RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan...

14

Transcript of RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan...

Page 1: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah
Page 2: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Ringkasan Eksekutif

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkanpemerintah daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dalamkeuangan daerah. Namun seiring dengan diterapkannya Kebijakanotonomi daerah yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 dankebijakan desentralisasi fiskal sejak 2004, kemandirian daerah belumdapat terwujud sampai saat ini. Hal ini dapat dilihat dari rendahnyaderajat desentralisasi fiskal pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia.

Hasil analisis yang dilakukan pada tingkat kabupaten/kota,diperoleh bahwa rata-rata proporsi PAD terhadap total penerimaandaerah pada tahun 2018 sebesar 11,81 persen. Jika dilihat dari rasiopola hubungan dan tingkat kemampuan/ kemandirian suatu daerah,maka dapat diartikan bahwa pemerintah kabupaten/ kota di Indonesiamemiliki pola hubungan yang instruktif. Hal ini dapat dikatakan bahwapemerintah daerah lebih banyak mendapatkan pengarahan danpetunjuk dari pemerintah pusat, sehingga tingkat kemandiriannyasangat kurang. Tingginya tingkat ketergantungan kepada pemerintahpusat dapat mengindikasikan ketidakmampuan daerah dalammelaksanakan urusan otonominya.

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, pemerintah berencanamendorong pemerintah daerah dapat melakukan terobosan dalammencari sumber pembiayaan yang di luar APBN/APBD melaluipemanfaatan pembiayaan kreatif. Selain itu, pembangunaninfrastruktur di daerah diharapkan juga bisa dilakukan melaluimekanisme kerja sama antar daerah, serta dukungan TKDD untukpelaksanaan pembiayaan kreatif melalui skema pembiayaanterintegrasi. Dengan skema tersebut, pembiayaan kreatif diharapkandapat menjadi solusi akan keterbatasan APBD. Kebijakan inimerupakan salah satu poin dalam arah kebijakan TKDD di tahun 2021dalam rangka mendukung “Percepatan Pemulihan Ekonomi danPenguatan Reformasi”.

Tulisan ini akan membahas kemandirian daerah kemandiriandaerah serta pembiayaan kreatif secara menyeluruh berserta tantanganyang dihadapi daerah. Selanjutnya tulisan ini juga akan meberikancatatan berupa rekomendasi apa saja yang dapat dilakukan olehpemerintah dalam rangka meningkatkan kemandirian daerah melaluipembiayaan kreatif

Page 3: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 1

Mendorong Kemandirian Fiskal Daerah Melalui Pembiayaan Kreatif

Oleh: Ratna Christianingrum & Adhi Prasetyo S.W.1

Pendahuluan

Penerapan otonomi daerah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2001 membawaimplikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam pelbagai bidang.Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang PemerintahanDaerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Daerah. Undang-Undang ini dalam perkembangannya diperbaharui dengandikeluarkannya UU No.32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004. Diberlakukannyaundang-undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokaldan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandiriandaerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 berintikan pembagian kewenangan danfungsi (power sharing) antara pemerintah pusat dan daerah. Sementara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 mengatur pembagian sumber-sumber daya keuangan(financial sharing) antara pusat-daerah didesain dengan menggunakan prinsip moneyfollow function atau “ uang mengikuti kewenangan”. Artinya, penyerahankewenangan daerah juga dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaanyang sebelumnya masih dipegang oleh pemerintah pusat (Mahi, 2001).

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004dikenal dengan Undang-Undang Otonomi Daerah, merupakan pijakan hukum atasimplementasi desentralisasi fiskal di Indonesia. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, maka akan terjadi perluasan wewenang pemerintahdaerah. Sedangkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 akan tercipta peningkatankemampuan keuangan daerah. Oleh karena itu, otonomi daerah diharapkan bisamenjadi jembatan bagi pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi ekonomi,efisiensi pelayanan publik sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerahserta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal melalui berbagai efek multiplierdari desentralisasi yang diharapkan bisa terwujud (Khusnaini, 2016).

Melihat kondisi keuangan daerah di seluruh Indonesia pada era otonomi sangatberbeda dengan kondisi keuangan daerah sebelum berlakunya otonomi daerah.Bentuk dana perimbangan, khususnya dana transfer dari pusat yang dialokasikanuntuk pembiayaan kegiatan otonomi daerah telah mengalir dan meningkat dari tahunke tahun dalam jumlah yang relatif besar. Gambar 1 menunjukkan bahwa besarandana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) cenderung mengalami peningkatansejak tahun 2015 hingga 2019. Peningkatan nilai TKDD dapat mengindikasikanbesarnya kepercayaan Pemerintah kepada pemerintah daerah untuk secara mandirimenjalankan kewenangannya di semua bidang kecuali kewenangan dalam bidangpolitik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal, dan keagamaan(Nugraha, 2019).

1 Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian DPR RI

Page 4: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 2

Gambar 1. Perkembangan TKDD Tahun Anggaran 2015-2020 (dalam Triliun rupiah)

Sumber: LKPP, UU APBN, PMK No. 35/PMK.07/2020

Namun kondisi saat ini berbanding terbalik masih jauh dari yang diharapkan olehpemerintah. Menurut Menteri Keuangan, ketergantungan daerah terhadap TKDDmasih sangat tinggi. Secara rata-rata nasional, ketergantungan Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah (APBD) terhadap TKDD sebesar 80,1 persen. Sementara itu,kontribusi Pendapatan Asli Daerah hanya sekitar 12,87 persen (Nugraha, 2019) .Sehingga tulisan ini akan menganalisis bagaimana kondisi kemandirian fiskal padatingkat kabupaten/kota di Indonesia serta bagaimana kebijakan yang harus diambilguna meningkatkan kemandirian fiskal daerah melalui pembiayaan kreatif.

Kondisi Kemandirian Fiskal Daerah saat ini

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkan pemerintah daerah(pemda) memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Namunseiring dengan diterapkannya Kebijakan otonomi daerah yang telah dilaksanakansejak tahun 2001 dan kebijakan desentralisasi fiskal sejak 2004, kemandirian daerahbelum dapat terwujud sampai saat ini. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya derajatdesentralisasi fiskal pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia.

Untuk mengukur kinerja/kemampuan keuangan daerah dapat dilakukan denganmenggunakan indikator derajat desentralisasi fiskal (Musgrave, 1980 dalam(Tamawiwy, Sondakh, & Warongan , 2020) ). Hasil analisis yang dilakukan padatingkat kabupaten/kota, diperoleh bahwa rata-rata proporsi PAD terhadap totalpenerimaan daerah pada tahun 2018 sebesar 11,81 persen. Jika dilihat dari rasio polahubungan dan tingkat kemampuan/ kemandirian suatu daerah, maka dapat diartikanbahwa pemerintah kabupaten/ kota di Indonesia memiliki pola hubungan yanginstruktif. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemda lebih banyak mendapatkanpengarahan dan petunjuk dari pemerintah pusat, sehingga tingkat kemandiriannyasangat kurang. Tingginya tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat dapatmengindikasikan ketidakmampuan daerah dalam melaksanakan urusan otonominya.

Page 5: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 3

Gambar 2. Status Desentralisasi Fiskal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Tahun 2018

Sumber: diolah

Gambar 2 memperlihatkan bahwa sebagian pemerintah daerah tingkat IImemiliki status desentralisasi fiskal yang sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa62 persen pemerintah Kab/Kota di Indonesia memiliki ketergantungan fiskal terhadappemerintah pusat yang sangat tinggi. Bahkan jumlah daerah yang memiliki tingkatkemandirian fiskal rendah juga mencapai 29 persen. Hal ini memperlihatkan bahwalebih dari 90 persen kabupaten/kota di Indonesia masih bergantung kepadapemerintah pusat untuk membiayai urusan daerah.

Menurut Mudrajad Kuncoro (2004), ada lima penyebab tingginya ketergantunganpemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, yaitu sebagai berikut: 1. Kurangberperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan; 2. Tingginya derajatsentralisasi dibidang perpajakan. Pajak yang produktif baik pajak langsung maupunpajak tidak langsung ditarik oleh pusat. Pajak penghasilan badan atau perorangan(termasuk migas) seperti pajak pertambahan nilai, bea cukai, PBB, royalti/IHH/IHPH(atas minyak, pertambangan, kehutanan) semua dikelola administrasi dan ditentukantarifnya oleh pusat. Alasan sentralisasi perpajakan sering dikemukakan sebagai upayamengurangi disparitas antar daerah, efisiensi administrasi dan keseragamanperpajakan; 3. Kendati pajak daerah cukup beragam ternyata hanya sedikit yang bisadiandalkan sebagai sumber penerimaan; 4. Adanya kekuatiran apabila daerahmemiliki sumber keuangan yang tinggi maka ada kecenderungan terjadi disintegrasidan separatisme; 5. Kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah kepadapemerintah daerah.

Pada tahun 2018, hanya ada 2 kab/kota yang memiliki tingkat desentralisasifiskal yang sangat tinggi, yaitu Kota Surabaya dan Kab. Bandung. Hal ini dapatmengindikasikan bahwa kedua kab/kota tersebut memiliki kemandirian fiskal yangsangat baik. Kedua kab/kota tersebut telah matang dan mampu mandiri. Merekasangat mengurangi campur tangan dari pemerintah pusat untuk mengurus urusanotonomi daerah.

Pada tingkat provinsi, hanya terdapat 8 provinsi yang memiliki kemandirianfiskal yang sangat tinggi. Dimana provinsi-provinsi yang memiliki status kemandirianfiskal sangat tinggi sebagian besar berada di pulau Jawa dan Bali. Delapan provinsidengan status kemandirian fiskal sangat tinggi ialah DKI Jakarta, Jawa Barat, JawaTengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Page 6: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 4

Gambar 3. Status Kemandirian Fiskal Provinsi-Provinsi di Indonesia Tahun 2018

Sumber: diolah

Sedangkan provinsi dengan kemandirian sangat rendah berada di pulau Papua.Kedua provinsi di Papua memiliki kemandirian fiskal yang sangat rendah. Rendahnyakemandirian fiskal di Papua disebabkan ketidakmampuan pemerintah daerah setempatdalam mengoptimalkan PAD. Belum adanya sumber daya manusia yang memadaidalam mengelola PAD merupakan salah satu penyebab belum optimalnyapengelolaan PAD di Papua (LKDP Provinsi Papua (2018) dan LKDP Provinsi PapuaBarat (2018)). Hal ini ditandai dengan adanya penempatan pejabat dan personil kunciyang belum dimutasi lebih dari 5 tahun. Tidak adanya mutasi menimbulkan kejenuhandalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab pejabat yang bersangkutan. Hal iniakan berdampak pada kurangnya inovasi dalam upaya meningkatkan PAD dantimbulnya kesalahan dalam menentukan tarif pajak daerah. Selain SDM,penganggaran atas Penyertaan Modal Pemerintah Daerah kepada BUMD belummemberikan kontribusi yang signifikan terhadap PAD. Hal ini berdampak pada tidakoptimalnya PAD dari komponen Pajak Daerah dan deviden yang diperoleh dariBUMD.

Tabel 1 Peta Kemampuan Keuangan Kab/Kota Berdasar Metode Kuadran Tahun 2018

KUADRAN II

66 kabupaten/ kota

KUADRAN I52 kabupaten/kota

KUADRAN IV245 kabupaten/Kota

KUADRAN III146 kabupaten/Kota

Sumber: diolah

Metode kuadran merupakan salah satu cara menampilkan peta kemampuankeuangan daerah, dimana masing-masing kuadran ditentukan oleh besaran nilaigrowth dan share. Share merupakan rasio PAD terhadap belanja rutin dan belanjapembangunan daerah. Sedangkan growth merupakan angka pertumbuhan PADdibandingkan tahun sebelumnya (Bappenas,2019).

Tabel 1 menunjukkan bahwa hanya 52 kabupaten/ kota yang berada dalamkondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah kondisi dimana PAD

Growth

Page 7: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 5

kabupaten/kota mengambil peran besar dalam APBD dan daerah mempunyaikemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukkan dengan besarnyanilai share disertai nilai growth yang tinggi.

Apabila dilihat dari peta kemampuan keuangan daerah, sebagian besarkabupaten/kota di Indonesia berada di kuadran IV. Sebanyak 245 kabupaten/kota atauhampir mencapai 50 persen kabupaten/kota di Indonesia berada di kuadran IV.Kuadran ini merupakan kondisi yang paling buruk. Peran PAD di kabupaten/kotabelum mengambil peran yang besar dalam APBD. Selain itu hal ini jugamenunjukkan bahwa daerah belum mempunyai kemampuan dalam mengembangkanpotensi lokal. Daerah yang berada di kuadran iv, memiliki nilai share dan growthyang rendah.

Tabel 2 Peta Kemampuan Keuangan Provinsi Berdasar Metode Kuadran Tahun 2018

Sumber: diolah

Pada tingkat provinsi, hanya 6 provinsi yang berada dalam kondisi Ideal. Hal iniberarti bahwa PAD mengambil peran yang besar dalam APBD di provinsi-provinsitersebut. Selain itu pemerintah provinsi keenam daerah tersebut memiliki kemampuanuntuk mengembangkan potensi lokal.

Namun masih ada 15 provinsi yang berada di kuadran IV. Provinsi-provinsitersebut belum memiliki kemampuan dalam mengembangkan potensi lokal. Hal iniberdampak pada rendahnya sumbangan PAD di dalam APBD,

Menurut BPS (2004), ada beberapa faktor yang menyebabkan kecilnya PADterhadap total belanja: 1. Masih adanya sumber pendapatan potensial yang dapatdigali oleh pemerintah daerah akan tetapi berada di luar wewenang pemerintah daerah;2. Rendahnya tingkat hidup dan ekonomi masyarakat yang tercermin dalampendapatan perkapita; 3. Kurang mampunya pemerintah daerah dalam menggalisumber-sumber pendapatan yang ada.

Melihat masih banyaknya daerah yang belum memiliki kemampuan dalammengembangkan potensi lokal daerah masing-masing, maka upaya yang perludilakukan dalam jangka waktu yang pendek adalah melakukan efisiensi. Adanyapandemi COVID-19 dapat menjadi momentum pemerintah untuk melakukan evaluasikebutuhan SDM, khususnya SDM di daerah. Mengingat belanja pegawai merupakankomponen belanja terbesar dalam APBD. Dengan adanya evaluasi kebutuhan

Page 8: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 6

pegawai, diharapkan dapat terjadi efisiensi belanja pegawai. Sedangkan dalam jangkapanjang, perlu dilakukan penguatan SDM sehingga dapat menumbuhkan BUMD-BUMD baru. Dengan banyaknya BUMD baru yang terbentuk, diharapkan dapatmemberikan kontribusi labanya kepada APBD.

Pembiayaan Kreatif

Beberapa tahun belakangan ini pemerintah Indonesia sedang gencar melakukanpercepatan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia khususnya daerahIndonesia timur dan daerah terpencil. Program ini tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, namun pemerintah daerah juga turut serta sesuai denganpembagian wewenang yang tercantum pada UU Nomor 23 Tahun 2014.

Tabel 3. PerbedaanPembiayaan Kreatif

Sumber: Kemenkeu, diolah dari berbagai sumber

Akan tetapi hal ini tidak mudah dilaksanakan, salah satu penyebabnya adalahketerbatasan anggaran yang cukup dalam membiayai seluruh kebutuhan infrastrukturtersebut. Secara kapasitas fiskal, mayoritas daerah di Indonesia belum memilikikemandirian keuangan daerah hal ini dapat tergambar dari rendahnya derajatkemandirian fiskal daerah pada Kabupaten Kota di Indonesia pada pembahasan diatas. Menjawab permasalahan tersebut, pemerintah tentu perlu berfikir kreatif untukmenyediakan infrastruktur dengan tepat, efisien serta memberi nilai manfaat yangbesar. Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, pemerintah berencana mendorongpemerintah daerah dapat melakukan terobosan dalam mencari sumber pembiayaanyang di luar APBN/APBD melalui pemanfaatan pembiayaan kreatif. Selain itu,pembangunan infrastruktur di daerah diharapkan juga bisa dilakukan melaluimekanisme kerja sama antar daerah, serta dukungan TKDD untuk pelaksanaanpembiayaan kreatif melalui skema pembiayaan terintegrasi. Dengan skema tersebut,pembiayaan kreatif diharapkan dapat menjadi solusi akan keterbatasan APBD.Kebijakan ini merupakan salah satu poin dalam arah kebijakan TKDD di tahun 2021dalam rangka mendukung “Percepatan Pemulihan Ekonomi dan PenguatanReformasi”.

Adapun pembiayaan pembangunan daerah melalui pembiayaan kreatif terdiri dariPinjaman Daerah, Obligasi Daerah, KPBU dan PINA. Perbedaan dari keempatpembiayaan kreatif tersebut dapat kita lihat pada tabel 3.

Page 9: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 7

Tantangan Pembiayaan Kreatif yang dihadapi daerah

Mewujudkan pembiayaan kreatif dalam membiayai proyek infrastruktur didaerah tentu memiliki tantangan tersendiri ketika akan diimplementasikan di daerah,untuk itu pada bagian ini akan mengulas mengenai pembiayaan kreatif besertatantangan apa yang dihadapi daerah dalam rangka merealisasikannya.

Pinjaman Daerah

Pinjaman daerah merupakan alternatif daerah dalam mengatasi keterbatasandalam pembiayaan pembangunan. Meskipun memiliki potensi pinjaman yang relatifbesar, namun sebagian besar daerah belum secara optimal memanfaatkan potensitersebut untuk pembiayaan daerah. Hal ini tercermin dari kapasitas pemanfaatanpinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali.Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah yang mampu danmau melakukan pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur hanya 16 persen dariseluruh Pemda yang sebetulnya eligible untuk melakukan pinjaman daerah(sindonews.com, 2020). Menurut catatan penulis, pinjaman daerah merupakanpembiayaan kreatif yang paling sering di akses. Hal ini lebih dikarenakan persyaratanyang relatif lebih mudah dipenuhi oleh daerah jika dibandingkan pembiayaan kreatiflainnya.

Saat ini sudah ada beberapa pemda yang mengajukan pinjaman daerah, sebagaicontoh hingga akhir tahun 2019 PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) telah membuatkomitmen pinjaman daerah senilai Rp4,6 triliun kepada 24 Pemda (DJKN,2020).Kemudian yang terbaru terdapat Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Barat yangmendapatkan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional bersumber dari APBN dimanapengelolaannya dilakukan oleh DJPK dan dilaksanakan melalui PT SMI. PemprovDKI Jakarta sendiri mendapatkan pinjaman sebesar Rp4,5 triliun (2020) dan Rp8triliun (2021).

Lebih lanjut, implementasi pinjaman daerah masih menemukan berbagaitantangan yang perlu diselesaikan. Tantangan pertama, ijin prinsip DPRD. Padaberbagai kasus pinjaman daerah, ijin prinsip tidak dikeluarkan oleh DPRD lebihdikarenakan dinamika politik antara Kepala Daerah dengan fraksi-fraksi di lembagalegislatif daerah serta adanya pandangan jika pinjaman daerah akan meninggalkanbeban hutang bagi pemerintahan yang akan datang. Selain itu, masih adanyapemahaman mengenai pinjaman atau hutang masih mendapat tempat yang kurangbaik disebagian masyarakat. Hal ini menyebabkan usulan terhadap pinjaman daerahmendapat penolakan dari masyarakat yang disuarakan melalui DPRD.

Tantangan yang kedua, Debt Service Coverage Ratio (DSCR) setiap daerah yangberbeda-beda. Sesuai PP 56 Tahun 2018 nilai DSCR ditetapkan paling sedikit 2,5,DSCR merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan daerah dalam melakukanpembayaran kembali pinjaman. Perhitungan DSCR harus dibuat untuk setiap tahunhingga obligasi daerah jatuh tempo. Hal ini dimaksudkan agar memberikan gambaranbahwa pemerintah daerah benar-benar memiliki kemampuan membayar pokok danbunga obligasi hingga jatuh tempo. Besaran DSCR ditentukan minimal 2,5 yangberarti setiap 1 rupiah hutang daerah, akan dibayar dengan 2,5 pendapatan daerah.Jika melihat perhitungan pada bagian pembahasan mengenai kemandirian fiskal makaakan ditemui sangat sedikit sekali daerah yang memiliki kemampuan dalammengajukan pinjaman daerah.

Page 10: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 8

Obligasi Daerah

Obligasi daerah adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melaluipenawaran umum di pasar modal serta telah mempunyai landasan hukum mulai dariUU, PP, PMK hingga Peraturan OJK (POJK) yang mengatur secara rinci mengenaiobligasi daerah. Meskipun beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Jabar dan Jatengtelah mencantumkan instrumen pembiayaan dari Obligasi Daerah dalam RencanaPembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk beberapa proyek di daerah,namun hingga saat ini belum ada daerah yang mampu menerbitkan obligasi daerah.Dalam dokumen Asian Development Bank (ADB) dengan judul Indonesia:“Strengthening the lokal Government Bond Market” yang dikeluarkan pada Januari2020 disebutkan jika obligasi daerah tidak kunjung diterbitkan oleh Pemda antara laindisebabkan oleh pasar modal Indonesia yang tersebar luas dan relatif dangkal,kurangnya kapasitas pengelolaan keuangan publik di tingkat pemerintah daerah, danrendahnya kelayakan kredit Pemda.

Selain beberapa hal yang disampaikan dalam laporan ADB, dalam penerbitanobligasi daerah, Pemda juga mengalami kendala yang sama seperti halnya pinjamandaerah yaitu tantangan dalam pemberian ijin Prinsip dari DPRD. Selanjutnya Aditya(2016) dalam Kajian Literatur Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pemerintah DaerahBelum Berhasil Menerbitkan Obligasi Daerah yang diterbitkan pada makalahKeuangan Negara dan Daerah menemukan terdapat beberapa kendala yang dihadapioleh beberapa daerah dalam menerbitkan obligasi daerah. Kendala tersebut adalah:sumber daya manusia di daerah untuk mengelola obligasi daerah masih rendah,kesiapan dari pemerintah daerah itu sendiri, belum adanya regulasi mengenai laporankeuangan pemerintah daerah diaudit oleh akuntan publik, tumpang tindih peraturanperundang-undangan, dan kondisi politik di indonesia

Selanjutnya tantangan yang paling banyak ditemui dalam penerbitan obligasiadalah transparansi keuangan daerah. Sebelum menerbitkan obligasi, daerah dituntutuntuk membenahi pengelolaan keuangan daerah (APBD) dan pengambilan kebijakansecara transparan. Melalui transparansi keuangan,masyarakat sebagai investor dapatmengetahui bagaimana daerah mengelola keuangannya serta potensi yang didapatkanmasyarakat dari penerbitan obligasi yang bersifat jangka panjang.

KPBU

KPBU merupakan skema penyediaan layanan infrastruktur untuk kepentinganumum berdasarkan pada suatu perjanjian (kontrak) antara Pemerintah yang diwakilioleh Menteri/Kepala Lembaga/Pemerintah Daerah, yang disebut sebagai PenanggungJawab Proyek Kerja sama (PJPK) dan pihak swasta, dengan memperhatikan prinsippembagian risiko diantara para pihak. Adapun menurut Wibowo (2017) dalampelaksanaanya KPBU masih menghadapi beberapa tantangan seperti2:

Pertama, mengembangkan kerangka seleksi dan prioritisasi proyek yang kuat dankomprehensif sehingga didapatkan proyek-proyek yang memang betul layakdilakukan secara KPBU, sustainable dalam pelaksanaan nantinya serta memberikanmanfaat kepada publik secara nyata. Saat ini Pemerintah masih berada dalam tekananuntuk mendapatkan proyek KPBU terutama dalam hal jumlah proyek yang bisa di-

2 Farid Arif Wibowo, Meningkatkan Kualitas APBN dengan Skema KPBU, Info Risiko Fiskal

Page 11: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 9

KPBU-kan. Diharapkan hal itu bukan berarti semua proyek yang diajukan olehpemilik atau penanggung jawab proyek bisa dilaksanakan dengan skema KPBU.Keputusan untuk melaksanakan proyek dengan skema KPBU harus didasarkan padapenilaian yang teliti apakah proyek tersebut lebih baik dilaksanakan dengan skematradisional atau skema KPBU, dengan memperbandingkan value for money yangdidapatkan apabila proyek tersebut dilakukan dengan skema KPBU.

Kedua, meningkatkan pemahaman para pengelola dan pemangku kepentingan(stakeholders) KPBU terutama di sisi PJPK maupun di sisi regulator dan penyediafasilitas seperti di Bappenas, LKPP dan Kementerian Keuangan. Skema KPBU dapatdipahami sebagai sebuah sophisticated transaction sekaligus unfinished contract yangmelibatkan kompleksitas struktur transaksi antara pihak Pemerintah sebagai pemilikproyek maupun penyedia fasilitas, pihak pelaksana proyek (SPV), pihak penyediadana (lenders).

Ketiga, koordinasi antara pihak-pihak yang terkait dengan proyek KPBU,terutama pihak yang berada di sisi Pemerintah. Sebagaimana pada proyek yangdiadakan dengan skema tradisional, proyek KPBU juga melibatkan jaringan (network)yang kompleks karena melalui proses yang panjang dari mulai pengusulan,perencanaan, penyiapan, pelelangan, pelaksanaan dan pemantauan. Proses inimelibatkan banyak lembaga Pemerintahan termasuk PJPK sendiri, Bappenas, LKPP,Kementerian Keuangan dan lain-lain, di mana tiap-tiap pihak mempunyai ukurankeberhasilan yang berbeda-beda.

Keempat, evaluasi dan pengembangan kerangka kebijakan KPBU termasukkeberadaan regulasi dan instrumen fasilitas pendukung dalam rangka mendorongterlaksananya skema KPBU. Sebagaimana telah disebutkan di atas, saat iniPemerintah telah menyediakan beberapa kerangka kebijakan dalam bentuk regulasidan instrument pendukung termasuk beberapa fasilitas fiskal seperti fasilitaspenyiapan proyek, dana dukungan kelayakan dan penjaminan Pemerintah. Menjaditantangan bagi Pemerintah untuk selalu mengevaluasi efektifitas dari kerangkakebijakan dan instrumen ini secara terus menerus, apakah sudah memberikan manfaatyang nyata bagi pengembangan kebijakan KPBU di satu sisi dan menjamin efisiensipengelolaan keuangan negara di sisi lain.

Pembiayaan Investasi Non Anggaran

Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah merupakan skema yangpembiayaan infrastruktur yang tidak mendapatkan dana dari APBN serta tidakmendapatkan fasilitas Dana Penyiapan Proyek dan Dana Dukungan Kelayakan sepertiKPBU. Oleh sebab itu proyek PINA memiliki Internal Rate of Return (IRR) minimal13 persen, dikarenakan PINA ditujukan untuk proyek strategis nasional yang layaksecara ekonomi dan finansial.

Berkenaan dengan kesiapan pemda dalam menerima investasi, KementerianPekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menentukan faktor-faktor yangmenentukan kesiapan suatu daerah. Pertama, Kesiapan daerah dalam regulasi yangmendorong investasi infrastruktur yang terdiri dari RPJMND, Regulasi daerah tentangPINA di bidang infrastruktur sosial, Kemudahan perizinan, Kemudahan pembebasanLahan dan Kemudahan interaksi pemda-Pelaku usaha. Kedua Kesiapan daerah dalamkemajuan perekonomian yang terdiri dari PDRB, PAD, Realisasi investasi, Tingkatdaya beli masyarakat dan Indeks Kebijakan Fiskal. Ketiga, Kesiapan daerah dalamperangkat operasional lainnya yang terdiri dari Perangkat Institusional, Perangkat

Page 12: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 10

organisasi daerah, SDM yang memahami PINA dan Pengalaman dalammenyelenggarakan PINA.

Menurut penulis dalam beberapa faktor tersebut diatas, sama seperti denganpembiayaan kreatif lainnya baik itu Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah maupunKPBU peran Kepala Daerah sangatlah penting dalam menentukan sukses atautidaknya pembiayaan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan KPPOD pada tahun2016, belum banyak Kepala Daerah yang berkapasitas dan berintegrasi baik.Sedangkan Kepala Daerah yang berkapasitas dan berintegritas mempengaruhiperkembangan investasi di daerah. Kapasitas Kepala Daerah tercermin dari tingkatpemahaman terhadap dunia usaha. Sementara integritas Kepala Daerah terlihat darisikap profesional dalam melakukan tata kelola termasuk pengelolaan birokrasi,penempatan aparat secara profesional dan ketegasan terhadap staf. Melalui kapasitasdan integritas dapat memunculkan kepercayaan publik, khususnya dunia usaha.

RekomendasiMelihat masih banyaknya daerah yang belum memiliki kemampuan dalam

mengembangkan potensi lokal daerah masing-masing, maka upaya yang perludilakukan dalam jangka waktu yang pendek adalah melakukan efisiensi. Adanyapandemi Covid-19 dapat menjadi momentum pemerintah untuk melakukan evaluasikebutuhan SDM, khususnya SDM di daerah. Mengingat belanja pegawai merupakankomponen belanja terbesar dalam APBD. Dengan adanya evaluasi kebutuhan pegawai,diharapkan dapat terjadi efisiensi belanja pegawai. Sedangkan dalam jangka panjang,perlu dilakukan penguatan SDM sehingga dapat menumbuhkan BUMD-BUMD baru.Dengan banyaknya BUMD baru yang terbentuk, diharapkan dapat memberikankontribusi labanya kepada APBD sehingga mampu melaksanakan pelayanan publikdan melaksanakan pembangunan infrastruktur.

Selanjutnya, dalam mendukung program pembiayaan kreatif di daerah diperlukankomitmen dari pemerintah pusat. Untuk itu pemerintah dirasa perlu meninjau kembaliseluruh regulasi yang tumpang tindih, memangkas regulasi, serta memberikanpendampingan kepada pemerintah daerah dalam hal pembiayaan kreatif. Lebih lanjut,pemerintah perlu memberikan dukungan melalui peningkatan kapasitas SDM agarsiap dalam pengelolaan keuangan publik di tingkat pemerintah daerah. Disamping itu,mengingat pentingnya peran Kepala Daerah dalam mensukseskan pembiayaan kreatifPemerintah hendaknya memperbaiki kapasitas dan integritas Kepala Daerah denganmemperbaharui regulasi syarat rekruitmen. Mengikuti kursus atau pendidikan diLembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) bisa dijadikan salah satu opsi. Dengandemikan, setiap calon kepala daerah ketika menjabat sudah memiliki wawasankebangsaan, sistem pemerintahan, termasuk administrasi pemerintahan, dan sistempolitik.

Sementara itu, PP Nomor 56/2018 mengamanatkan pemda untuk mendapatkanpersetujuan DPRD, sebelum mengajukan pinjaman daerah. Oleh sebab itu, pentingbagi pemda untuk membangun hubungan baik dengan pihak legislatif daerah untukbersama-sama membangun daerah. Setelah itu Pemda juga perlu memberikanpemahaman kepada masyarakat serta seluruh pihak terkait mengenai pentingnyapembiayaan kreatif yang dapat memberikan dampak positif kepada daerah, yang padaakhirnya dapat mendorong kemandirian fiskal daerah tersebut.

Page 13: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah

Pusat Kajian Anggaran I 11

Daftar Pustaka

Aditya, Roby. 2016. Kajian Literatur Faktor-Faktor yang Menyebabkan PemerintahDaerah Belum Berhasil Menerbitkan Obligasi Daerah. Makalah KeuanganNegara dan Daerah

Ananda Candra Fajri, Tantangan Pinjaman Daerah. Sindonews. Diakses darihttps://nasional.sindonews.com/read/115406/18/tantangan-pinjaman-daerah-1595902062

Bappenas. (-). Peta Kemampuan Keuangan Provinsi dalam Era Otonomi Daerah:Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah. DirektoratPengembangan Otonomi Daerah, 1-12.

Farid Arif Wibowo, Meningkatkan Kualitas APBN dengan Skema KPBU, Info RisikoFiskal

Indonesia: Strengthening the lokal Government Bond Market. ADB CompletionReport

KPPOD. 2017. Infografis Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016. Jakarta.

Mudrajad Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, ReformasiPerencanaan, Strategi Dan Peluang. Jakarta, Penerbit Erlangga.

Hingga Akhir 2019, PT SMI Telah Berikan Komitmen Pinjaman Daerah SebesarRp4,6 Triliun. DJKN Kementerian Keuangan. Diakses dari:https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/19723/Hingga-Akhir-2019-PT-SMI-Telah-Berikan-Komitmen-Pinjaman-Daerah-Sebesar-Rp46-Triliun.html

Khusnaini, M. (2016). Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan PembangunanDaerah. BPFE UNIBRAW Malang, 21.

Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah Reformasi PerencanaanStrategis dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mahi, R. (2001). Fiscal Decentalization: Its Impact on Cities Crowth. Jurnal Ekonomidan Pembangunan Indonesia Vol 2, No. 1, 177-194.

Nugraha, Y. N. (2019, 01 20). Ketergantungan Fiskal Daerah Dalam PelaksanaanDesentralisasi Fiskal di Indonesia. Retrieved from www.kemenkeu.go.id:https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/ketergantungan-fiskal-daerah-dalam-pelaksanaan-desentralisasi-fiskal-di-indonesia/

Tamawiwy, J., Sondakh, J. j., & Warongan , J. D. (2020, 09 02). Pengaruh KinerjaKeuangan pemerintah Daerah terhadap Belanja Modal untuk PelayananPublik (Studi pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Utara).Retrieved from www..garuda.ristekdikti.go.id:http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=116601&val=5316&title=ANALISIS%20KETERGANTUNGAN%20FISKAL%20PEMERINTAH%20DAERAH%20DI%20PROVINSI%20SULAWESI%20SELATAN%20PADA%20ERA%20OTONOMI%20DAERAH

Page 14: RingkasanEksekutif - DPR · 2020. 9. 9. · pinjaman yang kecil dan bahkan tidak pernah melakukan pinjaman sama sekali. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rasio pemerintah daerah