S d0451 0606586_chapter2(1)

22
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada pada era globalisasi saat ini. Problem Based Learning (PBL) dikembangkan untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada (Amir, 2009). Model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL) : 1. Menurut Duch (1995), Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. 2. Menurut Arends (Trianto, 2007), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat menyusun 9

Transcript of S d0451 0606586_chapter2(1)

Page 1: S d0451 0606586_chapter2(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Problem Based Learning (PBL)

1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran

yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan

pada pada era globalisasi saat ini. Problem Based Learning (PBL) dikembangkan

untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam

pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada (Amir, 2009). Model

pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal

pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL) :

1. Menurut Duch (1995), Problem Based Learning (PBL) merupakan model

pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”,

bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia

nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada

pembelajaran yang dimaksud.

2. Menurut Arends (Trianto, 2007), Problem Based Learning (PBL) merupakan

suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada masalah

autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat menyusun

9

Page 2: S d0451 0606586_chapter2(1)

10

pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi

dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya.

3. Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning (PBL)

merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan

pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL)

dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang

menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai

pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat

memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning (PBL)

adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya,

dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang

penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki

strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses

pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan

masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari (Amir,

2009).

Model Problem Based Learning (PBL) bercirikan penggunaan masalah

kehidupan nyata sebagai suatu yang harus dipelajari siswa. Dengan model PBL

diharapkan siswa mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada pengetahuan

yang dihafal. Mulai dari kecakapan memecahkan masalah, kecakapan berpikir

kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok, kecakapan interpersonal dan

komunikasi, serta kecakapan pencarian dan pengolahan informasi (Amir, 2007).

Page 3: S d0451 0606586_chapter2(1)

11

Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus dijadikan

pedoman dalam menyajikan permasalahan. Pertama, permasalahan harus sesuai

dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari. Kedua, permasalahan yang

disajikan adalah permasalahan riil, artinya masalah itu nyata ada dalam kehidupan

sehari-hari siswa.

Dalam PBL pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di mana

tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai

keterampilan mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji

masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan

pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat

meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat

terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan

membimbing pertukaran gagasan.

2. Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Ciri yang paling utama dari model pembelajaran PBL yaitu

dimunculkannnya masalah pada awal pembelajarannya.. Menurut Arends

(Trianto, 2007), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah

memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

1. Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa

daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

Page 4: S d0451 0606586_chapter2(1)

12

2. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak

menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan

penyelesaian siswa.

3. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan harusnya mudah

dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

4. Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah tersebut harus

mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan

waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.

5. Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai

pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu

Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu.

c. Penyelidikan autentik (nyata)

Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah,

mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan

menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan, dan

menggambarkan hasil akhir.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya

Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan

memamerkan hasil karyanya.

e. Kolaboratif

Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan

bersama-sama antar siswa.

Page 5: S d0451 0606586_chapter2(1)

13

Adapun beberapa karakteristik prosel PBL menurut Tan (Amir, 2007)

diantaranya :

a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang

disajikan secara mengambang.

c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa

menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya

telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.

d. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di

ranah pembelajaran yang baru.

e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).

f. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber

saja.

g. Pembelajarannya kolaboraif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja

dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan

melakukan presentasi.

Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses PBL dapat

disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses PBL yaitu adanya suatu

permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok

kecil.

Page 6: S d0451 0606586_chapter2(1)

14

3. Beberapa Teori yang Melandasi Problem Based Learning (PBL)

Dalam perkembangannya, pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif, dan

teori belajar penemuan Jerome Burner.

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori

pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa

siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila

aturan-aturan itu tidak sesuai (Trianto ,2007). Bagi siswa agar benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja

memecahkan masalah, menemukan segala sesutunya sendiri, dan berusaha

dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri (Trianto, 2007).

Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam

psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan

pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di

dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan

memberi kesempatan siswa menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri

dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka

sendiri untuk belajar.

b. Teori Perkembangan Kognitif

Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget. Menurutnya,

perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi

Page 7: S d0451 0606586_chapter2(1)

15

aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik

dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.

Sementara itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa interaksi sosial dengan

teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas

pemikiran yang akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

Menuru teori Piaget, setiap individu pada saat mulai dari bayi yang baru lahir

sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif.

Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut diantaranya (Dahar, 1989) :

1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun)

2) Pra-operasional (2-7 tahun)

3) Operasional konkret (7-11 tahun)

4) Operai formal (11 tahun- dewasa)

Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif sebagai

suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan memahami

realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

c. Teori Penemuan Jerome Bruner

Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL adalah teori

belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner

pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan

pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya

memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah

serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-

benar bermakna (Dahar, 1989).

Page 8: S d0451 0606586_chapter2(1)

16

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui

partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka

dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-

eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu

sendiri.

4. Tahap-Tahap dalam Problem Based Learning (PBL)

Pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) terdiri dari 5 tahap

proses, yaitu :

Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap ini

guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan,

memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan

mengajukan masalah.

Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta

didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap

ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang

dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan

penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru

membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,

dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama

temannya.

Page 9: S d0451 0606586_chapter2(1)

17

Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan

masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi

atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.

Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model PBL ini

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Tahapan

Pembelajaran Kegiatan Guru

Tahap 1

Orientasi peserta didik

pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau

demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,

memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas

pemecahan masalah.

Tahap 2

Mengorganisasi peserta

didik

Guru membagi siswa ke dalam kelompok, membantu

siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas

belajar yang berhubungan dengan masalah.

Tahap 3

Membimbing

penyelidikan individu

maupun kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan

informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen

dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan

pemecahan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan

menyajikan hasil

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan

membantu mereka berbagi tugas dengan sesama

temannya.

Tahap 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses dan

hasil pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau

evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang

mereka lakukan.

(Trianto, 2007)

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)

a. Kelebihan

Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning (PBL)

memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :

Page 10: S d0451 0606586_chapter2(1)

18

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk

memahami masalah dunia nyata.

4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi

sendiri baikterhadap hasil maupun proses belajarnya.

5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.

6. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

7. Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar

sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari

guna memecahkan mkasalah dunia nyata.

(Sanjaya, 2007)

Page 11: S d0451 0606586_chapter2(1)

19

b. Kelemahan

Disamping kebihan di atas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya:

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan

merasa enggan untuk mencobanya.

2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai

materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka

harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka

mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

(Sanjaya, 2007)

B. Konsep dan Penguasaan Konsep Kimia

1. Konsep

Konsep diartikan sebagai sesuatu yang diterima dalam pikiran atau suatu

gagasan yang umun dan abstrak (Rustaman, dkk, 2003). Menurut Rosser (dalam

Dahar, 1989), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-

objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang

mempunyai atribut-atribut yang sama.

Adapun beberapa definisi konsep di antaranya menurut Dahar (1989):

a. Konsep-konsep merupakan kategori–kategori yang kita berikan pada stimulus-

stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skema-

skema terorganisasi untuk mengasimilasikan stimulus-stimulus baru, dan untuk

menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori-kategori.

Page 12: S d0451 0606586_chapter2(1)

20

b. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir.

c. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi

untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi.

Sehubungan dengan berbagai definisi konsep, secara singkat dapat

dikatakan bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili

satu kelas stimulus-stimulus. Setiap orang memiliki stimulus-stimulus yang

berbeda-beda, dan orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan

stimulus-stimulus dengan cara tertentu serta pengalamanna masing-masing. Kita

menyimpulkan bahwa suatu konsep telah dipelajari bila yang diajar dapat

menampilkan prilaku-prilaku tertentu (Dahar, 1989).

Vygotsky (Wulandari, 2008) membedakan konsep kedalam dua jenis, yaitu

konsep spontan dan saintifik. Konsep spontan ialah konsep yang dimiliki siswa

karena pergaulannya setiap hari dalam situasi tertentu tanpa struktur yang

sistemik. Sedangkan konsep saintifik didapat di bangku sekolah secara sistematik

struktural. Kedua jenis konsep tersebut saling mempengaruhi. Dalam proses

pembelajaran, konsep yang spontan perlahan-lahan diubah menjadi lebih saintifik

dan yang saintifik nantinya akan mempengaruhi konsep spontan pelajar.

Akibatnya, konsep seseorang akan terus berkembang.

Adapun ciri-ciri konsep menurut Dahar (Saepulzaman, 2008) antara lain:

a. Konsep timbul dari hasil pengalaman manusia dengan lebih dari satu benda,

peristiwa, atau fakta; konsep merupakan suatu generalisasi dari fakta-fakta

tersebut.

b. Konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia dari fakta-fakta tersebut.

Page 13: S d0451 0606586_chapter2(1)

21

c. Suatu konsep dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya fakta-fakta

baru, oleh karena itu konsep dapat mengalami perubahan (bersifat tentatif).

2. Penguasaan Konsep Kimia

Penguasaan berasal dari kata kuasa yang berarti kemampuan, kesanggupan

atau wewenang (untuk berbuat sesuatu), sedangkan definisi penguasaan adalah

perbuatan untuk menguasai (Poerwadarminta, 1982). Menurut struktur kognitif

yang dikemukakan Bloom (Saepulzaman, 2008), penguasaan adalah kemampuan

mengungkap pengertian-pengertian, seperti mampu mengungkap suatu materi

yang disajikan ke dalam bentuk yang dapat dimengerti dan mampu memberikan

interpretasi serta mengklasifikasikannya. Selain itu, menurut Anderson dan

Krathwohl (Nurhasanah, 2007) menjelaskan bahwa penguasaan konsep

didefinisikan sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui

konsep-konsep, melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang

ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik

yang terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru

Adapun penguasaan konsep kimia dimaksudkan sebagai tingkatan dimana

seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep kimia, melainkan benar-

benar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam

menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang terkait dengan konsep itu sendiri

maupun penerapannya dalam situasi baru. Berdasarkan Taksonomi Bloom,

penguasaan konsep meliputi domain kognitif C1 (mengingat), C2 (pemahaman), C3

(penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), dan C6 (menciptakan) (Forhand, 2005).

Page 14: S d0451 0606586_chapter2(1)

22

C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan dan sikap-

sikap yang dimiliki para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan

pengetahuan dan produk sains (Anitah, 2007). Keterampilan proses sains

merupakan perilaku ilmuwan sains yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh

siswa melalui proses pembelajaran di kelas. Dalam pembelajarannya,

keterampilan proses memberikan kesempatan lebih banyak pada siswa untuk

berperan aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapkan pada mereka.

Tabel 2.2 Beberapa Keterampilan Proses dan Sub Keterampilan Proses

Keterampilan Proses Sains Sub Keterampilan Proses Sains

1) Mengamati a. Menggunakan indera sebanyak mungkin

b. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan

dan memadai

2) Menafsirkan hasil

pengamatan

a. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah

b. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

c. Menemukan sutau pola dalam satu seri

pengamatan

d. Menarik kesimpulan

3) Meramalkan a. Berdasarkan hasil pengamatan

mengemukakan apa yang mungkin diamati

4) Menggunakan alat dan bahan a. Terampil menggunakan alat dan bahan,

mengetahui konsep dan mengapa harus

menggunakan alat dan bahan itu.

Page 15: S d0451 0606586_chapter2(1)

23

Lanjutan Tabel 2.2

Beberapa Keterampilan Proses dan Sub Keterampilan Proses

Keterampilan Proses Sains Sub Keterampilan Proses Sains

5) Menerapkan konsep a. Menggunakan konsep yang telah dipelajari

pada situasi baru

b. Menerapkan konsep pada pengalaman baru

untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

c. Menyusun hipotesis

6) Merencanakan percobaan a. Menentukan alat, bahan, dan sumber yang

akan digunakan

b. Menentukan variabel-variabel

c. Menentukan bagaimana mengolah hasil

pengamatan untuk mengambil keputusan

d. Menentukan cara dan langkah kerja

7) Berkomunikasi a. Menyusun dan menyampaikan laporan

secara sistematis dan jelas

b. Menjelaskan hasil percobaan

c. Menggambarkan data dengan grafik, table,

gambar, dll

d. Membaca grafik table, gambar, dll

e. Mendiskusikan hasil penelitian

8) Mengajukan pertanyaan a. Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana

b. Bertanya untuk meminta penjelasan

c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar

belakang hipotesis

(Anitah, 2007)

Dalam penelitian ini, keterampilan proses sains yang digali dari siswa

adalah keterampilan merencanakan percobaan dan keterampilan berkomunikasi.

1. Keterampilan Merencanakan Percobaan

Menurut Firman (2000) dijelaskan bahwa merencanakan percobaan adalah

merancang suatu kegiatan yang akan dilakukan untuk menguji suatu hipotesis,

memeriksa kebenaran atau memperlihatkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang

telah diketahui. Keterampilan merencanakan percobaan penting untuk

Page 16: S d0451 0606586_chapter2(1)

24

dikembangkan karena akan memberikan bekal pengetahuan yang banyak bagi

siswa untuk berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan percobaan.

Agar siswa dapat memiliki keterampilan proses merencanakan percobaan

maka siswa harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam

percobaan. Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variable-variabel mana

yang berubah. Demikian pula siswa perlu untuk menetukan apa yang akan

diamati, diukur atau ditulis, menentukan cara dan langkah kerja. Selanjutnya,

siswa dapat pula menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.

2. Keterampilan Berkomunikasi

Firman (2000) menjelaskan bahwa mengkomunikasikan merupakan

keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.

Keterampilan mengkomunikasikan mencakup kemampuan membuat grafik,

diagram, bagan, tabel, karangan, laporan, serta memaparkan gagasan secara lisan.

Untuk mencapai keterampilan proses mengkomunikasikan hasil percobaan, siswa

harus dapat menyusun dan menyampaikan laporan tentang kegiatan yang telah

dilakukannya secara sistematis dan jelas. Michael (dalam Wisudawati, 2007)

menyebutkan laporan hasil percobaan yang sudah umum dilaksanakan di jenjang

pendidikan menengah dan perguruan tinggi mempunyai susunan sebagai berikut:

a. Judul.

b. Pendahuluan.

c. Pernyataan masalah yang diteliti secara sederhana dan jelas.

d. Alat dan bahan yang digunakan.

Page 17: S d0451 0606586_chapter2(1)

25

e. Prosedur/metode percobaan secara akurat dan rinci, bagaimana data

dikumpulkan.

f. Hasil. Data diperoleh sesuai prosedur. Bagian ini disajikan dalam bentuk

tabel, grafik, gambar yang memungkinkan dan sesuai.

g. Diskusi. Data yang diperoleh diinterpretasikan dan dihubungkan dengan

tujuan penelitian yang dikemukakan dibagian awal laporan.

h. Kesimpulan, merupakan jawaban dari masalah yang dikemukakan.

i. Referensi/daftar pustaka, berisi semua literature ilmiah yang dijadikan

rujukan dalam laporan.

Laporan percobaan dapat disajikan secara beragam, dapat secara lisan

maupun tulisan. Secara tulisan, laporan dapat dikemas dalam bentuk makalah,

poster, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, laporan hasil percobaan dikemas dalam

bentuk poster. Poster adalah salah satu metode umum yang digunakan dalam

pertemuan atau konferensi untuk mengkomunikasikan hasil penyelidikan ilmiah

terbaru. Poster merupakan satu-satunya di dunia yang melaporkan laporan ilmiah

dengan kata-kata yang minimal, mengutamakan komunikasi visual non verbal

(Wisudawati, 2007)

Kriteria poster efektif menurut Dodd (Wisudawati, 2007) diantaranya

adalah:

a. Masalah penelitian dinyatakan dengan jelas dan sampai pada kesimpulan.

b. Menggunakan kata-kata dan ruang yang minimal.

c. Huruf cetakan dapat terbaca dari jarak jauh.

d. Memberikan keterangan grafik dengan jelas.

Page 18: S d0451 0606586_chapter2(1)

26

e. Terlihat sederhana, rapi, dan menarik untuk dilihat.

Poster diharapkan mengandung informasi layaknya makalah ilmiah, yaitu

pendahuluan, tujuan metode, hasil, interpretasi data dan kesimpulan. Bagian-

bagian yang terdapat dalam poster menurut Purrington (2009) adalah:

a. Judul, berisi isu yang menarik perhatian. Maksimum panjangnya 1-2 baris.

b. Pendahuluan, memberikan hipotesis yang jelas, memberikan gambaran umum

tentang pendekatan percobaan.

c. Materi dan metode, didalamnya dapat digunakan gambar untuk

mengilustrasikan percobaan jika memungkinkan, menggunakan diagram alir

untuk merangkum prosedur percobaan.

d. Hasil, didalamnya menjelaskan kapan percobaan dilakukan, gambaran hasil

yang diperoleh, dan dijelaskan pula analisis terhadap data.

e. Kesimpulan, mengingatkan pembaca tentang hipotesis dan hasil, dan

pernyataan dukungan hipotesis.

f. Literatur/daftar pustaka.

D. Materi Pokok Hasil kali Kelarutan

1. Pengertian Hasilkali Kelarutan

Ketika suatu senyawa ionik dilarutkan dalam air, biasanya larut

membentuk ion-ionnya. Apabila senyawa ionik yang kelarutanya kecil di dalam

air, maka suatu kesetimbangan terjadi antara senyawa padatannya dan ion-ion

dalam larutan jenuh. Kalsium karbonat, CaCO3 merupakan senyawa ionik yang

Page 19: S d0451 0606586_chapter2(1)

27

sangat sukar larut dalam air. Larutan kalsium karbonat mudah sekali membentuk

larutan jenuhnya. Kesetimbangan dalam larutan jenuhnya ialah

CaCO3(s) Ca2+

(aq) + CO32-

(aq).............................................................(1.1)

Tetapan kesetimbangan untuk kesetimbangan kelarutan senyawa ionik yang sukar

larut atau hampir tidak larut dinamakan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp).

Persamaan tetapan hasil kali kelarutan untuk CaCO3, sesuai dengan persamaan

1.1 adalah :

Ksp = [Ca2+

][ CO32-

]..........................................................................................(1.2)

Nilai tetapan kesetimbangan bergantung pada suhu sistem, karena pada suhu

tertentu Ksp mempunyai nilai tetapan tertentu untuk berbagai konsentrasi senywa

ionik.

Berdasarkan persamaan (1.2), tetapan hasil kali kelarutan dapat dinyatakan

hasilkali konsentrasi molar dari ion-ion penyusunnya dalam larutan jenuh,

dimana masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya.

Secara umum, persamaan kesetimbangan garam AxBy yang sedikit larut adalah

sebagai berikut

AxBy (s) xAy+

(aq) + yBx-

(aq)

Ksp = [Ay+

]x [B

x-]y

2. Hubungan Kelarutan dan Tetapan Hasilkali Kelarutan

Jika secara umum kita memiliki senyawa ionik dengan rumus AxBy dan

senyawa ini larut sedikit dalam air, maka persamaan reaksi kesetimbangan dalam

larutan jenuhnya dapat dituliskan sebagai berikut.

AxBy (s) xAy+

(aq) + yBy-

(aq)

Page 20: S d0451 0606586_chapter2(1)

28

Jika senyawa ionik AxBy dalam larutan jenuhnya larut sebesar s mol/l (s =

kelarutan AxBy), maka dalam larutan akan peroleh :

AxBy (s) xAy+

(aq) + yBy-

(aq)………………………………………....(1.3)

s x.s y.s

[Ay+

] = x.s mol /L

[By-

] = y.s mol/L

Dari persamaan kesetimbangan (1.3), dapat menentukan harga Ksp

Ksp = [Ay+

]x [B

x-]

y

Ksp = (x.s)x (y.s)

y = x

x.y

y.s

x.s

y

Sehingga kita peroleh rumusan umum untuk menghitung Ksp dari senyawa AxBy

yang sedikit larut dalam air.

Ksp = x x.y

y. s

x+y

3. Reaksi Pengendapan

Ketika dua larutan dicampurkan, endapan mungkin terbentuk, mungkin

tidak. Untuk menentukan terjadinya endapan, dapat digunakan dua cara. Cara

pertama, menentukan kombinasi yang mungkin dari ion-ion yang dihasilkan

ketika dua larutan dicampurkan. Untuk melihat apakah hasil reaksinya

merupakan senyawa yang tidak larut dapat dilihat berdasarkan tabel kelarutan

yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Kedua menentukan apakah konsentrasi ion-ion

tersebut cukup besar yang menyebabkan kuosien reaksi (Q) lebih besar dari harga

Ksp. Kuosien reaksi (Q) atau disebut juga hasil kali ion (ion product) merupakan

ungkapan lain dari Ksp. Nilai Q merupakan hasil kali konsentrasi ion berpangkat

koefisien reaksi ionisasi senyawa yang bersangkutan. Perbedaan antara Q dan Ksp

yaitu Q adalah nilai hasil kali konsentrasi ion berpangkat koefisien reaski pada

Page 21: S d0451 0606586_chapter2(1)

29

kondisi sembarang seperti konsentrasi nyata pada saat melaksanakan praktikum,

sedangkan Ksp adalah nilai yang sudah tetap pada keadaan jenuh dan suhu

tertentu.

Saat keadaan jenuh ketika ion-ion dalam larutan berkesetimbangan dengan

padatan garam yang dukar larut, maka hasil kali ion (Q) sama dengan harga Ksp.

Bagaimanapun juga, harga Q tidak selalu sama dengan harga Ksp dan tidak akan

terbentuk larutan jenuh jika kesetimbangan belum tercapai. Ada dua

kemungkinan yang terjadi yang bisa terjadi :

1. Q < Ksp

2. Q > Ksp

Jika Q < Ksp maka endapan tidak terbentuk walaupun berdasarkan table

kelarutan senyawa yang dihasilkan merupakan senyawa yang sukar larut.

Sedangkan jika Q> Ksp maka konsentrasi ion akan menjadi cukup besar sehingga

pengendapa akan terjadi. Konsentrasi ion yang digunakan adalah konsentrasi ion

setelah pencampuran. Dengan menghitung harga Q menggunakan konsentrasi

molar dari ion-ion seterlah pencampuran larutan, kemudian menbandingkan harga

Q dengan harga Ksp dari garam yang sukar larut, maka pengendapan dapat

dipredikasi.

Tabel 2.3 Harga Ksp Senyawa-senyawa yang Sukar Larut

Senyawa ��������� �

Karbonat

CaCO3 �� �� �����

PbCO3 �� ���� ������

Li2CO3 � �� �����

NiCO3 �� ���� �����

Kromat

PbCrO4 �� ��� ������

Page 22: S d0451 0606586_chapter2(1)

30

Lanjutan Tabel 2.3

Harga Ksp Senyawa-senyawa yang Sukar Larut

Senyawa Suhu (0C) Ksp

Ag2CrO4 �� ��� ������

SrCrO4 �� ��� �����

Halida, klorida, bromide, iodide

CuI 18 7 × 10-13

PbBr2 20 9 × 10-6

PbCl2 20 1.2 × 10-5

HgI2 25 3 × 10-29

Hg2Br2 25 6 × 10-23

Hg2Cl2 25 1.4 × 10-18

AgBr 100 5 × 10-10

AgCl 10 4 × 10-11

AgI 25 9 × 10-17

Hidroksida

Ca(OH)2 0 9 × 10-6

Fe(OH)2 18 7 × 10-16

Pb(OH)2 20 2 × 10-15

Mn(OH)2 18 1.7 × 10-13

Oksalat

CdC2O4 25 1.5× 10-8

MgC2O4 25 8.5× 10-5

Sulfat

BaSO4 25 1.1 × 10-10

CaSO4 30 6 × 10-5

Hg2SO4 25 7 × 10-7

Ag2SO4 0 5 × 10-6

SrSO4 0 4 × 10-7

Sulfida

CdS 18 4 × 10-30

MnS 18 3 × 10-14

HgS 18 1.5 × 10-53

CuS 18 2 × 10-37

(Sumber : http://www.science.uwaterloo.ca/~cchieh/cact/tools/ksp/html)