Sak Dipsnea

15
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DISPNEA A. Definisi Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda intensitasnya. Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder. Dyspnea didefinisikan sebagai pernapasan yang abnormal atau kurang nyaman dibandingkan dengan keadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat kebugarannya. Dyspnea merupakan gejala yang umum ditemui dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi dan etiologi. Organ yang paling sering berkontribusi dalam dyspnea adalah jantung dan paru. B. Klasifikasi 1. Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan 2. Dispnea kronik: sesak napas yang berlangsung > 1 bulan C. Etiologi Diagnosis dari dyspnea memiliki keberagaman yang sangat luas dan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu

Transcript of Sak Dipsnea

Page 1: Sak Dipsnea

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN DISPNEA

A. Definisi

Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai

ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda

intensitasnya.

Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan

lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder.

Dyspnea didefinisikan sebagai pernapasan yang abnormal atau kurang nyaman

dibandingkan dengan keadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat

kebugarannya. Dyspnea merupakan gejala yang umum ditemui dan dapat

disebabkan oleh berbagai kondisi dan etiologi. Organ yang paling sering

berkontribusi dalam dyspnea adalah jantung dan paru.

B. Klasifikasi

1. Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan

2. Dispnea kronik: sesak napas yang berlangsung > 1 bulan

C. Etiologi

Diagnosis dari dyspnea memiliki keberagaman yang sangat luas dan dapat

dikategorikan menjadi empat, yaitu kardiak, pulmonal, gabungan kardiak atau

pulmonal, dan nonkardiak atau nonpulmonal.

1. Kardiak

Page 2: Sak Dipsnea

Gagal jantung

Penyakit arteri koroner

Kardiomiopati

Disfungsi katup

Hiipertrofi ventrikel kiri

Hipertrofi katup asimetrik

Perikarditis

Aritmia

2. Pulmonal

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

Asma

Penyakit paru restriktif

Penyakit paru herediter

Pneumotoraks

3. Gabungan kardiak atau pulmonal

PPOK dengan hipertensi pulmonal atau cor pulmonale

Dekondiri

Emboli paru kronik

Trauma

4. Nonkardiak atau nonpulmonal

Kondisi metabolik, misal asidosis

Nyeri

Penyakit neurmuskular

Penyakit otorinolaringeal

Fungsional: Gelisah, panic, hiperventilasi

D. Manifestasi Klinis

1. Dyspnea d’ effort (exertional dyspnea)

Sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik tetapi menghilang setelah

istirahat selama beberapa waktu.

2. Paroxysmal nocturnal dyspnea

Sesak nafas timbul sewaktu tidur malam hari sehingga pasien terbangun dan

harus duduk selama beberapa waktu sampai sesaknya hilang.

3. Ortopnea

Page 3: Sak Dipsnea

Sesak nafas yang timbul ketika berbaring. Pada sikap berbaring, aliran balik

vena lebih lancar sehingga pengisian atrium dan ventrikel kanan jadi lebih

banyak. Akibatnya bendungan paru lebih mudah terjadi

4. Asma kardial

Terjadi karena edema paru akut. Sesak nafas timbul tiba-tiba karena edema

paru mendadak akibat gagal jantung kiri akut. Gagal jantung kiri

menimbulkan bendungan paru dan akhirnya terjadi edema paru akut. Cairan

masuk ke dalam ruang alveoli sehingga timbul gejala dispnea yang agak berat.

5. Pernafasan Cheyne-Stoke

Pernafasan ini ditandai dengan hiperpnea periodik diselang fase apnea.

Keadaan ini disebabkan) karena curah jantung yang menurun.

6. Palpitasi

Adanya rasa debaran jantung di dada yang tidak seperti biasanya, dapat terjadi

karena denyut jantung yang lebih keras dari biasa, atau lebih cepat dari biasa,

atau irama denyut jantung yang tidak teratur (aritmia)

E. Patofisiologi

Dyspnea berkaitan dengan ventilasi. Ventilasi dipengaruhi oleh kebutuhan

metabolic dari konsumsi oksigen dan eliminasi karbondioksida. Frekuensi

ventilasi bergantung pada rangsangan pada kemoreseptor yang ada di badan

karotid dan aorta. Selain itu, frekuensi ini juga dipengaruhi oleh sinyal dari

reseptor neural yang ada di parenkim paru, saluran udara besar dan kecil, otot

pernapasan, dan dinding toraks.

Pada dyspnea, terjadi peningkatan usaha otot dalam proses inspirasi dan ekspirasi.

Karena dypsnea bersifat subjektif, maka dypsnea tidak selalu berkorelasi dengan

derajat perubahan secara fisiologis. Beberapa pasien dapat mengeluhkan

ketidakmampuan bernapas yang berat dengan perubahan fisiologis yang minor,

sementara pasien lainnya dapat menyangkal terjadinya ketidakmampuan bernapas

walaupun telah diketahui terdapat deteriorasi kardiopulmonal.

Tidak terdapat teori yang dipakai secara universal dalam menjelaskan mekanisme

dypsnea pada seluruh situasi klinik. Campbell dan Howell (1963) telah

memformulasikan teori length-tension inappropriateness yang menyatakan defek

dasar dari dypsnea adalah ketidakcocokan antara tekanan yang dihasilkan otot

Page 4: Sak Dipsnea

pernafasan dengan volume tidal (perubahan panjang). Kapanpun perbedaan

tersebut muncul, muscle spindle dari otot interkostal mentransmisikan sinyal yang

membawa kondisi bernapas menjadi sesuatu yang disadari. Reseptor jukstakapiler

yang terlokasi di interstitium alveolar dan disuplai oleh serat saraf vagal tidak

termielinisasi akan distimulasi oleh terhambatnya aktivitas paru. Segala kondisi

tersebut akan mengaktivasi refleks Hering-Breuer dimana usaha inspirasi akan

dihentikan sebelum inspirasi maksimal dicapai dan menyebabkan pernapasan

yang cepat dan dangkal. Reseptor jukstakapiler juga bertanggung jawab terhadap

munculnya dyspnea pada situasi dimana terdapat hambatan pada aktivitas paru,

seperti pada edema pulmonal.

Pada pasien dengan edema pulmonal, cairan yang terakumulasi akan

mengaktifkan serat saraf di interstitium alveolar dan secara langsung

menyebabkan dyspnea. Substansi yang terhirup yang dapat mengiritasi akan

mengaktifkan reseptor di epitel saluran pernafasan dan memproduksi nafas yang

cepat, dangkal, batuk, dan bronkospasm. Dalam merespon kegelisahan, sistem

saraf pusat juga dapat meningkatkan frekuensi pernapasan. Pada pasien dengan

hiperventilasi, koreksi penurunan PCO2 sendiri tidak mengurangi sensasi dari

nafas yang tidak tuntas. Ini merefleksikan interaksi antara pengaruh kimia dan

saraf pada pernafasan.

Teori lain mengaitkan dyspnea dengan ketidakseimbangan asam basa, mekanisme

sistem saraf pusat, berkurangnya kapasitas bernafas, meningkatnya usaha untuk

bernafas, peningkatan tekanan transpulmonal, kelemahan otot respiratorik,

meningkatnya kebutuhan oksigen untuk bernafas, ketidaksinergisan otot

interkostal dan diafragma, serta aliran respirasi yang abnormal.

Dyspnea pada saat aktivitas fisik dapat disebabkan oleh output ventrikel kiri yang

gagal untuk meningkat selama berolahraga dan mengakibatkan meningkatnya

tekanan vena pulmonal. Pada asma kardiak, bronkospasme diasosiasikan dengan

terhambatnya aktivitas paru dan kemungkinan disebabkan karena cairan edema

pada dinding bronkus.

Dyspnea pada akhirnya akan dapat diinduksi oleh empat hal utama, yaitu:

Page 5: Sak Dipsnea

1. Meningkatnya kebutuhan ventilasi

2. Menurunnya kapasitas ventilasi

3. Meningkatnya resistensi saluran nafas

4. Menurunnya compliance paru.

F. Penataleksanaan

a. Manajemen dispnea yang paling penting adalah mengobati penyakit dasar

serta komplikasinya.

b. Penatalaksaan simptomatis antara lain:

Pemberian oksigen 3 lt/menit untuk nasal, atau 5 lt/menit dengan sungkup

Mengurangi aktifitas yang dapat menyebabkan sesak dengan tirah baring.

Posisi

Bronkodilator (theophylline)

Pada keaadan psikogenik dapat diberikan sedative

Edukasi

Psikoterapi

G. Diagnosis Banding

Dispnea akut Dispnea kronik

a. Jantung:

CHF, CAD, aritmia, perikarditis,

AMI, anemia.

b. Pulmoner:

COPD, asma, pneumonia,

pneumotoraks, efusi pleura, edema

pulmonal, GERD dengan asfiksia.

c. Psikogenik:

Panic attack, hiperventilasi, sensasi

nyeri, ansietas.

d. Obstruksi saluran napas atas:

Epiglotitis, croup, Epstain-Barr virus

a. Jantung:

CHF, CAD, aritmia, pericardiac

disease, valvular heart disease

b. Pulmoner:

COPD, asma, efusi pleura,

bronkiektasis, keganasan.

c. Noncardiac – nonpulmonary

Tromboemboli

Hipertensi pulmonal

Obesitas massif

Anemia berat

Sirosis Hepatis

Uremia

Penyakit tiroid

Page 6: Sak Dipsnea

e. Endokrin

Asidosis metabolic

f. Sentral:

Neuromuscular disorder, nyeri,

overdosis aspirin, hipoksia

Neuromuscular (myasthenia

gravis)

Laryngeal disease

Tracheal

H. Pengkajian Keperawatan

a.Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnese

a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan

oksigen dan karbondioksida antara lain : batuk, peningkatan produksi

sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya sesak, penyebab terjadinya sesak serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d. Riwayat Kesehatan Masa LaluPerawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang : Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :1. Usia mulainya merokok secara rutin.2. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari3. Usia melepas kebiasaan merokok.

Page 7: Sak Dipsnea

4. Pengobatan saat ini dan masa lalu5. Alergi6. Tempat tinggal

e. Riwayat kesehatan keluargaTujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :1. Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu

orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.

2. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.

3. Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

f. Pengkajian Psikososial1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan

berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stress.

2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.

3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.

I. Pemeriksaan Fisik1. Inspeksi

1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,

massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis.5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan

dada.6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan

diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase

ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD

8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien.

9) Kelainan pada bentuk dada :a) Barrel Chest

Page 8: Sak Dipsnea

Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.

b) Funnel Chest (Pectus Excavatum)Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.

c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum)Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.

d) KyphoscoliosisTerlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.Kiposis : meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien tampak bongkok.Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebralObservasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

2. PalpasiDilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

3. PerkusiPerawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.Jenis suara perkusi : Suara perkusi normal :

Resonan (Sonor)DullnessTympany

: bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.: musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.

Suara Perkusi Abnormal :HiperresonanFlatness

:bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.:sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.

Page 9: Sak Dipsnea

4.  AuskultasiMerupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersihSuara nafas normal :a) Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini

dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.

b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.

c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.Suara nafas tambahan :d) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter

suara nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit.

e) Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum

f) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernafas dalam.

g) Crackles1) Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.

Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.

2) Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.

J. Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi, gangguan

hipoventilasi, nyeri, keletihan otot pernafasan.2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-

kapiler.3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan

napas, fisiologis.