RINGKASAN DESERTASI

34
x RINGKASAN DESERTASI A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 secara tegas menggariskan bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam pembukaan adalah mewujudkan “cita hukum” (rechtsidee), yang tidak lain adalah Pancasila...Cita hukum dapat dipahami sebagai konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan pada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Disini tampak jelas bahwa Pancasila sebagai rechsidee sangat memperhatikan harapan dan cita-cita masyarakat. Tidak terkecuali Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak warga negara Indonesia, yang ketentuannya diatur dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lingkungan hidup merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhannya manusia tidak lepas dari pembangunan, baik itu pembangunan fisik, maupun pembangunan non fisik. Untuk pembangunan fisik, seringkali dalam pelaksanaannya terjadi persoalan yang melibatkan permasalahan sosial dan lingkungan. Permasalahan sosial dan lingkungan hidup menjadikan proyek pembangunan PLTU yang diharapkan bisa menyuplai listrik di Pulau Jawa dan Bali, jadi tertunda. Bagi masyarakat yang sedang membangun, hukum selalu dikaitkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik. Menghadapi keadaan yang demikian maka peranan hukum semakin menjadi penting dalam mewujudkan itu. Fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai kontrol sosial, melainkan lebih dari itu. Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara- cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahterahan dan mutu hidup rakyat. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 X 1000 MW di Desa Ujung Negoro, Karanggeneng (Kecamatan Kandeman), dan Ponowareng (Kecamatan Tulis) yang rencananya sudah dilaksanakan mulai tahun 2011, sejak dimenangkan tendernya oleh J. Power, Itochu dan Adaro yang kemudian membentuk PT. Bhimasena Power Indonesia, yang diperkirakan mulai beroperasi pada tahun 2016, mengalami berbagai hambatan, sehingga mundur dari schedule yang sudah ditetapkan. Keterlambatan ini disebabkan karena pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT. Bhimasena Power Indonesia mengalami kendala berupa penolakan dari masyarakat untuk menjual tanahnya guna kepentingan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang. Praktek perencanaan pembangunan proyek PLTU ini pada kenyataannya banyak menemui berbagai kendala. Setelah ijin diberikan kepada pihak investor, tanpa adanya koordinasi dan tanpa sepengetahuan pemerintah daerah setempat langsung terjun kelokasi dengan membawa berbagai peralatan survei seperti peta lokasi, alat-alat berat, datang ke warga secara langsung bermaksud membeli tanah tanah rakyat dan lain-lain kegiatan

Transcript of RINGKASAN DESERTASI

Page 1: RINGKASAN DESERTASI

x

RINGKASAN DESERTASI

A. Latar Belakang Masalah

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 secara tegas menggariskan

bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam pembukaan adalah mewujudkan

“cita hukum” (rechtsidee), yang tidak lain adalah Pancasila...Cita hukum dapat dipahami

sebagai konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan pada cita-cita

yang diinginkan masyarakat. Disini tampak jelas bahwa Pancasila sebagai rechsidee

sangat memperhatikan harapan dan cita-cita masyarakat. Tidak terkecuali Lingkungan

hidup yang baik dan sehat merupakan hak warga negara Indonesia, yang ketentuannya

diatur dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lingkungan hidup merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan manusia dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhannya manusia tidak lepas dari

pembangunan, baik itu pembangunan fisik, maupun pembangunan non fisik. Untuk

pembangunan fisik, seringkali dalam pelaksanaannya terjadi persoalan yang melibatkan

permasalahan sosial dan lingkungan. Permasalahan sosial dan lingkungan hidup

menjadikan proyek pembangunan PLTU yang diharapkan bisa menyuplai listrik di Pulau

Jawa dan Bali, jadi tertunda. Bagi masyarakat yang sedang membangun, hukum selalu

dikaitkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat kearah

yang lebih baik. Menghadapi keadaan yang demikian maka peranan hukum semakin

menjadi penting dalam mewujudkan itu. Fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai

kontrol sosial, melainkan lebih dari itu. Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah

melakukan usaha untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara-

cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Pembangunan yang

dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahterahan dan mutu

hidup rakyat.

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 X 1000 MW di Desa

Ujung Negoro, Karanggeneng (Kecamatan Kandeman), dan Ponowareng (Kecamatan

Tulis) yang rencananya sudah dilaksanakan mulai tahun 2011, sejak dimenangkan

tendernya oleh J. Power, Itochu dan Adaro yang kemudian membentuk PT. Bhimasena

Power Indonesia, yang diperkirakan mulai beroperasi pada tahun 2016, mengalami

berbagai hambatan, sehingga mundur dari schedule yang sudah ditetapkan.

Keterlambatan ini disebabkan karena pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT.

Bhimasena Power Indonesia mengalami kendala berupa penolakan dari masyarakat

untuk menjual tanahnya guna kepentingan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap

(PLTU) di Kabupaten Batang.

Praktek perencanaan pembangunan proyek PLTU ini pada kenyataannya banyak

menemui berbagai kendala. Setelah ijin diberikan kepada pihak investor, tanpa adanya

koordinasi dan tanpa sepengetahuan pemerintah daerah setempat langsung terjun kelokasi

dengan membawa berbagai peralatan survei seperti peta lokasi, alat-alat berat, datang ke

warga secara langsung bermaksud membeli tanah tanah rakyat dan lain-lain kegiatan

Page 2: RINGKASAN DESERTASI

xi

diluar sepengetahuan pemerintah daerah. Pendekatan langsung yang dilakukan oleh

investor tanpa peran aparatur pemerintahan setempat pada akhirnya hanya menuai konflik

dan berdampak pada tertundanya mega proyek PLTU di Kabupaten Batang. Warga

membutuhkan pendekatan yang dekat dengan budaya setempat dengan penjelasan yang

rasional terhadap dampak proyek PLTU. Tata cara kearifan lokal yang masih lekat

dengan warga desa sekitar area rencana pembangunan proyek PLTU membuat warga

tidak bisa menerima model-model pendekatan yang langsung dan to the point. Padahal

sosialisasi ini sudah dimulai sejak 2011 namun dinilai tidak efektif untuk melunakkan hati

masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan sebelumnya, investor datang ke masyarakat dan

langsung menetapkan harga tanahnya membuat warga ketakutan dan menutup diri dari

pihak luar yang tidak dikenal. Sejumlah warga menolak pembangunan PLTU dengan

alasan karena proyek tersebut merusak lingkungan dan sebagian lainnya mengaku

kehilangan mata pencahariannya sebagai petani penggarap. Sumber daya alam yang ada

di desa Ujung Negoro, Karanggeneng, Ponowareng dan sekitarnya merupakan daya

dukung yang memberikan kehidupan masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan

sehari-harinya. Mulai dari bertani, mencari ikan di laut, dan segala aktivitas nya. Kondisi

desa yang masih hijau, asri dan juga persawahan yang produktif, membuat beberapa

warga cukup berat menjual tanahnya.

Pembangunan dengan argumentasi untuk memberi kesejahterahan terhadap

masyarakat, termasuk masyarakat adat, justru seringkali dilakukan dengan

mengorbankan nilai-nilai kearifan lokal yang masih terpelihara...Pembangunan yang

hanya dilakukan dengan memandangnya dari sisi ekonomi jangka pendek telah

mengorbankan aspek-aspek kelestarian...perlu ditanamkan kembali melalui perspektif

ilmu pengetahuan yang bersifat holistik, bahwa alam tidak pada tempatnya jika hanya

dipandang dari aspek ekonomi saja. Alam adalah harta karun untuk dimanfaatkan secara

bijaksana, bukan untuk dieksploitasi. Bahwa hidup selaras dengan alam akan menentukan

kualitas hidup manusia. Manusia harus memelihara lingkungan hidupnya, karena

disitulah sumber hidupnya. Dengan kata lain dalam hal lingkungan hidup, generasi saat

ini dalam menikmati sumber daya alam dan keragaman hayati, harus pula dapat dinikmati

oleh generasi yang akan datang dengan kualitas dan kuantitas yang sama. Dalam

pengelolaan lingkungan harus disandarkan pada beberapa prinsip-prinsip yang diatur

dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

yang di dalamnya juga mengandung nilai keadilan.

“Mega proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kabupaten Batang

merupakan pembangunan yang bertujuan mensejahterahkan masyarakat berupa

kemudahan dalam hal energi listrik untuk daerah Jawa dan Bali juga program CSR dari

PT. Bhimasena Power Indonesia diharapkan bisa memberikan kesejahterahan bagi

masyarakat desa terdampak. Program CSR dari PT. Bhimasena Power Indonesia

mencakup bidang ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, dan sosial budaya. Dengan program

CSR tersebut diharapkan bisa memberikan kesejahterahan bagi warga terkena dampak,

sehingga mereka bisa hidup dengan sejahterah.

PLTU Jawa Tengah 2 X 1000 MW merupakan proyek infrastruktur pertama

Kerjasama Pemerintah Swasta atau dibangun dengan skema Public Private Partnership

Page 3: RINGKASAN DESERTASI

xii

(PPP) serta menjadi bagian dari Master Plan percepatan dan perluasan pembangunan

ekonomi Indonesia. Pembangkit ini diharapkan menjadi lokomotif dalam perkembangan

ekonomi Jawa. Selain itu PLTU ini direncanakan menggunakan teknologi terkini yang

lebih ramah lingkungan dan efisien yakni Ultra Super Critical. PLTU Batang

berkontribusi menyuplai listrik sebesar 5,7 persen untuk sistem Jawa-Bali sehingga bisa

mendukung rasio elektrifikasi di Jawa.

Namun demikian, pembangunan apapun itu harus seiring dengan Filsafat Dasar

Negara (Filosifishe Gronslag) bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan amanat UUD Negara

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) “Setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan dan Pasal 33 ayat (4 )

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,

serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Untuk itu

UUD 1945 terkenal dengan istilah yang populer “konstitusi hijau” harus diperhatikan

dalam semua aktivitas yang berhubungan dengan pembangunan, tidak terkecuali, Proyek

Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kabupaten Batang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut : (1) Apakah pengelolaan lingkungan hidup dalam Pembangunan Pembangkit

Listrik Tenaga Uap (PLTU) saat ini belum berkeadilan? (2) Apa saja dampak negatif

yang timbul dalam Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Terhadap pengelolaan

lingkungan hidup saat ini? (3) Bagaimanakah rekonstruksi pengelolaan lingkungan hidup

dalam Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di masa yang akan datang

yang berbasis nilai keadilan ?

C. Kerangka Teori Disertasi

1. Teori Keadilan Islam dan Teori Keadilan Pancasila Sebagai Grand Theory

a. Teori Keadilan Islam

1. QS. An-Nahl : 90, yang artinya :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat

kebajikan,memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

2. QS. Al-Maidah : 8, yang artinya :

“ Hai orang-orang yan g beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebe naran) Karena Allah, menjadi saksi dengan

adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,

mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil

itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakw alah kepada Allah,

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerj akan.”

Page 4: RINGKASAN DESERTASI

xiii

3. QS. Ar-Rahman : 7, yang artinya :

“ Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan).”

4. QS. asSyuura (42) ayat 15, yang artinya:

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:“Aku beriman kepada semua kitab yaig diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kebali (kita)”

5. QS. an-Nisaa ayat 135, yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau Ibu, Bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia, kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemasalahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dan kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau dengan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segalanya apa yang kamu lakukan.”

Sedangkan larangan untuk melakukan perusakan di muka bumi terhadap

sumber daya alam, diatur di dalam A1-Qur’an Surat Ar-rum 30 : 41, yang artinya:

“Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan

manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan

mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

b. Teori Keadilan Pancasila,

Pancasila sebagai dasar filsafat atau falsafah memperoleh sumber nilai dalam

konteks perjalanan dinamis sejarah kebudayaan bangsa. Pembentukan sumber nilai

yang tercakup kedalam sistem falsafah kebangsaan, berjalan dalam sejarah yang

Panjang, yang melibatkan bukan saja kaum cendekia dan primus interparish,

melainkan juga masyarakat. Komitmen keadilan menurut alam pemikiran Pancasila

berdimensi luas. Peran negara dalam perwujudan keadilan sosial, setidaknya ada

dalam kerangka : 1. Perwujudan relasi yang adil disemua tingkat sistem

(kemasyarakatan), 2. Penhembangan struktur yang menyediakan kesetaraan

kesempatan, 3. Proses fasilitasi akses atas informasi yang diperlukan, layanan yang

diperlukan dan sumber daya yang diperlukan, 4. Dukungan atas partisipasi bermakna

atas pengambilan keputusan bagi semua orang. Yang dituju dari gagasan keadilan ini

juga tidak terbatas pada pemenuhan kesejahterahan yang bersifat ekonomis, tetapi

juga terkait dengan usaha emansipasi dalam rangka pembebasan manusia dari

pemberhalaan terhadap benda, pemuliaan martabat kemanusiaan, pemupukan

solidaritas kebangsaan dan penguatan kedaulatan rakyat.

Dengan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan

diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya,

Page 5: RINGKASAN DESERTASI

xiv

tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, dan kepercayaan, jenis kelamin,

kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap

saling mencintai sesame manusia, sikap tenggang rasa dan “tepa salira” serta sikap

tidak semena-mena terhadap orang lain. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti

menjunjung tinggi nilai-nilai kmanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan

kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Pancasila dinyatakan

sebagai jiwa bangsa Indonesia, sebagai kepribadian bangsa Indoensia, sebagai

pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai pedoman hidup bangsa Indoinesia.

Hal ini sesuai dengan kenyatan sehari-hari bangsa Indonesia. Nilai-nilai dalam

Pancasila digali dari bangsa Indonesia sendiri yakni dalam nilai adat istiadat,

kebudayaan, dan religi dari kehidupan bangsa.

2. Teori Sibernetika Talcott Parson sebagai Midle Theory

Dunia budaya dengan masukan nilai-nilai ke dalam sistem sosial merupakan

salah satu sumber daya bagi bekerjanya sistem sosial itu...bahwa tanpa masukan nilai-

nilai itu sistem sosial (dalam hal ini melalui norma sosialnya) tidak bisa mulai bekerja.

Sumber Daya yang dibutuhkan oleh sistem sosial tidak hanya datang dari bidang

budaya melainkan juga bidang-bidang yang lain dalam masyarakat. Salah satu dari

bidang yang demikian itu adalah : ekonomi. Bidang ekonomi ini melakukan adaptasi

terhadap lingkungan kehidupan manusia yang bersifat bio-fisis. Tanpa fungsi adaptasi

yang dilakukan oleh ekonomi ini masyarakat tidak bisa mempertahankan hidupnya

ditengah-tengah lingkungannya. Kegiatan ekonomi inilah yang bisa mengubah

berbagai sumber daya yang ada disekitar manusia sehingga berguna untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kegiatan ini misalnya : pertanian,

pertambangan, perdagangan, industri alat-alat produksi dan sebagainya.

3. Teori hukum pembangunan sebagai Applied theory

Teori ini mulai diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja, pakar hukum

internasional, ketika menjadi pembicara dalam Seminar Nasional pada tahun 1973.

Pandangan Mochtar Kusumaatmadja tentang fungsi dan peranan hukum dalam

pembangunan nasional, kemudian dikenal sebagai teori Hukum Pembangunan,

diletakkan di atas premis yang merupakan inti ajaran atau prinsip sebagai berikut :

a). Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan

dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi

dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur menurut Mochtar, dapat

dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau kombinasi

keduanya. Beliau menolak perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan

kekerarasan semata-mata.

b). Baik perubahan maupun ketertiban (atau keteraturan merupakan tujuan awal

dari masyarakat yang sedang membangun, maka hukum menjadi suatu sarana

(bukan alat) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan;

c). Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mempertahankan ketertiban melalui

kepatian hukum dan juga hukum (sebagai kadiah sosial) harus dapat mengatur

(membantu) proses perubahan dalam masyarakat;

Page 6: RINGKASAN DESERTASI

xv

d). Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the

living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan

pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu;

e). Implementasi fungsi hukum tersebut di atas hanya dapat diwujudkan jika

hukum dijalankan oleh suatu kekuasaan, akan tetapi kekuasaan itu sendiri

harus berjalan dalam batas rambu-rambu yang ditentukan di dalam hukum itu.

D. Paradigma Penelitian

Dalam desertasi ini menggunakan paradigma critical theory melihat bahwa, unsur

kebenaran melekat pada “ historical situatedness of the inquiry.” Situasi historis yang

meletakkan dasar kegiatan penelitian bersifat kontekstual, meliputi situasi sosial,

politik, kebudayaan ekonomi, etnik dan gender. Disamping itu peneliti juga harus

mengembangkan sikap “conscientization” yaitu sikap yang hati-hati dalam kegiatan

penelitian, karena kegiatan penelitian dapat mengungkap ketidaktahuan dan salah

pengertian. Tidak semua asumsi dan teori memuat kebenaran sehingga dalam proses

kegiatan penelitian dapat dicapai wawasan baru dalam bentuk cara berpikir tertentu.

E. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah socio legal research,

karena untuk mengetahui gambaran menyeluruh tentang Rekonstruksi Pengelolaan

Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan PLTU di Kabupaten Batang. ”... Studi hukum

sebagai law in action merupakan studi ilmu sosial yang non doktrinal dan bersifat

empiris. Dalam studi sosial, hukum tidak dikonsepsikan sebagai suatu gejala normatif

yang mandiri (otonom), tetapi sebagai institusi sosial yang dikaitkan secara riil dengan

variable-variable sosial yang lain. F. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kabupaten Batang, terletak pada 60 51’46 sampai 70 11’47 Lintang Selatan dan

antara 109 0 40’ 19 sampai 1100 03’06 Bujur Timur di Pantai Utara Jawa Tengah dan

berada pada jalur utama yang menghubungkan Jakarta – Surabaya. Luas Daerah

78.864,16 Ha. Batas-batas wilayahnya sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Kabupaten

Kendal, sebelah selatan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, sebelah

barat kota dan Kabupaten Pekalongan. Posisi tersebut menempatkan wilayah Kabupaten

Batang, utamanya ibu kota pemerintahannya pada jalur ekonomi pulau jawa sebelah

utara. Arus transportasi dan mobilitas yang tinggi di jalur pantura memberikan

kemungkinan Kabupaten Batang berkembang cukup prospektif disektor jasa transit dan

transportasi.

1. Program CSR dari PT. Bhimasena Power Indonesia cukup banyak, diantaranya

adalah :

1. program pengembangan ekonomi, yaitu :

1. Pengembangan Kelompok Usaha Bersama

2. Pengembangan Lembaga keuangan Mikro

3. Penciptaan Lapangan kerja sementara

4. Kompensasi Sosial

5. Lahan pengganti

Page 7: RINGKASAN DESERTASI

xvi

6. Penciptaan Wirausaha baru

2. Dukungan Peningkatan Kualitas Kesehatan : Dukungan Pelayanan Program

Posyandu, Penguatan kelembagaan Kesehatan Desa, Dukungan Peningkatan

Kesehatan Lingkungan dan Kampanye Penyadartahuan Kesehatan

3. Dukungan Peningkatan Kualitas Pendidikan : Dukungan sekolah Adiwiyata,

Program peningkatan literasi, dan Pengembangan Sekolah

4. Program Dukungan Kegiatan Sosial, Budaya dan Lingkungan : Penyadartahuan

kebersihan lingkungan, .Restorasi ekosistem, Managemen sampah, dan

Program Sosial.

Berdasarkan penelitian dan hasil wawancara, dengan warga terdampak,

untuk CSR Kelompok usaha bersama saat ini banyak yang sudah tidak berjalan,

namun demikian untuk Koperasi simpan pinjam masih ada meskipun tidak

maksimal. Diujung negoro pembuatan krupuk usek juga masih berjalan,

namun demikian untuk yang lainnya banyak yang sudah tidak berjalan. Untuk

CSR bidang Pendidikan dan Kesehatan masih berjalan dengan baik. Dan saat

ini untuk nelayan di desa ujung negoro dan sekitarnya juga cukup banyak yang

bekerja di PLTU, meskipun hanya tenaga kasar. Namun demikian desa roban

timur boleh dikatakan seluruh warganya masih berprofesi sebagai nelayan

(cantrang) berangkat habis subuh pulang siang sekitar jam 13.00. Sehingga

keadaan masyarakat terdampak memang kondisinya berbeda-beda.

Sementara ini kesulitan dalam penelitian memang masih ada Ketika

penulis memasukkan surat ijin penelitian ke PT. Bhimasena Power Indonesia,

perwakilan yang ada di Batang untuk melakukan wawancara, sampai saat ini

juga belum terlaksana. Hal ini dikarenakan proses pembangunan masih berjalan

dan pihak PT. Bhimasena belum bisa untuk dilakukan penelitian. Hal ini

disampaikan oleh pihak yang ditunjuk oleh kantor perwakilan PT. Bhimasena

Power Indonesia di Batang. Selanjutnya juga bagi warga yang menolak

menjual tanahnya untuk PLTU, juga tertutup memberikan informasinya.

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenag Uap di Kabupaten Batang,

membuat petani dan nelayan kehilangan mata pencahariannya, meskipun sudah

mendapat kompensasi tanah seluas 70 Ha, namun tanah tersebut tidak

produktif, merupakan tanah kering dan hanya cocok untuk menanam polowijo,

dan tidak dapat digunakan untuk menanam padi. Hal ini tidak semua warga

petani mau bercocok di tanam dilahan tersebut, sehingga banyak yang

kehilangan mata pencaharian sebagai petani.

Dalam wawancara dengan Ketua dan Anggota Go Green (NGO) yang

mengikuti dan mendampingi warga terkena dampak, bahwa dengan adanya

pembangunan Pembangkit listrik Tenaga Uap di Kabupaten Batang, bagi petani

tidak tambah kesejahterahannya, namun sebaliknya malah membuat mereka

jatuh miskin. Hal ini karena pekerjaan mereka sebagai petani, termasuk petani

penggarap tidak dapat bekerja lagi sebagai petani. Uang hasil ganti rugi yang

telah diterima setelah habis , maka gak ada lagi pemasukan, karena lahan untuk

Page 8: RINGKASAN DESERTASI

xvii

pertanian sudah gak ada. Dengan demikian sebagian dari mereka ada yang

merantau keluar kota untuk mencukup kebutuhan hidupnya.

Wawancara dengan salah satu responden, bahwa lahan pengganti

pertanian jauh dari domisili warga terdampak, meski awalnya difasilitasi mobil

untuk mengangkut,namun warga terdampak tetap tidak mau menggarap lahan

pengganti tersebut (hanya sedikit petani yang menggarap). Hak Guna Usaha

untuk pertanian padahal (sawah) untuk bercocok tanam. Dari lahan kering

tersebut memang ada yang bisa dijadikan untuk bercocok tanam tapi hanya

sedikit. Sedangkan mobil pengangkut petani ke lahan pengganti (mobil

grandmax) dialihkan fungsinya dengan dihibahkan kedesa untuk ambulance.

Sedangkan bagi petani penggarap dan semua orang yang menggunakan ladang

pertanian (sawah) untuk kehidupannya sekarang mereka sudah tidak ada lahan

pertanian bercocok tanam lagi dan kesulitan untuk mencari pekerjaan. Ketika

mereka kerja di PLTU juga akan bergiliran dengan warga yang lain, sehingga

cukup banyak penggangguran. Sedangkan secara lahir banyak rumah yang

tadinya gak bagus sekarang sudah bagus, namun demikian mereka karena

menjual asset tanah /sawah bukan dari hasil kerja mereka. Sehingga kedepan

pemerintah daerah harus dilibatkan membuat konsep kesejahterahan bagi

warga terdampak.

Sementara itu dalam wawancara dengan beberapa warga nelayan di

Desa Roban Timur, dapat diketahui bahwa penghasilan mereka sekitar 150

nelayan sekarang setelah adanya PLTU pendapatannya berkurang. Hal ini

dikarenakan para nelayan tidak dapat mencari ikan di tempat sekitar PLTU,

karena banyak semacam terumbu karang buatan yang ada disekitar PLTU.

Sehingga nelayan sekarang mencari ikannya lebih jauh (artinya solar sebagai

bahan bakar perahu) juga lebih banyak dan pendapatan ikannya ditempat yang

lebih jauh tersebut tidak sebanyak ditempat sekitar PLTU. Dan nelayan di Desa

Roban Timur itu juga meminta mesin perahu dalam Bahasa mereka namanya

(dumpeng) ke PT. Bhimasena Power Indonesia, namun belum dipenuhi.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis akan menganalisis

permasalahan yang pertama : pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di

Kabupaten Batang tidak berbasis nilai keadilan, Melihat beberapa konsep

keadilan Islam sebagaimana tersebut di atas, pembangunan Listrik Tenaga

Uap di Kabupaten Batang, tidak berbasis nilai-nilai keadilan. Hal ini

dikarenakan masyarakat terkena dampak, khususnya yang mempunyai lahan

untuk lokasi PLTU tidak semuanya ikhlas menjual tanahnya kepada PT.

Bhimasena Power Indonesia, kedua juga dalam ganti rugi tanah, harganya

berbeda-beda, hal inilah yang memicu ketidakadilan, sehingga diantara warga

yang menjual tanahnya menginginkan harga tanah yang sama. Kemudian

keberadaan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kabupaten

Batang, menurut hasil wawancara dengan Ketua Go Green sebenarnya tidak

mendesak diperlukan, mengingat di Jawa Tengah Listrik sudah surplus 40%

(empat puluh prosen). Artinya sebenarnya listrik di Jawa Tengah sudah

Page 9: RINGKASAN DESERTASI

cukup tersedia bagi masyarakat. Pembangunan PLTU di Kabupaten Batang

akan disandingkan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke dua :

Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila kelima Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Adil merupakan sesuatu yang sangat mudah

diucapkan namun sulit untuk dilakukan, karena harus berkomitmen dalam

mewujudkannya. Dalam hal ini pembangunan PLTU, adil secara hukum

positif namun tidak adil dari apa yang dirasakan masyarakat terkena dampak.

Hal ini yang menjadikan pembangunan PLTU tersendat sampai saat ini.

Masyarakat pro dan kontra dalam penanganan pembangunan PLTU,

menjadikan pihak yang kontra, bahkan sampai saat ini berdasarkan penelitian

kepada responden, masih berharap dibatalkan pembangunan PLTU nya.

Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan merupakan

sumber dari segala sumber hukum. Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan

yang bulat dan utuh. Demikian pula keadilan Pancasila dari sila pertama Ketuhanan

Yang Maha Esa, sila kedua kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Sila ketiga

Persatuan Indonesia, sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat

Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan dan sila kelima Keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sistem filsafat yang sarat dengan nilai-nilai

keadilan dan moral.

Sila keadilan sosial bilamana dikembalikan kepada dasar kerokhanian yaitu

sifat kodrat manusia yang monodualis yaitu keseimbangan yang dinamis. Oleh karena

itu konsekwensinya kepentingan individu (perseorangan) (kepentingan khusus) dan

kepentingan umum harus dalam suatu keseimbangan yang dinamis, yang harus sesuai

dengan keadaan, waktu dan perkembangan zaman...maka dapat disimpulkan bahwa

“kepentingan khusus (perseorangan) sendiri pada hakekatnya tidak sama sekali

diserahkan keapada perseorangan sendiri berdasarkan asas kekuasaannya sendiri atau

sebaliknya sama sekali diselenggarakan oleh negara, akan tetapi negara memelihara

baik kepentingan umum maupun kepentingan warga negara perseorangan, yang

dalam prinsip yang menjadi pemelihara perseorangan sendiri. Negara memberikan

kesempatan dan memberikan bantuan yang sebaik-baiknya kepada perseorangan.

Baik secara sendiri-sendiri atau bersama sama untuk berusaha sendiri memenuhi

keinginan, kebutuhan dan kepentingannya sendiri.

Berdasarkan analilis hasil penelitian, Pembangunan Pembangkit Listrik

Tenaga Uap di Kabupaten Batang, belum mencerminkan nilai-nilai keadilan yang

hidup di masyarakat. Hal ini bisa dianalisis dengan teori keadilan Islam. Bahwa adil

adalah memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya. Dalam

pembangunan pembangkit listrik tanaga uap di Kabupaten Batang, masih sekitar 10%

lahan yang tidak dijual kepada BPI kemudian pemerintah menitipkan uang melalui

pengadilan, guna pembayaran ganti rugi tanah. Kerasnya penolakan yang dilakukan

warga sekitar PLTU, membuat pembangunan PLTU terbengkalai beberapa tahun.

Warga sekitar takut kehilangan mata pencahariannya sebagai petani dan nelayan.

Ketakutan warga sekitar membuat perlawanan penolakan, bahkan sesame warga yang

xviii

Page 10: RINGKASAN DESERTASI

xix

pro dan kontra sendiri mereka tidak saling menyapa. Dan ketika pihak yang pro punya

hajatan, pihak yang kontra tidak memenuhi undangan. Misalnya kondangan dan

khitanan sekalipun meskipun berdekatan mereka tidak akan menghadiri undangan.

Sesama saudara pun saling bermusuhan. Bahkan unsur kekerasan sesama warga dan

aparat pun sering terjadi. Kondisi mencekam tersebut, terjadi hampir selama lima

tahun. Dinamika Pembangunan listrik tenaga uap di Kabupaten Batang, selain terkait

dinamika sosial, juga adanya penggantian lahan pertanian dari Bhimasena Power

Indonesia (BPI) kepada warga yang terkana dampak, khususnya warga desa

ponowareng, karanggeneng, dan ujung negoro. Namun penggantian lahan di desa

Segayung tersebut tidak sebagaimana yang diharapkan petani penggarap, karena jenis

lahannya kering, sehingga tidak dapat digunakan untuk menanam padi. Lahan kering

tersebut hanya dapat untuk menanam palawijo, misalnya kacang tanah. Dengan lahan

yang tidak produktif untuk menanam padi maka hanya sedikit petani penggarap yang

mau mengelola/ menanam palawijo di tanah tersebut. Kesulitan air dilahan itu

kelihatan dengan jelas, bahwa irigasi yang digunakan untuk perairan lahan kelihatan

kering. Dari perspektif teori keadilan Islam. Pembangunan pembangkit listrik tenaga

uap di Kabupaten Batang belum sebagaimana yang tercermin dari sisi keadilannya.

Yang pertama adil, mensyaratkan masing-masing pihak menerima apa yang telah

menjadi kesepakatan. Pertentangan antara Warga yang terkena dampak, meskipun pro

dan kontra terhadap pembangunan PLTU di Batang, namun tidak sedikit pihak yang

kontra yang menentang sampai dengan saat ini. Bahkan ada yang pihak kontra masih

berharap agar Pembangunan Pembangkit Tenaga uap di Kabupaten Batang di tiadakan.

Bahkan warga yang tidak mau menjual tanahnya kepada BPI sampai saat inipun masih

bertahan untuk tidak mengambil uangnya di Pengadilan Negeri Batang.

Namun demikian dalam penelitian baik hasil wawancara dengan warga yang

kontra maupun NGO Go Green, dapat diketahui bahwa kehidupan warga sekitar PLTU

yang dulunya petani dan petani penggarap, kehidupannya sekarang sudah tidak sama

dengan ketika masih mendapat uang ganti rugi pembangunan Pembangikit Listrik

Tenaga Uap, karena mereka sekarang sudah tidak punya uang yang dapat menghidupi

kehidupan mereka lagi. Sedangkan warga yang profesinya nelayan, disekitar

masyarakat yang terkena dampak, bahkan dari Roban sekarang sudah mulai khawatir,

bagaimana mereka nantinya dalam mencari ikan di laut. Apakah ikan-ikan dan biota

laut lainnya akan bisa bertahan, terkait dengan adanya PLTU tersebut. Menurut Go

Green ketika sudah operasional PLTU di Batang, dipastikan ikan dan biota laut lainnya

pasti akan binasa, termasuk terumbu karang yang merupakan Kawasan yang dilindungi

di Kawasan ujung negoro. Mengingat lingkungan adalah kebutuhan mutlak bagi

kehidupan makhluk hidup di bumi, maka diperlukan perlindungan bagi lingkungan

agar tidak rusak atau tercemar. Mengapa lingkungan harus dilindungi adalah

pertanyaan mendasar dan tidak mudah untuk dijawab. Pertanyaan mengapa lingkungan

harus dilindungi adalah pertanyaan mengenai tujuan peradaban manusia di atas bumi.

Page 11: RINGKASAN DESERTASI

xx

Investasi apapun bentuknya tetap harus memprioritaskan kelestarian

lingkungan hidup dalam arti menjaga ketersediaan sumber daya alam, khususnya

sumber daya alam yang tidak terbarukan. Hal ini merupakan keharusan yang tak bisa

ditawar lagi, mengingat pentingnya sumber daya alam yang tidak dapat diperharui

dalam menopang kelangsungan hidup manusia. Pembangunan Pembangkit Listrik

Tenaga Uap di Batang, jelas merusak ekosistem yang ada, diantaranya biota laut

seperti ikan, dan terumbu karang di pantai ujung negoro dipastikan akan musnah.

Dalam teori keadilan Islam, ditegaskan bahwa manusia sebagai pemimpin di muka

bumi haruslah menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya, tidak boleh merusak alam,

karema alam diperuntukkan untuk memenuhi segala kebutuhan ummat manusia.

Sumber daya alam merupakan asset bagi manusia dalam kehidupannya. Untuk itu

manusia harus seefektif mungkin dalam menggunakan sumber daya alam yang ada.

Perspektif ketidakadilan dalam sudut pandang Islam dalam pembangunan pembangkit

listrik tenaga uap di Kabupaten Batang, yang pertama :

1. Hilangnya lahan dan mata pencaharian petani dan petani penggarap di sekitar

lokasi/warga yang dampak

2. Penggantian ganti rugi lahan yang berbeda-beda dari mulai 30.000, 100.000,

hingga 400.000.

3. Terancamnya mata pencaharian nelayan, karena ketika PLTU beroperasi dipastikan

biota laut akan musnah juga

4. Masalah sosial yang berkepanjangan

Tahap pembebasan tanah menurut pak Anton, aktivis desa Ujung Negoro ada

tiga tahap: a. Calo (yang memberli PT. BPI tetapi sebelum harga resmi diumumkan

b. Sesudah harga resmi diumumkan 100.000/M2 dengan pajak

c. Setelah tidak ada yang menjual tanah, orang diluar PT. BPI membeli

dengan harga Rp. 400.000 tanpa pajak, dan PT. BPI memberi klarifikasi

tidak pernah membeli tanah dengan harga Rp. 400.000 M2. Sedangkan

terkait CSR memang banyak, namun demikian masih kurang efektif,

Misalnya KUB, ternak lele, buat Kue, membuat krupuk usek dan sebagainya. Harapannya usulan ketrampilan hidup dari warga terdampak,

bukan dari PT. Bhimasena Power Indonesia, sehingga kedepan untuk kelangsungan hidup petani dan nelayan perlu keterlibatan pemerintah daerah

dalam membuat konsep kesejahterahan bagi warga terdampak.

Kemudian dari sisi keadilan Pancasila, dimana Pancasila sangat menghormati

keadilan individual maupun keadilan sosial. Hak-hak individu di negara hukum

Pancasila ini mendapat tempat yang penting. Due process of law, dimana semua

tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum (undang-undang). Hal ini merupakan

perbedaan mendasar antara ideologi Pancasila yang merupakan ideologi terbuka

dengan ideologi tertutup. Di dalam ideologi terbuka semua hak individu maupun hak

komunal diakui eksistensinya. Namun dalam ideologi tertutup, hanya hak komunal

saja yang mendapat tempat. Inilah yang komprehensif dalam arti dan makna ideologi

Page 12: RINGKASAN DESERTASI

xxi

Pancasila, yang mana didalam sila-sila Pancasila terdapat nilai-nilai keadilan yang

terejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Pancasila menuntut,

untuk setiap orang agar diberikan haknya masing-masing, dengan demikian hak

perorangan juga dilindungi oleh nilai keadilan Pancasila. Sehingga Pemerintah sendiri

pun tidak bisa sewenang-wenang dalam kebijakannya kepada masyarakat. Karena

dalam negara hukum Pancasila hak-hak individu sangat dijunjung tinggi.

Konsep kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung makna bahwa

manusia Indonesia haruslah bersikap adil dalam segalanya, ini tentu saja

konsekwensinya bahwa nilai sila Kemanusiaan yang adil dan beradab itu juga

dilaksanakan oleh negara republik Indonesia. Sehingga negara dalam kebijakan

apapun harus mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Keadilan Pancasila

Mensyaratkan bahwa semua pihak harus mendapat kesepakatan dalam berbagai

kegiatan yanag menyangkut anatara hak dan kewajiban. Termasuk dalam

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kabupaten Batang.

Dari hasil wawancara dengan Ketua Go Green dapat diketahui bahwa bahwa

pembangunan PLTU di Kabupaten Batang tidak mencerminkan rasa keadilan

masyarakat sekitar (warga terkena dampak) karena memang kehidupan

masyarakatnya tidak lebih baik dari sebelumnya. Bahkan cenderung miskin karena

memang sudah tidak bisa menjadi buruh tani/ pun menikmati panennya bagi yang

mempunyai sawah. Sehingga sampai saat ini, meskipun sudah ada kompensasi dari

PT Bhimasena Power Indonesia, namun lahan yang disediakan tidak dapat untuk

bercocok tanam padi. Lahan tersebut hanya cocok untuk palowijo. Sehingga tidak

banyak petani terkena dampak yang mengolah lahan pengganti tersebut. Dari proses

pembebasan lahan yang harga tanah per meternya berbeda-beda dan dengan kuatnya

kemauan warga yang tidak mau menjual tanahnya, hingga proses konsinyasi, dan

dinamika pembangunan Proyek Pembangkit Tenaga Uap dengan bahan bakar batu

bara, dapat ditari kesimpulannya bahwa pembangunan Pembangkit Listrik tenaga Uap

di Kabupaten Batang tidak sesuai dengan nilai -nilai keadilan Islan dan Nilai-Nilai

keadilan Pancasila. Hal ini bisa kita lihat ketika pemaksaan kehendak atau kemauan

sepihak dalam hal ini PT. Bhimasena Power Indonesia untuk membuat Proyek

Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang sempat mendapat penolakan keras dari warga

sekitar, maka hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan Islam. Dimana Islam

sangat menghormati hak-hak individu warga negara. Kemudian kalau disandingkan

hak-hak manusia dalam tinjauan Islam dan Undang-Undang Dasar 1945, sangat

menarik dimana diantara keduanya tidak ada yang bertentangan.

Sebenarnya cerita masyarakat yang ada pembangunan Pembangkit Listrik

tenaga Uap tidak jauh berbeda satu sama lain. Yang jelas kehidupan nelayan untuk

mencari ikan sudah tidak bisa dilakukan disekitar PLTU, sehingga mereka (para

nelayan) harus mencari ikan ketempat yang agak jauh dari lokasi PLTU. Kemudian

keragaman hayatipun, terutama terumbu karang juga tidak akan bisa dilestarikan.

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan bahan bakar batubara

(meskipun tergolong murah) namun tidak ramah lingkungan, bahkan berdampak

negative bagi kesehatan manusia. Faktor investasi dan ekonomi dalam pembangunan

Page 13: RINGKASAN DESERTASI

pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) memang menajadi alasan utama selain faktor

untuk mensejahterahkan rakyat. Namun kesejahterahan masyarakat, tidak harus

dibayar mahal dengan dampak negative bakan bakar batu bara untuk beroperasinya

PLTU. Kesejahterahan masyarakat memang wajib di upayakan namun dalam rangka

meraih kesejahrerahan tersebut, harus diupayakan dengan pembangunan yang

berkelanjutan. Dimana dalam pembangunan berkelanjutan, masyarakat kan bisa

menikmatinya baik saat ini, maupun di waktu mendatang. Begitu pula keragaman

hayatinya harus bisa dinikmati generasi yang akan datang. Dengan demikian

kesejahterahan masyarakat berbanding lurus dengan hak atas lingkungan hidup yang

baik dan sehat.

Persepsi warga terkena dampak, membandingkan proyek Pembangkit Listrik

Tenaga Uap yang ada dibeberapa daerah, misalnya Cirebon, cilacap, rembang, Paiton,

dan lainnya. Dimana kehidupan petani maupun nelayan sudah tidak bisa seperti

dahulu. Nelayan semakin jauh dan sulit mencari ikan. Dan menurut salah satu nelayan

di Reban, mereka bakal kesulitan mencari ikan disekitar PLTU, karena tentu saja

ikannya akan mati. Namun demikian perjuangan mencari ikan, akan tetap

dilaksanakan, meskipun tempat mencari ikannya sangat jauh. Selain warga terkena

dampak di Desa Ponowareng, Desa Karanggeneng, dan Desa Ujungnegoro, juga yang

wilayahnya dekat dengan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap, adalah Desa

Roban, mayoritas penduduk Desa Roban adalah Bertani dan nelayan. Biasanya kaum

nelayan secara turun temurun sudah mewarisi bakat sebagai nelayan. Salah satu

nelayan Desa Roban adalah Pak Bismo, pak Bismo melakukan pekerjaan sebagai

nelayan sudah lama sejak kecil, orang tuanya juga nelayan Pak MUI, Keluarga besar

pak Mui dengan anak-anaknya menggantungkan hidup dari nelayan. Pak Mui

mempunyai 4 orang anak, dimana kedua anak lelakinya semuanya sebagai nelayan.

Mereka dalam mencari ikan harus ditempat yang sangat jauh, dari lokasi PLTU, tentu

saja BBM nya untuk perahu juga semakin banyak. Namun mereka kini pasrah karena

pembangunan PLTU sudah berjalan. Selama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga

Uap, nelayan di Roban Timur pendapatannya semakin berkurang dan jarak tempuh

semakin jauh. Ini merupakan salah satu dampak Pembangunan Pembangkit Listrik

Tenaga Uap, dimana ikan-ikan tidak bisa bertahan hidup setelah proses bekerjanya

mesin PLTU. Dan masih banyak lagi keluarga nelayan di Desa Roban yang nantinya

akan kesulitan terkait mata pencaharian sebagai nelayan. Artinya salah satu kearifan

lokal penduduk nelayan berlahan-lahan akan tergeser, dengan hadirnya Pembangkit

Listrik Tenaga Uap yang akan menyuplai listrik Jawa dan Bali.

xxii

Page 14: RINGKASAN DESERTASI

G. Rekonstruksi UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

SEBELUM REKONSRUKSI SESUDAH REKONSTRUKSI

Pasal 2

Perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dilaksanakan

berdasarkan asas :

a. Tanggung jawab negara;

b. Kelestarian dan keberlanjutan;

c. Keserasian dan kesimbangan;

d. Keterpaduan;

e. Manfaat;

f. Kehati-hatian;

g. Keadilan;

h. Ecoregion;

i. Keanekaragaman hayati;

j. Pencemar membayar;

k. Partisipatif;

l. Kearifan lokal;

m. Tata kelola pemerintahan yang baik

n. Otonomi daerah

Pasal 2

Perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dilaksanakan

berdasarkan asas :

a. Tanggung jawab negara;

b.Kelestarian dan keberlanjutan;

c.Keserasian dan kesimbangan;

d.Keterpaduan;

e.Manfaat;

f.Kehati-hatian;

g.Keadilan;

h.Ecoregion;

i.Keanekaragaman hayati;

j.Pencemar membayar;

k.Partisipatif;

l.Kearifan lokal;

m.Tata kelola pemerintahan yang baik

n.Otonomi daerah

o.Pemanfaatan tanah negara

Pasal 3

Perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup bertujuan

a.melindungi wilayah negara kesatuan

Republik Indonesia dari pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup

b.menjamin keselamatan, kesehatan, dan

kehidupan manusia

c.menjamin kelangsungan kehidupan

makhluk hidup dan kelestarian

ekosistem

d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan

e. mencapai keserasian,keselarasan, dan

keseimbangan lingkungan hidup

f. menjamin terpenuhinya keadilan

generasi masa kini dan masa depan g. menjamin pemenuhan dan

Pasal 3

Perlindungan dan pemngelolaan

lingkungan hidup bertujuan

a.melindungi wilayah negara kesatuan

Republik Indonesia dari pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup

b.menjamin keselamatan, kesehatan, dan

kehidupan manusia

c.menjamin kelangsungan kehidupan

makhluk hidup dan kelestarian

ekosistem

d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan

e. mencapai keserasian,keselarasan, dan

keseimbangan lingkungan hidup

f. menjamin terpenuhinya keadilan

generasi masa kini dan masa depan g. menjamin pemenuhan dan

xxiii

Page 15: RINGKASAN DESERTASI

h. perlindungan hak atas ligkungan

hidup sebagai bagian dari hak asasi

manusia mengendalikan pemanfaatan

sumber daya alam secara sederhana

i. Mewujudkan pembangunan

berkelanjutan

j. mengantisipasi issue global

h. perlindungan hak atas ligkungan

hidup sebagai bagian dari hak asasi

manusia mengendalikan pemanfaatan

sumber daya alam secara sederhana

i. Mewujudkan pembangunan

berkelanjutan

j. mengantisipasi issue global

k. Merehabilitasi

sosial akibat

pencemaran lingkungan

Pasal 4

Perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup meliputi :

a. Perencanaan

b. Pemanfaatan

c. Pengendalian

d. Pemeliharaan

e. Pengawasan

f. Penegakan hukum

g. Keadilan

Pasal 4

Perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup meliputi :

a. Perencanaan

b. Pemanfaatan tanah negara

c. Pengendalian

d. Pemeliharaan

e. Pengawasan

f. Penegakan hukum

g. Keadilan

h. Rehabilitasi sosial dampak

pencemaran lingkungan

H. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

a. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang,

tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat, karena banyak dari petani

yang sebenarnya tidak mau menjual sawahnya kepada PT. Bhimasena Power

Indonesia. Kehidupan petani yang mereka lakukan memang sudah sejak turun

temurun, jadi memang keahlian mereka adalah bercocok tanam padi. Ketika

mereka tidak mempunyai sawah, nyaris mereka tidak mempunyai pekerjaan lagi,

Namun sebagian dari petani dan nelayan juga sebagai pekerja (helper) di PLTU.

Area Pembangkit Listrik Tenaga Uap mayoritas adalah tanah produktif

(persawahan). Dan ketika proses pembebasan tanahnya harga yang diperoleh pun

berbeda -beda. Sejak awal ada yang 30.000 per M, 50.000 per M, 100.000 per M,

bahkan sampai ada yang 400.000 per M. Selanjutnya ketika sawah sudah dijual

ke PT Bhimasena maka para Petani sudah tidak bisa bercocok tanam lagi.

Kemudian hasil penjualan tanah semakin lama semakin habis, untuk memenuhi

kehidupan mereka, maupun membeli mobil, membangun rumah dan kebutuhan

xxiv

Page 16: RINGKASAN DESERTASI

xxv

lainnya. sehingga kehidupan yang mereka tidak bertambah sejahtera, namun

menurun kesejahterannya.

b. Dampak negatif Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kabupaten

Batang, penuh dinamika, sejak sosialisasi maupun proses pembangunannya.

Dalam keseharian kalau kita amati dampak negatif yang berkenan dengan proses

pembangunan PLTU, seperti debu, kepadatan transportasi truck, mobil dan bus

Pegawai PLTU yang menuju lokasi PLTU. Kebisingan suara proses

pembangunan juga dampak sosialnya cukup luas, meskipun berangsur bertambah

membaik, interaksi antara warga sekitar dampak yang pro dan yang kontra dalam

pembangunan PLTU Kabupaten Batang, pada awalnya sangat mencekam, tidak

saling sapa, bahkan sesama saudara atau tetangga. Namun demikian sekarang

keadaan sudah mulai membaik, meski masih ada sisa-sisa pertikaian dimasa lalu.

Bahkan orang punya hajatan (sunatan, perkawinan) pun tidak akan didatangi,

bila sedang berseteru masalah pembangunan PLTU. Sedangkan terkait

kehidupan petani yang sudah tidak punya sawah lagi juga banyak yang hidupnya

pasa-pasan saja, karena mereka memang tidak punya keahlian untuk bekerja di

profesi lainnya.

c. Rekonstruksi pengelolaan lingkungn hidup dalam pembangunan PLTU berbasis

nilai keadilan adalah merekonstruksi Pasal 2 menjadi penambahan ( huruf

o. Pemanfaatan tanah negara) Pasal 3 menjadi ( huruf k. merehabilitasi sosial

akibat pencemaran lingkungan) dan Pasal 4 UU No. 32 Tahun 2009 menjadi

( huruf b. Pemanfaatan tanah negara dan huruf h. Rehabilitasi sosial dampak

pencemaran lingkungan).

2. Saran

a. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu menyempurnakan Pasal 2, Pasal

3, dan Pasal 4 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan

Lingkungan Hidup.

b. Pemerintah/pengambil keputusan dalam Mega Proyek Pembangunan Pembangkit

Lisrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang, seharusnya memperhatikan

aspirasi masrakat sekitar terkena dampak, rembug desa dan dengan tokoh agama,

tokoh masyarakat dan tokoh pemuda seharusnya dilakukan sebelum

pembangunan PLTU, sehingga tidak muncul pihak pro dan kontra dalam

pembangunan PLTU, sehingga pembangunan PLTU mendapat dukungan penuh

dari masyarakat. Keadilan bagi warga masyarakat terkena dampak harus lebih

diprioritaskan lagi misalnya CSR baik dalam tenaga kerja maupun dalam bentuk

fisik lainnya.

c. Dampak yang ditimbulkan Pembangunan PLTU, di Kabupaten Batang, selain

dampak yang bersifat fisik, misalnya banyaknya debu, kebisingan, juga alat

transportasi bus dan mobil pegawai PT. Bhisemasena Power Indonesia. Juga

dampak sosial, dimana antar warga diharapkan semakin cair hubungan sosialnya,

sehingga tidak ada ketegangan maupun permusuhan diantara warga terkena

dampak. Dengan kata lain hubungan warga masyarakat bisa kembali baik seperti

sebelum adanya pembangunan Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) di

Page 17: RINGKASAN DESERTASI

xxvi

Kabupaten Batang. Pembangunan PLTU harus memprioritaskan kesehatan manusia

dan kelestarian lingkungan hidup. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan

bisa dirasakan manfaatnya baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan

datang. Pembangunan berkelanjutan mutlak harus dijalakan dalam pembangunan

Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kabupaten Batang menuju kelangsungan hidup

manusia yang sehat dan bermartabat.

I. Implikasi Kajian Disertasi

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten

Batang berdasarkan analisis merupakan kegiatan yang tidak mencerminkan rasa

keadilan bagi masyarakat terkena dampak khususnya, dalam hal ini petani dan

warga sekitar dampak. Selain tidak mencerminkan rasa keadilan juga dalam

tahapan pembangunan menimbulkan berbagai dampak fisik dan non fisik, termasuk

meluasnya dampak sosial bagi masyarakat terkena dampak. Dampak fisik, terlihat

jelas bahwa lahan pertanian untuk bercocok tanam padi, sudah tidak ada lagi,

meskipun warga petani terkena dampak mendapat kompensasi, namun lahan

pertanian tersebut tidak dapat untuk bercocok tanam padi, hanya bisa untuk

bertanam palawijo. Selain itu juga kehidupan nelayan menjadi kurang

penghasilannya karena tangkapan ikannya jauh berkurang setelah ada PLTU

tersebut. Kemudian dampak sosial non fisik, juga masih terasa meskipun sudah

tidak seperti awal adanya pembangunan PLTU, sedikit banyak masih ada

ketidakharmonisan dalam bermasyarakat, terkait pihak yang mendukung proyek

PLTU dan yang menolaknya.

Dalam pembangunan apa pun, termasuk Pembangunan Pembangkit Listrik

Tenaga Uap (PLTU) harus memprioritaskan dari sisi kesehatan, karena

pembangunan bertujuan untuk bisa memberikan kesejahterahan bagi manusia, tidak

sebaliknya. Kalau pembangunan justru membuat masyarakat tidak sejahtera dan

tidak sehat, ini harus ditinjau ulang dalam pelaksanaanya. Dengan demikian

pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Kabupaten Batang harus

komprehensif melihat dari berbagai perspektif, khususnya dampak negatif harus

ditekan sekecil mungkin, untuk itu perlu dimaksimalkan rehabilitasi sosial karena

dampak pembangunan pembangkit Listrik Tenaga Uap. Selanjutnya harus

memprioritaskan kesehatan manusia, kelestarian lingkungan hidup, dan sumber

daya alam, yang mana semua itu sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup

manusia. Manusia akan sehat bilamana dalam lingkungan yang sehat, dan manusia

akan tidak sehat bilamana dalam lingkungan yang tidak sehat, misalnya polusi

udara yang mencemari lingkungan sekitarnya.

Page 18: RINGKASAN DESERTASI

xxvii

DESERTATION SUMMARY

A. BACKGROUND PROBLEMS

The opening of the CONSTITUTION of the Republic of Indonesia 1945

expressly outlines that the points of thought contained in the opening are the realization of

"the Mind of the Law" (Rechtsidee), which is nothing but Pancasila... The legal ideals can

be understood as a construction of the mind that is imperative to direct the ideals that the

community wants. Here it seems obvious that Pancasila as Rechsidee very attentive to

the expectations and ideals of society. There is no exception that a good and healthy

environment is the right of an Indonesian citizen, whose conditions are governed by

article 28 of the Constitution of the Republic of Indonesia year 1945. The environment is

a natural resource that needs human beings in fulfilling its life needs. In fulfilling the

needs of human beings do not escape from development, whether physical development,

or non-physical development. For physical development, often in the implementation of

problems involving social and environmental problems. The social and environmental

issues made the PLTU development project expected to supply electricity in Java and Bali

Island, so delayed. For the developing community, the law is always associated with

efforts to improve the lives of the community towards a better. Facing such

circumstances, the role of the law is increasingly important in realizing it. The legal

functions are not enough just as social control, but rather than that. The legal function

expected today is to make efforts to move the people to behave in accordance with new

ways to achieve a dicita-citakan goal. The development of the Indonesian people aims to

improve the Kesejahterahan and quality of life of the people.

2 X 1000 MW development of steam power Plant (PLTU) in Ujung Negoro

Village, Karanggeneng (subdistrict Kandeman), and Ponowareng (subdistrict Tulis)

which has been implemented in the year 2011, since it was won Tendernya by J. Power,

Itochu and Adaro which then formed PT. Bhimasena Power Indonesia, which is expected

to start in the year 2016, experiencing various obstacles, so withdraw from the schedule

that has been set. This delay is due to the land acquisition by PT. Bhimasena Power

Indonesia have constraints in the form of rejection from the community to sell the land for

the benefit of the Steam Power Project (PLTU) in Batang Regency.

The practice of building the PLTU project is in fact many obstacles. After the

permission is given to the investor, without coordination and without the knowledge of

local governments directly plunge the location by carrying a variety of survey equipment

such as site map, heavy equipment, come to citizens directly intend to buy land of people

and other activities outside the knowledge of local governments. The direct approach by

investors without the role of local government apparatus was ultimately only reaping the

conflict and impacting the delay of the PLTU mega project in Batang District. Residents

need a close approach to local culture with a rational explanation of the impact of the

PLTU project. The Ordinance of local wisdom that is still closely related to the villagers

around the area of PLTU project development plan makes the citizens can not accept

direct models of approach and to the point. Whereas this socialization has been started

since 2011 but is judged ineffective to soften the hearts of society. Socialization

Page 19: RINGKASAN DESERTASI

xxviii

conducted earlier, investors came to the community and immediately set the price of land

making the citizens frightened and shut away from the outside the unknown. Some

people reject the development of PLTU, because the project has damaged the

environment and others claim to lose its livelihood as a farmer. Natural resources in the

village of Ujung Negoro, Karanggeneng, Ponowareng and surrounding area is a support

that gives the life of local people to fulfill their daily needs. Starting from farming,

looking for fish in the sea, and all its activities. The condition of the village is still green,

beautiful and also productive rice fields, making some citizens quite heavy selling land.

Development with the argument to give Kesejahterahan to the community,

including indigenous peoples, is precisely often done at the expense of local wisdom

values that are still preserved... The development that is only done by viewing it from the

short-term economic side has sacrificed aspects of sustainability... Need to be implanted

back through a holistic science perspective, that nature is not in place if only viewed from

the economic aspect alone. Nature is a treasure trove to be utilized wisely, not for

exploitation. That living in harmony with nature will determine the quality of human life.

Man must preserve his life environment, because that is where the source of his life. In

other words in terms of the environment, the current generation in enjoying natural

resources and biodiversity, must also be enjoyed by generations to come with the same

quality and quantity. In environmental management should be held on several principles

stipulated in LAW No. 32 year 2009 on protection and environmental management in

which it also contains the value of justice.

"The development of Steam power Plant Project (PLTU) in Batang District is a

development aimed at the welfare of the community in the form of convenience in

electrical energy for the area of Java and Bali CSR programs of PT. Bhimasena Power

Indonesia is expected to provide kesejahterahan for affected village communities. PT.

Bhimasena Power Indonesia's CSR Program covers economic, educational, health, and

socio-cultural fields. With the CSR program is expected to give Kesejahterahan to

affected residents, so that they can live with Sejahterah.

Central Java HYDROPOWER 2 X 1000 MW is the first infrastructure project of

private government cooperation or built with Public Private Partnership (PPP) scheme as

well as part of the Master Plan acceleration and expansion of Indonesia's economic

development. This plant is expected to be a locomotive in Java economic development.

In addition, the PLTU is planned to use the latest technology that is more environmentally

friendly and efficient namely Ultra Super Critical. The Batang PLTU contributes to

supplying 5.7 percent electricity to the Java-Bali system so as to support electrification

ratio in Java.

Nevertheless, any development that must be in line with the basic philosophy of

State (Filosifishe Gronslag) of Indonesia namely Pancasila and the mandate of the

CONSTITUTION of the Republic of Indonesia year 1945 article 28 H paragraph (1)

"Every person has the right to live prosperous born and inner, residing, and obtain a good

and healthy living environment and are entitled to health care services and article 33

paragraph (4) The national economy is organized based on economic democracy with the

principle of togetherness , equitable efficiency, sustainability, environmental insight, self-

Page 20: RINGKASAN DESERTASI

reliance, and by maintaining a balance of progress and national economic unity. For that

UUD 1945 famous with the popular term "green Constitution" should be considered in all

activities related to development, no exception, Project steam power plant in Batang

district.

B. FORMULATION OF PROBLEMS

Based on the background above, can be formulated the following problems: (1)

is the environmental management in the development of steam power plants (PLTU) is

not currently in fairness? (2) What are the negative impacts of the development of the

steam power plant on current environmental management? (3) How is the reconstruction

of environmental management in the development of steam power Plant (PLTU) in the

future based on the value of justice?

C. FRAMEWORK OF DISSERTATION THEORY

1. Islamic Justice Theory and Pancasila theory as Grand Theory

A. Islamic Justice theory

1. QS. An-Nahl: 90, which means:

"Verily, Allah shall have (you) fair and commit virtue, give to relatives, and

Allah forbid from evil, evil and hostility. He gives you instruction that you may

take heed. "

2. QS. Al-Maidah: 8, which means:

"Hey people of faith, you shall be those who always uphold the cause of Allah,

to be witnesses justly. And do not your hatred against a tribe, encourage you to

be unjust. Is true, because it is just closer to the Takwa. And fear Allah, indeed,

Allah knows what you have been. "

3. QS. Ar-Rahman: 7, which means:

"And God has raised up the heavens, and he laid the balance (justice)."

4. QS. asSyuura (42) verse 15, which means:

"So be it (they are to that religion) and remain as commanded you and do not

follow their passions, and say," I have faith in all the book of Yaig, and I shall

be commanded to be righteous among you. " For us our charity and for you

your charity. There is no quarrel between us and you God collecting between us

and in-law Tobali (US) "

5. QS. An-NISAA verse 135, which means:

"Hey Those who believe, be ye the very people of justice, to be witnesses of

God even against yourself or your mother, father and your kindred. If it is rich

or poor, Allah knows more about the problem. Then do not follow lust because

you want to stray and righteousness. And if you turn the invert (words) or

witness, then indeed Allah knows everything you do. "While the prohibition to

do destruction on Earth to natural resources, is governed in the A1-Qur'an letter

Ar-Rum 30:41, which means:

"There seemed damage on land and sea because of the deeds of human

hands, so that God felt to them part of their deeds, that they might return (to the

right way)".

xxix

Page 21: RINGKASAN DESERTASI

xxx

B. Pancasila Theory of Justice,

Pancasila as the basis of philosophy or philosophy derive a source of

value in the context of dynamic journey of cultural history of the nation. The

establishment of a value source that is included in the national philosophical

system, running in a long history, involving not only the scholars and the

Interparish Primus, but also the community. The commitment of justice

according to Pancasila's mind is broadly dimensional. The role of the country in

the realization of social justice, at least in the framework: 1. The realization of a

fair relationship at all levels of the system (community), 2. The development of

structures that provide equality of opportunity, 3. The process of facilitating

access to necessary information, required services and required resources, 4.

Support for participation is meaningful to the decision making for everyone.

The idea of justice is also not limited to the fulfillment of Kesejahterahan

which is economical, but also related to emancipation efforts in the framework

of human liberation from idolatry to objects, glorification of humanitarian

dignity, fertilization of national solidarity and strengthening the sovereignty of

the people.

With the fair and civilized humanity, mankind is recognized and treated

in accordance with its dignity and dignity as a creature of God Almighty, as the

same degree, the same rights and obligations of its origin, without discriminate

tribes, descendants, religions, and beliefs, sex, social standing, skin tone and so

on. Because it developed the attitude of mutual love of people, a sense of

tolerance and "Tepa Salira" and attitude not arbitrarily to others. Fair and

civilized humanity means upholding the human values, keen on humanitarian

activities, and daring to defend truth and justice. Pancasila is declared as the

soul of the nation of Indonesia, as a personality of the people of Indonesia, as a

view of the life of the Indonesian nation, and as guidelines for the life of This is

in accordance with the daily comfort of the Indonesian nation. The values in

Pancasila were excavated from the Indonesian people themselves, namely in

the value of customs, culture, and religion of the life of the nation.

2. Cybernetika Talcott theory Parson as Midle Theory

The cultural world with input values into the social system is one of the

resources for the social system's work... That without input values it's social system

(in this case via its social norms) can not start working. The resources required by the

social system not only come from the cultural field but also other areas in society.

One of those areas is this: economics. This economic field adapts to human life

environment that is bio-Phisycs. Without the adaptation function done by this

economy, the community could not sustain its life amid its environment. This

economic activity that can change the various resources that exist around the human

so it is useful to maintain its survival. This activity is for example: agriculture,

mining, trade, industrial production tools and so on.

Page 22: RINGKASAN DESERTASI

xxxi

3. Legal theory of development as Applied theory

This theory was introduced by Mochtar Kusumaatmadja, an international legal

expert, when he was a speaker at the national Seminar in 1973. Mochtar

Kusumaatmadja's view on the function and role of law in national development, then

known as the theory of the law of development, is placed on the premise which is the

essence of the doctrine or principle as follows:

a). All communities that are building up are always characterized by change and the

law serves to guarantee that the change happens in a regular way. Regular changes

according to Mochtar, may be assisted by legislation or court judgments or a

combination of both. He resisted irregular changes using sheer adjustment.

b). Neither change nor order (or regularity is the initial purpose of the developing

community, then the law becomes a means (not a tool) which cannot be ignored in

the development process;

c). The functioning of the law in the community is to maintain order through the

legal and judicial jurisdiction (as social Kadiah) should be able to regulate (help) the

process of change in society;

d). Good law is the law in accordance with the living Law in society, which is

certainly appropriate or is a reflection of the prevailing values in the society;

e). The implementation of the above legal functions can only be realized if the law

is executed by a power, but the power itself must walk within the boundaries of the

signs specified in the law.

D. Paradigm Research

In this desertation using the critical theory paradigm saw that, the element of truth

was inherent in the "historical situatedness of the inquiry." The historical situation that

lays the foundation of research activities is contextual, covering social, political,

economic, ethnic and gender situations. Besides, researchers must also develop the

attitude of "conscientization" that is careful attitude in research activities, because

research activities can uncover ignorance and misunderstandings. Not all assumptions and

theories contain truth so that in the process of research activities can be achieved new

insight in the form of a certain way of thinking.

E. Approach method

The approach used in this research is socio legal research, because to know the

overall picture of reconstruction of environmental management in PLTU development in

Batang district. ”... Legal studies as a law in action are non-doctrinal and empirical social

sciences studies. In social studies, the law was not conceptualed as a self-sufficient

normative (autonomous) symptom, but as a socially associated social institution with

other social variables.

F. Results of research and discussion

Batang District, located at 60 51 ' 46 to 70 11 ' 47 south latitude and between 109

0 40 ' 19 to 1100 03 ' 06 East longitude on the north coast of Central Java and is on the

main line that connects Jakarta – Surabaya. Total area 78,864.16 Ha. The boundaries of

its territory is north of the Java Sea, east of Kendal District, south of Wonosobo Regency

and Banjarnegara Regency, west of the city and Kabupaten Pekalongan. The position

Page 23: RINGKASAN DESERTASI

xxxii

placed Batang District, primarily the capital of the government in the North Java

economic route. The flow of transportation and high mobility on the Pantura line provides

the possibility of Batang Regency developing quite a prospective sector of transit and

transport services.

1. The CSR Program of PT. Bhimasena Power Indonesia is quite a lot, including:

1. Economic development program, namely:

1. Joint Venture Group Development

2. Development of microfinance institutions

3. Temporary employment creation

4. Social compensation

5. Substitute Land

6. Creation of new entrepreneurship

2. Support Improvement of health quality: Posyandu Program support, strengthening the

institutional health of the village, support for environmental health enhancement and

health care campaign

3. Education Quality Improvement Support: Adiwiyata School support, literacy

enhancement, and school development Program

4. Support Program of social, cultural and environmental activities: environmental

hygiene. Ecosystem restoration, garbage management, and social programs.

Based on research and interview results, with the affected residents, for the

CSR Group joint venture today many are already not running, but so for cooperatives

keep the loan still there even though not maximal. At the end Negoro making crackers

Usek also still running, but so for the other many who have not walked. For CSR the

field of education and health is still running well. And now for fishermen in the village

of Negoro and surrounding ends also quite a lot of working in the PLTU, although

only a rude force. Nevertheless, the village of East Roban can be said to all its citizens

still as a fisherman (Cantrang) to depart from Dawn back in the afternoon around

13.00. So that the condition of society affected is different condition.

While this difficulty in the research is still there when the author entered a

research permit to PT. Bhimasena Power Indonesia, representatives who are in Batang

to conduct interviews, so far has not been done. This is because the development

process is still running and the party of PT. Bhimasena has not been able to do

research. This is conveyed by the party appointed by the representative office of PT.

Bhimasena Power Indonesia in Batang. Furthermore, for people who refuse to sell

their land for PLTU, also closed to provide information.

The construction of Tenag Uap power plant in Batang Regency, making

farmers and fishermen lose their livelihood, although it has been compensated for land

area of 70 Ha, but the land is not productive, is dry land and only suitable for planting

polowijo, and can not be used for planting rice. It is not all farmers want to fit in the

cultivation, so that many people lose their livelihood as farmers. In interviews with the

chairman and Go Green members (NGO) who follow and accompany the citizens

impacted, that by the development of steam power plant in Batang District, for farmers

do not add kesejahterahannya, but instead make them fall poor. This is because their

Page 24: RINGKASAN DESERTASI

xvxxiii

job as a farmer, including a husbandmen farmer can not work anymore as a farmer.

Money for the compensation that has been received after depleted, then no more

income, because the land for farming is not there. Thus some of them are wandering

out of the city to mencukup the needs of his life.

An interview with one of the respondents, that the farm's substitute land was far

from the domicile of the affected citizen, although initially facilitated the car to

transport, but the affected citizen still did not want to scratch the substitute land (few

farmers were working). The right to use agriculture for farming. From the dry land,

there is a place that can be used for planting but only a few. While the car transport

farmer to the land of replacement (car Grandmax) diverted function with the village

for ambulance. As for the farmer and the people who use the farm farms (rice fields)

for their life now they have no farmland planted anymore and difficulty to find a job.

When they work in the PLTU will also take turns with the other residents, so quite a

lot of feeddown. Whereas by birth many houses that were not good now have been

good, but they are because it sells land assets/fields not from the results of their work.

So the fore local government should be involved to create a Kesejahterahan concept

for affected citizens.

Meanwhile, in interviews with some fishermen in the village of East Roban, it

can be known that their income was about 150 fishermen now after the presence of

PLTU revenue is reduced. This is because the fishermen can not find fish in the place

around the PLTU, because there are many kinds of artificial coral reefs that exist

surrounding the PLTU. So that fishermen are now looking for it further (meaning solar

as a fuel boat) also more and its income in the farther place is not as much in place

around the PLTU. And fishermen in the East Roban village also requested a boat

machine in their language name (Dumpeng) to PT. Bhimasena Power Indonesia, but

not yet fulfilled.

Based on this, the author will analyze the problem first: the development of

steam power plants in Batang Regency is not based on the value of justice, see some

concepts of Islamic justice as mentioned above, the development of steam power in

Batang district, not based on the values of justice. This is because people are affected,

especially those who have land for the location of PLTU not all willing to sell the land

to PT. Bhimasena Power Indonesia, the second also in the soil compensation, the price

varies, this is what triggers the injustice, so that among the people who sell the land

want the same ground price. Then the existence of the steam power plant development

in Batang district, according to the results of interviews with the head of Go Green is

actually not urgent necessary, considering in Central Java electricity has been surplus

40% (forty procents). The fact that electricity in Central Java is sufficient for the

community. The development of PLTU in Batang Regency will be paired with the

values of Pancasila, especially please to the two: the fair and civilized humanity and

the fifth social justice for the whole people of Indonesia. Fair is something very easy to

say but difficult to do, because it must commit to make it happen. In this case the

development of PLTU, a legally fair positive yet unfair of what the perceived

community is affected. This is what makes the construction of PLTU to be stuck to the

Page 25: RINGKASAN DESERTASI

xxxiv

present. Community pros and cons in handling PLTU development, making the

counter party, even to date based on the research to the respondent, still hopes to be

canceled the construction of its PLTU.

Pancasila is the life view of Indonesia, and is the source of all legal resources.

Sila in Pancasila is a unified and intact unity. Similarly, the justice of Pancasila from

the first sila the almighty Godhead, please both the humanity of the just and the

civilized, please the third unity of Indonesia, please the fourth of the people who are

led by wisdom in the vicarious policy and the fifth social justice for all Indonesians is

a system of philosophy that is full of values of fairness and moral.

Please social justice when returned to the foundation of Kerokhanian namely

the monodualist human nature that is a dynamic balance. Consequently the

consequence of individual interests (special interests) and public interest must be in a

dynamic balance, which must match the circumstances, timing and development of the

Times... It can be concluded that "his own special interest in the essence is not at all

submitted to individual self-awareness based on the principle of his own power or

otherwise held entirely by the state, but the state maintains both the public interest and

the interests of the individual citizen, which is in the principle of being the sole

proprietorship himself. Countries provide opportunities and provide the most

appropriate assistance to individuals. Either individually or together to strive for

themselves to fulfill their own desires, needs and interests.

Based on the analysis of the research, the development of steam power plant in

Batang District, has not reflected the values of justice that lives in the community. This

can be analyzed by the theory of Islamic justice. That just is to give each person what

is his or her right. In the construction of the steam tank power plant in Batang district,

still about 10% of land that is not sold to BPI then the government deposited money

through the court, for the payment of land compensation. The severity of the rejection

made by residents around the PLTU, made the construction of the PLTU neglected

several years. People around fear of losing their livelihood as farmers and fishermen.

Fear of residents around making resistance to rejection, even sesame citizens who are

pros and cons themselves they do not greet each other. And when the Pro party has a

hajatan, the counter party does not fulfill the invitation. For example, the conjunction

and circumcision even though they will not attend the invitation. Fellow siblings are

hostile to each other. Even the violent elements of fellow citizens and apparatus often

occur. Such gripping conditions, occurring almost five years. The dynamics of the

development of steam power in Batang District, in addition to social dynamics, also

the replacement of agricultural land from Bhimasena Power Indonesia (BPI) to the

affected citizens, especially the villagers Ponowareng, Karanggeneng, and the Negoro.

However, the land change in Segayung village is not as expected by the farmer,

because of the dry species, so it can not be used for planting rice. Dry land can only

plant Palawijo, for example Peanut. With unproductive land to plant rice, there are few

farmers who want to manage/plant Palawijo in the land. The difficulty of water in the

field was clearly visible, that the irrigation used for the land water seemed dry. From

the perspective of Islamic justice theory. The construction of a steam power plant in

Page 26: RINGKASAN DESERTASI

xxxxv

Batang district has not been reflected by the side of its justice. The first is fair,

requiring each party to accept what has become an agreement. The conflict between

the affected citizens, although the pros and cons to the development of the PLTU in

Batang, but not a few parties that counter oppose to the present. There is even a

counter-party still hopes that the steam power plant development in Batang district was

held. Even citizens who do not want to sell their land to the BPI until the time of

program still remain to not take his money at the District Court of Batang.

Nevertheless, in the research on the results of interviews with residents who

cons and NGO Go Green, it can be known that the life of residents around the PLTU

who used to be farmers and farmers, the life now is not the same as when still get the

money damages development of steam power generation, because they now have no

money that can live their lives anymore. While the citizens who are fishermen, around

the affected communities, even from Roban now have begun to worry, how they later

in search of fish in the sea. The fish and other marine creatures will be able to survive,

associated with the PLTU. According to Go Green when it is operational PLTU in

Batang, certain fish and other marine biota will be destroyed, including the coral reefs

that are protected area in the area of the Negoro. Given that the environment is an

absolute necessity for the life of living beings on Earth, it is necessary for protection

for the environment to be undamaged or polluted. Why the environment should be

protected is a fundamental question and not easy to answer. The question of why the

environment should be protected is a question concerning the purpose of human

civilization on Earth.

Investment in any form should still prioritize environmental sustainability in

the sense of maintaining the availability of natural resources, especially natural

resources that are not renewable. This is a must that can not be asked again, given the

importance of natural resources that can not be haraam in sustaining the survival of

human beings. The construction of steam power plant in Batang, obviously damaging

the existing ecosystem, including marine biota such as fish, and the coral reefs on the

edge of the Negoro beach is certainly destroyed. In the theory of Islamic justice,

affirmed that man as leader on Earth must maintain the environment with the most,

must not damage nature, natural karema is intended to fulfill all needs of human

beings. Natural resources are assets for people in their lives. For that man should be as

effective as possible in using existing natural resources. The perspective of injustice in

the Islamic viewpoint in the construction of steam power plants in Batang District, the

first:

1. Loss of land and livelihoods of farmers and farmers around the location/citizen who

impacts

2. Change of land damages that vary from from 30,000, 100,000, to 400,000.

3. Threatened by the livelihoods of fishermen, because when the PLTU operates the

marine biota will perish also

4. Prolonged social problems

Page 27: RINGKASAN DESERTASI

xxxvi

The Land liberation stage according to Mr. Anton, activist of Edge Negoro village

There are three phases:

A. Calo (who buying PT. BPI but before the official price is announced

B. After the official price is announced 100,000/M2 with tax

C. After no one sells the land, people outside PT. BPI bought with the price of Rp.

400,000 without tax, and PT. BPI clarifying never buy land at the price of Rp. 400,000

M2. While related CSR is a lot, but still less effective, eg KUB, catfish, make cake,

make crackers Usek and so on. Hopefully, the proposal of life skills of the citizens

affected, not from PT. Bhimasena Power Indonesia, so the fore for the survival of

farmers and fishermen need local government involvement in making the concept of

Kesejahterahan for the affected citizens.

Then from the justice side Pancasila, where Pancasila strongly respects the individual

justice and social justice. The rights of individuals in the law state of Pancasila gained

an important place. Due process of law, where all governmental actions must be based

on the law (law). This is a fundamental difference between the Pancasila ideology

which is an open ideology with a closed ideology. In the open ideology all rights of

individuals and communal rights recognized the existence. But in closed ideology,

only communal rights are the ones that get places. This is comprehensive in the sense

and meaning of ideology Pancasila, which in the Sila-please Pancasila there are values

of justice that are realized in the daily life of the Indonesian nation. Pancasila

demands, for each person to be given their own rights, thus the right of the individual

is also protected by the value of the Pancasila justice. So that the government itself can

not be arbitrary in its policy to the community. Because in the state of law Pancasila

the rights of individuals are highly esteemed.

The concept of a just and civilized humanity, containing the meaning that the

Indonesian man should be fair in everything, this is the consequence of the

significance that the value of the fair and civilized humanity is also implemented by

the Republic of Indonesia. So that the country in any policy should base on the values

of Pancasila. Pancasila's justice requires that all parties must be agreed in various

activities concerning the rights and obligations. Included in the construction of steam

power plant in Batang district.

From the interview with head of Go Green, it can be noted that the

development of PLTU in Batang District does not reflect the sense of justice of the

surrounding community (citizens affected) because indeed the life of the community is

not better than before. Even tend to be poor because it can not be a farm worker/also

enjoy the harvest for those who have rice fields. So until now, although there are

already compensation from PT Bhimasena Power Indonesia, but the land provided is

not available for planting rice. The land is only suitable for palowijo. So that not many

farmers are affected by the processing of the land of such substitutes. From the process

of land acquisition, the price per meter vary and with the willingness of citizens who

do not want to sell their land, to the process of consignment, and the dynamics of the

development of steam power project with coal fuel, can be found in conclusion that the

construction of steam power plant in Batang District does not match the values of Islan

Page 28: RINGKASAN DESERTASI

justice and the values of Pancasila. This we can see when the impartiality of will or

willingness in this case PT. Bhimasena Power Indonesia to create a steam power

project that had got a hard rejection of the local people, then this is not in accordance

with the values of Islamic justice. Where Islam is very respectful of the individual

rights of citizens. Then if the rights were assumed in the Islamic Review and the

Constitution 1945, it is interesting that between the two is not contradictory.

Actually the story of society that exists steam power plant development is not

much different from each other. A clear fisherman's life to find fish is not to be done

around the PLTU, so they (the fishermen) have to find fish somewhere a bit far from

the PLTU location. Then the diversity of hayatipun, especially coral reefs will not be

preserved. The construction of a steam power plant with coal fuels (although relatively

inexpensive) but not environmentally friendly, even negatively impacts human health.

The investment and economic factors in the development of steam power plants

(PLTU) are also main reasons other than factors to the people's welfare. But

Kesejahterahan community, do not have to be paid expensive with the negative impact

of coal burn to operate PLTU. Kesejahterahan Community is obliged to strive but in

order to achieve the success, must be sought with sustainable development. Where in

sustainable development, people can enjoy it both now and in the future. So also the

diversity of life should be able to be enjoyed generations to come. Thus

Kesejahterahan society is directly proportional to the right to good and healthy living

environment.

The perception of citizens was affected, comparing the steam power plant

project in some areas, such as Cirebon, Cilacap, Rembang, Paiton, and others. Where

the life of farmers and fishermen can not be as before. Fishermen are getting farther

and harder to find fish. And according to one of the fishermen in the Reban, they had

difficulty finding the fish around the PLTU, because of course it would die. However,

the struggle for fish, will still be implemented, although the place to find it is very far.

In addition to the affected residents in the village Ponowareng, Karanggeneng village,

and Ujungnegoro village, also whose territory close to the development of steam

power plant, is the village Roban, the majority of villagers Roban is farming and

fishermen. Usually fishermen have inherited talent as a fisherman. One of the

fishermen of Roban village is Mr. Bismo, Mr. Bismo does the job as a fisherman has

been a long time since childhood, his parents are also the fisherman Pak MUI, the Big

family Pak Mui with his children hang the life of fishermen. Mr. Mui had 4 children,

of whom both his sons were all fishermen. Those in search of fish should place very

far, from the location of PLTU, of course the FUEL for the boat is also more and more.

But they are now resigned because the construction of the PLTU is already running.

During the construction of the steam power plant, fishermen in east Roban his income

is increasingly reduced and the mileage farther away. This is one of the impacts of the

development of the steam power plant, where fish cannot survive after the work of the

PLTU machine. And there are many more family fishermen in Roban village that will

be difficult to have related livelihoods as fishermen. This means that one of the local

xxxvii

Page 29: RINGKASAN DESERTASI

xxxxviii

wisdom of fishermen Berlahan-lahan will be shifted, with the presence of steam power

plant that will supply the electricity of Java and Bali.

G. RECONSTRUCTION ACT NO. 32 YEAR 2009 ON ENVIRONMENTAL

BEFORE REKONSRUKSI AFTER

RECONSTRUCTION

SESUDAH REKONSTRUKSI

Pasal 2

Environmental protection and

management are implemented on the

basis of:

A. State responsibilities;

B. preservation and sustainability;

C. harmony and balance;

D. Alignment;

E. Benefits; F. Prudence;

G. Justice;

H. Ecoregion;

I. Biodiversity;

J. Polluters pay;

K. Participatory;

L. Local wisdom;

M. Good governance

Pasal 2

Environmental protection and

management are implemented on the

basis of:

A. State responsibilities;

B. conservation and sustainability;

C. harmony and balance;

D. Alignment;

E. Benefits;

F. Prudence;

G. Justice;

H. Ecoregion;

I. Biodiversity;

J. Polluters pay;

K. Participatory;

L. Local wisdom;

M. Good governance

N. Regional autonomy O. Land utilization

Pasal 3

Environmental protection and

Management aims

A. Protecting the territory of the unitary

Republic of Indonesia from pollution

and/or environmental damage

B. Ensure safety, health, and human life

C. Ensure the survival of living creatures

and the sustainability of ecosystems

D. Preserve environmental function

E. Achieving harmony, harmony, and

environmental balance

F. Ensuring the fulfillment of justice of

Pasal 3

Environmental protection and governance

aims

A. Protecting the territory of the unitary

Republic of Indonesia from pollution

and/or environmental damage

B. Ensure safety, health, and human life

C. Ensure the survival of living creatures

and the sustainability of ecosystems

D. Preserve environmental function

E. Achieving harmony, harmony, and

environmental balance

F. Ensuring the fulfillment of justice of

Page 30: RINGKASAN DESERTASI

xxxxix

the present and future generations

G. ensure compliance and

H. Protection of the rights of life as a part

of human rights controlling the utilization

of natural resources simply

I. Creating sustainable development

J. Anticipating global issues

the present and future generations

G. ensure compliance and

H. Protection of the rights of life as a part

of human rights controlling the

utilization of natural resources simply

I. Creating sustainable development

J. Anticipating global issues

K. Rehabilitate social due to

environmental pollution

Pasal 4

Environmental protection and

management include:

A. Planning

B. Utilization of

C. Control

D. Maintenance

E. Supervision

F. Law enforcement

G. Justice

Pasal 4

Environmental protection and

management include:

A. Planning

B. Land utilization of State

C. Control

D. Maintenance

E. Supervision

F. Law enforcement

G. Justice

H. Social rehabilitation impacts

environmental pollution

H. Simpulan and advice

1. Simpulan

a. The development of steam power Plant (PLTU) in Batang District, does not reflect

the sense of justice for the community, because many of the farmers who actually

do not want to sell their fields to PT. Bhimasena Power Indonesia. The lives of

farmers that they do have been since hereditary, so it is their skill to have rice

planting. When they do not have rice fields, almost they do not have a job

anymore, but some of the farmers and fishermen are also as workers (helpers) in

the PLTU. The majority of steam power areas are productive land. And when the

land liberation process of the obtained price is different. Since the beginning there

are 30,000 per M, 50,000 per M, 100,000 per M, even until there is a 400,000 per

M. Next when the rice field has been sold to PT Bhimasena then the farmers are

not able to plant anymore. Then the results of land sales are getting out longer, to

fulfill their lives, as well as buying cars, building houses and other necessities. So

that the life they did not prosper, but decreased Kesejahterannya.

Page 31: RINGKASAN DESERTASI

xl

b. The negative impact of the development of steam power plant in Batang District,

full of dynamics, since the socialization or construction process. In daily life if we

observe negative impacts that are pleasing to the development process of PLTU,

such as dust, transport density of trucks, cars and buses of PLTU officers to the

location of PLTU. Sound noise development process is also a social impact is

quite widespread, although the increasing increases, the interaction between

citizens around the impact of the pros and the cons in the construction of the

PLTU Batang District, at first very gripping, not mutually greet, even a fellow

brother or neighbor. But now the situation has begun to improve, although there

are still remnants of the dispute in the past. Even people have a celebration

(circumcision, marriage) will not be visited, if there is trouble building PLTU.

While related to the life of farmers who have not had more rice fields are also a lot

of life, because they do not have the skills to work in other professions.

c. Reconstruction of environment management in the development of PLTU based

on the value of justice is reconstructing article 2 into addition (Letter O. Land

Utilization) Article 3 become (letter K. Rehabilitate social due to environmental

pollution) and article 4 UU No. 32 year 2009 become (letter B. Land utilization

and letter H. Social rehabilitation impacts environmental pollution).

2. Suggestion

a. The Government and the House of Representatives need to complete article 2,

article 3, and article 4 of the LAW No. 32 year 2009 on protection and

management of the environment.

b. The government/Decision maker in the development of project Mega Lisrik Steam

Power Plant (PLTU) in Batang district, should observe the aspirations of masrakat

around affected, Rembug village and with religious figures, community leaders

and youth figures should be done before the development of PLTU, so do not

appear pro and cons in the development of PLTU, so the development of PLTU

Justice for affected citizens should be prioritized again for example CSR both in

labor and in other physical forms.

c. The impact of PLTU development, in Batang District, in addition to the physical

impact, such as the number of dust, noise, also transportation equipment bus and

car officers PT. Bhisemasena Power Indonesia. Also the social impact, where the

citizens are expected to become increasingly fluid social relations, so that there is

no tension or animosity among the citizens affected. In other words, public

relations can be back either as before the construction of the steam power Plant

(PLTU) in Batang district. The development of PLTU should prioritize human

health and environmental sustainability. So that the concept of sustainable

development can be felt benefits both for the present generation and future

generations. The absolute sustainable development must be built in the

development of steam power plant in Batang district to the survival of healthy and

dignified human beings. Human beings who are healthy and dignified.

Page 32: RINGKASAN DESERTASI

xli

I. Implications of dissertation studies

The development of the steam power Plant (PLTU) in Batang district based on

analysis is an activity that does not reflect a sense of fairness for the affected community

in particular, in this case farmers and residents around the impact. In addition to not

reflecting the sense of fairness also in the stages of development raises a variety of

physical and non physical impacts, including the widespread social impact to the affected

community. Physical impact, it is obvious that agricultural land for planting rice, no

longer exists, although the farmer affected by the farmers get compensated, but the

agricultural land is not able to be suitable for rice planting, only able to plant Palawijo. In

addition, the life of fishermen became less income because the capture was much reduced

after the PLTU. Then the non physical social impact, also still feels even though it is not

like the beginning of the development of PLTU, there is still a lot of disharmony in

society, related parties that support the PLTU project and which rejected it.

In any development, including the development of steam power Plant (PLTU)

should prioritize from the health side, because the development aims to be able to provide

kesejahterahan for humans, not vice versa. If the development makes the community

unprosperous and unhealthy, this should be reviewed in the implementation. Thus the

construction of steam power plants in Batang District should be comprehensive view

from various perspectives, in particular the negative impact should be suppressed as small

as possible, for it needs to be maximized social rehabilitation due to the development

impact of steam power plant. Furthermore, it should prioritize human health,

environmental sustainability, and natural resources, all of which are very beneficial for

human survival. People will be healthy when in a healthy environment, and humans will

be unhealthy when in an unhealthy environment, such as air pollution that pollutes the

surrounding environment.

Page 33: RINGKASAN DESERTASI

x

GLOSARIUM

Rekonstruksi : Upaya reorientasi dan reevaluasi serta

penyusunan kembali, nilai-nilai hukum,

sosiologis, politk, sosio filosofis dan sosio

cultural.

Pembangunan : Setiap upaya yang dikerjakan secara terencana

untuk setiap upaya yang dikerjakan secara

terencana untuk melaksanakan perubahan yang

memiliki tujuan utama untuk memperbaiki dan

menaikkan taraf hidup, kesejahterahan dan

kualitas manusia

PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Berbasis : Menjadikan sesuatu sebagai asas/dasar.

Nilai : Harga, kadar, mutu, sifat-sifat yang penting bagi

kemanusiaan, sifat atau kualitas dari sesuatu yang

bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir

maupun batin.

Keadilan : Kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai

sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang.

Nilai Keadilan : Sifat atau kualitas dari kondisi kebenaran ideal

secara moral mengenai sesuatu hal,baik yang

menyangkut benda maupun orang.

Page 34: RINGKASAN DESERTASI

DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN BAGAN

A. TABEL

TABEL 1 SUB-SUB SISTEM DENGAN FUNGSI PRIMERNYA…67

TABEL 2 PENELITIAN TERDAHULU .............................................. 80

TABEL 3 JUMLAH KECAMATAN DI KAB. BATANG .................. 170

TABEL 4 REKONSTRUKSI UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG

PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN

LINGKUNGAN HIDUP ..................................................... 312

B. GAMBAR

GAMBAR 1 PLTU BATU BARA KAB. BATANG JAWA TENGAH..141

GAMBAR 2 LOKASI PLTU KAB. BATANG ........................................ 144

GAMBAR 3 ENERGI MEKANIK MENJADI ENERGI LISTRIK ........ 152

GAMBAR 4 PROSES KERJA PLTU BATU BARA ............................... 156

GAMBAR 5 SIKLUS KERJA PLTU BATU BARA ............................... 158

C. BAGAN

BAGAN

1 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................. 73

BAGAN 2 STRUKTUR PROYEK PLTU KAB. BATANG JAWA

TENGAH ............................................................................ 143

xi