RHD

36
BAB I PENDAHULUAN Rheumatic Heart Disease atau disebut juga Penyakit Jantung Rematik adalah salah satu jenis penyakit jantung yang merupakan komplikasi yang paling serius dari demam rematik. Demam rematik akut menyertai 0.3% dari kasus infeksi yang disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada anak dan sebanyak 39% pasien dengan demam rematik akut tersebut mengalami gangguan pada jantungnya. Penyakit jantung rematik kronik adalah penyebab yang tersering pada pasien dengan kelainan katup jantung. Patogenesis Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik diduga berhubungan dengan respon autoimun, tetapi patogenesis pastinya belum diketahui. Pada umum, penyakit ini merupakan demam akut yang bisa mengakibatkan adanya peradangan pada persendian, jantung, kulit, dan sistem syaraf. Walaupun sebutan demam rematik akut menunjukkan penekanan pada peradangan sendi, namun yang harus lebih kita waspadai adalah gejala sisa yang terjadi, yaitu penyakit jantung rematik yang berupa kelainan pada katup jantung karena dapat berakibat fatal apabila terjadi serangan akut.

description

tinjauan pustaka

Transcript of RHD

Page 1: RHD

BAB I

PENDAHULUAN

Rheumatic Heart Disease atau disebut juga Penyakit Jantung

Rematik adalah salah satu jenis penyakit jantung yang merupakan

komplikasi yang paling serius dari demam rematik.

Demam rematik akut menyertai 0.3% dari kasus infeksi yang

disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada anak dan

sebanyak 39% pasien dengan demam rematik akut tersebut

mengalami gangguan pada jantungnya. Penyakit jantung rematik

kronik adalah penyebab yang tersering pada pasien dengan kelainan

katup jantung.

Patogenesis Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik

diduga berhubungan dengan respon autoimun, tetapi patogenesis

pastinya belum diketahui.

Pada umum, penyakit ini merupakan demam akut yang bisa

mengakibatkan adanya peradangan pada persendian, jantung, kulit,

dan sistem syaraf.

Walaupun sebutan demam rematik akut menunjukkan

penekanan pada peradangan sendi, namun yang harus lebih kita

waspadai adalah gejala sisa yang terjadi, yaitu penyakit jantung

rematik yang berupa kelainan pada katup jantung karena dapat

berakibat fatal apabila terjadi serangan akut.

Page 2: RHD

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG

ANATOMI JANTUNG

Organ jantung terletak di dalam mediastinum di rongga dada.

Jantung diliputi oleh dua lapis pericardium: lapisan dalam disebut

pericardium visceral dan lapisan luar disebut pericardium parietal.

Jantung terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar disebut epikardium,

lapisan tengah merupakan lapisan otot yang disebut miokardium,

sedang lapisan terdalam yaitu lapisan endotel disebut endokardium.

Menurut fungsinya, jantung dibagi menjadi alat pompa kanan

dan alat pompa kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi

paru, dan darah bersih ke peredaran sistematik. Ruangan jantung

dibagi secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah

oleh suatu annulus fibrosus.

Page 3: RHD

Atrium kanan

Atrium kanan memiliki dinding yang tipis. Bagian ini berfungsi

sebagai tempat penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dari

vena-vena sirkulasi sistematik ke dalam ventrikel kanan dan kemudian

ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk ke

dalam atrium kanan melalui vena kava superior inferior dan sinus

koronarius. Dalam muara vena kava tidak ada katup-katup sejati.

Karena itu peningkatan tekanan pada atrium kanan akibat bendungan

darah di bagian kanan jantung akan dibalikkan lagi ke dalam

sistematik. Sekitar 80% alir balik vena kedalam atrium kanan akan

mengalir secara pasif kedalam ventrikel kanan. Dan sisanya mengisi

ventrikel dengan kontraksi atrium.

Ventrikel kanan

Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang berfungsi

menghasilkan kontraksi bertekanan rendah, yang cukup untuk

Page 4: RHD

mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis. Sirkulasi pulmonary

merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah dengan resistensi

yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel kanan.

Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan dari

ventrikel kiri. Akibatnya tebal dinding ventrikal kanan hanya sepertiga

dari tebal dinding ventrikel kiri.

Atrium kiri

Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenisasi dari paru

melalui keempat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium

kiri tidak ada katup sejati. Karena itu perubahan tekanan dalam atrium

kiri mudah sekali membalik retrograde ke dalam pembuluh paru.

Peningkatan tekanan atrium yang akut akan menyebabkan bendungan

paru. Atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan rendah. Darah

mengalir dari atrium kiri kedalam ventrikel kiri melalui katup mitralis.

Ventrikel kiri

Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi

untuk mempertahankan sirkulasi sistematik dan aliran darah ke

jaringan-jaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal

dan menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan

yang tinggi selama ventrikel berkontraksi.

Pada kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali

lebih tinggi daripada ventrikel kanan. Bila ada hubungan abnormal

antara kedua ventrikel maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan

melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel

kiri melalui katup aorta kedalam aorta akan berkurang.

KATUP JANTUNG

Page 5: RHD

Keempat katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah

melalui bilik-bilik jantung. Ada dua jenis katup : katup atrioventrikularis

(katup AV), yang memisahkan atria dengan ventrikel dan katup

semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari

ventrikel yang bersangkutan. Katup-katup ini membuka dan menutup

secara pasif, menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik-

bilik jantung dan pembuluh darah.

Katup atrioventrikularis

Daun-daun katup AV halus tetapi tahan lama. Katup trikuspiradis

yang terletak di antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai tiga

buah daun katup. Katup mitralis memisahkan atrium dan ventrikel kiri,

merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.

Daun katup dari kedua katup tersebut tertambat melalui berkas-

berkas tipis jaringan fibrosa yang disebut korda tendinae. Korda

Page 6: RHD

tendinae yang meluas menjadi otot papilaris, yaitu tonjolan otot pada

dinding ventrikel. Korda tendinae menyokong katup pada waktu

kontraksi ventrikel untuk mencegah membaliknya kembali daun katup

kedalam atrium.

Katup seminularis

Kedua katup sama bentuknya, terdiri dari tiga buah daun katup

simetris yang menyerupai corong, yang tertambat dengan kuat pada

annulus fibrosus. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta,

sedang katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteri

pulmonalis. Katup seminularis mencegah aliran kembali darah dari

aorta atau arteri pulmonalis kedalam ventrikel, sewaktu ventrikel

dalam keadaan istirahat.

FISIOLOGI JANTUNG

FASE-FASE SIKLUS JANTUNG

Peristiwa-peristiwa mekanis dari siklus jantung, sistole atau

kontraksi ventrikel dan diastole atau relaksasi ventrikel, terdiri dari

lima fase.

1. Mid diastole: file pengisian lambat ventrikel atau diatatis. Baik

atrium ataupun ventrikel; dalam keadaan istirahat. Darah yang

masuk kedalam atrium melalui pembuluh vena mengalir secara

pasif ke ventrikel melalui katup AV yang terbuka. Katup semilunaris

dalam keadaan tertutup.

2. Diastole lanjut. Gelombang depolarisasi menyebar melalui atrium

dan berhenti sementara pada nodus AV. Otot atrium berkontraksi

memberikan tambahan 20% sampai 30% pada isi ventrikel.

3. Systole awal: depolarisasi menyebar dari nodus AV melalui cabang

berkas melalui miokardium ventrikel. Ketika ventrikel mulai

berkontraksi, tekanan dalam ventrikel meningkat melebihi tekanan

Page 7: RHD

dalam atrium. Akibatnya katup AV menutup, dan penutupan inilah

yang menimbulkan bunyi jantung pertama. Ventrikel terus

meningkatkan tekanannya. Namun selama fase ini tekanan dalam

aorta dan arterypulmunalis melebihi tekanan dalam ventrikel,

dengan demikian katup arterypulmunalis tetap dipertahankan

dalam keadaan tertutup. Ini disebut kontraksi isovolumik, karena

volume ventrikel tetap konstan.

4. Sistole lanjut. Segera setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan

dalam pembuluh darah, maka katup semilunaris akan membuka

dan terjadilah ejeksi ventricular kedalam sirkulasi pulmonal dan

sistemik. Fase ejeksi ini dapat dibagi menjadi fase awal 'ejeksi

cepat' yang singkat, dan fase lanjutan 'ejeksi lambat' yang lebih

panjang.

5. Diastole awal: gelombang repolarisasi menyebar melalui

miokardium ventrikel dan ventrikel dalam keadaan istirahat. Ketika

otot-ototnya relaksasi maka tekanan ventrikel turun sampai lebih

rendah dari tekanan atrium. Akibatnya katup semilunaris tertutup

dan terdengarlah bunyi jantung kedua. Keadaan istirahat ini

berlangsung terus sampai tekanan ventrikel lebih rendah dari

tekanan dalam atrium, sehingga katup AV membuka. Periode

antara penutupan katup semilunaris dan pembukaan katup-katup

AV disebut sebagai relaksasi isovolumik karena volume ventrikel

tetap konstan walaupun tekanan ventrikuler terus menurun.

Dengan terbukanya katup AV ini maka dengan cepat ventrikel terisi

oleh darah vena yang telah terkumpul dalam atrium. Kira-kira 70%-

80% dari pengisian ventrikel terjadi selama tahap ini.

Page 8: RHD

BAB III

DEMAM REMATIK

DEFINISI

Definisi rematik adalah suatu proses radang akut akibat infeksi

ISPA dari streptococcus beta hemolyticus grup A. dalam bentuk yang

umum, penyakit ini merupakan demam akut yang mengakibatkan

adanya peradangan pada persendian, jantung, kulit dan sistem syaraf.

ETIOLOGI

Penyakit ini berhubungan sangat erat dengan ISPA oleh

streptococcus beta hemolyticus grup A.

FAKTOR PREDISPOSISI

Page 9: RHD

Faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam

rematik dapat dibagi menjadi faktor penjamu dan faktor lingkungan.

FAKTOR PENJAMU

1. Faktor genetik

Penyakit demam rematik sering ditemukan dalam satu keluarga,

terutama anak kembar. Meskipun mekanisme penurunannya belum

diketahui dengan pasti namun berdasarkan data yang didapat

keturunan memegang peranan pada penyakit ini.

2. Jenis kelamin

Tidak ada perbedaan rasio antara anak perempuan dengan laki-laki.

Jenis kelamin hanya berpengaruh pada jenis kelainan katup, dimana

stenosis mitral lebih sering pada anak perempuan dan infusiensi

aorta lebih sering pada anak laki-laki.

3. Golongan etnik dan ras

Hal yang perlu diperhatikan dalam faktor ini adalah bahwa dinegara

barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah

serangan penyakit jantung rematik, sementara di India stenosis

organik berat 6 bulan - 2 tahun setelah serangan pertama, dimana

hal ini juga terjadi di Indonesia.

4. Usia

Merupakan faktor terpenting pada timbulnya demam rematik.

Penyakit jantung rematik paling sering terjadi pada usia 5-15 tahun

dengan rata-rata puncaknya pada usia 8 tahun.

5. Status gizi

Keadaan gizi anak serta adanya penyakit lain belum dapat

ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya

demam rematik. Tetapi diketahui pasien dengan penyakit anemia

sel sabit jarang menderita demam rematik.

FAKTOR LINGKUNGAN

Page 10: RHD

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Dalam hal ini termasuk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah

berpenghuni padat, rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan

yang rendah, dan faktor lainnya dimana hal-hal tersebut banyak

ditemukan pada negara berkembang.

2. Iklim dan Geografi

Demam rematik merupakan penyakit kosmopolit. Angka kejadian

demam rematik didaerah dataran tinggi lebih rendah daripada

dataran rendah.

3. Cuaca

Perubahan cuaca mendadak sering mengakibatkan infeksi saluran

nafas bagian atas meningkat, sehingga kemungkinan terjadinya

demam rematik pun meningkat.

PATOGENESIS

Meskipun sudah banyak penelitian yang dilakukan, namun

patogenesis secara pasti masih belum dapat diketahui. Pada umumnya

para ahli mengatakan bahwa demam rematik dan penyakit jantung

rematik adalah penyakit autoimun.

Demam rematik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang

berlebihan terhadap beberapa produk ekstrasel dari streptokokus,

sementara streptokokus sendiri menghasilkan tidak kurang dari 20

produk ekstrasel. Karena merupakan antigen, tubuh akan membentuk

antibody untuk menetralisirnya. Kaplan mengemukakan hipotesis

tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptokokus dengan

otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip dengan

streptokokus. Hal ini yang menyebabkan reaksi autoimun.

Demam rematik biasanya menyerang jaringan otot miokardium,

endokardium dan pericardium, terutama pada katup mitral dan katup

aorta.

Page 11: RHD

Secara histopatologis, infeksi demam rematik ditandai dengan

adanya proses aschoff bodies yang khas. Daun katup dan korda

tendinea akan mengalami edema, proses fibrosis, penebalan, vegetasi

dan mungkin kalsifikasi.

Proses-proses tersebut menunjukkan bahwa demam rematik

memeang merupakan suatu penyakit autoimun, dimana reaksi silang

yang terjadi antara streptokokus dengan jaringan tubuh tertentu dapat

menyebabkan kerusakan jaringan secara imunologik.

Perjalanan penyakitnya dibagi dalam 4 stadium :

1. Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman

beta streptococcus hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas

pada umumnya, gejala yang terjadi termasuk demam, batuk

disfagia, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil

dapat terjadi diare.

Pada pemeriksaan feses sering didapatkan eksudat di tonsil yang

menyertai tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening

submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya

berlangsung 2-4 hari, dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2. Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara

infeksi streptokokus dengan permulaan gejala demam rematik.

Biasanya periode ini berlangsung antara 1-3 minggu, kecuali korea

yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

3. Stadium III

Ini merupakan stadium fase akut demam rematik, saat timbulnya

berbagai manifestasi klinis demam rematik. Manifestasi klinis

tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan

manifestasi spesifik demam rematik.

4. Stadium IV

Page 12: RHD

Biasanya pasien mengalami demam yang tidak tinggi, tanpa pola

demam tertentu. Anak menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung

dan berat badan menurun. Anak tampak pucat karena anemia

akibat tertekannya eritropoesis, bertambahnya volume plasma

serta memendeknya umur eritrosit. Dapat pula terjadi epistaksis,

yang bila banyak dapat menambah derajat anemia. Atralgia, rasa

sakit disekitar sendi selama beberapa hari atau beberapa minggu

juga sering didapatkan, rasa sakit akan bertambah dengan latihan

fisik. Pada pemeriksaan lab terdapat tanda peradangan akut berupa

C- reactive protein dan leukositosis serta meningginya LED. Titer

ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada EKG terjadi

pemanjangan interval P-R.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala mayor dari demam rematik adalah poliatritis, karditis,

korea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Gejala mayor ini

dapat muncul sendiri atau bersama setelah masa laten sampai lima

minggu setelah terjadi infeksi streptokokus. Selain gejala mayor ada

pula gejala minor yang ditandai dengan demam, atralgia serta hasil

pemeriksaan penunjang yang menunjukkan adanya reaksi peradangan

akut dan hasil elektrokardiogram yang menunjukan adanya interval PR

yang memanjang.

Arthritis merupakan gejala yang paling umum pada demam

rematik. Umumnya terjadi demam dan sendi-sendi besar merupakan

tempat-tempat yang sering terkena. Pada persendian akan nampak

kemerahan, teraba hangat, dan nyeri. Kadang rasa nyeri ini

mengakibatkan pasien menolak untuk menggerakkan anggota

badannya sehingga nampak seperti terjadi kelumpuhan. Karakteristik

dari arthritis ini adalah sifatnya yang berpindah-pindah dengan

menunjukkan tanda-tanda penyembuhan pada satu sendi sebelum

muncul pada sendi lainnya. Karakteristik lainnya adalah arthritis pada

Page 13: RHD

demam rematik ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian

salisilat. Pasien umumnya menunjukan penyembuhan yang cepat dan

total setelah pemberian aspirin.

DIAGNOSIS

Pada tahun 1944 Dr. Duckett Jones menyusun kriteria yang

dikenal dengan nama kriteria jones. Kriteria ini dimodifikasikan oleh

American Heart Association (AHA) pada tahun 1955 lalu direvisis lagi

pada tahun 1965 dan mulai diterapkan oleh WHO pada tahun 1967.

kemudian pada tahun 1992, dilakukan revisi lagi yangs ampai

sekarang masih digunakan, dengan penjelasan tambahan yaitu

diagnosis demam rematik dapat ditegakan dengan adanya korea atau

karditis yang aktif secara klinis tanpa perlu adanya bukti infeksi

streptokokus, 1235.

Terdapat 2 manisfestasi mayor, atau 1 manifestasi mayor

ditambah dengan 2 manifestasi minor menunjukan kemungkinan besar

suatu demam rematik.

Bukti terdapatnya infeksi streptokokus sebelumnya menyokong

diagnosis.

Page 14: RHD

= 2 mayor atau 1 mayor 2 minor =

Bukti terdapatnya infeksi streptococcus ( ASTO ) +

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding demam rematik umumnya terdiri dari

penyakit-penyakit dengan demam dan arthritis atau karditis. Penyakit-

penyakit seperti juvenile rheumatoid arthritis, systemic lupus

erythematosus atau penyakit jaringan ikat campuran dan penyakit

serum harus dipertimbangkan kemungkinannya jika ditemukan pasien

dengan gejala utama arthritis. Perlu diperhatikan adanya infeksi

piogen pada sendi yang sering disertai demam serta reaksi fase akut

bisa terjadi kenaikan yang bermakna titer ASTO akibat infeksi

streptokokus sebelumnya yang sebenarnya tidak menyebabkan

demam rematik sehingga seolah-olah kriteria jones sudah terpenuhi.

Diagnosis banding lainnya adalah purpura henoch schoenlein,

hemoglobinpati, anemia sel sabit, arthritis pasca infeksi, arthritis

septic, leukimia, dan endokarditis bakterialis akut.

PENATALAKSANAAN

Dasar pengobatan demam rematik terdiri dari: istirahat berupa

tirah baring, eradikasi kuman streptokokus, penggunaan obat

antiradang, pengobatan suportif, profilaksis sekunder, penyuluhan,

tindakan intervensi atau operasi.

Eradikasi kuman streptokokus dilakukan dengan pemberian

penisilin prokain 600.000 unit IM selama 10 hari. Untuk negara

berkembang WHO menganjurkan penggunaan penisilin benzatin 1,2

juta unit IM. Bila alergi terhadap penisilin digunakan eritromisin

20mg/kg bb dua kali sehari selama 10 hari.

Untuk pemberian obat antiradang tergantung dari berat

ringannya dan ada tidaknya karditis. Obat yang dipakai secara luas

adalah salsilat dan steroid karena keduanya efektif mengurangi gejala

Page 15: RHD

demam, kelainan sendi, serta fase reaksi akut. Steroid umumnya lebih

cepat dalam memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan akan

bertambah dan laju endap darah akan cepat menurun. Prednisone

hanya digunakan pada karditis dengan kardiomegali atau dengan

gagal jantung. Akhir-akhir ini telah diperkenalkan anti radang baru

yaitu naproxen dengan dosis 10-20 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

selama 4-8 minggu sebagai penggganti salisilat, ternyata lebih aman

dibandingkan dengan endometasin dan cukup efektif untuk mengatasi

arthritis dan demam pada demam rematik.

Pengobatan suportif dapat berupa diet tinggi kalori dan protein,

vitamin dan pengobatan terhadap komplikasi yang muncul. Pada

penderita dengan gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet gagal

jantung.

Profilaksis sekunder diperlukan untuk mencegah serangan ulang

demam rematik. Obat yang diberikan adalah penicilin benzatin 1,2 juta

unit setiap bulan. Bila penderita menolak untuk disuntik maka dapat

diganti dengan penicilin oral 2x200.000 unit/ hari. Bila terdapat alergi

terhadap penicilin dapat diganti dengan sulfadiazine 1000mg/hari

untuk anak diatas 12 tahun dan 500mg/hari untuk anak di bawah 12

tahun. Lama pemberian tergantung pada ada tidaknya dan beratnya

karditis.

Penyuluhan perlu diberikan kepada penderita dan orang tuanya

terutama penjelasan mengenai kesalahan penderita dan ketaatan

menjalani profilaksis sekunder.

Pencegahan sekunder

Benzathine Penisilin :

* 600.000 iu / 3-4 mgg ( BB < 30 Kg )

* 1.200.000 iu / 3-4 mgg ( BB > 30 Kg )

Eritromisin :

Page 16: RHD

* 2 x 250 mg

Sulfadiazin :

* 500 mg/ hr ( BB< 30 Kg )

* 1000 mg/ hr ( BB > 30 Kg )

Lamanya :

* Tanpa karditis 5 tahun atau s/d usia 18 tahun.

* Dgn Karditis s/d usia 25 tahun.

BAB IV

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Jantung merupakan satu-satunya organ yang dapat mengalami

kelainan menetap akibat demam rematik. Apabila peradangan

mengenai lapisan pericardium akan mengakibatkan perikarditis yang

bisa menjalar ke miokardium dan yang terberat adalah apabila

mengenai endokardium sehingga mengakibatkan peradangan katup-

katup jantung. Kelainan katup yang paling sering ditemui adalah katup

mitral, sekitar 85% dan katup aorta 54%.

Page 17: RHD

ETIOLOGI

Seperti telah disebutkan diatas, penyakit jantung rematik

meruapakn sisa dari demam rematik yang disebabkan oleh

streptokokus beta hemolitikus grup A.

INSUFISIENSI MITRAL

Insufiensi mitral adalah penutupan katup mitral yang tidak

sempurna sehingga menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari

ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistolik.

Patogenesis

Pada penyakit demam rematik valvulitis mitral biasanya sudah

terjadi pada hari-hari pertama serangan. Sebagian akan sembuh

sempurna, tapi sebagian lainnya akan menimbulkan gejala sisa

beruapa insufisiensi mitral.

Kebocoran katup mitral terjadi akibat proses penyembuhan

valvulitis mitral yang menyebabkan daun katup menebal sehingga

tidak dapat menutup dengan sempurna. Juga terjadi pelengketan

antara tepi daun katup. Pelebaran ventrikel kiri, kerusakan m. Papilris

serta korda tendinei menambah kebocoran tersebut.

Penutupan katup mitral yang tidak sempurna akan

mengakibatkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke

atrium kiri. Perubahan hemodinamik tergantung pada besarnya

kebocoran itu.

Pada kelainan ringan mungkin tidak terdapat kardiomegali,

karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah

secara bermakna. Kebocoran sedang sampai berat selalu

menyebabkan kardiomegali. Tertimbunnya darah di atrium kiri saat

awal diastole akan menyebabkan terjadinya stenosis mitral relative

sehingga terjadi flow murmur diastole.

Page 18: RHD

Bila keadaan berlanjut, beban volume atrium kiri akan disalurkan

ke vena pulmonalis, sehingga terjadi peninggian tahanan vaskuler

paru. Hal ini kemudian akan menimbulkan tahanan vaskuler paru. Hal

ini kemudian akan menimbulkan hipertrofi ventrikel kanan sehingga

terjadi insufisiensi tricuspid. Keadaan ini selanjutnya dapat

menimbulkan gagal jantung kongestif.

Gambaran klinis

Pada insufisiensi mitral ringan, seorang anak mungkin tidak

mengeluh apa-apa dan dapat beraktivitas normal. Pada keadaan

sedang atau berat biasanya tergantung pada beratnya lesi. Anak akan

mudah merasa capek dan kadang sesak nafas setelah melakukan

aktifitas fisik.

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hemithoraks kiri lebih

menonjol. Bunyi jantung satu terdengar normal atau melemah,

sedangkan bunyi jantung ke dua mengeras pada keadaan insufisiensi

berat. Pada auskultasi terdengar adanya bising pansistolik diapeks

yang menjalar kelateral dan mengeras bila miring kekiri. Untuk

keadaan yang lebih berat dapat ditemukan bising middiatolik diapeks.

Gambaran elektrokardiografi umumnya normal pada insufisiensi

ringan. Pada insufisiensi berat, elektrokardiografi hipertrofi ventrikel

kiri dan atrium kiri. Tampak perubahan segmen S-T dan gelombang T

pada hantaran prekordium kiri. Bila terjadi hipertensi pulmonal,

terdapat gambaran hipertrofi ventrikel kanan (P pulmonal).

Kelainan foto rontgen dada yang paling sering dijumpai pada

insufisiensi mitral adalah pembesaran ventrikel kiri. Pada kasus yang

berat dan lama, dapat terlihat gambaran kongesti paru dan hipertrofi

ventrikel kanan yang menandakan adanya hipertensi pulmonal.

Dengan ekokardiografi dapat dipastikan adanya hipertrofi serta

dilatasi jantung yang disebabkan oleh insufisiensi mitral, yaitu dengan

Page 19: RHD

didapatkannya arus darah abnormal dari ventrikel kiri dan dari atrium

kiri pada saat sistol.

Prognosis

Pasien dengan insufisiensi mitral, umumnya mempunyai

prognosis baik, asal dapat dicegah sebelum terjadi reaktifasi demam

rematik. Kira-kira 1/3 kasus akan sembuh spontan, dan sisanya stabil

dengan penangannan yang baik. Komplikasi endokarditis erjadi pada

±5% kasus.

STENOSIS MITRAL

Patogenesis

Keadaan ini terjadi akibat katup mitral yang tidak dapat

membuka dengan sempurna sehingga menimbulkan obstruksi jalan

darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Volume atrium kiri akan terus

bertambah dan tekanan yang berlebihan akan diteruskan ke pembuluh

darah paru sehingga bisa mengakibatkan hipertensi pulmonal. Beban

jantung kanan juga akan bertambah sehingga terjadi hipertrofi

ventrikel kanan yang akan mengakibatkan gagal jantung kanan.

Page 20: RHD

Gambaran klinis

Stenosis mitral pada anak umumnya asimtomatik. Pada keadaan

yang beart akan terjadi hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah

paru akibat hipertensi pulmonal.

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik umumnya menunjukan hemitoraks

normal atau agak menonjol. Pada auskultasi terdengar bunyi jantung I

mengeras, dan setelah terjadi hipertensi pulmonal maka P2 akan

mengeras juga. Bising khas pada stenosis mitral adalah bising diastolic

apical dengan aksentuasi perisistol. Bising ini didahului oleh opening

snap, bersifat rumbling, nada rendah dan mengeras bila posisi pasien

miring kekiri atau setelah aktivitas.

Perubahan pertama yang terjadi pada EKG akibat stenosis mitral

adalah terdapatnya P mitral yang terjelas dihantaran I dan II, tetapi

Page 21: RHD

sering juga terlihat di hantaran prekordium kanan. Pada kasus yang

berlangsung lama, dapat terlihat hipertrofi ventrikel kanan dan

hipertrofi atrium kanan dengan sumbu QRS bergeser kekanan. Foto

rontgen dada tidak menunjukan kelainan pada stenosis ringan. Bila

telah terjadi hipertensi pulmonal maka akan tampak apeks jantung

terangkat dan pembesaran atrium kanan. Pembesaran ventrikel kiri

tidak terjadi kecuali apabila disertai dengan insufisiensi mitral.

Prognosis

Berbeda dengan insufisiensi mitral, stenosis mitral cenderung

untuk progresif, sehingga kita harus waspada akan terjadinya

perburukan stenosis dengan bertambahnya usia pasien. Kematian

dapat terjadi pada stenosis mitral berat dengan hipertensi pulmonal

dan gagal jantung kanan.

INSUFISIENSI AORTA

Patogenesis

Kebocoran katup aorta mengakibatkan regurgitasi darah dari

aorta ke ventrikel kiri. Hal ini terjadi pada awal diatole sehingga

kemudian beban volume ventrikel kiri berlebihan dan mengalami

dilatasi. Untuk mempertahankan curah jantung maka ventrikel kiri

bekerja lebih kuat untuk memompa darah, sehingga akhirnya terjadi

hipertrofi ventrikel kiri.

Page 22: RHD

Gambaran klinis

Insufisiensi aorta ringan mungkin bersifat asimtomatik. Pada

kasus yang lebih berat anak mengeluh lekas capek, palpitasi, dispnu

setelah latihan dan banyak berkeringat. Gagal jantung kiri dapat

terjadi pada insufisiensi aorta murni yang berat.

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik, dengan perabaan akan teraba aktivitas

ventrikel kiri yang meningkat, bahkan mungkin bisa teraba getaran

bising diastolic. Bunyi yang khas pada insufisinesi aorta adalah bising

diastolic dini bernada tinggi di sela iga II kiri (daerah pulmonal) dengan

penjalaran ketepi kiri sternum. Kadang juga dapat terdengar di apeks

atau sela iga II kanan.

Pada pemeriksaan nadi terdapat pulsus sele. Tekanan nadi

bertambah akibat meningkatnya tekanan sistolik dan menurunnya

Page 23: RHD

tekanan diastolic. Tanda lain adalah adanya pistol shot sign, suatu

bunyi letupan yang terdengar apabila kita tekan stetoskop pada arteri

femoralis. Juga dapat terdengar tanda durosiez yaitu bising sistolik dan

diastolic di pembuluh darah tepi yang besar bila terjadi insufisiensi

aorta.

Gambaran EKG menunjukan adanya hipertrofi ventrikel kiri.

Gelombang T dihantaran prekordium kiri seringkali tinggi dan kadang

disebut sebagai pola diastolik overload.

Prognosis

Pasien dengan insufisiensi aorta ringan mempunyai progosis baik,

meskipun bisingnya menetap. Insufisiensi aorta berat yang

mengakibatkan kardiomegali, apalagi bila disertai gagal jantung,

prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan lesi katup mitral

pada umumnya.

PENATALAKSANAAN

Tindakan operasi umumnya diperlukan pada penderita demam

rematik yang meninggalkan gejala sisa berupa penyakit jantung

rematik. Umumnya dilakukan pada orang dewasa, pada anak indikasi

bedah biasanya adalah kardiomegali berat yang menetap dan

mengganggu kehidupan normal, kardiomegali progresif, serta gagal

jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medik. Criteria indikasi

lainnya tergantung dari lesi yang ada, serta kemampuan pelaksana

operasi.

Pada insufisiensi mitral yang dilakukan adalah anuloplasti mitral,

atau penggantian katup. Untuk stenosis mitral dapat dilakukan

Page 24: RHD

comisurotomi dan pada insufisiensi aorta dapat dilakukan protesis atau

homograft.

Beberapa tahun belakangan dikembangkan cara baru untuk

mengatasi stenosis mitral yaitu dengan valvulotomi mitral dengan

mempergunakan kateter balon (balloon mitral valvulotomy).

Menurut The American Heart Association & WHO

Memusnahkan kumannya dgn :

A * PP 600.000 iu / IM ( BB< 30 Kg ) -- 10 hr.

* PP 1.200.000 iu / IM ( BB > 30 Kg ) – 10 hr.

B * Penisislin oral 4 x 250 mg --- 10 hr.

* Eritromisin 50 mg/ Kg BB 4 dd --- 10 hr.

Pencegahan sekunder

Benzathine Penisilin :

* 600.000 iu / 3-4 mgg ( BB < 30 Kg )

* 1.200.000 iu / 3-4 mgg ( BB > 30 Kg )

Eritromisin :

* 2 x 250 mg

Sulfadiazin :

* 500 mg/ hr ( BB< 30 Kg )

* 1000 mg/ hr ( BB > 30 Kg )

Lamanya :

* Tanpa karditis 5 tahun atau s/d usia 18 tahun.

* Dgn Karditis s/d usia 25 tahun.

Pembedahan:

Valvulotomi

Valvuloplasti

Comisurotomi

Page 25: RHD

Suspek RHD

Riwayat penyakit

Pem. Fisik

Laboratorium

Kultur

LEDCRP

Chorea Poliartritis Karditis

Kortikosteroid Respon (-)

Respon (+) Haloperidol

Prophilaksis

Page 26: RHD

Karditis

Ringan Sedang Berat

Kardiomegali (-) Kardiomegali (+) Payah jantung Arthritis

Salisilat Pred + salisilat Pred, O2, lasik

Prophilaksis Prophilaksis Penanganan payah

jantung

Page 27: RHD

Payah jantung kongestif

Riw. Penyakit

Pem. Fisik

CXR, EKG, Elektrokardiografi

Elektrolit, Glukose, Kalsium

Identifikasi & Th/ Derajat peny.

Disritmia

Toksisitas digitalis

Infeksi

Kelainan Elektrolit

Anemia berat

Peny. Paru

Sedang Berat

Digitalis & lasik

Digoxin & lasix

Mon. elektrolit

Id. Hipertrofi

Propranolol or Verapamil

Page 28: RHD

Berat

Rawat ICU

AGD

Th/ suportifO2, FurosemideK/P Morfin

Resp Failure ?

Identifikasi

Id. Hipertrofi

Subaortik Stenosis

intubasi

Digoxin

Respon (-) Respon (+)

Dopamin, dobutamin

isoproterenolRespon (-)

CO dgn Nitroprusid

Atau hidralazine

Respon (+)

Page 29: RHD

BAB IV

KESIMPULAN

Demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan

masalah kesehatan yang penting dinegara yang sedang berkembang.

Walaupun kelainan sendi yang ditimbulkan dapat sembuh dengan

sempurna, tapi seringkali menimbulkan gejala sisa yang tidak dapat

dibilang ringan.

Dengan mengetahui gejala klinis dari demam rematik, kita

diharapkan dapat menegakan diagnosa dengan cepat dan tepat.

Setelah kita memahami perjalanan penyakit dari demam rematik

yang akhirnya menjadi penyakit jantung rematik, serta komplikasi dan

cacat yang ditimbulkan dikemudian hari, diharapkan dapat menekan

angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit

jantung rematik, dengan cara melakukan profilaksis primer dan

profilaksis sekunder. Tindakan bedah diperlukan bila terjadi

kelainanjantung yang berat dan menetap yang menghalangi

kehidupan normalnya atau sudah tidak dapat diatasi dengan tindakan

medis, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Page 30: RHD

Demam Rematik

Penyakit Jantung

Rematik

Strep. β hem. A

Kerusakan Katup

Jantung