Ringkasan Buku Ilmu Pengetahuan Dan Tanggung Jawab Kita
description
Transcript of Ringkasan Buku Ilmu Pengetahuan Dan Tanggung Jawab Kita
ILMU PENGETAHUAN DAN TANGGUNG JAWAB KITAKarangan : Prof.Dr.A.G.M. van Melsen
Diterjemahkan oleh Dr. K .Bertens
Bab I
ILMU PENGETAHUAN DAN PERKEMBANGANNYA
1. Dari banyak menjadi Satu
Salah satu kesulitan terbesar adalah terjadinya keanekaragaman ilmu
pengetahuan itu.. Orang berkesan bahwa ilmu pengetahuan telah berkembang dari
keadaan bersatu menjadi banyak. Ilmu pengetahuan telah terbentuk dengan
timbulnya pandangan bahwa memang mungkinkan menemukan kesatuan dalam
banyak gejala yang berbeda-beda.. Dalam rangka pengertian itulah ilmu
pengetahuan timbul sebagai usaha untuk secara metodis dan sistematis mencari
asas-asas yang mengizinkan untuk memahami kesatuan dan perkaitan satu sama
lain antara banyak gejala itu.
Sejarah imu pengetahuan di kemudian hari memperlihatkan tendensi untuk
mencari asas-asas yang menjamin kesatuan. Banyak perkembangan penting yaitu
dengan menyusun teori-teori universal yang menggabungkan apa yang sebelumnya
dianggap wilayah-wilayah tersendiri.
2. Banyaknya ilmu
Adanya banyak ilmu sebetulnya tidak perlu mengganggu. Sekurang-
kurangnya tidak perlu bahwa adanya banyak ilmu bertentangan dengan tendensi
ilmu pengetahuan yang fundamental, yaitu mencari kesatuan.
. Ilmu-ilmu berbeda satu sama lain karena metode-metode sangat berlainan
untuk menyelidiki , melukiskan, dan mengerti ralitas Setiap ilmu mempunyai caranya
masing-masing untuk melakukan obsevasi dan eksperimen
. Setiap ilmu mempunyai tipe hipotesa dan tipe teori masing-masing. Dan
mempunyai bahasa deskriptif dan eksplanatoris masing-masing..
3. Hubungan antar ilmu pengatahuan dan masyarakat: dulu dan sekarang
Dahulu ilmu pengetahuan bertujuan memperingatkan manusia bahwa selain
makhluk alamiah – makhluk yang tersimpul dalam tata susunan alam – ia masih
merupakan sesuatu yang lain, yaitu makhluk yang mengetahui tentang dirinya dan
dengan demikian juga tentang perbedaannya dengan alam. Ilmu pengetahuan
bermaksud mendalami pengertian tentang diri manusia dan alam itu, supaya secara
rohani manusia dapat sampai pada inti dirinya.
Ilmu pengetahuan sekarang ini melayani kehidupan sehari-hari meliputi
segala aspeknya .Kegiatan ilmiah didasarka pada dua keykinan berikut ini :
a. segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah
b. semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan
4. Apa sebabnya kegunaan ilmu pengetahuan ditemukan
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan maupun untuk menguji pengetahuan
sangat diperlukan eksperimen,. karena eksperimen-eksperimen yang semakin
kompleks itu bukan saja diperlukan untuk tetap menguji pengetahuan baru,
melainkan juga untuk tetap menguji pengetahuan yang sudah diperoleh dulu dan
sudah disusun.
Perkembangan ilmu pengetahuan dari yang bersifat semata-mata rasional
menjadi ersifa rasional eksperimental yang telah mengakibatkan ditemukannya
kegunaan ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan segera mempengaruhi segala sektor
kemasyarakatan.
5. Sifat progresif ilmu pengetahuan dewasa ini
Saat ini ilmu pengetahuan telah menunjukkan sifat progresif yaitu
pengetahuan kita semakin tepat dan semakin mendalam, diduga adanya potensi-
potensi baru yang selalu harus diuji dulu.
6. Tempat “prima principia” dalam filsafat ilmu pengetahuan yang klasik
Ilmu pengetahuan telah memperlihatkan sifat progresif . Ilmu alam yang
pertama kali menunjukkan dan menyingkap aspek ini pada abad 17.
Jika dalam pandangan klasik dikatakan bahwa ilmu pengetahuan sudah rampung
pada prinsipnya, maka yang harus ditekankan adalah pada prinsipnya. Menurut
pendapat Yunani dan abad pertengahan, prima principia, prinsip-prinsip
fundamental dari ilmu pengetahuan terbuka bagi rasio. Kebenaran dari prisip-prinsip
itu harus dipastikan dulu, sebelum ilmu pengetahuan dimulai. Maka itu
mempraktekkan ilmu pengetahuan adalah menarik konsekuensi-konsekuensi logis
dari prima principia ini.
7. Kedudukan “prima principia” yang telah berubah
Aksioma-aksioma teori ilmu alam atau prima principia (prinsip-prinsip
pertama) yang digunakan untuk mengadakan deduksi, sekarang bukan merupakan
anggapan-anggapan yang sudah tersedia bila ilmu alam mulai.
Ada perbedaan radikal antara pandangan Aritotelian dan pandangan modern.
Yaitu bahwa prinsip-prinsip dasar itu sekali-sekali dapat ditentukan dengan hanya
memandang realitas secara rasional. Prinsip-prinsip itu harus ditemukan menurut
suatu prosedur yang sangat kompleks dimana bekerja sama observasi, induksi,
konstruksi teoritis, deduksi logis, dan pengujian eksperimental. Dan dengan cara itu
pun masih tetap ada kemungkinan untuk revisi terus-menerus.
8. Alasan mengapa timbulnya ilmu alam begitu lambat
Bila kita menginsafi betapa kompleksnya prosedur logis dalam membentuk
teori-teori ilmu alam, maka kita mengerti juga mengapa proses timbulnya tipe ilmu
pengetahuan ini makan waktu begitu lama. Alasannya karena teori ilmu alam
diperlukan terlebih dahulu untuk dapat memperoleh pandangan tepat tentang gejala-
gejala dan mengadakan eksperimen-eksperimen, dengan cara demikian rupa
sehingga pengetahuan diperluas. Tetapi teori itu sendiri harus bertumpu pada data-
data eksperimental.
9. Pembagian klasik dari ilmu pengetahuan
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan dalam ilmu-ilmu teoritis yang
diarahkan pada pengetahuan saja dan ilmu-ilmu praktis dimana pengetahuan
ditujukan pada prasis. Pembagian ilmu-ilmu praktis mengikuti sifat-sifat praksis yang
bersangkutan. Etika menyangkut tindakan yang tepat, poetika menyangkut produksi
yang tepat (membikin sesuatu dengan tepat) dan logika menyangkut argumentasi
yang tepat.
Ilmu-ilmu teoritis menyangkut cara memandang realitas. Ilmu alam
memandang realitas menurut aspek-aspeknya yang materialdan kualitatif.
Matematika atau ilmu pasti tidak memperhatikan aspek-aspek material serta
kualitatif, tetapi hanya memandang aspek-aspek kuantitatif. metafisika memandang
realitas menurut aspek-aspeknya yang paling umum dan fundamental, yaitu sejauh
realitas itu ada.
Seni dibadakan dari ilmu karena sifatnya kurang umum dan lebih terarah
pada pengalaman mengenai benda-benad atau keterampilan-keterampilan yang
tertentu.
10. Pembauran antara ilmu dan seni
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita saksikan terjadinya poses
universalisasi di mana semakin banyak bagian realitas terjangkau oleh metode
ilmiah. Proses universalisasi ini akhirnya berujung pada situasi yang serba biasa
bagi kita sekarang, yaitu keyakinan yang sudah disebut sebelumnya bahwa segala
sesuatu bisa menjadi menjadi obyek penelitian ilmiah.
Juga dipandang dari segi seni, proses ini berarti menghilangnya perbedaan
antara ilmu dan seni. Yang dulu merupakan ciri khas seni, yaitu bahwa pengetahuan
tertuju pada perbuatan, telah berpindah juga ke pengatahuan ilmiah. Boleh dicatat
lagi bahwa “scientifikasi” dari seni ini memperluas kemungkinan-kemungkinannya.
Karena itu terdapat keyakinan lain lagi, yaitu bahwa bukan saja segala sesuatu
dapat diselidiki secara ilmiah, melainkan juga perlu diselidiki secara ilmiah supaya
dikuasai secara teknis.
11. Sebab-musabab spesialisasi
Spesialisasi berkaitan dengan tipe-tipe ilmu pengetahuan yang berbeda-beda,
karena disusun atas sikap pemikiran yang berlainan. Adanya banyak teknik
eksperimental dan teoretis yang tidak mengijinkan untuk menguasai semua.
Spesialisasi harus timbul supaya tendensi ilmu pengetahuan yang
menguniversalisir serta menyatukan dapat diwujudkan dan supaya banyak gejala
yang beraneka ragam dapat disintetisir.
Bab II
KEANEKARAGAMAN ILMU PENGETAHUAN
1. Terpecahnya kesatuan
Dengan timbulnya ilmu alam modern , keadaan itu berubah. Ilmu alam baru
itu ternyata merupakan suatu tipe ilmu pengetahuan lai, daripada yang dikenal
orang selama itu. Tetapi mula-mula kesatuan ilmu pengetahuan dengan itu belum
terancam. Keadaan itu berubah ketika ilmu-ilmu lain yang mencapai
kematangannya: ilmu sejarah, ekonomi, sosiologi, psikologi, ilmu bahasa dan
sebagainya, terutama ketika ilmu-ilmu ini mulai menginsafi perbedaannya dengan
ilmu alam, bertambah pula metode-metodenya.
2. Alasan keanekaragaman ilmu pengetahuan
Ilmu-ilmu berbeda tidak terutama karena obyek material berbeda, tetapi
khususnya mereka berbeda menurut obyek formal. Setiap ilmu berusaha melukiskan
kenyataan dengan menggunakan konsep-konsep yang khas bagi ilmu bersangkutan
dan ia mencoba mengadakan relasi-relasi antara konsep-konsep yang sejenis dan
bertautan satu sama lain itu.
3. Ilmu alam
Ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan
kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang
langsung. Kita menggunakan istilah registrasi inderawi untuk menunjukkan bahwa
data-data inderawi harus dimengerti tepat menurut penampakannya.
Ciri ilmu alam adalah bahwa ia mengendalikan pada obyeknya suatu
determinisme, sedemikian rupa sehingga suatu aksi tertentu mutlak perlu
menampilkan reaksi tertentu.
Keeksakan ilmu alam berasal dari kenyataan bahwa dalam observasi-
observasinya secara prinsipial membatasi diri pada kawasan di mana isi konsep
dan isi observasi tetap berkaitan secara univok.
4. Ilmu sejarah
Ilmu yang menyangkut sejarah manusia, menyelidiki segala sesuatu sejauh
berhubungan dengan tindakan manusiawi itu. Perhatian ilmu sejarah khusus
diarahkan kepada perkembangan dari apa yang bersifat unik, di masa lampau
maupun di masa sekarang. Sejarah meliputi semua kejadian yang pernah
berlangsung sehingga tidak bisa mengadakan eksperimen-eksperimen.
Manusia adalah pelaku aktif dalam sejarah yang turut menentukan jalannya
sejarah dengan pertimbangan-pertimbangannya, tujuan-tujuannya, dan perbuatan-
perbuatannya sendiri.
5. Ilmu-ilmu manusia
Ilmu-ilmu manusia sering disebut ilmu tingkah laku (behavioral sciences) atau
ilmu-ilmu sosial. Ilmu manusia berusaha secara khusus menemukan aspek-aspek
yang dapat diulangi dan dalam hal ini ia kerap kali bekerja sama dengan ilmu-ilmu
alam yang tertentu.
Karena manusia sendiri termasuk obyek ilmu manusia, maka seperti halnya
juga dengan ilmu sejarah, ilmu manusia akan terbentur pada masalah obyektivitas
lebih tajam daripada ilmu alam.
6. Ilmu-ilmu non-empiris
ilmu-ilmu non empiris contohnya matematika (atau ilmu pasti) dan filsafat.
Kedua ilmu itu menduduki tempat yang khusus dalam pembagian ilmu pengetahuan.
7. Matematika
Matematika atau ilmu pasti cocok sekali untuk memperlihatkan bagaimana
suatu ilmu non empiris, namun dengan caranya sendiri terikat juga dengan
pengalaman inderawi. Obyek pertama bagi studi matematika adalah aspek-aspek
realitas yang dapat diulangi dan dimensi-dimensi realitas yang masing-masing
disebut aspek-aspek non-kontinu dan aspek-aspek kuantitatif kontinu dari realitas.
Matematika modern bersifat lebih abstrak dan telah melepaskan diri
seluruhnya dari pengalaman konkrit, maka kegunaanya untuk ilmu-ilmu lain
bertambah besar. Alasannya karena matematika modern itu menyediakan bagi ilmu-
ilmu lain beracam-macam struktur formal yang bukan saja struktur-struktur yang
terdapat dalam pengalaman langsung.
8. Filsafat
Filsafat juga merupakan suatu ilmu non-empiris, meskipun berbeda dengan
matematika. Tetapi di sini berlaku juga, walaupun filsafat bukan suatu ilmu empiris,
tetapi filsafat tetap bertumpu pada pengalaman- pengalaman.
Bab III
ILMU-ILMU TEORITIS DAN ILMU-ILMU PRAKTIS
1. Pendahuluan
Biarpun perbedaan antara ilmu-ilmu teoritis dan praktis masih tetap aktual,
namun karena perkembangan ilmu pengetahuan pembedaan itu kini tidak begitu
tajam. Alasannya karena banyak ilmu teoritis memerlukan eksperimen untuk tujuan
langsung mereka (yaitu memperoleh pengetahuan) dan karena itu mendapat suatu
segi praktis. Di satu pihak kemingkinan-kemungkinan ilmu pengetahuan bertambah
besar pula kemungkinan-kemungkinan penerapannya, sedang di lain pihak rupanya
terjadi kesenjangan semakin lebar antara problem praktis yang perlu dicari
pemecahannya.
2. Penisbian terhadap pembedaan klasik antara ilmu-ilmu teoritis dan ilmu-ilmu
praktis
Alasan sebenarnya mengapa perbedaan antara ilmu pengetahuan teroritis
dan ilmu pengetahuan praktis begitu dinisbikan terletak dalam pengalaman bahwa
penelitian ilmiah murni yang diadakan semata-mata untuk menambah pengetahuan,
lambat laun menghantar kita kepada penerapan-penerapan praktis yang lebih luas
dan lebih berdampak daripada penelitian yang langsung ditujukan kepada
penerapan.
Pembedaan antara ilmu pengetahuan teoritis dan ilmu pengetahuan praktis
(dalam arti: ilmu pengetahuan murni dan ilmu pengetahuan terapan) tidak
ditiadakan, keran perlu lagi suatu usaha terarah tersendiri untuk memanfaatkan
kemungkinan-kemungkinan baru dalam teknologi. Penemuan ilmiah yang tertuju
pada produksi berlainan dengan penemuan ilmiah guna memperkaya pengetahuan.
3. Perbedaan antara ilmu pengetahuan teoritis dan ilmu pengetahuan praktis
menurut bentuknya sekarang ini.
Perbedaan antara ilmu pengetahuan teoritis dengan ilmu pengetahuan praktis
adalah pertama: terdapat sekelompok ilmu-ilmu teoritis yang dalam penelitiannya
terpimpin oleh permasalahannya sendiri dan tidak oleh penerapan-penerapan
praktis yang mungkin ada. Dipandang dari segi kebutuhan-kebutuhan praksis ilmu
ini hanya “kebetulan” mempunyai relevansi.
Kedua: sekelompok ilmu yang sengaja bertolak dari kebutuhan-kebutuhan
praksis dengan maksud eksplisit mencari pemecahan bagi masalah-masalah itu.
Karena realitas bersifat konkrit dan demikian juga kebutuhan-kebutuhannya, maka
ilmu-ilmu praktis itu tidak akan berbeda menurut pelbagai cara pendekatan abstrak.
Ilmu-ilmu praktis itu tidak sejalan dengan ilmu-ilmu teoritis yang sepadan
dengannya.
4. Ilmu-ilmu multidisipliner, interdisipliner, dan monodisipliner
ilmu-ilmu praktis dapat dipertentangkan dengan ilmu-ilmu teoritis sebagai
ilmu-ilmu multidisipliner terhadap ilmu-ilmu monodisipliner. Istilah multidisipliner lebih
sering digunakan daripada istilah interdisipliner, karena pada kenyataannya
berlangsung adalah kerja sama antara disiplin-disiplin ilmu yang tetap berdiri sendiri.
Istilah “interdisipliner” nampaknya lebih tepat, jika yang terlibat adalah teori-teori
yang mampu memecahkan problem-problem yang fundamental dari ilmu-ilmu yang
sangat berbeda.
5. Kebertautan teori dan praksis berlaku umum
Semua ilmu ditandai kebertautan teori dan praksis, maka untuk kebanyakan
ilmu tingkah laku akan menjawab masalah ini dengan afirmatif. Baik psikologi yang
lebih mempelajari tingkah laku perorangan maupun sosiologi yang menyelidi0ki
tingkah laku dalam kelompok, kedua-duanya bersifat teoritis maupun praktis. Hal ini
sama berlaku untuk ekonomi.Pendekatan integral multidisipliner yang dituntut prksis
untuk dapat menangani kebutuhan-kebutuhan konkrit yang mendesak maka
haruslah ada sesuatu yang mengakibatkan terjadinya integrasi. Pada kenyataannya
integrasi adalah ilmu yang paling kuat yang menentukan pertimbangan-
pertimbangan teknologis dan ekonomis.
6. Ciri-ciri yang menandai semua ilmu
Pertama: bahwa ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang
secara logis koheren.
Kedua: bahwa ilmu pengetahuan harus tanpa pamrih.
Ketiga: universalitas ilmu pengetahuan.
Keempat: obyektivitas serta intersubyektivitas.
Kelima: dapat diverifikasi dan dapat dikomunikasikan.
Yang terakhir bersifat progresif dan dapat digunakan.
Bab IV
TANGGUNG JAWAB
1. Tanggung jawab dan kausalitas
Menjadi ilmu pengetahuan teoritis-praktis bertanggung jawab atas perubahan-
perubahan sosial yang telah berlangsung dalam zaman baru. Tetapi jarang
dikatakan tentang arti kata tanggung jawab ini. tanggung jawab mungkin diartikan
sebagai kata searti untuk penyebab, namun demikian dengan itu suatu arti kata
halus akan hilang. Bertanggung jawab atas memang menunjukkan suatu kausalitas.
Tetapi isi kata “bertanggung jawab” berarti subyek yang menyebabkan dan harus
menjawab.
Ilmu pengetahuan harus bertanggung jawab terhadap perubahan-peubahan
sosial, artinya ilmu pengetahuan yang menyebabkan perubahan-perubahan itu dan
ilmu pengetahuan bertanggung jawab atas yang terjadi selanjutnya.
2. Tanggung jawab yang semakin besar
Karena tanggung jawab di kemudian hari berasal dari tanggung jawab yang
dialami di permulaan, tidak mengherankan bahwa konsepsi-konsepsi asli tetap
bernilai, sekalipun perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung sangat berbeda
dengan yang diharapkan.
Pada tahap ini tanggung jawab kita hanya menyangkut pengetahuan yang sebaik
mungkin tentang kekuatan-kekuatan, potensi-potensi, dan struktur-struktur
bersangkutan, karena pengetahuan itu merupakan prasyarat untuk dapat menguasai
kekuatan-kekuatan tersebut. Dan sejak tampaknya sebagai kemungkinan,
penguasaan itu termasuk juga tanggung jawab manusia.
3. Keinsafan etis dan kewajiban etis
Batas tanggung jawab manusia yaitu tahap natural dan kodrat manusia. Ia
juga bertanggung jawab atas kenyataan bahwa ia memikul tanggung jawab. Ia tidak
menciptakan tanggung jawab, tetapi membacanya. Membacanya bagaimana? Di
sini satu-satunya jawaban adalah: ia membaca tanggung jawabnya pada kodratnya
sebagai manusia, artinya sebagai makhluk dimana – sejauh mungkin – meterialitas
tunduk pada roh. Sejauh mungkin, kami katakan, karena, kalau mustahil tentu tidak
ada tanggung jawab, sebab itu tidak ada kewajiban etis. Tetapi yang menarik ialah –
dan itu sangat penting bagi tema kita di sini – bahwa keinsafan etis manusia selalu
lebih luas jangkauannya daripada yang dirasakannya sebagai kewajiban etis.
Kewajiban etis selalu menyadari adanya ketegangan antara yang seharusnya ada
dengan kenyataan yang ada.
4. Lingkaran setan yang menandai etika
Pada dasarnya lingkaran setan yang dimaksud artinya adanya pertautan
antara filsafat yang berusaha menjawab pertanyaan siapa dan apa manusia itu dan
etika yang berusaha menterjemahkan jawaban itu ke dalam suatu sikap hidup dan
praksis dimana manusia sungguh-sungguh menjadi siapa dan apa adanya.
5. Masalah prioritas
a. Ilmu pengetahuan murni versus ilmu pengetahuan terapan
Masalah prioritas sudah mulai dengan pertanyaan apa yang harus diutamakan, ilmu
pengetahuan murni atau ilmu pengetahuan terapan? Walaupun kita mudah
cenderung mementingkan kebutuhan-kebutuhan konkrit dalam menentukan prioritas
namun sering kali ilmu pengetahuan murni membawa kita pada pemecahan-
pemecahan yang jauh melebihi penelitian yang berorientasi praktis.
b. Ilmu alam versus ilmu manusia
Ilmu pengetahuan jenis mana yang lebuh penting, Ilmu alam atau ilmu manusia .
Bila pentingnya ilmu-ilmu manusia – karena alasan obyeknya – dijunjung lebih tinggi
daripada ilmu-ilmu alam atau juga karena alasan-alasan yang berasal dari praksis
orang menganggap urgensi ilmu-ilmu manusia lebih besar, maka masih tetap benar
bahwa belum tentu suatu kebijaksanaan dalam bidang ilmu pengetahuan harus
memprioritaskan ilmu manusia lebih dari ilmu alam.
c. Ilmu-ilmu refleksif versus ilmu-ilmu nonrefleksif
Pertanyaan mengenai prioritas antara ilmu positif ( ilmu- ilmu manusia, ilmu-
ilmu alam ) di satu pihak dan ilmu reflektif ( filsafat, etika ) di pihak lain.
Ada alasan untuk memberi prioritas kepada ilmu refleksi supaya mendapat
peluang untuk mengejar keterbelakangannya.
Bab V
BEBAS NILAI DALAM ILMU PENGETAHUAN
1. Duduknya persoalan
Dengan “bebas nilai” kita maksudkan suatu tuntutan yang diajukan kepada
setiap kegiatan ilmiah atas dasar hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ilmu pengetahuan bebas dari setiap perandaian. Tuntutan ini tidak mungkin mungkin
mutlak, karena jika demikian akan meniadakan dirinya sendiri.
Ketika kita menyelidiki perandaian-perandaian, ilmu penetahuan diedakan menjadi
ua prinsip yaitu prinsip konstitutif dan prinsip yang menyangkut isi. Suatu ilmu
merasa diri otonom , sekalipun ia tidak mendasari perandaian-perandaian sendiri,
tetapi mengambilnya dari suatu pengalaman lebih luas daripada bidang ilmiahnya
yang spesifik.
2. Kebebasan ilmu pengetahuan
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh membiarkan diri terpengaruh
oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan dapat diungkapkan pula
dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas.
Kebebasan untuk memilih selalu tinggal suatu faktor hakiki dalam kebebasan ilmu
pengetahuan. Tetapi kebebasan untuk memilih bukan factor terpenting, bukan hal
yang mutlak perlu untuk dapat menjalankan penentuan diri. Lagi pula, juga dalam
situasi-situasi yang krang ideal pilihan selalu akan ditujukan – kendati berdasarkan
alasan-alasan yang sepenuhnya tidak dimengerti – pada dugaan bahwa teori atau
terapi yang dipilih paling mendekati kebenaran atau efektivitas.
3. Kegiatan ilmiah dan nilai etisnya
Ilmu pengetahuan, yang tidak pernah bebas nilai sebab ia sendiri
mengejawantahkan suatu nilai etis, bertambah relevansi etisnya karena semakin
erat kaitannya dengan praksis.
4. Bebas nilai dan obyektivitas
Ilmu-ilmu pengetahuan sangat menekankan pada sifat bebas nilai dari ilmu
pengetahuan. Namun hal ini akan menimbulkan kesulitan-kesulitan. Salah satunya
adalah kesulitan pada ilmu-ilmu manusia yaitu secara khusus manusia terlibat dalam
ilmu-ilmu itu, sebagai subyek maupun sebagai obyek.
5. Beberapa distingsi mengenai nilai-nilai
Suatu distingsi yang penting dalam masalah bebas nilai ilmu pengetahuan
adalah distingsi antara pertimbangan nilai yang memerikan dan pertimbangan nilai
mengevaluasi.
Ilmu pengetahuan itu bebas nilai, Ilmu pengetahuan sedapat mungkin t
Npa prasangka apapun.
6. Praksis dan implikasi etisnya
Praktek ilmu manusia tidak pernah bisa bebas nilai sama sekali. Ilmu-ilmu
manusia boleh dan harus memanfaatkan sistem-sistem sosial yang berbeda-beda
bagi analisis teoritis mereka, tetapi itu lain daripada sengaja bereksperimentasi
dengan sistem-sistem yang dianggap kurang baik. Seorang ahli polemologi harus
mempelajari sebab musabab fenomen “perang” dengan menyelidki perang-perang
konkrit yang berlangsung di masa lampau dan sekarang. Tetapi sedapat mungkin ia
harus menggunakan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk memajukan
perdamaian duania. Dalam hal ini pertimbangan-pertimbangan nilai etis tidak dapat
dihindarkan.
7. Teori dan bebas nilai
. Perlunya pertimbangan-pertimbangan nilai etis hanya didasarkan atas
praksis yang menerapkan pengertian-pengertian teoritis. Sebab, sejak ilmu
pengetahuan ditandai pertautan antara teori dan praksis, maka apa yang berlaku
bagi praksis berlaku pula bagi teori, karena yang terakhir tidak dapat berkembang
tanpa prasis.
Ilmu manusia memandang manusia sebagaimana adanya demi terwujudnya
manusia sebagaimana seharusnya.
8. Etika dan ilmu-ilmu manusia
Hubungan antara ilmu dan etika begitu halus dan rumit, sehingga tidak
mungkin diungkapkan dengan perbandingan antara bagian dan keseluruhan. Mau
tidak mau ilmu-ilmu manusia harus menggunakan pertimbangan-pertimbangan nilai
etis. Prinsip-prinsip etis harus digunakannya untuk menentukan apakah nilai-nilai
lain bersifat baik atau tidak baik bagi manusia.
Bab VI
TUJUAN-TUJUAN ILMU PENGETAHUAN DAN PRAKSIS
1. Pergeseran ke arah praksis
Dalam konteks historis kita lihat terjadinya pergeseran: dari ilmu pengetahuan
sebagai theoria, demi pengetahuan, menuju ilmu pengetahuan sebagai praxis, demi
kegunaan bagi kehidupan. Memang benar, pergeseran itu telah berlangsung, tetapi
tidak boleh ditafsirkan secara mutlak.
2. Tujuan-tujuan praksis
Praksis pertama-tama tertuju pada keperluan manusia untuk
mempertahankan hidupnya dan pada keinginan untuk meningkatkan kemungkinan-
kemungkinan yang disajikan hidup ini. ditinjau dari segi historis ada dua faktor yang
sangat memperluas tujuan-tujuan “natural” ini. Pertama: ternyata ilmu pengetahuan
bisa berguna untuk praksis dan menambah kemungkinan-kemungkinannya dengan
cara tak terduga. Kedua: tradisi Yunani-Kristiani yang minta perhatian untuk sesama
yang menderita, untuk manusia yang tidak berdaya dan juga tidak berhak atas
bantuan, karena tidak sanggup menyumbangkan sesuatu kepada masyarakat yang
dapat menjadi dasar bagi haknya.
3. Ketidakdewasaan manusia
Kedewasaan manusia dapat kita ukur dengan tolok ukur intern. Seorang
manusia dewasa harus dapat berbicara dengan pengetahuan matang tentang
realitas, harus sanggup berbicara atas namanya sendiri, artinya ia harus mengenal
dirinya sendiri serta motif-motifnya dan dengan demikian sungguh-sungguh bebas.
Kalau dipandang demikian tidak ada orang yang betul-betul dewasa, pun tidak
mereka yang secara tradisional disebut dewasa, termasuk juga elit di antara mereka.
4. Etos intrinsik dari teknologi
Dalam perspektif yang dilukiskan tentang tujuan praksis sebagai keseluruhan
tampak sebagai pelayanan manusia kepada manusia, guna menciptakan bagi
semua orang peluang seluas mungkin untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Nyatalah kiranya bahwa hal yang saman merupakan juga “etos” intrinsik dari
teknologi. Menurut kodratnya sendiri teknologi bertujuan membebaskan manusia
dari urusan-urusan materialnya dan dalam hal ini memang semakin berhasil.
Manusia akan menggunakan teknologi pertama-tama untuk membantu
mereka yang masih membutuhkan pertolongan. Tetapi sesudah itu manusia akan
memakai teknologi dalam suatu perspektif jauh lebih luas yang dibuka oleh
perkembangan kemungkinan-kemungkinan manusiawi, yaitu manusia akan
mengejar suatu kedewasaan dalam arti yang sebenarnya, suatu keadaan di mana ia
telah menjadi manusia seutuhnya.
5. Ilmu pengetahuan sebagai tujuan
Ilmu pengetahuan bukan saja sarana tetapi juga tujuan. Ilmu pengetahuan
bukan saja sekedar sarana untuk mencapai perkembangan manusia yang lebih
utuh. Ilmu pengetahuan merupakan juga sebagian dari perkembangan manusia itu.
Ilmu pengetahuan merupakan juga hasil perkembangan manusia.
6. Pergeseran-pergeseran dari keniscayaan ke kebebasan
Tujuan-tujuan ilmu pengetahuan di satu pihak ditandai dengan sesuatu yang
tidak terikat dengan waktu, tapi di pihak lain memperihatkan bermacam-macam
pergeseran. Pada mulanya kegiatan ilmiah nampak sebagai “luks”. “Luks” karena
kegiatan ilmiah itu dimungkinkan berkat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup
yang telah terjamin, dan “luks” lagi, karena kegiatan ilmiah tidak menyumbangkan
sesuatupun kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu. Kini kegiatan ilmiah
mutlak perlu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari untuk
mencapai taraf yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena pergeseran.
7. Konsekuensi-kosekuensi untuk menentukan prioritas
Karena ilmu pengetahuan bukan hanya sebagai sarana tetapi juga tujuan,
dapat ditarik suatu kesimpulan penting tentang hal menentukan prioritas. Yang kami
maksudkan di sini bukan prioritas di dalam wilayah ilmu pengetahuan – entah ilmu
pengetahuan teoritis maupun praktis – melainkan prioritas yang harus diberikan
kepada kegiatan ilmiah pada umumnya.
Ilmu pengetahuan menurut hakekatnya dan strukturnya sebagai ilmu
pengetahuan yang bersifat abstrak dan terspesialisasi , sedang realitas beserta
problem-problemnya bersifat konkrit dan menerobos semua spesialisme.
Bab VII
KERJA SAMA ANTARA ILMU-ILMU
1. Masa depan yang tidak diketahui
Kita menyadari bahwa tanggung jawab ilmu pengetahuan untuk semua
manusia. Dan kita juga harus berusaha sebaik mungkin melihat ke depan, walaupun
kita tidak bisa memaksakan jalannya kejadian-kejadian yang akan datang. Dalam
pada itu masa depan yang tidak dikenal itu sebetulnya cukup aneh sifatnya. Masa
depan dikenal lebih baik dari masa lu, namun demikian dapat diartikan lain bahwa
masa depan kurang dikenal dibanding masa lalu.
Bagaimanapun juga kita dapat menaruh harapan, bila kita menyaksikan
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan telah memperlihatkan bagaimana hal-hal
yang dulu nampaknya nyaris mustahil, kemudian mencapat pemecahannya juga.
2. Perlunya mencarikan tendensi-tendensi
Terdapat berbagai tendensi yang memberi harapan, betapa pun besarnya
kesulitan-kesulitan actual. Tetapi sebetulnya bukan soal apakah tendensi-tendensi
itu mengizinkan optimisme kita. Yang penting ialah mencarikan tendensi-tendensi
yang diperlihatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan melanjutkan tendensi-
tendensi itu dengan sebaik mungkin.
Salah satu di antara tendensi-tendensi ini ialah kerja sama antara ilmu-ilmu,
supaya ilmu pengetahuan sugguh-sungguh dapat mencapai tujuannya.
3. Kerja sama antara ilmu-ilmu teoritis dan ilmu-ilmu praktis
Kerja sama ilmu- ilmu teoritis dengan ilmu-ilmu praksis pertama-tama
diperlukan untuk menguji teori-teori, karena justru dalam praksis nilai khusus
manusia tampak dengan lebih jelas daripada dalam teori. Tuntutan-tuntutan praksis
tidak mneghambat tuntutan-tuntutan teori. di bidang ilmu-ilmu manusia tuntutan-
tuntutan teori pun meminta suatu pendkatan terpadu atau sekurang-kurangnya
multidisipliner. Walaupun jarak antar teori dan praksis masih cukup besar, namun
hal itu tidak disebabkan karena tuntutan-tuntutan yang berbeda-beda, melainkan
ilmu-ilmu yang bersangkutan belum dewasa.
4. Kerja sama antara filsafat, etika, dan ilmu-ilmu positif
Besarnya implikasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
barangkali tampak paling jelas bila kita menginsafi arti perkembangan itu untuk
filsafat dan etika. Perkembangan itu mempunyai arti khusus bagi filsafat, karena
refleksi tentang apa yang dinyatakan ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai
hakekat manusia sangat penting untuk menjawab pertanyaan manusia tentang
dirinya sendiri dan tentang arti keberadaannya di dunia. Perkembangan itu
mempunyai arti pula bagi etika, karena refleksi filosofis tidak pernah netral, tetapi
mengundang kita untuk mengambil sebuah sikap hidup dan mewujudkan khidupan
kita sesuai dengan apa yang dinyatakan sebagai hakeka manusia.
Eratnya kerjasama antara ilmu ilmu-ilmu positif dengan ilmu-ilmu reflektif
membutuhkan satu sama lain. Ilmu pengetahuan alam dan teknologi selama
perkembangannya memperlihatkan banyak hal tentang hubungan manusia dengan
alam yang mempunyai juga konsekuensi etis, sedangkan mereka sendiri tidak
sanggup merumuskan pengertian-pengertian baru itu, karena metode-metode
mereka tidak cocok untuk itu. Karena itu mereka membutuhkan filsafat dan etika
tidak akan pernah sanggup mencapai visi-visi baru itu, seandainya tidak
dikemukakan oleh perkembangan ilmu alam dan teknologi.
5. Andil sejarah
Tindakan-tindakan kita sekarang ini reaksi atas masa lampau berpadu
dengan persiapan untuk masa depan yang tidak mungkin dan tidak boleh dibiarkan
berkembang sendiri. Setidak-tidaknya kita sudah belajar bahwa tindakan-tindakan
kita sekarang ini mengandung tanggung jawab besar untuk masa depan. Tidak
boleh terjadi, kita tidak mempunyai pandangan jelas tentang humanitas
(perikemanusiaan) yang sejati, karena perwujudan humanitas harus menentukan
arah praksis.
Dengan mempelajari sejarah kita dapat belajar juga bagaimana manusia
berulang kali gagal, bagaimana maksud yang paling luhur sesudah beberapa waktu
dirusakkan dan dalam usaha yang tidak jarang berujung sejarah.
6. Andil ilmu-ilmu manusia
Ilmu-ilmu manusia harus memperlihatkan bagaimana cita-cita etis kita dapat
diopersionalkan, sehingga dapat diwujudkan secara efektif. Karena keikutsertaan
ilmu-ilmu manusia dalam kerja sama antar ilmu-ilmu positif dan etika sangat
diperlukan.
7. Andil ilmu alam
Andil ilmu alam dalam kerja sama ilmu-ilmu tidak begitu besar, terutama bila
kerja sama itu dipandang dari segi sumbangan yang dapat diberikan masing-masing
ilmu untuk pengenalan diri dan kebebasan batiniah manusia. Barangkali orang
berpendapat, ilmu alam bertugas untuk mengenal alam dan dengan demikian
mengabdi kepada kebebasan lahiriah manusia, artinya kebebasannya terhadap
alam di sekitarnya. Karena itu tidak keberatan, bila pengetahuan serba spesialistis
dari ilmu alam dan teknologi itu terbatas pada ahli saja.
8. Beberapa kesimpulan
Kesimpulan pertama: semua ilmu dibutuhkan, dan semua ilmu juga
membutuhkan satu sama lain untuk dapat mencapai tujuan-tujuan umum.
Kesimpulan kedua: dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan praksis jelas
terlihat tendensi-tendensi yang menunjukkan bahwa hal-hal yang pada mulanya
tampaknya hampir tidak mungkin, lambat laun ternyata mungkin juga.
Bab VIII
ILMU PENGETAHUAN DAN KEBIJAKSANAAN
1. Ilmu pengetahuan dan pandangan hidup
Masalah-masalah yang menyangkut pandangan hidup tidak dapat diragukan
bahwa sekurang-kurangnya beberapa aspeknya dapat diselidiki secara ilmiah.
Sejauh kita mengetahui lebih banyak factor-faktor yang menguasai tingkah laku
manusia perorangan dan sosial, sejauh itu pula akan dapat kita mengerti lebih baik
apa yang menguasai pilihan-pilihan mendasar kita di bidang pandangan hidup.
2. Tanpa pamrih
Sikap tanpa pamrih berarti membuka diri untuk kebenaran yang tidak berasal
dari saya, juga dapat berarti mempertaruhkan diri saya.
Tuntutan bahwa ilmu pengetahuan adalah tanpa pamrih, pasti tidak terbatas
pada kegiatan ilmiah sejauh langsung berkaitan dengan masalah-masalah
pandangan hidup .
3. Kebijaksanaan
Kegiatan ilmiah dalam bentuk yang dispesialisir meminta kebijaksaan yang
tahu mengaitkan keinsafan akan keterbatasan metodenya sendiri dengan keinsafan
yang tepat akan kedudukannya dalam keseluruhan.
Cita-cita kebijaksanaan itu masih mempunyai suatu dimensi lain daripada
hanya pengertian tentang keseluruhan. Bila kita berbicara tentang kebijaksanaan,
yang kita maksudkan adalah hubungan timbal balik antara pengertian dan praksis
etis yang sesuai
4. Ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, dan keterlibatan dalam masyarakat
Arti ilmu pengetahuan untuk cita-cita kebijaksanaan tampak di sini karena
ilmu pengetahuan telah berkembang menjadi progresif dan relevan untuk praksis,
maka mau tidak mau ada konsekuensinya untuk cita-cita kebijaksanaan itu sendiri,
khususnya sejauh menyangkut sikap pasrah. Ilmu pengetahuan justru menjadi besar
karena didasarkan pada pengalaman dan eksperimen, artinya karena diakuinya
kekuatan fakta-fakta.
Menerima realitas itu merupakan titik pangkal yang mengizinkan dan serentak
juga mewajibkan kita untuk mengembangkan kemungkinan-kemungkinan dalam
realitas yang sesuai dengan hidup manusia yang lebih sempurna.
Kemajuan minta agar ilmu pengetahuan diikutsertakan dalam kehidupan
sosial, agar ilmu pengetahuan digunakan demi kesejahteraan semua manusia.
Sejak ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan dalam praksis, keterlibatan dalam
masyarakat yang bertujuan mengubah realitas social, dapat dianggap sebagai
perwujudan konkrit dari unsure etis yang selalau sudah manandai kebijaksanaan
sebagai kesatuan antara teori dan praksis.
KESIMPULAN
Bermula dari rasa tidak puas terhadap ilmu pengetahuan. Di satu pihak ilmu
pengetahuan menyajikan kemungkinan-kemungkinan yang luar biasa, di pihak lain
ilmu pengetahuan merasa gagal. Mengapa ilmu pengetahuan dikatakan gagal,
karena ilmu pengetahuan salah mengenai kemungkinan – kemungkinan yang
sesungguhnya.
Karena kemajuan ilmiah, manusia memperoleh kekuasaan, yang semakin
betambah atas realitas. Tetapi tanggung jawabnya semakin bertambah pula.
Bagaimana manusia harus bertanggung jawab dengan penelitian ilmiah. Penelitian
ilmiah akan menanyakan tujuan-tujuan bagi pelaksanaan kuasa manusia,
menyangkut ilmu-ilmu lain yang memungkinkan kuasa itu sendiri .
Satu pelajaran yang dapat kita petik dari pengalaman dengan ilmu
pengetahuan: banyak hal yang pada mulanya tidak mungkin, ternyata akhirnya
mungkin juga, karena ada manusia yang tak jenuh-jenuh mencoba- coba yang
semula tidak mungkin, karena mereka melihatnya sebagai tantangan.
Ada sejumlah pikiran dasar yang berguna tentang hakekat ilmu
pengetahuan , bentuk-bentuknya, kemungkinan-kemungkinan, serta batas-batasnya
makna ilmu pengetahuan bagi manusia dan masyarakat dan tanggung jawabnya.