RUU Kepalangmerahan

19
1 17 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR… TAHUN… TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk menciptakan ketertiban dunia dan berkeadilan sosial; b. bahwa untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan negara membentuk perhimpunan nasional yang menggunakan lambang kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal; c. bahwa dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 yang mengatur tentang keikutsertaan negera Republik Indonesia dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional; d. bahwa pengaturan mengenai kepalangmerahan belum diatur dalam suatu Undang-Undang; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang- Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Keikutsertaan Negera Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 1958); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPALANGMERAHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1Kepalangmerahan adalah seluruh bentuk kegiatan gerakan kemanusiaan. 2Lambang Palang Merah adalah simbol berbentuk palang merah pada suatu dasar putih dengan atau tanpa kata-kata palang merah.

description

RUU yg mnjadi acuan saat Pandangan Fraksi-Fraksi 17 10 2012 di Baleg DPR RI

Transcript of RUU Kepalangmerahan

Page 1: RUU Kepalangmerahan

1

17 Oktober 2012

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR… TAHUN… TENTANG

KEPALANGMERAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan

negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia untuk menciptakan ketertiban dunia dan berkeadilan sosial;

b. bahwa untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan negara membentuk perhimpunan nasional yang menggunakan lambang kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal;

c. bahwa dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 yang mengatur tentang keikutsertaan negera Republik Indonesia dalam seluruh

Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional;

d. bahwa pengaturan mengenai kepalangmerahan belum diatur dalam suatu Undang-Undang;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan;

Mengingat : 1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Keikutsertaan

Negera Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa

tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 1958);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPALANGMERAHAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kepalangmerahan adalah seluruh bentuk kegiatan gerakan kemanusiaan.

2. Lambang Palang Merah adalah simbol berbentuk palang merah pada suatu dasar putih dengan atau tanpa kata-kata palang merah.

Page 2: RUU Kepalangmerahan

2

3. Palang Merah Indonesia yang selanjutnya disingkat PMI adalah

perhimpunan nasional yang bersifat independen dan nirlaba.

4. Lambang Palang Merah Indonesia adalah suatu simbol yang berbentuk

palang merah dengan ciri-ciri tertentu yang digunakan secara resmi oleh

perhimpunan nasional Indonesia.

5. Kegiatan Kemanusiaan adalah kegiatan yang bersifat meringankan

penderitaan sesama manusia yang dengan tidak membedakan agama atau kepercayaan, suku, jenis kelamin, kedudukan sosial, pandangan politik atau

kriteria lain yang serupa.

6. Konflik bersenjata adalah suatu konflik yang terjadi ketika dikerahkannya

angkatan bersenjata antar Negara atau kekerasan bersenjata berkepanjangan antara pihak berwenang pemerintah dan kelompok-

kelompok bersenjata terorganisir, atau antar kelompok semacam itu dalam suatu Negara.

7. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

8. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

9. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota, serta perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

10. Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pertahanan.

Pasal 2

Kepalang merahan dilaksanakan berasaskan: a. kemanusiaan; b. kesamaan;

c. kenetralan; d. kemandirian; e. kesukarelaan;

f. kesatuan; dan g. kesemestaan.

Pasal 3

Pengaturan Kepalangmerahan bertujuan: a. mengatur penggunaan Lambang Palang Merah; b. menertibkan penggunaan Lambang Palang Merah pada masa konflik

bersenjata dan pada masa damai; c. mencegah dan menanggulangi peniruan serta penyalahgunaan Lambang

Palang Merah; dan d. mengatur tentang Perhimpunan Nasional.

BAB II BENTUK DAN PENGGUNAAN

LAMBANG PALANGMERAH

Bagian Kesatu

Bentuk

Pasal 4 (1) Lambang Palang Merah dibuat dengan warna merah di atas dasar putih

dengan ketentuan panjang palang horizontal dan panjang palang vertikal berukuran sama.

Page 3: RUU Kepalangmerahan

3

(2) Ketentuan mengenai spesifikasi teknis Lambang Palang Merah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Bagian Kedua Penggunaan

Paragraf 1 Umum

Pasal 5 Lambang Palang Merah digunakan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal

dalam kegiatan kemanusiaan.

Paragraf 2

Tanda Pelindung

Pasal 6 (1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung digunakan Tentara Nasional

Indonesia pada masa damai dan masa konflik bersenjata.

(2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung oleh Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan oleh:

a. dinas kesehatan; b. tenaga kesehatan;

c. rohaniwan; d. sarana atau unit transportasi kesehatan; dan e. fasilitas dan peralatan medis.

Pasal 7

(1) Selain oleh Tentara Nasional Indonesia, Lambang Palang Merah sebagai tanda

pelindung dapat digunakan oleh: a. perhimpunan nasional;

b. tenaga kesehatan sipil; c. rohaniwan sipil; d. rumah sakit sipil;

e. sarana atau unit-unit transportasi kesehatan sipil; dan f. organisasi kemanusiaan lainnya.

(2) Penggunaan Lambang Palang Merah oleh selain Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 8 (1) Tenaga kesehatan dan rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas

Palang Merah Indonesia, tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil, serta organisasi kemanusiaan lain menggunakan tanda pelindung berbentuk kartu identitas dan ban lengan yang dikeluarkan oleh Menteri.

(2) Kartu identitas dan ban lengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dibawa dan digunakan selama bertugas.

(3) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, bahan, dan spesifikasi kartu identitas dan ban lengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Page 4: RUU Kepalangmerahan

4

Pasal 9 Tenaga kesehatan dan rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas PMI,

tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil, serta organisasi kemanusiaan lain harus menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung di dada dan/atau

ban lengan pada lengan kiri.

Pasal 10

Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung harus dibuat dalam ukuran yang memudahkan untuk diidentifikasi dari jarak jauh.

Pasal 11 Lambang Palang Merah yang digunakan sebagai tanda pelindung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 tidak ditambah dengan gambar, tulisan, atau tanda dalam bentuk apa pun.

Pasal 12 (1) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung pada bangunan

ditempatkan pada atap bangunan. (2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung pada kendaraan

darat, pesawat udara, dan kapal laut ditempatkan pada semua sisi kendaraan

dan dapat disertai dengan penggunaan sinyal yang biasa digunakan sesuai dengan ketentuan hukum atau kebiasaan internasional.

Pasal 13 Dalam hal terjadi konflik bersenjata, para pihak yang terlibat dalam pertikaian

wajib menghormati dan/atau memberikan perlindungan kepada objek yang menggunakan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagai tanda pelindung sesuai dengan ketentuan hukum humaniter internasional.

Pasal 14

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat juga diberlakukan pada

saat terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan.

Paragraf 3 Tanda Pengenal

Pasal 15 Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal dapat digunakan

pada masa damai dan masa konflik bersenjata.

Pasal 16

(1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal hanya digunakan untuk memberi tanda pengenal kepada anggota, tenaga kesehatan, unit atau sarana tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan medis dari perhimpunan

nasional. (2) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat digunakan oleh pihak lain untuk tujuan yang mendukung kegiatan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan ketua perhimpunan nasional.

(3) Ketentuan mengenai penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku

bagi Komite Internasional Palang Merah, Federasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, serta perhimpunan nasional palang merah atau bulan sabit merah negara lain.

Page 5: RUU Kepalangmerahan

5

Pasal 17 (1) Perhimpunan nasional dapat menggunakan Lambang Palang Merah sebagai

tanda pengenal untuk mendukung: a. penyebarluasan hukum humaniter internasional; dan

b. kegiatan kemanusiaan. (2) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan pada

barang-barang bantuan yang diberikan kepada korban konflik bersenjata dan

korban bencana.

Pasal 18

(1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal digunakan sebagai: a. lambang pelengkap;

b. lambang dekoratif; dan c. lambang asosiatif.

(2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai Lambang asosiatif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c harus setelah mendapat ijin Ketua Perhimpunan nasional.

Pasal 19

(1) Ukuran Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal harus dibuat lebih

kecil daripada ukuran Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung. (2) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal dapat digunakan secara

bersamaan dengan tanda pelindung.

BAB III

PALANG MERAH INDONESIA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 20

PMI merupakan organisasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menjalankan kegiatan kepalangmerahan menurut Konvensi Jenewa.

Pasal 21

Organisasi kemanusiaan selain PMI diakui keberadaannya dan dapat melakukan

kegiatan kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Tugas

Pasal 22 PMI bertugas: a. mempersiapkan dan melaksanakan pemberian bantuan dalam

penanggulangan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri; b. melakukan kerjasama dalam bidang kemanusian dengan organisasi

kemanusian lain di dalam dan di luar negeri; c. memberikan pelayanan sosial dan kesehatan, termasuk pelayanan transfusi

darah;

d. memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata; e. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan Lambang Palang Merah

dan kegiatan kepalangmerahan; dan f. melaksanakan tugas yang diberikan Pemerintah.

Page 6: RUU Kepalangmerahan

6

Bagian Ketiga Kepengurusan

Pasal 23

Syarat untuk menjadi pengurus PMI: a. warga negara Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. sehat jasmani dan rohani; c. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. bukan anggota partai politik;

e. tidak boleh merangkap jabatan publik; f. bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan

Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah selama masa

kepengurusan; g. berpengalaman dalam organisasi; dan

h. bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk organisasi.

Bagian Keempat

Koordinasi

Pasal 24

(1) PMI berkoordinasi dengan pihak lain yang berwenang dalam melakukan kegiatan kemanusiaan.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada masa damai dan masa konflik bersenjata.

Bagian Kelima Kerja Sama

Pasal 25 Dalam melaksanaan kegiatan Kepalangmerahan PMI bekerja sama dengan:

a. Komite Internasional Palang Merah; b. Federasi Internasional dan organisasi kemanusiaan internasional; c. perhimpunan nasional negara lain:

d. organisasi internasional; dan e. organisasi kemanusiaan lainnya.

Bagian Keenam Lambang PMI

Pasal 26 (1) Lambang PMI adalah Lambang Palang Merah yang dilingkari garis merah

berbentuk bunga melati berkelopak lima di atas dasar putih.

(2) Lambang PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda pengenal.

(3) Ketentuan mengenai spesifikasi teknis Lambang PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 27 Lambang PMI hanya digunakan oleh komponen, fasilitas dan peralatan medis, bangunan, sarana atau unit-unit transportasi kesehatan, dan sarana lain yang

berkaitan dengan kegiatan PMI.

Page 7: RUU Kepalangmerahan

7

Pasal 28 (1) Lambang PMI hanya dapat digunakan oleh pihak lain untuk tujuan yang

mendukung kegiatan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan Ketua Umum PMI.

(2) Dalam hal pihak lain menggunakan Lambang PMI bersama dengan logo atau merek suatu produk barang atau jasa untuk kepentingan mendukung kegiatan kemanusiaan, persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PMI.

Bagian Ketujuh

Pendanaan

Pasal 29 (1) Pendanaan PMI diperoleh dari:

a. sumbangan masyarakat dan sumbangan lain yang sah dan tidak mengikat

sepanjang waktu melalui berbagai usaha; dan b. usaha-usaha lain yang tidak mengikat sah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. (2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan

Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan dana dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 30 (1) Pengelolaan pendanaan PMI dilaksanakan secara transparan, tertib, dan

akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengelolaan pendanaan PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)

diaudit secara berkala oleh akuntan publik dan diumumkan kepada

masyarakat. (3) Pengelolaan pendanaan PMI yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diaudit secara

berkala oleh Badan yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang pemeriksaaan keuangan Negara.

Pasal 31

Ketentuan mengenai struktur organisasi, komponen, wewenang, dan tanggung

jawab PMI diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 32

Peran serta masyarakat dalam kegiatan kepalangmerahan dapat dilakukan

melalui: a. pemberian bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana dalam

kegiatan kepalangmerahan; b. partisipasi dalam kegiatan kepalangmerahan; dan c. pengawasan terhadap kegiatan kepalangmerahan.

BAB V

LARANGAN

Pasal 33

Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah pada ban lengan dan/atau ditempatkan pada atap bangunan dengan tujuan sebagai tanda pengenal.

Page 8: RUU Kepalangmerahan

8

Pasal 34

Setiap orang dalam konflik bersenjata dilarang menyalahgunakan Lambang Palang Merah untuk tujuan mengelabui pihak lawan yang mengakibatkan luka

berat atau matinya orang.

Pasal 35

Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia yang berdasarkan bentuk dan/atau warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan

kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia.

Pasal 36

Setiap orang dilarang menyalahgunakan Lambang Palang Merah dan/atau

Lambang Palang Merah Indonesia sebagai tanda pengenal untuk kegiatan yang bertentangan dengan Hukum humaniter internasional dan prinsip dasar Gerakan

kemanusiaan internasional.

Pasal 37

Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia pada benda, bangunan, dan sarana transportasi yang digunakan untuk kegiatan diluar kegiatan kepalangmerahan.

Pasal 38

Setiap orang dilarang: a. menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah

Indonesia sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan

hukum tertentu; dan/atau b. menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah

Indonesia untuk reklame atau iklan komersial.

Pasal 39

Anggota Tentara Nasional Indonesia dilarang menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan militer.

BAB VI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 40

Setiap orang yang tidak menghormati dan/atau tidak memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang mengakibatkan: a. orang yang menggunakan lambang tersebut luka-luka, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

b. matinya orang yang menggunakan lambang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

c. rusak atau hancurnya bangunan, sarana, atau fasilitas yang menggunakan lambang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Pasal 41 Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal selain anggota, tenaga kesehatan, sarana atau unit transportasi kesehatan, serta

Page 9: RUU Kepalangmerahan

9

fasilitas dan peralatan medis yang berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan tanpa mendapat persetujuan ketua perhimpunan nasional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Pasal 42

Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah pada ban lengan

dan/atau ditempatkan pada atap bangunan dengan tujuan sebagai tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000

(seratus juta rupiah).

Pasal 43 Setiap orang yang dalam konflik bersenjata menyalahgunakan Lambang Palang Merah untuk tujuan mengelabui pihak lawan yang mengakibatkan luka berat

atau matinya orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 44

Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah yang berdasarkan bentuk dan/atau warna, baik sebagian maupun seluruhnya menimbulkan kerancuan dan kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Palang Merah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000

(seratus juta rupiah).

Pasal 45

Setiap orang yang menyalahgunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia sebagai tanda pengenal untuk kegiatan yang bertentangan dengan Hukum humaniter internasional dan prinsip dasar

Gerakan Kemanusiaan Internasional dengan tujuan kepentingan pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 46 Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang

Palang Merah Indonesia pada benda, bangunan, dan sarana transportasi yang digunakan untuk kegiatan diluar kegiatan kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000(dua ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama

suatu badan hukum tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 48 Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Page 10: RUU Kepalangmerahan

10

Pasal 49 Anggota Tentara Nasional Indonesia yang menggunakan Lambang Palang Merah

sebagai tanda pelindung selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan militer

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).).

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 50 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penggunaan Lambang yang

dilindungi Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Lambang PMI yang telah digunakan oleh setiap orang yang tidak berhak berdasarkan Undang-Undang ini wajib diganti dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya

Undang-Undang ini.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-udangan yang mengatur tentang penggunaan Lambang Palang Merah atau Lambang Palang Merah Indonesia, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang

tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 52

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal …

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …

Page 11: RUU Kepalangmerahan

11

PENJELASAN

ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR… TAHUN …

TENTANG KEPALANGMERAHAN

I. UMUM

Salah satu tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara yang dapat

digunakan untuk mendukung ketertiban dunia adalah melalui kegiatan kepalangmerahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan kepalangmerahan merupakan salah satu pelaksanaan perikemanusiaan yang

adil dan beradab, wajib mendapatkan perlindungan. Perlindungan tersebut, terutama untuk menjamin penggunaan Lambang Kepalangmerahan oleh

pihak-pihak yang melakukan kegiatan kepalangmerahan. Secara internasional, Konvensi Jenewa telah menetapkan tanda

pembeda yang digunakan oleh para petugas penolong korban peperangan,

yaitu dalam: a. Konvensi Jenewa I Tahun 1949; b. Konvensi Jenewa II Tahun 1949;

c. Protokol Tambahan I Tahun 1977; d. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX Tahun 1965; dan

e. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional Tahun 1991.

Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban

tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh kurang lebih 192 negara, termasuk Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Pengesahan Konvensi-

Konvensi Jenewa Tahun 1949. Konvensi tersebut tidak memberikan pengesahan terhadap peperangan, tetapi untuk menetapkan ketentuan-

ketentuan yang harus ditaati oleh negara-negara untuk mengurangi penderitaan akibat perang.

Pengaturan penggunaan Lambang Kepalangmerahan dalam sebuah

Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak untuk diimplementasikan, karena pada saat ini penggunaan

Lambang Kepalangmerahan di Indonesia rancu dan tidak dapat dipastikan bahwa Lambang tersebut sebagai tanda pembeda bagi petugas dan sarana relawan kemanusiaan tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh Konvensi

Jenewa Tahun 1949. Saat ini tidak jarang ditemukan berbagai pihak yang menggunakan

Lambang Kepalangmerahan sebagai merek suatu produk barang, jasa, nama

suatu badan hukum tertentu, reklame dan/atau iklan komersial tanpa konsekuensi sanksi hukum dari aparat yang berwenang. Beberapa kejadian

penyalahgunaan tersebut turut menyebabkan terganggunya perlindungan, kepercayaan, dan dukungan dari aparat keamanan terhadap kegiatan yang sedang dilakukan oleh Perhimpunan Nasional.

Dengan demikian, untuk memberikan arah, landasan, dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan kepalangmerahan,

maka diperlukan pengaturan yang komprehensif dalam suatu Undang-Undang yang mengatur mengenai Kepalangmerahan.

Undang-Undang ini memuat 7 Bab dan 50 Pasal yang memuat

Ketentuan Umum, Bentuk dan Penggunaan Lambang Palang Merah, Palang Merah Indonesia, Peran Serta Masyarakat, Larangan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.

Page 12: RUU Kepalangmerahan

12

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”asas kemanusiaan” adalah bahwa

Kepalangmerahan dilaksanakan atas dasar keinginan memberi

pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam

pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama

manusia yang terjadi dimana pun. Tujuan Gerakan adalah

melindungi hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan

kepada umat manusia.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ”asas Kesamaan” adalah bahwa Kepalangmerahan tidak membuat perbedaan atas dasar

kebangsaan, ras, agama atau pandangan politik. Tujuanya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan

kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah. Huruf c

Yang dimaksud dengan ”asas kenetralan” adalah bahwa

Kepalangmerahan senantiasa mendapat kepercayaan dari semua

pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri

dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.

Huruf d

Yang dimaksud dengan ”asas kemandirian” adalah bahwa

Kepalangmerahan bersifat mandiri. Perhimpunan nasional

disamping membantu pemerintahannya dalam bidang

kemanusiaan, juga harus menaati peraturan negaranya, harus

selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan

dengan prinsip-prinsip gerakan kemanusiaan.

Huruf e Yang dimaksud dengan ”asas kenetralan” adalah bahwa

Kepalangmerahan adalah gerakan pemberi bantuan sukarela,

yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan

apa pun.

Huruf f

Yang dimaksud dengan ”asas kesatuan” adalah bahwa

Kepalangmerahan terbuka untuk semua orang dan

melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah. Dalam

satu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah.

Huruf g Yang dimaksud dengan ”asas kesemestaan” adalah bahwa

Gerakan kepalangmerahan bersifat semesta serta berbagi hak dan

tanggung jawab yang setara dalam menolong sesama manusia.

Pasal 3

Cukup jelas.

Page 13: RUU Kepalangmerahan

13

Pasal 4 Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a. Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Rohaniwan yang dimaksud adalah pemimpin agama yang

memperoleh tugas dalam melakukan pelayanan kerohanian sesuai dengan agama yang dianut [Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, dan Kongfucu] yang

ditugaskan dalam membantu tugas-tugas kemiliteran Tentara Nasional Indonesia.

Huruf d

Cukup jelas. Huruf e

Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas.

Pasal 8 Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas. Pasal 10

Ukuran yang mudah untuk diidentifikasi dari jarak jauh adalah ukurannya harus dibuat besar, sehingga jelas terlihat dari jarak

pandang darat, laut, dan udara. Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan ketentuan hukum atau kebiasaan Internasional adalah sesuai dengan ketentuan Hukum humaniter

internasional, namun jika belum diatur dalam Hukum humaniter internasional, maka digunakan kebiasaan

internasional. Pasal 13

Yang dimaksud dengan objek adalah Tenaga kesehatan dan

rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas Palang Merah Indonesia, tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil serta organisasi

Page 14: RUU Kepalangmerahan

14

kemanusiaan lain, unit dan tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan medis.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17 Ayat (1) Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Kegiatan kemanusiaan antara lain membantu korban bencana, donor darah, pencarian orang hilang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1) Huruf a

Yang dimaksud dengan “lambang pelengkap” adalah lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional yang dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat

kendaraan, emblem staf, yang menunjukan bahwa seseorang atau objek tersebut mempunyai keterkaitan dengan perhimpunan nasional.

Huruf b Yang dimaksud dengan “lambang dekoratif” adalah

lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional yang tampak pada medali, kancing atau penghargaan lainnya, publisitas atau gambaran dekoratif.

Huruf c Yang dimaksud dengan “lambang asosiatif”, adalah

lambang yang tampak pada pos Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, seperti di pinggir jalan, di dalam stadion atau ruang-ruang publik lainnya atau pada unit

transportasi bukan milik Perhimpunan nasional tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Penunjukkan PMI oleh Pemerintah sebagai organisasi yang melaksanakan kegiatan kepalangmerahan di Indonesia didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No. 25 Tahun

1950 yang didalamnya mengatur mengenai penunjukan "Perhimpunan palang Merah Indonesia" sebagai satu-satunya organisasi untuk

Page 15: RUU Kepalangmerahan

15

mendjalankan pekerjaan palangmerah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneva (1864, 1906, 1929,1949).

Yang dimaksud dengan Konvensi Jenewa adalah Konvensi Jenewa

tahun 1949 beserta protokol tambahan I dan II yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958.

Pasal 21 Cukup jelas.

Pasal 22 Huruf a

Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Yang dimaksud dengan ”transfusi darah” adalah tugas dari

setiap unit-unit transfusi darah, termasuk didalamnya adalah tugas Palang Merah Indonesia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi

Darah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah.

Huruf d Cukup jelas. Huruf e

Pasal 23 Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1) Pihak lain antara lain instansi yang bertanggung jawab dalam bidang penanggulangan bencana, instansi yang bertanggung

jawab dalam bidang pencarian dan pertolongan, organisasi kemanusiaan lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 25 Huruf a Cukup Jelas

Huruf b Cukup Jelas

Huruf c Cukup Jelas Huruf d

Cukup Jelas Huruf e

Yang dimaksud dengan “organisasi kemanusiaan lainnya”

antara lain Bulan Sabit Merah Indonesia, Mercy Corps dan lain-lain.

Huruf f Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Page 16: RUU Kepalangmerahan

16

Pasal 27 Yang dimaksud dengan “sarana lain” misalnya barang bantuan

kemanusiaan.

Pasal 28 Cukup jelas.

Pasal 29 Cukup jelas.

Pasal 30 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Audit secara berkala dilakukan oleh akuntan publik paling

sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Pengelolahan pendanaan yang bersumber dari APBN/APBD diaudit oleh

Badan Pemerika Keungan. Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas. Pasal 34

Cukup jelas. Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36 Cukup jelas.

Pasal 37 Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas. Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42 Cukup jelas.

Pasal 43 Cukup jelas.

Page 17: RUU Kepalangmerahan

17

Pasal 44 Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas. Pasal 46

Cukup jelas. Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48 Cukup jelas.

Pasal 49 Cukup jelas.

Pasal 50 Cukup jelas.

Pasal 51 Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas. Pasal 53

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

Page 18: RUU Kepalangmerahan

18

LAMPIRAN I LAMBANG PALANG MERAH (TANDA PELINDUNG)

a b

k l c d

j i f e

h g

Penjelasan: 1. Umum

a. Tanda Palang Merah berwarna merah di atas dasar putih. b. Ukuran panjang palang horizontal sama dengan panjang palang vertikal.

2. Perbandingan ukuran

a. Ukuran jarak antara titik-titik: a s/d b = b s/d c = c s/d d = d s/d e = e s/d f = f s/d g = g s/d h = h s/d i = i s/d j = j s/d k = k s/d l = l s/d a

b. Apabila ditarik garis imajinasi dari titik-titik: l s/d c; c s/d f; f s/d i; i s/d l; maka seakan-akan diperoleh lima buah

bujur sangkar yang sama.

Page 19: RUU Kepalangmerahan

19

LAMPIRAN II

LAMBANG PALANG MERAH INDONESIA

Penjelasan:

1. Umum Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah

dan terletak di atas dasar warna putih. 2. Perbandingan ukuran

a. Perbandingan ukuran Palang Merah sama seperti pada ketentuan

Lampiran I; b. Lingkaran Bunga dibuat dengan menggabungkan lima buah busur dan

lingkaran bulat seperti membentuk gambar bunga berkelopak lima;

c. Perbandingan antara lebar bidang palang dengan kontur bunga (A:B) adalah 5:1.

A B