Revolusi Melati

9
D. Kerangka Pemikiran Penelitian yang menganalisis tentang latar belakang turunnya Zainal Abidin bin Ali dari kursi kepresidenan Tunisia ini akan mempergunakan konsep krisis legitimasi. Pengertian Legitimasi Legitimasi merupakan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Artinya, apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat atau tidak? Apabila masyakarat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat, maka kewenangan itu dikategorikan sebagai kewenangan yang berlegitimasi. Maksudnya, legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan politik. Krisis legitimasi biasanya terjadi pada masa transisi. Maksudnya perubahan dari masyarakat tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks/

description

Intisari kerangka pemikiran (beta)

Transcript of Revolusi Melati

Page 1: Revolusi Melati

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian yang menganalisis tentang latar belakang turunnya Zainal Abidin bin Ali dari

kursi kepresidenan Tunisia ini akan mempergunakan konsep krisis legitimasi.

Pengertian Legitimasi

Legitimasi merupakan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Konsep

legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Artinya, apakah masyarakat

menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan

yang mengikat masyarakat atau tidak? Apabila masyakarat menerima dan mengakui hak moral

pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat, maka

kewenangan itu dikategorikan sebagai kewenangan yang berlegitimasi. Maksudnya, legitimasi

merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk

memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan politik.

Krisis legitimasi biasanya terjadi pada masa transisi. Maksudnya perubahan dari

masyarakat tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur

kompleks/ Perubahan lainnya adalah perubahan yang terjadi dari suatu tingkat dan kualitas

perkembangan menuju ke tingkat dan kualitas perkembangan masyarakat berikutnya.

Pembangunan teknologi komunikasi dan transportasi, perkembangan ekonomi dan perluasan

pendidikan tidak hanya akan menghasilkan masyarakat yang partisipatif dalam politik, tetapi

juga masyarakat yang rasional-kritis dan penuh alternatif terhadap proses politik. Masyarakat

semacam ini akan cenderung mempertanyakan setiap kewenangan yang dianggap tidak

mencerminkan aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Apabila pihak yang berwenang tidak

tanggap atas perubahan aspirasi masyarakat, maka sikap mempertanyakan berubah menjadi

Page 2: Revolusi Melati

meragukan keabsahan kewenangan pemerintah sehingga dukungan kepada pemerintah kian

memudar. Pengakuan dan dukungan yang memudar disebut krisis legitimasi. Namun krisis

legitimasi tidak selalu berakhir dengan kejatuhan dan pergantian pihak yang berwenang. Hal ini

tergantung sekali kepada kemampuan pihak yang berwenang untuk menyesuaikan diri dan

mendapat kan kembali pengakuan dan dukungan dari masyarakat. 1

Penyebab Krisis Legitimasi

Menurut Lucian Pye, ada empat sebab krisis legitimasi, yaitu:2

1. Pihak kewenangan beralih pada prinsip kewenangan yang lain. Artinya, prinsip

kewenangan yang selama ini digunakan, tidak lagi diakui masyarakat. Masyarakat pun

sudah menemukan prinsip kewenangan lain yang dianggap lebih baik sehingga

pemerintah yang mendasarkan diri pada prinsip kewenangan lama akan kehilangan

dukungan.

2. Persaingan yang sangat tajam dan tidak sehat, tetapi juga tidak disalurkan melalui

prosedur yang seharusnya diantara para pemimpin pemerintahan sehingga terjadi

perpecahan dalam tubuh pemerintahan. Perpecahan semacam ini menimbulkan

kelumpuhan pemerintahan sehingga masyarakat tidak akan mentaati kewenangan yang

ada.

3. Pemerintahan tidak mampu memenuhi janjinya sehingga menimbulkan kekecewaan dan

keresahan di kalangan masyakarat. Kekecewaan dan keresahan tersebut berakibat

memudarnya dukungan kepada pemerintah.

1 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1992), hal. 922 Ramlan Surbakti. Op. cit. hal. 99-100

Page 3: Revolusi Melati

4. Sosialisasi tentang kewenangan mengalami perubahan. Perubahan ini berlangsung tidak

hanya menjadi rasional-kritis terhadap kewenangan, tetapi juga partisipatif dalam politik.

Berdasarkan sebab krisis legitimasi menurut Lucian Pye tersebut, krisis yang muncul

pada masa kepemerintahan Zainal Abidin bin Ali disebabkan oleh, (1) prinsip kewenangan

beralih pada prinsip kewenangan yang lain. Artinya masyarakat Tunisia tidak menganggap

prinsip kewenangan saat ini tidak cocok untuk Tunisia dan menginginkan prinsip kewenangan

berbeda yang dianggap lebih baik sehingga prinsip kewenangan yang lama beserta rezimnya

akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Kewenangan pemerintah yang lama dianggap

menekan kebebasan berpolitik rakyat dan peraturan-peraturan yang ada dianggap tidak memihak

rakyat.

Indikator awalnya adalah, terlalu dominannya Zainal Abidin bin Ali dan kendaraannya,

Constitusional Democratic Rally atau RCD (Rassemblement Constitutionel Démocratique).

Sejak tahun 1989, Zainal Abidin bin Ali dan RCD tidak pernah kalah sekalipun dalam pemilihan

umum maupun pemilihan parlemen. Sejak pemilu presiden tahun 1989 sampai dengan 2009,

Zainal Abidin bin Ali selalu meraih persentase suara diatas 89%. Sedangkan untuk pemilu

legislatif, RCD selalu meraih minimal 80% suara sejak tahun 1989.3 Pada Mei 2002, Zainal

Abidin bin Ali bahkan sukses menyelenggarakan referendum untuk mengubah konstitusi agar

dia bisa menjabat presiden untuk keempat kalinya.4 Tentu saja, banyak pihak yang menanggap

selama ini Zainal Abidin bin Ali tidak jujur dan adil dalam berpolitik, termasuk dalam

menyelenggarakan pemilu. Seperti yang telah penulis sampaikan sebelumnya, Uni Afrika pun

sampai menerjunkan tim untuk mengawasi pemilu Tunisia, tepatnya pada Pemilu 2009. Terlalu

3 Data diperoleh dari “Constitutional Democratic Rally” (Wikipedia, the Free Encyclopedia), http://en.wikipedia.org/wiki/Constitutional_Democratic_Rally. Diakses pada 19 Juni 2012.4 AFP, “Profile: Zine El Abidine Ben Ali” (Al Jazeera, 15 Januari 2011), http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/tunisia/2011/01/201111502648916419.html. Diakses pada 21 Juni 2012.

Page 4: Revolusi Melati

dominannya Zainal Abidin bin Ali membuat warga Tunisia menginginkan kondisi politik yang

jauh lebih adil dan bebas.

Sebagai negara dengan perekonomian yang sedang tumbuh pesat, korupsi juga melanda

Tunisia. Menurut Robert F. Godec (Duta besar Amerika Serikat untuk Tunisia), Zainal Abidin

bin Ali dan keluarga beserta kroni, selalu ambil bagian dalam setiap investasi yang ada.5 Menurut

indeks Transparancy Internasional tahun 2007, korupsi di Tunisia semakin parah. Peringkatnya

pun turun dari peringkat ke-43 pada tahun 2005 menjadi 61 pada tahun 2007 (dari 179 negara)

dengan nilai 4,2 (nilai 1 adalah negara dengan tingkat korupsi paling tinggi, 10 adalah negara

dengan tingkat korupsi paling rendah).6 Salah satu efek domino dari tingginya tingkat korupsi di

Tunisia adalah menurunnya arus kapital dan menghambat laju industri yang pada akhirnya

meningkatkan angka pengangguran. Rakyat Tunisia jelas meninginkan pemerintahan yang bebas

dari korupsi.

Krisis legitimasi pada Zainal Abidin bin Ali juga disebabkan oleh faktor keempat dari

empat penyebab krisis legitimasi oleh Lucyan Pye di atas, yaitu: (2) sosialisasi tentang

kewenangan mengalami perubahan. Perubahan ini berlangsung tidak hanya menjadi rasional-

kritis terhadap kewenangan, tetapi juga partisipatif dalam politik.

Rakyat Tunisia, mulai vokal menginginkan turunnya Zainal Abidin bin Ali baru pada

tahun ke-24 Zainal Abidin bin Ali berkuasa. Rakyat Tunisia yang tadinya tidak partisipatif akan

fenomena politik yang terjadi di Tunisia menjadi aktif berpartisipasi. Pertumbuhan ekonomi

Tunisia yang bersamaan dengan perkembangan kualitas pendidikan dan teknologi informasi

5 Pierre Tristan, “Wikileaks Cable: Tunisian Corruption and President Zine el-Abidine Ben Ali” (about.com (Part of The New York Times, 2010), http://middleeast.about.com/od/tunisia/a/tunisia-corruption-wikileaks.htm). Diakses pada 13 Juli 2012.6 Data diperoleh dari arsip Transparancy Internasional, “Corruption Perceptions Index 2007”. Dapat dilihat di http://archive.transparency.org/policy_research/surveys_indices/cpi/2007. Diakses pada 13 Juli 2012.

Page 5: Revolusi Melati

Tunisia menjadi semacam bumerang yang balik mengenai Zainal Abidin bin Ali yang ingin

berkuasa lebih lama lagi. Lahcen Achy, seorang ekonom Carnegie Endownmen mengatakan,

Tunisia merupakan kasus spesial, karena tingginya level pendidikan tidak sama dengan peluang

dan/atau kesempatan ekonomi dan politik.7

Menurut Salam Ayari, koordinator Union of Unemployed Graduates (UDC) Tunisia,

pada 2010, angka sarjana pengangguran di Tunisia meningkat menjadi 23% dari 15% pada 2005.

Pengangguran terpusat di daerah ibu kota Tunis.8 Sementara itu, World Bank memiliki estimasi

bahwa persentase pengangguran secara umum di Tunisia adalah 15%. Banyak diantaranya

merupakan fresh graduates, dengan estimasi setengah diantaranya masih mencari pekerjaan,

terutama yang berdomisili di luar Tunis. Menurut statistik World Bank, pengangguran melanda

semua lulusan, termasuk yang memiliki gelar master, dan angka sarjana yang masih menganggur

hampir dua kali lipat dalam sepuluh tahun menjadi 336.000 pada tahun 2006-2007. Persentase

ahli teknik yang lulus dari institut teknologi adalah 45%, sedangkan ahli teknik yang lulus bukan

dari intitut teknologi adalah 53%. 57% persen dari sarjana adalah wanita, 43% sisanya adalah

laki-laki, tetapi hanya 38% dari sarjana wanita tersebut memiliki pekerjaan sedangkan 51% dari

sarjana laki-laki tersebut telah memiliki pekerjaan.9

Masyarakat Tunisia yang semakin sadar akan kondisi pemerintahan Zainal Abidin bin Ali

yang tertutup, tidak memikirkan sektor mikro-ekonomi, dan menahan kebebasan berekspresi

dianggap tidak sesuai dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di zaman globalisasi. Zainal

7 Richard Spencer, “Tunisia riots: Reform or be overthrown, US tells Arab states amid fresh riots” (The Telegraph, 13 Januari 2011). http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/africaandindianocean/tunisia/8258077/Tunisia-riots-Reform-or-be-overthrown-US-tells-Arab-states-amid-fresh-riots.html. Diakses pada 4 Juni 2012.8 Carolyn Lamboley, "Unemployed Graduates Take to the Streets Across the Country" (Tunisia Live, 22 Maret 2012). http://www.tunisia-live.net/2012/03/22/unemployed-graduates-take-to-the-streets-across-the-country/. Diakses pada 17 Juli 2012.9 Wagdy Sawahel, "TUNISIA: Graduate joblessness sparks violent protests" (University World News, 9 Januari 2011).http://www.universityworldnews.com/article.php?story=20110107102250114. Diakses pada 17 Juli 2012.

Page 6: Revolusi Melati

Abidin bin Ali yang sempat memberlakukan jam malam dan larangan membentuk kerumunan,

membuat rakyat Tunisia menggunakan sarana teknologi informasi sebagai wadah pemersatu

opini, salah satunya internet. Ajakan untuk melakukan unjuk rasa kerap ditulis di forum-forum

maya dan beberapa situs jejaring sosial.10 Akhirnya, kejadian pembakaran diri sendiri yang

dilakukan oleh Muhammad Bouazizi menjadi pemicu meledaknya aksi rakyat Tunisia.

10 Peter Beaumont, “The truth about Twitter, Facebook and the uprisings in the Arab world” (The Guardian, 25 Februari 2011). http://www.guardian.co.uk/world/2011/feb/25/twitter-facebook-uprisings-arab-libya. Diakses pada 7 Juni 2012.