ringkasan ilmu hadits

19
Resume makalah 8 kelompok mata kuliah ilmu hadis Oleh : A. Ba’ist khaerul Umam(1127040001) 1) Hadits/ilmu Hadits Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, dan Atsar Pengertian hadis Secara bahasa hadis berarti al-jadid (yang baru), al- Khabar (berita), al-qarib (dekat). Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi. Pengertian sunnah Secara bahasa sunnah berarti jalan yang dilalui, baik yang terpuji atau tercela. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran sifat, keakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi jadi rasul atau sesudahnya. Pengertian Khabar Secara bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain. Sedangkan menurut istilahyaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW. Pengertian atsar Dari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut banyak ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadis, namun menurut sebagian ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibandingkan dengan khabar. Sanad, Matan, Rawi, Mukharrij

Transcript of ringkasan ilmu hadits

Resume makalah 8 kelompok mata kuliah ilmu hadisOleh : A. Ba’ist khaerul Umam(1127040001)

1) Hadits/ilmu Hadits Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, dan Atsar

Pengertian hadisSecara bahasa hadis berarti al-jadid (yang baru), al-Khabar (berita), al-qarib

(dekat). Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi. Pengertian sunnah

Secara bahasa sunnah berarti jalan yang dilalui, baik yang terpuji atau tercela. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran sifat, keakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi jadi rasul atau sesudahnya. Pengertian Khabar

Secara bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain. Sedangkan menurut istilahyaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW.

Pengertian atsarDari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut banyak

ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadis, namun menurut sebagian ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibandingkan dengan khabar.

Sanad, Matan, Rawi, Mukharrij Sanad, Isnad, musnad, musnid

Sanad yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadis atau silsilah orang-orang yang menghubunkan kepada matan hadis.Isnad yaitu orang yang menyampaikan atau menerangkan ( dari atas ke bawah )Musnad yaitu orang yang menjelaskan semua periwayatan dan menulis dalam kitab.Musnid yaitu orang yang menyampaikan info ( dari bawah ke atas ). Matan

Matan yaitu perkataan yang disebut pada akhir sanad (isi dari hadis). Rawi

Rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadis atau memberikan hadis. Mukharrij

Mukharrij yaitu orang yang terakhir dan sampai menuliskan dalam satu kitab.

2) Sejarah hadits sebagai sumber ajaran agama Dalil / Dasar Kewajiban Mengikuti Sunnah

Dalil Al-Qur’an Firman Allah dalam surat Ali ‘Imran ayat 32 :

�ِر�ين َك�اِف اْل � �ُّب ِح �ُي� لَا � اللَه � َّن �ِإ� ِف �ْوا �ْل �ْو َت َّن �ِإ� ِف ُس�ْوَل� � َو�الَّر � اللَه �ْوا ِط�يُع َأ% �ْل ُق“Katakanlah! Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka

sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

o   Dalam surat An-Nisa’ ayat 59 Allah juga berfirman :ِم�نُك�ْم ْمِر� لَأ% ا �ى َوِل َو�َأ� ُس�ْوَل� � الَّر �ْوا ِط�يُع َو�َأ% � اللَه �ْوا ِط�يُع َأ% �ْوا �ن َء�اِم �ِذ�ين� اَّل �ا َه � ُّي �اَأ% �   َي اللَه �ى ِل ِإ� � َوُه � �ُّد �ِر ِف < َء �ْى َش �ي ِف �ْم �اَز�ْعُت �َن َت َّن �ِإ� ِف

� �اللَه ِب �ْوَّن� �ْؤِم�ن َت �ْم نُت ُك� َّن ِإ� ُس�ْوَل� � J  َو�الَّر َو�يلًا Nْأ� َت َس�ُن� ْح َو�َأ% ُُر�� َخ�ْي �َك� َذ�ِل � ِخ�ِر لَأ% ا �ْوِم� ي َو�اْل“Hai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah, Rasul, dan Ulil Amri di antara

kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. Dalil Hadits Rasul SAW

“Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang kepada keduanya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul-Nya.” (H.R. Al-Hakim)[6]

o   Dalam Hadits lain Rasul SAW bersabda :) ُّداَوُّد ) َأبْو رَواُه �ا ِب�َه َس�ُك�ْوا �ْم ُت ِن� ـ�ْي �ْهِد�ي ُم اْل ن� ِد�ي �اِش� الَّر �َف�اَء� �َل الُخ ِة� � ن َو�ُس� تِى� � �ُس�َّن ِب ُك�ْم �ي �َل َع“. . . Kalian wajib berpegang teguh dengan Sunah-Ku dan Sunah khulafa’ ar-

rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya . . .” (H.R. Abu Daud)[7] Kesepakatan Ulama (ijma’) Sesuai dengan Petunjuk Akal

3) HADIS PRA-KODIFIKASI DAN MASA KODIFIKASI HADIS PRA-KODIFIKASI

Hadits pada Periode Pertama (Masa Rasulullah saw)

Periode ini disebut juga dengan masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam. Pada masa Rasulullah, kepandaian baca tulis dikalangan sahabat sudah bermunculan,hanya saja terbatas sekali. Karena itu nabi menerangkan untuk menghafal, memahami, memelihara, dan memantapkan hadis dala amalan sehari-hari, serta mentabliqkannya kepada orang lain.

Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa ini, bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadis. Dalam sejarah terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadis, misalnya Abdullah Ibn Amr Ibn ‘Ash, Alin bin Abi Thalib, Anas bin Malik.

Hadits Pada Periode Kedua (Masa Khulafa’ al-Rasyidin)Masa Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab

Maka khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan yang membatasi periwayatan hadits. Begitu juga dengan khalifah Umar bin Khattab. Dengan demikian, periode tersebut disebut dengan Masa Pembatasan Periwayatan Hadits ( الحِديث رَوايِة َتقَليْل .(ْعصر

Masa Pemerintahan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi ThalibSecara umum, kebijakan pemerintah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib

tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas Khalifah Umar bin Khattab. Dalm sebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar (M. Ajjaj al-Khatib, 2001:97-98). Namun, pada dasarnya, periwayatan hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya sehingga masa ini disebut dengan:

الحِديث رَوايِة اكثار ْعصر Hadits Pada Periode Ketiga (Masa Sahabat Kecil- Tabi’in Besar)

Tradisi periwayatan hadis ini juga kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh tabi`in sesudahnya. Hingga datang masa kepemimpinan khalifah kelima, Umar Ibn Abdul’aziz. Dengan perintah beliau, kodifikasi hadits secara resmi dilakukan.

HADIS MASA KODIFIKASIProses kodifikasi hadits atau tadwiin al-Hadits yang dimaksudkan adalah proses

pembukuan hadits secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah, dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (memerintah tahun 99-101 H). Beliau merasakan adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk memelihara perbendaharaan sunnah. Untuk itulah beliau mengeluarkan surat perintah ke seluruh wilayah kekuasaannya agar setiap orang yang hafal Hadits menuliskan dan membukukannya supaya tidak ada Hadits yang akan hilang pada masa sesudahnya.

Proses kodifikasi al-Hadits adalah proses pembukuan al-Hadits secara resmi yang dikoordinasi oleh pemerintah dalam hal ini adalah Khalifah, bukan semata-mata kegiatan penulisan al-Hadits, karena kegiatan penulisan al-Hadits secara berkesinambungan telah dimulai sejak Rasulullah saw masih. Berangkat dari realitas ini adanya tuduhan bahwa al-

Hadits sebagai sumber yurisprudensi diragukan otentisitasnya atau tidak otentik karena baru ditulis jauh sesudah Rasul wafat merupakan tuduhan yang tidak beralasan karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Tentang adanya larangan penulisan Hadits hal ini patut dimaknai larangan secara khusus yaitu menuliskan al-Hadits bersama al-Qur’an dalam satu tempat sehingga dikhawatirkan menimbulkan kerancuan, atau menyibukkan diri dalam penulisan al-Hadits sehingga mengesampingkan al-Qur’an.

4) ULUMUL HADITS PENGERTIAN ULUMUL HADITS

Ilmu hadits, secara kebahasaan berati ilmu - ilmu tentang hadits.Secara etimologis, seperti yang diungapkan oleh As - Suyuthi, ilmu hadits

adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan cara - cara persambungan hadits sampai kepada rasul SAW. Dari segi hal ikhwal para rawinya, yang menyangkut ke dhabitan dan ke adil annya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dsb.

SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS Periode Risalah

Periode ini dimulai sejak kerasulan muhammad saw sampai wafatnya nabi SAW (11H/632 M). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan nabi muhammad Saw. Sumber hukum pada saat itu adalah al-qur'an dan sunnah nabi. Periode Khulafaur Rasyidin

Dimulai sejak wafatnya nabi Muhammad Saw sampai Mu'awwiyah bin Abu Sofyan memegang tampuk pemerintahan islam pada tahun 41H/661M. Sumber hukum pada masa ini disamping al-qur'an dan sunnah nabi juga ditandau dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Periode Awal Pertumbuhan Fiqh

Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai pada awal abad ke-2 H. periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu ilmu disiplin islam. Periode Keemasan

Dimulai pada awal ke 2 sampai pertengahan abad ke 4 H. Ciri khas yang menonjol dari periode ini semangat ijtihad sangat menonjol dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu pengetahuan berkembang. Periode Tahrir, Takhrij, dan Tarjih dalam Mazhab Fiqih

Dimulai dari pertengahan abad ke 4 sampai pertengahan abad ke 7 H. yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan oleh ulama masing – masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka.

Periode Kemunduran FiqhDimulai pada pertengahan abad ke 7 H. Perkembangan fiqh pada masa ini

merupakan lanjutan dari periode fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya.

CABANG - CABANG ILMU HADITSSecara ringkas, cabang - cabang ilmu hadis  adalah sebagai berikut.

Ilmu Rijal Al - HaditsAdalah ilmu yang membahas hal ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan

sahabat, tabiin, , dan atba' al tabiin. Ilmu Al - Jarh Wa At – Ta’dil

Secara bahasa, kata al-jarh artinya cacat atau luka dan kata al-ta'dil artinya mengadilkan atau menyamakan. Jadi, kata ilmu al-jarh wa at-ta'dil adalah ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang. Ilmu Fannil Mubhamat

Yang dimaksud dengan ilmu fannil mubhamat adalah, ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau dalam sanad Ilmu 'llal Al-Hadits

Kata 'al'illah', secara bahasa artinya 'al-marad (penyakit atau sakit)', adapun yang dimaksud dengan ilmu ilal al-hadist, menurut ulama muhadditsin adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi yang dapat mencatatkan kesahihan hadis, misalnya mengatakan muttasil terhadap hadis yang munqathi, menyebut marfu' terhadap hadis yang mauquf,nemasukkan hadis ke dalam hadis lain, dan hal-hal lain seperti itu. Ilmu Gharib Al-Hadits

Adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum. Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh

Menurut ulama hadis, adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang saling bertentangan yang tidak mungkin bisa dikompromikan,dengan cara menentukan sebagainya sebagai 'nasikh' dan sebagaian lainnya sebagai mansukh  dan yang terbukti datang kemudian sebagai nasikh. Ilmu Talfiq Al-hadits

Adalah ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadis-hadis yang berlawanan lahirnya. Ilmu Tashif Wa At-Tahrif

Ilmu tashif wa at-tahrif adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi,tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadis. Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits

Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan masa-masanya nabi SAW. menuturkan itu. Ilmu Musthalhah Ahli Hadits

Adalah ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadis.

5) PEMBAGIAN HADIS Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi

Hadis mutawatirHadis mutawati yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang, yang menurut

adat tidak mugkin orang yang banyak tersebut bersepakat untuk berdusta.Hadis mutawatir di bagi 3, yaitu mutawatir lafdzi (hadis yang sama bunyi, lafadz,

hukum, dan maknanya), mutawatir ma’nawi ( hadis yang berlainan bunyi dan makna, namun dapat diambil makna umumnya), dan mutawatir ‘amali (sesuatu yang telah diketahui dan mutawatir di kalangan umat, seperti jumlah raka’at shalat, dsb). Hadis ahadHadis ahad yaitu hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir.

Hadis ahad dibagi 3, yaitu hadis masyhur ( yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tapi tidak mencapai tingkat mutawatir), hadis aziz (yang diriwayatkan oleh dua orang perawi), hadis gharib( yang diriwayatkan oleh satu orang perawi).

Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad Hadis sahih

Hadis sahih yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, tidak ber’illat, dan tidak syadz.

Syarat-syarat hadis sahih yaitu rawinya adil, dhabit, bersambung sanad, tidak ber’illat, dan tidak syadz.

Hadis sahih di bagi 2, yaitu sahih lizatihi dan sahih lighairihi. Hadis hasan

Hadis hasan yaitu khabar yang dinukilkan oleh orang  yang adil, kurang sempurna hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.

Hadis hasan di bagi 2, yaitu hasan lizatihi dan hadis hasan lighairihi.Perbedaan antara hadis hasan dengan hadis sahih adalah pada hadis hasan

disadang oleh perawi yang tidak begitu kuat ingatannya, sedangkan pada hadis sahih disandang oleh rawi yang benar-benarkuat ingatannya.

Hadis dha’ifHadis dha’if  adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi

hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama, hadis dha’if adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan.

Cacat pada keadilan rawi itu disebabkan 10 macam, yaitu dusta, tertuduh dusta, fasik, banyak salah, lengah dalam menghafal, menyalahi riwayat orang kepercayaan, banyak nerprasangka, tidak diketahui identitasnya, penganut bid’ah, tidak baik hafalannya

6) ILMU JARH WA TA’DILIlmu Al-jarh wa At-ta’dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat

yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang lurus perangai para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.

OBJEK KAJIAN JARH WA TA’DIL1. Pen-tajrih-an Rawi[2]Tajrih rawi berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:a. Bid’ah, yakni mempunyai i’tikad berlawanan dengan dasar syariat.b. Mukhalafah, yakni perlawanan sifat ‘adil dan dhabit seorang rawi yang lain yang lebih kuat yang tidak dapat dijama’kan atau dikompromikan.c. Ghalath, yakni kesalahan, seperti lemah hafalan atau salah sangka, baik sedikit maupun banyak kesalahan yang dilakukan.d. Jahalah al-Hal, yakni tidak diketahui identitasnya.e. Da’wa al-Inqitha’, yakni mendakwa terputusnya sanad. 

2. Penetapan Kecacatan dan Keadilan Seorang Rawia. Penetapan tentang kecacatan seorang rawi dapat ditempuh melalui dua jalan:1. Berdasarkan berita tentang ketenaran seorang rawi dalam keaibannya.Seorang rawi yang sudah dikenal sebagai orang yang fasik atau pendusta dikalangan masyarakat, tidak perlu lagi dipersoalkan. Cukuplah kemasyhuran itu sebagai jalan untuk menetapkan kecacatannya.2. Berdasarkan pentajrihan dari seorang yang adil yang telah mengetahui sebab-sebabnya dia cacat.Demikian ketetapan yang dipegang oleh para muhadditsin. Sedang menurut para fuqaha sekurang-kurangnya harus ditajrih oleh dua orang laki-laki yang adil.

b. Penetapan keadilan seorang rawi dengan jalan tazkiyah dapat dilakukan oleh:

1. Seorang rawi yang adil.Jadi tidak perlu dikaitkan dengan banyaknya orang yang men-ta’dil-kan. Sebab jumlah itu tidak menjadi syarat untuk penerimaan riwayat (hadits). Oleh karena itu, jumlah tersebut tidak menjadi syarat pula untuk men-ta’dil-kan seorang rawi.2. Setiap orang yang dapat diterima periwayatannya.Baik laki-laki maupun perempuan dan orang yang merdeka maupun budak, selama ia mengetahui sebab-sebab yang dapat mengadilkannya.

3. Syarat Ulama al-Jarh wa al-Ta’dil[3]Seorang ulama al-jarh wa al-ta’dil harus memenuhi kriteria-kriteria yang menjadikannya objektif dalam upaya menguak karakteristik para periwayat. Syarat-syaratnya ialah:a. Berilmu, bertakwa, wara’, dan jujurJika seoarang ulama tidak memiliki sifat-sifat ini, maka bagaimana ia dapat menghukumi orang lain dengan al-jarh wa al-ta’dil yang senantiasa membutuhkan keadilannya.b. Mengetahui sebab-sebab untuk men-ta’dil-kan dan men-jarh-kanAl Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan dalam Syarhal-Nukhbah, bahwa tazkiyah (pembersihan terhadap diri orang lain) dapat diterima bila dilakukan oleh orang yang mengetahui sebab-sebabnya, bukan dari orang yang tidak mengetahuinya, agar ia tidak memberikan tazkiyah hanya dengan apayang kelihatan olehnya dengan sepintas tanpa mendalami dan memeriksanya.c. Mengetahui penggunaan kalimat-kalimat bahasa ArabDengan pengetahuan terhadap penggunaan kalimat-kalimat bahasa Arab maka suatu lafadz yang digunakan tidak dipakai untuk selain maknanya, atau men-jarh dengan lafadz yang tidak sesuai untuk men-jarh. 

4. Beberapa Hal yang Tidak Disyaratkan Bagi Ulama al-Jarh wa al-Ta’dila. Tidak disyaratkan bagi ulama al-jarh wa al-ta’dil harus laki-laki dan merdeka.Dalam melakukan tazkiyah dan jarh, yang terpenting orang tersebut hendaklah orang yang adil, baik laki-laki maupun perempuan, dan orang merdeka atau hamba.b. Suatu pendepat menyatakan bahwa tidak dapat diterima al-jarh wa al-ta’dil kecuali dengan pernyataan dua orang, seperti dalam kasus kesaksian lainnya.Kebanyakan ulama menganggap cukup penilaian seorang ulama dalam al-jarh wa al-ta’dil apabila ia memenuhi syarat sebagai ulama al-jarh wa al-ta’dil, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Amidi dan Ibnu al-Hajib serta yang lainnya.

5. Sebab-sebab Timbulnya Jarh[4]Beberapa hal yang menyebabkan seseorang men-jarh seorang rawi di antaranya:a. Karena hawa nafsu atau suatu maksud tertentu

b. Karena berlainan kepercayaanc. Karena berselisih antara ahli tashawuf dan ahli zhahird. Karena pembicaraan yang muncul tanpa didasari ilmue. Samar-samar serta tidak ada wara’

Lafadz-lafadz jarh: Autsaqunnas Tsiqah-tsiqah Tsiqah Shuduq Hasanul hadis Shuduq insyaAllaah

Lafadz-lafadz ta’dil: Akzabunnas Kazzab Fulannun za’if Fulanun majhul Zha’ifun hadis

7) HADIS MAUDHU’Secara etimologi (bahasa), kata al-maudlu asal kata dari  – – وضعا يضع وضع

memiliki beberapa konotasi makna yang berbeda-beda, tetapi mengarah pada satu pengertian yang sama. Kata maudlu’ adalah isim maf’ul dari – – وضعا يضع yang وضعmenurut bahasa berarti اإلسقاط (meletakkan atau menyimpan), اإلختالف اإلفتراء(mengada-ada atau membuat-buat) dan المتروك اى .(ditinggalkan) الترك

Sedangkan secara terminologis, Hadits Maudlu' didefinisikan sebagai berikut:يفعله أو يقله لم مم�ا كذبا و إختالفا $م# ل و#س# &ه% #ْي َع#ل الله( َص#ل$ى الله رسول إلى نسب ما

يقره أو“Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. secara dibuat-buat dan

dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan atau menetapkannya.” Faktor munculnya hadis maudhu’:

Pertentangan politik dalam soal pemilihan khalifah Adanyakesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran islam Mempertahankan mazhab dalam masalah fiqh dan masalah kalam Membangkitkan gairah beribadah untukmendekatn diri kepada Allah Menjilat para penguasa untu mencari kedudukan atau hadiah

Ciri-ciri hadis maudhu’ : Ciri yang terdapat pada sanad

1.Pengakuan dari si pembuat sendiri

2.Qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudlu'3.Rawinya terkenal berdusta

Ciri yang terdapat pada matan1. Dari segi makna, antara lain bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadits mutawattir, dan ijma' dan dengan logika yang sehat.2. Dari segi lafadz yang berlebih-lebihan.3. Dari sumber yang diriwayatkannya

8) Inkaru Al-Sunnah Pengertian Inkaru As Sunnah

Kata “Inkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Inkar” dan “Sunnah”. Kata “Inkar” mempunyai beberapa arti di antaranya: “Tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonim kata al-irfan, dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati

Menurut istilah ada beberapa definisi Inkar Sunnah yang sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya di antaranya sebagai berikut:

1.      Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Alquran.

2.      Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis atau secaraformal d kodifikasikan para ulama, baik secara totalitas muttawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasaan yang dapat diterima.

Sejarah perkembangan Inkar al-Sunnah dapat dikelompokan dalam dua periode yaitu : Periode Klasik(abad ke-2 Hijriyah).

1. KhawarijDari sudut kebahasaan, kata khawarij merupakan bentuk jamak dari

kata kharij yang berarti sesuatu yang keluar. Sementara menurut pengertian terminologis khawarij adalah kelompok atau golongan yang pertama keluar dan tidak loyal terhadap pimpinan yang sah. Dan yang dimaksud dengan khawarij disini adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib r.a.

Dalam pandangan mereka tuntutan untuk berpegang kepada al-Qur’an, tidak kepada hadis Nabi saw.. Dengan demikian menurut riwayat tersebut, hadis tidaklah berstatus sebagai sumber ajaran Islam.

2. SyiahKata syiah  berarti ‘para pengikut’ atau para pendukung. Sementara   menurut

istilah ,syiah adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib lebih utama

daripada  khalifah yang sebelumnya, dan berpendapat bahwa al-bhait     lebih berhak menjadi khalifah daripada yang lain.

Golongan syiah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW mayoritas para sahabat sudah murtad kecuali beberapa orang saja yang menurut menurut merekamasih tetap muslim. Karena itu, golongan syiah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh mayoritas  para sahabat tersebut. Syiah hanya menerima hadits-hadits yang  diriwayatkan oleh ahli baiat saja.

3. MutazilahArti kebahasaan dari kata mutazilah adala ‘sesuatu yang  mengasingkan diri’.

Sementara yang dimaksud disini adalah golongan yang mengasingkan diri mayoritas umat islam karena berpendapat bahawa seorang muslim yang fasiq idak dapat disebut mukmin atau kafir.

Kelompok mutazilah menerima sunnah seperti halnya umat islam, tetapi mungkin ada beberapa hadits yang mereka kritik apabila hal tersebut berlawanan dengan pemikiran mazhab mereka. Hal ini tidak berarti mereka menolak hadits secara keseluruhan, melainkan hanya menerima hadits yang bertaraf mutawatir saja.

4. Pembela sunnah Argumentasi tentang inkaru assunah:

1.    Penguasan bahasa Arab dengan baik adalah diperlukan untuk memahami kandungan al-Qur’an. Namun demikian, bukanlah berarti orang lantas boleh meninggalkan sunnnah Nabi saw., sebaliknya dengan menguasai bahasa Arab seseorang justru akan mngetahui bahwa al-Qur’an sendirilah yang menyuruh umat Islam agar menerima dan mengikuti sunnah Nabi saw., yang disampaikann oleh periwayat yang dipercaya (al-sadiqun), sebagaimana mereka telah disuruh menerima dan mengikuti al-Qur’an.

2.    Kata tibyan (penjelas) yang termuat dalam al-Qur’an, surat al-Nahl (16): 89, mencakup beberapa pengertian yakni: (1) ayat-ayat al-Qur’an secara tegas menjelaskan adanya berbagai kewajiban, larangan dan teknik dalam pelaksanaan ibadah tertentu, (2) ayat-ayat al-Qur’an menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, (3) Nabi saw. menetapkan suatu ketentuan yang tidak dikemukakan secara tegas dalam al-Qur’an. Berdasarkan al-Qur’an, surat al-Nahl (16): 89, tersebut hadis Nabi saw. merupakan sumber penjelasan ketentuan agama Islam. Ayat dimaksud sama sekali tidak menolak keberadaan hadis Nabi saw., bahkan memberikan kedudukan yang sangat penting yaitu sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an.

3.    Imam al-Syafi’i, sebagaimana ulama lainnya, mengakui bahwa memang hadis-hadis ahad nilainya adalah zanni. Karena proses periwayatannya bisa saja mengalami kekeliruan atau kesalahan. Oleh karenanya tidak semua hadis ahad dapat diterima dan dijadikan hujjah, kecuali kalau hadis ahad tersebut memenuhi persyaratan

shahih  dan hasan. Sehubungan dengan itu adalah keliru dan tidak benar pandangan yang menolak otoritas kehujjahan hadis-hadis secara keseluruhan.

4.    Hadis yang dikemukan oleh kelompok inkar al-sunnah untuk menolak kehujjahan hadis Nabi saw., dinilai al-Syafi’i sebagai munqathi’ (terputus sanadnya). Jadi hadis yang dimajukan oleh kelompok inkar al-sunnah adalah hadis yang berkualitas dha’if, dan karenanya tidak layak dijadikan sebagai argumentasi. Perlu kiranya digarisbawahi di sini bahwa kelompok inkar al-sunnah, mengingat sikap mereka yang menolak kehujjahan hadis Nabi saw., ternyata tidak konsisten dalam mengajukan argumentasi. Ketidak konsistenan itu tampak jelas ketika mereka juga mengajukan hadis sebagai salah satu argumentasi mereka untuk menolak kehujjahan hadis, dan bahkan hadis yang dimajukan itu berstatus dha’if. Periode Modern

Ingkar as-sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat adanya pengaruh emikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia islam.

ingkar as-sunnah modern banyak bersifat kelompok yang terorganisasi, dan tokoh-tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu.

kelompok Ingkar Sunnah abad modern terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui dengan jelas dan pasti, antara lain tokoh-tokoh ingkar as-sunnah modern, yaitu :

1. Taufiq Shidqi ( w. 1920 m)2. Rasyad Khalifa3. Ghulam Ahmad Parwes4. Kasim Ahmad