Sambiloto Murali
-
Upload
murali-babu -
Category
Documents
-
view
88 -
download
4
Transcript of Sambiloto Murali
Latar Belakang
Pada saat ini, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat mengalami
peningkatan. Oleh karena itu banyak penelitian yang mengarah pada
pemaanfaatan tumbuhan obat tersebut. Salah satunya adalah penelitian
mengenai isolasi senyawa aktif dari tumbuhan obat. Tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai obat salah satunya adalah sambiloto (Andrographis
paniculata Ness).
Sambiloto adalah tanaman liar yang diduga berasal dari India. Tanaman
yang sangat pahit ini dipatenkan sebagai obat antiHIV oleh sebuah perusahaan
Farmasi Jerman. Sementara di Indonesia, Dirjen POM, Departemen Kesehatan RI,
menetapkan Sambiloto sebagai salah satu dari sembilan tanaman obat unggulan
yang sudah diuji secara klinis.
ambiloto tumbuh liar di tempat terbuka seperti kebun, tepi sungai tanah
kosong yang agak lembap atau dipekarangan. Daun tunggal, bertangkai pendek,
letak berhadapan bersilang, bentuk laset, pangkal runcing, ujung meruncing,
tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2-8 cm,
lebar 1-3 cm. Bunga berbibir berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih
bernoda ungu,. Buah kapsul berbentuk jorong. Perbanyak dengan biji atau stek
batang.
Tanaman sambiloto berkembang baik dengan biji atau stek batang. Tinggi
pohon dewasa bisa mencapai 50-90 cm. Batang dan cabangnya berbentuk segi
empat, sedangkan daunnya berjenis tunggal dengan panjang sekitar 2-8 cm dan
lebar 1-3 cm.
Kandungan kimia yang terdapat pada Sambiloto, yaitu:
Sambiloto mengandung senyawa flavonoid yang bersifat mencegah sekaligus
menghancurkan penggumpalan darah.
Sambiloto memiliki kadar kalium yang tinggi dan rendah kandungan natrium.
Kalium diperlukan untuk mengeluarkan air dan natrium dalam tubuh
sehingga bisa menurunkan tekanan darah. Sementara natrium harus di
hindari karena bisa meningkatkan tekanan darah.
1
Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional di
Indonesia adalah sambiloto (Andrographis paniculata Ness) yang mempunyai
banyak sekali khasiat, diantaranya untuk penyakit kurap, sakit perut, demam
karena gigitan serangga/ular berbisa, tifus dan penyakit malaria (Heyne,
1987).Tanaman ini juga mengandung andrografin, androgafolid (zat pahit) dan
panikulin dimana sifat antibiotiknya mampu meningkatkan fungsi pertahanan
tubuh dan membantu menyembuhkan luka akibat kanker.
Orang jawa biasa menyebutnya sebagai “obat segala obat”. Julukan ini
diberikan karena diangap mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Samiloto
yang memiliki nama ilmiah Andrographis paniculata Ness, diketahui dapat
mempertahankan kondisi dan imunitas tubuh, menanggulangi diabetes,
menurunkan tekanan darah tinggi, mengobati kanker prostat, hepatitis, penyakit
paru, disentri, tiroid, diare, amandel, influenza, radang ginjal, usus buntu,
malaria dan sebagainya.
Klasifikasi Simplisia
Tanaman sambiloto mempunyai nama latin Andrographis paniculata
Ness memiliki sinonim Justicia paniclata Burn; Justicia latebrosa Russ. Dengan
nama daerah : Papaitan, Ki peurat atau bidara. (Depkes, 1979)
Klasifikasi tanaman sambiloto adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub-kingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermahopyta
Divisio : Magnoliopyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Familia : Acanthaceae
2
Genus : Andrographis
Species : Andrograpis paiculata Ness.
Kandungan Kimia
Sifat-sifat kimia yang dimiliki tanaman sambiloto (Andrographis
paniculata Ness ) antara lain rasa pahit, dingin, masuk meridian paru,
lambung, usus besar dan usus kecil. Daun dan percabangannya mengandung
laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit),
neoandrgrafolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan
homoandrografolid, flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalium,kalsium,
natrium). Asam kersik, damar. Flavonoid terbanyak diisolasi dari akar yaitu
polimetatoksivaflavon, andrografin, pan, ikkulin. Mono-0-metilwhitin dan
apigenin-7,4 dimetileter. Zak aktif andrografoid terbukti berkhasiat sebagai
hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat toksin).
Daun Andrographis paniculata mengandung saponin, flavonoid, dan
tannin juga mengandung zat pahit andrografolida yang merupakan golongan
diterpenoid (Brooke et al., 2003).
3
Khasiat dan Manfaat
Secara invitro tanaman sambiloto mempunyai khasiat antidiabetik
dengan cara mempengaruhi sekresi insulin dari pulau Langerhans. Daun atau
herba sambiloto digunakan pada pengobatan tradisional antara lain untuk
disentri, kencing manis, demam, sakit kepala, penawar bisa ular, tonikum,
penyakit kulit dan tifus (Brooke et al., 2003).
Pengujian Simplisia
Makroskopik
Tanamanan sambiloto merupakan terna tumbuhan tegak, tinggi 40 cm sampai 90
cm, percabangan banyak letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan
tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam, tepi daun
rata, panjang daun 3 cm samapi 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang
tangkai 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung.
Perbungaan tegak bercaban-cabang, gagang bunga 3 mm samapi 7 mm., panjang
kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga berbibir tabung, panjang 6 mm, bibir
bunga bagian atas berwarna putih dengan warna kuning dibagian atasnya, ukuran 7
mm sampai 8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan
panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6
mm. Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm, bila
tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Depkes, 1979)
4
Mikroskopik
Daun : epidermis atas terdiri dari satu lapis sel berbentuk segi empat, kutikula tipis,
pada penampang tangensial tampak berbentuk polygonal, dinding samping lurus,
tidak terdapat stomata.pada lapisan epidermis terdapat banyak sel litosiis yang
berisi sistolit ; sistolit mengandung banyak kalsium karbonat. Selitosis umumnya
lebih besar daripada sel epidermis, bentuk jorong atau bulat telur memanjang. Sel
epidermis bawah lebih kecil dari sel epidermis atas, pada penampang tangensial
tampak dinding samping bergelombang. Stomata sangat banyak tipe bidiasitik dan
diasitik, mumnya dibiasitik.rambut kelenjar dan litosis lebih banyak terdapat di
epidermis bawah daripada epidermis atas jaringan palisade umumnya terdiri dari
satu lapis sel jarang yang dua lapis. Naringan unga karang terdiri dari beberapa
lapis sel bunga karang, tersusun renggang dengan rongga udara yang besar ;
diantara sel bunga karang terdapat juga sel litosis serupa degan yang terdapat di
epidermis (MMI, 1979).
Perameter Simplisia
Dilakukan dengan menentukan karakterisasi simplisia dari
Andrographis paniculata Ness, yaitu :
Kadar abu tidak lebih dari 12%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak lebih dari 2,2%
Kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 18%
Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 9,7%
Bahan organic asing tidak lebih dari 2%
(MMI, 1979)
5
Metode
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan menggunakan medium
pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula.
Ekstraksi dapat dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang diperoleh
sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micela”.
Micelle ini dapat diubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair
dan tinktura atau sebagai produk/bahan antara yang selanjutnya dapat
diproses menjadi ekstrak kering. (Agoes.G,2007).
Pelarut untuk ekstraksi terdiri atas :
Pelarut Non polar : N-heksan, Diklorometan, Kloroform, Benzena, dietil eter,
dll.
Pelarut polar : Air, metanol, etanol, dll. Pelarut Semipolar : Aseton, etil
asetat, dll.
Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah
maserasi, perkolasi dan sokletasi (Depkes RI, 1979).
6
A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus
menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Hasil ekstraksi disebut
maserat, dan digunakan untuk senyawa kimia termolabil.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan
ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya
1-5 kali bahan.
B. Cara panas1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2. Sokletasi
7
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan
kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan
(kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50◦ C.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98◦C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30◦C) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
Fraksinasi
Fraksinasi adalah pengelompokkan berdasarkan sifat-sifat kimia.
Setelah dipekatkan, ekstrak pekat ditambahkan larutan eter untuk
memisahkan senyawa polar, semi polar dan non polar.
Prinsip dari pemisahan adalah adanya perbedaan sifat fisik dan
kimia dari senyawa yaitu kecenderungan dari molekul untuk melarut
dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap
(keatsiriaan) kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan
serbuk labus (adsorpsi, penyerapan).
8
Salah satu pemisahan adalah kromatografi cair vakum,
kromatografi vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan
bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-
3, sumbat karet, penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum
serta wadah penampung fraksi.
Kromatografi Cair Vakum (KCV)
Pemakaian utama KCV adalah untuk fraksinasi atau
penyederhanaan komponen ekstrak, meskipun dari pengalaman sering
diperoleh langsung senyawa tunggal dalam bentuk kristal.
Merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja
pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum
sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas
kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum.
Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap
yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung
fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak
dari pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi
biaya.
Prinsip dasar KCV adalah meningkatkan laju aliran dengan
mengurangi tekanan di dalam labu penampung fraksi, sedangkan
tekanan di atas kolom adalah tekanan atmosfir biasa (bukan diberi
tekanan khusus).
Isolasi
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen dari sutau senyawa, berdasarkan
9
perbedaan adsorpsi atau partisi fase diam (adsorben) dengan pelarut
pengembang (fase gerak).
Pemilihan pelarut pengembang dipengaruhi oleh jenis dan
polaritas komponen-komponen kimia dipisahkan.
Walaupun silika gel banyak digunakan, lapisan dapat pula dibuat
dari aluminum oksida, “celite” kalsium hidroksida, damar penukar ion,
magnesium fosfat, poliamida, “ sephadex “, polifinil pirolidon, selulosa,
dan campuran dua bahan diatas atau lebih. Kecepatan KLT yang lebih
besar disebabkan oleh sifat penyerap yang lebih padat bila disaputkan
pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita menelaah senyawa
labil. Kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila diperlukan dapat
dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran g.
Dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT), pemisahan yang baik
adalah berupa bercak yang bundar yang merupakan tiap-tiap komponen
terpisah dari suatu senyawa. Pengekoran dapat terjadi disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut :
Pemisahan yang tidak baik
Terlalu tingginya konsentrasi komponen yang ditutulkan.
Tidak jenuhnya wadah/chamber oleh uap fasa gerak (larutan
pengembang) sehingga fasa gerak yang mengelusi plat KLT segera
menguap.
Ketidaktepatan pemilihan fasa gerak terhadap jenis fasa diam
(absorben) dan sampel yang digunakan.
Identifikasi dan Karakterisasi Isolat
Identifikasi dan karakterisasi isolat dengan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-visible adalah pengukuran dan
interpretasi radiasi elektromagnetik (cahaya) yang diabsorpsi atau diemisikan
10
oleh molekul pada daerah panjang gelombang 180-780 nm. Prinsip dasar dari
pengukuran spektrofotometri UV-Visible adalah hukum Lambert Beer.
Karakterisasi simplisia
Penetapan kadar air
Penetapan kadar air adalah suatu pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan (simplisia). Prinsip penetapan kadar air dilakukan dengan cara
yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetric. Tujuan dari
penetapan kadar air, yaitu ; memberikan batasan minimal atau rentang
tentan besarnya kandungan air didalam bahan (DitJen POM, 2000)
Penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi, yaitu dengan
memasikkan sejumlah 5 gr serbuk simplisia, lalu ditambahkan sejumlah sampel
200mL taluoen jenuh air ke dalam labu yang telah berisi sampel uji lalu dididihkan
sampai toluene mendidih. Kemudian dilakukan penyulingan dengan kecepatan
kurang lebih 2 tetes perdetik. Penyulingan dihentikan setelah seluruh air telah
tersuling. Untuk mengantisipasi masih adanya air yang belum tersuling, maka
dilakukan penyulingan kembali selama 5 menit. Setelah air dan toluene pada
tabung penerima memisah, maka dilaukan perhitungan kadar air dengan cara
menghitung volume air terhadap bobot kering simplisia (Depkes, 1989).
Penentuan kadar abu
Penentuan kadar abu merupakan metode pengukuran adar abu
terhadap yang dipanaskan pada temperature tertent dimana senyawa
organic dan turunanya terdestruksi dan menguap sehingga yang
tertinggal hanya unsure mineral dan anorganik dengan tujuan untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang
11
berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitJen POM,
2000).
Simplisia uji yang ditimbang sebanya 2,5 gr dan digerus halus, dimasukkan
ke dalam cawan krus. Kemudian dipijarkan hingga arangnya habis, didinginkan dan
ditimbang, Jika arang tidak dapat hilang, maka dilakukan penyaringan dengan
kertas saring bebas abu, sisa dan kertas saring dipijarkan pada cawan krus yang
sama. Filtratnya dimasukkan pada cawan krus, diuapkan dan dipijar samapi
bobotnya tetap, kemudian ditimbang. Kadar abu totoal dihitung terhadap simplisia
yan telah dikeringkan diudara (Depkes, 1989).
Penetapan Kadar Abu Yang Larut Dalam Air
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan
25 ml asam klorida encer P selama 5 menit, kemudian mengumpulkan
bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau
kertas saring bebas abu. Cuci dengan air panas dan pijarkan selama 15
menit pada suhu tidak lebih dari 450o, hingga bobot tetap. Hitung kadar
abuyang larut dalam air terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes, 1979).
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan
dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, dikumpulkan
bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui krus kaca
masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang
12
tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Depkes, 1979)
Penetapan Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap. Kecuali
dinyatakan lain, suhu penetapan 105o. Susut pengeringan ditetapkan
sebagai berikut : Timbang saksama 1 g sampai 2 g zat dalam botol
timbang dangkal bertututup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika suhu lebur zat
lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu
antara 5o dan 10o dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam,
kemudian pada suhu penetapan selama waktuyang ditentukan atau
hingga bobot tetap (Depkes, 1979)
Penentuan kadar sari larut air
Penentun kadar sari larut air bertujuan untuk mengetahui kadar
sari dari bahan yang terlarut di dalam pelarut air. Serbuk simplisia
kering terlebih dahulu dikeringkan diudara, kemudian 5gr serbuk
simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan menggunakan 100mL air
kloroform P (1000: 2,5), dalam labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudia dibiarkan selama 18 jam.
Kemudian disaring dan 20 mL filtrate diuapakan hingga kering dalam
cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara, kemudian dihiitung
terhadap bobot bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1989).
Penentuan kadar sari larut etanol
13
Penentuan kadar sari larut etanol bertujuan untuk mengetahui
kadar sari dari yang terlarut di dalam pelarut etanol. Serbuk simplisia
kering terlebih dahulu dikeringkan diudara, kemudian 5 gr serbuk
simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan menggunakan 100 mL
etanol 95% dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian
disaring dan 20mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal
berdasarkan rata yang telah ditara, kemudian panaskan residu pada
suhu 105oC hingga bobot tetap, kemudian dihitung terhadap bobot
bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000).
Skrining
Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam
pegagan, maka dilakukan penapisan fitokimia berdasarkan metode pada
Materia Medika Indonesia dan metode Fransworth yang dimodifikasi
terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol, fraksi n-heksana, dan fraksi etil
asetat,sebagai berikut :
Alkaloid
Sejumlah sampel dalam mortir, dibasakan dengan amonia sebanyak 1 mL,
kemudian ditambahkan kloroform dan digerus kuat. Cairan kloroform
disaring, filtrat ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
14
HCl 2 N, campuran dikocok, lalu dibiarkan hingga terjadi pemisahan.
Dalam tabung reaksi terpisah:
Filtrat 1 : Sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Dragendorff diteteskan ke
dalam filtrat, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan atau kekeruhan berwarna hingga coklat.
Filtrat 2 : Sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Mayer diteteskan ke dalam
filtrat, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan atau kekeruhan berwarna putih.
Filtrat 3 : Sebagai blangko atau kontrol negatif (MMI V, 1989).
Flavonoid
Sejumlah sampel digerus dalam mortir dengan sedikit air, pindahkan dalam tabung
reaksi, tambahkan sedikit logam magnesium dan 5 tetes HCl 2 N, seluruh
campuran dipanaskan selama 5–10 menit. Setelah disaring panas–panas
dan filtrat dibiarkan dingin, kepada filtrat ditambahkan amil alkohol, lalu
dikocok kuat–kuat, reaksi positif dengan terbentuknya warna merah pada
lapisan amil alkohol (MMI V, 1989)
Tanin dan Polifenol
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan
selama 5 menit kemudian saring. Filtrat sebanyak 5 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan pereaksi besi (III) klorida, timbul warna
hijau biru kehitaman, dan ditambahkan gelatin akan timbul endapan
putih, bila ada tanin (MMI V, 1989).
Monoterpen dan Sesquiterpen
Serbuk pegagan digerus dengan eter, kemudian fase eter diuapkan dalam
cawan penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi larutan
vanilin sulfat atau anisal dehid sulfat. Terbentuknya warna-warni
menunjukkan adanya senyawa monoterpen dan sesquiterpen (MMI V,
1989).
15
Steroid dan Triterpenoid
Serbuk simplisia digerus dengan eter, kemudian fase eter diuapkan dalam
cawan penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi Lieberman-
Burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukkan kandungan
triterpenoid sedangkan bila terbentuk warna hijau biru menunjukkan
adanya senyawa steroid (Fransworth, 1966).
Kuinon
Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit
kemudian disaring dengan kapas. Pada filtrat ditambahkan larutan NaOH
1 N. Terjadinya warna merah menunjukkan bahwa dalam bahan uji
mengandung senyawa golongan kuinon (Fransworth, 1966).
Saponin
Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit kemudian
dikocok. Terbentuknya busa yang konsisten selama 5-10 menit ± 1 cm,
berarti menunjukan bahwa bahan uji mengandung saponin (MMI V, 1989).
Ekstraksi dengan Metode dekoktasi
Prosedur :
1. Simplisia yang terdiri atas sambiloto disortasi dahulu untuk dipisahkan
dari pengotornya. Kemudian simplisia diserbukkan lalu di timbang 500g
simplisia yang akan diekstraksi. Setelah ditimbang masing-masing
simplisia dilakukan dekoktasi menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit (Rakesh, at al., 1994).
16
2. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian di kentalkan dengan pemanasan
hingga diperoleh ekstrak kental.
3. Berat ekstrak kental ditetapkan, kemudian dikonversikan terhadap
volume ekstrak total yang diperoleh. Rendemen ekstrak ditetapkan
dengan perumusan :
Rendemen (%) = Berat Ekstrak Total / Berat Simplisia x 100 %.
4. Dengan menggunakan ekstrak cair dilakukan dinamolisis dengan cara
sebagai berikut :
Kertas saring Whatman diameter 10 cm titik pusatnya dilubangi
kemudian dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring.
Kertas saring bersumbu kemudian ditutupkan pada cawan petri
yang berisi maserat. Lalu dibiarkan terjadi proses difusi sirkulasi
selama beberapa saat (sekurang-kurangnya 10 menit). Lalu
gambaran dinamolisis diamati.
1. Dengan menggunakan ekstrak kental, dilakukan analisis bobot jenis
sebagai berikut :
Ditimbang piknometer volume tertentu dalam keadaan kosong,
kemudian piknometer diisi penuh dengan air, dan dilakukan
penimbangan ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan, kemudian
pikno dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu
ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume
tertentu dapat ditetapkan kerapatan ekstrak. Bobot jenis ekstrak
ditetapkan dengan rumusan :
Bobot jenis ekstrak = Kerapatan Ekstrak / Kerapatan Air.
Fraksinasi
Kromatografi Cair Vakum (KCV)
Prosedur :
17
1. Alat kromatografi cair vakum dirangkaikan.
2. Silika gel dimasukkan pada kolom kaca yang dihisap dengan pompa
vakum setinggi 2,5-3 cm, kemudian permukaan fasa diam diratakan.
3. Ekstrak yang akan difraksinasi dikeringkan dengan cara digerus bersama-
sama dengan silika gel (1:1).
4. Ditaburkan diatas permukaan kolom dengan ketebalan setipis mungkin
dan ditutup kertas saring.
5. Elusi dengan menggunakan campuran pelarut non polar : polar dengan
berbagai tingkat perbandingan 10:0, 9:1, 8:2,
7 :3, 6:4, .... 0:10. Masing-masing sebanyak 50 mL.
6. Fraksi ditampungsetiap 50 mL.
7. Masing-masing fraksi kemudian di kromatografi Lapis Tipis
Isolasi
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Prosedur :
1. Chamber pengembang kromatografi lapis tipis disiapkan yang berisi
campuran larutan pengembang. Biarkan hingga bagian dalam tangki
pengembang jenuh dengan uap larutan.
18
2. Lempeng kromatografi lapis tipis pra lapis disiapkan dengan penyerap
silika gel GF 254.
3. Lalu ditandai batas bawah (garis awal) pada lempeng kromatografi
dengan jarak lebih kurang 1 cm dari tepi bawah lempeng. Garis awal ini
merupakan garis tempat penetolan.
4. Ditotolkan ekstrak pada garis awal, dibiarkan kering. Penotolan dilakukan
berulang pada tempat yang sama untuk memperoleh kadar senyawa yang
diperkirakan cukup.
5. Lempeng dimasukkan secara hati-hati dan tegak lurus ke dalam chamber
pengembangan yang berisi larutan pengembang. Pastikan bahwa garis
awal tidak terendam oleh larutan pengembang. Biarkan terjadi proses
pengembangan selama beberapa saat hingga larutan pengembang
mencapai batas rambat lebih kurang 1 cm dari tepi atas lempeng.
6. Angkat lempeng, keluarkan dari chamber pengembang, dan dibiarkan
mengering diudara terbuka.
Identifikasi dan Karakterisasi Isolat
Spektrofotometri UV-VIS
Prosedur :
19
1. Isolate yang sudah kering diamati dibawah sinar UV 254 nm. Tandai
bercak yang teramati. Setelah itu lempeng disemprot dengan penampak
bercak asam sulfat pekat 10 % dalam metanol. Diamati warna dan jumlah
bercak. Dibandingkan dengan jumlah bercak yang teramati pada
penyinaran dengan UV.
2. Ditetapkan nilai Rf dari bercak yang teramati dengan cara mengukur jarak
rambat bercak dan dibandingkan dengan jarak rambat larutan
pengembang.
3. Fraksi yang mempunyai pola kromatogram yang sama digabungkan.
Hasil Ekstraksi
Ekstrak air herba sambiloto dan batang brotowali diperoleh dengan cara
dekoktasi karena efisiensi waktu dan cepat sehingga mempercepat reaksi
penarikan senyawa kimia dalam simplisianya selain itu juga jika dilihat dari literatur
senyawa kimia yang terkandung di dalam herba sambiloto dan batang brotowali
merupakan senyawa kimia termostabil. Hasil ekstraksi herba sambiloto dan batang
brotowali dapat dilihat pada Tabel IV.1 dan Tabel IV.2
Tabel IV.1 Hasil Ekstraksi Herba Sambiloto
Simplisia(g)
Ekstrak kering(g)
Randemen terhadap simplisia (%)
300 22,41 7,47
20
Hasil Penetapan Karakteristik Simplisia
Karakteritik simplisia yang diukur adalah kadar air, kadar sari larut air, dan
kadar sari larut etanol, kadar abu, kadar abu yang tidak larut asam. Penetapan
kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal besarnya kandungan air
dalam simplisia, sedangkan kadar sari memberikan gambaran awal jumlah senyawa
kandungan, dan kadar abu untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
dan hasilnya menunjukkan bahwa simplisia herba sambiloto dan batang brotowali
yang digunakan memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia. Hasil penetapan
karakteristik simplisia dan ekstrak herba sambiloto dan brotowali dapat dilihat pada
Tabel IV.3 dan Tabel IV.4.
Tabel IV.3 Hasil Penetapan Karakteristik Simplisia Sambiloto
Karakteristik Hasil Persyaratan MMI
Simplisia
(%)
Simplisia
(%)
Ekstrak
(%)
Kadar air 8 6,2 < 10
Kadar sari larut etanol
15 18 > 9,7
Kadar sari larut air 24 27 > 18
Kadar Abu 3,18 1,3 < 12
Kadar Abu yang tidak larut asam
1,5 1,07 < 2,2
Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak
Tujuan skrining fitokimia adalah untuk mengetahui senyawa metabolit
sekunder yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak herba sambiloto serta
21
batang brotowali, dan dari hasil skrining pada penelitian ini diketahui bahwa
simplisia herba sambiloto dan batang brotowali mengandung alkaloid,
flavonoid, tanin, fenolat, kuinon, saponin, monoterpena dan seskuiterpena.
Sedangkan ekstrak herba sambiloto dan batang brotowali mengandung
alkaloid, flavonoid, fenolat, kuinon, saponin, monoterpena dan
seskuiterpena. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak herba sambiloto
dan batang brotowali dapat dilihat pada Tabel IV.5 dan Tabel IV.6
Tabel IV.5 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Sambiloto
Golongan Senyawa
Hasil
Simplisia Ekstrak air
Alkaloid- Mayer- Dragendorff
++
++
Flavonoid + +Tanin + -Fenolat + +Monoterpen dan Seskuiterpen
+ +
Steroid danTriterpenoid
- -
Kuinon + +Saponin + +
Keterangan : (+) = terdeteksi ( - ) = tidak terdeteksi
Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Air
Kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap ekstrak air sambiloto dengan pelat
silika gel 60 GF254 menggunakan pengembang butanol : asam asetat : air (4:1:5)
(lapisan atas) menunjukkan adanya tiga spot dengan masing-masing Rf 0,5 ; 0,56 ;
22
0,6, kemudian spot-spot tersebut dideteksi dengan penampak bercak vanilin- H2SO4.
Salah satu spot dengan Rf 0,56 membentuk warna ungu pada sinar UV 254 nm.
Menurut literatur warna tersebut kemungkinan besar merupakan senyawa
andrografolida (Ervonita, 1993). Sedangkan ekstrak air brotowali pada kromatografi
lapis tipis menggunakan pengembang butanol : asam asetat : air (4:1:5) (lapisan
atas) menunujukkan adanya satu spot dengan Rf 0,59 menggunakan penampak
H2SO4 : air (7:3) yang menghasilkan warna hijau-kuning. Menurut literatur warna
tersebut kemungkinan merupakan senyawa golongan diterpen (Harbone, 1987).
Hasil KLT ekstrak air herba sambiloto dapat dilihat pada Gambar IV.1, Gambar
IV.2.
Gambar IV. 1 Kromatogram KLT ekstrak air herba sambiloto
Keterangan : Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : butanol – as.asetat- air (4 : 1 : 5)
23
Rf = 3,0 cm
6,0 cm
Rf = 3,8 cm
6,0 cm
Rf = 3,4cm
6,0 cm
Gambar IV.2 Kromatogram KLT ekstrak air herba sambiloto
Keterangan : Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : butanol – as.asetat- air (4 : 5 : 1)Penampak bercak : vanilin – H2SO4 , berwarna unguRf : Perbandingan jarak perambatan zat (bercak) dengan jarak
perambatan fasa gerak.
DAFTAR PUSTAKA
24
Rf = 3,3 cm
6,0 cm
Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5.
Jakarta : Depkes RI
Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia, Edisi 2. Bandung: ITB Press
Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea
& Febiger
25