Rinitis alergi

17
PENDAHULUAN Rinitis atrofi merupakan suatu penyakit yang jarang secara umum ditemui pada masa sekarang ini. Meskipun kekerapannya sering dijumpai pada negara-negara berkembang, rinitis atropi juga cukup sering didapatkan sebagai suatu sekuele dari tindakan-tindakan medis. 1 Rinitis atrofi merupakan istilah yang sering dipakai dalam dunia kedokteran. Rinitis atrofi juga dikenal sebagai suatu rinitis kering, rinitis sika atau ozaena. Penyakit ini dikenal dengan cirinya yang khas yaitu bau yang muncul dari rongga hidung. 2 Foetor ex nasi berarti bau busuk dari dalam hidung. Gejala ini termasuk salah satu penyebab seorang pasien mencari pertolongan pada dokter. Namun, pada rinitis atrofi, foetor ex nasi tidak dirasakan oleh penderita sehingga perasaan tidak nyaman dirasakan oleh orang sekitarnya, bukannya oleh pasien. Terlebih lagi penyakit ini lebih sering menyerang perempuan, sehingga menimbulkan keluhan tersendiri bagi pasien. Rinitis atrofi mempunyai etiologi dan patogenesis yang sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan, sehingga pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menolong dilakukan operasi. 3 Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai rinitis atrofi. RINITIS ATROFI

Transcript of Rinitis alergi

Page 1: Rinitis alergi

PENDAHULUAN

Rinitis atrofi merupakan suatu penyakit yang jarang secara umum ditemui pada masa

sekarang ini. Meskipun kekerapannya sering dijumpai pada negara-negara berkembang,

rinitis atropi juga cukup sering didapatkan sebagai suatu sekuele dari tindakan-tindakan

medis.1 Rinitis atrofi merupakan istilah yang sering dipakai dalam dunia kedokteran. Rinitis

atrofi juga dikenal sebagai suatu rinitis kering, rinitis sika atau ozaena. Penyakit ini dikenal

dengan cirinya yang khas yaitu bau yang muncul dari rongga hidung.2

Foetor ex nasi berarti bau busuk dari dalam hidung. Gejala ini termasuk salah satu

penyebab seorang pasien mencari pertolongan pada dokter. Namun, pada rinitis atrofi, foetor

ex nasi tidak dirasakan oleh penderita sehingga perasaan tidak nyaman dirasakan oleh orang

sekitarnya, bukannya oleh pasien. Terlebih lagi penyakit ini lebih sering menyerang

perempuan, sehingga menimbulkan keluhan tersendiri bagi pasien.

Rinitis atrofi mempunyai etiologi dan patogenesis yang sampai sekarang belum dapat

diterangkan dengan memuaskan, sehingga pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan

ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala.

Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menolong dilakukan operasi.3

Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai rinitis atrofi.

RINITIS ATROFI

DEFINISI

Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai atrofi progresif mukosa

hidung dan tulang penunjangnya disertai pembentukan sekret yang kental dan tebal yang

cepat mengering membentuk krusta, menyebabkan obstruksi hidung, anosmia, dan

mengeluarkan bau busuk.4,5 Rinitis atrofi disebut juga rinitis sika, rinitis kering, sindrom

hidung-terbuka, atau ozaena.1

INSIDENSI

Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di negara-negara berkembang. Penyakit ini

muncul sebagai endemi di daerah subtropis dan daerah yang bersuhu panas seperti Asia

Selatan, Afrika, Eropa Timur dan Mediterania. Pasien biasanya berasal dari kalangan

Page 2: Rinitis alergi

ekonomi rendah dengan status higiene buruk. Rinitis atrofi kebanyakan terjadi pada wanita,

angka kejadian wanita : pria adalah 3:1.2,4 Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh

dr.Spencer Watson di London pada tahun 1875.1 Penyakit ini paling sering menyerang

wanita usia 1 sampai 35 tahun, terutama pada usia pubertas dan hal ini dihubungkan dengan

status estrogen (faktor hormonal).5,6

KLASIFIKASI

Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan oleh dr. Spencer Watson (1875)

sebagai berikut:1

1. Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan pembentukan krusta yang tebal dan mudah ditangani

dengan irigasi.

2. Rinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia dan rongga hidung yang berbau.

3. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang disebabkan oleh sifilis, ditandai oleh rongga

hidung yang sangat berbau disertai destruksi tulang.

Berdasarkan penyebabnya rinitis atrofi dibedakan atas:1

1. Rinitis atrofi primer, merupakan bentuk klasik rinitis atrofi yang didiagnosis

pereksklusionam setelah riwayat bedah sinus, trauma hidung, atau radiasi disingkirkan.

Penyebab primernya merupakan Klebsiella ozenae.

2. Rinitis atrofi sekunder, merupakan bentuk yang palng sering ditemukan di negara

berkembang. Penyebab terbanyak adalah bedah sinus, selanjutnya radiasi, trauma, serta

penyakit granuloma dan infeksi.

ETIOLOGI

Etiologi rinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder.1 Rinitis atrofi primer adalah

rinitis atrofi yang terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya, sedangkan rinitis atorfi

sekunder merupakan komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit.3,4 Rinitis atrofi primer

adalah bentuk klasik dari rinitis atrofi dimana penyebab pastinya belum diketahui namun

pada kebanyakan kasus ditemukan klebsiella ozaenae.1

Page 3: Rinitis alergi

Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus, radiasi, trauma,

penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa atau. Operasi sinus merupakan penyebab 90%

rinitis atrofi sekunder. Prosedur operasi yang diketahui berpengaruh adalah turbinektomi

parsial dan total (80%), operasi sinus tanpa turbinektomi (10%), dan maksilektomi (6%).

Penyakit granulomatosa yang mengakibatkan rinitis atrofi diantaranya penyakit sarkoid,

lepra, dan rhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk tuberkulosis dan sifilis. Pada negara

berkembang, infeksi hanya berperan sebanyak 1-2% sebagai penyebab rinitis atrofi sekunder.

Meskipun infeksi bukan faktor kausatif pada rinitis atrofi sekunder, namun sering ditemukan

superinfeksi dan hal ini menjadi penyebab terbentuknya krusta, sekret, dan bau busuk. Terapi

radiasi pada hidung dan sinus hanya menjadi penyebab pada 2-3% kasus, sedangkan trauma

hidung sebanyak 1%.1

Selain faktor diatas, beberapa keadaan dibawah ini juga diduga sebagai penyebab

rinitis atrofi: 1,3 ,5

1) Infeksi kronik spesifik oleh kuman lain

Yakni infeksi oleh Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa,

Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena. Telah

dilaporkan terjadinya rinitis atrofi pada seorang anak 7 tahun dari satu keluarga setelah

anak dari tetangga keluarga tersebut yang diketahui menderita rinitis atrofi menginap

bersamanya.

2) Defisiensi besi dan vitamin A

Dilaporkan terjadi perbaikan pada 50% pasien yang mendapat terapi besi dan pada 84%

pasien yang diterapi dengan vitamin A mengalami perbaikan simptomatis. Adanya

hiperkolesterolemia pada 50% pasien rinitis atrofi menunjukkan peran diet pada penyakit

ini.

3) Perkembangan

Dilaporkan adanya pengurangan diameter anteropsterior hidung dan aliran udara

maksiler yang buruk pada penderita rinitis atrofi.

4) Lingkungan

Page 4: Rinitis alergi

Dilaporkan telah terjadi rinitis atrofi pada pasien yang terpapar fosforit dan apatida.

5) Sinusitis kronik

6) Ketidakseimbangan hormon estrogen

Dilaporkan adanya perburukan penyakit saat hamil atau menstruasi.

7) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun

8) Teori mekanik dari Zaufal

9) Ketidakseimbangan otonom

10) Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS)

11) Herediter

Dilaporkan adanya rinitis atrofi yang diturunkan secara dominan autosom pada sebuah

keluarga dimana ayah serta 8 dari 15 anaknya menderita penyakit ini.

12) Supurasi di hidung dan sinus paranasal

13) Golongan darah

PATOGENESIS

Analisis terhadap mukosa hidung menemukan hal yang sama baik pada rinitis atrofi

primer maupun sekunder. Mukosa hidung yang normal terdiri atas epitel pseudostratifikatum

kolumnar, dan glandula mukosa dan serosa. Pada rinitis atrofi, lapisan epitel mengalami

metaplasia squamosa dan kehilangan silia. Hal ini mengakibatkan hilangnya kemampuan

pembersihan hidung dan kemampuan membersihkan debris. Glandula mukosa mengalami

atrofi yang parah atau menghilang sama sekali sehingga terjadi kekeringan. Selain itu terjadi

juga penyakit pada pembuluh darah kecil, andarteritis obliteran (yang dapat menjadi

penyebab terjadinya rinitis atrofi atau sebagai akibat dari proses penyakit rinitis atrofi itu

sendiri).1,3,5

Page 5: Rinitis alergi

Secara patologis, rinitis atrofi dapat dibagi menjadi dua, yakni tipe I, adanya

endarteritis dan periarteritis pada arteriola terminal akibat infeksi kronik yang membaik

dengan efek vasodilator dari terapi estrogen; dan tipe II, terdapat vasodilatasi kapiler yang

bertambah jelek dengan terapi estrogen.1,3,5

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriola akan menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa.

Selain itu didapatkan sel endotel bereaksi positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan

adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus

menyebabkan pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran

nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun, dimana terdeteksi

adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan

merupakan penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan

yang abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi klirens mukus dan mempunyai pengaruh

kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan

juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering

bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang

sangat baik untuk pertumbuhan kuman.3

GEJALA KLINIS

Pemeriksaan fisik terhadap rinitis atrofi dapat dengan mudah dikenali. Tanda pertama

sering berupa bau (foeter ex nasi) dari pasien. Pada beberapa kasus, bau ini bisa berat. Hal ini

akan menyebabkan ganggguan pada setiap orang kecuali pasien, karena pasien mengalami

anosmia. Beberapa pasien juga memperlihatkan depresi yang terjadi sebagai implikasi sosial

dari penyakit. 1 Pasien biasanya mengeluh obstruksi hidung (buntu), krusta yang luas, dan

perasaan kering pada hidung.3, 7

Gejala klinis rinitis atrofi secara umum adalah : 3, 5

Gejala :

- obstruksi hidung (buntu)

- sakit kepala

Page 6: Rinitis alergi

- epistaksis pada pelepasan krusta

- bau busuk pada hidung (foeter ex nasi) yang dikeluhkan oleh orang lain yang ada di

sekitarnya. Bau ini tidak diketahui oleh pasien karena atrofi dari mukosa olfaktoria.

- Faringitis sikka

- Penyumbatan yang terjadi karena lepasnya krusta dari nasofaring masuk ke orofaring.

Tanda :

- foeter ex nasi

- krusta dihidung berwarna kuning, hijau, atau hitam

- pelepasan kusta akan memperlihatkan ulserasi dan perdarahan mukosa hidung

Mukosa secara umum atrofi, dengan metaplasia epitel skuamosa. Volume kavum nasi

terlihat membesar, yang mungkin terjadi karena adanya laserasi dinding lateral hidung. 1

Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat : 3

a. Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta sedikit.

b. Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin pudar,

krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

Page 7: Rinitis alergi

c. Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis, rongga

hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang

jelas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis rinitis atrofi : 3,5,7

apusan hidung .

radiologi dan kultur punksi sinus untuk meniyingkirkan sepsis pada sinus.

test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menyingkirkan sifilis.

tes serologi yang lain :

− protein Serum.

− pemeriksaan Fe serum

− pemeriksaan darah rutin

− ANA dan anti-DNA antibodi.

CT scan dianjurkan jika diagnosis meragukan

Pemeriksaan radiologis rinitis atrofi dapat dilakukan pada penyakit primer maupun

sekunder, tapi tidak ada tanda yang dapat membedakan di antara keduanya. Perubahan kavum

hidung bisa ditemukan dengan foto sederhana atau CT scan. Foto sederhana dapat

menunjukkan membusurnya dinding lateral hidung yang, berkurang atau tidak adanya aliran,

atau hipoplastik sinus maksilaris. 1

Pada CT scan dapat ditemukan : 1, 4, 5

• penebalan mukoperiosteum sinus paranasal

• kehilangan ketajaman dari kompleks sekunder osteomeatal untuk meresobsi bula etmoid

dan proses “uncinate”.

Page 8: Rinitis alergi

• hipoplasia sinus maksilaris

• pelebaran kavum hidung dengan erosi dan membusurnya dinding lateral hidung .

• resopsi tulang dan atrofi mukosa pada konka media dan inferior.

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan : anamnesis, dan perubahan yang terjadi pada

hidung seperti adanya pelebaran kavum hidung, atrofi mukosa dan terdapatnya perlekatan,

penebalan dan krusta hijau – kuning, pemeriksaan mikrobiologi dengan isolasi bakteri seperti

K. ozaenae dari kultur hidung . 3,4

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding rinitis atrofi sebagai berikut : 2

1. Rinitis atrofi: sekret bilateral dan berbau dengan krusta berwarna kuning kehijauan,

penderita tidak membau, sedangkan orang lain membau. Lebih banyak menyerang

wanita daripada pria, terutama sekitar usia pubertas.

2. Sinusitis: sekret melimpah dapat bilateral atau unilateral, penderita dan orang lain

disekitarnya membau. Dapat terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.

Terkadang ditemukan hiposmia karena adanya obstruksi.

Page 9: Rinitis alergi

3. Nasofaringitis kronis: sekret post nasal bilateral, penderita membau, sedangkan orang lain

tidak membau. Tidak ada perbedaan frekuensi antara pria dan wanita

PENATALAKSANAAN

Pada rinitis atrofi terdapat tiga macam teknik penatalaksanaan yaitu secara topikal,

sistemik dan pembedahan. Keseluruhan teknik ini bertujuan untuk pemulihan hidrasi nasal

dan meminimalisir terbentuknya krusta.1

Terapi Topikal

Salah satu teknik penatalaksanaan yang dipakai secara luas ialah dengan irigasi nasal.

Irigasi nasal lebih tepat disebut sebagai suatu terapi pencegahan atau sebagai suatu terapi

yang bersifat rumatan. Fungsi dari irigasi nasal sendiri ialah mencegah terbentuknya

pengumpulan krusta dalam rongga hidung. Terdapat beberapa variasi tipe dari bahan irigasi

yang dianjurkan namun tak ada literatur yang menunjukan akan kelebihan bahan yang satu

dengan lainnya.1

Adapun bahan-bahan itu antara lain:1,3,6

1. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau larutan

NaCl

NH4Cl

NaHCO3 aaa9

Aqua ad 300 cc

1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat

2. Larutan garam dapur

3. Campuran

Na bikarbonat 28,4 g

Page 10: Rinitis alergi

Na diborat 28,4 g

NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

4. Larutan antibiotik berupa Gentamisin 80 mg dalam satu liter NaCl

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan

kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut, dilakukan dua kali

sehari. Beberapa literatur juga menyarankan untuk menambahkan minyak mawar (rose oil)

atau mentol untuk menutupi bau yang terdapat pada rinitis atropi. Perlu diingat bahwa

pengobatan topikal rinitis atropi dengan irigasi nasal tidak berfungsi untuk menghilangkan

penyakit, melainkan sekedar mencegah penyakit hingga harus dilakukan secara

berkelanjutan. Ketidak patuhan dalam melanjutkan terapi biasnya berdampak dengan

kambuhnya penyakit dalam sebagian besar kasus.1

Terapi Sistemik

Terapi sistemik biasa digunakan secara simultan dengan terapi topikal. Terapi yang

biasa digunakan ialah dengan pemberian antibiotik. Diberikan antibiotik berspektrum luas

atau sesuai dengan uji resistensi kuman, dengan dosis yang adekuat sampai tanda-tanda

infeksi hilang. Penelitian terakhir merujuk pengobatan akan terjadinya infeksi akut dengan

menggunakan antibiotik aminoglikosida oral atau streptomisin injeksi. Meskipun

penggunaannya seringkali cukup efektif, efek toksisitas dari obat akan muncul setelah kurun

waktu 2 tahun pemakaian.1,6

Beberapa terapi sistemik lain juga dianjurkan diantaranya ialah adjuvan berupa vitamin

A yang terbukti berhasil mengalami peningkatan >80% dalam sebuah penelitian dan adjuvan

berupa besi yang juga berhasil mengalami peningkatan >50%. Penggunaan kortikosteroid

juga pernah diajukan sebagai suatu adjuvan namun beberapa ahli menyatakan penggunaan

kortikosteroid merupakan kontra indikasi bagi pasien dengan rinitis atropi. Vasokontriksi

untuk kongesti nasal juga merupakan kontra indikasi karena berhubungan dengan

berkurangnya vaskularisasi di mukosa.1

Terapi Bedah

Page 11: Rinitis alergi

Pada kebanyakan kasus meskipun dengan terapi medikamentosa yang maksimal, pasien

akan selalu mengeluhkan krusta yang terbentuk dan bau dari rongga hidung yang muncul

meskipun sudah seringkali melakukan terapi lanjutan. Dalam rangka mencegah pasien untuk

bergantung pada terapi medikamentosa sepanjang hidupnya perlu dilakukan terapi bedah.

Secara umum terapi bedah terdiri dalam 3 bagian kategori antara lain denervasi, reduksi

volume rongga hidung dan penutupan nasal 1

Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain:3

1. Operasi Young

Penutupan total rongga hidung dengan flap. Telah dilaporkan hasil yang baik dengan

penutupan lubang hidung sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah satu hidung

bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.

2. Operasi Young yang dimodifikasi

Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.

3. Operasi Lautenschlager

Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid, kemudian

dipindahkan ke lubang hidung.

4. Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis seperti teflon,

campuran triosite dan lem fibrin.

5. Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (operasi Wittmack) dengan tujuan

membasahi mukosa hidung.

Adapun operasi yang bertujuan sebagai denervasi nasal antara lain:5

1. Simpatektomi servikal

2. Blokade ganglion Stellata

3. Blokade atau ekstirpasi ganglion sfenopalatina

Page 12: Rinitis alergi

Beberapa penelitian melaporkan operasi penutupan koana menggunakan flap faring

pada penderita rinitis atrofi anak berhasil dengan memuaskan. Penutupan ini juga dapat

dilakukan pada nares anterior yang bertujuan untuk mengistirahatkan mukosa hidung.3,6

PROGNOSIS

Dengan operasi diharapkan perbaikan mukosa dan keadaan penyakitnya. Pada pasien

yang berusia diatas 40 tahun, beberapa kasus menunjukkan keberhasilan dalam pengobatan.3,5

PENUTUP

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi

progresif mukosa dan tulang konka disertai pembentukan krusta.

Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan

dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum ada

yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk

menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau operatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cowan, Alan MD. Atrophic Rhinitis. Grand Round Presentation, UTMB, Dept.of

Otolaryngology 2005

2. Soedarjatni, dr. Foetor Ex Nasi, Cermin Dunia Kedokteran . 1997; 9 : 21 – 24

3. Asnir, Rizalina Arwinati. Rinitis Atrofi, Cermin Dunia Kedokteran 2004;144: 5 – 7

4. Yucel, Aylin et al. Atrophic Rinitis: A Case Report, Turk J Med Sci 2003;33: 405 – 407

5. Anonim. Atrophic Rhinitis. [online] tersedia di URL:

http://www.yasser-nour.com/atrophic-rhinitis.pdf.

6. Mangunkusumo, Endang. Infeksi Hidung Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi Kelima. Jakarta, 2003 h.

110 – 114

7. Michel, Jean Pr. Management Of Chronic Rhinitis, Mp ORL Anglais 2005; 87: 44 – 58

i

i

Page 13: Rinitis alergi