Web viewAsap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan ... Bahan yang memberikan penjelasan...

55
PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS DALAM MEMANFAATKAN PAJAK INDUSTRI ROKOK UNTUK PENYEDIAAN TEMPAT KHUSUS MEROKOK DI RUANG PUBLIK BAGI MASYARAKAT PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata Satu (S-1) Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum oleh Muhammad Arif Riyan 8111409249

Transcript of Web viewAsap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan ... Bahan yang memberikan penjelasan...

PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS DALAM

MEMANFAATKAN PAJAK INDUSTRI ROKOK UNTUK PENYEDIAAN

TEMPAT KHUSUS MEROKOK DI RUANG PUBLIK BAGI

MASYARAKAT

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata Satu (S-1)

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

oleh

Muhammad Arif Riyan

8111409249

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

FAKULTAS HUKUM (FH)Alamat : Gedung C4, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Telp/Fax (024) 8507891, website : fh.unnes.ac.id

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Muhammad Arif Riyan

Nim : 8111409249

Prodi : Ilmu Hukum, S1

Fakultas: Hukum

A. JUDUL SKRIPSI

PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS DALAM

MEMANFAATKAN PAJAK INDUSTRI ROKOK UNTUK PENYEDIAAN

TEMPAT KHUSUS MEROKOK DI RUANG PUBLIK BAGI

MASYARAKAT

B. LATAR BELAKANG

Kudus sebagai salah satu Kabupaten terbesar yang memproduksi rokok di

Indonesia diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dapat

mengimbanginya dengan menyediakan tempat khusus merokok dari pungutan

hasil dana bagi hasil rokok yang ada di Kabupaten Kudus. Pada Periode tahun

anggaran 2008 Kudus memperoleh dana bagi hasil rokok sebesar Rp.

17.207.191.000 (Bappeda Kudus). Dengan banyaknya pungutan dana bagi hasil

1

rokok yang telah masuk dalam kas daerah tersebut diharapkan dapat pula

memberikan pelayanan yang sepadan untuk dapat mengurangi dan mengatasi

dampak yang di timbulkan dari rokok tersebut sehingga tempat khusus merokok

dirasa sangat dibutuhkan bagi masyarakat khususnya yang berada di tempat-

tempat umum.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa salah satu kebiasaan masyarakat saat ini

yang dapat ditemui hampir di setiap kalangan masyarakat adalah perilaku

merokok. Rokok tidaklah suatu hal yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik

itu laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Orang merokok mudah

ditemui, seperti di rumah, kantor, cafe, tempat-tempat umum, di dalam kendaraan,

bahkan hingga di sekolah-sekolah (Redaksi Plus, 2010).

Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di

dunia. Adapun penyebab kematian utama para perokok tersebut adalah kanker,

penyakit jantung, paru-paru, dan stroke (Fawzani & Triratnawati, 2005).

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di

dunia Dari data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, dapat

disimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga setelah China dan India

pada sepuluh negara perokok terbesar dunia. Jumlah perokok Indonesia mencapai

65 juta penduduk. Sementara itu China mencapai 390 juta perokok dan India 144

juta perokok (Endrawanch, 2009).

Tidak mengherankan jika pada hari Selasa 17 April 2012 di Jakarta,

Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara Nomor 57/PUU-IX/2011 terkait

dengan Pasal 115 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

2

Kesehatan Putusan tersebut sebagai berikut “Khusus bagi tempat kerja, tempat

umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok”

menjadi berbunyi “Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya

menyediakan tempat khusus untuk merokok”.

Mahkamah konstitusi dalam amar putusannya menyatakan kata “dapat”

dihapus dalam Penjelasan Pasal 115 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang kesehatan. Akibatnya, pada tempat kerja, tempat umum, dan tempat

lainnya wajib disediakan Tempat Khusus Merokok (Putusan Nomor

57/PUU-IX/2011, 17 April 2012).

Dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi beranggapan bahwa

pengaturan yang demikian sudah tepat mengingat pentingnya perlindungan dan

merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada masyarakat dan

lingkungannya, sebelumnya ketentuan Pasal tersebut didalam penjelasannya

terdapat kata “dapat” yang berarti pemerintah boleh mengadakan atau boleh pula

tidak mengadakan “tempat khusus untuk merokok” (Laporan Kinerja Mahkamah

Konstitusi, 2012). menurut Hamdan Zoelva salah satu Hakim Mahkamah

Konstitusi (Tempo, 2012) hal itu akan dapat menghilangkan kesempatan bagi para

perokok untuk merokok manakala pemerintah dalam implementasinya benar-

benar tidak mengadakan “tempat khusus untuk merokok di tempat kerja, tempat

umum dan di tempat lainnya.

Sebagaimana diketahui bahwa pengujian Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Pasal 115 ayat 1 tentang Kesehatan diajukan oleh Enryo Oktavian

(Karyawan Swasta), Abhisam Demosa makahekum (Karyawan Swasta) dan Irwan

3

Sofwan (Pelajar/Mahasiswa) (Bisnis Indonesia, 2012). Para pemohon ini menguji

penjelasan Pasal 115 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 khususnya

tentang Kesehatan yang mengatur tempat-tempat yang dinyatakan sebagai

kawasan tanpa asap rokok.

Pasal 115 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan itu menyebutkan kawasan tanpa rokok yakni :

a) Fasilitas Pelayanan Kesehatan

b) Tempat Proses Belajar Mengajar

c) Tempat Anak Bermain

d) Tempat Ibadah

e) Angkutan Umum

f) Tempat Kerja

g) dan Tempat Umum Lainnya.

Penetapan kawasan tanpa rokok itu wajib dilakukan oleh pemerintah

daerah, penjelasan kata “dapat” dalam pasal itu dihapus karena bertentangan

dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Segala

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan

wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” dan

Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Sehingga nantinya ada hak atau

4

perlindungan bagi setiap masyarakat dan tidak menimbulkan kerugian bagi

masyarakat.

Dengan diputuskannya Perkara Nomor 57/PUU-IX/2011 oleh Mahkamah

Konstitusi tersebut, maka Kudus sebagai salah satu Kabupaten terbesar yang

memproduksi rokok dapat melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi itu

dijalankan dengan sebagaimana mestinya dan sebaik mungkin oleh Pemerintah

kabupaten Kudus, Hal ini merupakan kepentingan bersama dan untuk

kesejahteraan masyarakat Kudus nantinya dan dengan melihat kondisi ini

sehingga penulis ingin lebih mendalami karena penulis belum melihat adanya

upaya lebih dari Pemerintah Kabupaten Kudus untuk menyediakan Tempat

Khusus Merokok diberbagai ruang publik yang semestinya ada dan disediakan

seperti : Tempat Fasilitas Kesehatan, Tempat Proses Belajar Mengajar, Tempat

Anak Bermain, Tempat Ibadah, Angkutan Umum, Tempat Kerja dan Tempat

Umum Lainnya sebagaimana dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, maka

penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan ini guna dapat

menemukan fakta yang ada dilapangan sebagai masukan dan juga evaluasi bagi

Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus nantinya.

5

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana Trend (5th) Perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Dana

Bagi Hasil Cukai Tembakau di Kabupaten Kudus dari Pajak Industri Rokok ?

2) Bagaimakah Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dalam memanfaatkan

Pajak Industri Rokok untuk Penyediaan Tempat Khusus Merokok di Ruang

Publik bagi Masyarakat ?

3) Apa Saja Kendala yang Dihadapi Pemerintah Daerah di Kabupaten Kudus

dalam Menyediakan Tempat Khusus Merokok ?

D. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Untuk Mengetahui Bagaimana Trend (5th) Perolehan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Kabupaten Kudus dari Pajak

Industri Rokok.

2) Untuk Mengetahui Bagaimakah Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus

dalam memanfaatkan Pajak Industri Rokok untuk Penyediaan Tempat Khusus

Merokok di Ruang Publik bagi Masyarakat.

3) Untuk Mengetahui Apa Saja Kendala yang Dihadapi Pemerintah Daerah di

Kabupaten Kudus dalam Menyediakan Tempat Khusus Merokok.

6

E. MANFAAT PENULISAN

Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan teoritis

Untuk menambah pengetahuan bagi peningkatan dan perkembangan ilmu

hokum khususnya di Bidang Hukum Tata Negara mengenai Tempat Khusus

Merokok di Ruang Publik.

2. Kegunaan praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

banyak pihak terkait Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus Dalam

Memanfaatkan Pajak Industri Rokok Untuk Penyediaan Tempat Khusus

Merokok di Ruang Publik Bagi Masyarakat dan dapat mengetahui sejauh

mana penulis dapat menerapkan ilmu yang dimilikinya.

F. LANDASAN TEORI

1. Peran Daerah dalam Penyediaan tempat Khusus Merokok

a. Peran Pemerintah Daerah

Urgensi akuntabilitas publik makin terasa dalam era reformasi saat ini,

dimana tuntutan adanya pertanggungjawaban pengelolaan pemerintahan

khususnya dari kepala daerah sebagai pengelola pemerintahan makin

diperlukan, oleh karena itu, kepala daerah harus dapat memberikan

akuntabilitas publik, dimana melalui penerapan publik akuntabilitas publik

masyarakat akan mengetahui sejauh mana kepala daerah mampu mengemban

misinya (Kaloh, 2009).

7

Peran dalam hal ini Pemerintah Daerah mampu menetapkan kawasan

tanpa rokok diwilayahnya, termasuk antara lain, di tempat kerja, di tempat

umum, dan di tempat lainnya sebagaimana menurut ketentuan Pasal 115

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (Laporan kineja

Mahkamah konstitusi, 2012).

Akuntabilitas publik kepala daerah adalah kewajiban kepala daerah untuk

menjawab/menerangkan kinerja/tindakannya kepada masyarakat yang

memiliki hak untuk meminta jawaban/keterangan. Dalam hubungan ini

masyarakat di letakkan pada kedudukannya yang sebenarnya, yaitu sebagai

pemilik pemerintahan (People Own Goverment) (Kaloh, 2009).

Dalam memberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan publik

harus memperhatikan asas pelayanan publik (Mahmudi, 2007), yaitu :

1) Transparasi

Pemberian pelayanan publik harus bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti.

2) Akuntabilitas

Pelayana publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

8

3) Kondisional

Pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada

prinsip efisiensi dan efektivitas.

4) Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan

publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan

masyarakat.

5) Tidak Diskriminatif (Kesamaan Hak)

Pemberian pelayanan publik tidak boleh bersifat diskriminatif, dalam arti

tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, status sosial dan

ekonomi.

6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayana publik harus memenuhi hak dan

kewajiban masing-masing.

Selain beberapa asas pelayanan publik yang harus dipenuhi, instansi penyedia

pelayanan publik dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan prinsip-

prinsip pelayanan publik (Mahmudi, 2007) Prinsip pelayanan publik itu antara

lain :

9

a) Kesederhanaan Prosedur

Prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak berbelit-belit, bahagiakan

masyarakat dan jangan ditakut-takuti.

b) Kejelasan

Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik,

kejelasan penting bagi masyarakat untuk menghindari terjadinya berbagai

penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik percaloan

dan pungutan liar diluar ketentuan yang ditetapkan.

c) Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang

telah ditentukan daolam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses

pelayanan diselesaikan.

d) Akurasi Produk Pelayanan Publik

Produk pelayana publik yang diberikan kepada masyarakat harus akurat,

benar, tepat, dan sah.

e) Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi informasi

dan komunikasi.

10

f) Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian

hukum tidak boleh terjadi intimidasi atau tekanan kepada masyarakat

dalam pemberian pelayanan.

g) Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

h) Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi

komunikasi dan informatika.

i) Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta

memberikan pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).

j) Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi

dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti pakir, toilet, tempat ibadah,

dan sebagainya.

11

b. Hubungan Pemerintah Daerah dengan Industri Rokok

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus, industri rokok kretek merupakan

sumber pendapatan yang sangat penting bahkan pada periode tahun anggaran

2008 Kabupaten Kudus memperoleh dana bagi hasil rokok sebesar Rp.

17.207.191.000 (Bappeda Kudus). Serta dalam hal pembangunan bukan hanya

didalam daerah tetapi juga untuk negara diantaranya :

1) Bidang Ekonomi

a) Lapangan Pekerjaan yang besar

Sejarah mencatat pada tahun 1938 saja perusahaan rokok cap Bal Tiga milik

Nitisemito mampu menyerap 10.000 pekerja dan memperoduksi 10 juta

batang rokok perhari. Subangun (1993:XXVI) mencatat pada tahun 1991 saja

perusahaan rokok di indonesia telah mempekerjakan sekitar 148 ribu orang

karyawan. Pada tahun 2006 tenaga kerja dari hulu sampai ke hilir mencapai

sekitar 10 juta tenaga kerja (Suara Surabaya, 07/06/2007).

b) Cukai tembakau sebagai pemasukan kas negara

Cukai tembakau dikenal di Indonesia sejak tahun 1933 dan merupakan tiang

penyangga kas pemerintah Hindia-Belanda pada waktu itu. Pada era pasca

perang kemerdekaan dimana keadaan ekonomi sangat buruk hingga pada

tahun 1950 pemerintah Indonesia mengadakan devaluasi, cukai tembakau

punya andil besar dalam mempertahankan kelangsungan perekonomian

pemerintah Indonesia. Dari tahun itu hingga tahun-tahun selanjutnya,

12

pemasukan cukai tembakau terus beranjak naik, bahkan melesat terus diikuti

bertambahnya jumlah produksi. Dilansir dari (Kompas Cyber Media, 20

November 2006), penerimaan cukai pada tahun 2007 ditargetkan Rp. 42

triliun atau meningkat dibandingkan pada tahun 2006 yang sebesar Rp. 38,4

triliun. Bisa dibayangkan berapa banyak bidang yang bisa didanai pemerintah

dari pemasukan cukai tembakau itu.

c) Devisa Ekspor

Subangun (1993:XVII), menyebutkan jika devisa ekspor yang disetorkan

industri rokok nasional tahun 1991 mencapai sekitar 176,1 miliar rupiah.

Sedangkan pajak tak langsung yang disetorkan industri rokok nasional pada

tahun 1989 saja mencapai 1,9 miliar rupiah. Dari data Depperind, Devisa

ekspor yang disetorkan industri rokok nasional pada tahun 2006 sejumlah 1,9

triliun. Kesemuanya itu adalah angka yang cukup signifikan bagi biaya

pembangunan indonesia.

d) Tingkat Kesejahteraan Petani

Pengusahaan perkebunan tembakau juga memberikan kemungkinan cukup

tinggi bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan para petani,

sekalipun kesemuanya itu masih tergantung pada perkembangan harga yang

diterima petani dari konsumennya, baik industri rokok maupun para eksportir

tembakau. Data dari Depperind, harga tembakau kualitas terbaik pada tahun

2004 hingga tahun 2005 masih sekitar Rp. 60.000- Rp 70.000 per kilogram.

Sementara itu, untuk kualitas menengah Rp. 25.000- Rp 30.000 per kilogram.

13

Pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 300.000 per kilogram untuk kualitas

terbaik (kelas 1). Adapun tembakau tingkat menengah atau kelas A sampai D

antara Rp 30.000 dan Rp. 40.000 per kilogram.

2) Bidang Pendidikan

Perusahaan-perusahaan rokok besar di Indonesia menyediakan sejumlah

anggaran tertentu untuk penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, seni dan

budaya. Banyaknya penelitian dan pengembangan dalam iptek yang disponsori

dan didanai oleh beberapa perusahaan rokok besar di Indonesia. Tak sedikit

beasiswa ataupun bantuan belajar yang diberikan oleh perusahaan rokok kepada

pelajar berprestasi ataupun yang tak mampu hingga mereka bisa melanjutkan

sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

3) Bidang Sarana dan Prasarana Fisik

Perusahaan-perusahaan rokok besar di Indonesia juga menyediakan anggaran

dana yang termanifestasikan dalam pembangunan sarana olahraga, gedung

keseniaan, pengaspalan jalan, sampai pembangunan tempat ibadah.

4) Bidang Kesejahteraan Sosial

Perusahaan rokok besar di Indonesia menyediakan anggaran dana yang

termanifestasikan sebagai contoh dalam rehabilitasi Rumah Sakit Umum dan

penghijauan kota.

14

c. Hak Masyarakat Terhadap Kesehatan di Ruang Publik

Kesehatan merupakatan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka

kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh Undang-

Undang Dasar. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar

untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan kesehatan

pada dasarnya merupakan investasi sumber daya manusia untuk mencapai

masyarakat yang sejahtera (welfare society).

Jika penyediaan tempat khusus merokok dipandang sebagai upaya sadar

untuk memperbaiki kualitas kehidupan rakyat, maka partisipasi publik merupakan

salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan sehingga kegiatan penyediaan

tempat khusus merokok benar-benar dapat terlaksana dengan baik (Jurnal Ham

Komisi Nasional, 2005, Vol 3).

Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat

kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesehatan memiliki keterkaitan yang

erat dengan tingkat kemiskinan. Sementara, tingkat kemiskinan akan terkait

dengan tingkat kesejahteraan. Keterkaitan tingkat kesehatan dengan kemiskinan

dapat dilihat pada siklus lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty)

(Mahmudi, 2007).

Sejalan dengan Ian Browlie, adalah Paul Sreghart yang telah mengidentifikasi

sedikitnya 6 (enam) golongan hak-hak kolektif , hak-hak tersebut antara lain :

a) Hak atas penentuan nasib sendiri

15

b) Hak atas perdamaian dan keamanan Nasional

c) Hak atas pembangunan

d) Hak atas lingkungan (HAL)

Hak atas lingkungan sangat terkait dengan hak kolektif masyarakat kolektif

masyarakat sebagai pencapaian kualitas hidup tertinggi manusia (Jurnal Ham

Komisi Nasional, 2005, Vol 3).

Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu terjadinya

kemiskian. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kesehatan masyarakat yang

rendah akan menyebabkan tingkat produktivitas rendah. Tingkat produktivitas

yang rendah menyebabkan pendapatan rendah. Pendapatan yang rendah

menyebabkan terjadinya kemiskinan. Kemiskinan itu selanjutnya menyebabkan

seseorang biaya pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Oleh karena itu

kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan masyarakat yang hendak

diwujudkan pemerintah, maka kesehatan harus menjadi perhatian utama

pemerintah sebagai penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah harus

menjamin hak masyarakat untuk sehat (right for healt) dengan memberikan

pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai, terjangkau, dan berkualitas

(Mahmudi, 2007).

16

2. Tinjauan Umum Rokok

a. Kandungan Racun Pada Rokok

Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan

yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Kandungan racun pada rokok itu

antara lain:

1.Tar

Tar terbentuk selama pemanasan tembakau. Tar merupakan kumpulan

berbagai zat kimia yang berasal dari daun tembakau sendiri, maupun yang

ditambahkan dalam proses pertanian dan industri sigaret. Tar adalah hidrokarbon

aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok, tergolong dalam zat karsinogen,

yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker. Kadar tar yang terkandung dalam

asap rokok inilah yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker

(Henningfield, 1995).

2. Nikotin

Nikotin adalah alkolid toksis yang terdapat dalam tembakau. Sebatang

rokok umumnya berisi 1-3 mg nikotin. Nikotin diserap melalui paru-paru dan

kecepatan absorpsinya hampir sama dengan masuknya nikotin secara intravena.

Nikotin masuk ke dalam otak dengan cepat dalam waktu kurang lebih 10 detik.

Dapat melewati barrier diotak dan diedarkan keseluruh bagian otak, kemudian

menurun secara cepat, setelah beredar keseluruh bagian tubuh dalam waktu 15-20

menit pada waktu penghisapan terakhir. Efek bifasik dari nikotin pada dosis

17

rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi. Tetapi pada dosis

tinggi yang menyebabkan blokade gangbionik setelah eksitasi sepintas

(Henningfield,1995).

3. Karbon Monoksida

Karbon Monoksida merupakan gas beracun yang tidak berwarna.

Kandungannya di dalam asap rokok 2-6%. Karbon monoksida pada paru-paru

mempunyai daya pengikat dengan hemoglobin sekitar 200 kali lebih kuat dari

pada daya ikat oksigen dengan hemoglobin. dan akibatnya sel darah merah akan

kekurangan oksigen, yang akhirnya sel tubuh akan kekurangan oksigen.

Pengurangan oksigen jangka panjang dapat mengakibatkan pembuluh darah akan

terganggu karena menyempit dan mengeras. Bila menyerang pembuluh darah

jantung, maka akan terjadi serangan jantung (Henningfield, 1995).

b. Asap Rokok

Dalam asap rokok yang membara karena dihisap, tembakau terbakar kurang

sempurna sehingga menghasilkan CO, Tar dan Nikotin tersebut berpengaruh

terhadap syaraf yang menyebabkan (Yuniarti, 2009) :

a) Gelisah, Tangan Gemetar (Tremor).

b) Cita Rasa/Selera Makan Berkurang.

c) Ibu-ibu Hamil yang Merokok dapat Kemungkinan Keguguran

Kandungannya.

18

Asap rokok juga dapat menyebabkan berbagai macam penyakit antara lain :

a) Kanker paru-paru

b) Penyakit hati

c) Hipertensi

d) Stroke

e) Kanker mulut

f) Kanker Pangkreas

g) Kanker kantung kemih

h) Penyakit ginjal,dsb

3. Tinjauan Umum Keuangan Daerah

a. Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan

Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Pasal 154 menentukan Sumber pendapatan daerah terdiri atas:

1) Pendapatan Asli Daerah Selanjutnya disebut PAD, yaitu :

a) Hasil Pajak Daerah

b) Hasil Retribusi Daerah

c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Antara lain Bagian

Laba dari BUMD dan Hasil Kerja Sama dari Pihak Ketiga.

19

d) Lain-lain PAD yang sah, Antara lain Penerimaan Daerah diluar pajak dan

Retribusi Daerah Seperti Jasa Giro dan Hasil Penjualan Aset Daerah.

2) Dana Perimbangan Adalah dana yang bersumber dari APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

pelaksanaan desentralisasi.

3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Antara Lain Hibah dan Dana Darurat

dari Pemerintah.

Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang

pelaksanaan didaerah diatur lebih lanjut dengan Perda. Pemerintah daerah

dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah

ditetapkan undang-undang.

Dana perimbanagan dalam Pasal 157 huruf b terdiri atas :

1) Dana Bagi Hasil, Pasal 159 huruf a bersumber dari Pajak dan sumber Daya

Alam.

a) Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak yaitu :

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan,

perkebunan, pertambangan serta kehutanan.

b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan,

perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan.

c. Pajak Penghasilan (PPh) yaitu dari Wajib Pajak Pribadi dalam Negeri.

20

b) Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam yaitu :

a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan

(IHPH), Provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang

dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

b. Penerimaan pertambanagan umum yang berasal dari penerimaan iuran

tetap (landernt) dan penerimaan iuran ekplorasi dan iuran ekploitasi

(royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari

penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan

hasil perikanan.

d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah

yang bersangkutan.

e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah

yang bersangkutan.

f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan

setoran bagian pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang

dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

2) Dana Alokasi Umum

Pasal 159 huruf b dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari

pendapatan dalam negari neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu

21

daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek

pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan

pemerintahan yang formula dan penghitungan DAUnya ditetapkan sesuai undang-

undang. (Pasal 161 ayat 1-2 UU No. 32 Tahun 2004).

3) Dana Alokasi Khusus

1) Dana Alokasi Khusus (DAK) daam Pasal 159 huruf c dialokasikan dari

APBN kepada Daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan

desentralisasi untuk :

a) Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar

prioritas nasional.

b) Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

2) Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan dengan

Gubernur.

3) Penyusunan kegiatan khusus dilakukan setelah dikoordinasikan oleh

daerah yang bersangkutan.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

22

Lain-lain pendapatan pajak daerah dalam Pasal 156 huruf c

merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan Dana

Perimbanagan yang terdiri atas :

a) Hibah, Merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/jasa yang

berasal dari Pemerintah, Masyarakat, dan badan usaha dalam negeri

atau luar negeri.

b) Dana Darurat, Merupakan bantuan Pemerintah dari APBN kepada

Pemerintah Daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang

diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD.

Penjelasan Pasal 164 UU Nomor 32 Tahun 2004 dalam ayat (3) yang

dimaksud dengan “peristiwa tertentu” antara lain bancana alam.

c) Lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. (Sarman, 2012)

b. Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD)

Pasal 179 menguraikan APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan

daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai

dengan tanggal 31 Desember. Pasal 180 menyatakan :

a) Kepala Daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan prioritas

dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran

satuan kerja perangkat daerah.

23

b) Berdasarkan Prioritas dan Plafon anggaran kepala satuan kerja perangkat

daerah menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah

dengan pendekatan berdasarkan presentasi kerja yang dicapai.

c) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah disampaikan

kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan

rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.

Penjelasan pasal 180 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dalam ayat (3) yang dimaksud dengan Pejabat Pengelola

Keuangan Daerah yaitu pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah mengelola

Keuangan Daerah yang memiliki tugas meliputi : menyusun dan melaksanakan

kebijakan pengelolaan APBD, menyusun rancangan APBD dan rancangan

perubahan APBD, mengelola akuntansi, menyusun laporan keuangan daerah

dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 181 mengemukakan :

a) Kepala Daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai

penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk

memperoleh persetujuan bersama.

b) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibahas pemerintah

daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD serta prioritas

dan plafon anggaran.

24

c) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan Perda

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu)

bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

d) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), kepala

daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran

APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat

daerah. Pasal 182 mengemukakan, tata cara penyusunan rencana kerja dan

anggaran satuan kerja perangkat daerah serta tata cara penyusunan dokumen

pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah diatur dalam Perda yang

berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (Sarman, 2012)

G. Kerangka Berfikir

Pajak industri rokok merupakan sektor pendapatan yang paling penting

dalam Pembangunan Daerah termasuk untuk membangun tempat khusus

merokok. Namun dalam memanfaatkan pajak industri rokok pemerintah daerah

juga harus menyediakan tempat khusus merokok sebagai cara untuk mengatasi

maraknya asap rokok bagi perokok yang sembarangan merokok di tempat publik

yang sangat mengganggu masyarakat, baik dari masyarakat yang telah dewasa

maupun anak-anak, didalam Pasal 115 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang kesehatan yang berbunyi semula “Khusus bagi tempat kerja, tempat

umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok”

menjadi berbunyi “Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya

menyediakan tempat khusus untuk merokok” yang semula boleh menyediakan

25

atau tidak tempat khusus merokok kini Pemerintah Daerah wajib menetapkan

kawasan tanpa rokok diwilayahnya, ternasuk antara lain : fasilitas pelayanan

kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,tempat ibadah,

ditempat kerja, di tempat umum dan ditempat kerja lainnya yang telah

ditetapkan.Sehingga mendapatkan gambaran peran pemerintah daerah dalam

penyediaan tempat khusus merokok sesuai dengan perintah undang-undang yang

berlaku.

Kerangka Pemikiran :

............. .......

26

MEMBAYAR

PAJAK

INDUSTRI ROKOK

DIREKTORAT JENDERAL BEA

DAN CUKAI

PEMERINTAH DAERAH

RUANG PUBLIKHAMBATAN

UPAYA

TEMPAT KHUSUS

MEROKOK

TEMPAT UMUM

TEMPAT BERIBADAH

TEMPAT ANAK BERMAIN

PROSES BELAJAR

MENGAJAR

FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

TEMPAT KERJA

REKOMENDASI

MODEL KEBIJAKAN RUANG PUBLIK

YANG SEHAT BAGI MASYARAKAT

H. Metode Penelitian

Dalam Metode Penelitian Hukum itu pada dasarnya merupakan suatu

kegiatan ilmiah yang didasarkan pada suatu metode, sistematika dan pemikiran

tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum

tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu, maka juga diadakan

pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul

dalam gejala yang bersangkutan (Sarjono, 2011).

Sarjono melihat bahwa penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang

di terapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi

induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti etodologi penelitian yang dipergunakan

berbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Akan tetapi, setiap

ilmu pengetahuan mempunyai identitas masing-masing, sehingga pasti akan ada

berbagai perbedaan. Suatu penelitian psikologis, umpamanya, mempunyai

perbedaan tertentu dengan penelitian yuridis ataupun penelitian sosiologis, dan

seterusnya. Metodologi yang lazim dipergunakan dalam psikologis, misalnya, tak

dapat dipaksakan secara menyeluruh untuk diterapkan dalam penelitian hukum,

walaupun data psikologi juga penting bagi perkembangan ilmu hukum danb

teknologinya (Sarjono, 2011).

27

1. Jenis penelitian

Jenis-jenis penelitian dibedakan berdasarkan jenis data yang

diperlukan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu penelitian primer dan

penelitian sekunder (Jonathan, 2006).

a) Penelitian Primer

Pada penelitian primer membutuhkan data atau informasi dari sumber

pertama, biasanya kita sebut dengan responden.

b) Penelitian sekunder

Penelitian sekunder menggunakan bahan yang bukan dari sumber pertama

sebagai sarana memperoleh informasi untuk menjawab masalah yang

diteliti.

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian primer yang dikenal

dengan penelitian yang menggunakan data wawancara sebagai sumber

utamanya dan biasanya oleh para peneliti yang menganut paham pendekatan

kualitatif.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Denzin dan

Lincoln dalam bukunya menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai

metode yang ada. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasa

dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.

Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal

itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk

28

menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik

individu maupun sekelompok orang (Moeleong, 2010)

Menurut Jane Richie, penelitia kualitatif adalah upaya untuk menyajikan

dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku,

persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Peranan penting dari

apa yang seharusnya diteliti yaitu konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan

tentang manusia yang diteliti.

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan yang selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain

(Moleong, 2005).

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Data primer dilakukan dengan wawancara bebas terpimpin yaitu

dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai

pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi-variasi pertanyaan

yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.

1) Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi, kondisi, latar belakang penelitian. Dalam

penelitian ini yang menjadi informan adalah Kepala Bappeda Kabupaten

Kudus, Kepala Direktorat Bea dan Cukai Kabupaten Kudus dan Kepala

Dinas Kabupaten Kudus.

29

2) Responden

Responden merupakan sumber data yang berupa orang. sehingga dari

beberapa responden diharapkan dapat terungkap kata-kata atau tindakan

orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama.

2. Data sekunder

Data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan untuk

mendapatkan landasan teoritis berupa penadapat-pendapat atau tulisan-

tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk

memperoleh informasi baik dalam ketentuan formal maupun data melalui

naskah resmi yang ada.

Sumber data yang dipergunakan terdiri dari :

a) Bahan Hukum Primer

Bahan penelitian yang berasal dari peraturan perUndang Undangan

yang berkaitan dengan penulisan yang dilakukan.

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer

seperti buku-buku dan literatur-literatur yang ada hubungannya

dengan penulisan.

c) Bahan Hukum Tersier atau Bahan Hukum Penunjang

Bahan hukum yang memberikan informasi dan penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum.

30

3. Keabsahan Data

Yang di maksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan

harus memenuhi (Meolong, 2010) :

1) Mendemonstrasikan nilai yang benar

2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan

3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi

dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-

keputusannya.

Keabsahan data diterapkan dalam rangka membuktikan temuan hasil

lapangan dengan kenyataan yang diteliti di lapangan. Keabsahan data

dilakukan dengan meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik triangulasi.

Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2005).

Untuk memperoleh validasi data, peneliti menggunakan teknik

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar

data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu. Teknik triangulasi yang dilakukan adalah membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif.

Hal ini dapat dicapai dengan jalan:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data wawancara.

31

2) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum

dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4) Membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang

berkaitan.

4. Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005).

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu pembahasan yang dilakukan

dengan cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian

lapangan serta menafsirkan dan mendiskusikan data-data primer yang telah

diperoleh dan diolah sebagai suatu yang utuh. Penelitian kepustakaan yang

dilakukan adalah membandingkan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan,

dan buku referensi, serta data yang diperoleh, kemudian dianalisis secara

kualitatif yang akan memberikan gambaran menyeluruh tentang aspek hukum

yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian lapangan

dilakukan guna mendapatkan data primer yang dilakukakan dengan cara

32

1. Menentukan Masalah

2. Teknik Sampling

3. Menentukan Jenis Data

4. Menetukan Instrumen Pengambilan Data

5. Menentukan Metode Pengambilan Data

6. Menetukan Teknik Analisis

wawancara dengan pihak yang terkait dengan data yang diperoleh sehingga

mendapat gambaran lengkap mengenai objek permasalahan.

Kemudian data tersebut dianalisis secara kualitatif, dicari

pemecahannya dan ditarik kesimpulan, sehingga pada tahap akhir dapat

ditemukan hukum di dalam kenyataannya.

Model Desain Kualitatif

Penjelasan sebagai berikut:

1. Masalah dalam penelitian ini mengenai Trend (5th) Perolehan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Kabupaten

Kudus dari Pajak Industri Rokok, Peran Pemerintah Daerah Kabupaten

33

Kudus dalam memanfaatkan Pajak Industri Rokok untuk Penyediaan

Tempat Khusus Merokok di Ruang Publik bagi Masyarakat dan Kendala

yang Dihadapi Pemerintah Daerah di Kabupaten Kudus dalam

Menyediakan Tempat Khusus Merokok.

2. Teknik sampling yang digunakan adalah probabilitas sampling atau

random sampling dimaksudkan dalam penggunaan data dari sampel untuk

pengambilan kesimpulan dapat dipertanggung jawabkan. Jenis random

sampling yang digunakan adalah simple random sampling yang dilakukan

dengan cara random bilangan atau lotre populasi yang ada untuk diambil

sampelnya.

3. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yaitu terdiri

hasil wawancara dan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier.

4. Instrumen pengambilan data menggunakan wawancara.

5. Metode pengambilan data dengan melakukan wawancara, studi

kepustakaan dan review dokumen.

6. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan cara

mengolah dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang

sistematik yang kemudian dibuktikan keabsahan data tersebut dengan

teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu.

34

I. DAFTAR PUSTAKA

a. Buku :Sukendro, Suryo. 2007. Filosofi Rokok. Yogyakarta : PINUS BOOK PUBLISHER.

Triswanto, Sugeng D. 2007. Stop Smoking. Yogyakarta : Progresif Books.

Brotodidiharjo, Santoso. 1984. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Jakarta : PT Eresco.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Bandung: Graha Ilmu.

Sunggono, Bambang. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Sarman, Mohammad T. M. 2012, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta

Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Penganti Undang-undang (PERPU), Cetakan ke dua, UMM Press, Malang, 2003, hal 11

Ellydar Chaidir, Negara Hukum, Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan Indonesia, Cetakan Pertama, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2007, hal 71

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi ’Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Cetakan Kedua, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal 246-247

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal 236

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundangundangan ‘Dasar-dasar dan Pembentukannya’, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hal 186

Jurnal HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2005, Vol 3

Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI (Negarawan), 5 Maret 2013

Jurnal Konstitusi (Membangun Konstitusionalitas Indonesia, Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi) Tahun 2006, Vol 3 Nomor 4

35

a. Dasar Hukum :

Undang-Undang Dasar 1945

Putusan MK Nomor 57/PUU-IX/2011 dalam Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Tembakau.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009, Poin 3.18, halaman 279

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009, Poin 3.18, halaman 282

b. Website

Fawzani & Triratnawati, (2005). Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat).Diakses pada tanggal 18 Desember 2012 dari http://www.wonosari.com/t7548-berhentimerokok-bisa-mengurangi-stresEndrawanch. (2009). 10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar di Dunia. Diakses pada tanggal 20 Desember 2012, dari http://www.lintasberita.com/Dunia/BeritaDunia/10_Negara_dengan_Jumlah_Perokok_Terbesar_di_Dunia

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/17/063397816/Pemerintah-Wajib-Sediakan-Tempat-Khusus-Merokok diakses pada 20 Desember 2012 21.00.http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek pada 22 Desember 2012 10.15http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/12/02/09/lz4u6s-oow-rokok-kudus-diekspor-ke-30-negaradiakses pada 1 Januari 2013 10.00.http://www.balebengong.net/opini/2012/05/31/dilema-keputusan-mk-soal-rokok.htmldiakses pada 10 Januari 2013 10.00.

36