RHD
-
Upload
suci-d-putri -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
description
Transcript of RHD
BAB I
PENDAHULUAN
Rheumatic Heart Disease atau disebut juga Penyakit Jantung
Rematik adalah salah satu jenis penyakit jantung yang merupakan
komplikasi yang paling serius dari demam rematik.
Demam rematik akut menyertai 0.3% dari kasus infeksi yang
disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada anak dan
sebanyak 39% pasien dengan demam rematik akut tersebut
mengalami gangguan pada jantungnya. Penyakit jantung rematik
kronik adalah penyebab yang tersering pada pasien dengan kelainan
katup jantung.
Patogenesis Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik
diduga berhubungan dengan respon autoimun, tetapi patogenesis
pastinya belum diketahui.
Pada umum, penyakit ini merupakan demam akut yang bisa
mengakibatkan adanya peradangan pada persendian, jantung, kulit,
dan sistem syaraf.
Walaupun sebutan demam rematik akut menunjukkan
penekanan pada peradangan sendi, namun yang harus lebih kita
waspadai adalah gejala sisa yang terjadi, yaitu penyakit jantung
rematik yang berupa kelainan pada katup jantung karena dapat
berakibat fatal apabila terjadi serangan akut.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG
ANATOMI JANTUNG
Organ jantung terletak di dalam mediastinum di rongga dada.
Jantung diliputi oleh dua lapis pericardium: lapisan dalam disebut
pericardium visceral dan lapisan luar disebut pericardium parietal.
Jantung terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar disebut epikardium,
lapisan tengah merupakan lapisan otot yang disebut miokardium,
sedang lapisan terdalam yaitu lapisan endotel disebut endokardium.
Menurut fungsinya, jantung dibagi menjadi alat pompa kanan
dan alat pompa kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi
paru, dan darah bersih ke peredaran sistematik. Ruangan jantung
dibagi secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah
oleh suatu annulus fibrosus.
Atrium kanan
Atrium kanan memiliki dinding yang tipis. Bagian ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dari
vena-vena sirkulasi sistematik ke dalam ventrikel kanan dan kemudian
ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk ke
dalam atrium kanan melalui vena kava superior inferior dan sinus
koronarius. Dalam muara vena kava tidak ada katup-katup sejati.
Karena itu peningkatan tekanan pada atrium kanan akibat bendungan
darah di bagian kanan jantung akan dibalikkan lagi ke dalam
sistematik. Sekitar 80% alir balik vena kedalam atrium kanan akan
mengalir secara pasif kedalam ventrikel kanan. Dan sisanya mengisi
ventrikel dengan kontraksi atrium.
Ventrikel kanan
Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang berfungsi
menghasilkan kontraksi bertekanan rendah, yang cukup untuk
mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis. Sirkulasi pulmonary
merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah dengan resistensi
yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel kanan.
Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan dari
ventrikel kiri. Akibatnya tebal dinding ventrikal kanan hanya sepertiga
dari tebal dinding ventrikel kiri.
Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenisasi dari paru
melalui keempat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium
kiri tidak ada katup sejati. Karena itu perubahan tekanan dalam atrium
kiri mudah sekali membalik retrograde ke dalam pembuluh paru.
Peningkatan tekanan atrium yang akut akan menyebabkan bendungan
paru. Atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan rendah. Darah
mengalir dari atrium kiri kedalam ventrikel kiri melalui katup mitralis.
Ventrikel kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi
untuk mempertahankan sirkulasi sistematik dan aliran darah ke
jaringan-jaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal
dan menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan
yang tinggi selama ventrikel berkontraksi.
Pada kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali
lebih tinggi daripada ventrikel kanan. Bila ada hubungan abnormal
antara kedua ventrikel maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan
melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel
kiri melalui katup aorta kedalam aorta akan berkurang.
KATUP JANTUNG
Keempat katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah
melalui bilik-bilik jantung. Ada dua jenis katup : katup atrioventrikularis
(katup AV), yang memisahkan atria dengan ventrikel dan katup
semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari
ventrikel yang bersangkutan. Katup-katup ini membuka dan menutup
secara pasif, menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik-
bilik jantung dan pembuluh darah.
Katup atrioventrikularis
Daun-daun katup AV halus tetapi tahan lama. Katup trikuspiradis
yang terletak di antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai tiga
buah daun katup. Katup mitralis memisahkan atrium dan ventrikel kiri,
merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.
Daun katup dari kedua katup tersebut tertambat melalui berkas-
berkas tipis jaringan fibrosa yang disebut korda tendinae. Korda
tendinae yang meluas menjadi otot papilaris, yaitu tonjolan otot pada
dinding ventrikel. Korda tendinae menyokong katup pada waktu
kontraksi ventrikel untuk mencegah membaliknya kembali daun katup
kedalam atrium.
Katup seminularis
Kedua katup sama bentuknya, terdiri dari tiga buah daun katup
simetris yang menyerupai corong, yang tertambat dengan kuat pada
annulus fibrosus. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta,
sedang katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Katup seminularis mencegah aliran kembali darah dari
aorta atau arteri pulmonalis kedalam ventrikel, sewaktu ventrikel
dalam keadaan istirahat.
FISIOLOGI JANTUNG
FASE-FASE SIKLUS JANTUNG
Peristiwa-peristiwa mekanis dari siklus jantung, sistole atau
kontraksi ventrikel dan diastole atau relaksasi ventrikel, terdiri dari
lima fase.
1. Mid diastole: file pengisian lambat ventrikel atau diatatis. Baik
atrium ataupun ventrikel; dalam keadaan istirahat. Darah yang
masuk kedalam atrium melalui pembuluh vena mengalir secara
pasif ke ventrikel melalui katup AV yang terbuka. Katup semilunaris
dalam keadaan tertutup.
2. Diastole lanjut. Gelombang depolarisasi menyebar melalui atrium
dan berhenti sementara pada nodus AV. Otot atrium berkontraksi
memberikan tambahan 20% sampai 30% pada isi ventrikel.
3. Systole awal: depolarisasi menyebar dari nodus AV melalui cabang
berkas melalui miokardium ventrikel. Ketika ventrikel mulai
berkontraksi, tekanan dalam ventrikel meningkat melebihi tekanan
dalam atrium. Akibatnya katup AV menutup, dan penutupan inilah
yang menimbulkan bunyi jantung pertama. Ventrikel terus
meningkatkan tekanannya. Namun selama fase ini tekanan dalam
aorta dan arterypulmunalis melebihi tekanan dalam ventrikel,
dengan demikian katup arterypulmunalis tetap dipertahankan
dalam keadaan tertutup. Ini disebut kontraksi isovolumik, karena
volume ventrikel tetap konstan.
4. Sistole lanjut. Segera setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan
dalam pembuluh darah, maka katup semilunaris akan membuka
dan terjadilah ejeksi ventricular kedalam sirkulasi pulmonal dan
sistemik. Fase ejeksi ini dapat dibagi menjadi fase awal 'ejeksi
cepat' yang singkat, dan fase lanjutan 'ejeksi lambat' yang lebih
panjang.
5. Diastole awal: gelombang repolarisasi menyebar melalui
miokardium ventrikel dan ventrikel dalam keadaan istirahat. Ketika
otot-ototnya relaksasi maka tekanan ventrikel turun sampai lebih
rendah dari tekanan atrium. Akibatnya katup semilunaris tertutup
dan terdengarlah bunyi jantung kedua. Keadaan istirahat ini
berlangsung terus sampai tekanan ventrikel lebih rendah dari
tekanan dalam atrium, sehingga katup AV membuka. Periode
antara penutupan katup semilunaris dan pembukaan katup-katup
AV disebut sebagai relaksasi isovolumik karena volume ventrikel
tetap konstan walaupun tekanan ventrikuler terus menurun.
Dengan terbukanya katup AV ini maka dengan cepat ventrikel terisi
oleh darah vena yang telah terkumpul dalam atrium. Kira-kira 70%-
80% dari pengisian ventrikel terjadi selama tahap ini.
BAB III
DEMAM REMATIK
DEFINISI
Definisi rematik adalah suatu proses radang akut akibat infeksi
ISPA dari streptococcus beta hemolyticus grup A. dalam bentuk yang
umum, penyakit ini merupakan demam akut yang mengakibatkan
adanya peradangan pada persendian, jantung, kulit dan sistem syaraf.
ETIOLOGI
Penyakit ini berhubungan sangat erat dengan ISPA oleh
streptococcus beta hemolyticus grup A.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam
rematik dapat dibagi menjadi faktor penjamu dan faktor lingkungan.
FAKTOR PENJAMU
1. Faktor genetik
Penyakit demam rematik sering ditemukan dalam satu keluarga,
terutama anak kembar. Meskipun mekanisme penurunannya belum
diketahui dengan pasti namun berdasarkan data yang didapat
keturunan memegang peranan pada penyakit ini.
2. Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan rasio antara anak perempuan dengan laki-laki.
Jenis kelamin hanya berpengaruh pada jenis kelainan katup, dimana
stenosis mitral lebih sering pada anak perempuan dan infusiensi
aorta lebih sering pada anak laki-laki.
3. Golongan etnik dan ras
Hal yang perlu diperhatikan dalam faktor ini adalah bahwa dinegara
barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah
serangan penyakit jantung rematik, sementara di India stenosis
organik berat 6 bulan - 2 tahun setelah serangan pertama, dimana
hal ini juga terjadi di Indonesia.
4. Usia
Merupakan faktor terpenting pada timbulnya demam rematik.
Penyakit jantung rematik paling sering terjadi pada usia 5-15 tahun
dengan rata-rata puncaknya pada usia 8 tahun.
5. Status gizi
Keadaan gizi anak serta adanya penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
demam rematik. Tetapi diketahui pasien dengan penyakit anemia
sel sabit jarang menderita demam rematik.
FAKTOR LINGKUNGAN
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Dalam hal ini termasuk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah
berpenghuni padat, rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan
yang rendah, dan faktor lainnya dimana hal-hal tersebut banyak
ditemukan pada negara berkembang.
2. Iklim dan Geografi
Demam rematik merupakan penyakit kosmopolit. Angka kejadian
demam rematik didaerah dataran tinggi lebih rendah daripada
dataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca mendadak sering mengakibatkan infeksi saluran
nafas bagian atas meningkat, sehingga kemungkinan terjadinya
demam rematik pun meningkat.
PATOGENESIS
Meskipun sudah banyak penelitian yang dilakukan, namun
patogenesis secara pasti masih belum dapat diketahui. Pada umumnya
para ahli mengatakan bahwa demam rematik dan penyakit jantung
rematik adalah penyakit autoimun.
Demam rematik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan terhadap beberapa produk ekstrasel dari streptokokus,
sementara streptokokus sendiri menghasilkan tidak kurang dari 20
produk ekstrasel. Karena merupakan antigen, tubuh akan membentuk
antibody untuk menetralisirnya. Kaplan mengemukakan hipotesis
tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptokokus dengan
otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip dengan
streptokokus. Hal ini yang menyebabkan reaksi autoimun.
Demam rematik biasanya menyerang jaringan otot miokardium,
endokardium dan pericardium, terutama pada katup mitral dan katup
aorta.
Secara histopatologis, infeksi demam rematik ditandai dengan
adanya proses aschoff bodies yang khas. Daun katup dan korda
tendinea akan mengalami edema, proses fibrosis, penebalan, vegetasi
dan mungkin kalsifikasi.
Proses-proses tersebut menunjukkan bahwa demam rematik
memeang merupakan suatu penyakit autoimun, dimana reaksi silang
yang terjadi antara streptokokus dengan jaringan tubuh tertentu dapat
menyebabkan kerusakan jaringan secara imunologik.
Perjalanan penyakitnya dibagi dalam 4 stadium :
1. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman
beta streptococcus hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas
pada umumnya, gejala yang terjadi termasuk demam, batuk
disfagia, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare.
Pada pemeriksaan feses sering didapatkan eksudat di tonsil yang
menyertai tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya
berlangsung 2-4 hari, dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara
infeksi streptokokus dengan permulaan gejala demam rematik.
Biasanya periode ini berlangsung antara 1-3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium III
Ini merupakan stadium fase akut demam rematik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam rematik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
manifestasi spesifik demam rematik.
4. Stadium IV
Biasanya pasien mengalami demam yang tidak tinggi, tanpa pola
demam tertentu. Anak menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung
dan berat badan menurun. Anak tampak pucat karena anemia
akibat tertekannya eritropoesis, bertambahnya volume plasma
serta memendeknya umur eritrosit. Dapat pula terjadi epistaksis,
yang bila banyak dapat menambah derajat anemia. Atralgia, rasa
sakit disekitar sendi selama beberapa hari atau beberapa minggu
juga sering didapatkan, rasa sakit akan bertambah dengan latihan
fisik. Pada pemeriksaan lab terdapat tanda peradangan akut berupa
C- reactive protein dan leukositosis serta meningginya LED. Titer
ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada EKG terjadi
pemanjangan interval P-R.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala mayor dari demam rematik adalah poliatritis, karditis,
korea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Gejala mayor ini
dapat muncul sendiri atau bersama setelah masa laten sampai lima
minggu setelah terjadi infeksi streptokokus. Selain gejala mayor ada
pula gejala minor yang ditandai dengan demam, atralgia serta hasil
pemeriksaan penunjang yang menunjukkan adanya reaksi peradangan
akut dan hasil elektrokardiogram yang menunjukan adanya interval PR
yang memanjang.
Arthritis merupakan gejala yang paling umum pada demam
rematik. Umumnya terjadi demam dan sendi-sendi besar merupakan
tempat-tempat yang sering terkena. Pada persendian akan nampak
kemerahan, teraba hangat, dan nyeri. Kadang rasa nyeri ini
mengakibatkan pasien menolak untuk menggerakkan anggota
badannya sehingga nampak seperti terjadi kelumpuhan. Karakteristik
dari arthritis ini adalah sifatnya yang berpindah-pindah dengan
menunjukkan tanda-tanda penyembuhan pada satu sendi sebelum
muncul pada sendi lainnya. Karakteristik lainnya adalah arthritis pada
demam rematik ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian
salisilat. Pasien umumnya menunjukan penyembuhan yang cepat dan
total setelah pemberian aspirin.
DIAGNOSIS
Pada tahun 1944 Dr. Duckett Jones menyusun kriteria yang
dikenal dengan nama kriteria jones. Kriteria ini dimodifikasikan oleh
American Heart Association (AHA) pada tahun 1955 lalu direvisis lagi
pada tahun 1965 dan mulai diterapkan oleh WHO pada tahun 1967.
kemudian pada tahun 1992, dilakukan revisi lagi yangs ampai
sekarang masih digunakan, dengan penjelasan tambahan yaitu
diagnosis demam rematik dapat ditegakan dengan adanya korea atau
karditis yang aktif secara klinis tanpa perlu adanya bukti infeksi
streptokokus, 1235.
Terdapat 2 manisfestasi mayor, atau 1 manifestasi mayor
ditambah dengan 2 manifestasi minor menunjukan kemungkinan besar
suatu demam rematik.
Bukti terdapatnya infeksi streptokokus sebelumnya menyokong
diagnosis.
= 2 mayor atau 1 mayor 2 minor =
Bukti terdapatnya infeksi streptococcus ( ASTO ) +
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding demam rematik umumnya terdiri dari
penyakit-penyakit dengan demam dan arthritis atau karditis. Penyakit-
penyakit seperti juvenile rheumatoid arthritis, systemic lupus
erythematosus atau penyakit jaringan ikat campuran dan penyakit
serum harus dipertimbangkan kemungkinannya jika ditemukan pasien
dengan gejala utama arthritis. Perlu diperhatikan adanya infeksi
piogen pada sendi yang sering disertai demam serta reaksi fase akut
bisa terjadi kenaikan yang bermakna titer ASTO akibat infeksi
streptokokus sebelumnya yang sebenarnya tidak menyebabkan
demam rematik sehingga seolah-olah kriteria jones sudah terpenuhi.
Diagnosis banding lainnya adalah purpura henoch schoenlein,
hemoglobinpati, anemia sel sabit, arthritis pasca infeksi, arthritis
septic, leukimia, dan endokarditis bakterialis akut.
PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan demam rematik terdiri dari: istirahat berupa
tirah baring, eradikasi kuman streptokokus, penggunaan obat
antiradang, pengobatan suportif, profilaksis sekunder, penyuluhan,
tindakan intervensi atau operasi.
Eradikasi kuman streptokokus dilakukan dengan pemberian
penisilin prokain 600.000 unit IM selama 10 hari. Untuk negara
berkembang WHO menganjurkan penggunaan penisilin benzatin 1,2
juta unit IM. Bila alergi terhadap penisilin digunakan eritromisin
20mg/kg bb dua kali sehari selama 10 hari.
Untuk pemberian obat antiradang tergantung dari berat
ringannya dan ada tidaknya karditis. Obat yang dipakai secara luas
adalah salsilat dan steroid karena keduanya efektif mengurangi gejala
demam, kelainan sendi, serta fase reaksi akut. Steroid umumnya lebih
cepat dalam memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan akan
bertambah dan laju endap darah akan cepat menurun. Prednisone
hanya digunakan pada karditis dengan kardiomegali atau dengan
gagal jantung. Akhir-akhir ini telah diperkenalkan anti radang baru
yaitu naproxen dengan dosis 10-20 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
selama 4-8 minggu sebagai penggganti salisilat, ternyata lebih aman
dibandingkan dengan endometasin dan cukup efektif untuk mengatasi
arthritis dan demam pada demam rematik.
Pengobatan suportif dapat berupa diet tinggi kalori dan protein,
vitamin dan pengobatan terhadap komplikasi yang muncul. Pada
penderita dengan gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet gagal
jantung.
Profilaksis sekunder diperlukan untuk mencegah serangan ulang
demam rematik. Obat yang diberikan adalah penicilin benzatin 1,2 juta
unit setiap bulan. Bila penderita menolak untuk disuntik maka dapat
diganti dengan penicilin oral 2x200.000 unit/ hari. Bila terdapat alergi
terhadap penicilin dapat diganti dengan sulfadiazine 1000mg/hari
untuk anak diatas 12 tahun dan 500mg/hari untuk anak di bawah 12
tahun. Lama pemberian tergantung pada ada tidaknya dan beratnya
karditis.
Penyuluhan perlu diberikan kepada penderita dan orang tuanya
terutama penjelasan mengenai kesalahan penderita dan ketaatan
menjalani profilaksis sekunder.
Pencegahan sekunder
Benzathine Penisilin :
* 600.000 iu / 3-4 mgg ( BB < 30 Kg )
* 1.200.000 iu / 3-4 mgg ( BB > 30 Kg )
Eritromisin :
* 2 x 250 mg
Sulfadiazin :
* 500 mg/ hr ( BB< 30 Kg )
* 1000 mg/ hr ( BB > 30 Kg )
Lamanya :
* Tanpa karditis 5 tahun atau s/d usia 18 tahun.
* Dgn Karditis s/d usia 25 tahun.
BAB IV
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Jantung merupakan satu-satunya organ yang dapat mengalami
kelainan menetap akibat demam rematik. Apabila peradangan
mengenai lapisan pericardium akan mengakibatkan perikarditis yang
bisa menjalar ke miokardium dan yang terberat adalah apabila
mengenai endokardium sehingga mengakibatkan peradangan katup-
katup jantung. Kelainan katup yang paling sering ditemui adalah katup
mitral, sekitar 85% dan katup aorta 54%.
ETIOLOGI
Seperti telah disebutkan diatas, penyakit jantung rematik
meruapakn sisa dari demam rematik yang disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus grup A.
INSUFISIENSI MITRAL
Insufiensi mitral adalah penutupan katup mitral yang tidak
sempurna sehingga menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari
ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistolik.
Patogenesis
Pada penyakit demam rematik valvulitis mitral biasanya sudah
terjadi pada hari-hari pertama serangan. Sebagian akan sembuh
sempurna, tapi sebagian lainnya akan menimbulkan gejala sisa
beruapa insufisiensi mitral.
Kebocoran katup mitral terjadi akibat proses penyembuhan
valvulitis mitral yang menyebabkan daun katup menebal sehingga
tidak dapat menutup dengan sempurna. Juga terjadi pelengketan
antara tepi daun katup. Pelebaran ventrikel kiri, kerusakan m. Papilris
serta korda tendinei menambah kebocoran tersebut.
Penutupan katup mitral yang tidak sempurna akan
mengakibatkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke
atrium kiri. Perubahan hemodinamik tergantung pada besarnya
kebocoran itu.
Pada kelainan ringan mungkin tidak terdapat kardiomegali,
karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah
secara bermakna. Kebocoran sedang sampai berat selalu
menyebabkan kardiomegali. Tertimbunnya darah di atrium kiri saat
awal diastole akan menyebabkan terjadinya stenosis mitral relative
sehingga terjadi flow murmur diastole.
Bila keadaan berlanjut, beban volume atrium kiri akan disalurkan
ke vena pulmonalis, sehingga terjadi peninggian tahanan vaskuler
paru. Hal ini kemudian akan menimbulkan tahanan vaskuler paru. Hal
ini kemudian akan menimbulkan hipertrofi ventrikel kanan sehingga
terjadi insufisiensi tricuspid. Keadaan ini selanjutnya dapat
menimbulkan gagal jantung kongestif.
Gambaran klinis
Pada insufisiensi mitral ringan, seorang anak mungkin tidak
mengeluh apa-apa dan dapat beraktivitas normal. Pada keadaan
sedang atau berat biasanya tergantung pada beratnya lesi. Anak akan
mudah merasa capek dan kadang sesak nafas setelah melakukan
aktifitas fisik.
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hemithoraks kiri lebih
menonjol. Bunyi jantung satu terdengar normal atau melemah,
sedangkan bunyi jantung ke dua mengeras pada keadaan insufisiensi
berat. Pada auskultasi terdengar adanya bising pansistolik diapeks
yang menjalar kelateral dan mengeras bila miring kekiri. Untuk
keadaan yang lebih berat dapat ditemukan bising middiatolik diapeks.
Gambaran elektrokardiografi umumnya normal pada insufisiensi
ringan. Pada insufisiensi berat, elektrokardiografi hipertrofi ventrikel
kiri dan atrium kiri. Tampak perubahan segmen S-T dan gelombang T
pada hantaran prekordium kiri. Bila terjadi hipertensi pulmonal,
terdapat gambaran hipertrofi ventrikel kanan (P pulmonal).
Kelainan foto rontgen dada yang paling sering dijumpai pada
insufisiensi mitral adalah pembesaran ventrikel kiri. Pada kasus yang
berat dan lama, dapat terlihat gambaran kongesti paru dan hipertrofi
ventrikel kanan yang menandakan adanya hipertensi pulmonal.
Dengan ekokardiografi dapat dipastikan adanya hipertrofi serta
dilatasi jantung yang disebabkan oleh insufisiensi mitral, yaitu dengan
didapatkannya arus darah abnormal dari ventrikel kiri dan dari atrium
kiri pada saat sistol.
Prognosis
Pasien dengan insufisiensi mitral, umumnya mempunyai
prognosis baik, asal dapat dicegah sebelum terjadi reaktifasi demam
rematik. Kira-kira 1/3 kasus akan sembuh spontan, dan sisanya stabil
dengan penangannan yang baik. Komplikasi endokarditis erjadi pada
±5% kasus.
STENOSIS MITRAL
Patogenesis
Keadaan ini terjadi akibat katup mitral yang tidak dapat
membuka dengan sempurna sehingga menimbulkan obstruksi jalan
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Volume atrium kiri akan terus
bertambah dan tekanan yang berlebihan akan diteruskan ke pembuluh
darah paru sehingga bisa mengakibatkan hipertensi pulmonal. Beban
jantung kanan juga akan bertambah sehingga terjadi hipertrofi
ventrikel kanan yang akan mengakibatkan gagal jantung kanan.
Gambaran klinis
Stenosis mitral pada anak umumnya asimtomatik. Pada keadaan
yang beart akan terjadi hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah
paru akibat hipertensi pulmonal.
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik umumnya menunjukan hemitoraks
normal atau agak menonjol. Pada auskultasi terdengar bunyi jantung I
mengeras, dan setelah terjadi hipertensi pulmonal maka P2 akan
mengeras juga. Bising khas pada stenosis mitral adalah bising diastolic
apical dengan aksentuasi perisistol. Bising ini didahului oleh opening
snap, bersifat rumbling, nada rendah dan mengeras bila posisi pasien
miring kekiri atau setelah aktivitas.
Perubahan pertama yang terjadi pada EKG akibat stenosis mitral
adalah terdapatnya P mitral yang terjelas dihantaran I dan II, tetapi
sering juga terlihat di hantaran prekordium kanan. Pada kasus yang
berlangsung lama, dapat terlihat hipertrofi ventrikel kanan dan
hipertrofi atrium kanan dengan sumbu QRS bergeser kekanan. Foto
rontgen dada tidak menunjukan kelainan pada stenosis ringan. Bila
telah terjadi hipertensi pulmonal maka akan tampak apeks jantung
terangkat dan pembesaran atrium kanan. Pembesaran ventrikel kiri
tidak terjadi kecuali apabila disertai dengan insufisiensi mitral.
Prognosis
Berbeda dengan insufisiensi mitral, stenosis mitral cenderung
untuk progresif, sehingga kita harus waspada akan terjadinya
perburukan stenosis dengan bertambahnya usia pasien. Kematian
dapat terjadi pada stenosis mitral berat dengan hipertensi pulmonal
dan gagal jantung kanan.
INSUFISIENSI AORTA
Patogenesis
Kebocoran katup aorta mengakibatkan regurgitasi darah dari
aorta ke ventrikel kiri. Hal ini terjadi pada awal diatole sehingga
kemudian beban volume ventrikel kiri berlebihan dan mengalami
dilatasi. Untuk mempertahankan curah jantung maka ventrikel kiri
bekerja lebih kuat untuk memompa darah, sehingga akhirnya terjadi
hipertrofi ventrikel kiri.
Gambaran klinis
Insufisiensi aorta ringan mungkin bersifat asimtomatik. Pada
kasus yang lebih berat anak mengeluh lekas capek, palpitasi, dispnu
setelah latihan dan banyak berkeringat. Gagal jantung kiri dapat
terjadi pada insufisiensi aorta murni yang berat.
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, dengan perabaan akan teraba aktivitas
ventrikel kiri yang meningkat, bahkan mungkin bisa teraba getaran
bising diastolic. Bunyi yang khas pada insufisinesi aorta adalah bising
diastolic dini bernada tinggi di sela iga II kiri (daerah pulmonal) dengan
penjalaran ketepi kiri sternum. Kadang juga dapat terdengar di apeks
atau sela iga II kanan.
Pada pemeriksaan nadi terdapat pulsus sele. Tekanan nadi
bertambah akibat meningkatnya tekanan sistolik dan menurunnya
tekanan diastolic. Tanda lain adalah adanya pistol shot sign, suatu
bunyi letupan yang terdengar apabila kita tekan stetoskop pada arteri
femoralis. Juga dapat terdengar tanda durosiez yaitu bising sistolik dan
diastolic di pembuluh darah tepi yang besar bila terjadi insufisiensi
aorta.
Gambaran EKG menunjukan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
Gelombang T dihantaran prekordium kiri seringkali tinggi dan kadang
disebut sebagai pola diastolik overload.
Prognosis
Pasien dengan insufisiensi aorta ringan mempunyai progosis baik,
meskipun bisingnya menetap. Insufisiensi aorta berat yang
mengakibatkan kardiomegali, apalagi bila disertai gagal jantung,
prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan lesi katup mitral
pada umumnya.
PENATALAKSANAAN
Tindakan operasi umumnya diperlukan pada penderita demam
rematik yang meninggalkan gejala sisa berupa penyakit jantung
rematik. Umumnya dilakukan pada orang dewasa, pada anak indikasi
bedah biasanya adalah kardiomegali berat yang menetap dan
mengganggu kehidupan normal, kardiomegali progresif, serta gagal
jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medik. Criteria indikasi
lainnya tergantung dari lesi yang ada, serta kemampuan pelaksana
operasi.
Pada insufisiensi mitral yang dilakukan adalah anuloplasti mitral,
atau penggantian katup. Untuk stenosis mitral dapat dilakukan
comisurotomi dan pada insufisiensi aorta dapat dilakukan protesis atau
homograft.
Beberapa tahun belakangan dikembangkan cara baru untuk
mengatasi stenosis mitral yaitu dengan valvulotomi mitral dengan
mempergunakan kateter balon (balloon mitral valvulotomy).
Menurut The American Heart Association & WHO
Memusnahkan kumannya dgn :
A * PP 600.000 iu / IM ( BB< 30 Kg ) -- 10 hr.
* PP 1.200.000 iu / IM ( BB > 30 Kg ) – 10 hr.
B * Penisislin oral 4 x 250 mg --- 10 hr.
* Eritromisin 50 mg/ Kg BB 4 dd --- 10 hr.
Pencegahan sekunder
Benzathine Penisilin :
* 600.000 iu / 3-4 mgg ( BB < 30 Kg )
* 1.200.000 iu / 3-4 mgg ( BB > 30 Kg )
Eritromisin :
* 2 x 250 mg
Sulfadiazin :
* 500 mg/ hr ( BB< 30 Kg )
* 1000 mg/ hr ( BB > 30 Kg )
Lamanya :
* Tanpa karditis 5 tahun atau s/d usia 18 tahun.
* Dgn Karditis s/d usia 25 tahun.
Pembedahan:
Valvulotomi
Valvuloplasti
Comisurotomi
Suspek RHD
Riwayat penyakit
Pem. Fisik
Laboratorium
Kultur
LEDCRP
Chorea Poliartritis Karditis
Kortikosteroid Respon (-)
Respon (+) Haloperidol
Prophilaksis
Karditis
Ringan Sedang Berat
Kardiomegali (-) Kardiomegali (+) Payah jantung Arthritis
Salisilat Pred + salisilat Pred, O2, lasik
Prophilaksis Prophilaksis Penanganan payah
jantung
Payah jantung kongestif
Riw. Penyakit
Pem. Fisik
CXR, EKG, Elektrokardiografi
Elektrolit, Glukose, Kalsium
Identifikasi & Th/ Derajat peny.
Disritmia
Toksisitas digitalis
Infeksi
Kelainan Elektrolit
Anemia berat
Peny. Paru
Sedang Berat
Digitalis & lasik
Digoxin & lasix
Mon. elektrolit
Id. Hipertrofi
Propranolol or Verapamil
Berat
Rawat ICU
AGD
Th/ suportifO2, FurosemideK/P Morfin
Resp Failure ?
Identifikasi
Id. Hipertrofi
Subaortik Stenosis
intubasi
Digoxin
Respon (-) Respon (+)
Dopamin, dobutamin
isoproterenolRespon (-)
CO dgn Nitroprusid
Atau hidralazine
Respon (+)
BAB IV
KESIMPULAN
Demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan
masalah kesehatan yang penting dinegara yang sedang berkembang.
Walaupun kelainan sendi yang ditimbulkan dapat sembuh dengan
sempurna, tapi seringkali menimbulkan gejala sisa yang tidak dapat
dibilang ringan.
Dengan mengetahui gejala klinis dari demam rematik, kita
diharapkan dapat menegakan diagnosa dengan cepat dan tepat.
Setelah kita memahami perjalanan penyakit dari demam rematik
yang akhirnya menjadi penyakit jantung rematik, serta komplikasi dan
cacat yang ditimbulkan dikemudian hari, diharapkan dapat menekan
angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit
jantung rematik, dengan cara melakukan profilaksis primer dan
profilaksis sekunder. Tindakan bedah diperlukan bila terjadi
kelainanjantung yang berat dan menetap yang menghalangi
kehidupan normalnya atau sudah tidak dapat diatasi dengan tindakan
medis, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Demam Rematik
Penyakit Jantung
Rematik
Strep. β hem. A
Kerusakan Katup
Jantung