RINGWORM pada sapi

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ringworm dikenal juga sebagai kadas, tinea, ataupun dermatomycosis adalah infeksi oleh jamur pada bagian superficial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Jamur tidak bersifat invasive, tidak mampu bertumbuh dalam jaringan tubuh yang hidup maupun jaringan yang sedang mengalami peradangan dan jamur ini memiliki sifat meluruhkan keratin (keratolitik). Penyakit kulit ini pada ternak tidak berakibat fatal namun dapat menurunkan nilai ekonomis ternak. Ringworm juga dapat menular antara sesama hewan, antara manusia dengan hewan dan hewan dengan manusia. Penyakit ini sering dijumpai pada hewan yang dipelihara secara bersama-sama dan merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia. Penyakit kulit ini dinamakan ringworm karena pada awalnya diduga penyebabnya adalah cacing dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin maka dinamai ringworm. Meskipun sekarang telah diketahui bahwa penyebab penyakit adalah jamur tetapi akhirnya pemakaian istilah ringworm tetap dipakai sampai sekarangPenularan dari hewan kemanusia (zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 dari sapi ke manusia. Hewan yang terserang umumnya hewan piaraan seperti anjing, babi, domba, kucing, kuda, kambing, sapi dan lainnya. Namun yang paling utama adalah anjng, kucing dan FARMAKOTERAPI | 1

description

farmakoterapi

Transcript of RINGWORM pada sapi

Page 1: RINGWORM pada sapi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ringworm dikenal juga sebagai kadas, tinea, ataupun dermatomycosis adalah infeksi

oleh jamur pada bagian superficial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin

(bulu, kuku, rambut dan tanduk). Jamur tidak bersifat invasive, tidak mampu bertumbuh

dalam jaringan tubuh yang hidup maupun jaringan yang sedang mengalami peradangan dan

jamur ini memiliki sifat meluruhkan keratin (keratolitik). Penyakit kulit ini pada ternak tidak

berakibat fatal namun dapat menurunkan nilai ekonomis ternak. Ringworm juga dapat

menular antara sesama hewan, antara manusia dengan hewan dan hewan dengan manusia.

Penyakit ini sering dijumpai pada hewan yang dipelihara secara bersama-sama dan

merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia.

Penyakit kulit ini dinamakan ringworm karena pada awalnya diduga penyebabnya

adalah cacing dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada permukaan kulit

yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin maka dinamai ringworm.

Meskipun sekarang telah diketahui bahwa penyebab penyakit adalah jamur tetapi akhirnya

pemakaian istilah ringworm tetap dipakai sampai sekarangPenularan dari hewan kemanusia

(zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 dari sapi ke manusia. Hewan yang terserang

umumnya hewan piaraan seperti anjing, babi, domba, kucing, kuda, kambing, sapi dan

lainnya. Namun yang paling utama adalah anjng, kucing dan sapi. Ketiga hewan ini

merupakan masalah penting untuk manusia karena sifat zoonosisnya. Trichopyton spp dan

Microsporum spp, merupakan 2 jenis jamur yang menjadi penyebab utama ringworm pada

hewan. Di Indonesia sendiri hewan yang paling banyak terserang adalah anjing, kucing dan

sapi.

Penyebab dari dermatomycosis pada tiap hewan berbeda-beda tergantung pada hewan

yang terserang. Jenis jamur yang banyak dikenal menyebabkan dermatomycosis pada ternak

adalah sebagai berikut :

Kuda : Microsporum canis, M. gypseum, Trichophyton mentagrophyte, T. equinum,

dan T. ajelloi

Sapi : Trichophyton mentagrophyte, T. verrucosum, T. rubrum dan T. violaceum

Domba : T. verrucosum

FARMAKOTERAPI | 1

Page 2: RINGWORM pada sapi

Kambing : Trichophyton spp.

1.2 Tujuan

1. Menentukan diagnosa dari penyakit

2. Menentukan tujuan terapi

3. Menentukan terapi yang dapat diberikan

1.3 Rumusan masalah

1. Bagaimana cara menentukan diagnosa dermatomycosis pada sapi ?

2. Apakah tujuan dari terapi yang dilakukan ?

3. Bagaimana cara menentukan terapi yang dapat diberikan ?

FARMAKOTERAPI | 2

Page 3: RINGWORM pada sapi

BAB II

PEMBAHASAN

Diagnosis

Jamur-jamur M. canis, M. distortum, dan M. audouinii akan memberikan fluoresensi

hijau kekuningan apabila disinari dengan sinar ultraviolet (wood’s light). Microsporum akan

menghasilkan bentk mosaik yang tersusun dari spora jamur pada permukaan rambut yang

terserang. Spora Trichophyton tersusun sejajar dengan permukaan rambut.

Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti infeksi bakteri

dan dermatitis lainnya. Jika dilihat dari lesi yang muncul harus diperhatikan adanya diagnosa

banding yaitu lesi akibat gigitan serangga, urtikaria, infeksi oleh kuman dan seborrhea.

Namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan tidak adanya tanda-tanda

kegatalan dapat memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit ringworm. Untuk

mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan

kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan pemeriksaan langsung dengan mikroskop

atau dengan membuat biakan pada media. Pemeriksaan langsung mikroskop dengan cara

membuat preparat native yang diberikan potasium hydroxide (KOH) 10% kemudian diamati

dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x. Pada biakan/kultur media,

sampel yang diambil dari hewan suspect ringworm diberikan KOH 20% dan ditumbuhkan

pada media Sabouraud Glucose Agar (SGA) yang ditambah chloramphenicol dan

cycloheximide untuk menghambat kontaminasi bakteri dan jamur saprofic. Media di inkubasi

selama 4 minggu dengan temperatur 28 sampai 30ºC

Untuk pemeriksaan histologik pada bagian kulit yang mengalami radang minimal

akan menunjukan hiperkeratosis yang bersifat moderat dari epidermis dan folikel, adanya

akantosis, serta reaksi radang polifolikuler yang bersifat minimal disertai infiltrasi sel-sel

mononuklear. Bagian-bagian dari jamur akan ditemukan bila sediaan dilakukan pewarnaan

asam peryodat schiff atau perak methenamin. Dapat pula ditemukan ulserasi epidermis yang

diisi oleh keropeng-keropeng hasil peradangan. Dinding folikel rambut yang terserang akan

berisikan sel-sel poiimorfonukleardan mononuklear, limfosit, plasma sel, dan histiosit. Pada

bagian yang mengalami peradangan intensif. Fragmen jamur tidak akan dapat dijumpai.

FARMAKOTERAPI | 3

Page 4: RINGWORM pada sapi

Tujuan terapi

Mengeliminasi penyebab penyakit yaitu jamur dermatofit yang menginfeksi.

Mengurangi dan atau menghilangkan peradangan kulit. Mengurangi dan atau menghilangkan

rasa gatal dan sakit yang ditimbulkan.

Penentuan terapi

a. Advice

Tindakan yang dianjurkan adalah memisahkan hewan yang terinfeksi dari hewan lain

selama masa pengobatan, memperhatikan sanitasi dan kebersihan lingkungan hewan.

Untuk menghindari kontaminasi lingkungan dan penyebaran spora serta peningkatan

program pengobatan semua peralatan yang mengalami kontak langsung dengan

hewan terinfeksi di lakukan desinfeksi atau dibakar.

b. Nondrugs

Ringworm umumnya bersifat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi hal ini

akan berjalan lama yaitu sekitar 9 bulan, bila tidak diobati. Mekanisme secara alami

berupa pencegahan yang dapat menggagalkan infeksi sebaiknya dipertimbangkan

sebelum pengobatan, terutama pada tahap transformasi spontan atau induksi dari

pertumbuhan rambut aktif (anagen) ke pertumbuhan rambut tahap tidak aktif

(telogen), dan tahap penghentian produksi keratin

c. Drugs

Secara farmakologik Obat obatan yang digunakan dalam pengobatan ringworm

dibedakan kedalam 5 golongan yaitu 1). Iritansia, Yaitu obat-obatan yang

meningkatkan reaksi peradangan 2). Keratolitikum, Yaitu obat yang meluruhkan dan

menghilangkan keratin pada kulit 3).Fungistatikum, Yaitu obat yang mengurangi dan

mencegah pertumbuhan dan perkembangan jamur 4). Fungisid, Yaitu obat yang

membunuh jamur secara langsung dan 5) Obat yang menghentikan pertumbuhan

rambut hingga keratin juga tidak terbentuk

Obat yang diberikan merupakan kombinasi obat anti jamur sistemik dan topikal

FARMAKOTERAPI | 4

Page 5: RINGWORM pada sapi

Pemilihan obat anti jamur :

No Obat Efficacy Safety Suitability Cost

1 Griseofulvin

Farmakokinetik : Ketika diabsorbsi, griseofulvin pertama kali akan berikatan dengan serum albumin dan distribusi di jaringan yang ditentukan dengan plasma free consentration. Selanjutnya menyebar melalui cairan transepidermal dan keringat dan akan dideposit di sel prekusor keratin kulit (stratum korneum) dan terjadi ikatan yang kuat dan menetap. Lapisan keratin yang terinfeksi, akan digantikan dengan lapisan keratin baru yang lebih resisten terhadap serangan jamur.

Farmakodinamik :

Griseofulvin adalah an yang bersifat fungistatik. Secara invitro griseofulvin dapat menghambat pertumbuhan berbagai spesies dari Microsporum, Epidermophyton dan Trichophyton. Pada

Efek samping /toksisitas :

- Infections

- Serum sickness

- Leukopenia

Efek samping bersifat ringan dan sementara, misalnya: sakit kepala, rasa kering pada mulut, iritasi lambung dan rash kulit. - Reaksi hipersensitivitas: urtikaria, edema angioneurotik. - Proteinuria, hepatotoksisitas.

Interaksi Obat :

Griseofulvin menurunkan aktivitas warfarin sebagai antikoagulan, kontrasepsi oral dan dapat meningkatkan efek alkohol. Barbiturat menurunkan aktivitas griseofulvin.

Indikasi : Infeksi dermatofitosis berat pada kulit, rambut, kuku yang disebabkan oleh Trycophyton sp.

Saat obat topikal tidak berhasil atau tidak sesuai. (tidak efektif terhadap candida albikans atau pityriasis versikolor)

Kontraindikasi : Kebuntingan

Sediaan :

Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet 125, 250, dan 500 mg, dan suspensi 125 mg/ml.

Rp. 2600,-

Per keping (10 tablet)

Sediaan 125 mg

FARMAKOTERAPI | 5

Page 6: RINGWORM pada sapi

penggunaan per oral griseofulvin diabsorpsi secara lambat, dengan memperkecil ukuran partikel, absorpsi dapat ditingkatkan. Griseofulvin ditimbun di sel-sel terbawah dari sel epidermis, sehingga keratin yang baru terbentuk akan tetap dilindungi terhadap infeksi jamur.

Distribusi : menembus plasenta

Metabolisme : sebagian besar di hati

T½ eliminasi : 9-22 jam

Ekskresi : urine (< 1% dalam bentuk obat tidak berubah); feses dan keringat

2 ketokonazole

Farmakodinamik :Menghambat biosintesis ergosterol. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitrokrom P-450, C-14-α-demethylase yang bertanggung jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini akan mengakibatkan

Efek samping /toksisitas

Efek samping :

Anoreksia, mual dan muntah. Ketokonazol juga menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan. Untuk pengobatan jangka panjang dianjurkan pemeriksaan fungsi

Indikasi : Ketokonazol mempunyai spekrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis,

Rp. 4500,-

Per strip (10 tablet)

Sediaan 400 mg

Rp. 18.472,-

Per 10 gram sediaan

FARMAKOTERAPI | 6

Page 7: RINGWORM pada sapi

dinding sel jamur menjadi permeable dan terjadi penghancuran jamur.

Farmakokinetik :Ketokonazol yang diberikan secara oral, mempunyai bioavailabilitas yang luas antara 37%-57% di dalam darah. Puncak waktu paruh yaitu 2 jam dan berlanjut 7-10 jam. Ketokonazole mempunyai daya larut yang optimal pada pH di bawah 3 dan akan lebih mudah diabsorbsi.Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mampu mencapai keratin dalam waktu 2 jam. Distribusi ketokonazol melalui urin, saliva, sebum, kelenjar keringat eccrine, serebrum, cairan pada sendi dan serebrospinal fluid (CSF).Metabolisme obat ini berada di hati dan diubah menjadi metabolit yang tidak aktif serta diekskresikan bersama empedu ke dalam saluran pencernaan.

hati. Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofitosisKontra indikasi :Ketokonazol dapat memperpanjang waktu paruh seperti terfenadin, astemizol dan cisaprid selain itu juga menimbulkan efeksamping kardiovaskula, menyebabkan aritmia ventrikel jantung dan perpanjang interval QT.

Pemberian bersama antara ketokonazol dengan rifampicin dapat menurunkan efektifitas kedua obat.

Interaksi :Konsentrasi serum

krim

Tiap gram krim mengandung 20 mg ketokonazole

FARMAKOTERAPI | 7

Page 8: RINGWORM pada sapi

ketokonazol dapat menurun apabila diikuti dengan mengkonsumsi obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antacid,kolinergik dan H2-antagonis sehingga sebaiknya obat ini diberikan setelah 2 jam pemberian ketokonazol.

Sediaan : tablet 400 mg dan bentuk krim 10 g

3. Mikonazole

Farmakodinamik : Miconazole memiliki aktivitas antifungi terhadap dermatofita dan ragi, serta memiliki aktivitas antibakteri terhadap basil dan kokus gram positif. Aktivitas ini menghambat biosintesa ergosterol di dalam jamur dan mengubah komposisi komponen-komponen lemak di dalam membran,

Efek samping / toksisitas : Biasanya krim Mikonazol Nitrat dapat ditoleransi dengan baik. Namun pada penderita hipersensitifitasdapat timbul iritasi dan hipersensitifitas kulit. Dermatitis dan rasa terbakar

Interaksi Obat :Interaksi obat sangat jarang terjadi pada pemakaian topical namun adanya

Indikasi :

Untuk aplikasi topikal dalam pengobatan dermatofit , dalam pengobatan kandidiasis kulit (moniliasis), dan dalam pengobatan tinea versikolor.

Kontraindika

Rp. 4500,-

Per 10 gram sedian krim

Tiap gram krim mengandung 20 mg mikonazole nitrat

FARMAKOTERAPI | 8

Page 9: RINGWORM pada sapi

yang menyebabkan nekrosis sel jamur

Farmakokinetik :

Mikonazol di absorpsi secara topikal oleh kulit dan diikat oleh protein plasma, selanjutnya serum albumin dan sel darah merah. Di aplikasikan ke dalam kulit utuh

penyerapan oleh kulit memungkinkan terjadinya interaksi obat-obat seperti:Amphotericin B: kemungkinan menghambat efek amfoterisin B.Karbamazepin: meningkatkan kadar carbamazepin dalam darahWarfarin: meningkatkan efek antikoagulan warfarin

si :

Pasien dengan hipersensitivitas terhadap mikonazol, gangguan liver kronis

Sediaan : mikonazol cream 2%

No.

Nama Obat Efficacy Safety Suitability Cost

1. Griseosulvin (sistemik)

+++ ++ +++ ++

2. Ketokonazole krim (topikal)

+++ ++ ++ ++

3. Ketokonazole oral (sistemik)

++ ++ ++ ++

4. Mikonazole (topikal)

+++ +++ +++ +++

Kesimpulan : digunakan Griseosulvin untuk pengobatan secara sistemik dengan dosis 7,5 -

10 mg/kg secara PO satu kali sehari. Secara topikal menggunakan mikonazol 2 %

FARMAKOTERAPI | 9

Page 10: RINGWORM pada sapi

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ringworm atau dermatomycosis adalah infeksi oleh jamur Microsporum spp. atau .

Trichopyton spp pada bagian superficial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung

keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Diagnosa bisa dilakukan dengan penyinaran

ultraviolet yang menunjukkan warna hijau kekuningan, sedangkan sebagai diagnosa banding

terhadap lesi bisa dilakukan dengan membandingkan jenis lesi yang terjadi dengan lesi akibat

gigitan serangga, urtikaria, infeksi oleh kuman dan seborrhea. Namun dengan adanya bentuk

cincin pada daerah yang terinfeksi dan tidak adanya tanda-tanda kegatalan dapat memastikan

bahwa hewan tersebut menderita penyakit ringworm. Tujuan terapi yang kami berikan adalah

mengeliminasi penyebab penyakit, mengurangi dan atau menghilangkan peradangan kulit.,

mengurangi dan atau menghilangkan rasa gatal dan sakit yang ditimbulkan. Sehingga

tindakan terapi yang bisa dilakukan, untuk tindakan advice dilakukan dengan memisahkan

hewan yang terinfeksi dari hewan lain selama masa pengobatan, memperhatikan sanitasi dan

kebersihan lingkungan hewan. Sedangkan untuk non drug nya bisa berupa pencegahan yang

dapat menggagalkan infeksi sebelum pengobatan, terutama pada tahap transformasi spontan

atau induksi dari pertumbuhan rambut aktif (anagen) ke pertumbuhan rambut tahap tidak

aktif (telogen), dan tahap penghentian produksi keratin. Untuk terapi P-Drug kami

mempunyai beberapa alternative obat yang bekerja secara sistemik maupun topical, yakni:

Griseosulvin (sistemik), Ketokonazole krim (topikal), Ketokonazole oral (sistemik), dan

Mikonazole (topikal). Dengan mempertimbangkan efficacy, safety, suitability dan cost, kami

memilih Griseosulvin untuk pengobatan secara sistemik dengan dosis 7,5 - 10 mg/kg secara

PO satu kali sehari. Secara topikal menggunakan mikonazol 2 %.

FARMAKOTERAPI | 10

Page 11: RINGWORM pada sapi

Daftar Pustaka

Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. 

Kurniati dan Rosita. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 20 No. 3 Dept./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya

Manery, Johan Josias. 2010. Suspect Ringworm Pada Sapi Bali. Laporan Koasistensi Kasus Hewan Besar Ilmu Penyakit Dalam Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Denpasar

Subronto, 2008. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

FARMAKOTERAPI | 11