Sak Dipsnea
-
Upload
dwisetiani -
Category
Documents
-
view
47 -
download
9
Transcript of Sak Dipsnea
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN DISPNEA
A. Definisi
Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai
ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda
intensitasnya.
Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan
lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder.
Dyspnea didefinisikan sebagai pernapasan yang abnormal atau kurang nyaman
dibandingkan dengan keadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat
kebugarannya. Dyspnea merupakan gejala yang umum ditemui dan dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi dan etiologi. Organ yang paling sering
berkontribusi dalam dyspnea adalah jantung dan paru.
B. Klasifikasi
1. Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan
2. Dispnea kronik: sesak napas yang berlangsung > 1 bulan
C. Etiologi
Diagnosis dari dyspnea memiliki keberagaman yang sangat luas dan dapat
dikategorikan menjadi empat, yaitu kardiak, pulmonal, gabungan kardiak atau
pulmonal, dan nonkardiak atau nonpulmonal.
1. Kardiak
Gagal jantung
Penyakit arteri koroner
Kardiomiopati
Disfungsi katup
Hiipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi katup asimetrik
Perikarditis
Aritmia
2. Pulmonal
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Asma
Penyakit paru restriktif
Penyakit paru herediter
Pneumotoraks
3. Gabungan kardiak atau pulmonal
PPOK dengan hipertensi pulmonal atau cor pulmonale
Dekondiri
Emboli paru kronik
Trauma
4. Nonkardiak atau nonpulmonal
Kondisi metabolik, misal asidosis
Nyeri
Penyakit neurmuskular
Penyakit otorinolaringeal
Fungsional: Gelisah, panic, hiperventilasi
D. Manifestasi Klinis
1. Dyspnea d’ effort (exertional dyspnea)
Sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik tetapi menghilang setelah
istirahat selama beberapa waktu.
2. Paroxysmal nocturnal dyspnea
Sesak nafas timbul sewaktu tidur malam hari sehingga pasien terbangun dan
harus duduk selama beberapa waktu sampai sesaknya hilang.
3. Ortopnea
Sesak nafas yang timbul ketika berbaring. Pada sikap berbaring, aliran balik
vena lebih lancar sehingga pengisian atrium dan ventrikel kanan jadi lebih
banyak. Akibatnya bendungan paru lebih mudah terjadi
4. Asma kardial
Terjadi karena edema paru akut. Sesak nafas timbul tiba-tiba karena edema
paru mendadak akibat gagal jantung kiri akut. Gagal jantung kiri
menimbulkan bendungan paru dan akhirnya terjadi edema paru akut. Cairan
masuk ke dalam ruang alveoli sehingga timbul gejala dispnea yang agak berat.
5. Pernafasan Cheyne-Stoke
Pernafasan ini ditandai dengan hiperpnea periodik diselang fase apnea.
Keadaan ini disebabkan) karena curah jantung yang menurun.
6. Palpitasi
Adanya rasa debaran jantung di dada yang tidak seperti biasanya, dapat terjadi
karena denyut jantung yang lebih keras dari biasa, atau lebih cepat dari biasa,
atau irama denyut jantung yang tidak teratur (aritmia)
E. Patofisiologi
Dyspnea berkaitan dengan ventilasi. Ventilasi dipengaruhi oleh kebutuhan
metabolic dari konsumsi oksigen dan eliminasi karbondioksida. Frekuensi
ventilasi bergantung pada rangsangan pada kemoreseptor yang ada di badan
karotid dan aorta. Selain itu, frekuensi ini juga dipengaruhi oleh sinyal dari
reseptor neural yang ada di parenkim paru, saluran udara besar dan kecil, otot
pernapasan, dan dinding toraks.
Pada dyspnea, terjadi peningkatan usaha otot dalam proses inspirasi dan ekspirasi.
Karena dypsnea bersifat subjektif, maka dypsnea tidak selalu berkorelasi dengan
derajat perubahan secara fisiologis. Beberapa pasien dapat mengeluhkan
ketidakmampuan bernapas yang berat dengan perubahan fisiologis yang minor,
sementara pasien lainnya dapat menyangkal terjadinya ketidakmampuan bernapas
walaupun telah diketahui terdapat deteriorasi kardiopulmonal.
Tidak terdapat teori yang dipakai secara universal dalam menjelaskan mekanisme
dypsnea pada seluruh situasi klinik. Campbell dan Howell (1963) telah
memformulasikan teori length-tension inappropriateness yang menyatakan defek
dasar dari dypsnea adalah ketidakcocokan antara tekanan yang dihasilkan otot
pernafasan dengan volume tidal (perubahan panjang). Kapanpun perbedaan
tersebut muncul, muscle spindle dari otot interkostal mentransmisikan sinyal yang
membawa kondisi bernapas menjadi sesuatu yang disadari. Reseptor jukstakapiler
yang terlokasi di interstitium alveolar dan disuplai oleh serat saraf vagal tidak
termielinisasi akan distimulasi oleh terhambatnya aktivitas paru. Segala kondisi
tersebut akan mengaktivasi refleks Hering-Breuer dimana usaha inspirasi akan
dihentikan sebelum inspirasi maksimal dicapai dan menyebabkan pernapasan
yang cepat dan dangkal. Reseptor jukstakapiler juga bertanggung jawab terhadap
munculnya dyspnea pada situasi dimana terdapat hambatan pada aktivitas paru,
seperti pada edema pulmonal.
Pada pasien dengan edema pulmonal, cairan yang terakumulasi akan
mengaktifkan serat saraf di interstitium alveolar dan secara langsung
menyebabkan dyspnea. Substansi yang terhirup yang dapat mengiritasi akan
mengaktifkan reseptor di epitel saluran pernafasan dan memproduksi nafas yang
cepat, dangkal, batuk, dan bronkospasm. Dalam merespon kegelisahan, sistem
saraf pusat juga dapat meningkatkan frekuensi pernapasan. Pada pasien dengan
hiperventilasi, koreksi penurunan PCO2 sendiri tidak mengurangi sensasi dari
nafas yang tidak tuntas. Ini merefleksikan interaksi antara pengaruh kimia dan
saraf pada pernafasan.
Teori lain mengaitkan dyspnea dengan ketidakseimbangan asam basa, mekanisme
sistem saraf pusat, berkurangnya kapasitas bernafas, meningkatnya usaha untuk
bernafas, peningkatan tekanan transpulmonal, kelemahan otot respiratorik,
meningkatnya kebutuhan oksigen untuk bernafas, ketidaksinergisan otot
interkostal dan diafragma, serta aliran respirasi yang abnormal.
Dyspnea pada saat aktivitas fisik dapat disebabkan oleh output ventrikel kiri yang
gagal untuk meningkat selama berolahraga dan mengakibatkan meningkatnya
tekanan vena pulmonal. Pada asma kardiak, bronkospasme diasosiasikan dengan
terhambatnya aktivitas paru dan kemungkinan disebabkan karena cairan edema
pada dinding bronkus.
Dyspnea pada akhirnya akan dapat diinduksi oleh empat hal utama, yaitu:
1. Meningkatnya kebutuhan ventilasi
2. Menurunnya kapasitas ventilasi
3. Meningkatnya resistensi saluran nafas
4. Menurunnya compliance paru.
F. Penataleksanaan
a. Manajemen dispnea yang paling penting adalah mengobati penyakit dasar
serta komplikasinya.
b. Penatalaksaan simptomatis antara lain:
Pemberian oksigen 3 lt/menit untuk nasal, atau 5 lt/menit dengan sungkup
Mengurangi aktifitas yang dapat menyebabkan sesak dengan tirah baring.
Posisi
Bronkodilator (theophylline)
Pada keaadan psikogenik dapat diberikan sedative
Edukasi
Psikoterapi
G. Diagnosis Banding
Dispnea akut Dispnea kronik
a. Jantung:
CHF, CAD, aritmia, perikarditis,
AMI, anemia.
b. Pulmoner:
COPD, asma, pneumonia,
pneumotoraks, efusi pleura, edema
pulmonal, GERD dengan asfiksia.
c. Psikogenik:
Panic attack, hiperventilasi, sensasi
nyeri, ansietas.
d. Obstruksi saluran napas atas:
Epiglotitis, croup, Epstain-Barr virus
a. Jantung:
CHF, CAD, aritmia, pericardiac
disease, valvular heart disease
b. Pulmoner:
COPD, asma, efusi pleura,
bronkiektasis, keganasan.
c. Noncardiac – nonpulmonary
Tromboemboli
Hipertensi pulmonal
Obesitas massif
Anemia berat
Sirosis Hepatis
Uremia
Penyakit tiroid
e. Endokrin
Asidosis metabolic
f. Sentral:
Neuromuscular disorder, nyeri,
overdosis aspirin, hipoksia
Neuromuscular (myasthenia
gravis)
Laryngeal disease
Tracheal
H. Pengkajian Keperawatan
a.Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan
oksigen dan karbondioksida antara lain : batuk, peningkatan produksi
sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya sesak, penyebab terjadinya sesak serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat Kesehatan Masa LaluPerawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang : Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :1. Usia mulainya merokok secara rutin.2. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari3. Usia melepas kebiasaan merokok.
4. Pengobatan saat ini dan masa lalu5. Alergi6. Tempat tinggal
e. Riwayat kesehatan keluargaTujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :1. Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu
orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
2. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3. Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.
f. Pengkajian Psikososial1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan
berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stress.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.
I. Pemeriksaan Fisik1. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis.5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada.6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien.
9) Kelainan pada bentuk dada :a) Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum)Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum)Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d) KyphoscoliosisTerlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.Kiposis : meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien tampak bongkok.Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebralObservasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2. PalpasiDilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
3. PerkusiPerawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.Jenis suara perkusi : Suara perkusi normal :
Resonan (Sonor)DullnessTympany
: bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.: musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara Perkusi Abnormal :HiperresonanFlatness
:bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.:sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.
4. AuskultasiMerupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersihSuara nafas normal :a) Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.Suara nafas tambahan :d) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter
suara nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit.
e) Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum
f) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernafas dalam.
g) Crackles1) Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.
Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
2) Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.
J. Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi, gangguan
hipoventilasi, nyeri, keletihan otot pernafasan.2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler.3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas, fisiologis.