Kekeliruan tersebut diantaranya,

Page 13: Sampah Organik

2

belum adanya pemanfaatan sampah organik dalam penggunaan LRB. Masyarakat

hanya mengenal LRB sebagai teknologi untuk meresapkan air.

Pemanfaatan sampah organik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan

dalam penerapan LRB. Sebab dengan adanya sampah organik yang selalu tersedia

di dalam LRB maka organisme tanah akan berkembangbiak dan nantinya

berperan dalam pembentukan biopori sehingga akan mempercepat laju peresapan

air ke dalam tanah. Sampah organik dalam LRB akan mengalami proses

dekomposisi secara alami dengan bantuan biodiversitas tanah menjadi kompos

yang dapat dipanen. Pemanenan kompos memberikan kesempatan pemanfaatan

lubang sebagai tempat pengomposan sampah organik secara berkesinambungan

sepanjang tahun.

Hasil penelitian Khoerudin (2012) menunjukkan bahwa LRB yang diisi

sampah organik secara kontinyu dapat menjaga keberlanjutan fungsi LRB dan

secara nyata sampai sangat nyata meningkatkan laju infiltrasi. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari pengaruh penambahan

sampah organik setelah pemanenan kompos terhadap laju peresapan air dan

beberapa sifat tanah sekitar lubang.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian kembali

sampah organik (setelah pemanenan kompos) terhadap laju infiltrasi, dan

beberapa sifat tanah (C-organik, N-total, dan pH) di sekitar LRB di areal

pemukiman.

1.3 Hipotesis

Penambahan sampah organik yang terus-menerus dalam LRB dapat

mempertahankan laju infiltrasi dan meningkatkan kandungan C-organik, nitrogen,

dan pH tanah di sekitar lubang.

Page 14: Sampah Organik

3

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber dan Klasifikasi Sampah

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah

berakhirnya suatu proses. Pusat Penelitian Pengembangan Pemukiman (Puskim)

(2001) mengartikan sampah sebagai suatu bahan buangan yang bersifat padat,

cair, maupun gas yang sudah tidak memenuhi persyaratan, tidak dikehendaki, dan

merupakan hasil sampingan dari kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut

Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau

proses alam yang berbentuk padat.

Secara umum sumber sampah dapat digolongkan atas tiga kelompok,

yaitu sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga (domestic refuse), kegiatan

perdagangan (commercial refuse) dan kegiatan perindustrian (industrial refuse)

(Bahar 1986). Berdasarkan sifatnya, sampah dikelompokkan ke dalam sampah

organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang pada

umumnya dapat membusuk seperti sisa-sisa makanan, daun-daunan, dan buah-

buahan (Brata dan Nelistya 2008). Sampah organik ini biasanya merupakan

bahan-bahan yang tidak dapat didaur ulang dan dipakai lagi, akan tetapi

merupakan bahan yang terdekomposisi relatif cepat dan dapat dimanfaatkan

dalam bentuk lain seperti kompos. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah

yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya besi, pecahan kaca, dan plastik.

2.2 Permasalahan Sampah di Kabupaten Majalengka

Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH)

Kabupaten Majalengka tahun 2010, di Kabupaten Majalengka terdapat dua tempat

pengelolaan akhir (TPA) yaitu TPA Heuleut dan TPA Talaga. Jumlah produksi

sampah di Kabupaten Majalengka yaitu sebesar 2715.08 m3 per hari dan dari total

produksi sampah tersebut baru 45.1 % yang terangkut ke TPA. Wilayah yang baru

terlayani hanya 10 kecamatan dari total 26 kecamatan yang ada di Kabupaten

Majalengka. Sedangkan laju timbulan sampah per tahun di Kabupaten Majalengka

yaitu sebesar 1 %.

Page 15: Sampah Organik

4

2.3 Dampak yang Ditimbulkan Akibat Penumpukan Sampah

Menurut Bahar (1986) masalah yang dapat ditimbulkan oleh sampah

yang menumpuk yaitu:

1. Menurunnya Nilai Estetika. Sampah yang menumpuk dan dibiarkan pada

tempat-tempat terbuka (open dump), menyebabkan rendahnya nilai estetika di

sekitar tempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh penampakan fisik yang tidak

enak dilihat dan bau busuk yang ditimbulkan.

2. Polusi Udara dan Air. Pembakaran sampah secara terbuka dan tidak

dikendalikan di samping menghasilkan residu, juga menimbulkan emisi pada

atmosfir dengan peningkatan komponen-komponen polutan di udara. Tempat

penimbunan sampah yang berdekatan dengan sungai, kanal saluran air dapat

mencemari air.

3. Sumber Penyakit. Tempat-tempat penumpukan sampah merupakan lingkungan

yang baik bagi perkembangan tikus, nyamuk, insekta dan mikroba, dimana

organisme ini dapat menimbulkan dan menyebarkan penyakit kepada

penduduk di sekitar tempat penimbunan dan penampungan sampah tersebut.

4. Penyumbatan Saluran Air. Kebiasaan buruk bagi sebagian besar orang adalah

membuang sampah ke sungai, got, atau saluran air lainnnya. Hal ini di samping

menimbulkan polusi juga menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan

saluran air sehingga apabila hujan datang saluran air itu akan mampat dan

menimbulkan banjir.

2.4 Lubang Resapan Biopori

Lubang resapan biopori (LRB) merupakan teknologi tepat guna yang

dikembangkan berdasarkan prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memanfaatkan

sampah organik guna memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan

fungsi hidrologis ekosistem tersebut. LRB merupakan lubang berbentuk silindris

berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah dengan kedalaman tidak

melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah dan diisi

sampah organik.

Lubang resapan biopori tidak bisa dipisahkan dengan sampah organik,

karena kedua hal ini saling melengkapi satu sama lain. Sampah organik

dimanfaatkan oleh organisme tanah di dalam lubang karena merupakan sumber

Page 16: Sampah Organik

5

makanan yang sangat dibutuhkan, sedangkan LRB dapat mengatasi masalah

akibat penumpukan sampah. Oleh karena itu, sampah organik setiap rumah tangga

bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki ekosistem tanah. Lubang resapan biopori

dapat mempermudah penanganan sampah organik yaitu dengan memasukkannya

ke dalam lubang untuk menghidupi biota tanah. Fauna tanah dapat memproses

sampah tersebut dengan cara memperkecil ukuran dan mencampurkannya dengan

mikroba tanah yang secara sinergi dapat mempercepat proses pengomposan secara

alami. Dimasukkannya sampah organik ke dalam LRB, maka tidak terjadi

penumpukan sampah baik di TPS ataupun TPA.

Keberadaan sampah organik di dalam LRB akan mengundang fauna

tanah untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi

fauna tanah. Aktivitas fauna tanah dalam LRB dapat mempercepat pelapukan

sampah organik dan meningkatkan pembentukan biopori yang dapat

memperlancar peresapan air dan pertukaran O2 dan CO2 di dalam tanah (Brata dan

Nelistya 2009). Selain itu, dengan adanya sampah organik yang selalu memenuhi

lubang maka lubang akan terhindar dari penutupan oleh hasil erosi dan

pertumbuhan lumut. Khoerudin (2012) mengungkapkan bahwa pengisian sampah

organik secara kontinyu pada LRB secara nyata menjaga keberlanjutan fungsi

LRB dalam meresapkan air dibandingkan LRB tanpa diisi sampah dan diisi

sampah diawal saja.

LRB memiliki keunggulan dan manfaat dibandingkan dengan sumur

resapan, di antaranya yaitu: (1) pembuatan LRB dapat diterapkan di lahan sempit,

(2) bermanfaat untuk menampung dan mengomposkan sampah organik, (3)

meningkatkan populasi dan aktivitas keaneka-ragaman hayati di dalam tanah dan

(4) adanya sampah organik di dalam LRB, dapat menghindari tertutupnya lubang

oleh bahan tanah, serta mencegah terjadinya penyumbatan pori oleh pertumbuhan

lumut, (5) mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dan (6) mengatasi masalah

kekeringan dan genangan (Brata dan Nelistya 2009).

2.5 Laju Dekomposisi Bahan Organik

Laju dekomposisi bahan organik tergantung pada kandungan senyawa

dari bahan organik tersebut. Adapun urutan senyawa-senyawa yang ditemukan

Page 17: Sampah Organik

6

dalam jaringan tumbuhan menurut tingkat mudah tidaknya senyawa tersebut

dilapuk (Soepardi 1983) adalah:

1. Gula, zat pati, protein sederhana (mudah dilapuk)

2. Protein kasar

3. Hemiselulosa

4. Selulosa

5. Lignin, lemak, lilin dan waks. (Sangat tahan lapuk)

Proses pengomposan sampah dapur relatif lebih cepat dibandingkan sampah

kebun. Hal ini disebabkan sampah kebun memiliki kandungan lignin lebih tinggi

karena di dalamnya terdapat juga sampah kayu, Kokkora dan Harm (dalam Yadav

et al. 2010)

Selain dipengaruhi oleh kandungan senyawa-senyawa yang telah

diungkapkan di atas, rasio C/N suatu bahan organik juga sangat menentukan

tingkat kecepatan dekomposisi bahan organik tersebut. Menurut Obeng dan

Wright (1954) nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan

berturut-turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka

akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi.

2.6 Pengaruh Bahan Organik terhadap Beberapa Sifat Tanah (C, N dan pH)

Bahan organik merupakan hal yang sangat penting dalam

mengoptimalkan fungsi tanah. Ditinjau dari segi manfaatnya, bahan organik dapat

dibagi menjadi 3 kelompok : efek pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Hakim

et al. 1986). Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah yaitu:

1. Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK)

2. Meningkatkan jumlah kation yang mudah dipertukarkan

3. Unsur N, P, dan S diikat dalam bentuk organik

4. Pelarutan unsur hara dari mineral oleh asam humat

Menurut Soepardi (1983) bila jaringan organik dimasukkan ke dalam

tanah maka terjadi reaksi-reaksi umum: (1) limbah organik mengalami reaksi

enzimatik dengan karbon dioksida, air dan panas sebagai hasil utama, (2) unsur-

unsur fungsional, nitrogen, fosfor dan belerang dibebaskan dan atau digunakan

oleh reaksi spesifik yang khas bagi setiap unsur dan (3) senyawa yang tahan

terhadap serangan jasad mikro akan dibentuk baik dari senyawa yang berasal dari

Page 18: Sampah Organik

7

bahan organik semula atau hasil bentukan jasad mikro. Menurut Hardjowigeno

(2003) pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah yaitu sebagai granulator

(memperbaiki struktur tanah), sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-

lain, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, meningkatkan kemampuan

tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi), dan sumber

energi bagi organisme tanah.

Pemberian bahan organik ke dalam tanah juga dapat meningkatkan pH

tanah. Soepardi (1983) mengungkapkan bahwa sebagian besar dari ion hidrogen

bersama dengan beberapa ion besi dan Al terikat secara kovalen dalam bahan

organik dan pada pinggiran kristal liat.

Page 19: Sampah Organik

8

III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian lapang dilakukan di Kelurahan Tonjong, Kecamatan

Majalengka, Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Penelitian di lapang berlangsung

dari bulan Desember 2011 hingga Maret 2012. Kemudian dilanjutkan dengan

analisis C-organik, N-total, pH tanah, kadar air sampah dan kadar air kompos

pada bulan April-Juli 2012 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Sampah organik rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sampah dapur berupa sisa-sisa sayuran dan buah-buahan, serta sampah

kebun berupa daun mangga. Alat yang digunakan selama penelitian di lapang,

yaitu bor biopori, golok, gayung, ember, stopwatch, dan timbangan.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang

dilakukan oleh Khoerudin pada bulan April-Agustus 2011. Rancangan percobaan

yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga kelompok sebagai

ulangan. Perlakuan yang diberikan sebanyak lima perlakuan terdiri dari :

a. S0, LRB tanpa diisi sampah

b. S1, LRB diisi sampah dapur sekali diawal penelitian

c. S2, LRB diisi sampah daun mangga sekali diawal penelitian

d. S3, LRB diisi sampah dapur secara kontinyu

e. S4, LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu

3.4 Pelaksanaan Percobaan di Lapang

3.4.1 Pengosongan LRB dan Pengisian Sampah Organik

LRB yang sudah tertutup oleh hasil erosi dikosongkan kembali dengan

menggunakan bor biopori. Pengosongan LRB dilakukan pada bulan Desember

atau berjarak ± 4 bulan setelah pemanfaatan LRB pertama. Selanjutnya diberi

perlakuan sesuai rancangan percobaan. Sampah organik yang digunakan

Page 20: Sampah Organik

9

merupakan sampah organik rumah tangga yang terdiri dari sampah dapur berupa

sisa potongan sayuran, buah dan ampas kelapa dan sampah kebun berupa daun

mangga. Sampah dapur diperoleh dari rumah-rumah dan warung nasi di sekitar

lokasi penelitian. Sampah dapur yang digunakan merupakan sampah baru yang

diambil sesaat sebelum pengisian LRB. Sedangkan untuk sampah daun mangga

yang digunakan merupakan daun hasil guguran yang sudah lama dan baru.

Khusus untuk perlakuan S3 dan S4 pengisian sampah organik dilakukan secara

terus-menerus, yaitu ketika volume sampah di dalam lubang menyusut karena

adanya proses dekomposisi dalam LRB. Pengisian sampah untuk perlakuan S3

dan S4 dilakukan selama penelitian berlangsung yaitu 12 minggu. Pengukuran

bobot sampah dilakukan setiap kali sampah dimasukkan sehingga didapat data

bobot sampah yang dimasukkan ke setiap lubang selama penelitian berlangsung

(Tabel Lampiran 1).

3.4.2 Pengamatan Laju Infiltrasi

Pengamatan laju infiltrasi dilakukan satu kali dalam seminggu selama 12

minggu percobaan. Laju infiltrasi pada LRB diukur dengan mengukur volume air

yang dimasukkan ke dalam LRB selama 60 menit. Adapun pengukuran laju

infiltrasi minggu pertama dilakukan pada hari ke empat setelah pengisian sampah

pertama kali ke dalam LRB (17 Desember 2011).

3.4.3 Pemanenan Kompos dan Pengambilan Contoh Tanah

Pemanenan kompos dilakukan 2 hari setelah pengukuran laju infiltrasi

terakhir (pengukuran minggu ke-12) yaitu diawali dengan mengangkat bahan

kasar dan diukur ketebalannya hingga mencapai batas permukaan kompos,

kemudian ditimbang bobotnya. Selanjutnya dilakukan pemanenan dan

penimbangan kompos. Pengukuran ketebalan kompos dihitung berdasarkan

ketebalan bahan kasar. Contoh tanah untuk analisis pH, C-organik dan N-total

diambil pada jarak 5 dan 20 cm dari dinding LRB dengan kedalaman 15-25 cm.

Metode analisis beberapa sifat tanah yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.

Page 21: Sampah Organik

10

Tabel 1 Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian

Parameter Metode Alat C-organik

N-total

pH

Kadar air

Walkley dan Black (1934)

Kjeldahl

H2O 1:1

Gravimetri

Erlenmenyer 250 ml, pipet 10 ml, gelas ukur, neraca analitik, dan buret

Neraca analitik, digestion apparatus, labu kjeldahl, buret, dan erlenmeyer 100 ml

Botol kocok, mesin pengocok, dan pH meter

Cawan, Aluminium foil, timbangan, oven dan eksikator

3.3.4 Pengolahan Data

Data pengukuran infiltrasi dilakukan analisis sidik ragam rancangan acak

kelompok. Uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan

pengaruh antar perlakuan.

Page 22: Sampah Organik

11

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Laju Infiltrasi pada Lubang Resapan Biopori (LRB)

Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu ke-1

sampai minggu ke-12 disajikan pada Tabel 2 dan laju infiltrasi dengan ulangan pada

Tabel Lampiran 2 serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada

Gambar 1. Sedangkan hasil analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu ke-1

hingga minggu ke-12 dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 hingga Tabel Lampiran 14.

Gambar 1 Grafik laju infiltrasi LRB selama 12 minggu

Gambar 1 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi pada perlakuan S0, S1 dan

S2 cenderung menurun dari pengukuran minggu ke-2 hingga ke-12. Sedangkan untuk

perlakuan S3 dan S4 laju infiltrasi menurun pada tiga minggu pertama pengukuran

kemudian meningkat hingga minggu ke-5. Pada minggu ke-6 terjadi penurunan

hingga minggu ke-8 dan naik lagi hingga minggu ke-11 pengukuran. Penambahan

sampah organik secara kontinyu (perlakuan S3 dan S4) dapat mempertahankan laju

infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2.

,

Page 23: Sampah Organik

12

Tabel 2 Nilai rata-rata laju infiltrasi LRB pada setiap perlakuan selama 12 minggu

Perlakuan

Laju Infiltrasi (liter/jam)

Minggu

1

Minggu

2

Minggu

3

Minggu

4

Minggu

5

Minggu

6

Minggu

7

Minggu

8

Minggu

9

Minggu

10

Minggu

11

Minggu

12

S0 91.5 a 41.2 a 21.3 a 14.3 a 4.2 Aa 0.3 A 1.0 A 1.2 A 1.2 A 0.7 A 0.8 A 0.5 A

S1 80.0 a 84.7 a 12.7 a 12.0 a 8.6 Aa 1.7 A 2.3 A 4.0 A 2.3 A 1.3 A 1.0 A 0.3 A

S2 101.3 a 46.5 a 67.5 a 29.0 ab 18.0 AaB 10.0 A 8.5 A 6.5 A 7.0 A 3.0 A 4.5 A 4.5 A

S3 120.7 a 72.7 a 65.0 a 74.3 c 106.6 B 71.0 B 46.6 B 38.6 B 43.3 B 56.6 C 73.0 C 17.6 BC

S4 90.3 a 91.0 a 74.3 a 62.7 bc 70.0 AB 53.3 B 37.0 B 24.3 B 32.6 B 33.3 BC 37.0 B 28.0 C

BNT 5 % 105.3 88.6 67.7 44.2 66.6 24.9 9.6 8.0 8.3 24.3 16.6 10.0

BNT 1 % 149.8 126.0 95.7 62.8 94.8 35.5 13.7 11.4 11.8 34.5 23.6 14.28 a Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (BNT 5 %) dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda

dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata (BNT 1 %).

Page 24: Sampah Organik

13

Tabel 2 menunjukkan bahwa pengisian sampah organik yang hanya

dilakukan diawal saja (perlakuan S1 dan S2) cenderung lebih tinggi laju infiltrasinya

dibandingkan dengan yang tidak diisi sampah (perlakuan S0). Walau demikian, pada

minggu ke-11 sampai ke-12 laju infiltrasi antara perlakuan S0 dan perlakuan S1

relatif sama. Hal ini dipengaruhi oleh hasil erosi yang juga telah menutupi perlakuan

S1. Perlakuan S2 cenderung memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan

perlakuan S1. Keadaan tersebut disebabkan adanya perbedaan laju dekomposisi

sampah yang dimasukkan, dimana laju dekomposisi pada S1 lebih cepat

dibandingkan dengan S2 sehingga proses tertutupnya lubang oleh tanah hasil erosi

pada perlakuan S1 pun lebih cepat.

Perlakuan S3 dan S4 nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan

dengan perlakuan S0 dan S1 pada minggu ke-4 dan sangat nyata lebih tinggi pada

minggu ke-6 hingga ke-12 terhadap perlakuan S0, S1, dan S2 (Tabel 2). Kondisi

tersebut disebabkan oleh adanya sampah organik yang selalu diisikan dan memenuhi

lubang sehingga dapat mencegah masuknya hasil erosi ke dalam LRB. Selain itu,

dengan adanya bahan organik yang selalu diisikan dan tersedia, juga dapat

meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah (Hakim et al. 1986) di

dalam LRB, karena sampah organik merupakan sumber makanan dan energi bagi

organisme tanah tersebut (Stephenson 1994 dalam Yulipriyanto 2010). Meningkatnya

aktivitas organisme tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang

di dalam tanah dapat memicu terbentuknya biopori berupa liang (terowongan kecil)

dan bercabang-cabang sehingga sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke

dan di dalam tanah (Brata dan Nelistya 2009). Selain meningkatkan aktivitas

metabolik organisme tanah, bahan organik juga dapat merangsang terjadinya

granulasi (Soepardi 1983) sehingga air akan lebih mudah meresap dan mengalami

perkolasi ke bagian tanah yang lebih dalam (Ma’shum et al. 2003). Peningkatan laju

infiltrasi ini sejalan dengan hasil penelitian Khoerudin (2012) yang menunjukkan

bahwa LRB yang diisi sampah organik secara kontinyu nyata dan sampai sangat

nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan yang tidak diisi sampah atau hanya

diisi sampah diawal saja.

Page 25: Sampah Organik

14

Pada minggu ke-6 sampai ke-8 terjadi penurunan laju infiltrasi untuk

perlakuan S3 dan S4. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi curah hujan,

dimana curah hujan pada minggu ke-6 sampai ke-8 lebih besar dibandingkan minggu

ke-5 (Tabel Lampiran 15). Arsyad (2006) mengungkapkan bahwa pada saat tanah

masih kering, laju infiltrasi akan tinggi dan setelah tanah menjadi jenuh air, laju

infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Sedangkan pada minggu ke-9,

walaupun curah hujan cukup tinggi, laju infiltrasi pada S3 dan S4 menunjukkan

peningkatan. Kondisi ini terjadi karena pada saat sebelum pengukuran, dilakukan

penusukan menggunakan kayu dan pembersihan tanah hasil erosi pada bagian atas

LRB. Tanah hasil erosi yang tadinya mengisi pori-pori diantara sampah organik,

dengan dilakukannya penusukan dan perbersihan menjadi lebih terbuka sehingga laju

infiltrasi menjadi lebih lancar. Selain itu, tidak adanya curah hujan pada saat sebelum

dilakukan pengukuran juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi yang diperoleh. Pada

minggu ke-10 sampai ke-12, pola laju infiltrasi (Gambar 1) perlakuan S3 dan S4

cenderung mengikuti kondisi curah hujan yang ada (Tabel Lampiran 15).

Pada minggu ke-12, penurunan laju infiltrasi untuk perlakuan S3 lebih

tajam dibandingkan S4 (Gambar 1). Perbedaan tingkat penurunan laju infiltrasi

disebabkan oleh perbedaan laju terbentuknya kompos. Dekomposisi sampah dapur

yang relatif lebih cepat dibandingkan sampah daun mangga menyebabkan kompos

yang terbentuk pada perlakuan S3 juga lebih banyak (Tabel 3). Terbentuknya kompos

menyebabkan terjadinya penurunan ukuran pori (Gambar 2a), akibatnya laju infiltrasi

menjadi menurun. Selain itu, aktifitas fauna tanah juga menurun karena sampah

organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya (Gambar 2a). Soepardi (1983)

mengungkapkan bahwa disaat jumlah bahan organik tanah yang mudah dilapuk

semakin sedikit, maka jumlah dan aktifitas organisme tanah pun akan berkurang.

Sedangkan perlakuan S4, laju infiltrasi yang diperoleh hanya mengalami sedikit

penurunan. Proses dekomposisi pada sampah daun mangga yang relatif lebih lambat

dan adanya aktifitas fauna yang masih terlihat sangat aktif menjadikan pori tersedia

pada LRB masih cukup baik untuk melalukan air sehingga laju infiltrasi pun tidak

terlalu menurun (Gambar 2b).

Page 26: Sampah Organik

15

(a) Perlakuan S3 (b) Perlakuan S4

Gambar 2 Foto fauna tanah dan bahan saat diangkat dari dalam LRB

Curah hujan yang cukup tinggi dari awal hingga akhir penelitian

menghasilkan erosi yang mengakibatkan tertutupnya mulut lubang LRB. Erosi

berpengaruh besar terutama pada perlakuan S0, S1, dan S2. Tumbukan butir hujan

dan aliran permukaan yang cukup besar membawa hasil erosi sehingga

mengakibatkan LRB menjadi tertutup (Gambar 3a, 3b dan 3c). Terjadinya proses

erosi merupakan kombinasi dari dua sub-proses yaitu (1) penghancuran struktur

tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-butir hujan yang

menimpa tanah dan pemindahan butir-butir primer tersebut oleh percikan air hujan,

dan (2) perendaman oleh air yang tergenang di permukaan tanah mengakibatkan

tanah menjadi terdispersi selanjutnya diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air

yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2006). Sedangkan S3 dan S4 yang

diisi sampah secara kontinyu hasil erosi hanya menutupi bagian atas dari LRB

(Gambar 3d dan 3e).

Page 27: Sampah Organik

16

(a) Perlakuan S0 (b) Perlakuan S1

(c) Perlakuan S2

(d) Perlakuan S3 (e) Perlakuan S4

Gambar 3 Kondisi LRB dari setiap perlakuan

Page 28: Sampah Organik

17

4.2 Dekomposisi Sampah pada Lubang Resapan Biopori (LRB)

Pemberian sampah yang dilakukan secara kontinyu pada LRB (S3 dan

S4) diperoleh hasil berupa kompos. Pada LRB yang diisi sampah dapur secara

kontinyu (S3), kompos telah memenuhi ± 80 % volume lubang. Sedangkan LRB

yang diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4), kompos hanya memenuhi ±

20 % volume lubang. Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB dari awal

penelitian serta bobot kompos yang dihasilkan selama 12 minggu disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3 Bobot sampah dan kompos (gram) yang dihasilkan selama 12 minggu

Perlakuan Bobot Sampah Bobot kompos

Basah Kering Basah Kering S0 - - - - S1 2225 214.67 - - S2 650 485.53 - - S3 8833 852.20 5250 2711.6 S4 916 684.23 300 182.6

Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot sampah basah pada perlakuan S3

(sampah dapur) lebih tinggi dibandingkan S4 (sampah daun mangga). Akan tetapi

penurunan bobot pada S3 (sampah dapur) jauh lebih besar dibandingkan S4

(sampah daun mangga). Hal ini disebabkan adanya perbedaan kadar air sampah

yang dimasukkan, dimana sampah dapur mempunyai kadar air yang jauh lebih

tinggi (937 %) dibandingkan sampah daun mangga yang hanya sebesar 34 %.

Bobot kompos yang dihasilkan pada perlakuan S3 lebih tinggi

dibandingkan S4. Keadaan ini dikarenakan nisbah C/N pada sampah dapur lebih

rendah daripada sampah daun mangga. Obeng dan Wright (1954) mengungkapkan

bahwa nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturut-

turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan

semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. Kokkora dan Harm (2008 dalam

Yadav et al. 2010) juga menegaskan bahwa pengomposan sampah dapur relatif

lebih cepat dibandingkan sampah kebun. Hal ini dikarenakan sampah kebun

memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan sampah dapur. Bobot

kompos kering pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan dengan bobot

Page 29: Sampah Organik

18

sampah keringnya. Hal ini disebabkan tercampurnya kompos dengan tanah hasil

erosi yang masuk ke dalam lubang setiap terjadinya penyusutan sampah dapur

sebelum penambahan sampah berikutnya.

4.3 Nilai pH, C-organik dan N-total

Nilai rata-rata pH, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar

lubang (jarak 5 dan 20 cm dari dinding lubang) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai pH, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar LRB

Perlakuan pH C-organik (%) N-total (%)

5 cm 20 cm 5 cm 20 cm 5 cm 20 cm

S0 5.83 5.45 0.43 0.41 0.06 0.06

S1 5.83 5.65 0.83 1.10 0.08 0.09

S2 6.00 5.53 1.03 1.01 0.06 0.08

S3 6.07 6.00 1.60 1.21 0.08 0.08

S4 6.10 6.07 1.31 1.10 0.08 0.08

Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan sampah organik dalam LRB

dapat meningkatkan pH dan kandungan C-organik tanah pada jarak 5 dan 20 cm

dari dinding lubang. Peningkatan pH tanah sesuai dengan pernyataan Supardi

(1983) bahwa sebagian besar dari ion hidrogen bersama dengan beberapa ion besi

dan Al terikat secara kovalen dalam bahan organik dan pada pinggiran kristal liat.

Pada perlakuan S0 terlihat bahwa kandungan C-organik pada jarak 5 cm dari

dinding lubang lebih tinggi dibandingkan pada jarak 20 cm. Kondisi ini

dipengaruhi oleh hasil erosi yang masuk ke dalam lubang, dimana pada jarak yang

lebih dekat dari dinding lubang lebih besar potensinya mendapat pengaruh dari

hasil erosi. Arsyad (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan unsur hara tanah

dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih tinggi daripada kandungan unsur

hara dan bahan organik dari tanah asalnya.

Kandungan C-organik dan nilai pH pada perlakuan S3 dan S4 lebih

tinggi dibandingkan S0, S1, dan S2. Kondisi ini disebabkan jumlah sampah

organik yang ditambahkan pada perlakuan S3 dan S4 lebih banyak daripada

Page 30: Sampah Organik

19

perlakuan S0, S1 dan S2. Pemberian sampah organik diawal saja meningkatkan

kandungan C-organik dan nilai pH disekitar LRB.

Kandungan N-total tanah yang terdapat di sekitar LRB pada perlakuan

S0 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan S1, S2, S3, dan S4 pada jarak 5

cm dan 20 cm (kecuali S2 pada jarak 5 cm). Peningkatan N-total tanah disebabkan

oleh adanya pemberian sampah organik pada LRB. Hardjowigeno (2003)

mengungkapkan bahwa bahan organik merupakan sumber unsur hara N, P, S,

unsur mikro dan lain-lain. Soepardi (1983) juga menegaskan bahwa bahan organik

merupakan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Hasil pengukuran N-total

pada tanah di sekitar LRB berdasarkan jarak dari dinding lubang (secara

horizontal) untuk setiap perlakuan tidak menunjukkan adanya suatu

kecenderungan tertentu (bervariasi). Hal ini sejalan dengan penelitian Putra

(2010) yang menyebutkan bahwa konsentrasi nitrat yang terdapat di sekitar LRB

bervariasi secara horizontal.

Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah (Tabel Lampiran 16),

terjadi peningkatan nilai pH dan C-organik pada tanah di sekitar perlakuan S3 dan

S4 secara berturut-turut masam menjadi agak masam, sangat rendah menjadi

rendah. Sedangkan kandungan N di sekitar LRB masih tergolong dalam kriteria

sangat rendah.

Page 31: Sampah Organik

20

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. LRB yang hanya diisi sampah organik diawal saja (perlakuan S1 dan S2) lebih

tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan LRB tanpa diisi sampah

(perlakuan S0).

2. Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (perlakuan S3 dan S4)

secara nyata sampai sangat nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan

dengan LRB tanpa diisi sampah (perlakuan S0) dan LRB yang hanya diisi

sampah di awal saja (perlakuan S1 dan S2.)

3. Laju infiltrasi LRB pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan

dengan perlakuan S4.

4. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB pada perlakuan S3

dan S4 lebih tinggi dibandingkan S0, S1 dan S2.

5. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB yang hanya diisi

sampah di awal saja (S1 dan S2) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa diisi

sampah (S0).

6. Secara umum kandungan N-total tanah di sekitar LRB pada perlakuan S1, S2,

S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0.

5.2 Saran

Sampah organik berupa sampah dapur dan sisa tanaman dari kebun perlu

dimanfaatkan untuk mengisi LRB secara kontinyu untuk menghindari masuknya

sedimen yang dapat menyumbat pori dan permukaan mulut lubang; serta

memberikan makanan bagi organisme tanah yang dapat membantu pembentukan

biopori dan proses pengomposan sampah organik secara alami.

.

Page 32: Sampah Organik

21

VI DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.

Bahar YH. 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta (ID): Waca Utama Pramesti.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Data Curah Hujan Majalengka Tahun 2011-2012. Stasiun Klimatologi Balai Wilayah II Darmaga, Bogor (ID): BMKG.

[BPLH] Badan Pengelola Lingkungan Hidup. 2010. Penyusunan Detail Enginering Design (DED) Persampahan. Majalengka (ID): BPLH.

Brata KR, Nelistya A. 2009. Lubang Resapan Biopori. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas Lampung.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Khoerudin MN. 2012. Pengaruh pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi lubang resapan biopori di areal pemukiman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ma’shum M, Soedarsono J, Susilowati LE. 2003. Biologi Tanah. Jakarta (ID): CPIU Pasca IAEUP, Bagpro Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

[Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 2001. Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut. Bandung (ID): Puskim.

Putra RS. 2010. Penyebaran nitrat pada tanah di sekitar lubang resapan biopori (Studi Kasus: Daerah permukiman Jakarta Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Obeng LA, Wright FW. 1954. Co-composting of Domestic Solid and Human Wastes. World Bank Technical Paper number 57. Washington DC (US): The World Bank.

Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutanto R. 2002. Pertanian Organik; Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Yadav KD, Mistry NJ, Pandya D, Garvit B. 2010. Composting of food and vegatable waste. Journal of Environmental Sciences 4 (4):27-35.

Page 33: Sampah Organik

22

Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Page 34: Sampah Organik

23

Page 35: Sampah Organik

24

Tabel Lampiran 1 Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB selama penelitian

Tanggal Sampah dapur (gram) Sampah daun mangga(gram)

S3 1 S3 2 S3 3 S4 1 S4 2 S4 3 14/12/2011 2050 2200 2300 650 600 550 17/12/2011 18/12/2011 450 500 500 21/12/2011 400 300 300 24/12/2011 200 250 250 27/12/2011 300 450 450 31/12/2011 400 400 200 3/1/2012 200 200 200 7/1/2012 350 350 200 150 200 200

10/1/2012 400 250 250 14/1/2012 300 300 500 18/1/2012 300 300 400 21/1/2012 250 200 200 23/1/2012 200 150 150 25/1/2012 250 150 150 28/1/2012 150 150 150 30/1/2012 150 200 150 1/2/2012 300 250 250 4/2/2012 250 300 200 6/2/2012 200 150 150 8/2/2012 150 200 200 11/2/2012 350 350 350 15/2/2012 300 350 250 18/2/2012 250 250 200 100 150 150 22/2/2012 200 200 200 25/2/2012 350 350 350 29/2/2012 150 200 200 3/3/2012

Total 8850 8950 8700 900 950 900 Keterangan: Tanggal dengan cetak tebal menunjukkan tanggal pengamatan laju infiltrasi.

Page 36: Sampah Organik

25

Tabel Lampiran 2 Nilai laju infiltrasi LRB dengan ulangan selama 12 minggu

Perlakuan Ulangan Laju infiltrsi (liter/jam)

Pengamatan ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 105.5 67.5 38.5 32.0 6.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 S0 2 131.0 31.5 9.5 3.0 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

3 38.0 24.5 16.0 8.0 3.5 1.0 3.0 3.5 3.5 2.0 2.5 1.5

1 141.0 101.0 12.0 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 S1 2 57.0 113.0 17.0 13.0 13.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

3 42.0 40.0 9.0 20.0 13.0 5.0 7.0 12.0 7.0 4.0 3.0 1.0

1 101.0 46.5 67.5 29.0 18.0 10.0 8.5 6.5 7.0 3.0 4.5 4.5 S2 2 52.0 9.0 123.0 53.0 29.0 18.0 13.0 5.0 11.0 3.0 4.0 6.0

3 151.0 84.0 12.0 5.0 7.0 2.0 4.0 8.0 3.0 3.0 5.0 3.0

1 67.0 45.0 39.0 68.0 118.0 84.0 42.0 46.0 49.0 77.0 71.0 11.0 S3 2 115.0 21.0 44.0 57.0 115.0 59.0 44.0 29.0 37.0 53.0 60.0 19.0

3 180.0 152.0 112.0 98.0 87.0 70.0 54.0 41.0 44.0 40.0 88.0 23.0

1 136.0 97.0 58.0 52.0 14.0 49.0 36.0 23.0 28.0 15.0 19.0 17.0 S4 2 109.0 20.0 63.0 33.0 42.0 30.0 44.0 19.0 33.0 32.0 48.0 28.0

3 26.0 156.0 102.0 103.0 154.0 81.0 31.0 31.0 37.0 53.0 44.0 39.0

Page 37: Sampah Organik

26

Tabel Lampiran 1 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-1

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 1406.23 703.12 0.21 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 2826.93 706.73 0.21 3.33 5.64 105.32 149.80

GALAT 8 26812.27 3351.53

TOTAL 14 31045.43

Tabel Lampiran 2 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-2

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 6996.70 3498.35 1.47 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 6022.90 1505.73 0.63 3.33 5.64 88.60 126.02

GALAT 8 18975.80 2371.98 TOTAL 14 31995.40

Tabel Lampiran 3 Analisis sidik sagam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-3

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 203.23 101.62 0.07 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 9966.33 2491.58 1.82 3.33 5.64 67.27 95.68

GALAT 8 10939.77 1367.47 TOTAL 14 21109.33

Tabel Lampiran 4 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-4

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT 5%

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 583.33 291.67 0.49 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 9733.73 2433.43 4.13 3.33 5.64 44.17 62.83

GALAT 8 4716.67 589.58

TOTAL 14 15033.73

Page 38: Sampah Organik

27

Tabel Lampiran 5 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-5

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 1186.30 593.15 0.44 4.10 7.56 PERLAKUAN 4 24249.00 6062.25 4.52 3.33 5.64 66.64 94.78

GALAT 8 10734.20 1341.78 TOTAL 14 36169.50

Tabel Lampiran 6 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-6

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 283.73 141.87 0.75 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 12812.93 3203.23 17.04 3.33 5.64 24.95 35.48

GALAT 8 1504.27 188.03

TOTAL 14 14600.93

Tabel Lampiran 7 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-7

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 24.70 12.35 0.44 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 5404.27 1351.07 48.44 3.33 5.64 9.61 13.67

GALAT 8 223.13 27.89

TOTAL 14 5652.10

Tabel Lampiran 8 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-8

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 180.83 90.42 4.66 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 3095.43 773.86 39.90 3.33 5.64 8.01 11.40

GALAT 8 155.17 19.40

TOTAL 14 3431.43

Page 39: Sampah Organik

28

Tabel Lampiran 9 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-9

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 20.10 10.05 0.48 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 4512.73 1128.18 54.35 3.33 5.64 8.29 11.79

GALAT 8 166.07 20.76

TOTAL 14 4698.90

Tabel Lampiran 10 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-10

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 19.60 9.80 0.06 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 7585.33 1896.33 10.66 3.33 5.64 24.26 34.51

GALAT 8 1423.07 177.88

TOTAL 14 9028.00

Tabel Lampiran 11 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-11

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 236.03 118.02 1.42 4.10 7.56 PERLAKUAN 4 12039.77 3009.94 36.12 3.33 5.64 16.61 23.62

GALAT 8 666.63 83.33 TOTAL 14 12942.43

Tabel Lampiran 12 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-12

SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT

α0.05 α0.01 α0.05 α0.01

KELOMPOK 2 93.10

46.55 1.53 4.10 7.56

PERLAKUAN 4 1743.67 435.92 14.31 3.33 5.64 10.04 14.28

GALAT 8 243.73 30.47

TOTAL 14 2080.50

Page 40: Sampah Organik

29

Tabel Lampiran 15 Data curah hujan Majalengka selama penelitian

Tanggal Tahun

2011 2012 Des Jan Feb Mar

1 9 - 28 - 2 - 58 7 23 3 12 - 49 35 (12)

4 - 21 - (8)

5 - - 2 6 3 12 77 7 - - (4) 12 8 38 16 43 9 - - 17 10 - - 8 11 53 - - (9)

12 - - 35 13 - 8 - 14 - - (5) - 15 4 - - 16 11 2 14 17 - (1) 45 9 18 14 - - (10)

19 - - - 20 - 2 12 21 5 26 (6) 8 22 - - - 23 18 - - 24 68 (2) - - 25 27 - 49 (11)

26 50 2 41 27 26 47 53 28 6 - (7) 13 29 16 - - 30 20 - 31 20 (3) -

Sumber : BMKG Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2011/2012) Keterangan : Curah hujan ditakar dalam mm Angka dalam kurung yang mengikuti data curah hujan adalah waktu pengukuran

infiltrasi

Page 41: Sampah Organik

30

Tabel Lampiran 13 Kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah 2005

Parameter tanah

Nilai Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat

tinggi C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5 N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75 C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25

Sangat masam Masam Agak

masam Netral Agak alkalis Alkalis

pH H20 <4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5