Rianto - BAB 2

12
 BAB II KAJIAN TEORITIS KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian T eor itis 2.1.1  Signalling Theory Signalling Theory adalah sua tu mek anis me unt uk men unj ukkan bahwa suatu  perusahaaan mempunyai tanda-tanda yang positif tentang kondisi internal perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan bahwa perusahaan memiliki kualitas yang tinggi dan menguntungkan agar dapat menarik minat dari para calon investor.  Oleh karena itu, kemamp uan perusa haa n per lu disa mpa ika n mel alui laporan keu angan agar dap at me ni ng ka tkan pe nd apatan pe rusaha an. Be be ra pa si gn al la ng sung yang da pa t disa mpa ika n perusa haa n mel ipu ti: equit y ret ained , capita l structu re, devid en policy , accounting   policy, publication of forecasts, and financial policy. Berdas arkan teori ters ebu t dia tas dap at diambil kes imp ulan bahwa apa bil a suatu per usa haan memili ki sis tem kont rol ya ng baik dan mampu me lak ukan efisiensi serta memiliki siste m informasi yang baik maka harga-harga surat berharga dapat berlaku seolah-olah setiap orang mengetahui sistem informasi tersebut. Bagi pelaksana dan pengamat pasar modal inf ormasi yang men cermink an sepe nuh nya kon dis i per usah aan sang at dib utu hka n seba gai bah an per timbangan , sehingga dih ara pka n dapat membantu member ika n kemudahan bagi calon investor untuk memilih sektor investasi yang tepat di pasar saham agar dapat meminimal kemungkinan risiko kerugian yang dapat terjadi. Sehubungan dengan kondi si ter sebu t dip erlu kan alat ana lisis yan g tepat untuk men guk ur kin erja

description

bb

Transcript of Rianto - BAB 2

BAB IIKAJIAN TEORITISKERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Teoritis2.1.1 Signalling TheorySignalling Theory adalah suatu mekanisme untuk menunjukkan bahwa suatu perusahaaan mempunyai tanda-tanda yang positif tentang kondisi internal perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan bahwa perusahaan memiliki kualitas yang tinggi dan menguntungkan agar dapat menarik minat dari para calon investor. Oleh karena itu, kemampuan perusahaan perlu disampaikan melalui laporan keuangan agar dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Beberapa signal langsung yang dapat disampaikan perusahaan meliputi: equity retained, capital structure, deviden policy, accounting policy, publication of forecasts, and financial policy. Berdasarkan teori tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa apabila suatu perusahaan memiliki sistem kontrol yang baik dan mampu melakukan efisiensi serta memiliki sistem informasi yang baik maka harga-harga surat berharga dapat berlaku seolah-olah setiap orang mengetahui sistem informasi tersebut. Bagi pelaksana dan pengamat pasar modal informasi yang mencerminkan sepenuhnya kondisi perusahaan sangat dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan, sehingga diharapkan dapat membantu memberikan kemudahan bagi calon investor untuk memilih sektor investasi yang tepat di pasar saham agar dapat meminimal kemungkinan risiko kerugian yang dapat terjadi. Sehubungan dengan kondisi tersebut diperlukan alat analisis yang tepat untuk mengukur kinerja perusahaan sehingga perusahaan dapat dikatakan efisien dan memiliki risiko kerugian yang relatif kecil (Rahmawati, 2014).Isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target strkutur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek peusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah (Brigham and Houston, 2001:39).Apabila informasi tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu informasi tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, dimana pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam harga saham, dimana harga saham menjadi naik.Rasio-rasio dari laporan keuangan akan sangat bermanfaat bagi investor mupun calon investor sebagai salah satu dasar analisis dalam berinvestasi. Teori signaling menjelaskan bahwa perusahaan melaporkan secara suka rela ke pasar modal agar investor mau menginvestasikan dananya, kemudian manajer akan memberikan sinyal dengan menyajikan laporan keuangan dengan baik agar nilai saham meningkat (Arista, 2012).2.1.2 Analisis Rasio KeuanganLaporan keuangan merupakan laporan posisi keuangan pada suatu titik, kegiatan operasi dalam suatu periode dan perubahan posisi keuangan serta catatan terkait laporan keuangan. Untuk mengetahui bagaimana laporan keuangan perusahaan dapat menggunakan analisis laporan keuangan. Sugiono (2009:10) menyebutkan perlunya menganalisa laporan keuangan adalah untuk dapat memperluas serta mempertajam informasi. Sugiono et. al. (2009) juga menyatakan analisis laporan keuangan dipergunakan untuk menilai laporan keuangan perusahaan. Dengan menggunakan teknik analisis rasio, analis dapat memberikan penilaian kinerja keuangan sebuah perusahaan. Helfert (2003) menjelaskan bahwa rasio keuangan dapat bermanfaat menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau kinerja perusahaan, dan dapat membantu menggambarkan kecenderungan serta pola perusahan tersebut, sehingga dapat menunjukkan peluang ataupun resiko perusahaan yang sedang ditelaah analis. Analisis rasio keuangan menurut Sugiono et. al. (2009:56) adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan. Hampir sama dengan Suigiono, menurut Mardiyanto (2009:51) analisis rasio keuangan adalah merupakan peralatan (tools) untuk memahami laporan keuangan. Mardiyanto juga menambahkan jika pengguna laporan keuangan memahami makna dari analisis rasio keuangan yang ada, angka pada rasio tersebut dapat dimanfaatkan untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan. Selain keuntungan yang dapat menganalis secara cepat, menurut Sugiono et. al. (2009) menyatakan kelemahan dari analisis rasio keuangan ini adalah objek analisa keuangan hanya didasarkan pada laporan keuangan. Padahal laporan keuangan banyak menggunakan kebijakan dan metode akuntansi yang berbeda-beda sehingga dapat menghasilkan angka yang berbeda. Sebagai contoh metode pencatatan persediaan. Analisis rasio keuangan menurut Mardiyanto (2009) dapat digolongkan menjadi 3 kelompok. Yang pertama dengan rata-rata industri dan pesaing yang unggul, ini merupakan kelompok cross-sectional (analisis silang), yaitu membandingkan rasio pada waktu (tahun) yang sama. Sedangkan yang kedua adalah analisis dengan data historis dan anggaran serta realisasinya termasuk analisis time-series (runtun waktu), yaitu membandingkan rasio dengan waktu yang berbeda. Yang terakhir adalah kelompok jenis analisis gabungan. Analisis gabungan adalah gabungan dari cross-sectional dan time-series. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan mendapatkan retun on asset (ROA) tahun ini meningkat dibanding tahun lalu tetapi hasil tersebut masih di bawah rata-rata industri tahun ini maka perusahaan tersebut masih memiliki kinerja yang kurang memuaskan dan harus diperbaiki ditahun mendatang.2.1.3 Market Value Added (MVA)Laporan keuangan tidak mencerminkan nilai pasar sehingga tidak memadai untuk tujuan evaluasi kinerja manajer. Untuk mengisi kekosongan ini, dalam Brigham et al. (2010) dapat menggunakan konsep market value added (MVA). Konsep MVA ini dikembangkan oleh Joel Stern dan Bennett Stewart dalam bukunya The Quest of Value.Brigham et al. (2010:111) menyatakan bahwa nilai tambah pasar (MVA) yaitu perbedaan antara nilai pasar ekuitas suatu perusahaan dengan nilai buku seperti yang disajikan dalam neraca, nilai pasar dihitung dengan mengalikan harga saham dengan jumlah saham yang beredar. Market value added (MVA) diperlukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah memaksimalkan kekayaan untuk pemegang sahamnya. Selain itu MVA juga dapat membantu mengetahui apakah perusahaan telah mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara efisien sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomis. Sehingga perhitungan MVA dalam buku Brigham et al. (2010) adalah total ekuitas perusahaan yang dimana termasuk saldo laba. Saldo laba merupakan hasil kinerja manajer perusahaan dalam mengalokasikan sumber daya. Dengan kata lain, MVA bukanlah agio saham yang sebatas membandingkan harga pasar saham beredar dengan harga buku saham. Menurut Brigham et al. (2010) MVA menunjukkan selisih dari nilai pasar saham dan jumlah modal ekuitas, yang dinyatakan sebagai berikut: MVA = Nilai pasar dari saham ekuitas modal = Saham beredar x Harga saham Total ekuitas Jika terdapat selisih, selisih tersebut merupakan perbedaan antara dana yang diinvestasikan pemegang saham. Jika MVA positif maka manajer dapat membuat kekayaan shareholder bertambah. Semakin tinggi (positif) MVA, semakin baik kinerja yang telah dilakukan manajer perusahaan untuk pemegang saham. Sebaliknya, semakin rendah MVA semakin buruk kinerja manajer perusahaan untuk pemegang saham.Brigham et al. (2010) menambahkan tidak ada aturan baku yang mengatur bagaimana seharusnya perlakukan terhadap saham preferen dalam perhitungan market value added ini. Saham preferen sendiri dapat memiliki bentuk berbeda-beda, tetapi pada umumnya dibayarkan dengan jumlah yang sama setiap tahunnya seperti hutang tetapi sifatnya sama seperti saham biasa dalam artian jika perusahaan gagal membayar deviden preferen maka tidak bisa langsung dikatakan perusahaan tersebut bangkrut. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan. Tetapi sepanjang melakukan perhitungan secara konsisten dengan salah satu perlakuan tersebut, memasukkan saham preferen atau tidak diperkenankan.Indikator yang digunakan untuk mengukur Market Value Added (MVA) menurut Young dan OByrne (2001: 27) dalam Rosy (2009), yaitu (1) jika Market Value Added (MVA) > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana. (2) jika Market Value Added (MVA) < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.2.1.4 Net Profit Margin (NPM)Net Profit Margin menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam menekan biaya operasi pada periode tertentu. Menurut Richard A. Brealey dan Stewart c. Mayers (2000:828) dalam Pahlevi (2009) Net Profit Margin merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini sangat penting bagi manajer operasi karena mencerminkan strategi penetapan harga penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:NPM = Laba setelah pajak PenjualanRasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, Maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. 43Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.2.1.5 Likuiditas Menurut Kasmir (2009) likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendeknya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan. Dari aktiva lancar tersebut, persediaan merupakan aktiva lancar yang paling kurang liquid dibanding dengan yang lainnya. Semakin tinggi rasio likuditas ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek (Sartono, 1996: 76). Menurut Kasmir (2009), ada tiga rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan yaitu: (1) Current Ratio, (2) Rasio cepat (Quick Ratio/Acid Test Ratio), (3) cash ratio. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas diukur dengan menggunakan current ratio (rasio lancar). Current ratio digunakan karena merupakan indikator terbaik untukmenilai sejauh mana perusahaan menggunakan aktiva-aktivanya dapat diubah menjadi kas dengan cepat untuk melunasi utang perusahaan. Rumus untuk mencari CR adalah sebagai berikut: Current Ratio = Current asset Current liabilities

2.1.6 LeverageRasio leverage merupakan rasio yang menunjukkan tingkat proporsi penggunaan utang dalam membiayai investasi terhadap modal yang dimiliki. Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu perusahaan menggunakan utang dalam membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri 100%. Pecking Order Theory menjelaskan sumber dana yang disukai perusahaan adalah internal financing (pendanaan hasil operasi). Jika dana internal masih belum mencukupi, maka dibutuhkan pendanaan dari hasil utang (obligasi) serta penerbitan saham baru. Perusahaan yang hanya menggunakan pendanaan hasil operasi kurang maksimal karena menambah persentase pajak. Akan tetapi jika perusahaan utang, maka akan mendapatkan manfaat untuk perkembangan usaha. Utang diperbolehkan sejauh masih memberikan manfaat, karena utang dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan (Husnan, 2003).Salah satu alat yang dipakai untuk mengukur leverage adalah dengan menggunakan debt to equity ratio. Semakin besar leverage perusahaan, semakin besar risiko kegagalan perusahaan. Menurut Prihadi (2008) debt to equity ratio juga mengungkapkan cara lain menghitung solvency yaitu membandingkan hutang (kewajiban) dengan hak kepemilikan atau modal perusahaan.Debt to equity ratio dibaca dengan cara persentase (%). Semakin tinggi rasio ini berarti semakin buruk kondisi solvency perusahaan tersebut. Prihadi (2008) juga menambahkan jika rasio 233% atau dengan kata lain 70% hutang dan 30% modal adalah indikator yang layak dijadikan pedoman. Tetapi dalam kondisi tertentu seperti dalam project financing, ada beberapa perusahaan yang memiliki persentase di atas 70%.Untuk mencari debt to equity ratio dapat menggunakan rumus berikut:

Debt to Equity Ratio = Total Liabilities Total Equity

Jika perusahaan mempunyai rasio 20% maka artinya adalah total kewajiban yang dimiliki persentasenya 0,2 dari jumlah total ekuitas. Seperti penjelasan pada debt ratio sebelumnya, debt to equity ratio yang teralu tinggi juga tidak terlalu baik untuk perusahaan karena secara struktur pendanaan perusahaan lebih banyak berhutang dibandingkan dengan modal yang dipuyai perusahaan sendiri. Hutang yang terlalu besar dapat meyebabkan jumlah bunga yang harus dibayarkan semakin besar.2.2 Penelitian TerdahuluPenelitian yang meneliti faktor yang berpengaruh terhadap Market Value Added masih sedikit, dan ada yang menunjukkan hasil yang berbeda. Adapun diantaranya telah dilakukan oleh Airlangga (2009) meneliti pengaruh EVA dan Return On Asset (ROA) terhadap MVA pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan mengunakan data tahun 2006-2008 menunjukan bahwa EVA dan ROA memiliki pengaruh signifikan secara simultan terhadap MVA dan secara parsial EVA dan ROA berpengaruh signifikan.Vitasari (2011) meneliti pengaruh EVA terhadap MVA pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia dengan mengunakan data tahun 2007-2009. Penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial EVA berpengaruh signifikan terhadap MVA.Tabel 2.1Penelitian TerdahuluPenelitiVariabelTeknik AnalisisKesimpulanPerbedaan

Airlangga(2009)Independen :ROA, EVADependen :MVA

Regresi Berganda

ROA & EVA berpengaruh signifikanVariabel independen :NPM, CR, DER

PenelitiVariabelTeknik AnalisisKesimpulanPerbedaan

Vitasari(2011)Independen :EVADependen :MVARegresi bergandaEVA berpengaruh signifikan Variabel independen :NPM, CR, DER

2.3 60Kerangka PemikiranBerdasarkan konsep dan teori sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka dibangun kerangka pemikiran yang dapat digunakan sebagai paradigma penelitian yang bertujuan melihat sejauh mana pengaruh profitabilitas, likuiditas, leverage terhadap Market Value Added.2.3.1 Hubungan Profitabilitas terhadap Market Value Added2.3.2. Hubungan Likuiditas terhadap Market Value Added2.3.3. Hubungan Leverage terhadap Market Value Added

Dari keseluruhan teoritik tentang pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan leverage terhadap market value added yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1Kerangka Pemikiran

2.4 Pengembangan Hipotesis Berdasarkan landasan pemikiran teoritis dan kerangka pemikiran, 69maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:H1:Profitabilitas (Net Profit Margin) berpengaruh terhadap Market Value AddedH2:Likuiditas (Current Ratio) berpengaruh terhadap Market Value AddedH3:Leverage (Debt Equity Ratio) berpengaruh terhadap Market Value AddedH4:Profitabilitas (Net Profit Margin), Likuiditas (Current Ratio), dan Leverage (Debt Equity Ratio)secara simultan berpengaruh terhadap Market Value Added