Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

6
0 Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah Hasbullah Thabrany 1 Jika kita memperhatikan prilaku masyarakat Indonesia, maka terdapat dua perbedaan sikap yang sangat menyolok terhadap dua jenis institusi sosial yang sudah berkembang berabad-abad di luar negeri dan lebih dari satu abad di tanah air. Yang pertama adalah prilaku masyarakat dalam menggunakan pelayanan rumah sakit umum (negeri). Jika ada pilihan rumah sakit swasta di suatu kota, maka masyarakat cenderung menghindari memanfaatkan rumah sakit negeri. Alasan yang paling sering disampaikan adalah mutu pelayanan yang jelek. Masyarakat menengah menilai mutu pelayanan RSU dari penampilan gedung yang kurang megah, kotor, padat antrian, fasilitas yang tidak lengkap, dan pelayanan yang sering dinilai tidak manusiawi dan tidak profesional. Berbeda dengan rumah sakit, universitas atau institut negeri mempunyai daya tarik yang luar biasa baik bagi kalangan atas, menengah, maupun masyarakat bawah. Mereka harus bersaing dan antri panjang untuk berebut tempat di universitas negeri. Masyarakat menilai mutu pendidikan di universitas negeri adalah yang terbaik. Maka mereka akan berusaha mendapatkan tempat di universitas negeri dulu, baru mencari tempat di universitas swasta. Masyarakat melihat bahwa universitas negeri mempunyai kualitas pengajaran (pelayanan) yang baik dengan kualitas dosen yang hebat di samping gedung dan fasilitasnya yang umumnya lebih lengkap dibandingkan dengan universitas/institut swasta. Di rumah sakit dan fakultas kedokteran negeri, dokter dan dosen adalah orang yang sama dan bekerja di fasilitas yang sama. Mengapa dalam pelayanan kesehatan dijauhi dan di dalam pendidikan diperebutkan? Salah satu alasannya adalah bahwa telah terjadi diskrimanasi fungsi pelayanan kedua lembaga tersebut. Kebanyakan dokter yang dosen senior dan profesor tidak lagi merawat orang sakit yang tidak mampu di rumah sakit negeri, sementara di 1 Pusat Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia

description

 

Transcript of Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

Page 1: Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

0

Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah Hasbullah Thabrany1

Jika kita memperhatikan prilaku masyarakat Indonesia, maka terdapat

dua perbedaan sikap yang sangat menyolok terhadap dua jenis institusi sosial

yang sudah berkembang berabad-abad di luar negeri dan lebih dari satu abad

di tanah air. Yang pertama adalah prilaku masyarakat dalam menggunakan

pelayanan rumah sakit umum (negeri). Jika ada pilihan rumah sakit swasta di

suatu kota, maka masyarakat cenderung menghindari memanfaatkan rumah

sakit negeri. Alasan yang paling sering disampaikan adalah mutu pelayanan

yang jelek. Masyarakat menengah menilai mutu pelayanan RSU dari

penampilan gedung yang kurang megah, kotor, padat antrian, fasilitas yang

tidak lengkap, dan pelayanan yang sering dinilai tidak manusiawi dan tidak

profesional.

Berbeda dengan rumah sakit, universitas atau institut negeri

mempunyai daya tarik yang luar biasa baik bagi kalangan atas, menengah,

maupun masyarakat bawah. Mereka harus bersaing dan antri panjang untuk

berebut tempat di universitas negeri. Masyarakat menilai mutu pendidikan di

universitas negeri adalah yang terbaik. Maka mereka akan berusaha

mendapatkan tempat di universitas negeri dulu, baru mencari tempat di

universitas swasta. Masyarakat melihat bahwa universitas negeri mempunyai

kualitas pengajaran (pelayanan) yang baik dengan kualitas dosen yang hebat di

samping gedung dan fasilitasnya yang umumnya lebih lengkap dibandingkan

dengan universitas/institut swasta.

Di rumah sakit dan fakultas kedokteran negeri, dokter dan dosen adalah

orang yang sama dan bekerja di fasilitas yang sama. Mengapa dalam pelayanan

kesehatan dijauhi dan di dalam pendidikan diperebutkan? Salah satu

alasannya adalah bahwa telah terjadi diskrimanasi fungsi pelayanan kedua

lembaga tersebut. Kebanyakan dokter yang dosen senior dan profesor tidak lagi

merawat orang sakit yang tidak mampu di rumah sakit negeri, sementara di

1 Pusat Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia

Page 2: Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

1

universitas mereka masih mengajar. Penyediaan fasilitas oleh pemerintah

memang berbeda. Mungkin karena banyak anak penggede di universitas

negeri, maka fasilitas universitas jauh lebih baik ketimbang fasilitas rumah

sakit. Mungkin pula karena pendidikan sudah masuk sebagai hak penduduk

dalam UUD 45 sementara kesehatan tidak.

Public dan private goods Campur tangan pemerintah, baik dalam bentuk pengaturan maupun

pelayanan langsung pada hakikatnya berpulang kepada ciri suatu barang atau

jasa yang dibutuhkan masyarakat. Suatu barang atau jasa yang karena

sifatnya sebagai public goods memerlukan sentuhan publik dalam bentuk

penyediaan langsung oleh negara, pengaturan oleh negara agar masyarakat

yang memerlukannya terjamin dan dapat menjangkaunya, atau memberikan

subsidi khusus kepada yang tidak mampu. Sementara barang atau jasa yang

bersifat private goods tidak perlu diatur atau disediakan oleh negara.

Mekanisme pasar merupakan alat yang handal untuk mengaturnya.

Ada tiga alasan utama suatu barang atau jasa menjadi public goods

sehingga perlu campur tangan pemerintah. Pertama adalah sifat eksternalitas,

baik positif maupun negatif. Pendidikan memiliki eksternalitas positif dimana

masyarakat umum akan menikmati juga hasil pendidikan kepada sebagian

kecil orang pintar. Pada akhirnya, lulusan universitas akan membawa manfaat

bagi bangsa. Pelayanan rumah sakit mempunyai eksternalitas yang tinggi.

Seorang yang menderita penyakit TBC dapat menularkan penyakitnya kepada

orang lain tanpa pandang bulu. Jika penderita berobat tuntas, orang

sekitarnya mendapat manfaat tidak tertularkan. Oleh karenanya tidak adil jika

si penderita harus bayar sendiri sementara manfaatnya juga dirasakan orang

lain. Konsumsi rokok dapat menimbulkan resiko kanker dan serangan jantung

yang lebih tinggi kepada bukan perokok yang berada di sekitarnya. Oleh

karenanya tidaklah adil jika orang sekitarnya yang tidak merokok dan

kemudian mendapatkan resiko sakit harus menanggung sendiri biaya

pengobatannya. Kedua, investasi pelayanan sangat mahal atau merugikan

sehingga swasta tidak mau ambil peran. Ya, baik rumah sakit maupun

universitas pada satu tingkat tertentu memenuhi kriteria ini. Penelitian yang

Page 3: Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

2

amat mahal harus dilakukan oleh atau disubsidi pemerintah. Pengobatan yang

sangat mahal, apalagi untuk orang tidak mampu, tidak menarik bagi swasta.

Maka pemerintah harus turun tangan. Ketiga aspek kemanusiaan dimana

swasta tidak bisa atau mau menangani sepenuhnya. Orang menderita suatu

penyakit berat atau kecelakaan berat tetapi ia tidak memiliki cukup uang,

siapa yang akan membayar? Swasta bisa turun tangan hanya sampai batas

tertentu. Jika jumlahnya terlalu besar, swasta tidak bisa diandalkan. Maka

pemerintah harus turun tangan. Pendidikan tidak memiliki aspek ini, tetapi

kesehatan mempunyai muatan yang besar dalam aspek kemanusiaan.

Jika dilihat dari sifat jasanya, pendidikan dan kesehatan memang

memenuhi paling tidak dua syarat untuk dikelola oleh atau mendapat subsidi

dari pemerintah. Akan tetapi pelayanan kesehatan/rumah sakit memiliki

ketiga syarat tersebut dalam derajat yang jauh lebih kuat. Pelayanan

kesehatan, meskipun tidak seluruhnya, jauh lebih bersifat public goods

ketimbang pendidikan. Artinya, jika ukuran derajat kelengkapan dan intesitas

public goods digunakan untuk menentukan seberapa besar peranan

pemerintah, maka seharusnya peran pemerintah atau subsidi pemerintah lebih

besar dalam bidang kesehatan dibandingkan dengan perannya atau subsidinya

dalam bidang pendidikan. Apa yang terjadi sekarang ini justeru sebaliknya.

Subsidi pemerintah untuk kesehatan jauh lebih kecil dibandingkan dengan

subsidi untuk pendidikan. Bahkan lebih parah lagi, anggaran subsidi

pemerintah untuk bahan bakar minyak yang tahun ini mencapai Rp 22,3

triliun lima kali lebih besar dari anggaran kesehatan, termasuk dana jaring

pengaman sosial bidang kesehatan. Padahal jika dilihat dari ketiga aspek public

goods, BBM hanya memenuhi sifat eksternlitas terbatas, pada transportasi dan

produksi barang kepentingan umum.

Salah Kaprah Penanganan yang tidak sesuai dengan sifat jasa pendidikan dan

kesehaatan sudah tampak sejak paling tidak satu dekade yang lalu. Meskipun

pendidikan tidak sekuat kesehatan dalam muatan aspek public goodsnya,

sampai saat ini instansi pendidikan swasta belum dikelola secara for profit

(usaha mencari untung). Lembaga pendidikan swasta dikelola oleh yayasan

Page 4: Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

3

yang secara legal bersifat nirlaba. Meskipun dalam prakteknya telah terjadi

distorsi sehingga banyak sekali yayasan digunakan untuk mencari laba murah,

karena pajak penghasilan badan yang kecil sekali, baik di sektor kesehatan

mapupun pendidikan. Belum ada Perseroan Terbatas (PT) yang diberikan ijin,

yang secara legal diijinkan untuk mengeruk untung dalam sektor pendidikan.

Namun dalam bidang kesehatan sudah sejak satu dekade yang lalu sebuah PT

dibenarkan mengeruk untung di rumah sakit. Suatu kebijakann yang di negara

maju pun sangat jarang dilakukan, meskipun di Amerika yang sangat liberal.

Kita terjebak pada pemahaman bahwa hanya usaha bersifat labalah yang

mampu memberikan pelayanan berkualitas. Kita lupa pada aspek lain, equity

atau pemerataan yang adil dan kegagal pasar pelayanan kesehatan.

Pada era reformasi ini kedua lembaga sosial tersebut sedang mengalami

transformasi dalam usahanya melepaskan diri dari ikatan birokrasi yang

menghambat kemajuan pelayanan dan kekakuan sistem keuangannya.

Keduanya mencari otonomi dalam memaksimalkan kinerjanya. Universitas

negeri telah mendapat angin untuk menjadi otonom melalui Peraturan

Pemerintah No. 61/99 yang menetapkan universitas sebagai badan hukum.

Empat universitas/institut negeri yaitu UI, UGM, ITB, dan IPB akan dilepaskan

(jika proposalnya disetujui) untuk dijadikan badan otonom yang jelas disebut

bersifat nirlaba. Beberapa konsultan luar negeripun telah didatangkan untuk

menilai kelayakan suatu universitas/institut menjadi lembaga otonom nirlaba.

Banyak mahasiswa berdemo menentang usaha ini, takut jika yang miskin tidak

mampu membayar SPP yang mereka perkirakan akan menjadi mahal,

meskipun universitas tersebut bersifat nirlaba.

Kini banyak pihak di lingkungan kesehatan menghendaki transformasi

rumah sakit umum menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan). Peraturan

Pemerintah tentang Perjan telah dikeluarkan dan berbagai rumah sakit besar

vertikal, termasuk RSUPN (RSCM) akan diperjankan. Berbeda dengan PP 61/99

tentang Universitas sebagai Badan Hukum, PP No. 6/2000 tentang Perjan

menyebutkan bahwa Perjan menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan yang

bermutu tinggi dan tidak semata-mata mencari untung (Pasal 2 ayat 1). Jika

universitas otonom jelas-jelas disebutkan bersifat nirlaba Perjan adalah

lembaga pencari laba. Tidak semata-mata bukan berarti tidak boleh mencari

Page 5: Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

4

laba. Universitas otonom nirlaba, jelas tidak mencari laba dan pemerintah

tidak mengharap dividen dalam bentuk uang. Dividen dalam bentuk manusia

pandai sudah sangat besar artinya bagi pemerintah. Tetapi penduduk yang

sehat rupanya belum cukup sebagai dividen yang diterima pemerintah.

Pembinaan oleh pemerintahpun berbeda. Universitas otonom tetap dibina oleh

Depdiknas dan tidak banyak campur tangan Depkeu, karena memang ia

bukan badan usaha. Sementara Perjan adalah salah satu bentuk badan usaha

negara, suatu institusi keuangan, yang mencari laba; oleh karenanya akan

dibina juga oleh Depkeu.

Jika nanti RSCM menjadi Perjan, maka Depkeu (mungkin) akan melihat

berapa laba, berapa hutang, berapa rugi, dan berbagai kinerja keuangan

lainnya. Disini terdapat perbedaan fungsi mendasar dari kedua lembaga baru

tersebut. Universitas akan menjadi provider pendidikan yang memaksimalkan

output, dan tidak teriming-imingi mencari laba. Sementara rumah sakit akan

menjadi lembaga keuangan, yang masih memiliki fungsi sosial, akan tetapi

teriming-imingi oleh usaha mencari laba ((yang pemerintah akan mendapatkan

dividen) yang sah secara hukum. Pemerintah berperan sebagai enterpreneur di

dalam pelayanan rumah sakit. Maka kinerja rumah sakit nanti bisa jadi akan

lebih berat diukur dengan indikator finansial seperti berapa laba, bukan lagi

berapa nyawa yang diselamatkan.

Dengan motivasi mencari laba, apakah para pengelola rumah sakit

perjan nantinya akan tetap arif memberikan pelayanan bagi yang tidak

mampu? Jika rumah sakit umum pusat (RSCM), yang paling lengkap peralatan

dan tenaganya, dijadikan Perjan; apakah yang tidak mampu tidak lagi berhak

mendapatkan pelayanan dari para dosen senior dan spesialis senior? Apa

insentif mereka memberikan pelayanan kepada yang tidak mampu? Bukankah

swasta sudah pasti tidak akan turun tangan secara memadai untuk membantu

perawatan dan pengobatan mahal bagi yang tidak mampu? Dalam Perjan,

subsidi pemerintah memang masih dimungkinkan. Bagaimana kita

meyakinkan bahwa subsidi tersebut akan jatuh kepada yang membutuhkan,

bukan kemudian dinikmati oleh pengelolanya. Apakah transformasi ini akan

menguntungkan pengelola ataukah publik (masyrakat) sebagai stakeholders

dan sebenarnya juga stockholders, karena masyarakatlah yang memiliki negara

Page 6: Rumah Sakit Perjan Salah Kaprah-Hasbullah Thabrany

5

ini. Oleh karenanya, barangkali pendapat masyrakat luas perlu didengar

sebelum transformasi ke rumah sakit Perjan menjadi keputusan final.

Argumen yang selalu disampaikan adalah bahwa dengan status Perjan,

manajemen rumah sakit akan memiliki otonomi mengelola keuangannya

sendiri. Jika yang dikehendaki otonomi, maka Perjan bukanlah jawaban yang

pas. Perjan mungkin menyelesaikan masalah manajemen dan keuangan, akan

tetapi tidak menyelesaikan masalah kesehatan. Melakukan transformasi ke

bentuk Perjan adalah kebijakan keuangan, bukan kebijakan pelayanan

kesehatan. Jelas hal ini bukan merupakan kebijakan yang pro-publik. Ini

adalah kebijakan yang pro-provider. Disinilah salah kaprahnya. Manajemen

hanya satu alat untuk menyelesaikan masalah kesehatan, dimana lebih dari

separuh penduduk masih belum mampu menjangkau rawat inap waktu

mereka sakit, meskipun di rumah sakit umum. Kebijakan RS Perjan juga

bertentangan dengan prinsip desentralisasi, karena RS Perjan masih tetap

dikendalikan oleh pemerintah pusat. Selain itu, keberadaan RS Perjan akan

lebih memudahkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang tidak

memberikan pelayanan kesehatan. Pasal 28H UUD kita yang baru, menjamin

bahwa setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan.