SABTU, 16 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Warga … · nas terkait meninjau dan meli- ... pa da 2010...

1
A LAS sandal alias sol tiba-tiba sulit didapat pada 2000 lalu. Napas para perajin di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, seperti berhenti. Nadi yang sebelumnya terus berdegup kencang jadi melemah. Desa yang pada 1990-an memiliki sekitar 800 perajin sandal itu meredup. Yang masih bertahan hanya sekitar 250 perajin sampai kini. “Kami sudah berusaha langsung memesan ke pabrik sol, tapi selalu mendapat jawaban stok sudah habis. Kalaupun ada, harganya jauh di atas harga normal,” kata Muhammad Nurfuad, salah satu perajin. Kesulitan bahan baku masih dirasakan hingga saat ini, terutama oleh para perajin kecil. Hilangnya sol diyakini karena adanya permainan antara perajin besar dan pihak industri penyedia bahan baku. Perajin besar memonopoli produksi sol dari pabrik. Apalagi menjelang Lebaran, saat permintaan sandal melonjak tajam. Perajin kecil hanya jadi penonton, gigit jari karena bahan baku sol hilang dikeruk bos-bos besar. Sejarah kerajinan sandal di Wedoro diawali pada 1955. Saat itu hanya ada 10 perajin yang menggeluti pembuatan alas kaki. Hasil kerajinan mereka dipasarkan baru sebatas di Pasar Tunjungan dan Pasar Kapasan, Surabaya. Pada akhir 1960-an, ketika perekonomian di Surabaya mulai menggeliat dan pasar- pasar baru seperti Pasar Besar, Pasar Atom, dan Pasar Kembang Jepun berdiri, pemasaran produk para perajin pun semakin meluas. Seiring dengan itu, sentra sandal pun berkembang pesat. Jumlah perajinnya pernah mencapai sekitar 800 orang. Pada 1990-an, hasil tangan anak-anak Wedoro diekspor ke India, Afrika, dan Arab Saudi. Saat itu permintaan pasar mancanegara sangat tinggi, terutama jenis sandal untuk tamu hotel. Meredupnya masa keemasan Wedoro pada era 2000-an menghentak Nurfuad dan sejumlah perajin muda. Mereka pun menyatukan diri membentuk Paguyuban Perajin Muda Sandal Wedoro. Nurfuad didaulat sebagai ketuanya. “Langkah pertama kami adalah merintis berdirinya koperasi. Lembaga ini akan bekerja dengan fokus menyediakan bahan baku sol serta membantu pemasaran,” lanjut sang ketua. Mereka optimistis, dengan koperasi, perajin kecil akan bisa bersaing dengan perajin besar untuk mendapatkan bahan baku. Saat ini, para perajin kecil membutuhkan sedikitnya 50 ribu lembar sol setiap bulannya. Harga setiap lembar sol sekitar Rp13 ribu. Di koperasi, nantinya, harga itu bisa ditekan lebih murah. Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf juga sudah menggelar rencana menangani kesah para perajin Wedoro. Selain berupaya membantu penyediaan bahan baku dan kredit lunak, pemprov juga akan membantu mengembangkan pemasaran lewat showroom atau pameran. “Kami juga akan berupaya mematenkan sandal Wedoro. Kalau sandal China bisa masuk ke Indonesia, sandal Wedoro juga harus masuk ke pasar luar negeri lagi,” tandasnya. Asa para perajin pun membubung tinggi. “Jika koperasi sudah maju, kami akan mendatangkan mesin untuk memproduksi bahan baku sol sendiri,” tegas Nurfuad. (Heri Susetyo/N-3) Cuci Tangan Pakai Sabun Jadi Budaya Menanti Sol Kembali ke Wedoro MENCUCI tangan menggu- nakan sabun harus menjadi budaya. Sebab, cara sederhana tersebut terbukti secara ilmiah mampu mencegah penyebaran berbagai penyakit menular dan mengurangi risiko kematian. ‘’Mencuci tangan pakai sabun sepertinya sesuatu yang sepele, tapi dampak bagi kesehatan manusia sangat luar biasa. Ma- kanya, sejak tiga tahun terakhir, kami gencar menyosialisasikan hal ini agar derajat kesehatan Indonesia semakin baik,’’ ujar Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama di Ban- dung, Jawa Barat, kemarin. Ia menjelaskan, hingga sekarang kesadaran cuci ta- ngan pakai sabun (CTPS) di masyarakat memang masih jauh dari harapan. Survei oleh Health Service Program (2006) menunjukkan, sabun sudah tersedia di hampir setiap rumah tangga Indonesia. Namun, baru 5% yang benar- benar menggunakan sabun untuk mencuci tangan. Dari semua responden, ha- nya 12% yang mencuci tangan setelah buang air besar, 9% setelah membersihkan kotoran bayi, 14% sebelum makan, 7% sebelum memberi makan bayi, dan 6% sebelum memasak. Bila tangan tidak bersih, katanya, masyarakat mudah terserang penyakit yang ber- asal dari kuman seperti diare, kolera, ISPA, cacingan, u, dan hepatitis A. Bahkan, hasil riset kesehatan dasar pada 2007 menyatakan penyebab terbesar meninggal- nya balita dan anak di Indonesia adalah diare dan ISPA, yakni sekitar 100 ribu jiwa per tahun. Berkaca dari fakta-fakta itu, Tjandra menjamin, kampanye CTPS tidak dilakukan hanya saat peringatan tahunan. Pro- gram tersebut harus menjadi budaya di sekolah dan keluar- ga, baik masyarakat perkotaan maupun perdesaan. ‘’Mulai tahun depan, implementasi program CTPS akan diperluas. Dimulai dari survei ke sekolah- sekolah terkait ketersediaan fasilitas CTPS. Sebab budaya CTPS tidak akan berhasil tanpa partisipasi pihak sekolah.’’ Peringatan Hari CTPS 2010 dipusatkan di Kota Bandung, kemarin. Sebanyak 3.000 anak SD dilibatkan dalam sosialisasi CTPS. Selain itu, lebih dari 10 ribu anak yang tersebar 14 kota juga menggelar acara serupa. ‘’Ini adalah kali ketiga kami menggelar peringatan HCTPS dan tahun ini jumlah pemda yang mau berpartisipasi se- makin banyak ketimbang tahun lalu. Sekarang pun, penggerak PKK dan sekolah juga dilibat- kan dalam sosialisasi,’’ jelas- nya. (AX/OL/PO/N-1) P ONIRAN, warga di sekitar Jalan Lingkar Selatan Kota Jambi, mengatakan hingga kini belum ada pejabat dari di- nas terkait meninjau dan meli- hat kondisi jalan nasional itu yang rusak parah, bahkan se- bagian berbentuk kubangan. Kerusakan di Jalan Lingkar Selatan dan Barat Kota Jambi mencapai 22 km dengan diame- ter lubang 20-50 cm. Semen- tara jalur itu merupakan jalur ekonomi untuk angkutan batu bara dan CPO (crude palm oil). Ironisnya dana APBN sekitar Rp800 juta yang dialokasikan pa da 2010 jauh hari sudah habis untuk rehabilitasi dan penimbunan ruas Jalan Lingkar Selatan dan Lingkar Barat. “Kita sangat mengharap- kan gubernur, wali kota, atau instansi terkait melihat dan meninjau ke lapangan, jangan hanya menerima laporan, su- paya mengetahui kondisi keru- sakan jalan itu,” katanya. Kekecewaan yang sama juga diutarakan Sukamto, pengusaha ekspedisi yang membuka usaha- nya di Kenali Asam Bawah, Ke- camatan Kotabaru, Kota Jambi. Ia mengatakan kerusakan jalan itu turut memicu penambahan biaya operasi. Akhirnya ber- dampak pada kenaikan tarif angkut barang. “Risiko terguling, patah per, patah as roda dan lainnya kian tinggi setiap melintas di Jalan Lingkar Selatan dan Lingkar Barat menuju terminal truk yang berlokasi di Jalan Ling- kar Selatan itu,” kata Rustam, warga lainnya. Sementara itu, jalan utama provinsi yang menghubungkan Surabaya - Madiun di dua keca- matan di Nganjuk, Jawa Timur, sepanjang sekitar 15 kilometer dalam kondisi rusak. Kerusak- an ditandai banyaknya lubang dan jalan bergelombang. Kondisi itu terjadi akibat minimnya pemeliharaan jalan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal itu diperparah de- ngan sempitnya penampang jalan dan kurangnya penerang- an di malam hari. Padahal, itu merupakan jalur yang padat dan vital. Belum ada anggaran Dari Banyumas, Jawa Tengah, dilaporkan biaya perbaikan jalan longsor akibat hujan deras yang terus terjadi di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), diper- kirakan mencapai Rp2 miliar lebih. Padahal, ada setidaknya 10 titik jalan kabupaten yang long- sor dan nyaris putus sehingga tidak bisa dilewati kendaraan roda empat. Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Banyumas Mayangkoro mengungkapkan 10 titik jalan yang longsor dan nyaris putus itu tersebar di berbagai kecamatan. “Me- mang ada yang cukup parah di antaranya adalah di Ajibarang dan Pekuncen. Bahkan, di dua kecamatan tersebut jalan sudah tidak dapat dilewati kenda- ra an roda empat,” jelasnya, kemarin. Sementara itu, Perusahaan Umum DAMRI Solo sebagai pengelola bus Batik Solo Trans mengaku mengalami kerugian hingga Rp110 juta per bulan, akibat minimnya jumlah pe- numpang. ‘’Mungkin itu akibat pola pengoperasian yang berbeda dengan bus kota yang telah ada selama ini,’’ kata Kepala Unit Bus Kota Perum DAMRI Solo, Irwanto saat ditemui, kemarin. (LD/FR/Ant/N-1) edy_saputra @mediaindonesia.com Warga Keluhkan Jalan di Jambi Warga keluhkan pejabat yang tidak memberi perhatian pada kerusakan Jalan Lingkar Selatan Kota Jambi. Edy Saputra Risiko terguling, patah per, patah as roda dan lainnya kian tinggi.” Rustam Warga Kota Jambi SABTU, 16 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA 6 | Nusantara CUCI TANGAN SEDUNIA: Sejumlah anak mencuci tangan saat peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia di SD Islam Al-Azhar 14 Semarang, Jawa Tengah, kemarin. Aksi cuci tangan yang diikuti sekitar 500 anak ini bertujuan membentuk budaya cuci tangan pakai sabun pada anak dan keluarga Indonesia. KESULITAN BAHAN BAKU: Seorang perajin menyelesaikan pembuatan sandal di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, kemarin. Para perajin saat ini kesulitan mendapatkan bahan baku sol sehingga banyak yang gulung tikar. MI/HERI SUSETYO ANTARA/R REKOTOMO

Transcript of SABTU, 16 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Warga … · nas terkait meninjau dan meli- ... pa da 2010...

Page 1: SABTU, 16 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Warga … · nas terkait meninjau dan meli- ... pa da 2010 jauh hari sudah habis untuk re habilitasi dan ... pengelola bus Batik Solo Trans

ALAS sandal alias sol tiba-tiba sulit didapat pada 2000 lalu. Napas

para perajin di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, seperti berhenti.

Nadi yang sebelumnya terus berdegup kencang jadi melemah. Desa yang pada 1990-an memiliki sekitar 800 perajin sandal itu meredup. Yang masih bertahan hanya sekitar 250 perajin sampai kini.

“Kami sudah berusaha langsung memesan ke pabrik sol, tapi selalu mendapat jawaban stok sudah habis. Kalaupun ada, harganya jauh di atas harga normal,” kata Muhammad Nurfuad, salah satu perajin.

Kesulitan bahan baku masih dirasakan hingga saat ini, terutama oleh para perajin kecil. Hilangnya sol diyakini karena adanya permainan antara perajin besar dan pihak industri penyedia bahan baku. Perajin besar memonopoli produksi sol dari pabrik.

Apalagi menjelang Lebaran, saat permintaan sandal

melonjak tajam. Perajin kecil hanya jadi penonton, gigit jari karena bahan baku sol hilang dikeruk bos-bos besar.

Sejarah kerajinan sandal di Wedoro diawali pada 1955. Saat itu hanya ada 10 perajin yang menggeluti pembuatan alas kaki. Hasil kerajinan mereka dipasarkan baru sebatas di Pasar Tunjungan dan Pasar Kapasan, Surabaya.

Pada akhir 1960-an, ketika perekonomian di Surabaya mulai menggeliat dan pasar-pasar baru seperti Pasar Besar, Pasar Atom, dan Pasar Kembang Jepun berdiri, pemasaran produk para perajin pun semakin meluas.

Seiring dengan itu, sentra sandal pun berkembang pesat. Jumlah perajinnya pernah mencapai sekitar 800 orang. Pada 1990-an, hasil tangan anak-anak Wedoro diekspor ke India, Afrika, dan Arab Saudi. Saat itu permintaan pasar mancanegara sangat tinggi, terutama jenis sandal untuk tamu hotel.

Meredupnya masa keemasan Wedoro pada era

2000-an menghentak Nurfuad dan sejumlah perajin muda. Mereka pun menyatukan diri membentuk Paguyuban Perajin Muda Sandal Wedoro. Nurfuad didaulat sebagai ketuanya.

“Langkah pertama kami

adalah merintis berdirinya koperasi. Lembaga ini akan bekerja dengan fokus menyediakan bahan baku sol serta membantu pemasaran,” lanjut sang ketua.

Mereka optimistis, dengan koperasi, perajin kecil akan

bisa bersaing dengan perajin besar untuk mendapatkan bahan baku. Saat ini, para perajin kecil membutuhkan sedikitnya 50 ribu lembar sol setiap bulannya. Harga setiap lembar sol sekitar Rp13 ribu. Di koperasi, nantinya, harga itu bisa ditekan lebih murah.

Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf juga sudah menggelar rencana menangani kesah para perajin Wedoro. Selain berupaya membantu penyediaan bahan baku dan kredit lunak, pemprov juga akan membantu mengembangkan pemasaran lewat showroom atau pameran.

“Kami juga akan berupaya mematenkan sandal Wedoro. Kalau sandal China bisa masuk ke Indonesia, sandal Wedoro juga harus masuk ke pasar luar negeri lagi,” tandasnya.

Asa para perajin pun membubung tinggi. “Jika koperasi sudah maju, kami akan mendatangkan mesin untuk memproduksi bahan baku sol sendiri,” tegas Nurfuad. (Heri Susetyo/N-3)

Cuci Tangan Pakai Sabun Jadi Budaya

Menanti Sol Kembali ke Wedoro

MENCUCI tangan menggu-nakan sabun harus menjadi budaya. Sebab, cara sederhana tersebut terbukti secara ilmiah mampu mencegah penyebaran berbagai penyakit menular dan mengurangi risiko kematian.

‘’Mencuci tangan pakai sabun sepertinya sesuatu yang sepele, tapi dampak bagi kesehatan manusia sangat luar biasa. Ma-kanya, sejak tiga tahun terakhir, kami gencar menyosialisasikan hal ini agar derajat kesehatan Indonesia semakin baik,’’ ujar Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama di Ban-dung, Jawa Barat, kemarin.

Ia menjelaskan, hingga sekarang kesadaran cuci ta-ngan pakai sabun (CTPS) di masyarakat memang masih jauh dari harapan.

Survei oleh Health Service Program (2006) menunjukkan, sabun sudah tersedia di hampir setiap rumah tangga Indonesia. Namun, baru 5% yang benar-benar menggunakan sabun untuk mencuci tangan.

Dari semua responden, ha-nya 12% yang mencuci tangan setelah buang air besar, 9% setelah membersihkan kotoran bayi, 14% sebelum makan, 7% sebelum memberi makan bayi, dan 6% sebelum memasak.

Bila tangan tidak bersih, katanya, masyarakat mudah

terserang penyakit yang ber-asal dari kuman seperti diare, kolera, ISPA, cacingan, fl u, dan hepatitis A.

Bahkan, hasil riset kesehatan dasar pada 2007 menyatakan penyebab terbesar meninggal-nya balita dan anak di Indonesia adalah diare dan ISPA, yakni sekitar 100 ribu jiwa per tahun.

Berkaca dari fakta-fakta itu, Tjandra menjamin, kampanye CTPS tidak dilakukan hanya saat peringatan tahunan. Pro-gram tersebut harus menjadi budaya di sekolah dan keluar-ga, baik masyarakat perkotaan maupun perdesaan. ‘’Mulai tahun depan, implementasi program CTPS akan diperluas. Dimulai dari survei ke sekolah-sekolah terkait ketersediaan fasilitas CTPS. Sebab budaya CTPS tidak akan berhasil tanpa partisipasi pihak sekolah.’’

Peringatan Hari CTPS 2010 dipusatkan di Kota Bandung, kemarin. Sebanyak 3.000 anak SD dilibatkan dalam sosialisasi CTPS. Selain itu, lebih dari 10 ribu anak yang tersebar 14 kota juga menggelar acara serupa. ‘’Ini adalah kali ketiga kami menggelar peringatan HCTPS dan tahun ini jumlah pemda yang mau berpartisipasi se-makin banyak ketimbang tahun lalu. Sekarang pun, penggerak PKK dan sekolah juga dilibat-kan dalam sosialisasi,’’ jelas-nya. (AX/OL/PO/N-1)

PONIRAN, warga di sekitar Jalan Lingkar Selatan Kota Jambi, mengatakan hingga

kini belum ada pejabat dari di-nas terkait meninjau dan meli-hat kondisi jalan nasional itu yang rusak parah, bahkan se-bagian berbentuk kubangan.

Kerusakan di Jalan Lingkar Selatan dan Barat Kota Jambi mencapai 22 km dengan diame-ter lubang 20-50 cm. Semen-tara jalur itu merupakan jalur ekonomi untuk angkutan batu bara dan CPO (crude palm oil).

Ironisnya dana APBN sekitar Rp800 juta yang dialokasikan pa da 2010 jauh hari sudah habis untuk re habilitasi dan penimbunan ruas Jalan Lingkar Selatan dan Lingkar Barat.

“Kita sangat mengharap-kan gubernur, wali kota, atau instansi terkait melihat dan meninjau ke lapangan, jangan hanya menerima laporan, su-paya mengetahui kondisi keru-sakan jalan itu,” katanya.

Kekecewaan yang sama juga diutarakan Sukamto, pengusaha ekspedisi yang membuka usaha-nya di Kenali Asam Bawah, Ke-camatan Kotabaru, Kota Jambi. Ia mengatakan kerusakan jalan itu turut memicu penambahan biaya operasi. Akhirnya ber-dampak pada kenaikan tarif angkut barang.

“Risiko terguling, patah per, patah as roda dan lainnya kian tinggi setiap melintas di Jalan Lingkar Selatan dan Lingkar Barat menuju terminal truk yang berlokasi di Jalan Ling-kar Selatan itu,” kata Rustam, warga lainnya.

Sementara itu, jalan utama provinsi yang menghubungkan Surabaya - Madiun di dua keca-matan di Nganjuk, Jawa Timur, sepanjang sekitar 15 kilometer dalam kondisi rusak. Kerusak-an ditandai banyaknya lubang dan jalan bergelombang.

Kondisi itu terjadi akibat minimnya pemeliharaan jalan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal itu diperparah de-ngan sempitnya penampang

jalan dan kurangnya penerang-an di malam hari. Padahal, itu merupakan jalur yang padat dan vital.

Belum ada anggaranDari Banyumas, Jawa Tengah,

dilaporkan biaya perbaikan jalan longsor akibat hujan deras yang terus terjadi di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), diper-kirakan mencapai Rp2 miliar lebih.

Padahal, ada setidaknya 10 titik jalan kabupaten yang long-sor dan nyaris putus sehingga tidak bisa dilewati kendaraan roda empat.

Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Banyumas Mayangkoro mengungkapkan 10 titik jalan yang longsor

dan nyaris putus itu tersebar di berbagai kecamatan. “Me-mang ada yang cukup parah di antaranya adalah di Ajibarang dan Pekuncen. Bahkan, di dua kecamatan tersebut jalan sudah tidak dapat dilewati kenda-ra an roda empat,” jelasnya, ke marin.

Sementara itu, Perusahaan Umum DAMRI Solo sebagai pengelola bus Batik Solo Trans mengaku mengalami kerugian hingga Rp110 juta per bulan, akibat minimnya jumlah pe-num pang.

‘’Mungkin itu akibat pola pengoperasian yang berbeda dengan bus kota yang telah ada selama ini,’’ kata Kepala Unit Bus Kota Perum DAMRI Solo, Irwanto saat ditemui, kemarin. (LD/FR/Ant/N-1)

[email protected]

Warga Keluhkan

Jalan di Jambi Warga keluhkan pejabat yang tidak

memberi perhatian pada kerusakan Jalan Lingkar Selatan Kota Jambi.

Edy Saputra

Risiko terguling, patah per, patah as roda dan lainnya kian tinggi.”RustamWarga Kota Jambi

SABTU, 16 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA 6 | Nusantara

CUCI TANGAN SEDUNIA: Sejumlah anak mencuci tangan saat peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia di SD Islam Al-Azhar 14 Semarang, Jawa Tengah, kemarin. Aksi cuci tangan yang diikuti sekitar 500 anak ini bertujuan membentuk budaya cuci tangan pakai sabun pada anak dan keluarga Indonesia.

KESULITAN BAHAN BAKU: Seorang perajin menyelesaikan pembuatan sandal di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, kemarin. Para perajin saat ini kesulitan mendapatkan bahan baku sol sehingga banyak yang gulung tikar.

MI/HERI SUSETYO

ANTARA/R REKOTOMO