RPP Hak Guna Air Mengancam Realisasi Hak Atas Air

2
http://www.kruha.org/ RPP Hak Guna Air Mengancam Realisasi Hak Atas Air Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pekerjaan Umum (PU) saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Perundangan (RPP) Hak Guna Air. RPP ini merupakan turunan dari UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Menilik kembali ke belakang, UU Sumberdaya Air merupakan salah satu UU yang disusun melalui pinjaman  program Bank Dunia (Water Resources Sector Adjustment Loan) sebesar US$ 300 juta.  UU ini juga didasari atas cara pandang baru terhadap air, yaitu air sebagai barang ekonomi yang mendorong terjadinya komersialisasi, komodifikasi dan privatisasi air. Sebagai turunan,  tentu saja air sebagai barang ekonomi menjadi landasan  utama dalam menyusun RPP Hak Guna Air. Hak guna air, merupakan salah satu implikasi dari cara pandang air sebagai barang ekonomi dan juga merupakan turunan dari water right yang didasarkan atas tradisi hukum property right. Dengan pemahaman seperti ini, kepemilikan individu atas air menjadi dibenarkan. Water right juga akan menempatkan air sebagai barang exclusive dan bisa dimonopoli oleh sekelompok orang atau individu serta menuntut negara untuk menjamin hak memperoleh air, mengakui secara hukum, dan melindungi pemegang hak guna air. Pemahaman ini tentu saja berbeda dengan Hak Atas Air, yang didasarkan atas air sebagai hak asasi manusia. Sebagai hak asasi manusia, maka air bersifat inclusive, tidak bisa dimonopoli oleh sekelompok orang atau individu, dan negara memiliki kewajiban untuk melindungi, memenuhi, dan memajukan,  tersedianya air bagi seluruh rakyatnya. Di dalam naskah RPP Hak Guna Air, berbagai pola dan mekanisme penetapan Hak Guna maupun konsekuensi pemegang hak dalam wujud sertifikat, mengacu dan terinspirasi pada pola penetapan hak yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam Hak Atas Tanah. Padahal, ada perbedaan secara jelas tentang kondisi fisik dan pola pemanfaatan antara air dan tanah. Dalam sistem pertanahan, negara telah menjamin hak pemanfaatan berdasarkan tujuan pemanfaatan dan telah terkodifikasi dalam undang-undang yang ada serta lembaga yang menanganinya. Sedangkan sumber daya air, sistem pengelolaan dan alokasi sangat tidak jelas sehingga hal tersebut akan semakin mendorong munculnya konflik antara individu, kelompok masyarakat, maupun egoisme Daerah dari pedesaan sampai tingkat Nasional. Selain itu, ketidakjelasan alokasi pemanfaatan air, sertifikasi penggunaan air dan kewenangan pengelolaan air, menjadi bukti ketidaksiapan Pemerintah dalam  menjalankan tanggung jawab   pengaturan sumber daya air, Beberapa hal tersebut secara langsung dapat memicu terjadinya konflik yang bersumber pada sumber daya air. Lebih jauh, ketidakjelasan pemegang otoritas dalam pengelolaan sumber daya air dan wadah koordinasi serta lembaga resolusi konflik baik  di tingkat nasional maupun daerah, akan semakin memperbesar kemungkinan terjadinya konflik berkepanjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air, belum lagi lembaga-lembaga yang diberikan mandat untuk menyelesaikan jika terjadi konflik atas air adalah lembaga-lembaga yang tidak dapat diakses oleh masyarakat secara mudah dan langsung karena bersifat sentralistik. RPP ini juga lebih mementingkan  upaya-upaya untuk melakukan eksploitasi air, sehingga konservasi sebagai bagian penting dari keberlanjutan ketersediaan air menjadi diabaikan. Partisipasi masyarakat juga diabaikan. RPP ini juga dikhawatirkan  akan memfasilitasi upaya-upaya komersialiasi  dan privatisasi sumberdaya air melalui pemberian hak guna usaha tanpa batasan waktu.Terkait dengan berbagai persoalan tersebut di atas, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) memandang RPP Hak Guna Air tidak layak untuk dijadikan peraturan dalam pengelolaan sumberdaya air. Oleh karenanya KRuHA menuntut kepada pemerintah (Departemen Pekerjaan Umum) untuk :1.    Menghentikan proses pembahasan  RPP Hak Guna Air2.    Menyusun kembali peraturan yang didasarkan atas prinsip air

description

Hak Guna Air

Transcript of RPP Hak Guna Air Mengancam Realisasi Hak Atas Air

  • http://www.kruha.org/

    RPP Hak Guna Air Mengancam Realisasi Hak Atas AirPemerintah Indonesia, melalui Departemen Pekerjaan Umum (PU) saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Perundangan (RPP) Hak GunaAir. RPP ini merupakan turunan dari UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Menilik kembali ke belakang, UU Sumberdaya Air merupakansalah satu UU yang disusun melalui pinjaman program Bank Dunia (Water Resources Sector Adjustment Loan) sebesar US$ 300 juta.UU ini juga didasari atas cara pandang baru terhadap air, yaitu air sebagai barang ekonomi yang mendorong terjadinya komersialisasi, komodifikasidan privatisasi air. Sebagai turunan, tentu saja air sebagai barang ekonomi menjadi landasan utama dalam menyusun RPP Hak GunaAir. Hak guna air, merupakan salah satu implikasi dari cara pandang air sebagai barang ekonomi dan juga merupakan turunan dari water right yangdidasarkan atas tradisi hukum property right. Dengan pemahaman seperti ini, kepemilikan individu atas air menjadi dibenarkan. Water right jugaakan menempatkan air sebagai barang exclusive dan bisa dimonopoli oleh sekelompok orang atau individu serta menuntut negara untuk menjamin hakmemperoleh air, mengakui secara hukum, dan melindungi pemegang hak guna air. Pemahaman ini tentu saja berbeda dengan Hak Atas Air, yangdidasarkan atas air sebagai hak asasi manusia. Sebagai hak asasi manusia, maka air bersifat inclusive, tidak bisa dimonopoli oleh sekelompok orangatau individu, dan negara memiliki kewajiban untuk melindungi, memenuhi, dan memajukan, tersedianya air bagi seluruh rakyatnya.Di dalam naskah RPP Hak Guna Air, berbagai pola dan mekanisme penetapan Hak Guna maupun konsekuensi pemegang hak dalam wujud sertifikat,mengacu dan terinspirasi pada pola penetapan hak yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam Hak Atas Tanah. Padahal, ada perbedaan secarajelas tentang kondisi fisik dan pola pemanfaatan antara air dan tanah. Dalam sistem pertanahan, negara telah menjamin hak pemanfaatanberdasarkan tujuan pemanfaatan dan telah terkodifikasi dalam undang-undang yang ada serta lembaga yang menanganinya. Sedangkan sumber dayaair, sistem pengelolaan dan alokasi sangat tidak jelas sehingga hal tersebut akan semakin mendorong munculnya konflik antara individu, kelompokmasyarakat, maupun egoisme Daerah dari pedesaan sampai tingkat Nasional.Selain itu, ketidakjelasan alokasi pemanfaatan air, sertifikasi penggunaan air dan kewenangan pengelolaan air, menjadi bukti ketidaksiapanPemerintah dalam menjalankan tanggung jawab pengaturan sumber daya air, Beberapa hal tersebut secara langsung dapatmemicu terjadinya konflik yang bersumber pada sumber daya air. Lebih jauh, ketidakjelasan pemegang otoritas dalam pengelolaan sumber daya airdan wadah koordinasi serta lembaga resolusi konflik baik di tingkat nasional maupun daerah, akan semakin memperbesar kemungkinanterjadinya konflik berkepanjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air, belum lagi lembaga-lembaga yang diberikan mandat untukmenyelesaikan jika terjadi konflik atas air adalah lembaga-lembaga yang tidak dapat diakses oleh masyarakat secara mudah dan langsung karenabersifat sentralistik. RPP ini juga lebih mementingkan upaya-upaya untuk melakukan eksploitasi air, sehingga konservasi sebagai bagian penting dari keberlanjutanketersediaan air menjadi diabaikan. Partisipasi masyarakat juga diabaikan. RPP ini juga dikhawatirkan akan memfasilitasi upaya-upayakomersialiasi dan privatisasi sumberdaya air melalui pemberian hak guna usaha tanpa batasan waktu.Terkait dengan berbagai persoalantersebut di atas, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) memandang RPP Hak Guna Air tidak layak untuk dijadikan peraturan dalampengelolaan sumberdaya air. Oleh karenanya KRuHA menuntut kepada pemerintah (Departemen Pekerjaan Umum) untuk :1.Menghentikan proses pembahasan RPP Hak Guna Air2. Menyusun kembali peraturan yang didasarkan atas prinsip air

  • sebagai hak asasi manusiaJakarta, 28 Juli 2008Hamong SantonoKoordinatorPage 2/2