Ringkasan Jurnal Insulin

6
Ringkasan Jurnal “The past, the present, and the future of cell- free protein synthesis” Kelompok Insulin Kelas Teknik Kimia Rabu Pagi 1. Faris Razanah Zharfan (1106005225) 2. Muhammad Fauzi (1106012546) 3. Nuri Liswanti Pertiwi (1106015421) 4. Sony Ikhwanuddin (1106052902) Sejak studi pertama kali yang dilakukan oleh Nirenberg dan Matthaei lebih dari empat dekade yang lalu sintesis protein di luar sel telah menjadi alat yang berharga untuk memahami bagaimana mRNA diterjemahkan menjadi polipeptida yang fungsional. Selain itu, protein ini juag telah digunakan untuk antibiotik. Perbaikan signifikan yang dibuat dengan konfigurasi energetika, dan ketahanan reaksi telah mengakibatkan produktivitas yang jauh melampaui tingkat miligram per mL produk reaksi. Kemajuan penting telah dibuat pada komponen kunci reaksi. Akhirnya, kemampuan untuk memanipulasi dengan mudah komponen reaksi dan kondisi membuat otomatisasi dan miniaturisasi dapat diberlakukan dalam sintesis protein in vitro. Konfigurasi dan Sejarah Sistem translasi in vitro didasarkan pada demonstrasi awal bahwa integritas sel tidak diperlukan untuk terjadinya sintesis protein. Dalam bentuk yang paling sederhana, translasi dapat dilakukan dengan menggunakan lisat mentah dari organisme yang diberikan dalam kombinasi dengan template RNA eksogen yang ditambahkan, asam amino dan pasokan energi.

description

jfkdskfd

Transcript of Ringkasan Jurnal Insulin

Ringkasan Jurnal The past, the present, and the future of cell-free protein synthesisKelompok Insulin Kelas Teknik Kimia Rabu Pagi1. Faris Razanah Zharfan (1106005225)2. Muhammad Fauzi (1106012546)3. Nuri Liswanti Pertiwi (1106015421)4. Sony Ikhwanuddin (1106052902)

Sejak studi pertama kali yang dilakukan oleh Nirenberg dan Matthaei lebih dari empat dekade yang lalu sintesis protein di luar sel telah menjadi alat yang berharga untuk memahami bagaimana mRNA diterjemahkan menjadi polipeptida yang fungsional. Selain itu, protein ini juag telah digunakan untuk antibiotik. Perbaikan signifikan yang dibuat dengan konfigurasi energetika, dan ketahanan reaksi telah mengakibatkan produktivitas yang jauh melampaui tingkat miligram per mL produk reaksi. Kemajuan penting telah dibuat pada komponen kunci reaksi. Akhirnya, kemampuan untuk memanipulasi dengan mudah komponen reaksi dan kondisi membuat otomatisasi dan miniaturisasi dapat diberlakukan dalam sintesis protein in vitro.Konfigurasi dan SejarahSistem translasi in vitro didasarkan pada demonstrasi awal bahwa integritas sel tidak diperlukan untuk terjadinya sintesis protein. Dalam bentuk yang paling sederhana, translasi dapat dilakukan dengan menggunakan lisat mentah dari organisme yang diberikan dalam kombinasi dengan template RNA eksogen yang ditambahkan, asam amino dan pasokan energi.Walaupun organisme apapun dapat berpotensial sebagai sumber penyusunan sistem ekspresi protein sel bebas, yang paling populer adalah yang didasarkan pada Escherichia coli, bibit gandum, dan retikulosit kelinci. Pemilihan sistem harus ditentukan oleh asal usul dan sifat biokimia dari protein dan spesifikasi dari aplikasi hilir. Secara umum, sistem berbasis E.Coli memberikan hasil yang lebih tinggi. Dilaporkan hasil protein untuk lisat retikulosit kelinci dalam mikrogram. Sel lisat mentah bukan satu-satunya sumber dari mesin enzimatik. Walaupun menjadi salah satu proses yang paling rumit untuk selular dasar, mekanisme translasi keseluruhan dari E. coli baru-baru ini dilarutkan in vitro dimulai dengan lebih dari 100 komponen individual dimurnikan. Sistem ini menunjukkan efisiensi translasi tinggi dengan keuntungan tambahan dari manipulasi sederhana dari kondisi reaksi dan pemurnian yang mudah dari produk protein.Pelipatan dan Modifikasi Post-TranslasiProtein dari proses translasi masih belum aktif sehingga dibutuhkan suatu proses lanjutan untuk membuatnya aktif yaitu post-translasi. Sintesis protein secara buatan (in vitro) mempunyai keuntungan dalam tahap ini yaitu dapat memodifikasi kondisi yang terjadi sehingga proses post-translasi (pelipatan protein) dapat berlangsung lebih baik dan menghasilkan protein tidak alami yang aktif. Namun proses post-translasi tidak selalu berjalan dengan lancar, dalam arti pelipatan proteinnya tidak sempurna. Protein tidak sempurna ini akan dibantu oleh katalis yang bernama Chaperon. Chaperon, yang juga merupakan protein, akan menyelimuti protein tidak sempurna tersebut dan memberikan kondisi bagi protein untuk terlipat secara sempurna.Sekitar sepertiga dari proses sintesis protein dalam tubuh menghasilkan protein kelas protein membran. Namun dari banyaknya protein membran yang dihasilkan tersebut, hanya sedikit yang mempunyai kualitas/resolusi yang tinggi disebabkan proses pembuatannya yang kompleks. Produksi protein membran yang berlebihan (over-ekspresi) dapat merugikan tubuh seperti meningkatkan toksisitas dalam sel dan pecahnya sel. Untungnya, permasalahan tersebut dapat diatasi pada sintesis protein buatan. Contohnya kita dapat menghasilkan protein membran resolusi tinggi dengan mengatur rasio molar yang tepat dari protein partnernya saat proses pelipatan protein membran.Protein-protein yang sudah terbentuk biasanya membentuk konformasi lanjutan dengan membentuk ikatan disulfida. Untuk sintesis protein buatan ini, kondisi prosesnya bersifat agak menghambat pembentukan ikatan disulfida tersebut namun hal ini bisa diatasi dengan beberapa cara. Salah satunya dengan menghilangkan dithiothreitol sebelum proses translasi.Glikosilasi adalah proses pembentukan protein kelas gliko-protein pada eukariot. Masalah dari proses ini dalam tubuh adalah gliko-protein yang dihasilkan biasanya dalam bentuk campuran glikoform. Pada sintesis buatan ini glikosilasi dapat diperbaiki prosesnya dengan cara mentranslokasi protein ke lumen di vesikel, lalu peptida utamanya dibelah sehingga dapat terpisah dari rantai oligosakarida. AplikasiSaat ini, berbagai terobosan teknologi telah membuka jalan untuk mempelajari fungsi dan struktur pada protein lebih komprehensif. Fleksibilatas sintesis protein mempermudah rekayasa kondisi reaksi dan mengarahkan semua sumber reaksi metabolik untuk menghasilkan protein. Pertama, produktivitas sistem in vitro menggunakan bakteri E.coli dan ekstrak bakteri tepung menghasilkan produk dalam ukuran mg per ml dari reaksi. Kedua, protein sitotoksik, yang mana sulit ditemukan pada lingkungan telah bisa diproduksi secara in vitro. Pemberian label menggunakan selenometionin, yang sering digunakan pada kristalografer protein untuk memfasilitasi tahapan protein dengan menggunakan dispersi panjang gelombang, secara efesien menyatukan in vitro. Teknik free-cell dapat juga mengatasi masalah pertumbuhan sel yang besar dan sesuai untuk analisis biofisika menggunakan teknik NMR (nuclear magnetic resonance). Keberadaan,teknik tersebut membuat para peneliti dapat mengumpulkan informasi struktur yang relatif besar dan supramolekul. Keterbatasan teknologi yaitu butuh pelabelan isotop yang banyak dan dimungkinkan terdeteksi asam amino rangkap. Beberapa contoh sukses dari amino-selective atau pelabelan uniform stable-isotope menggunakan sistem free-cell telah dilaporkan. Hal yang paling penting, hubungan variasi kuantum radiasi nuklir dan spektra telah dapat dicatat secara langsung tanpa pemurnian. Seiring meningktanya informasi genetika, mengakibatkan sistem yang lama (tradisonal) semakin sulit digunakan. Salah satu cara petama yang digunakan disebut 'in vitro expression cloning', yang menggunakan media plasmid kecil untuk mendeteksi keberadaan aktivitas bokima yang diingingkan. Cara ini dapat dikembangkan menggunakan teknologi Gateway yang mana telah terbukti lebih tepat untuk pendeteksi proses sisntesis protein yang kompleks. Penggunaan teknologi ini mampu mengumpulkan informasi gen yang dapat dicantumkan pada pasangannya dan terdeteksi untuk penerjemahan dan kelarutan pada beberapa jam. Dengan penemuan produk PCR yang dapat digunakan sebagai template untuk reaksi, prosedur dapat diperluas untuk konstruksi dan deteksi informasi mutagenensis acak. Cara lainnya adalah berdasarkan pasangan reaksi PCR yang spesifik pada elemen 5' dan 3' untuk menjelaskan hasil. Evolusi langsung merupakan cara mempercepat pengembangan enzim dan interaksi protein. Prinsip dibalik cara ini adalah pembentukan penghubung secara fisik antara asam nukleat dan protein yang membiarkan siklus berulang. Translasi sel memperlihatkan penggunaan ekstrak sel untuk meneerjemahkan tanpa mRNA dari stop codon, menghasilkan kompleks RNA-ribosom-protein ternary tetap utuh. Translasi ribosom pada persimpangan RNA-DNA dan puromisin menyediakan aseptor kovalen dari rantai polipeptida. Informasi DNA dari mutan enzim bersama dengan transkripsi/translasi bercampur tersekat dalam emulsi air dalam minyak pada bagian tengah satu molekul DNA per droplet. Labeling in-vitro dapat dilakukan dengan menyatukan asam amino tidak alami menjadi polipeptida. Asam amino tidak alami disatukan dengan cara menambahkan ekstrak dari luar sel dengan suppressor tRNA yang telah diaminolasi secara kimia untuk mengenali stop kodon tertentu. Gen yang mengandung mutasi tanpa arti ini kemudian dijadikan sebagai template. Karena kemampuannya untuk dijadikan sebagai label, maka studi tentang interaksi protein ini dapat juga digunakan untuk mempelajari ekspresi protein di luar sel.Pembuatan array protein yang kini dilakukan dengan menggunakan sampel berukuran mikroliter, dapat diperkecil kembali ukuran sampelnya dengan cara membuat protein dengan sistem di luar sel. Protein ini ditranslasi dan ditranskripsi dari DNA microarray dengan sistem di luar sel, lalu difusikan ke gluthathione-s-transferase (GST) dan ditangkap oleh anti-GST untuk kemudian dicetak secara simultan melalui ekspresi plasmid. Teknik ini dapat menghemat tenaga kerja, waktu dan juga biaya.Sistem protein di luar sel dapat digunakan untuk mendiagnosa mutasi tanpa arti atau pergeseran rangka dengan menggunakan protein truncation test. Sistem ini juga dapat digunakan untuk studi tentang sintesis dan penyusunan kompleks protein makromolekul. Dalam bidang terapi untuk penyakit yang diakibatkan virus, agen antivirus dapat dihasilkan secara in-vitro.Perspektif masa depanSistem protein di luar sel ini masih memiliki berbagai kelemahan, diantaranya dibutuhkan sistem regenerasi energi yang efisiensinya tinggi untuk menurunkan biaya serta hanya bisa dilakukan dengan konfigurasi umpan berkelanjutan berproduktivitas tinggi. Jika dikembangkan lebih lanjut, maka sistem protein di luar sel dapat berguna untuk protein folding (pelipatan protein). Protein folding yang dihasilkan secara in-vitro dan in-vivo biasanya tidak dapat larut. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan deterjen atau chaperone, tetapi kadang dibutuhkn langkah tambahan lain juga. Sistem protein di luar sel ini juga dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme RNAi atau validasi siRNA karena menawarkan langkah kerja yang tidak memiliki terlalu banyak batasan.