Roda Gigi Bubut-1

116
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Roda Gigi Roda Gigi merupakan salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran, mereduksi dan mempercepat putaran dibandingkan dengan elemen mesin yang lainnya yang juga dapat dipergunakan untuk mentransmisikan daya dan putaran seperti sabuk dan rantai. Roda gigi memiliki kelebihan dan keunggulan tersendiri. Adapun keunggulan roda gigi adalah sebagai berikut : 1. Roda gigi lebih ringkas dalam hal pemindahan daya dan putaran tinggi. 2. Konstruksinya sederhana jika dibandingkan dengan rantai yang dalam pengoperasiannya relatif bising. 3. Akurasi pemindahan daya dan putaran pada roda gigi lebih tinggi dibandingkan dengan sabuk dan rantai. Roda gigi dipilih sebagai alat transmisi pada mesin bubut ini karena memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan elemen mesin lain yang dapat mentransmisikan daya. Roda gigi yang dipakai adalah jenis roda gigi lurus dan memiliki poros yang sejajar karena jalur

Transcript of Roda Gigi Bubut-1

Page 1: Roda Gigi Bubut-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemilihan Roda Gigi

Roda Gigi merupakan salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk

mentransmisikan daya dan putaran, mereduksi dan mempercepat putaran

dibandingkan dengan elemen mesin yang lainnya yang juga dapat dipergunakan

untuk mentransmisikan daya dan putaran seperti sabuk dan rantai.

Roda gigi memiliki kelebihan dan keunggulan tersendiri. Adapun

keunggulan roda gigi adalah sebagai berikut :

1. Roda gigi lebih ringkas dalam hal pemindahan daya dan putaran tinggi.

2. Konstruksinya sederhana jika dibandingkan dengan rantai yang dalam

pengoperasiannya relatif bising.

3. Akurasi pemindahan daya dan putaran pada roda gigi lebih tinggi dibandingkan

dengan sabuk dan rantai.

Roda gigi dipilih sebagai alat transmisi pada mesin bubut ini karena

memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan elemen mesin lain yang dapat

mentransmisikan daya.

Roda gigi yang dipakai adalah jenis roda gigi lurus dan memiliki poros

yang sejajar karena jalur roda gigi lurus tidak akan menimbulkan reaksi yang

sejajar poros.

Roda gigi juga memiliki kekurangan yang umumnya dijumpai pada saat

operasionalnya. Adapun kekurangan roda gigi antara lain :

1. Kurang efisien digunakan untuk transmisi daya dengan jarak poros yang relatif

jauh.

2. Dapat terjadi kerusakan pada salah satu giginya jika terjadi pembebanan yang

cukup besar.

3. Memerlukan ketelitian yang besar dalam hal pembuatan (produksi),

pemasangan dan pemeliharaan.

Page 2: Roda Gigi Bubut-1

Roda gigi dapat mengalami kerusakan yang berupa patah gigi ataupun

permukaan tergores diakibatkan karena pecahnya selaput minyak pelumas.

Kekuatan gigi terhadap lenturan dan tekanan permukaan merupakan hal yang

sangat penting agar dapat encegah kerusakan yang akan terjadi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami cara kerja roda gigi

2. Untuk menguasai perancangan roda gigi

3. Mengetahui elemen-elemen atau aksesoris sebuah roda gigi transmisi beserta

fungsinya.

4. Mengetahui jenis tegangan yang dialami oleh roda gigi, poros dan bantalan

dan hal-hal lain yang nantinya berhubungan dengan laporan roda gigi ini.

5. Untuk menghitung ukuran – ukuran utama roda gigi dan rasio roda gigi.

6. Menggambar teknik roda gigi

7. Mahasiswa dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh dari mata kuliah

elemen mesin dalam merancang roda gigi lurus ini, yang digunakan pada

mesin bubut.

1.3 Batasan Masalah

Lingkup dari perancangan tulisan ini adalah perhitungan dan

perancangan roda gigi transmisi pada mesin bubut type LN-1840 (Engine Lathe

machine) yang meliputi : mekanisme sistim tranmisi roda gigi, perancangan

poros, perancangan roda gigi, perancangan spline dan naaf serta perancangan

bantalan.

Spesifikasi dari perancangan ini adalah :

Daya : 4,5 PS

Putaran : 1600 rpm

Page 3: Roda Gigi Bubut-1

1.4 Metodologi Perancangan

Metode yang digunakan untuk merancang roda gigi lurus ini adalah

dengan menggunakan metode perhitungan dan analisis.

Perancangan-perancangan yang dilakukan meliputi :

a. Perancangan poros

b. Perancangan spline

c. Perancangan roda gigi

d. Perncangan naaf

e. Perancangan bantalan

Page 4: Roda Gigi Bubut-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsi Roda Gigi

Roda gigi merupakan salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk

menstransmisikan daya dan putaran, mereduksi dan mempercepat putaran. Dalam

dinamika permesinan roda gigi mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki alat

transmisi lain, yakni : lebih ringkas, kemungkinan terjadi slip kecil, efisiensi

mekanis tinggi dan umur lebih panjang.

2.2 Klasifikasi Roda Gigi

Berdasarkan letaknya pada poros, roda gigi dapat dikelompokkan atas tiga

bagian, yaitu :

1. Roda gigi dengan poros sejajar

2. roda gigi dengan poros berpotongan

3. Roda gigi dengan poros silang

Klasifikasi roda gigi dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

Letak Poros Roda Gigi Keterangan

Roda Gigi

dengan poros

sejajar

Roda gigi lurus

Roda gigi miring

Roda gigi miring ganda

Klasifikasi atras dasar

bentuk alur gigi.

Roda gigi luar

Roda gigi dalam dan pinion

Batang gigi dan pinion

Klasifikasi atas dasar bentuk

dan gigi.

Roda gigi

dengan poros

berpotongan

Roda gigi kerucut lurus

Roda gigi kerucut spiral

Roda gigi kerucut tedol

Roda gigi kerucut miring

Roda gigi kerucut miring ganda

Klasifikasi atas dasar bentuk

jalur gigi.

Page 5: Roda Gigi Bubut-1

Roda Gigi Keterangan

Roda dengan

poros silang

Roda gigi miring silang

Batang gigi miring silang

Kontak tiitk

Gerakan lurus dan berputar

Roda gigi cacing slindris

Roda gigi cacing selubung ganda

(globoid)

Roda gigi cacing sampingan

Roda dengan

poros silang

Roda gigi hyperboloid

Roda gigi hipoid

Roda gigi permukaan silang

Sumber : Joseph E.Shigley, Charles R.Mischke, Richard G.Budynas, Mechanical Engineering

Design, Seventh Edition, Mc-Graw Hill;New York, 2003.

2.2.1 Roda Gigi dengan Poros Sejajar

Roda gigi dengan poros sejajar memiliki gigi-gigi yang sejajar pada dua

bidang silinder dan dua bidang silinder tersebut bersinggungan yaitu satu

menggelinding pada ujung yang lain dengan sumbu tetap sejajar.

1. Roda Gigi Lurus ( Spurs Gear )

Roda gigi lurus merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur roda gigi

sejajar poros.

Gambar 2.1 Roda Gigi Lurus

Letak Poros

Page 6: Roda Gigi Bubut-1

2. Roda Gigi Miring ( Helical Gear )

Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder

jarak bagi. Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling

membuat kontak serentak (disebut perbandingan kontak) adalah lebih

besar daripada roda gigi lurus, sehingga perpindahan momen atau putaran

melalui gigi-gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini sangat

baik untuk menstransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Namun, roda

gigi miring memerlukan bantalan aksial dan kotak roda gigi yang besar

dan kokoh, karena jalur gigi yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan

gaya reaksi yang sejajar dengan poros.

Gambar 2.2 Roda Gigi Miring

3. Roda Gigi Miring Ganda

Gaya aksial yang ditimbulkan pada gigi membentuk alur berbentuk V

tersebut akan saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan

reduksi, kecepatan keliling dan daya yang diteruskan dapat diperbesar

tetapi pembuatannya sukar.

Page 7: Roda Gigi Bubut-1

Gambar 2.3 Roda Gigi Miring Ganda

4. Roda Gigi Dalam dan Pinion

Roda gigi dalam (atau roda gigi internal, internal gear) adalah roda gigi

yang gigi-giginya terletak di bagian dalam dari silinder roda gigi. Berbeda

dengan roda gigi eksternal yang memiliki gigi-gigi di luar silindernya.

Roda gigi internal tidak mengubah arah putaran.

Gambar 2.4 Roda Gigi Dalam

5. Batang Gigi dan Pinion

Merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi

dan pinion digunakan untuk mengubah gerakan putar menjadi lurus atau

sebaliknya.

Gambar 2.5 Roda Gigi Pinion dan Batang Gigi

Page 8: Roda Gigi Bubut-1

2.2.2 Roda Gigi dengan Poros Berpotongan

Pada roda gigi poros berpotongan, bidang jarak bagi merupakan bidang

kerucut yang puncaknya terletak di titik potong sumbu poros.

1. Roda Gigi Kerucut Lurus

Dengan gigi lurus adalah yang paling mudah dibuat dan paling sering

dipakai. Tetapi roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya

yang kecil juga konstruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan

pada kedua ujung porosnya.

Gambar 2.6 Roda Gigi Kerucut Lurus

2. Roda Gigi Kerucut Spiral

Karena mempunyai perbandingan kontak yang besar, maka roda gigi ini

dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua roda

gigi ini biasanya dibuat 900.

Page 9: Roda Gigi Bubut-1

Gambar 2.7 Roda Gigi Kerucut Spiral

3. Roda Gigi Permukaan

Roda gigi ini sama halnya dengan roda gigi lurus yakni berisik karena

perbandingan kontak yang kecil. Roda gigi ini tidak cocok dipakai pada

putaran dan daya yang tinggi.

Gambar 2.8 Roda Gigi Permukaan

2.2.3 Roda Gigi dengan Poros Silang

1. Roda Gigi Cacing Slindris

Roda gigi ini mempunyai gigi cacing berbentuk silinder.

Gambar 2.9 Roda Gigi Cacing Slindris

2. Roda Gigi Gobloid (Cacing Gobloid)

Digunakan untuk gaya yang lebih besar karena perbandingan kontak yang

lebih besar.

Page 10: Roda Gigi Bubut-1

Gambar 2.10 Roda Gigi Cacing Gobloid

3. Roda Gigi Hipoid

Roda gigi ini mempunyai jalur berbentuk spiral pada bidang

kerucut yang sumbunya bersilang. Pemindahan gaya pada permukaan gigi

berlangsung secara meluncur dan menggelinding.

Gambar 2.11 Roda Gigi Hipoid

2.3 Nama-nama Bagian Roda Gigi dan Ukurannya.

Nama-nama bagian utama dari sebuah roda gigi terlihat dalam gambar

berikut :

(a) (b)

Page 11: Roda Gigi Bubut-1

Gambar 2.13 Profil Standar (ISO) untuk batang gigi (a) dan roda gigi (b)

Nama-nama bagian roda gigi lurus, antara lain :

1. Lingkaran Kaki (Root Circle) : Lingkaran dengan diameter df, merupakan

penampang dari silinder kaki yang dipotong oleh bidang tegak lurus

sumbu roda gigi.

2. Lingkaran Dasar (Base Circle) : Lingkaran semu dengan diameter db,

merupakan dasar dari pembentukan involute.

3. Lingkaran Referensi (Reference Circle) : Lingkaran semu dengan diameter

d, dimana kelilingnya merupakan hasil kali dari pits dengan jumlah gigi.

πd=z . p

4. Lingkaran Puncak (Top Circle) : Lingkaran dengan diameter da,

merupakan penampang dari silinderpuncak yang dipotong oleh bidang

tegak lurus sumbu roda gigi.

5. Dedendum hf : Jarak radial antara lingkaran referensi dengan lingkaran

kaki.

6. Adendum ha : jarak radial antara lingkaran puncak dengan lingkaran

referansi.

7. Tebal gigi (Tooth Thickness, s) : Panjang busur pada lingkaran referensi

diantara dua buah sisi (profil) pada satu gigi.

8. Jarak gigi (Space Width, l) : Panjang busur pada lingkaran referensi

diantara dua sisi yang berseberangan (antara dua gigi).

9. Pits (Pitch, p) : Panjang busur pada lingkaran referensi diantara dua

involute yang berurutan.

p=π . m

10. Modul (Module, m) : Parameter yang menentukan jumlah gigi bagi suatu

lingkaran referensi yang tertentu yang tertentu (dua buah lingkaran

referensi dengan diameter yang sama dapat mempunyai jumlah gigi yang

berlainan apabila harga m berbeda).

11. Sudut tekan (Pressure Angle, α) : sudut tekecil antara garis normal pada

involute dengan garis singgung pada lingkaran referensi dititi potong

antara involute dengan lingkaran referensi. Menurut standart ISO, sudut

tekan berharga 20°.

Page 12: Roda Gigi Bubut-1

12. Lebar gigi (Face Width, b) : Jarak antara kedua tepi roda gigi yang diukur

pada permukaan referensi.

Gambar 2.14 Profil gigi pada roda gigi lurus

Suatu lengkung involut pada roda gigi dibentuk melalui tahapan-tahapan

sebagai berikut :

1. Lingkaran dasar dibagi menjadi beberapa bagian yang sama dan taarik

garis-garis radial OA0, OA1, OA2, dan seterusnya.

2. Mulai pada A1, tarik garis tegak lurus A1B1, A2B2, A3B3, dan seterusnya.

3. Sepanjang A1B1 jangkakan jarak A1A0, sepanjang A2B2 jangkakan dua kali

jarak A1A0, dan seterusnya sehingga menghasilkan titik-titik melalui mana

lengkung involut dapat digambarkan.

Gambar 2.14 Pembentukan suatu lengkung involut

Page 13: Roda Gigi Bubut-1

2.4 Assembling

Gambar 2.14. Assembling

Keterangan Gambar :

1. Rotary head motor

2. Spline

3. Input Pinion

4. Roda Gigi Input

5. Roda Gigi Perantara Input

6. Roda Gigi Perantara Output

7. Roda Gigi Output

8. Spindel (Rod Drill)

9. Bantalan bola baris tunggal

10. Bantalan bola baris tunggal

Page 14: Roda Gigi Bubut-1

2.5 Mekanisme Transmisi Roda Gigi

Dalam perancangan ini, jenis roda gigi yang dipakai pada mesin bubut

type “LN-1840”, spesifikasi daya 4,5 PS dan putaran 1600 rpm dengan reduksi 1 :

0,9375 adalah roda gigi lurus.

Tidak seperti pada kendaraan otomotif, dimana variasi putaran diatur

dengan cara menggerakkan tuas untuk memutus atau menyambung putaran roda

gigi yang diinginkan, pada mesin bubut ini variasi putaran hanya dilakukan pada

elektromotor dan rotary head motor, sehingga keempat roda gigi selalu dalam

keadaan tetap. Putaran yang dihasilkan dari elektromotor diteruskan ke input

pinion melalui spline. Pada input pinion terdapat roda gigi input yang meneruskan

putaran ke roda gigi perantar input yang menyebabkan momen puntir bertambah.

Putaran Roda gigi perantara input menyebabkan roda gigi perantara output

ikut berputar karena berada dalam poros yang sama dengan roda gigi perantara

input, yaitu pada poros perantara. Kemudian putaran diteruskan ke roda gigi

output yang menyebabkan momen puntir bertambah lagi.

Roda gigi output yang berada tegak lurus poros kemudian memutar poros

output (spindel) melalui hubungan spline dan naaf. Roda diikatkan ke dalam

spindle sehingga roda ikut berputar. Karena pada ujung roda diberi mata pahat,

maka proses penakanan spesimen berlangsung dengan sendirinya serta dapat

diatur dengan menggunakan excapator oleh operator.

2.6 Komponen Utama Mesin Bubut

Dalam mesin bubut, terdapat beberapa komponen utama yang juga akan

dirancang selain roda gigi, yaitu :

1. Poros

Poros merupakan suatu bagian stasioner yang berputar, berpenampang

bulat, dan terpasang elemen-elemen pemindah daya, seperti roda gigi, pulley, dan

flywheel. Fungsi poros adalah untuk meneruskan daya dan putaran antar

komponen mesin.

Page 15: Roda Gigi Bubut-1

Poros dapat dibedakan atas beberapa bagian menurut pembebanannya,

yaitu:

a. Poros Transmisi.

Digunakan untuk memindahkan daya melalui; Kopling, Roda gigi, Pulley,

Sabuk atau Sproket dan Rantai. Poros ini menerima beban puntir dan beban

lentur.

b. Poros Spindel

Merupakan poros transmisi yang pendek dan digunakan memindahkan gaya

pada poros utama mesin perkakas. Beban utama berupa puntiran dan

deformasi yang terjadi pada poros harus kecil.

c. Poros Gandar

Poros Gandar ini tidak berputar dan beban utamanya adalah lenturan atau

lendutan.

Jenis poros yang akan dirancang meliputi : perancangan poros penggerak

atau poros input, poros perantara, dan poros spindle atau poros output.

2. Spline

Pada dasarnya fungsi spline adalah sama dengan pasak, yaitu meneruskan

daya dan putaran dari poros ke kompone-komponen lain yang terhubung

dengannya, ataupun sebaliknya.

Perbedaannya adalah spline menyatu atau menjadi bagian dari poros

sedangkan pasak merupakan komponen yang terpisah dari poros dan memerlukan

alur pada poros untuk pemasangannya. Selain itu jumlah spline pada suatu

konstruksi telah tertentu berdasarkan standar SAE, sedangkan jumlah pasak

ditentukan sendiri oleh perancangnya. Hal ini menyebabkan pemakaian spline

lebih menguntungkan dilihat dari segi penggunaannya karena sambungannya

lebih kuat dan beban puntirnya merata di seluruh bagian poros dibandingkan

dengan pasak yang akan menimbulkan konsentrasi tegangan pada daerah di mana

pasak dipasang.

Page 16: Roda Gigi Bubut-1

3. Roda Gigi

Roda gigi pada tugas rancang ini terdiri dari roda gigi yang terdapat pada

poros input (dengan memperhatikan assembly roda gigi) yaitu roda gigi input,

roda gigi yang berada poros perantara yang terdiri dari roda gigi perantara input,

roda gigi perantara output, dan roda gigi output.

Semua roda gigi dalam perancangan ini merupakan roda gigi lurus dengan

bentuk gigi standar yaitu tipe roda gigi involut dengan sudut kemiringan gigi 200.

4. Naaf

Naaf dan spline merupakan bagian yang saling berkecocokan tetapi

berbeda bagian. Spline berupa tonjolan atau bukit pada sisi poros dan naaf

merupakan pasangan dari bentuk tonjolan atau bukit tersebut. Sama seperti spline,

naaf juga ada pada poros input dan pada poros output.

Pada poros input, naaf terletak pada poros input elektromotor. Sedangkan

pada poros output naaf terletak pada roda gigi output.

5. Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros sehingga putaran dan

gerak bolak – baliknya berlangsung dengan halus, aman dan tahan lama. Bantalan

yang akan dirancang pada perancangan ini adalah bantalan yang terpasang pada

poros input, poros perantara, dan poros output.

2.7 Rumus Yang Akan Digunakan

Dalam perancangan roda gigi lurus pada mesin bubut, akan digunakan

berbagai rumus yang berdasarkan atas referensi dari beberapa buku perancangan

yang telah divalidasi kebenarannya. Rumus atau formula yang akan digunakan

dalam perhitungan peerancangan roda gigi lurus pada mesin bubut adalah sebagai

berikut :

Page 17: Roda Gigi Bubut-1

1. Pada Perancangan Poros

Gambar 2.15 Poros

Perancangan Daya (Sularso, 1994, hal 7)

Pd = P.fc ................................................................................................. (1)

Dimana :

Pd = Daya rencana (kW)

P = Daya keluaran motor penggerak (kW)

fc = Faktor koreksi

Momen Puntir/ Torsi Pada Poros (Sularso, 1994, hal 7)

Mp = 9,74.10

5 ¿

PdN ............................................................................ (2)

Dimana :

Mp = Momen Puntir / Torsi (kg.mm)

n = Putaran (rpm)

Menghitung Tegangan Geser (Sularso, 1994, hal 7 )

τ g=16 M p

π ( d p )3 ...................................................……....………………...(3)

Dimana:

τ g = tegangan geser ijin yang timbul (kg/mm2)

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)

dp = diameter poros (mm)

L

D

Page 18: Roda Gigi Bubut-1

Menghitung Tegangan Geser Izin Bahan (Sularso, 1994, hal 7 )

τ gi=σ B

Sf 1 Sf 2 .......................................................................................... (4)

Dimana:

τai = tegangan geser izin bahan (kg/mm2)

σB = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)

Sf1 = faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir yang harganya 5,6

untuk bahan S-F dan 6,0 untuk bahan S-C

Sf2 = faktor keamanan akibat pengaruh konsentrasi tegangan seperti

adanya alur pasak pada poros, harganya 1,3÷3,0

Menghitung Diameter Poros (Sularso, 1994, hal 8)

dp = (

5,1τgi ¿ Kt×Cb×Mt )

13 ..................................................................... (5)

Dimana :

dp = diameter poros (mm)

Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir yang besarnya:

1,0 jika beban dikenakan halus

1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan

1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan

Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur atau tidak

yang harganya:

1,0 jika tidak terjadi beban lentur

1,2-2,3 jika terjadi beban lentur

Momen Puntir Pada Poros Jika Ada Reduksi kecepatan (Sularso, 1994, hal 7)

Mp = 9,74.105

¿ PdN¿ i ……………..................................................…

(6)

Dimana :

Page 19: Roda Gigi Bubut-1

Mp = Momen puntir (kg.mm)

Pd = Daya rencana (kW)

N = Putaran (rpm)

2. Pada Perancangan Spline

Gambar 2.16 Spline

Gaya Yang Bekerja Pada Spline (Sularso, 1994, hal 25)

F= Mprm

...................................................................................................…

(7)

Dimana:

Mp = momen puntir yang bekerja pada poros (kg.mm)

F = gaya yang bekerja pada spline (kg)

rm = jari-jari rata-rata spline (mm).

Tegangan Geser Spline (Sularso, 1994, hal 25)

τ g=F

i.w . L .............................................................................................…

(8)

Dimana:

g = tegangan geser (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada spline (N)

i = jumlah gigi spline

w = lebar spline (mm)

Page 20: Roda Gigi Bubut-1

L = panjang spline (mm)

Tegangan Tumbuk Spline (Sularso, 1994, hal 27)

σ t=F

i.h . L ….............................................................................................(9)

Dimana :

σ t = tegangan tumbuk (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada spline (N)

i = jumlah gigi spline

h = tinggi spline (mm)

L = panjang spline (mm)

Tegangan Tumbuk Izin (Sularso, 1994, hal 27)

σ ti=σb

i …........................................................................................…(10)

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

b = Kekuatan Tarik (kg /mm2)

Tegangan geser ijin (Sularso, 1994, hal 27)

τ gi=0,577. σ ti.......................................................................................(11)

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

τ gi=¿ Tegangan Geser Izin (kg/mm2)

3. Perancangan Naaf

Gambar 2.18 Naaf

Page 21: Roda Gigi Bubut-1

Gaya Yang Bekerja Pada Naaf (Sularso, 1994, hal 25)

F= Mprm

.................................................................................................…

(12)

Dimana:

Mp = momen puntir yang bekerja pada poros, dari perhitungan pada Bab

3 diperoleh sebesar 2014,9625 kg-mm

F = gaya yang bekerja pada naaf (kg)

rm = jari-jari rata-rata naaf (mm).

Tegangan Geser Naaf (Sularso, 1994, hal 25)

τ g=F

i.w . L ...........................................................................................…

(13)

Dimana:

g = tegangan geser (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada naaf (N)

i = jumlah gigi naaf

w = lebar naaf (mm)

L = panjang naaf (mm)

Tegangan Tumbuk Naaf (Sularso, 1994, hal 27)

P= Fi .h . L

….............................................................................................

(14)

Dimana :

P = tegangan tumbuk (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada naaf (N)

i = jumlah gigi naaf

h = tinggi naaf (mm)

L = panjang naaf (mm)

Tegangan Tumbuk Izin (Sularso, 1994, hal 27)

Page 22: Roda Gigi Bubut-1

σ ti=σb

i …........................................................................................…(15)

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

b = Kekuatan Tarik (kg /mm2)

Tegangan geser ijin (Sularso, 1994, hal 27)

τ gi=0,577. σ ti.......................................................................................(16)

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

τ gi=¿ Tegangan Geser Izin (kg/mm2)

4. Perancangan Roda Gigi

Gambar 2.17 Roda Gigi

Diameter Roda Gigi (Sularso, 1994, hal 216)

D=2 ai+1

………………..…...................................................................(17)Dimana :

D = diameter roda gigi (mm)

a = jarak poros (mm)

i = perbandingan jumlah gigi

Perbandingan Jumlah Gigi (Sularso, 1994, hal 216)

Page 23: Roda Gigi Bubut-1

i=D2

D1.………..........................................................................................(18)

Dimana :

i = perbandingan jumlah gigi

Jumlah Gigi (Sularso, 1994, hal 214)

z= Dm

….……………….....................................................................…(19)

Dimana :

z = jumlah gigi

D = Diameter roda gigi (mm)

m = modul roda gigi

Kecepatan Keliling Roda Gigi (Sularso, 1994, hal 238)

V=π Di ni

60000 ...…………….................................................................…(20)

Dimana :

V = kecepatan keliling (m/s)

Di = diameter pinyon (mm)

ni = putaran pinyon (rpm)

Gaya Tangensial Roda Gigi (Sularso, 1994, hal 238)

F t=102 Pd

V ………....…..................................................................…..(21)

Dimana:

Ft = gaya tangensial roda gigi (N)

Pd = daya perancangan (kW)

Beban Lentur (Sularso, 1994, hal 240)

Fb' =σa×m×Y×f v ….…..................................................................…(22)

Dimana:

Fb’ = beban lentur per satuan lebar sisi (kg/mm)

Page 24: Roda Gigi Bubut-1

σa = kekuatan lentur ijin bahan (kg/mm2)

m = modul roda gigi (mm)

Y = faktor bentuk gigi, yang dapat dilihat pada tabel 5.1.

fV = faktor dinamis

Beban Permukaan (Sularso, 1994, hal 244)

FH' =f V k H d01

2 z2

z1+z2 …....................................................................(23)

Dimana:

F’H = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)

d01 = diameter jarak bagi roda gigi penggerak (mm)

z1,z2= jumlah gigi roda gigi penggerak dan yang digerakkan

kH = faktor tegangan kontak, yang dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tegangan Lentur (Sularso, 1994, hal 239)

σ t=6 F t h

b t2………….……....................................................................(24)

Dimana :

σt = tegangan lentur yang terjadi (kg/mm2)

h = tinggi gigi (mm)

b = lebar sisi roda gigi (mm)

t = tebal gigi (mm)

Lebar sisi roda gigi (Sularso, 1994, hal 240)

b=F t

F 'H.....................................................................................................

(25)

Dimana :

Ft = gaya tangensial roda gigi (N)

F’H = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)

Page 25: Roda Gigi Bubut-1

5. Perancangan Bantalan

Gambar 2.18 Bantalan

Massa roda gigi Sularso, 1994, hal 64)

M= π4

( D−d ) . b . ρ

Dimana:

M = beban massa roda gigi (kg)

D = diameter jarak bagi roda gigi (mm)

d = diameter poros input (mm)

b = tebal roda gigi (mm)

ρ = massa jenis roda gigi dimana untuk bahan baja harganya adalah

7,65×10-6 kg/mm3

Beban Akibat Gaya Tangensial (Sularso, 1994, hal 65)

F t=F tan

Dimana:

Ft = beban akibat gaya tangensial (kg)

F = gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi input

Φ = sudut tekan roda gigi yakni sebesar 20°

B eban radial total Sularso, 1994, hal 65)

F r=√M 2+Ft2......................................................................................(28)

Dimana :

F r = Beban radial total (kg)

M = beban massa roda gigi (kg)

Ft = beban akibat gaya tangensial (kg)

Page 26: Roda Gigi Bubut-1

Beban Ekivalen Sularso, 1994, hal 67)

P=X . F r+Y .Fa.....................................................................................(29)

Dimana :

P = beban ekivalen (kg)

X = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal

besarnya adalah 0,6

Fr = gaya radial total yaitu sebesar 22,93 kg

Y = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal

besarnya adalah 0,5

Fa = gaya aksial, untuk bantalan pendukung poros ini besarnya adalah 0

karena tidak ada gaya aksial yang dibebankan pada bantalan ini

B asic static load rating Sularso, 1994, hal 67)

Co=P.....................................................................................................(30)

Dimana :

Co=¿ Basic static load (kg)

P = beban equivalen (kg)

Basic dynamic load rating Sularso, 1994, hal 67)

C=P . L13 ...............................................................................................(31)

Dimana :

C = basic dynamic load rating (kg)

P = beban equivalen (kg)

L = umur bantalan yang dinyatakan dalam juta putaran.

Massa total roda gigi adalah (Sularso,1994, hal 68)

M total=M pi+ M po................................................................................(32)

Dimana :

M total = Massa total roda gigi (kg)

M pi = Massa Roda gigi Input (kg)

M pi = Massa Roda gigi Output (kg)

Page 27: Roda Gigi Bubut-1

BAB III

PERANCANGAN POROS

Poros merupakan salah satu komponen terpenting dalam mesin yaitu suatu

bagian stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat, dimana terpasang

elemen-elemen pemindah daya, seperti : Roda gigi, Pulley, Flywheel dan

sebagainya. Fungsi poros adalah untuk meneruskan daya dan putaran antar

komponen mesin.

Mpτ g

L D

Page 28: Roda Gigi Bubut-1

Gambar 3.1 Poros

3.1. Perancangan Poros Input

Jenis poros yang direncanakan adalah poros yang digunakan pada Mesin

Bubut dengan daya yang ditransmisikan, P = 4,5 PS dan Putaran, n = 1600 rpm.

Sehingga : P = 4,5 x 0,735

= 3,31 kW

Perancangan Daya rencana diperoleh dari rumus : (Sularso, 1994, hal 7)

Pd = P.fc ………………………….........................................………..

(3.1)

Dimana :

Pd = Daya rencana (kW)

P = Daya keluaran motor penggerak (kW)

fc = Faktor koreksi

Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan sesuai dengan Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jenis – jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan

Daya yang akan ditransmisikan factor koreksi (fc)

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2.0

Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2

Daya normal 1,0 - 1,5

( Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga)

Untuk momen torsi yang aman terhadap puntiran, maka factor koreksi

yang dipilih adalah daya maksimum yang diperlukan, dalam hal ini dipilih fc =

1,2. Sehingga daya rencana (Pd) adalah :

Pd = 1,2 x 3,31 kW

= 3,972 kW

Akibat daya dan putaran akan menimbulkan Momen puntir/Torsi sebesar :

(Sularso, 1994, hal 7)

Page 29: Roda Gigi Bubut-1

Mp = 9,74.105

PdN ………................................………………… (3.2)

Dimana :

Mp = Momen puntir (kg.mm)

N = Putaran (rpm)

Sehingga :

Mp = 9,74.105

3,9721600

= 2417,955 Kg.mm

3.1.1. Pemeriksaan Kekuatan Poros Input

Untuk merancang poros, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap

tegangan yang timbul, dimana jenis tegangan yang timbul pada poros adalah

tegangan geser. Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan

tegangan geser : (Sularso, 1994, hal 7)

τ g=16 M p

π ( d p )3 ...................................................……....………………(3.3)

Dimana:τ g = tegangan geser ijin yang timbul (kg/mm2)

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)

dp = diameter poros (mm)

Sehingga :

τ g= 16 x2417,955

3,14 x 153

= 3,6506 kg

mm2

3.1.2. Bahan Poros Input

Tabel 3.2. Tegangan lentur diijinkan pada bahan roda gigi

Kelompok bahan

Lambang bahan

Kekuatan tarik

σB (kg/mm2)

Kekerasan (Brinnel)

HB

Tegangan lentur yang

dijinkanσa (kg/mm2)

Besi cor FC 15 15 140 ÷ 160 7FC 20 20 160 ÷ 180 9

Page 30: Roda Gigi Bubut-1

FC 25 25 180 ÷ 240 11FC 30 30 190 ÷ 240 13

Baja corSC 42 42 140 12SC 46 46 160 19SC 49 49 190 20

Baja karbon untuk konstruksi mesin

S 25 C 45 123 ÷ 183 21S 35 C 52 149 ÷ 207 26

S 45 C 58 167 ÷ 229 30

Baja paduan dengan pengerasan kulit

S 15 CK 50400 (dicelup dingin dalam

minyak)30

SNC 21 80 600 (dicelup dingin dalam

air)

35 ÷ 40

SNC 22 100 40 ÷ 55

Baja khrom nikel

SNC 1 75 212 ÷ 255 35 ÷ 40SNC 2 85 248 ÷ 302 40 ÷ 60SNC 3 95 269 ÷ 321 40 ÷ 60

Perunggu 18 85 5Logam delta 35 ÷ 60 - 10 ÷ 20Perunggu fosfor (coran)

19 ÷ 30 80 ÷ 100 5 ÷ 7

Perunggu nikel (coran)

64 ÷ 90 180 ÷ 260 20 ÷ 30

Damar phenol, 3 ÷ 5Sumber : Joseph E.Shigley, Charles R.Mischke, Richard G.Budynas, Mechanical Engineering Design, Seventh Edition, Mc-Graw Hill;New York, 2003.

Setelah diperoleh tegangan geser yang timbul dari perhitungan di atas,

berikutnya adalah menghitung tegangan geser izin yang harus melebihi nilai

tegangan geser yang timbul. Untuk menghitung tegangan geser izin, maka

diperlukan pemilihan bahan untuk poros yang diambil dari tabel 3.2.

Dari tabel 3.2. kita pilih bahan poros input dari baja khrom nikel SNC 2

dengan kekuatan tarik b = 85 kg/mm2 dengan alasan bahwa baja khrom nikel

SNC merupakan paduan baja dengan material Nickel dan Chrom yang memiliki

keunggulan dalam hal ketahanan Tegangan geser ijin untuk bahan ini dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut : (Sularso, 1994, hal 7)

Page 31: Roda Gigi Bubut-1

τ gi=σb

Sf 1 . Sf 2 …………….…...................................……………………

(3.4)

Dimana:

τ gi = tegangan geser ijin bahan (kg/mm2)

σb = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)

Sf 1 = faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir yang harganya 5,6

untuk bahan S-F dan 6,0 untuk bahan S-C

Sf 2 = faktor keamanan akibat pengaruh konsentrasi tegangan seperti

adanya alur pasak pada poros, harganya 1,3÷3,0

Dari data di atas untuk bahan S-C dipilih harga Sf1 = 6,0 dan harga Sf2 =

2,0 karena terdapat alur spline pada poros dan pada poros dibentuk roda gigi

input. Maka diperoleh :

τ gi=85

6,0.2,0

= 7,0833 kg

mm2

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa tegangan puntir yang

terjadi lebih kecil dari tegangan puntir yang diijinkan (7,0833 > 3,6506 kg/mm2)

sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan SNC 2 yang dipilih untuk poros input

yang direncanakan cukup aman.

3.1.3. Perencanaan Diameter Poros

Untuk menghitung diameter poros, ditentukan dengan persamaan :

(Sularso, 1994, hal 8)

d p3=

5,1. K t Cb M p

τgi ...……………………………..….........................……

(3.5)Dimana :

dp = diameter poros (mm)

Page 32: Roda Gigi Bubut-1

Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir yang besarnya:1,0 jika beban dikenakan halus1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan

Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur atau tidak yang harganya:1,0 jika tidak terjadi beban lentur 1,2-2,3 jika terjadi beban lentur

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm).

Karena diperkirakan terjadi beban lentur akibat pembebanan roda gigi,

diambil harga Cb = 1,7. Untuk harga Kt diambil harganya 1 karena diperkirakan

tidak terjadi beban kejut pada poros, sehingga :

dp = (

5,17 ,0833 x 1 x 1,7 x 2417,955 kg mm)

13

= 14,36 mm

= 15 mm

3.2. Perancangan Poros Perantara

Poros perantara mempunyai putaran yang lebih lambat dibandingkan

dengan poros input. Dalam hal ini perbandingan putaran poros input dengan poros

perantara yang direncanakan ( i ) adalah 1,5.

Maka momen puntir yang dialami poros perantara adalah : (Sularso, 1994, hal 8)

Mp = 9,74.105

¿ PdN¿ i ……………...............................................…

(3.6)Dimana :

Mp = Momen puntir (kg.mm)

Pd = Daya rencana (kW)

N = Putaran (rpm)

Sehingga :

Mp = 9,74 . 105¿

3,9721600 x 1,5

= 3626,9325 kg.mm

3.2.1.Pemeriksaan Kekuatan Poros Perantara

Page 33: Roda Gigi Bubut-1

Sama halnya dengan poros input, pada poros perantara, diperlukan terlebih

dahulu untuk menghitung tegangan geser yang timbul. Maka tegangan geser yang

timbul (τg) adalah :

τ g=16 M p

π ( d p )3

Dimana:τ g = tegangan geser ijin yang timbul (kg/mm2)

Mp =momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)

dp = diameter poros (mm)

Sehingga :

τ g= 16 x3626,9325

3,14 x 173

= 3,76 kg

mm2

3.2.2. Bahan Poros Perantara

Setelah diketahui tegangan geser yang timbul, maka selanjutnya akan

dilakukan perhitungan terhadap tegangan geser izin, dimana diperlukan pemilihan

bahan untuk dapat menghitung tegangan geser izin. Poros perantara dibuat bersatu

dengan roda gigi perantara sehingga dalam memilih bahan untuk poros ini kita

ambil dari tabel bahan roda gigi sebelumnya. Dari tabel 3.2. kita pilih bahan poros

perantara dari baja khrom nikel SNC 2 dengan kekuatan tarik b = 85 kg/mm2.

Dari data sebelumnya untuk bahan S-C dipilih faktor keamanan Sf1 = 6,0 dan Sf2=

2,0 karena roda gigi perantara dibentuk pada poros perantara ini. Maka tegangan

geser izin poros (τg) adalah :

τ gi=σb

Sf 1 . Sf 2

Dimana:

τ gi = tegangan geser ijin bahan (kg/mm2)

σb =kekuatan tarik bahan (kg/mm2)

Page 34: Roda Gigi Bubut-1

Sf 1 =faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir yang harganya 5,6

untuk bahan S-F dan 6,0 untuk bahan S-C

Sf 2 =faktor keamanan akibat pengaruh konsentrasi tegangan seperti

adanya alur pasak pada poros, harganya 1,3÷3,0

Dari data di atas untuk bahan S-C dipilih harga Sf1 = 6,0 dan harga Sf2 =

2,0 karena terdapat alur spline pada poros dan pada poros dibentuk roda gigi

input. Maka diperoleh:

τ gi ¿85

6,0.2,0

= 7,0833 kg

mm2

Dari hasil perhitungan diperoleh τ gi > τg (7,0833 > 3,76 kg/mm2), sehingga dapat

disimpulkan bahwa poros perantara cukup aman terhadap tegangan geser.

3.2.3. Perencanaan Diameter Poros Perantara

Diameter poros perantara dapat dihitung berdasarkan persamaan:

d p3=

5,1. K t Cb M p

τgi

Dimana :

dp = diameter poros (mm)Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir yang besarnya:

1,0 jika beban dikenakan halus1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan

Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur atau tidak yang harganya:1,0 jika tidak terjadi beban lentur 1,2-2,3 jika terjadi beban lentur

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm).

Karena diperkirakan terjadi beban lentur akibat pembebanan roda gigi,

diambil harga Cb = 1,7. Untuk harga Kt diambil harganya 1 karena diperkirakan

tidak terjadi beban kejut pada poros, sehingga :

Page 35: Roda Gigi Bubut-1

dp = (

5,17 ,0833 x 1 x 1,7 x 3626,9325)

13

= 16,389 mm (diambil dp =17 mm)

3.3. Perancangan Poros Output

Poros output mempunyai putaran yang lebih besar dibandingkan dengan

poros perantara yaitu 1600 rpm.

Maka momen puntir yang dialami poros output adalah :

Mp = 9,74.105

¿

PdN

Dimana :

Mp = Momen puntir (kg.mm)

Pd = Daya rencana (kW)

N = Putaran (rpm)

Sehingga :

Mp = 9,74 . 105¿

3,9721600

= 2417,955 Kg.mm

3.3.1. Pemeriksaan Kekuatan Poros Output

Pada poros output, diperlukan terlebih dahulu untuk menghitung tegangan

geser yang timbul. Maka tegangan geser timbul (τg ) adalah :

τ g=16 M p

π ( d p )3

Dimana:τ g = tegangan geser ijin yang timbul (kg/mm2)

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)

dp = diameter poros (mm)

Sehingga :

Page 36: Roda Gigi Bubut-1

τ g= 16 x2417,955

3,14 x 193

= 1,7963 kg

mm2

3.3.2. Bahan Poros Output

Setelah diketahui tegangan geser yang timbul, maka selanjutnya akan

dilakukan perhitungan terhadap tegangan geser izin, dimana diperlukan pemilihan

bahan untuk dapat menghitung tegangan geser izin. Karena momen torsi yang

terjadi lebih besar, maka poros spindel dibuat dari bahan yang mempunyai

kekuatan tarik yang lebih besar dari bahan poros perantara. Maka dipilih bahan

poros output adalah baja khrom nikel SNC 3 dengan kekuatan tarik: b = 95

kg/mm2. Dengan mengambil harga factor keamanan : Sf1 = 6,0 dan Sf2 = 2,0.

Maka tegangan geser izin poros adalah :

τ gi=σb

Sf 1 . Sf 2

Dimana:

τ gi = tegangan geser ijin bahan (kg/mm2)

σb = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)

Sf 1 = faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir yang harganya 5,6

untuk bahan S-F dan 6,0 untuk bahan S-C

Sf 2 = faktor keamanan akibat pengaruh konsentrasi tegangan seperti

adanya alur pasak pada poros, harganya 1,3÷3,0

Dari data di atas untuk bahan S-C dipilih harga Sf1 = 6,0 dan harga Sf2 =

2,0 karena terdapat alur spline pada poros dan pada poros dibentuk roda gigi

input. Maka diperoleh :

τ gi=95

6,0.2,0

= 7,9167 kg

mm2

Page 37: Roda Gigi Bubut-1

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa τ gi > τg,(7,9167 > 1,7963 kg / mm2)

sehingga poros output cukup aman terhadap tegangan geser.

3.3.3. Perencanaan Diameter Poros Output

Diameter poros output adalah :

d p3=

5,1. K t Cb M p

τgi

Dimana :

dp = diameter poros (mm)Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir yang besarnya:

1,0 jika beban dikenakan halus1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan

Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur atau tidak yang harganya:1,0 jika tidak terjadi beban lentur 1,2-2,3 jika terjadi beban lentur

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm).

Maka :

dp = (

5,17 ,9167 x 2 x 2 x 2417,955)

13

= 18,347 mm (diambil dp =20 mm, dikarenakan ukuran bantalan yang

tersedia).

Page 38: Roda Gigi Bubut-1

BAB IV

PERANCANGAN SPLINE

4.1. Perancangan Spline

Pada dasarnya fungsi spline adalah sama dengan pasak, yaitu meneruskan

daya dan putaran dari poros ke komponen-komponen lain yang terhubung

dengannya, ataupun sebaliknya. Perbedaannya adalah spline menyatu atau

menjadi bagian dari poros sedangkan pasak merupakan komponen yang terpisah

dari poros dan memerlukan alur pada poros untuk pemasangannya. Selain itu

jumlah spline pada suatu konstruksi telah tertentu berdasarkan standar SAE,

sedangkan jumlah pasak ditentukan sendiri oleh perancangnya. Hal ini

menyebabkan pemakaian spline lebih menguntungkan dilihat dari segi

penggunaannya karena sambungannya lebih kuat dan beban puntirnya merata di

seluruh bagian poros dibandingkan dengan pasak yang akan menimbulkan

konsentrasi tegangan pada daerah di mana pasak dipasang.

Untuk pemakaian spline pada kenderaan bermotor, mesin perkakas dan

mesin produksi, perhitungannya dilakukan berdasarkan standar dari SAE (Society

of Automotive Engineering). Simbol – simbol yang digunakan dalam standarisasi

ini adalah sebagai berikut:

Gambar 5.1. Spline

Dimana: D = diameter luar spline (mm)

d = diameter dalam spline (mm)

h = tinggi spline (mm)

Mp

w

F, τ gσ t

Page 39: Roda Gigi Bubut-1

w = lebar spline (mm)

L = panjang spline (mm)

Ukuran spline untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam standar

SAE dan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Spesifikasi spline untuk berbagai kondisi operasi (standar SAE)

Number

of

Splines

Permanent FitTo Slide When not

Under Load

To Slide When

Under LoadAll Fits

H D H D h d w

2 0,075D 0,850D 0,125D 0,750D - - 0,241D

6 0,050D 0,900D 0,075D 0,850D 0,100D 0,800D 0,250D

10 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,156D

16 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,098D

Sumber : Kent’s, Mechanical Engineering Handbook, Halaman 15-15

Pada rancangan roda gigi ini spline terdapat pada poros input (input

pinion) dan poros output. Spline ini merupakan spline alur dalam. Pada poros

input, spline berfungsi menghubungkan dan meneruskan putaran dari poros input

elektromotor ke input pinion. Sedangkan pada poros output, spline

menghubungkan atau meneruskan putaran dari roda gigi output ke poros output.

4.1.1. Perancangan Spline Pada Poros Input

Spline pada poros input menghubungkan poros input elektromotor dengan

input pinion. Pada saat beroperasi tidak ada pergeseran (slide) yang terjadi pada

spline. Untuk itu dari tabel 5.1. dipilih spline jenis “permanent fit”, dengan jumlah

spline 10 buah. Berikut ini adalah ukuran – ukuran utama spline pada poros ini.

Karena spline disini merupakan alur dalam maka diameter luar spline

adalah diameter poros input atau di = 20 mm. Maka :

Diameter luar spline adalah :

D = D

0,910

Page 40: Roda Gigi Bubut-1

= 20

0,910

= 21,978

≈ 22 mm

Tinggi spline adalah:

h = 0,045 x D

= 0,045 x 22

= 0,99 mm

Lebar spline adalah:

w = 0,156 x D

= 0,156 x 22

= 3,432 mm

Maka jari – jari rata – rata spline adalah :

rm = D+d

4

Dimana :

rm = Jari-jari rata-rata spline (mm)

Maka :

rm = 22+20

4

= 10,5 mm

Panjang spline diperoleh dari :

L = D3

d3

L = 223

203

= 26,62 mm

Besarnya gaya yang bekerja pada spline diperoleh dari : (Sularso, 1994, hal 25)

F=M p

r m....................................................................................................(4.1)

di mana:

Page 41: Roda Gigi Bubut-1

Mp = momen puntir yang bekerja pada poros, dari perhitungan pada Bab

3 diperoleh sebesar 2417,955 kg-mm

F = gaya yang bekerja pada spline (kg)

rm = jari-jari rata-rata spline (mm).

Maka diperoleh:

F = 2417,955

10,5 = 230,28143 kg

4.1.1.1. Pemeriksaan Kekuatan Spline

Pada bagian ini, pemeriksaan kekuatan spline dilakukan pemeriksaan

terhadap tegangan geser dan tegangan tumbuk. Pemeriksaan dilakukan dengan

membandingkan tegangan yang terjadi dengan tegangan ijin bahan. Dimana

tegangan geser atau tumbuk yang timbul pada spline tidak boleh melebihi

tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan spline.

Pemeriksaan kekuatan spline pada poros input dilakukan sebagai berikut.

Tegangan geser yang timbul pada spline: (Sularso, 1994, hal 25)

τ g = F

iw L ...............................................................................................

(4.2)Dimana:

g = tegangan geser (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada spline (N)

i = jumlah gigi spline

w = lebar spline (mm)

L = panjang spline (mm)

Sehingga :

τ g = 230,28

10 x 3.432 x 26,62

= 0,252 kg/mm2

Tegangan tumbuk yang timbul pada spline dapat diperoleh dari : (Sularso, 1994,

hal 27)

Page 42: Roda Gigi Bubut-1

σ t = F

ih L................................................................................................

(4.3)

Dimana:

σ t = tegangan tumbuk (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada spline (N)

i = jumlah gigi spline

h = tinggi spline (mm)

L = panjang spline (mm)

Sehingga :

σ t = 230,28

10 x 0,99 x26,62

= 0.873 kg/mm2

4.1.1.2. Pemilihan Bahan Spline

Karena spline menyatu dengan poros maka bahan spline sama dengan

bahan poros. Sehingga spline pada poros input juga terbuat dari bahan baja khrom

nikel SNC 2 dengan tegangan tarik ijin tarik 85 kg/mm2.

Tegangan tumbuk ijin bahan spline yaitu baja khrom nikel SNC 2 diperoleh

dengan rumus : (Sularso, 1994, hal 27)

σ ti=σ b

i..................................................................................................(4.4)

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

b = Kekuatan Tarik (kg /mm2)

i = jumlah spline

Sehingga :

σ ti = 8510

= 8.5 kg/mm2

Tegangan geser ijin dapat diperoleh dengan rumus : (Sularso, 1994, hal 27)

τ gi=0,577. σ ti......................................................................................(4.5)

Dimana :

Page 43: Roda Gigi Bubut-1

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

τ gi=¿ Tegangan Geser Izin (kg/mm2)

Sehingga :

τ gi = 0.577. 8.5

= 4.9045 kg/mm2

Jadi tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih

kecil dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan spline (τ g<τ gi dan

σ t<σ ti). Maka spline yang dirancang pada poros input cukup aman terhadap

tegangan yang terjadi.

4.1.2.Perancangan Spline Pada Poros Output

Spline pada poros output ini meneruskan putaran dari roda gigi output ke

poros output. Pada saat beroperasi tidak ada pergeseran (slide) yang terjadi pada

spline. Untuk itu dari tabel 5.1. dipilih spline jenis “permanent fit” dengan jumlah

spline 10 buah.

Karena spline di sini merupakan alur luar maka diameter dalam spline

adalah diameter poros output. Pada bagian spline ini, poros mengalami

pembesaran di mana ukuran diameter dalam yang digunakan sebesar do = 21 mm.

Sehingga diperoleh ukuran – ukuran utama sebagai berikut:

Diameter luar spline adalah :

D = D

0,910

= 21

0,910

= 23,077

≈ 44 mm

Tinggi spline adalah:

h = 0,045 x D

= 0,045 x 24

Page 44: Roda Gigi Bubut-1

= 1.08 mm

Lebar spline adalah:

w = 0,156 x D

= 0,156 x 24

= 3.744 mm

Maka jari – jari rata – rata spline adalah :

rm = D+d

4

Dimana :

rm = Jari-jari rata-rata spline (mm)

Maka :

rm = 24+21

4 = 11,25 mm

Panjang spline diperoleh dari :

L = D3

d3

L = 243

213

= 31,347 mm

Besarnya gaya yang bekerja pada spline diperoleh dari :

F=M p

r m

Dimana:

Mp = momen puntir yang bekerja pada poros, dari perhitungan pada Bab

3 diperoleh sebesar 2417,955 kg-mm

F = gaya yang bekerja pada spline (kg)

rm = jari-jari rata-rata spline (mm).

Sehingga :

F = 2417,955

11,25 = 214,929 kg

4.1.2.1. Pemeriksaan Kekuatan Spline

Page 45: Roda Gigi Bubut-1

Pada bagian ini, pemeriksaan kekuatan spline dilakukan pemeriksaan

terhadap tegangan geser dan tegangan tumbuk. Pemeriksaan dilakukan dengan

membandingkan tegangan yang terjadi dengan tegangan ijin bahan. Dimana

tegangan geser atau tumbuk yang timbul pada spline tidak boleh melebihi

tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan spline.

Pemeriksaan kekuatan spline pada poros output dilakukan sebagai berikut.

Tegangan geser yang timbul pada spline:

τ g = F

iw L

Dimana:

g = tegangan geser (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada spline (N)

i = jumlah gigi spline

w = lebar spline (mm)

L = panjang spline (mm)

Sehingga :

τ g = 214,929

10 x 3.744 x31,347

= 0,183 kg/mm2

Tegangan tumbuk yang timbul pada spline dapat diperoleh dari:

σ t = F

ih L

Dimana:

σ t = tegangan tumbuk (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada spline (N)

i = jumlah gigi spline

h = tinggi spline (mm)

L = panjang spline (mm)

Sehingga :

σ t = 214,929

10 x 1.08 x31,347

= 0.634 kg/mm2

Page 46: Roda Gigi Bubut-1

4.1.2.2. Pemilihan Bahan Spline

Karena spline menyatu dengan poros maka bahan spline sama dengan

bahan poros. Sehingga spline pada poros output juga terbuat dari baja karbon

SNC 3 dengan tegangan tarik 95 kg/mm2 .

Tegangan tumbuk ijin bahan spline yaitu baja khrom nikel SNC 3 diperoleh

dengan rumus :

σ ti=σ b

i

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

b = Kekuatan Tarik (kg /mm2)

i = jumlah gigi spline

Sehingga :

σ ti = 9510

= 9.5 kg/mm2

Tegangan geser ijin dapat diperoleh dengan rumus :

τ gi=¿0,577 σ ti

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

τ gi=¿ Tegangan Geser Izin (kg/mm2)

Sehingga :

τ gi = 0.577. 9.5

= 5.291 kg/mm2

Jadi tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih

kecil dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan spline (τ g<τ gi dan

σ t<σ ti). Maka spline yang dirancang pada poros ouput cukup aman terhadap

tegangan yang terjadi.

Page 47: Roda Gigi Bubut-1

BAB V

PERANCANGAN NAAF

5.1. Perancangan Naaf

Naaf dan spline merupakan bagian yang saling berkecocokan tetapi

berbeda bagian. Spline berupa tonjolan atau bukit pada sisi poros dan naaf

merupakan pasangan dari bentuk tonjolan atau bukit tersebut. Sama seperti spline,

naaf juga ada pada poros input dan pada poros output. Pada poros input, naaf

terletak pada poros input elektromotor. Sedangkan pada poros output naaf terletak

pada roda gigi output. Adapun simbol – simbol yang dipakai dalam perancangan

naaf ini adalah :

F, τ gσ t

Page 48: Roda Gigi Bubut-1

Gambar 6.1. Naaf

Dimana: D = diameter luar naaf (mm)

d = diameter dalam naaf (mm)

w = lebar gigi naaf (mm)

h = tinggi gigi naaf (mm)

L = panjang naaf (mm)

5.1.1. Perancangan Naaf Pada Poros Input

Karena naaf bercocokan dengan spline, maka ukuran – ukuran utama

spline langsung dipakai sebagai ukuran naaf. Maka:

Jumlah naaf : i = 10 buah

Diameter luar naaf : D = 22 mm

Diameter dalam naaf : d = 20 mm

Tinggi naaf : h = 0,99 mm

Jari – jari rata – rata naaf : rm = 10,5 mm

Panjang naaf : L = 26,62 mm

Gaya yang bekerja pada naaf : F = 230,28 kg

5.1.1.1. Perhitungan Kekuatan Naaf

Perhitungan kekuatan naaf dilakukan perhitungan terhadap tegangan geser

dan tegangan tumbuk. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan tegangan

yang timbul dengan tegangan ijin bahan dimana tegangan geser atau tumbuk yang

timbul pada naaf tidak boleh melebihi tegangan geser ijin dan tegangn tumbuk ijin

bahan naaf.

Perhitungan kekuatan naaf pada poros input dilakukan sebagai berikut.

Tegangan geser yang timbul pada naaf : (Sularso, 1994, hal 25)

τ g = F

iw L ..............................................................................................

(5.1)

Page 49: Roda Gigi Bubut-1

Dimana:

g = tegangan geser (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada naaf (N)

i = jumlah gigi naaf

w = lebar naaf (mm)

L = panjang naaf (mm)

Sehingga :

τ g = 230,28

10 x 3.432 x 26,62

= 0,252 kg/mm2

Tegangan tumbuk yang timbul pada naaf diperoleh dari : (Sularso, 1994, hal 27)

σ t = F

ih L ...............................................................................................

(5.2)

Dimana:

σ t = tegangan tumbuk (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada naaf (N)

i = jumlah gigi naaf

h = tinggi naaf (mm)

L = panjang naaf (mm)

Sehingga :

σ t = 230,28

10 x 0,99 x26,62

= 0.873 kg/mm2

5.1.1.2. Pemilihan Bahan

Pada poros input, naaf dibentuk pada poros input elektromotor. Maka

bahan naaf sama dengan bahan dari poros input elektromotor yang sama dengan

input pinion yaitu baja khrom nikel SNC 2 dengan tegangan tarik sebesar 85

kg/mm2.

Tegangan tumbuk ijin naaf yaitu diperoleh dengan rumus : (Sularso, 1994, hal 27)

Page 50: Roda Gigi Bubut-1

σ ti=σ b

i .................................................................................................(5.3)

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

b = Kekuatan Tarik (kg /mm2)

i = jumlah gigi spline

Sehingga :

σ ti = 8510

= 8.5 kg/mm2

Tegangan geser ijin dapat diperoleh dengan rumus : (Sularso, 1994, hal 27)

τ gi=¿ 0,577 σ ti.....................................................................................(5.4)

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

τ gi=¿ Tegangan Geser Izin (kg/mm2)

Sehingga :

τ gi = 0.577. 8.5

= 4.9045 kg/mm2

Jadi tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih

kecil dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan naaf (τ g<τ gi dan σ t<σ ti

).

Maka naaf yang dirancang pada poros input cukup aman terhadap tegangan yang

terjadi.

5.2.1. Perancangan Naaf Pada Poros Output

Pada poros output ini, naaf berkecocokan dengan spline sehingga ukuran –

ukuran utama naaf diambil dari ukuran – ukuran spline, maka:

Jumlah naaf : i = 10 buah

Diameter luar naaf : D = 24 mm

Diameter dalam naaf : d = 21 mm

Tinggi naaf : h = 0,348mm

Page 51: Roda Gigi Bubut-1

Jari – jari rata – rata naaf : rm = 11,25 mm

Panjang naaf : L = 31,347 mm

Gaya yang bekerja pada naaf : F = 214,929 kg

5.2.1.1. Pemeriksaan Kekuatan Naaf

Pemeriksaan kekuatan naaf dilakukan pemeriksaan terhadap tegangan

geser dan tegangan tumbuk. Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan

tegangan yang timbul dengan tegangan ijin bahan dimana tegangan geser atau

tumbuk yang timbul pada naaf tidak boleh melebihi tegangan geser dan tumbuk

ijin bahan naaf.

Pemeriksaan kekuatan naaf pada poros output dilakukan sebagai berikut.

Tegangan geser yang timbul pada naaf :

τ g = F

iw L

Dimana:

g = tegangan geser (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada naaf (N)

i = jumlah gigi naaf

w = lebar naaf (mm)

L = panjang naaf (mm)

Sehingga :

τ g = 214,929

10 x 3.744 x31,347

= 0,183 kg/mm2

Tegangan tumbuk yang timbul pada naaf dapat diperoleh dari :

σ t = F

ih L

Dimana:

σ t = tegangan tumbuk (N/mm2)

F = gaya yang bekerja pada naaf (N)

i = jumlah gigi naaf

Page 52: Roda Gigi Bubut-1

h = tinggi naaf (mm)

L = panjang naaf (mm)

Sehingga :

σ t = 214,929

10 x 1.08 x31,347

= 0.634 kg/mm2

5.2.1.2. Pemilihan Bahan

Naaf dibentuk pada poros output. Maka bahan naaf sama dengan bahan

dari poros output yaitu baja khrom nikel SNC 3 dengan tarik sebesar 95 kg/mm2.

Tegangan tumbuk ijin bahan naaf yaitu baja khrom nikel SNC 3 diperoleh

dengan rumus :

σ ti=σ b

i

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

b = Kekuatan Tarik (kg /mm2)

i = jumlah gigi spline

Sehingga :

σ ti = 9510

= 9.5 kg/mm2

Tegangan geser ijin dapat diperoleh dengan rumus :

τ gi=¿ 0,577 σ ti

Dimana :

ti = Tegangan Tumbuk Izin (kg/mm2)

τ gi=¿ Tegangan Geser Izin (kg/mm2)

Sehingga :

τ gi = 0.577. 9.5

= 5.291 kg/mm2

Jadi tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih

kecil dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan naaf (τ g<τ gi dan σ t<σ ti

).

Page 53: Roda Gigi Bubut-1

Maka naaf yang dirancang pada poros ouput cukup aman terhadap tegangan yang

terjadi.

BAB VI

PERANCANGAN RODA GIGI

Perancangan roda gigi ini akan meliputi perancangan ukuran – ukuran

utama dari roda gigi input, roda gigi perantara input, roda gigi perantara output,

dan roda gigi output dan pemeriksaan kekuatannya.

F tσ t F ' b, FH

Page 54: Roda Gigi Bubut-1

`

Gambar 5.1 Roda gigi

6.1. Perancangan Roda Gigi Input dan Roda Gigi Perantara Input

6.1.1. Ukuran Utama Roda Gigi Input dan Gigi Perantara Input

Pada perancangan roda gigi input dan perantara input ini ditetapkan jarak

antar sumbu utama (poros utama dan poros perantara) sebesar a = 80 mm. Jarak

ini juga akan dipakai pada perancangan roda gigi berikutnya. Selain itu juga

ditetapkan reduksi putaran input ke roda gigi perantara input sebesar i = 1,5.

Diameter jarak bagi sementara untuk roda gigi input dapat dicari dengan

menggunakan persamaan : (Sularso, 1994, hal 216)

Di=2ai+1

.………….................................…………………………..…..(6.1)

Dimana :

Di = diameter roda gigi input (mm)

a = jarak poros (mm)

i = perbandingan jumlah gigi

Maka diameter roda gigi input :

Di=2(80)1,5+1

D

Page 55: Roda Gigi Bubut-1

= 64 mm

Karena reduksi putaran input ke roda gigi perantara = 1.5, maka diameter

lingkaran jarak bagi roda gigi perantara input adalah : (Sularso, 1994, hal 216)

D pi=Di .i.……… …………………………...................................…..(6.2)

Dimana :

Dpi = diameter roda gigi perantara input (mm)

Di = diameter roda gigi input (mm)

i = perbandingan jumlah gigi

Sehingga :

D pi = 64.(1.5)

= 96 mm

Pemilihan modul pada rancangan ini didasarkan pada putaran poros input

dan juga daya rencana poros input . Dimana untuk putaran poros input 1600 rpm

dan daya rencana 3,972 kW, diperoleh modul m = 1,5. Jadi, modul yang diambil

adalah m = 1,5.

Berdasarkan nilai modul tersebut, dapat diperoleh jumlah gigi masing –

masing roda gigi menggunakan persamaan : (Sularso, 1994, hal 214)

z=Di

m ……………. ………………………….............................…..…(6.3)

Dimana :

z = Jumlah gigi

Di = Diameter roda gigi (mm)

m = Modul roda gigi

Maka jumlah gigi untuk roda gigi input :

z i=Di

m

=641,5

= 43 buah

Jumlah gigi untuk roda gigi perantara :

Page 56: Roda Gigi Bubut-1

z pi=D pi

m

= 961,5

= 64 buah

Kecepatan keliling dari roda gigi dapat diketahui dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut : (Sularso, 1994, hal 238)

V=π Din i

60.

11000

…....…………….............................…………….....…

(6.4)

Dimana :

V = Kecepatan keliling (m/s)

Di = Diameter roda gigi input (mm)

ni = Putaran poros input (rpm)

Maka diperoleh kecepatan keliling sebagai berikut :

V=π (64)(1600)

60.

11000

= 5,358 m/s

Gaya tangensial yang dialami roda gigi adalah : (Sularso, 1994, hal 238)

F t=102 Pd

V ………...………………………............................…….....(6.5)

Dimana:

Ft = Gaya tangensial roda gigi (kg)

Pd = Daya perancangan (kW)

V = Kecepatan keliling (m/s)

Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut :

F t=102(3,31)

5,358

= 63,01 kg

Besarnya beban lentur per satuan lebar sisi dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut : (Sularso, 1994, hal 240)

Page 57: Roda Gigi Bubut-1

Fb' =σ a . m .Y . f v ………………………………................................…(6.6)

Dimana:

F’b = beban lentur per satuan lebar sisi (kg/mm)

σa = kekuatan lentur ijin bahan, dari tabel 3.2. sebesar 50 kg/mm2

m = modul roda gigi (mm)

Y = faktor bentuk gigi, yang dapat dilihat pada tabel 6.1.

fV = faktor dinamis, yang besarnya tergantung besar kecepatan, dapat

dilihat pada tabel 6.2.

Tabel 6.1. Faktor bentuk gigi

Jumlah gigiY

Jumlah gigiY

Z Z

10 0,201 27 0,349

11 0,226 30 0,358

12 0,245 34 0,371

13 0,261 38 0,383

14 0,276 40 0,3882

15 0,289 43 0,396

16 0,295 50 0,408

17 0,302 60 0,421

18 0,308 64 0,424

19 0,314 75 0,434

20 0,320 100 0,446

21 0,327 150 0,459

23 0,333 300 0,471

25 0,339 Batang gigi 0,484

Sumber : Joseph E.Shigley, Charles R.Mischke, Richard G.Budynas, Mechanical Engineering Design, Seventh Edition, Mc-Graw Hill;New York, 2003.

Tabel 6.2. Faktor dinamis fV

Page 58: Roda Gigi Bubut-1

Kecepatan rendah V = 0,5 ÷ 10 m/sV

fV

3

3

Kecepatan sedang V = 5 ÷ 20 m/sV6

6fV

Kecepatan tinggi V = 20 ÷ 50 m/sV5,5

5,5fV

Sumber : Joseph E.Shigley, Charles R.Mischke, Richard G.Budynas, Mechanical Engineering Design, Seventh Edition, Mc-Graw Hill;New York, 2003.

Dari interpolasi tabel 6.1, tampak bahwa faktor bentuk gigi untuk roda gigi

input (zi = 43) adalah sebesar Y = 0,396 sedangkan untuk jumlah gigi untuk roda

gigi perantara (zpi = 64), faktor bentuk gigi adalah sebesar Y =0,424.

Sedangkan faktor dinamis fV dipilih untuk kecepatan V di antara 0,5÷10

m/s maka diperoleh :

f v=3

3+V

= 3

3+5,358

= 0,358 (Non satuan)

Sehingga diperoleh beban lentur per satuan lebar sisi untuk masing – masing roda

gigi input dan roda gigi perantara input adalah sebagai berikut :

Untuk roda gigi input :

Fb' =¿ 50.(1,5).(0,396).(0,358)

= 10,656 kg/mm

Untuk roda gigi perantara input :

Fbpi' =¿ 50.(1,5).(0,424).(0,358)

= 11,409 kg/mm

Jika tekanan antara sesama permukaan gigi terlalu besar, gigi akan

mengalami keasusan dengan cepat. Selain itu, permukaan gigi juga akan

mengalami kerusakan karena keletihan oleh beban berulang. Dengan demikian

maka tekanan yang dikenakan pada permukaan gigi, atau kapasitas pembebanan

Page 59: Roda Gigi Bubut-1

permukaan harus dibatasi. Cara yang digunakan untuk membatasi yakni dengan

menghitung beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar permukaan gigi

(FH’) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : (Sularso, 1994, hal 244)

F 'H=f v . k H . d i

2 z2

z1+ z2 ………………………….................................…(6.7)

Dimana:

F 'H = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)

f v = faktor dinamis

Di = diameter roda gigi input (mm)

z1,z2 = jumlah gigi roda gigi penggerak dan yang digerakkan

k H = faktor tegangan kontak, yang dapat dilihat pada tabel 6.3.

Tabel 6.3. Faktor tegangan kontak pada bahan roda gigiBahan roda gigi

(Kekerasan HB)kH

(kg/

mm2)

Bahan roda gigi

(Kekerasan HB)kH

(kg/

mm2)PinyonRoda gigi

besarPinyon Roda gigi besar

Baja ( 150 ) Baja ( 150) 0,027 Baja ( 400 ) Baja ( 400 ) 0,311

Baja ( 200 ) Baja ( 150) 0,039 Baja ( 500 ) Baja ( 400 ) 0,329

Baja ( 250 ) Baja ( 150) 0,053 Baja ( 600 ) Baja ( 400 ) 0,348

Baja ( 200 ) Baja ( 200) 0,053 Baja ( 500 ) Baja ( 500 ) 0,389

Baja ( 250 ) Baja ( 200) 0,069 Baja ( 600 ) Baja ( 600 ) 0,569

Baja ( 300 ) Baja ( 200) 0,086 Baja ( 150 ) Besi cor 0,039

Baja ( 250 ) Baja ( 250) 0,086 Baja ( 200 ) Besi cor 0,079

Baja ( 300 ) Baja ( 250) 0,107 Baja ( 250 ) Besi cor 0,130

Baja ( 350 ) Baja ( 250) 0,130 Baja ( 300 ) Besi Cor 0,139

Baja ( 300 ) Baja ( 300) 0,130 Baja ( 150 ) Perunggu fosfor 0,041

Baja ( 350 ) Baja ( 300) 0,154 Baja ( 200 ) Perunggu fosfor 0,082

Baja ( 400 ) Baja ( 300) 0,168 Baja ( 250 ) Perunggu fosfor 0,135

Baja ( 350 ) Baja ( 350) 0,182 Besi cor Besi cor 0,188

Baja ( 400 ) Baja ( 350) 0,210 Besi cor nikel Besi cor nikel 0,186

Baja ( 500 ) Baja ( 350) 0,226 Besi cor nikel Perunggu fosfor 0,155

Page 60: Roda Gigi Bubut-1

Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 243

Dari tabel 6.3. di atas tampak bahwa untuk bahan roda gigi pinyon dan

roda gigi besar dari baja dengan kekerasan 300 BHN untuk masing – masing roda

gigi, sesuai dengan bahan roda gigi yang telah kita pilih pada bagian sebelumnya,

maka diperoleh harga faktor tegangan kontak sebesar kH = 0,13. Maka beban

permukaan yang diijinkan per satuan lebar diperoleh sebagai berikut :

F 'H=¿ (0,358).(0,13).(64) 2(64)

(43 )+(64)

= 3,57 kg/mm

Untuk menghitung lebar sisi roda gigi, kita perhatikan dua macam

perhitungan yang telah dilakukan yaitu perhitungan lenturan (F’bi dan F’bpi) dan

perhitungan tekanan permukaan (F’H). Lebar sisi yang diperlukan dihitung atas

dasar per satuan lebar yang terkecil. Dari perhitungan sebelumnya diperoleh F’bpi

> F’bi > F’H. Sehingga beban per satuan lebar yang dipakai adalah beban

permukaan per satuan lebar sisi (F’H) maka diperoleh lebar sisi sementara sebagai

berikut : (Sularso, 1994, hal 239)

b=F t

F 'H....................................................................................................

(6.8)

Dimana :

b = lebar gigi (mm)

F’b = beban lentur per satuan lebar sisi (kg/mm)

F 'H = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)

Sehingga :

b = 63

3,5710

= 17,64 mm ≈ 18 mm

Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan lebar sisi

sementara ini dengan modul sehingga diperoleh harga

bm yang besarnya harus

diantara 8 – 14. Jika tidak perhitungan di atas semuanya diulang kembali dengan

Page 61: Roda Gigi Bubut-1

mengganti modul, atau bahan dan perlakuan panasnya yang digunakan. Maka

dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

= 12 maka nilai perbandingan sesuai, yaitu diantara 8-14

Karena harga (6 < 12 < 14 ) maka lebar sisi 14 mm dapat diterima.

Maka spesifikasi roda gigi input dan perantara input sebagai berikut :

a. Modul : m = 1,5

b. Jumlah gigi roda gigi input : zi = 43

c. Jumlah gigi roda gigi perantara input : zpi = 64

d. Diameter jarak bagi roda gigi input : Di = 64 mm

e. Diameter jarak bagi roda gigi perantara input : Dpi = 96 mm

f. Lebar sisi roda gigi : b = 18 mm

g. Kelonggaran puncak : Ck = 0,375 mm

h. Tinggi kepala gigi (Adendum) : hk = m = 1,5 mm

i. Tinggi kaki gigi (Dedendum) : hf = m + Ck = 1,87 mm

j. Tinggi gigi : h = hk + hf = 3,375 mm

k. Diameter lingkar kepala roda gigi input : Doi = (zi+2)m = 67,5 mm

l. Diameter lingkar kepala roda gigi perantara input : Dopi = (zpi+2)m = 99mm

m. Diameter lingkar dasar roda gigi input : Dii = zi.m.cosαo = 60,6 mm

n. Diameter lingkar dasar roda gigi perantara input : Dipi = z pi.m.cosαo = 90,2 mm

o. Tebal gigi : t = 12

πm = 2,355 mm

p. Sudut kontak : 20°

6.1.2. Pemeriksaan Kekuatan

Pada saat beroperasi, roda gigi akan mengalami tegangan lentur akibat

gaya tangensial. Gigi merupakan bagian yang mengalami pembebanan paling

kritis sehingga pemeriksaan kekuatan didasarkan pada kekuatan gigi. Yaitu

dengan membandingkan tegangan lentur yang terjadi tidak boleh melebihi

tegangan lentur ijin bahan. Tegangan lentur ijin bahan roda gigi yaitu SNC 2

adalah σa = 50 kg/mm2. Sedangkan tegangan lentur yang terjadi adalah :

Page 62: Roda Gigi Bubut-1

σ t=6 F t h

b t 2 (Sularso, hal 240)………….........……………………....….(5.9)

Dimana :

σt = tegangan lentur yang terjadi (kg/mm2)

Ft = gaya tangensial pada roda gigi (kg)

h = tinggi gigi (mm) = 3,375 mm

b = lebar sisi roda gigi = 12 (mm)

t = tebal gigi = 2,355 mm

Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :

6.1.3. Pemilihan Bahan Roda Gigi Input dan Input Perantara

Sesuai dengan perhitungan tegangan lentur yang timbul pada roda gigi

yaitu sebesar 19,1691 kg/mm2 , maka bahan roda gigi input dan perantara dibuat

sama dengan bahan poros input dan perantara karena roda gigi tersebut bersatu

dengan kedua poros tersebut, yaitu dari bahan baja khrom nikel SNC 2 dengan

kekuatan tarik σb = 85 kg/mm2 dan kekuatan lentur ijin σa = 50 kg/mm2 ,lebih

besar dari tegangan lentur timbul (sehingga rancangan telah aman) dan kekerasan

300 BHN (sesuai dengan tabel 6.2.).

6.2. Perancangan Roda Gigi Output dan Roda Gigi Perantara Output

6.2.1. Ukuran Utama Roda Gigi Output dan Roda Gigi Perantara Output

a) Putaran roda gigi : 1600 rpm

b) Putaran roda gigi perantara output

npo=no

i

Dimana :

Page 63: Roda Gigi Bubut-1

npo = kecepatan roda gigi perantara otput (mm)

no = putaran roda gigi output (mm)

i = perbandingan jumlah gigi

Sehingga :

npo = 16001,5

= 1066,7 rpm

Maka perbandingan reduksi putaran roda gigi perantara ouput dan output adalah :

i=npo

no

= 0,625 (non satuan)

Pada perancangan roda gigi output dan perantara output ini ditetapkan

jarak antar sumbu utama (poros output dan poros perantara) sebesar a = 70 mm.

Diameter jarak bagi sementara untuk roda gigi perantara output dapat dicari

dengan menggunakan persamaan :

D po=2 ai+1

Dimana :

Dpo = diameter roda gigi output (mm)

a = jarak poros (mm)

i = perbandingan jumlah gigi

Sehingga :

D po ¿2(70)

0,625+1

= 63,58 mm ≈ 64 mm

Maka diameter lingkaran jarak bagi roda gigi output adalah:

D po=D o . i Dimana :

Dpo = diameter roda gigi perantara output (mm)

Do = diameter roda gigi output (mm)

i = perbandingan jumlah gigi

Sehingga :

D po = 84 . 0,625

Page 64: Roda Gigi Bubut-1

= 52,5 mm ≈ 53 mm

Berdasarkan nilai modul pada rancangan sebelumnya yaitu m = 1,5 ,

diperoleh jumlah gigi masing – masing roda gigi menggunakan persamaan :

z=Do

m

Dimana :

z = Jumlah gigi

Do= Diameter roda gigi ouput (mm)

m = Modul roda gigi

Maka jumlah gigi untuk roda gigi output :

zo=Do

m

=531,5

= 35,33 buah ≈36 buah

Jumlah gigi untuk roda gigi perantara :

z po=D po

m

= 841,5

= 56 buah

Maka diameter roda gigi output yang sebenarnya adalah:

Do=m. zo

= 1,5 . 36

= 54 mm

Selanjutnya akan dihitung kecepatan keliling dari roda gigi dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut:

V=π Dpo npo

60000

dimana :

V = kecepatan keliling (m/s)

Page 65: Roda Gigi Bubut-1

Dpo = diameter pinyon, dalam hal ini diameter roda gigi perantara output (mm)

npo = putaran pinyon, dalam hal ini putaran poros perantara (rpm)

Maka diperoleh kecepatan keliling sebagai berikut:

V=π×84×100060000

=4 , 396 m /s

Besarnya gaya tangensial yang dialami roda gigi adalah:

F t=102 Pd

V

Dimana :

Ft = gaya tangensial roda gigi (kg)

Pd = daya perancangan (kW)

V = kecepatan keliling (m/s)

Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:

Besarnya beban lentur per satuan lebar sisi dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Fb' =σa×m×Y×f v

dimana:

F’b = beban lentur per satuan lebar sisi (kg/mm)

σa = kekuatan lentur ijin bahan, dari tabel 3.2. sebesar 50 kg/mm2

m = modul roda gigi (mm)

Y = faktor bentuk gigi, yang dapat dilihat pada tabel 4.1.

fV = faktor dinamis, yang besarnya tergantung besar kecepatan, dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Page 66: Roda Gigi Bubut-1

Dari tabel tampak bahwa faktor bentuk gigi untuk zpo = 56 adalah sebesar

Y = 0,416 sedangkan untuk jumlah gigi zo = 36, faktor bentuk gigi adalah sebesar

Y =0,377.

Sedangkan faktor dinamis fV dipilih untuk kecepatan V di antara 0,5÷10

m/s maka diperoleh :

f v=3

3+V

= 3

3+4,396

= 0,40 (Non satuan)

Sehingga diperoleh beban lentur per satuan lebar sisi untuk masing – masing roda

gigi output dan roda gigi perantara output adalah sebagai berikut :

Untuk roda gigi output:

Fbo' =50×3×0 , 377×0,4

¿22 , 62 kg/mm

Untuk roda gigi perantara output:

Fbpo' =50×3×0 , 416×0,4

¿24 , 96 kg/mm

Jika tekanan antara sesama permukaan gigi terlalu besar, gigi akan

mengalami keasusan dengan cepat. Selain itu, permukaan gigi juga akan

mengalami kerusakan karena keletihan oleh beban berulang. Dengan demikian

maka tekanan yang dikenakan pada permukaan gigi, atau kapasitas pembebanan

permukaan harus dibatasi. Cara yang digunakan untuk membatasi yakni dengan

menghitung beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar permukaan gigi

(FH’) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

FH' =f V k H d01

2 z2

z1+z2

dimana:FH’ = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)

fV = faktor dinamis

d01 = diameter jarak bagi roda gigi penggerak (mm)

Page 67: Roda Gigi Bubut-1

z1,z2 = jumlah gigi roda gigi penggerak dan yang digerakkan

kH = faktor tegangan kontak, yang dapat dilihat pada tabel 4.3.

Dari tabel 5.3. di atas tampak bahwa untuk bahan roda gigi pinyon dan

roda gigi besar dari baja dengan kekerasan 300 – 300 BHN masing – masing,

sesuai dengan bahan roda gigi yang telah kita pilih pada bagian sebelumnya, maka

diperoleh harga faktor tegangan kontak sebesar kH = 0,130. Maka beban

permukaan yang diijinkan per satuan lebar diperoleh sebagai berikut :

FH' =0,4×0 ,13×84×

2×5636+56

¿5 ,31 kg/mm

Untuk menghitung lebar sisi roda gigi, kita perhatikan dua macam

perhitungan yang telah dilakukan yaitu perhitungan lenturan (Fbo’ dan Fbpo’) dan

perhitungan tekanan permukaan (F’H). Lebar sisi yang diperlukan dihitung atas

dasar per satuan lebar yang terkecil. Dari perhitungan sebelumnya diperoleh Fbo’ >

Fbpo’ > FH’.

Sehingga beban per satuan lebar yang dipakai adalah beban permukaan per

satuan lebar sisi (FH’) maka diperoleh lebar sisi sementara sebagai berikut:

b=F t

F 'H

Dimana :

b = lebar gigi (mm)

F’b = beban lentur per satuan lebar sisi (kg/mm)

F 'H = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)

Sehingga :

b = 76,805,31

= 14,36 mm ≈ 14 mm

Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan lebar sisi

sementara ini dengan modul sehingga diperoleh harga

bm yang besarnya harus

diantara 6 – 10. Jika tidak perhitungan di atas semuanya diulang kembali dengan

Page 68: Roda Gigi Bubut-1

mengganti modul, atau bahan dan perlakuan panasnya yang digunakan. Maka

dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

Karena harga (6 < 9,33 < 10 ) ,maka lebar sisi 10 mm dapat diterima.

Maka spesifikasi roda gigi perantara output dan output sebagai berikut:

a. Modul : m = 1,5

b. Jumlah gigi roda gigi output : zo = 36

c. Jumlah gigi roda gigi perantara output : zpo = 56

d. Diameter jarak bagi roda gigi output : Do = 53 mm

e. Diameter jarak bagi roda gigi perantara output : Dpo = 84 mm

f. Lebar sisi roda gigi : b = 14 mm

g. Kelonggaran puncak : Ck = 0,25 m = 0,375 mm

h. Tinggi kepala gigi (Adendum) : hk = m = 1,5 mm

i. Tinggi kaki gigi (Dedendum) : hf = m + Ck = 1,875 mm

j. Tinggi gigi : h = hk + hf = 3,375 mm

k. Diameter lingkar kepala roda gigi output : Doo = (zo+2)m = 57 mm

l. Diameter lingkar kepala roda gigi perantara output : Dopo = (zpo+2)m = 87 mm

m. Diameter lingkar dasar roda gigi output : Dio = zo.m.cosαo = 50,7 mm

n. Diameter lingkar dasar roda gigi perantara output : Dipo=zpo.m.cosαo = 78,93 mm

o. Tebal gigi : t =

12

π m= 2,35mm

p. Sudut kontak : 20°

6.2.2.Pemeriksaan Kekuatan

Pada saat beroperasi, roda gigi akan mengalami tegangan lentur akibat

gaya tangensial. Gigi merupakan bagian yang mengalami pembebanan paling

kritis sehingga pemeriksaan kekuatan didasarkan pada kekuatan gigi. Yaitu

dengan membandingkan tegangan lentur yang terjadi tidak boleh melebihi

tegangan lentur ijin bahan. Tegangan lentur ijin bahan roda gigi yaitu SNC 2

adalah σa = 50 kg/mm2. Sedangkan tegangan lentur yang terjadi adalah :

Page 69: Roda Gigi Bubut-1

σ t=6 F t h

b t2

Dimana :σt = tegangan lentur yang terjadi (kg/mm2)

Ft = gaya tangensial pada roda gigi (kg)

h = tinggi gigi (mm) = 3,375 mm

b = lebar sisi roda gigi = 10 (mm)

t = tebal gigi = 2,35 mm

Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :

σ t=6×51, 046×3 , 375

10×(2 , 35 )2

¿18 , 71 kg/mm2

6.2.3. Pemilihan Bahan Roda Gigi Output dan Output Perantara

Sesuai dengan perhitungan tegangan lentur yang timbul pada roda gigi

yaitu sebesar 18,71 kg/mm2 , maka bahan roda gigi output dan perantara dibuat

sama dengan bahan poros output dan perantara karena roda gigi tersebut bersatu

dengan kedua poros tersebut, yaitu dari bahan baja khrom nikel SNC 3 dengan

kekuatan tarik σb = 95 kg/mm2 dan kekuatan lentur ijin σa = 60 kg/mm2, lebih

besar dari tegangan lentur timbul (sehingga rancangan telah aman) dan kekerasan

300 BHN (sesuai dengan tabel 6.2.).

Page 70: Roda Gigi Bubut-1

BAB VII

PERANCANGAN BANTALAN

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros sehingga putaran dan

gerak bolak – baliknya berlangsung dengan halus, aman dan tahan lama. Bantalan

yang akan dirancang pada perancangan ini adalah bantalan yang terpasang pada

poros input, poros perantara, dan poros output.

Gambar 6.1 Bantalan

7.1. Perancangan Bantalan pada Poros Input

Bantalan pada poros input ini hanya menerima beban radial dan beban

aksialnya dapat dikatakan nol. Beban yang terdapat pada poros input berupa

Page 71: Roda Gigi Bubut-1

massa dari roda gigi input yang terpasang pada poros ini. Massa dari roda gigi

input dapat dihitung dengan persamaan :Sularso, 1994, hal 64)

M= π4

( D−d ) . b . ρ

dimana:

M = beban massa roda gigi (kg)

D = diameter jarak bagi roda gigi (mm)

d = diameter poros input (mm)

b = tebal roda gigi (mm)

ρ = massa jenis roda gigi dimana untuk bahan baja harganya adalah

7,65×10-6 kg/mm3

Maka:

a. Massa roda gigi input

M = π (642−152 ) 18 x7,65 x10−6

4

= 0,418434

≈ 0,42 kg

Beban akibat gaya tangensial diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :

(Sularso, hal 65)

F t=F tan

dimana:

Ft = beban akibat gaya tangensial (kg)

F = gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi input yang diperoleh

pada Bab IV sebesar 63,00kg

Φ = sudut tekan roda gigi yakni sebesar 20°

Maka diperoleh:

Page 72: Roda Gigi Bubut-1

Maka beban radial total diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :Sularso,

1994, hal 65)

F r=√M 2+Ft2.....................................................................................(6.3)

= √(0,42)2+(22,93)2

= 22,93 kg

Beban ekivalen diperoleh dengan :Sularso, 1994, hal 67)

P=X . F r+Y .Fa....................................................................................(6.4)

Dimana :

P = beban ekivalen (kg)

X = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal

besarnya adalah 0,6

Fr = gaya radial total yaitu sebesar 22,93 kg

Y = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal

besarnya adalah 0,5

Fa = gaya aksial, untuk bantalan pendukung poros ini besarnya adalah 0 karena

tidak ada gaya aksial yang dibebankan pada bantalan ini

Maka diperoleh :

P=¿ (0,6).(22,93) + (0,5).(0)

= 13,75 kg

Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,

sehingga diperoleh :Sularso, 1994, hal 67)

Co=P....................................................................................................(6.5)

= 13,75 kg

Tabel 7.1. Bantalan Untuk Permesinan serta umurnya.Umur 2.000-4.000 (jam) 5.000-15.000

(jam)20.000-30.000 (jam)

40.000-60.000 (jam)

Page 73: Roda Gigi Bubut-1

Faktor beban

Pemakaian Jarang Pemakaian tidak kontiniu

Pemakaian terus-menerus

Pemakaian terus menerus dengan keandalan tinggi

1-1,1Kerja halus tanpa tumbukan

Alat listrik rumah tangga, sepeda

Konveyor, mesin lift

Pompa, poros transmisi, separator, pengayak mesin perkakas, pres putar

Poros transmisi utama yang memegang peran penting.Motor listrik yang penting

1,1-1,3Kerja biasa

Mesin pertanian Otomobil,mesin jahit

Motor kecil, roda meja, pemegang, pinion

Pompa penguras, mesin pabrik kertas, rol kalender

1,2-1,5Kerja dengan getaran

Alat besar, unit roda gigi dengan getaran besar, rolling mill

Penggetar, penghancur

Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 137

Besar basic dynamic load rating diperoleh dari persamaan :Sularso,

1994, hal 67)

C=P . L13 ..............................................................................................(6.6)

Dimana :

C = basic dynamic load rating (kg)

P = beban ekivalen yaitu sebesar 9,75 kg

L = umur bantalan yang dinyatakan dalam juta putaran. Dalam tabel 6.1 untuk

rancangan roda gigi umur bantalan 5000 juta putaran

Maka diperoleh:

Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut:

Diameter lubang = diameter poros : d = 15 mm

Basic static load rating : C0 ≥ 13,75 kg

Dynamic load rating : C ≥ 235,12 kg

7.1.1. Pemilihan Bantalan pada poros input

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diatas,kita dapat memilih

bantalan sesuai dengan hasil yang telah didapatkan dan mencocokkannya dengan

Page 74: Roda Gigi Bubut-1

table 6.2 berikut ini. Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros input

adalah bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal (single row deep groove

radial ball bearing), sebanyak dua buah yang diletakkan pada kedua ujung poros

input (dapat dilihat pada gambar assembly roda gigi).Bantalan bola radial ini

dipilih karena ketahanan bantalan ini yang tangguh dalam menahan beban radial

dan putaran tinggi.

Tabel 7.2. Bantalan bola alur dalam

Nomor bantalan Ukuran luar Kapasitas

nominal

dinamis

spesifik C

(kg)

Kapasitas

nominal

statis

spesifik C0

(kg)

Jenis

terbuka

Dua

sekat

Dua sekat

tanpa

kontak

d D B R

6000 10 26 8 0,5 360 196

6001 6001ZZ 6001V V 14 28 8 0,5 400 229

6002 6002ZZ 6002V V 15 32 9 0,5 440 263

6003 6003ZZ 6003V V 17 35 10 0,5 470 296

6004 6004ZZ 6004V V 20 42 12 1 735 465

6005 6005ZZ 6005V V 25 47 12 1 790 530

6006 6006ZZ 6006V V 30 55 13 1,5 1030 740

6007 6007ZZ 6007V V 35 62 14 1,5 1250 915

6008 6008ZZ 6008V V 40 68 15 1,5 1310 1010

6009 6009ZZ 6009V V 45 75 16 1,5 1640 1320

6010 6010ZZ 6010V V 50 80 16 1,5 1710 1430

6200 6200ZZ 6200V V 10 30 9 1 400 236

C0/Fa 5 10 15 20 25

Fa/VFr

≤ e

X 1

Y 0

Fa/VFr

> e

X 0,56

Y 1,26

0,35

1,49

0,29

1,64

0,27

1,76

0,25

1,85

0,24E

Page 75: Roda Gigi Bubut-1

6201 6201ZZ 6201V V 14 32 10 1 535 305

6202 6202ZZ 6202V V 15 35 11 1 600 360

6203 6203ZZ 6203V V 17 40 12 1 750 460

6204 6204ZZ 6204V V 20 47 14 1,5 1000 635

6205 6205ZZ 6205V V 25 52 15 1,5 1100 730

6206 6206ZZ 6206V V 30 62 16 1,5 1530 1050

6207 6207ZZ 6207V V 35 72 17 2 2010 1430

6208 6208ZZ 6208V V 40 80 18 2 2380 1650

6209 6209ZZ 6209V V 45 85 19 2 2570 1880

6210 6210ZZ 6210V V 50 90 20 2 2750 2100

6300 6300ZZ 6300V V 10 35 11 1 635 365

6301 6301ZZ 6301V V 14 37 12 1,5 760 450

6302 6302ZZ 6302V V 15 42 13 1,5 895 545

6303 6303ZZ 6303V V 17 47 14 1,5 1070 660

6304 6304ZZ 6304V V 20 52 15 2 1250 785

6305 6305ZZ 6305V V 25 62 17 2 1610 1080

6306 6306ZZ 6306V V 30 72 19 2 2090 1440

6307 6307ZZ 6307V V 35 80 20 2,5 2620 1840

Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin,Sularso & Kiyokatsu Suga

Dari tabel 7.2 dipilih bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal jenis

terbuka dengan nomor bantalan 6002 yang mempunyai karakteristik sebagai

berikut :

Diameter luar : D = 32 mm

Diameter lubang : d = 15 mm

Lebar : b = 9 mm

Basic static load rating : C0 = 360 kg

Basic dynamic load rating : C = 600 kg

7.2. Perancangan Bantalan pada Poros Perantara

Page 76: Roda Gigi Bubut-1

Pada poros perantara ini terdapat beban berupa massa dari roda gigi

perantara yang terdapat pada poros perantara. Beban massa roda gigi perantara

masing-masing dapat dihitung sebagai berikut:

a. Massa roda gigi perantara input

M pi=π4

(962−172) 12⋅7 , 65⋅10−6

¿0 ,64 kg

b. Massa roda gigi perantara output

M po=π4

(842−172 ) 10⋅7 , 65⋅10−6

¿0 ,410 kg

Massa total roda gigi adalah: Sularso, 1994, hal 87)

M total=M pi+ M po...............................................................................(6.7)

= 0,64 + 0,410

= 1,05 kg

Beban akibat gaya tangensial pada poros perantara ini yang maksimum

adalah pada roda gigi perantara output yang diperoleh pada Bab IV yaitu sebesar

76,80 kg.

Ft = 76,80 (kg) x tan 20o

= 27,95 kg

Maka beban radial total diperoleh dengan persamaan:

Beban ekivalen diperoleh dengan persamaan:

P=X⋅F r+Y⋅Fa

dimana tidak ada gaya aksial yang bekerja pada bantalan sehingga Fa = 0.

Page 77: Roda Gigi Bubut-1

Maka diperoleh:

Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,

sehingga diperoleh :

Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh sebagai berikut :

Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut :

Diameter lubang = diameter poros : d = 17 mm

Basic static load rating : C0 ≥ 16,77 kg

Dynamic load rating : C ≥ 286,76 kg

7.2.1. Pemilihan Bantalan pada Poros Perantara

Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros perantara dipilih bantalan

bola radial beralur dalam baris tunggal sebanyak dua buah yang diletakkan pada

kedua ujung poros perantara (dapat dilihat pada assembly roda gigi). Bantalan

bola radial ini dipilih karena ketahanan bantalan ini yang tangguh dalam menahan

beban radial dan putaran tinggi.

Dari tabel 7.2. dipilih bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal

jenis terbuka dengan nomor bantalan 6003 yang mempunyai karakteristik sebagai

berikut :

Page 78: Roda Gigi Bubut-1

Diameter luar : D = 35 mm

Diameter lubang : d = 17 mm

Lebar : b = 10 mm

Basic static load rating : C0 = 296 kg

Basic dynamic load rating : C = 470 kg

7.3. Perancangan Bantalan pada Poros Output

Pada poros output ini terdapat beban berupa massa dari roda gigi output.

Beban massa roda gigi output dapat dihitung sebagai berikut:

M o=π4

(532−202 ) 10⋅7 , 65⋅10−6

¿0 ,15 kg

Beban akibat gaya tangensial pada poros output ini sama dengan gaya

tangensial pada roda gigi perantara output yang diperoleh pada Bab IV yaitu

sebesar 78,80 kg.

Ft = 76,80 (kg) x tan 20o

= 27,95 kg

Maka beban radial total diperoleh dengan persamaan:

Beban ekivalen diperoleh dengan persamaan :

P=X⋅F r+Y⋅Fa

dimana tidak ada gaya aksial yang bekerja pada bantalan sehingga Fa = 0.

Maka diperoleh :

Page 79: Roda Gigi Bubut-1

Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,

sehingga diperoleh :

Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh sebagai berikut :

Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut :

Diameter lubang = diameter poros : d = 20 mm

Basic static load rating : C0 ≥ 16,77 kg

Dynamic load rating : C ≥ 286,76 kg

7.3.1. Pemilihan Bantalan pada Poros Output

Bantalan yang dipilih disesuaikan dengan hasil yang telah didapat pada

perhitungan di atas. Bantalan yang akan digunakan untuk mendukung poros

output dipilih bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal sebanyak dua buah

yang diletakkan pada kedua ujung poros output (dapat dilihat pada assembly roda

gigi). Bantalan bola radial ini dipilih karena ketahanan bantalan ini yang tangguh

dalam menahan beban radial dan putaran tinggi.

Dari tabel 7.2. dipilih bantalan bantalan bola radial beralur dalam baris

tunggal dengan nomor bantalan 6202 yang mempunyai karakteristik sebagai

berikut:

Diameter luar : D = 42 mm

Diameter lubang : d = 20 mm

Lebar : b = 12 mm

Basic static load rating : C0 = 465 kg

Basic dynamic load rating : C = 735kg

Page 80: Roda Gigi Bubut-1

BAB VIII

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari perancangan roda gigi untuk mesin bubut type “LN-1840” adalah:

1. Daya : N = 3,3 kWPutaran : ni = 1600 rpm

2. POROS

Bahan poros input pinion : Baja khrom nikel SNC 2 Diameter poros input : dp = 15 mmBahan poros perantara : Baja khrom nikel SNC 2

Page 81: Roda Gigi Bubut-1

Diameter poros perantara : dp = 17 mmBahan poros output : Baja khrom nikel SNC 3 Diameter poros output : dp = 19 mm

3. RODA GIGI

Perbandingan reduksi ditetapkan sebesar 1,5 sehingga putaran poros perantara 1000 rpm.Modul : m = 1,5 mmTinggi kepala gigi (Adendum) : hk = 1,5 mmTinggi kaki gigi (Dedendum) : hf = 1,87 mmTinggi gigi : h = 3,37 mmKelonggaran puncak : Ck = 0,375 mmTebal gigi : t = 2,35 mmBahan roda gigi : Baja khrom nikel SNC 2

a. Roda Gigi Input dan Perantara Input

Jumlah gigi roda gigi input : zi = 43Jumlah gigi roda gigi perantara input : zpi = 64Jarak antara poros input dan perantara : a = 80 mmLebar sisi roda gigi : b = 18 mmDiameter jarak bagi roda gigi input : Di = 64 mmDiameter jarak bagi roda gigi perantara input : Dpi = 96 mmDiameter lingkar kepala roda gigi input : Doi = 67,5 mmDiameter lingkar kepala roda gigi perantara : Dopi= 99 mmDiameter lingkar dasar roda gigi input : Dii = 60,6 mmDiameter lingkar dasar roda gigi perantara : Dipi= 90,2 mm

b. Roda Gigi Output dan Perantara Output

Jumlah gigi roda gigi output : zo = 36Jumlah gigi roda gigi perantara output : zpo = 56Jarak antara poros output dan perantara : a = 70 mmLebar sisi roda gigi : b = 14 mmDiameter jarak bagi roda gigi output : Do = 53 mmDiameter jarak bagi roda gigi perantara : Dpo = 84 mmDiameter lingkar kepala roda gigi output : Doo= 57 mmDiameter lingkar kepala roda gigi perantara : Dopo= 87 mmDiameter lingkar dasar roda gigi output : Dio = 50,7 mm

Page 82: Roda Gigi Bubut-1

Diameter lingkar dasar roda gigi perantara : Dipo= 78,93 mm

4. SPLINE DAN NAAF PADA POROS INPUT

Jumlah spline / naaf : i = 10 buahDiameter dalam : d = 14 mmDiameter luar : D = 16 mmTinggi : h = 0,72 mmLebar spline : ws = 2,5 mmLebar naaf : wn = 2,5 mmPanjang : L = 20,68 mmJari-jari rata-rata spline /naaf : rm= 7,5 mmBahan : Baja khrom nikel SNC 2

5. SPLINE DAN NAAF PADA POROS OUTPUT

Jumlah spline / naaf : i = 10 buahDiameter dalam : d = 17 mmDiameter luar : D = 19 mmTinggi : h = 0,856 mmLebar spline : ws = 3 mmLebar naaf : wn = 3 mmJari-jari rata-rata spline /naaf : rm =9 mmPanjang : L = 23,73 mmBahan spline : Baja khrom nikel SNC 3 Bahan naaf : Baja khrom nikel SNC 2

6. BANTALAN PADA POROS INPUT

Nomor bantalan : 6001Diameter luar : D = 28 mmDiameter lubang : d = 14 mmLebar bantalan : b = 8 mmBasic static load rating : C0 = 229 kgBasic dynamic load rating : C = 400 kg

7. BANTALAN PADA POROS PERANTARA

Nomor bantalan : 6002Diameter luar : D = 32 mmDiameter lubang : d = 14 mmLebar bantalan : b = 9 mm

Page 83: Roda Gigi Bubut-1

Basic static load rating : C0 = 263 kgBasic dynamic load rating : C = 440 kg

8. BANTALAN PADA POROS OUTPUT

Nomor bantalan : 6003Diameter luar : D = 35 mmDiameter lubang : d = 14 mmLebar bantalan : b = 10 mmBasic static load rating : C0 = 296 kgBasic dynamic load rating : C = 470 kg

DAFTAR PUSTAKA

Ferdinand P. Beer dan E. Russell Johnston, Jr., Mekanika untuk Insinyur: Statika,

Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta, 1996.

Heinz Heisler,Vehicle and Engin Tehnology, Volume I, Edward Arnold

(Publisher) Ltd, London, 1985.

Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, dan Gandhi Harahap (penerjemah),

Perancangan Teknik Mesin, Edisi Keempat, Jilid 1. Erlangga, Jakarta,

1991.

Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, dan Gandhi Harahap (penerjemah),

Perancangan Teknik Mesin, Edisi Keempat, Jilid 2. Erlangga, Jakarta,

1991.

Page 84: Roda Gigi Bubut-1

Joseph E.Shigley, Charles R.Mischke, Richard G.Budynas, Mechanical

Engineering Design, 7th Edition, Mc-Graw Hill, New York, 2003.

M.F.Spotts, Design of Machine Elemens, 5th Edition. Prentice Hall, engle wood

cliffs. N.J, 1978.

Sularso dan Kiyokatsu Suga, Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin.

Pradnya Paramitha, Jakarta, 1994.