RS1 2017 1 100 Bab2 - Binus Library · ekonomi, sosial dan budaya dengan penjelasan tabel di bawah...
Transcript of RS1 2017 1 100 Bab2 - Binus Library · ekonomi, sosial dan budaya dengan penjelasan tabel di bawah...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ekologi Arsitektur
Ekologi adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dan lingkungannya. Kata Ekologi beasal dari kata Yunani yaitu: oikos (habitat) dan
logos (ilmu). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar
makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh
Ernst Haeckel (1834-1914). Ekologi Arsitektur adalah suatu konsep untuk
melestarikan alam dan lingkungan untuk kehidupan yang berkelanjutan dalam
efesiensi energi dan sumber daya alam dalam kegiatan arsitektural untuk
pembangunan yang berkelanjutan dalam mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan,
ekonomi, sosial dan budaya dengan penjelasan tabel di bawah ini.
Tabel 2. 1 Tujuan Ekologi dalam lingkungan,Ekonomi,Sosial
Keberlanjutan Lingkungan Indikasi Deskripsi
Mengkonservasikan dan mengembangkan spesies langka
Lingkungan yang di maksud adalah Mengembangkan keberagaman hayati atau
biodiversitas
lingkungan alam, perhatian utama dari Menggunakan material yang di daur ulang, limbah yang dapat
pembangunan berkelanjutan adalah Menggunakan energi secara efisien
diolah kembali, konservasi air, limbah yang dapat diubah
bagaimana menciptakan lingkungan terus menjadi energi baru, dan energi yang dapat diolah kembali.
Meminimalkan sumber daya yang tak bisa di terjaga sampai generasi selanjutnya perbaharui
Membuat bangunan yang ramah lingkungan
Keberlanjutan Sosial Indikasi Deskripsi
Respek terhadap komunitas kehidupan Sumber daya sosial yang seimbang di Keberlanjutan Budaya, menurut spradley adalah pengetahuan
wujudkan dalam keseimbangan intra Menngkatkan kualitas kehidupan manusia yang di peruleh dan digunakan oleh manusia untuk generation , Sumber daya sosial ini mengintreprestasikan pengalaman dan melahirka tingkah laku memiliki kriteria sosial, yaitu: Komunitas
Konservasi vitalitas bumi dan perbedaan (Spradlet,1997), ia menekankan konsep kebudayaan pada
diversitas, Hak asai manusia, keamanan pengetahuan budaya yang di peroleh seseorang dari proses
produk, dan struktur pemerintah dan dapat di Menekankan komunitas kemasyarakatan agar belajar dimana pengetahuan tersebut digunakan oleh wujudkan dengan. lebih peduli terhadap lingkungan seseorang untuk menghadapi lingkunganya
Menciptakan Global Alliance
Keberlanjutan Ekonomi Indikasi Deskripsi
Mengurangi penganguran Menciptakan lapangan kerja dengan meningkatkan usaha mikro Semua adalah untuk mewujudkan community development, Keberlanjutan ekonomi dikaitkan dengan
adalah kegiatan pembangunan masyarakat yang di lakukan Membudidayakan masyarakat yang giat usaha peningkatan ekonomi dari suatu secara sistematis terencana dan diarahkan untuk berwirausaha kecil negara agar rakyatnya menjadi sejahtera memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi
sosial.
Industri ekologi
industri kreatif
1
2
Arsitektur yang Ekologis akan tercipta apabila dalam proses ber-arsitektur
menggunakan pendekatan desain yang ekologis (alam sebagai basis design). Proses
pendekatan arsitektur yang menggabungkan alam dengan teknologi, menggunakan
alam sebagai basis design dan strategi konservasi sember daya alam sebagai upaya
untuk perbaikan lingkungan dan bisa di terapkan pada semua tingkatan dan skala
untuk menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap, pemukiman dan kota yang
revolusioner dengan menerapkan teknologi perancanganya.
Menurut jurnal Dinur (2007) dalam Interweaving Architecture and
Ecology A Theoretical Perspective tiga prinsip-prinsip ekologi (fluktuasi, stratifikasi,
dan saling ketergantungan) dimana bahwa arsitek dan desainer tidak benar-benar
mengerti bagaimana sistem kehidupan berfungsi, tetapi sebaliknya mencoba untuk
meminjam ide-ide baru dari ilmu pengetahuan dan ekologi dan mengekspresikannya
dengan arsitektur dalam cara yang singkat, dibuktikan dari penjelasan masalah sub
bidang ekologi yang membahas bahwa ekologi adalah studi sistem kehidupan dan
hubungan satu sama lain. Melalui definisi dasar sistem kehidupan kita dapat mulai
mengidentifikasi perbedaan utama antara hidup dan sistem non- hidup. Dalam sistem
non-hidup (dalam kasus bangunan) komponen bersama-sama membentuk seluruh
melalui struktur hirarkis konstruksi setiap bagian dari sistem memiliki fungsi
tersendiri dan dibangun khusus untuk melakukan fungsi ini. Salingaros (2004) dalam
(Dinur 2007), matematikawan dan teoris arsitektur, tidak setuju dengan (Charler
Jencks,1995) asumsi tentang arsitektur representasi ilmu pengetahuan baru.
Salingaros mengklaim bahwa manifestasi manifestasi arsitektur yang Jencks lihat
sebagai mewakili ide-ide ilmiah yang baru, hanya sebagai patung representasi dari
ide-ide abstrak tertentu tetapi tidak benar-benar mewakili proses terus-menerus,
kompleks yang dimanifestasikan di dalam sistem kehidupan, catatan Salingaros,
perbedaan utama adalah untuk melihat bagaimana ekologi dapat menginformasikan
arsitektur bukan sebagai objek tetapi sebagai proses. Pertama-tama, oleh karena itu,
kita harus mampu memahami perbedaan antara objek dan proses.
Menurut Turchin (1991), seorang ilmuwan dan filsuf cybernetics, proses
adalah "suatu tindakan yang kita lihat sebagai urutan melanjutkan tindakan sub,
Perbedaan utama antara proses dan objek, menurut Turchin, objek konstan
sehubungan dengan tindakan kognitif tertentu, sementara proses mewakili sebuah
perubahan yang sedang berlangsung.
3
Dalam prinsip Fluktuasi menjelaskan bahwa sistem kehidupan tidaklah
statis mereka akan terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan kondisi internal
dan eksternal, sistem kehidupan homeostatis ini berkembang untuk mempertahankan.
Sistem kehidupan seperti ini disebut sebagai autopoiesis, Autopoiesis adalah mesin
terorganisir (didefinisikan sebagai satu kesatuan) sebagai jaringan proses produksi
(transformasi dan kehancuran) komponen yang memproduksi komponen yang:
1. Melalui interaksi dan transformasi mereka terus regenerasi dan
menyadari jaringan proses (hubungan) yang dihasilkan mereka.
2. Merupakan sebagai satu kesatuan seperti beton memiliki tempat di
mana mereka menjadi seperti (komponen), dengan menentukan
domain topologi realisasinya seperti jaringan (Maturana dan Varela,
1973:789).
Dalam prinsip fluktuasi ini, berarti bahwa arsitektur perlu belajar dari
sistem kehidupan, bagaimana sistem dapat mempertahankan stabilitas sementara
masih memungkinkan perubahan dan adaptasi terjadi. Mungkin berguna sekarang
untuk menyelidiki struktur yang sebenarnya dari sistem kehidupan, jenis struktur apa
yang memungkinkan sistem untuk tetap stabil sementara pada saat yang sama
memungkinkan untuk terus berubah dan berubah.
Prinsip Stratifikasi Sistem kehidupan yang terstruktur hirarki. Mereka
terdiri dari tingkat yang berbeda yang berinteraksi satu sama lain. Perintah hirarkis
biasanya dibangun secara 'bottom-up'. Ini berarti bahwa bagian terkecil dari sistem
menghasilkan bagian mereka sendiri, muncul emergen bagian adalah komponen
yang terjadi sebagai akibat dari interaksi antara komponen-komponen dalam sistem,
Dalam hal prinsip stratifikasi, kita dapat mulai untuk bertanya : bagaimana desain
bangunan dapat muncul dari interaksi antara komponen satu dengan komponen
lainya yang berbeda? Bagaimana bisa desain beralih dari pengenaan urutan ke
munculnya order? Hal ini dapat menyebabkan kita untuk mengenali prinsip ketiga
dalam pembentukan sistem kehidupan-sifat interaksi antara bagian-bagian.
Prinsip ketiga saling ketergantungan menjelaskan bahwa struktur sistem
yang hidup dalam perubahan konstan: komponen dalam sistem terus-menerus
berinteraksi untuk menciptakan tingkat yang lebih tinggi dari organisasi, dan bahkan
ketika sistem mencapai homeostasis itu terus berfluktuasi untuk beradaptasi dengan
pengaruh luar. Perubahan yang terus terjadi dalam sistem menjaga sistem berkat
4 hubungan antara bagian-bagian. Salingaros menjelaskan bahwa "ketika komponen
bergabung bersama untuk membentuk komponen yang kompleks muncul kembali
yang tidak bisa di jelaskan kecuali oleh referensi untuk keseluruhan. Benar-benar
konektivitas drive sistem: untuk membuat seluruh koneksi tumbuh dan
berkembangbiak, menggunakan komponen sebagai penahan untuk jaringan yang
koheren "(Salingaros, 2004:48), Sekarang menjadi jelas bahwa hubungan antara
bagian memainkan peran utama dalam pemeliharaan dan evolusi sistem, Loop atau
umpan balik ini dapat umpan balik positif atau negatif. Heylighen menjelaskan
bahwa "umpan balik dikatakan positif jika pengaruh berulang memperkuat atau
menguatkan perubahan awal. Dengan kata lain, jika sebuah perubahan terjadi dalam
arah tertentu, reaksi yang diberi maka akan kembali mengambil tempat dalam arah
yang sama. Umpan balik negatif jika reaksi adalah berlawanan dengan tindakan
awal, yang, jika perubahan adalah ditekan atau menetral, daripada diperkuat. Umpan
balik negatif menstabilkan sistem, dengan membawa penyimpangan kembali ke
keadaan awal.
Sistem yang kompleks kemudian karena sifat mereka terbuka
memungkinkan berbagai interaksi terjadi dengan sistem, dan interaksi mereka yang
memberikan makna sistem yang masing-masing sesuai konteksnya. Dengan kata
lain, jika kita membawa diskusi kembali ke arsitektur, kami dapat menyarankan
bahwa setelah fisik bangunan berdiri sebagai sistem yang kompleks, akan dirasakan
dan dipahami secara berbeda menurut konteks dan orang-orang yang berinteraksi
dengan Sebuah bangunan yang akan mampu berubah terus-menerus berhubungan
dengan proses alam dan budaya yang berinteraksi dengan itu akan menjadi bangunan
yang terus-menerus diciptakan dan kembali dibuat bukan oleh perancang.
Prinsip saling ketergantungan menunjukkan bahwa hubungan antara sifat-
sifat bangunan merupakan timbal balik. 'Pengamat' desain dan pengguna serta site
adalah sifat yang melekat di gedung. Saling ketergantungan antara bangunan yang
sedang berlangsung sepanjang hidup bangunan.
Menurut Sukawi (2008) dalam Ekologi Arsitektur: menuju Perancangan
Arsitektur hemat energi dan berkelanjutan konsep penekan desain Ekologi Arsitektur
didasari dengan maraknya issue global warming, dan di harapkan dengan konsep
perancangan yang berdasar pada kesimbangan alam. Perwujudan dari desain Ekologi
Arsitektur adalah bangunan yang berwawasan lingkungan yang sering di sebut
5
sebagai green building, ini berkaitan dengan konsep arsitektur hijau yang merupakan
bagian dari arsitektur berkelanjutan (Sukawi,2008) yang juga dapat mengurangi
pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Satu penyumbang terbesar bagi
pemansan global dan bentuk lain dari kerusakan lingkungan adalah industri kontruksi
bangunan, berikut adalah patokan pola perencanaan eko arsitektur suatu bangunan
menurut Heinz Frick dalam (Sukawi,2008) yang selalu memanfaatkan peredaran
alam sebagai berikut:
1. Menciptakan kawasan penghijauan diantara kawasan pembangunan
sebagai paru paru hijau.
2. Menggunakan bahan bangunan alamiah, dan intensitas energi yang
terkandung dalam bahan bangunan maupun yang di gunakan pada saat
pembangunan harus seminimal mungkin.
3. Bangunan sebaiknya di arahkan menurut oriantasi timur barat dengan
bagian utara/ selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan.
4. Kulit (Dinding dan atap) sebuah bangunan sesuai dengan fungsinya,
harus melindungi dirinya dari panas, angin dan hujan, dinding
bangunan harus memberi perlindungan terhadap panas, daya serap
panas dan tebalnya dinding harus sesuai dengan kebutuhan iklim
ruang dalamnya, bangunan yang memperhatikan penyegaran udara
secara alami bisa menghemat banyak energi.
5. Menghindari kelembapan Tanah naik ke dalam konstruksi bangunan
dan memajukan sistem konstruksi bangunan kering.
6. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara
masa pakai bangunan dan struktur bangunan
7. Memperhatikan Bentuk dan proporsi ruang berdasarkan aturan
harmonikal.
8. Menjamin bahwa bangunan yang di rencanakan tidak menimbulkan
masalah lingkungan dan membutuhkan energi sedikit mungkin.
9. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat di
manfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak,orang tua
maupun difable)
Pola perencanaan eko-arsitektur juga melingkupi perencanan struktur dan
konstruksi bangunan, yang harus dapat memenuhi persoalan teknik dan
6
persoalan estetika, termasuk pembentukan ruang, Kualitas struktur di
definisikan sebagai:
1. Struktur fungsional, menentukan dimansi geometris yang
berhubungan dengan penggunaan atau fungsi (Kebutuhan ruang,
ruang gerak, ruang sirkulasi) dimensi pengaturan ruang, dimensi
fisiologis tentang kenyamanan, penyinaran, dan penyegaran udara,
dimensi teknis dengan beban lantai dsb.
2. Struktur Lingkungan, meliputi lingkungan alam (iklim, topografi,
geologi, hidologi, serta lingkungan buatan (Bangunan, Sirkulasi,
prasarana teknis, dan radiasi buatan).
3. Struktur Bangunan, meliputi bahan bangunan, sistem penggunaanya
dan teknik serta konstruksi bangunan yang harus memenuhi tuntutan
ekologi.
4. Struktur Bentuk, mengandung masa dan isi, ruang antara dan segala
kegiatan mengatur ruang, bentuk ruang tersebut dapat di definisikan
oleh dinding pembatas, tiang, lantai, dan sebagainya serta bukaan
dinding.
Dalam bentuk konsep Ekologi Arsitektur yang ramah lingkungan, memiliki
beberapa tingkatan sistem operasional yang di gunakan dalam penggunaan
energi bangunan dan kategori sebagai berikut:
1. Sistem Pasif (Passive mode): Tingkat konsumsi energi paling rendah,
tanpa ataupun minimal penggunaan peralatan ME (Mekanikal
Elektrikal) dari sumber daya yang tidak dapat di perbaharui (non
renewable resources)
2. Sistem Hybrid (Mixed Mode): Sebagian tergantung dari energi (energy
dependent) atau sebagian di bantu dengan penggunaan ME.
3. Sistem Aktif (Active Mode): Seluruhnya menggunakan pelaratan ME
yang bersumber dari energy yang tidak dapat di perbaharui.
4. Sistem Produktif (Productive mode): Sistem yang dapat
mengadakan/membangkitkan energu nya sendiri (on site energy) dari
sumber daya yang dapat di perbarui (renewable resources) misalnya
pada sistem sel surya (fotovaltik) maupun kolektor surya
(termisiphoning).
7
2.1.2 Prinsip Prinsip ekologi Arsitektur
Teori Bahasan Cowan & Ryn 1996 Terdapat lima prinsip dalam mendesain secara ekologis yaitu:
1. Pemecahan masalah harus berpijak dari tempat dimana perancang mendesain, pemahaman karakteristik site, kondisi lingkungan sekitar, pengguna bangunan menjadi kunci informas design 2. Perhitungan ekologis, desain harus berhitung bahwa karya desainya tidak menjadikan lingkungan dimana karya desain di bangun menjadi lebih buruk kondisinya 3. Desain bersama alam, desain harus selalu mempertimbangkan keberlanjutan secara bersama antara bangunansebagai karya desain dengan alam terkait. 4. Desain harus bersifat partisipatif terhadap pemangku kepentingan terkatir ( stakeholders) terhadap karya desain, dalam hal ini arsitek harus mempertimbangkan pihak lain yang terkait, bahkan keputusan desain dapat di putuskan secara bersama dengan mereka
Heinz Frick (1998) 1. Elemen-elemen arsitektur mampu seoptimal mungkin memberikan
perlindunganterhadap sinar panas,angindan hujan.2. Intensitas energi yang terkandung dalam material yang digunakan saat pembangunan harus seminimal mungkin, dengan cara-cara• Perhatian pada iklim setempat • Substitusi, minimalisasi dan optimasi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui • Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan menghemat energi • Pembentukan siklus yang utuh antara penyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi, atau limbah dihindari sejauh mungkin • Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi 3. Integrasi fisik dan karakter fisik ekologi setempat (tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim, dsb.) 4. Integrasi sistem-sistem dengan proses alam (cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistem pembuangan dari bangunan, pelepasan panas dari bangunan, dsb.) 5. Integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan
8
Teori Bahasan Ken yeang (1995) pendekatan desain bioclimatic yang
merupakan wujud physical integration dengan tujuaan desain passive dan low energy system dengan memperhatikan faktor kenyamanan penghuni Pendekatan desainecomimicryyang merupakan wujud systemic dan temporal integration dengan tujuan mendapatkan desain yang ekologis didalam seluruh daur hidup bangunan. Konsep desain ekologis kemudian dijabarkan dalam prinsip utama yaitu no waste no problem, a natural design system, understanding the ecology of the site, Designing for low energy system, Integration with nature. Ekologi Dari Prinsip fluktuasi menunjukkan bahwa Perspektif teori bangunan dapat dirancang dan dianggap
sebagai tempat dimana proses budaya dan alam yang berbeda berinteraksi. Bangunan harus mencerminkan proses proses yang terjadi pada site, dan semakin itu memungkinkan proses harus dialami sebagai proses daripada representasi dari proses, proses proses tersebut semakin akan berhasil ji ka terus menerus terjadi secara kontinuitas dalam menghubungkan orang ke realita site. Prinsip stratifikasi menunjukkan bahwa bangunan organisasi harus muncul dari interaksi antara sifat yang berbeda tingkat. Organisasi semacam ini memungkinkan kompleksitas diatur dalam cara yang koheren. Prinsip saling ketergantungan menunjukkan bahwa hubungan antara sifat- sifat bangunan memiliki timbal balik. ‘Pengamat antara (desain dan pengguna) serta site adalah sifat yang melekat di gedung. Saling ketergantungan antara properti yang sedang berlangsung sepanjang hidup bangunan.
Dalam ke empat prinsip yang penulis temukan daripada jurnal terkait ekologi
arsitektur terdapat berbagai sudut pandang yang berbeda tetapi semua memiliki
arah dan tujuan yang sama yaitu:
9
Mengupayakan terpeliharanya sumber daya alam, membantu
mengurangi dampak yang lebih parah dari pemanasan global, melalui
pemahaman prilaku alam.
Mengelola tanah, air dan udara untuk menjamin keberlangsungan
siklus-siklus ekosistim didalamnya, melalui sikap transenden terhadap
alam tanpa melupakan bahwa manusia adalan imanen dengan alam.
Pemikiran dan keputusan dilakukan secara holistik, dan
kontekstual Perancangan di lakukan secara teknis dan ilmiah
Merancang berdasarkan alam dengan memperhatikan kondisi site,
arah matahari dan topografi.
Menciptakan kenyamanan bagi penghuni secara fisik, sosial dan
ekonomi melalui sistim-sistim dalam bangunan yang selaras dengan
alam, dan lingkungan sekitarnya.
Dari semua pandangan terhadap Ekologi Arsitektur penulis memilih 1 prinsip
dengan mengikuti pemahaman Ekologi Arsitektur menurut Heinz Frick, karena
penulis merasa bahwa pandangan Ekologi Arsitektur menurut Heinz Frick
sangat cocok untuk di terapkan pada kondisi perancangan dengan pendekatan
Ekologi Arsitektur.
2.1.3 Patokan rumah sehat dan ekologis
Menurut Heinz Frick dalam bukunya, Arsitektur Ekologi mencamtumkan
bahwa rumah yang sehat dan ekologis memiliki kriteria sebagai berikut:
Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan
sebagai paru paru hijau
Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan radiasi
geobiologis dan meminimalkan medan elektromagnetik
Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan
alamiah
Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa
pakai bahan bangunan dan struktur bangunan.
Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan
harmonikal
10
Menjamin bahwa bangunan yang di rencanakan tidak menimbulkan
masalah lingkungan dan membutuhkan energi sesedikit mungkin
(mengutamakan energi terbarukan)
Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat di
manfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua,
maupun difable)
2.1.4 Membangun Rumah Ekologis pada iklim tropis
Menurut Heinz Frick Arsitektur masa kini sering menimbulkan kesan bahwa
proyek tersebut di pindahkan dari jauh (Amerika Utara, Eropa), dari daerah beriklim
sedang ke daerah beriklim tropis panas lembab sepeti Indonesia. Iklim tropis panas
lembab dapat di gambakan dengan hujan dan kelembapan yang tinggi serta suhu
yang hampir selalu tinggi, angin sedikit bertiup ke arah yang berlawanan pada musim
hujan dan musim kemarau, Radiasi matahari sedang dan pertukaran panas kecil
karena tingginya kelambapan.
Gambar 2. 1 Posisi peletakan bangunan berdasarkan arah matahari
Sumber: Buku ekologi Arsitektur Heinz Frick
Pada lingkungan alam, pencahayaan selalu berasal dari atas (matahari pada
siang hari), dari Timur (fajar), atau dari Barat (senja). Oleh karena pencahayaan
matahri di daerah tropis mengandung gejala sampingan yaitu sinar panas, maka di
daerah tropis tersebut menusia sering beranggapan bahwa ruang yang agak gelap
sebagai ruang yang sejuk dan nyaman.
Pengaruh iklim terhadap manusia, secara fisiologis iklim mempengaruhi
kenyamanan thermal manusia, suhu inti manusia adalah 37 ͦC, pertukaran kalor
manusia dengan lingkunganya tergantung dari suhu udara, suhu permukaan yang
11
berada di sekelilingnya, penyalur panas oleh permukaan tersebut, kelembapan, dan
gerak udara.
Gambar 2. 2 pengaruh iklim terhadap manusia
Sumber: Buku Ekologi Arsitektur Heinz Frick
2.1.5 Pengaruh Iklim terhadap Bangunan
Bangunan sebaiknya dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup antara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin, orientasi di tempatkan antara lintasan mataharidan angin sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat, dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin.
Gambar 2. 3 Pengaruh Iklim terhadap bangunan
Sumber: Buku ekologi arsitektur Heinz Frick
12
Gambar 2. 4 Pergerakan Angin di antara banguanan
Sumber: Buku Ekologi Arsitektur Heinz Frick
Gambar Letak gedung terhadap sinar matahari yang paling menguntungkan bila memilih arah dari timur ke barat. Gambar Letak gedung terhadap arah angin yang paling menguntungkan bila memilih arah tegak lurus terhadap arah angin.Ruang di sekitar bangunan sebaiknya di lengkapi dengan pohon peneduh tanpa mengganggu gerak udara.
2.1.6 Penghijauan Lingkungan
Penghijauan kota seharusnya mudah di capai (di dalam inti setiap kampung dan dekat kawasan industri/perusahaan kecil) dan dinikmati secara gratis oleh semua lapisan masyarakat, penghijauan kota dalam bentuk taman dan hutan kota akan
Gambar 2. 5 Resapan di sekitar bangunan
Sumber: Buku Ekologi Heinz frick
memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Penghijauan di lingkungan kota akan meningkatkan kualitas kehidupan dalam kota karena manusia dapat hidup dengan alam (melihat tumbuhnya tanaman, burung dan binatang lain serta dapat mengerti fungsi ekosistem).
13
Gambar 2. 7 Manfaat Penghijauan Pada lingkungan
Sumber: Buku Ekologi Arsitektur Heinz Frick
Gambar 2. 6 Manfaat Pohon untuk lingkungan
Sumber: Buku Ekologi Arsitektur Heinz frick
Selain hal di atas, penghijauan di lingkungan kota meningkatkan produksi oksigen yang mendukung kehidupan sehat bagi manusia, air hujan yang turun di serap oleh tanah, kemudian menguap kembali, dengan demikian tanaman ikut mengelola air.
Kekayaan ekosistem
alam tidak dapat di lestarikan
14 dengan satu jenis tanaman saja (monokultur), melainkan harus menjamin keanekaragaman rumput, semak belukar, perdu, dan pohon (polikultur).
Gambar 2. 8 Tumbuhan Monokultur dan Polikultur
Sumber: Buku ekologi Arsitektur Heinz Frick
Tanaman pada prinsipnya dibagi menjadi beberapa kegunaan dan fungsinya masing masing seperti pada gambar
Gambar 2. 9Tanaman Menurut jenis dan fungsi
Sumber: Buku Ekologi Arsitektur Heinz Frick 2.2 Pola Perancangan Ekologi Arsitektur
Pola perancangan dan perencanaan untuk mencapai desain Ekologi Arsitektur
sebagai konsep untuk melestarikan alam dan lingkungan untuk kehidupan yang
berkelanjutan dalam efesiensi energi dan sumber daya alam, guna mencapai
perwujudan dari desain Ekologi Arsitektur sebagai bangunan yang berwawasan
lingkungan yang sering di sebut sebagai green building. Hal ini berkaitan dengan
konsep Arsitektur Hijau yang merupakan bagian dari arsitektur berkelanjutan
(Sukawi,2008) bersamaan dengan tujuan dan rumusan masalah.
2.2.1 Pengelolaan Lansekap
Dalam menciptakan kawasan hijau pada area hunian dan menjadikanya
sebagai upaya konservasi lingkungan yang berpengaruh pada iklim mikro di
15
sekitar bangunan pengelolaan lansekap telah di atur dalam panduan
penggunaan gedung hijau Jakarta berdasarkan peraturan gubernur No.38/2012
pengelolaan Lansekap.
Ruang terbuka hijau di perkotaan sangat penting untuk pengembangan
kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan kota. Meskipun Jakarta dikaruniai
tanah subur dan iklim tropis ringan yang mendukung vegetasi, daerah hijau per
kapita Jakarta hanya 2,3 m², yang merupakan salah satu yang terendah di
antara kota-kota besar di Asia seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 2. 10 Grafik Perbandingan Ruang terbuka hijau asia
Sumber: Panduan Bangunan hijau jakarta
Sesuai dengan undang-undang nasional, pemerintah Jakarta telah menetapkan
target untuk mencapai 30% ruang terbuka hijau pada tahun 2030. Sementara usaha
pencapaian target ini dilakukan melalui pembangunan taman-taman dan jalur hijau,
Gambar 2. 11 Berkurangnya Ruang Terbuka Hijau Jakarta
16 peningkatan yang signifikan dalam ruang terbuka hijau milik pribadi juga diperlukan.
Oleh karena itu, peraturan gedung hijau yang baru ini juga ditujukan untuk mengatasi
permasalahan ini dengan mengatur luasan area terbuka hijau minimum untuk
bangunan baru. Peraturan tersebut juga mengharuskan penggunaan bahan paving
yang berpori untuk mengurangi limpasan air muka tanah.
Sumber: Panduan Bangunan Gedung Hijau Jakarta
Mengacu pada pasal 21 ayat 1 dalam peraturan gubernur provinsi daerah
khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 38 tahun 2012.
Gambar 2. 12 Persyaratan Vegetasi
Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau Jakarta
Mengacu pada pasal 21 ayat 5 dalam peraturan gubernur provinsi daerah
khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 38 tahun 2012.
1. Semua Jalan setapak pada tapak harus menggunakan bahan yang
berpori.
Mengacu pada pasal 22 ayat 23 dalam peraturan gubernur provinsi daerah
khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 38 tahun 2012.
1. Semua gedung harus memiliki sistem penyimpanan air hujan (tangki,
sumur resapan, dan kolam resapan) denga volume m3 sama dengan
0.05m x luas lantai. Sumur resapan tidak di haruskan untuk tapak
dengan kondisi di bawah ini:
Jika kedalaman air tanah <= 1,5 m Pada musim hujan
Tanah dengan penyerapan <2cm/jam
17
Peraturan di atas memiliki manfaat dan tujuan seperti yang tercantum pada
tabel di bawah ini yang membedakan kondisi saat ini dan dalam pencapaian proses di
masa yang akan datang.
Gambar 2. 13 Pencapaian di masa yang akan datang
Sumber: Panduan Bangunan Gedung Hijau Jakarta
Pengembangan kawasan perkotaan dalam membangun hunian pada kota
Jakarta menyebabkan gangguan habitat hewan dan tumbuhan serta ekosistem.
Beberapa dari keseimbangan ekosistem ini dapat dimunculkan kembali di kawasan
perkotaan dengan memiliki taman dan koridor ruang terbuka hijau yang terhubung.
Ruang terbuka hijau merupakan ekspresi budaya lokal, interaksi sosial, rekreasi, dan
pendidikan. Bangunan dengan ruang terbuka hijau yang cukup dianggap lebih
menarik secara visual dan kadang-kadang juga dapat meningkatkan nilai properti.
18
Urban heat island adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
konsentrasi suhu yang lebih tinggi di kawasan perkotaan dibandingkan dengan
daerah sekitarnya. Berikut adalah gambaran urban heat island :
Gambar 2. 14 Heat Island
Sumber: Pengguna Bangunan gedung hijau Jakarta
Fenomena ini dapat mengakibatkan kenaikan suhu sampai dengan 4 derajat di
kawasan perkotaan, akibat banyaknya penggunaan material buatan seperti beton.
Pohon sangat efisien dalam mengendalikan iklim mikro dengan menyerap sebanyak
80% dari radiasi matahari yang jatuh pada mereka, sehingga mengurangi kenaikan
suhu di permukaan tanah. Daun dan tanah melepaskan uap air, yang dalam prosesnya
mendinginkan suhu udara dan permukaan tanah.
Pengolahan lansekap untuk fungsi sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki juga
Gambar 2. 15 Material Penutup lansekap
19
menjadi faktor penting yang terletak pada penggunaan material penutup dari jalan itu
sendiri berikut adalah gambar koefisien dari material penutup lansekap seperti pada
gambar.
Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau Jakarta
Prinsip design softscape yang efisien memenuhi beberapa atau seluruh kriteria di
bawah ini :
1. Spesies tanaman lokal: Jenis yang tidak mengkonsumsi banyak air
2. Tanaman penutup tanah (groundcover): Tanaman yang tingginya
tidak lebih dari 0,5 meter, yang mengikat tanah dan mencegah erosi
tanah. Rumput secara umum kurang memberikan dampak positif pada
iklim mikro dibandingkan dengan semak belukar dan pohon.
3. Semak: Tanaman dengan ketinggian kurang dari 50 cm dianggap
sebagai semak (bushes), sedangkan yang memiliki ketinggian antara
0,5-3 m dinamakan belukar (shrubs). Jenis tanaman ini sering
berfungsi sebagai penahan erosi dan kebisingan.
4. Palem: Jenis pohon dari iklim tropis ini biasanya memiliki tinggi,
lurus, batang tidak bercabang, dengan kerapatan kanopi rendah,
sehingga kurang efektif untuk menghalangi dan menyerap radiasi
matahari.
20
5. Bambu: Serupa dengan pohon palem, bambu memiliki kanopi kecil
dan karena itu tidak dapat menghalangi banyak radiasi matahari.
Namun, mereka tumbuh cepat dan dapat berperan sebagai filter suara,
cahaya dan polusi.
6. Pohon peneduh: Umumnya dengan ketinggian lebih dari 6 m dan
dengan kanopi yang luas dan padat, berdiameter sekitar 10 m pada
pohon yang sudah dewasa. Penggunaan pohon peneduh sangat
dianjurkan untuk mendapatkan manfaat iklim mikro yang optimal.
Berikut adalah tabel pemilihan tanaman yang terdiri dari spesies tanaman lokal,
semak, bambu, dan pohon peneduh :
21
Tabel 2. 2 Jenis Pohon fungsi dan manfaatnya
No Nama Pohon Dimensi Pohon
sumber
Nama Umum Nama Lokal Fungsi Tinggi Lebar Diameter Jenis
Kaya akan https://manfaat.co
Rain Tree, Pukul
oksigen,Banyak .id/manfaat-pohon- menyerap karbon
trembesi,
Lima, MonkeyPod
dioksida,Menyerap
1 Ki Hujan 10-20 M 20 M Pohon baltyra.com/2013/
Tree, East Indian
Air 07/10.mengenal-
Walnut
pohon-trembesi-ki-
hujan/
Dijadikan Sebagai Kerajinan tangan https://pohonpeng
etahuan/wordpress
karena tulang daunya
2 Hong Kong
Bunga Kupu Kupu yang keras
15 M
2,5 M Pohon .com/2014/11/15/
Bauhinia, Hong pohon-daun-kupu-
Kong Orchid Tree, kupu-
Butterfly Tree bauhina/purpurea/ https://forestryinfo
Pohon Tanjong,
rmation.wordpress.
3
com/2011/05/22/
Mengkulah, Spanish Mahoni Penghasil Kayu 35-40 M
5 M Pohon
mahoni-daun-lebar-
Cery
swietenia-
macrophylla-king/
Menyerap polusi,
www.grosirtanama 4
nhias.id/bibit-
Aralia Memperindah visual 1M
15 - 20 CM Semak
tanaman-hias/jual- taman
bibit-tanaman-hias-
aralia
Sebagai Border
www.jamuin.com/ 2017/09/cara-
Pembatas Taman,
5 Teh Tehan 2,5 M 60 CM
Semak
memperbanyak-
Memperindah visual
pohon-the-tehan-
taman
dan.html
Caesalpinia
Sebagaai Obat https://id,wikipedia 6 Kembang Merak obatan, Dapat 2-4M 0,5-1,5M Semak .org/wiki/kembang
Pulcherrina
Membunuh serangga, _merak
Memperindah visual
Taman www.jamuin.com/
Sebagai Obat,
2017/09/11-khasiat-
7 Hedera Helix Ivy 2-4M
Rambat
daun-ivy-untuk-
Pemurni Udara
kesehatan-
dan.html
https://www.khasi 8 Creeping Ficus Dolar Kecil Sebagai Obat
2-4M Rambat at.co.id/daun/dolla
r.html
Di Akses Pada 28 Desember 2017
Prinsip design Hardscape yang efisien memenuhi beberapa atau seluruh kriteria di bawah ini:
Untuk kendaraan dan trotoar pejalan kaki, beton yang tembus air, aspal yang
berpori, dan trotoar beton berpori yang saling disambungkan (interlocking block)
adalah pilihan yang banyak digunakan berikut adalah penjelasan material yang dapat
di gunakan untuk hardscape pada lansekap :
1. Beton Tembus Air Beton tembus air adalah beton yang tahan lama, berdaya serap tinggi yang memungkinkan air dan udara untuk meresap.
22
Lapisan agregat bawah (subgrade base) dengan tebal 25 sampai 30 cm dapat menyimpan air sampai air tersebut dapat menyerap ke dalam tanah.
Gambar 2. 16 Aspal Berpori Bahan Penutup Lansekap
Sumber: Panduan bangunan gedung hijau Jakarta
2. Paving Aspal Berpori Cepat dan mudah untuk konstruksi, aspal ini mirip dengan beton tembus air. Air mengalir melalui aspal berpori dan menuju lapisan sub-dasar batu dan kemudian meresap ke dalam tanah. Meskipun demikian, lapisan sub-dasar batu untuk aspal berpori biasanya jauh lebih tebal, yaitu sekitar 45-90 cm.
Gambar 2. 17 Paving aspal Berpori
Sumber: Panduan Bangunan Gedung hijau Jakarta
23
3. Paving Beton Berpori yang Saling Tersambung (Interlocking), Paving beton berpori yang saling tersambung mirip dengan beton tembus air dan aspal berpori dalam hal laju penyerapan air, yang membedakan adalah dalam permukaan perkerasan terdiri dari rangkaian lapisan batu beton dengan celah selebar 0,3-1,25 cm yang diisi dengan agregat.
Gambar 2. 18 Paving Beton Berpori
Sumber: Panduan bangunan gedung hijau Jakarta
4. Sistem Paving dengan Tumbuhan Sistem paving dengan tumbuhan 5. biasanya digunakan pada jalan masuk dan area yang lain sehingga air
meresap ke dalam tanah dan dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut dari
Gambar 2. 19 Sisem Paving Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau jakarta
6. Pada air mengalir ke selokan. Sistem ini dirancang untuk digunakan -
dengan tanaman rumput, namun, dapat juga digunakan dengan tanaman lain.
24
Tanaman vertikal (vertical greenery) adalah penggunaan tanaman pada fasad
bangunan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tanaman merambat dengan akar yang
tumbuh melekat langsung pada permukaan bangunan kasar, tanaman yang menjuntai
ke bawah dari atap atau balkon, atau dengan menggunakan pot (kotak, kaset) khusus
untuk tanaman vertikal.
Gambar 2. 20 Sistem Tanaman Vertikal pada Bangunan
Sumber: Panduan bangunan gedung hijau jakarta Contoh Penggunaan tanaman vertikal pada bangunan
Gambar 2. 21 Contoh penanaman Vertikal Pada gedung
Sumber: Panduan bangunan gedung hijau Jakarta
25
Contoh aplikasi vertical greenery pada bangunan
Gambar 2. 22 Contoh Pengaplikasian Tanaman Vertikal
Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau Jakarta
Konsumsi air irigasi (pengairan) dapat dikurangi melalui beberapa pilihan di
bawah ini:
Irigasi Otomatis Irigasi otomatis menggunakan sistem pengendali
seperti sensor hujan yang mencegah sistem alat penyiram untuk tidak
menyala selama dan segera setelah hujan, atau sensor kelembaban
tanah yang mengaktifkan alat penyiram hanya ketika tingkat
kelembaban tanah turun di bawah tingkat yang telah diprogram.
Gambar 2. 23 Sensor hujan
26
Irigasi Tetes (Drip Irrigation) Irigasi tetes terbuat dari pipa
polyethylene yang fleksibel, biasanya dipasang pada permukaan tanah
dan ditutupi oleh mulsa, dengan emitor tetes kecil. Irigasi tetes dapat
dikendalikan secara manual atau dengan katup kontrol otomatis.
Gambar 2. 24 Contoh Irigasi tetes
Sumber: Panduan Bangunan Gedung Hijau Jakarta
2.2.2 Pengelolaan Air
Air adalah sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan dan kesehatan
yang baik, tetapi sekitar sepertiga dari populasi global tidak memiliki akses ke air
bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengambilan air tanah yang secara
signifikan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan tanah untuk meresap air dan
mengisi kembali cadangan air tanah, menyebabkan turunnya cadangan air tanah dan
mempercepat penurunan muka tanah, Sebagian besar bangunan berkepadatan tinggi
yang membutuhkan pasokan air tanah dalam terletak di zona kritis air tanah. Hal ini
menunjukkan pentingnya pengurangan konsumsi air dalam gedung dan
menggunakan sumber air reklamasi dan sumber alternatif untuk meminimalkan
dampak ekologis yang negatif.
Gambar 2. 25 Zona Air tanah Dalam DI jakarta
Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau Jakarta
27
Berdasarkan peraturan gubernur DKI Jakarta Mengacu pada pasal 15 Nomor 38 tahun 2012.
1. Keran/peralatan sanitair tidak boleh melebihi laju aliran (flow rates)
maksimum dan kapasitas siram seperti tercantum di bawah ini.
Gambar 2. 26 Batas maksimum Penggunaan air dari keran
Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau Jakarta
Pasal 17 Nomor 38 tahun 2012 peraturan gubernur Dki Jakarta
2. Air daur ulang dari Air Limbah Industri yang diolah harus digunakan
untuk konsumsi air sekunder (grey water). Irigasi lansekap harus
menggunakan sumber air selain air tanah dan pipa air kota (PDAM).
Gambar 2. 27 Skematik Pengolahan Limbah pada bangunan
Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau Jakarta
28
Gambar 2. 28 Skematik penggunaan hasil air limbah
Sumber: Panduan Bangunan gedung Hijau Jakarta
Pasal 22 Nomor 38 tahun 2012 peraturan gubernur Dki Jakarta
3. Sistem pengumpulan air hujan perlu disediakan. Volume sistem
pengumpulan air hujan (dalam m3) harus 0,05 m (nol koma nol lima
meter) x luas lantai tanah (dalam m2). Sumur resapan dan kolam
resapan harus disediakan sesuai dalam peraturan Gubernur No. 20
tahun 2013 tentang “Sumur Resapan”, yang ditunjukkan pada Gambar
berikut
Gambar 2. 29 Persyaratan penciptaan sumur resapan
Sumber: Panduan Bangunan gedung hijau Jakarta
29
Pemanfaatan air hujan
Jakarta secara rata-rata mendapat sekitar 1800 mm curah hujan per tahun,
sebagian besar antara November sampai April. Untuk area atap 30 m², sebuah tangki
dengan kapasitas 5,5 m³ dapat memberikan pasokan air sekunder harian sekitar 60
liter. Hal ini menggaris bawahi potensi penghematan air melalui pemanfaatan air
hujan.
Gambar 2. 30 Data curah Hujan Jakarta Sumber: Panduan Bangunan Gedung Hijau Jakarta
Pemanfaatan air hujan dapat dilaksanakan dengan mengumpulkan air di atap
(roof catchment), dan mengumpulkan air di tanah (ground catchment). Air hujan
yang disimpan dapat digunakan untuk binatu, bilas toilet dan urinal, mencuci mobil,
serta penggunaan air dekoratif (misalnya air mancur). Pemanfaatan ini bahkan dapat
digunakan untuk make-up menara pendingin. Kegunaan utama dari pemanfaatan air
hujan ada dua-,
Pertama, mengurangi kebutuhan pasokan PDAM atau ekstraksi air
tanah.
Kedua, juga mengurangi limpasan air hujan ke sistem drainase kota
sehingga mengurangi masalah banjir tahunan di Jakarta.
Area Tangkapan Air Hujan
Ukuran area tangkapan air pada atap menentukan berapa banyak air hujan yang
dapat dimanfaatkan. Area tersebut berdasarkan pada “jejak” dari atap, yang dapat
dihitung dengan mencari luas gedung ditambah area teritisan.
30
Gambar 2. 31 Gambar Jejak atap
Sumber: Panduan Bangunan Gedung Hijau Jakarta
Persamaan di bawah ini memperlihatkan perhitungan untuk potensi menangkap
air hujan. Faktor konversi 0,623 dimasukkan untuk memperhitungkan efisiensi dari
sistem karena sebagian air hujan hilang melalui penguapan, luberan, atau sebab
lainnya. Air yang sudah di panen (m3) = curah hujan rata rata (m) x Area Tangkapan
(m2) x 0,623 Faktor Konversi.
Talang Salurkan di seluruh tepi atap miring untuk mengumpulkan dan
mengangkut air hujan ke tangki penyimpanan. Ukuran talang harus sesuai dengan
aliran pada intensitas hujan tertinggi. Dianjurkan untuk membuat saluran tersebut 10
sampai 15 persen lebih besar dan sediakan 6,5 cm2 luas talang air untuk setiap 10 m2
persegi luas atap.
Peraturan gubernur provinsi daerah khusus Ibukota Jakarta nomor 122 tahun
2005 tentang pengelolaan air limbah domestik di provinsi daerah khusus Ibukota
Jakarta, menimbang:
a) Bahwa pembangunan kawasan baru dan pemadatan bangunan di
kawasan lama serta peningkatan aktivitas perkotaan mengakibatkan
peningkatan jumlah dan jenis limbah cair kota.
b) Bahwa pengolahan limbah rumah tangga dengan cara septic tank dan
dengan belum terbangunnya jaringan prasarana pengolahan limbah cair
komunal pada bagian-bagian kota mengakibatkan akumulasi bahan
pencemar yang mengakibatkan pencemaran tanah dan air tanah.
31
Ketentuan umum pasal 1 point 14, 15 dan 20
a) Air Limbah adalah air yang berasal dari sisa kegiatan proses produksi
dan usaha lainnya yang tidak dimanfaatkan kembali
b) Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari kegiatan
rumah tangga,perumahan, rumah susun, apartemen, perkantoran, rumah
dan kantor rumah dan toko, rumah sakit, mall, pasar swalayan, balai
pertemuan, hotel, industri, sekolah, baik berupa grey water (air bekas)
ataupun black water (air kotor/tinja)
c) Sistem Setempat adalah sistem pengelolaan air limbah dimana sumber
air limbah, pipa pengumpul dan pengolahannya terletak dalam satu
tempat / lokasi, seperti tanki septik, Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) individual
Gambar 2. 32 Debit Air Limbah
Sumber: Panduan Bangunan Gedung Hijau Jakarta
32
Cara Pemasangan Ipal pada skala rumah tangga dengan skema
Gambar 2. 33 Unit Biofilter Anaerob Aerob
Sumber: Peraturan Pemerintah Dki Jakarta Tentang Pengolahan Limbah cair
Anaerobik adalah kata teknis yang secara harfiah berarti "tanpa udara",
anaerobik digunakan untuk mengindikasikan tidak adanya akseptor elektron, Bakteri
aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Jika tidak ada
oksigen, bakteri akan mati. Bakteri aerob menggunakan glukosa atau zat organik
lainnya seperti etanol untuk dioksidasi menjadi CO2, H2O, dan sejumlah energi.
Gambar 2. 34 Skematik Anaerob Aerob
33
Biofilm yang terdiri dari media penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada
media, lapisan air limbah dan lapisan udara yang terletak di luar. Senyawa pencemar
yang terletak di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD), ammonia,
phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat
pada permukaan media. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen
terlarut di dalam air limbah senyawa pencemar tersebut akan diuraikan oleh
mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan akan
diubah menjadi biomassa. Suplai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan
dengan cara sistem biofilter tercelup dengan menggunakan blower udara atau pompa
sirkulasi.
Gambar 2. 35 Media di dalam reaktor
34 2.3 Urbanitas
Wiryomartono (1999) menyebutkan bahwa urbanitas adalah kondisi efisien di
perkotaan sehingga sumber-sumber dapat terkelola dan terkendali, yang mudah
dicapai bila tempat tinggal mantap dan menetap. Urbanitas berada di lingkungan
binaan manusia yang memiliki struktur dan wujud yang bisa dan layak ditinggali,
yang oleh karenanya adalah proses yang mempertautkan sekelompok manusia dan
tempat tinggalnya melalui aktivitas sosial ekonomi yang dicapai melalui kegiatan
membangun dan membina kehidupan bermasyarakat.
Gambar 2. 36 Prediksi kepadatan 2050
Sumber: katadata.com di akses pada 1 februari 2017
Berdasarkan pada pandangan urbanisme baru yang lebih memperhatikan aspek
hunian dan manusia, muncul konsep mengenai kota yang kompak sebagai upaya
pembentukan kota yang lebih berkelanjutan. Konsep compact city dipengaruhi oleh
fakta bahwa banyak kota-kota bersejarah di Eropa yang berkembang sebagai pusat
(core) yang merupakan bentuk kota ideal untuk bertempat tinggal dan bekerja.
Dengan kepadatan yang tinggi, maka dapat mendorong percampuran sosial (social
35
mix) dan interaksi yang merupakan karakteristik utama dari kota-kota tradisional. Hal
ini menyiratkan bahwa konsep ini mendorong agar kota terbentuk memusat dan
memadat pada pusat kota. Tujuannya adalah mencegah urban sprawl dan
menciptakan efisiensi terutama sumber daya alam dan energi.
2.4 Kampung
Kampung diambil dari kata Melayu, awalnya merupakan terminologi yang
dipakai untuk menjelaskan sistem permukiman pedesaan. Istilah kampung
seringkali dipakai untuk menjelaskan perbedaan antara kota dan desa. Kota
diartikan dengan modernitas/kemajuan sementara desa atau kampung diartikan
dengan keterbelakangan dan ketidakmajuan. Kampung adalah ciri kehidupan
bermukim yang dapat dianggap sebagai tatanan permukiman tradisional sebelum
masuknya perencanaan permukiman modern khususnya di Indonesia. Tipologi
permukiman ini merupakan akar dari pertumbuhan kota-kota di Indonesia karena
kampung pada dasarnya merupakan embrio pertumbuhan. suatu daerah, di mana
terdapat beberapa rumah atau keluarga yang bertempat tinggal di sana, daerah
tempat tinggal warga menengah ke bawah.
Kampung dalam objek perancangan merujuk pada terminologi kampung
kota. Menurut Silas (1983), kampung adalah suatu bentuk kemasyarakatan yang
berada di tempat tertentu dengan susunan yang heterogen, tetapi tidak tersedia
prasarana fisik dan sosial yang memadai dimana pengertian ini sinonim dengan
slum dan squater. kampung mendominasi peruntukan lahan di kota-kota di
Indonesia (sekitar 70 persen), kampung menjadi tumpuan perumahan 70 sampai
85% penduduk kota (Kementrian Perumahan Rakyat, 2009). Sementara itu,
penyediaan perumahan melalui jalur formal oleh sektor swasta dan pemerintah
hanya mampu menyediakan sekitar 15% dari total kebutuhan rumah di perkotaan.
Kampung dengan demikian, telah dan masih menjadi tumpuan perumahan
sebagian besar warga kota di Indonesia. Tidak saja dari segi jumlah, kampung
juga menyediakan berbagai bentuk, kondisi, serta harga rumah dan kamar, yang
sesuai dengan ragam kebutuhan dan kemampuan warga kota. Kampung menjadi
semacam kolase mini warga kota yang memungkinkan mereka untuk terus
mengembangkan prinsip-prinsip keragaman, toleransi, dan kesetiakawanan
(Guinness, 1986).
Karena keterbatasan lahan dan tingginya arus urbanisasi pada kota sendiri
menjadikan lahirnya sebuah pemukiman atau hunian yang berdiri secara liar, yang
36
dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan terkait lingkungan, dengan
permasalahan keterbatasan lahan telah banyak cara yang di lakukan dalam
membangun sebuah hunian yang bersusun ke atas guna menimalisir keterbatasan
lahan pada kota, antara lain adalah program pembangunan rumah susun yang telah
di lakukan oleh pemerintah untuk membenahi juga menampung kebutuhan hunian
dari warga kota berpenghasilan rendah yang sebelumnya bertempat tinggal di
zona ruang terbuka hijau, warga yang menempati lahan lahan tersebut adalah
warga yang tinggal pada pemukiman padat penduduk, dan menempati area yang
bukan lahan untuk hunian, warga tersebut dikatakan sebagai warga kampung,
dalam kaitanya dengan hal ini adalah warga kampung yang tinggal di kota Jakarta,
yang juga menjadi bagian dari kota yang tak terpisahkan.
Gambar 2. 37 Kampung Kumuh
Sumber: Google.com di akses pada 28 februari 2017 2.5 Kampung Vertikal
Kampung Vertikal adalah sebuah rancangan dan kumpulan unit bangunan yang
membentuk hunian vertikal yang mengakomodir spirit kampung, serta diperuntukkan
untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Dalam hal ini
penggusaran pada hunian yang berada di jalur hijau yang mayoritas adalah warga
kota berpenghasilan menengah kebawah, akan di relokasi ke sebuah hunian baru
dengan tetap membawa spirit kampung dengan konsep perancangan kampung yang
di susun ke atas.
37
Gambar 2. 38 Kampung Ssun Pulo Yu sing
Sumber: Medium.com di akses pada 3 Maret 2017
Yu Sing dan Pak Sandyawan Sumardi pimpinan Ciliwung Merdeka, biasa
disapa Romo Sandy, bersama sama untuk menggodok konsep yang paling pas
untuk peremajaan kampung yang sifatnya “on-site”, di mana warga tidak
dipindahkan jauh dari tempat semula, juga sedapat mungkin ikatan sosial tidak
dipecah. Tetangga tetap bisa jadi tetangga di tempat baru. Yu Sing juga
mengatakan setelah mempelajari kampung, menyadari betapa kampung, yang
tidak direncanakan, telah menjadi “compact city”. “Banyak ruang-ruang jenius
yang tak akan bisa didesain oleh arsitek,” ujar Yu Sing dalam presentasinya bulan
September 2016. Dalam hal ini yusing menjelaskan bahwa kmpung memiliki
ruang kegiatan yang sangat dinamis dengan berbagai keragaman penghuni yang
ada di dalamnya.
38
Kampung susun yang di buat oleh Yu Sing memiliki fungsi ruang kampung
dalam menampung segala aktifitas warga kampung antara lain:
- Jalan Kampung dan Tangga Bersama, Ruang Sosial Kampung ,Ruang
Usaha rumah tangga, Ruang Main dan Belajar anak, Ruang Jemur
pada Balkon, Tempat Bercocok tanam, Ruang Ibadah bersama,
Balai Serbaguna warga, Menara Penampungan air bersama,
Pengolahan air bekas rumah tangga, Pengolahan dan pemilahan
sampah bersama, Kebun bambu, sayuran, tanaman hias, tanaman
obat.
Lebih dari satu milyar penduduk dunia hidup dalam kondisi perumahan di
bawah standar dan kemungkinan situasi ini akan semakin bertambah buruk di masa
yang akan datang (WHO SEARO, 1986; Komisi WHO mengenai Kesehatan dan
Lingkungan, 2001). Di Indonesia permasalahan di bidang permukiman saat ini
menjadi permasalahan yang semakin rumit. Dari sisi kualitas, pembangunan
perumahan dan permukiman di Indonesia masih tertinggal. Menurut Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index-UNDP), yang memasukan
faktor perumahan sebagai salah satu indikator, Indonesia menempati urutan 112 dari
175 negara. Pada tahun 2000 tercatat 10.065 lokasi permukiman kumuh dengan luas
47.393 ha yang dihuni oleh sekitar 17,2 juta jiwa dan sekitar 14,5 juta unit rumah
(28,22%) kualitasnya tidak layak huni. (Direktur Bintek 2004), Kompleksnya
masalah perumahan dan permukiman di perkotaan dikarenakan kebutuhan
perumahan di kota sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan padatnya penduduk kota,
dan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi. Ketika pada tahun
2000 diperkirakan terdapat 6.100 juta penduduk dunia, PBB memperkirakan 75%
dari jumlah tersebut tinggal di perkotaan. Indonesia sebagai negara berkembang
memiliki masalah permukiman yang lebih kompleks dibanding dengan kota di
negara maju, karena karakteristik kota-kota di negara berkembang berbeda dengan
kota-kota yang sudah maju. Di Indonesia, urbanisasi didorong oleh ketiadaan
lapangan kerja di pedesaan, padahal kota sendiri belum mampu menyediakan
lapangan kerja bagi warganya. Sementara itu daya dukung lahan serta prasarana di
perkotaan tidak sebanding dengan pertumbuhan akibat urbanisasi tersebut. Hal ini
menyebabkan kota-kota dihuni oleh para pendatang yang tidak memiliki pekerjaan
dan akhirnya terperangkap dalam perekonomian informal dengan penghasilan
rendah. Banyaknya masyarakat berpenghasilan rendah di kota memunculkan
39
berbagai kendala bagi pengadaan rumah di perkotaan, yang antara lain adalah:
pertama, tingkat penyediaan rumah yang layak dan terjangkau masyarakat banyak
menjadi sulit untuk diwujudkan.
2.6 Kesimpulan Teori
Kesimpulan teori dalam perancangan ini menggunakan prinsin Ekologi
Arsitektur oleh Heinz Frick dengan prinsip dan pola perencanaan Ekologi Arsitektur
suatu bangunan selalu memanfaatkan peredaran alam sebagai berikut:
Menciptakan kawasan penghijauan diantara kawasan
pembangunan sebagai paru paru hijau
Menggunakan bahan bangunan alamiah dan intensitas energi
yang terkandung dalam bahan bangunan maupun yang di
gunakan pada saat pembangunan harus seminimal mungkin.
Bangunan sebaiknya diarahkan menurut orientasi timur barat
dengan bagian utara selatan menerima cahaya alam tanpa
kesialauan.
Kulit (dinding dan atap) sebuah bangungan sesuai dengan
tugasnya , harus melindungi dirinya dari panas, angin dan
hujan, dinding bangunan harus memberi perlingungan
terhadap panas, daya serap panas dan tebalnya dinding harus
sesuai dengan kebutuhan iklim ruang dalamnya, bangunan
yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa
menghemat banyak energi.
Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam kontruksi
bangunan dan memajukan sistem kontruksi bangunan kering.
Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan
antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan.
Memperhatikan bentuk proporsi ruang berdasarkan aturan
harmonikal.
Menjamin bahwa bangunan yang di rencanakan tidak
menimbulkan masalah lingkungan dan membutuhkan energi
sedikit mungkin.
40
Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung
dapat dimanfaatkan oleh semua penghuni (Termasuk anak-
anak, orang tua, maupun orang cacat tubuh).
Sebagai Konsep arsitektural yang ramah lingkungan, dalam
perwujudan ekologi arsitektur dalam bangunan, terbagi beberapa tingkat
sistem operasional untuk yang di gunakan dalam penggunaan energi
bangunan dengan kategori
Sistem pasif: Tingkat konsumsi energi paling rendah, tanpa
ataupun minimal penggunaan perlatan ME dari sumberdaya
yang tidak dapat di perbarui.
Sistem Hybrid (mixed mode): sebagian tergantung dari energi
atau sebagian dibantu dengan menggunakan peralatan ME.
Sistem Aktif (active mode): seluruhnya menggunakan
peralatan ME yang bersumber dari energi yang tidak dapat
diperbarui.
Sistem profukttif (productive mode): Sistem yang dapat
menggunakan mengadakan/ Membangkitkan energi nya
sendiri, on-site energi dari sumber daya yang dapat di perbarui,
misalnya sistem panel surya, fotovaltik, maupun kolektor
surya.
2.7 Novelty
Novelty pada penelitian ini adalah penerapan penciptaan kawasan hijau di sekitar bangunan, baik lansekap maupun dalam bangunan, menerapkan sistem pengolahan limbah cair domestik yang memiliki dampak untuk meminimalisir beban lingkungan serta penyesuaian terhadap iklim lokal.
41
Environmentally sustainable
Ekologi Arsitektur
Kriteria bangunan ekologi
Pendekatan ekologi Penerapan LEED (Usa)
arsitektur yang berkelanjutan
Sesuai
Tidak sesuai
Sesuai
Perancangan Dengan kaidah kaidah ekologi arsitektur
Gambar 3. 1 Diagram Novelty
42