Salmon edisi VII April 2012

1
www.masjidsalmanitb.com Sona Febrina, Diupah Mengajar Cukup dengan Senyuman Sejak 2008 hingga sekarang, Sona Febrina memberikan pelajaran berhar- ga bagi kita semua. Betapa tidak, dari sebuah gubuk reyot dan sederhana dengan dipenuhi buku-buku bacaan ia mengajar anak-anak di kam- pung halamannya secara tulus lagi ikhlas. Gubuk reyot itu disulap menjadi perpustakaan bernama “Kampung Belajar” sejak September 2008, saat dirinya masih duduk di kelas 3 SMA. Kebetulan Sona adalah relawan “Kampung Belajar”. Kehadiran perpustakaan “Kampung Belajar” di daerahnya merupakan inisiatif dari Tepas Institute, yang di - ketuai H. Roni Tabroni. Fungsi Tepas Institute adalah untuk mem-berikan layanan pendidikan gratis pada masya-rakat pelosok. Gadis kelahiran Bandung Barat, 26 Februari 1991 ini merupakan kader awal rela- wan yang bersedia memajukan anak-anak di kampungnya. Ia tidak meminta baya- ran sepeser pun. “Dorongan hati” yang muncul dari kedalaman hatinya, merupa- kan pemicu ia menerima kang Roni Koordinator Kampung Belajar ketika me- minta ia “mengajar”. [Selengkapnya: wp.nu/bdbp] Pabrik Seni “Sok Iyey” Asli Jatiwangi Ibu Negara marah besar. Demikian Aan Ansori menggambarkan kemurka- an sang istri. Marahnya sang istri cukup beralasan. Pria penduduk Keca- matan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka ini lebih memilih menggeluti seni dibandingkan mencari pekerjaan tetap untuk menaf-kahi keluarganya. “Dahulu, di Jatiwangi sering ada pertunjukan musik etnik yang partisipan- nya bule-bule. Saya jadi kian tertarik,” papar pria yang akrab disapa Mas An ini. Setelah Aan telusuri, penyelenggara pertunjukan-pertunjukan mu- sik ini berasal dari sebuah bengkel seni di Jatiwangi. Bengkel seni ini ber- nama Jatiwangi Art Factory atau lazim disingkat JAF. “Dua tahun setelah JAF didirikan pada tahun 2005, saya bergabung bersama JAF pada tahun 2007,” ujar Aan. Aan mengaku bukan orang seni. Ia tidak bisa bermusik, menggambar, melukis, ataupun bersastra ria. Namun, minatnya di bidang fotografi dan videografi membuahkan sejumlah karya yang tak kalah ciamik dengan foto maupun video buatan orang asing. Bagi Aan, ini merupa- kan sebuah investasi. “Orang-orang kini kian lama kian ingin instan dalam mendapatkan duit. Ketika sele- sai kerja, ia menuntut harus dapat duit. Sedangkan investasi yang saya lakukan, manisnya baru bisa dirasakan beberapa lama kemudian.” Kini, setelah genap em- pat tahun berkegiatan di JAF, Ibu Negara tidak murka lagi. Segenap keluarga akhir- nya mafhum. Bahwa investasi dalam bidang yang cocok di hati dapat menghasilkan kepuasan tersendiri. [Selengkapnya: wp.nu/bdbq] Gilad Atzmon, Yahudi yang Anti Zionisme Internet ternyata berdampak pada kehidupan seorang pemikir Indonesia, Buya Syafii Maarif. Pandangan atas pelanggaran kemanusiaan di negara Palestina yang kerap mengkambinghitamkan Yahudi berubah tatkala terjadi komunikasi interaktif memanfaatkan jaringan internet. Tidak semua Yahudi di Israel menyetu- jui pendudukan negeri Palestina. Salah satunya, ialah seniman, musisi dan penulis, Gilad Atzmon. Perkenalan dan pertukaran gagasan antara Ahmad Syafii Maarif dengan Gilad Atz- mon menggunakan internet terjadi pada pertengahan tahun 2011. Seperti diakui Buya dalam buku ini, bahwa internet telah memberikan manfaat begitu besar bagi kemanusiaan. Tepatnya Mei 2011, ia sering berinteraksi dengan Gilad Atzmon un- tuk membicarakan tentang konsep dan gagasannya ikhwal pembelaan atas nama kemanusiaan universal. Buya merasa tertarik dengan ketegasan Gilad terhadap kebijakan politik Israel yang mengusir warga Palestina. Dengan tekanan yang keras, Gilad mengatakan bahwa, “Sebagai sebuah gerakan fundamentalis, Zionisme se-cara kategoris tidak berbeda dengan Nazisme. Hanya bila kita memahami Zionisme dalam konteks nasionalis dan rasisnya, baru kita mulai mengerti betapa dalamnya kekejaman dan kengerian yang diakibatkannya”. Bangsa Yahudi yang menganut ideologi keyahudian di dalam Zionisme memahami bahwa mereka adalah manusia terpilih. Ketika ada kritik terhadap Israel dan kepongahan mereka, langsung saja ada cap “anti -semitisme”, yang berarti anti- Yahudi. Inilah bentuk dari kepalsuan penuh fitnah. [Selengkapnya: wp.nu/bdbr] Islam itu Sunda, Sunda itu Islam “Islam teh Sunda, Sunda teh Islam” seperti itulah ki- ra-kira pendapat yang dilontarkan oleh almarhum H. Edang Saifudin Anshari, MA. Ya, Agama Islam di tatar Sunda telah mendarah da- ging dalam sendi-sendi kehidupan orang Sunda. Is- lam menjadi gincu bagi kebudayaan yang tumbuh di tengah masyarakat Sunda. Rasa-rasanya ada yang hilang dari jati diri orang sunda bila tidak me- nganut Islam. “Dulu waktu masih tinggal di desa ada te- tangga saya yang tiap Minggu pergi ke Gere- ja, lihatnya itu agak gi- mana gitu,”cerita Wa- wan Setiawan. Laki-laki yang lebih dikenal de- ngan panggilan Hawe Setiawan ini adalah seorang penulis, kritikus, dan pemerhati budaya. Proses asimilasi dan akulturasi Islam dengan buda- ya Sunda telah berlangsung sejak lama, tepatnya pada abad ke-15 dan 16. Pada waktu itu Islam per- tama kali diperkenalkan di tatar Sunda ini oleh Sya- rif Hidayatullah (1470 M). Naskah kuno yang dalam bahasa Sunda tentang Islam adalah naskah Siksa- kandang Karsian yang ditulis pada abad ke-16. Islam masuk ke tatar Sunda tanpa hambatan yang berarti. “Ada dasar teologis, keyakinan primordial dalam masyarakat Sunda. Misalnya kepercayaan pada Sang Hyang Tunggal, itu selaras dengan mo- noteisme dalam Islam,” Hawe menjelaskan. [Selengkapnya: wp.nu/bdbt] Hasrat Boleh Gay, Tapi Tujuan Tetap Surga… Dari balik jendela lantai dua gedung kayu, kami, se- gerombol penghuni sekre Aksara Salman ITB bere- but mengintip ke bawah. Wow, ustad “g” itu menu- ju ke sini! Ke tempat dimana kami berada! Betapa kami dibanjiri kepenasaranan yang geli! Selintas, hitamnya peci yang ia pakai, berbare- ngan dengan rambut gondrong terkucir rasa rasanya tak terlalu bikin merinding. Namun, embel-embel “g” yang telah diwara- wirikan sebelumnya itulah yang membuat diri ini lumayan bergidik sekaligus antusias. Bincang Kamis Aksara, kali ini (15/3) menghadirkan seorang gay yang uniknya kini dikenal sebagai se- orang ustad Zemarei Bakhin. Dengan nama itu ia di- kenal luas. Sudah satu buku yang ia telurkan. Buku tersebut didasari murni dari pengalaman priba- dinya, Tuhan Tak Pernah Iseng. [Selengkapnya: wp.nu/bdbu] Salmanitb.com Offline Mobile - VII April 2012 [email protected]

description

Salman edisi VII April 2012

Transcript of Salmon edisi VII April 2012

w w w . m a s j i d s a l m a n i t b . c o m

Sona Febrina, Diupah Mengajar Cukup dengan Senyuman

Sejak 2008 hingga sekarang, Sona Febrina memberikan pelajaran berhar-

ga bagi kita semua. Betapa tidak, dari sebuah gubuk reyot dan sederhana

— dengan dipenuhi buku-buku bacaan — ia mengajar anak-anak di kam-

pung halamannya secara tulus lagi ikhlas.

Gubuk reyot itu disulap menjadi perpustakaan bernama “Kampung Belajar” sejak September 2008, saat dirinya

masih duduk di kelas 3 SMA. Kebetulan Sona adalah relawan “Kampung Belajar”. Kehadiran perpustakaan

“Kampung Belajar” di daerahnya merupakan inisiatif dari Tepas Institute, yang di-

ketuai H. Roni Tabroni. Fungsi Tepas Institute adalah untuk mem-berikan layanan

pendidikan gratis pada masya-rakat pelosok.

Gadis kelahiran Bandung Barat, 26 Februari 1991 ini merupakan kader awal rela-wan yang bersedia memajukan anak-anak di kampungnya. Ia tidak meminta baya-ran sepeser pun. “Dorongan hati” yang muncul dari kedalaman hatinya, merupa-kan pemicu ia menerima kang Roni — Koordinator Kampung Belajar — ketika me-minta ia “mengajar”. [Selengkapnya: wp.nu/bdbp]

Pabrik Seni “Sok Iyey” Asli Jatiwangi

Ibu Negara marah besar. Demikian Aan Ansori menggambarkan kemurka-

an sang istri. Marahnya sang istri cukup beralasan. Pria penduduk Keca-

matan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka ini lebih memilih menggeluti seni

dibandingkan mencari pekerjaan tetap untuk menaf-kahi keluarganya.

“Dahulu, di Jatiwangi sering ada pertunjukan musik etnik yang partisipan-

nya bule-bule. Saya jadi kian tertarik,” papar pria yang akrab disapa Mas

An ini. Setelah Aan telusuri, penyelenggara pertunjukan-pertunjukan mu-

sik ini berasal dari sebuah bengkel seni di Jatiwangi. Bengkel seni ini ber-

nama Jatiwangi Art Factory atau lazim disingkat JAF.

“Dua tahun setelah JAF didirikan pada tahun 2005, saya bergabung bersama JAF pada tahun 2007,” ujar Aan.

Aan mengaku bukan orang seni. Ia tidak bisa bermusik, menggambar, melukis, ataupun bersastra ria. Namun,

minatnya di bidang fotografi dan videografi membuahkan sejumlah karya yang tak

kalah ciamik dengan foto maupun video buatan orang asing. Bagi Aan, ini merupa-

kan sebuah investasi.

“Orang-orang kini kian lama kian ingin instan dalam mendapatkan duit. Ketika sele-

sai kerja, ia menuntut harus dapat duit. Sedangkan investasi yang saya lakukan,

manisnya baru bisa dirasakan beberapa lama kemudian.” Kini, setelah genap em-

pat tahun berkegiatan di JAF, Ibu Negara tidak murka lagi. Segenap keluarga akhir-

nya mafhum. Bahwa investasi dalam bidang yang cocok di hati dapat menghasilkan

kepuasan tersendiri. [Selengkapnya: wp.nu/bdbq]

Gilad Atzmon, Yahudi yang Anti Zionisme Internet ternyata berdampak pada kehidupan seorang pemikir Indonesia, Buya

Syafii Maarif. Pandangan atas pelanggaran kemanusiaan di negara Palestina —

yang kerap mengkambinghitamkan Yahudi — berubah tatkala terjadi komunikasi

interaktif memanfaatkan jaringan internet. Tidak semua Yahudi di Israel menyetu-

jui pendudukan negeri Palestina. Salah satunya, ialah seniman, musisi dan penulis,

Gilad Atzmon.

Perkenalan dan pertukaran gagasan antara Ahmad Syafii Maarif dengan Gilad Atz-

mon menggunakan internet terjadi pada pertengahan tahun 2011. Seperti diakui

Buya dalam buku ini, bahwa internet telah memberikan manfaat begitu besar bagi

kemanusiaan. Tepatnya Mei 2011, ia sering berinteraksi dengan Gilad Atzmon un-

tuk membicarakan tentang konsep dan gagasannya ikhwal pembelaan atas nama kemanusiaan universal. Buya

merasa tertarik dengan ketegasan Gilad terhadap kebijakan politik Israel yang mengusir warga Palestina.

Dengan tekanan yang keras, Gilad mengatakan bahwa, “Sebagai sebuah gerakan

fundamentalis, Zionisme se-cara kategoris tidak berbeda dengan Nazisme. Hanya

bila kita memahami Zionisme dalam konteks nasionalis dan rasisnya, baru kita

mulai mengerti betapa dalamnya kekejaman dan kengerian yang diakibatkannya”.

Bangsa Yahudi yang menganut ideologi keyahudian di dalam Zionisme memahami

bahwa mereka adalah manusia terpilih. Ketika ada kritik terhadap Israel dan

kepongahan mereka, langsung saja ada cap “anti-semitisme”, yang berarti anti-

Yahudi. Inilah bentuk dari kepalsuan penuh fitnah. [Selengkapnya: wp.nu/bdbr]

Islam itu Sunda, Sunda itu Islam

“Islam teh Sunda, Sunda teh Islam” seperti itulah ki-

ra-kira pendapat yang dilontarkan oleh almarhum

H. Edang Saifudin Anshari, MA.

Ya, Agama Islam di tatar Sunda telah mendarah da-

ging dalam sendi-sendi kehidupan orang Sunda. Is-

lam menjadi gincu bagi kebudayaan yang tumbuh

di tengah masyarakat Sunda. Rasa-rasanya ada

yang hilang dari jati diri orang sunda bila tidak me-

nganut Islam.

“Dulu waktu masih

tinggal di desa ada te-

tangga saya yang tiap

Minggu pergi ke Gere-

ja, lihatnya itu agak gi-

mana gitu,”cerita Wa-

wan Setiawan. Laki-laki

yang lebih dikenal de-

ngan panggilan Hawe Setiawan ini adalah seorang

penulis, kritikus, dan pemerhati budaya.

Proses asimilasi dan akulturasi Islam dengan buda-

ya Sunda telah berlangsung sejak lama, tepatnya

pada abad ke-15 dan 16. Pada waktu itu Islam per-

tama kali diperkenalkan di tatar Sunda ini oleh Sya-

rif Hidayatullah (1470 M). Naskah kuno yang dalam

bahasa Sunda tentang Islam adalah naskah Siksa-

kandang Karsian yang ditulis pada abad ke-16.

Islam masuk ke tatar Sunda tanpa hambatan yang

berarti. “Ada dasar teologis, keyakinan primordial

dalam masyarakat Sunda. Misalnya kepercayaan

pada Sang Hyang Tunggal, itu selaras dengan mo-

noteisme dalam Islam,” Hawe menjelaskan.

[Selengkapnya: wp.nu/bdbt]

Hasrat Boleh Gay, Tapi Tujuan Tetap Surga… Dari balik jendela lantai dua gedung kayu, kami, se-

gerombol penghuni sekre Aksara Salman ITB bere-

but mengintip ke bawah. Wow, ustad “g” itu menu-

ju ke sini! Ke tempat dimana kami berada! Betapa

kami dibanjiri kepenasaranan yang geli!

Selintas, hitamnya peci

yang ia pakai, berbare-

ngan dengan rambut

gondrong terkucir rasa

rasanya tak terlalu

bikin merinding.

Namun, embel-embel

“g” yang telah diwara-

wirikan sebelumnya itulah yang membuat diri ini

lumayan bergidik sekaligus antusias.

Bincang Kamis Aksara, kali ini (15/3) menghadirkan

seorang gay yang uniknya kini dikenal sebagai se-

orang ustad Zemarei Bakhin. Dengan nama itu ia di-

kenal luas. Sudah satu buku yang ia telurkan. Buku

tersebut didasari murni dari pengalaman priba-

dinya, Tuhan Tak Pernah Iseng. [Selengkapnya:

wp.nu/bdbu]

Salmanitb.com Offline Mobile - VII April 2012

[email protected]