Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai ...
Transcript of Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai ...
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 ISSN : 2477-3298 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
47
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk
Pewarnaan Kulit
Emiliana Kasmudjiastuti
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166, Indonesia
Telp. (0274) 512929, Fax. (0274) 563655
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Zat warna alam untuk kulit yang berasal dari bahan kayu atau kulit kayu merupakan zat
warna mordan dan dikenal dengan nama wood dyes. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan
tersebut umumnya berupa tanin, flavonoid dan kuinon yang menghasilkan warna kuning, coklat dan
merah. Penggunaan zat warna alam dari kayu mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya
adalah mempunyai efek menyamak, mempunyai daya isi pada kulit, dengan garam metal yang
berbeda akan memberikan warna yang berbeda. Kelemahannya, jika digunakan secara berlebihan,
kulit yang dihasilkan bersifat kaku. Makalah ini membahas prospek zat warna alam dari ekstrak
kayu secang (Caesalpinia sappan L), nangka (Artocarpusheterophyllus), tegeran (Maclura
cochichinensis), kulit kayu tingi (Ceriops tagal) dan mahoni (Swietenia mahagoni JACQ) untuk
pewarnaan kulit. Zat warna alam dari ekstrak kayu tersebut dapat diaplikasikan pada berbagai jenis
kulit seperti kulit ikan kakap, kulit kaki ayam, kulit ular, kulit biawak, kulit perkamen dari kulit
kerbau dan kulit domba. Secara umum hasil uji ketahanan gosok cat (kelunturan warna)
menunjukkan hasil yang baik (tidak luntur).
Kata kunci: zat warna alam, ekstrak kayu secang, nangka, tegeran, tingi, mahoni, mordan
ISSN : 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
48
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
The Prospect of Natural Dyes from Wood Extract asLeather Dyeing: a Review
Emiliana Kasmudjiastuti
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166, Indonesia
Telp. (0274) 512929, Fax. (0274) 563655
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Natural dyes for leather from wood or bark are mordant dyes and are known as wood dyes. The
chemical compounds contained in the material are generally tannins, flavonoids and quinones that
produce yellow, brown and red. The use of natural dyes from wood has advantages and
disadvantages. The advantages is having the effect of tanning, has the fullness on the skin, with
different metal salts will give a different color. The disadvantage, if used in excess, the resulting
skin is rigid. This paper discusses the prospects of natural dye from secang wood extract
(Caesalpinia sappan L), jackfruit (Artocarpus heterophyllus), tegeran (Maclura cochichinensis),
bark (Ceriops tagal) and mahoni (Swietenia mahagoni JACQ) for leather dyeing. Natural dyes
extract of the wood extract can be applied to various skin types such as fish skin, chicken leg skin,
snake skin, lizard skin, parchment skin of buffalo skin and sheep skin. In general the results of the
rub fastness test show good results (not fade).
Keywords: natural dyes, wood ekstract, secang, nangka, tegeran, tingi, mahoni, mordan
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 ISSN : 2477-3298 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
49
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
PENDAHULUAN
Zat warna alam digunakan sebagai pewarna makanan, katun, sutera, wool dan kulit sejak
jaman pra sejarah (Samanta & Agarwal, 2009). Perkembangan selanjutnya penggunaan zat warna
alam tergeser dengan diketemukan zat warna sintetis, karena lebih unggul sifat ketahanan
warnanya, tidak mudah pudar, mudah diproduksi, arah warna lebih bervariasi, dan harganya lebih
murah dibanding zat warna alam (Indrianingsih & Darsih, 2013).Munculnya zat warna sintetis
mengurangi konsumsi zat warna alam yang dikonsumsi sebagian besar di industri kulit sampai
pertengahan abad ke-19.Aplikasi zat warna sintetis tersebar luas di industri kulit dan memiliki
beberapa efek negatif. Zat warna sintetis dihasilkan dari minyak bumi dan sumber-sumber tar
batubara (Devi et al., 2013),tidak hanya menghancurkan lingkungan selama sintesisnya namun juga
bila limbah dibuang ke badan air setelah proses pewarnaan (Gupta et al., 2013). Limbah tersebut
sulit diolah melalui proses pengolahan air limbah secara konvensional karena sangat larut dalam air
(Padhi, 2012). Disamping itu berbahaya bagi kesehatan manusia (Sudha et al., 2014),karena dapat
menembus ke dalam kulit manusia, menghancurkan ekosistem (Kant,2012) dan beracun bagi
keanekaragaman hayati perairan (Danazumi & Bichi, 2010).Beberapa zat warna sintetis
mengandung aromatic amines, disinyalir dapat menyebabkan kanker (Bordingnon et al., 2012).
Zat warna alam dari sumber tanaman (Belemkar & Ramachandran, 2015) adalah ramah
lingkungan, renewable, non toxic, sustainable, warna lembut (Pervaiz et al., 2016), secara
komersial dapat membantu meningkatkan perekonomian negara (Upadhyay & Choudhary, 2014).
Zat warna berbasis tanaman mudah diperoleh, substratnya harum dan lembut (Pervaiz etal., 2016).
Mengingat adanya konsekuensi penggunaan zat warna sintetis dan standar lingkungan yang
ketat, maka penggunaan zat warna alam meningkat dengan cepat di abad 21 (Bose, 2012).Kini zat
warna alam dari berbagai sumber tanaman (kayu, daun, bunga, dan biji) telah banyak dimanfaatkan
dan diaplikasikan dan dikomersialisasikan khususnya pada produk batik dan makanan, sedang
untuk industri kulit kurang diminati, biasanya hanya sebagai produk kerajinan (Lee et al., 2102)dan
merupakan niche market. Pecinta alam saat ini, orang-orang yang sadar akan kesehatan dan
berpikiran hijau mulai menekankan penggunaan zat warna alam(Karaboyaci, 2014).
Sumber-sumber zat warna alam dari tumbuhan sangat luas dan tiap-tiap bagian di dunia ini
mempunyai jenis-jenis tumbuhan yang berbeda yang menghasilkan zat warna (Mann, 1981).
Indonesia kaya akan sumber daya alam berupa tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan zat
warna dan belum dimanfaatkan dan didayagunakan sebagai bahan pewarna untuk kulit. Selama
ini penggunaan bahan dari tumbuhan lokal untuk kulit, hanya sebatas penggunaannya sebagai bahan
penyamak (bahan penyamak nabati), walaupun efek sekunder dari proses penyamakan kulit dapat
ISSN : 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
50
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
menyebabkan warna ke arah coklat. Sebagai contoh pinang (Areca catechu), gambir (Uncaria
gambir), bakau (Mangrove sp) dan akasia (Acacia decureus wild).
Beberapa penggunaan zat warna alam untuk pewarnaan kulit yang telah dilakukan antara
lain logwood, fustic, dan hypernic. Zat warna logwood menghasilkan berbagai macam warna jika
digunakan dengan mordan yang berbeda, dengan alum memberikan warna ungu kemerahan, dengan
kapur memberikan warna ungu gelap, dengan ferro sulfat memberikan warna hitam keunguan dan
dengan copper memberikan warna merah tua (Koteswara, 1985).Fustic dengan kapur memberikan
warna oranye, dengan alum memberikan warna kuning terang, dengan ferro sulfat memberikan
warna hijau tua (Mann, 1981). Hypernic dapat menghasilkan warna merah, violet dan coklat
(Thorstensen, 1985). Zat warna alam lainnya adalah peach wood, red wood, oak. Tanaman tersebut
banyak tumbuh di Amerika selatan, Brazil, Nicaragua, Peru (Sarkar, 1995).
Indonesia kaya akan sumber zat warna alam dari bahan kayu atau kulit kayu. Oleh karena
itu perlu digali dan dikembangkan penggunaannya untuk diaplikasikan pada kulit. Dalam tulisan ini
difokuskan pada penggunaan zat warna alam dari kayu secang (Caesalpinia sappan L); kayu
tegeran (Maclura cochinchinensis), kayu nangka (Artocarpus heterophyllus), kulit kayu tingi
(Ceriops tagal), dan kulit kayu mahoni (Swieteniamahagoni JACQ) untuk pewarnaan kulit,
mengingat ketersediaan bahan relatif mudah diperoleh dibandingkan bahan lainnya.
Karakteristik Zat Warna Alam dari Kayu atau Kulit Kayu
Menurut Sarkar (1995), zat warna alam (natural dyestuffs) untuk kulit umumnya dalam
bentuk kayu (wood) atau kulit kayu (bark) sehingga dikenal dengan wood dyes. Zat warna alam
dibagi dalam dua tipe yaitu zat warna alam monochromatic yaitu warna tidak berubah dengan
adanya mordan dan zat warna alam polygenetic yaitu warnanya berubah karena adanya mordan
(Lee et al., 2012). Umumnya zat warna alam dari sumber kayu merupakan zat warna mordan
(Sarkar, 1995).
Dalam kayu atau kulit kayu pada tumbuhan terdapat jenis pigmen antara lain adalah tanin,
flavonoid, dan kuinon. Secara umum tanin dibedakan menjadi dua, yaitu tanin yang dapat
dihidrolisis (hydrozable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin). Berdasarkan warna
yang dihasilkan, tanin diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu clear tannin, yellow tannin, dan red –
brown tannin (Bechtold, 2009). Penggunaan tanin dari bagian tanaman sebagai bahan penyamak
nabati akan menimbulkan warna yang merupakan efek sekunder dari proses penyamakan. Menurut
Holleman (1985),tanin adalah campuran turunan digalloil dari glukosa yang dapat larut dalam air
sebagai koloida, biasanya tidak berwarna, namun kadang-kadang berwarna coklat kekuningan atau
coklat. Senyawa yang terkandung didalamnya adalah catechine, asam-asam hidroksi, dan leuco
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 ISSN : 2477-3298 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
51
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
anthocyanin (tak berwarna), akan berwarna setelah bereaksi dengan garam metal, sehingga kadang-
kadang digunakan sebagai pewarna disamping sebagai bahan penyamak. Flavonoid merupakan
senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon yang terdiri atas dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh tiga atom karbon, dengan struktur dasar flavon dan flavane yang dapat
memberikan warna pada kulit. Sebagai contoh Acaciacatechu, Mangrove sp, Phyllanthus emblica
L, dan Terminalia catappa L(Lemmens, 1992) serta Uncaria gambir (Sarkar, 1995). Kuinon
merupakan senyawa kimia yang dapat menghasilkan zat warna alami, salah satu tipe kuinon yaitu
antrakuinon dapat memberikan warna merah, yaitu alizarin (Bechtold, 2009).
Penggunaan zat warna alam dari ekstrak kayu atau kulit kayu mempunyai beberapa
keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya adalah mempunyai efek menyamak pada kulit,
meningkatkan daya isi (fullness) pada kulit, dengan garam metal yang berbeda akan memberikan
warna yang bervariasi dan dapat memberikan warna yang sama pada bagian daging (flesh) dan nerf
(grain). Kelemahannya adalah dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan sifat kulit yang
keras (Sarkar, 1995).
Senyawa kimia yang terdapat dalam kayu secang adalah asam galat, brazilin, brazilein,
oscimene, resin, delta α phellardrene dan tanin (Hariana, 2006). Brazilin merupakan pigmen warna
pada secang yang berwarna kuning termasuk flavonoid, bila teroksidasi menjadi brazilein berwarna
merah dan larut dalam air. Brazilin akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari.
Brazilein termasuk golongan flavonoid sebagai isoflavonoid. Senyawa isoflavonoid merupakan
golongan yang mempunyai kerangka C3-C6-C3. Pigmen brazilein, seperti halnya brazilin, memiliki
warna berbeda-beda tergantung tingkat keasaman lingkungannya. Warna merah tajam dan cerah
didapat pada kondisi pH netral (pH 6-7). Warna ini akan bergesar ke arah merah keunguan dengan
semakin meningkatnya pH. Sebaliknya pada pH rendah (pH 2-5) brazilein memiliki warna kuning.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi stabilitas pigmen brazilein. Temperatur dan
pemanasan, sinar ultraviolet, oksi-dator dan reduktor, serta keberadaan metal dapat memengaruhi
kecepatan degradasi pigmen. Pigmen brazilein akan terdegradasi dengan cepat ketika temperatur
lingkungan semakin tinggi (Pewarna alami untuk pangan, 2012).
Senyawa kimia zat warna dalam kayu tegeran (Maclura cochinchinensis) termasuk
golongan flavonoid, alkaloid, steroid, saponin, dan tanin (Swargiary & Ronghang, 2013). Flavonoid
utamanya adalah morin (C15H10O7) yang berwarna kuning (Konkiatpaiboon et al., 2016; Swargiary
& Ronghang, 2013).
Senyawa kimia zat warna dalam kayu nangka (Artocarpus heterophyllus) antara lain morin,
sianomaklurin, flavon, tanin, flavonoid: morusin, artokarpin, artonin E, sikloartobilosanton, dan
artonol B (Ersam, 2001). Sifat-sifat morin adalah larut dalam air, warna larutan berwarna kuning.,
ISSN : 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
52
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
dengan asam akan berwarna kuning pucat dan dengan basa berwarna kuning kearah coklat
(Suwadji dkk, 1980).
Senyawa kimia zat warna dalam kulit kayu tingi (Cerios tagal) adalah tanin, trimeric, dan
anthocyanidin (Yemirta, dkk 2000).Senyawa kimia zat warna dalam kayu mahoni (Swietenia
mahagoni JACQ) adalah tanin, flavonoid, triterpenoid, alkaloid, dan saponin (Ningsih, 2010).
Metode Ekstraksi Zat Warna Alam
Metode ekstraksi adalah suatu metode untuk mendapatkan senyawa kimia dari bahan–bahan
alam. Banyak metode ekstraksi yang digunakan untuk mendapatkan zat warna alam dari sumbernya
tergantung dari sifat-sifat zat warna maupun komponen lain yang ada bersama zat warna tersebut.
Beberapa metode ekstraksi zat warna alam dari tanaman yaitu: metode perkolasi dingin, pelarut
yang digunakan adalah air, etanol, atau kombinasi pelarut dan diperlukan waktu untuk perendaman;
perkolasi panas, pelarut yang digunakan adalah pelarut organik seperti heksana, bensena, kloroform
dan metanol, atau dapat menggunakan kombinasi pelarut dengan suhu tertentu atau sampai
mendidih; metode aqueous, pelarut yang digunakan adalah air, dipanaskan pada suhu dan waktu
tertentu; metode super critical fluid extraction, yaitu pengembangan teknologi konvensional untuk
ekstraksi, media yang digunakan adalah gas CO2; microwave, merupakan ekstraksi yang lebih
cepat, kualitas yang dihasilkan bagus dan energi yang dibutuhkan rendah; dan metode ultrasonik
(Indrianingsih & Darsih, 2013).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi proses ekstraksi diantaranya selektifitas, polaritas,
dan suhu. Pelarut yang mempunyai derajat polaritas tinggi, cenderung dapat mengekstrak bahan-
bahan organik lebih banyak yang ada dalam bahan baku. Pelarut polar seperti ethanol, dan methanol
akan menghasilkan rendemen cukup tinggi, namun untuk methanol produk yang dihasilkan
tercampur dengan bahan organik lain seperti minyak nabati, sehingga menyulitkan proses
pembuatan puder. Penggunaan air sebagai pelarut, meskipun rendemennya lebih rendah
dibandingkan dengan menggunakan methanol atau ethanol (Indrianingsih dan Darsih, 2013), tetapi
lebih mudah dalam proses puderisasi dan kualitasnya yang dihasilkan lebih baik (Murbantan et al.,
1997).
Mordanting
Wood dyes merupakan zat warna mordan, dengan garam metal akan menghasilkan warna
yang bervariasi tergantung jenis mordan yang digunakan. Mordan disebut juga dengan striker,
mordere, maupunbite yang merupakan bahan kimia berupa garam-garam metal seperti, chrome, tin,
copper, ferro sulfat, dan alum. Mordan berfungsi sebagai sebagai sarana atau pelekat untuk
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 ISSN : 2477-3298 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
53
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
penyerapan warna (Sarkar, 1995) dan sebagai jembatan kimia antara molekul zat warna dengan
molekul jaringan yang diwarnai, sehingga membuat warna menjadi permanen (Musa et al., 2009;
Indrianingsih & Darsih, 2013). Garam metal sebagai mordan dapat memperbaiki ketahanan warna
seperti ketahanan terhadap pencucian, gosok, sinar matahari dan panas (Mughal et al., 2012).
Keberadaan gugus fungsional seperti hidroksil atau karbonil, nitroso yang terdapat pada zat warna
alam menyebabkan zat warna tersebut dapat mengikat ion logam pada mordan (Indrianingsih
&Darsih, 2013). Penambahan mordan bisa dilakukan sebelum pewarnaan, selama pewarnaan dan
setelah pewarnaan, tetapi yang paling baik adalah penggunaan mordan secara simultan (selama
pewarnaan) dibandingkan sebelum dan sesudah pewarnaan karena warna menjadi rata (Lee et al.,
2012). Lebih lanjut Lee et al.(2012) menyatakan bahwa hasil pewarnaan menggunakan mordan
Aluminium (Al2 (SO4)318H2O) warnanya sama dengan warna aslinya (tidak ada perubahan warna)
karena tidak membentuk kompon kompleks dengan zat warna alam berbeda dengan penggunaan
mordan ferro sulfat ( FeSO47H2O).
Menurut Inayat et al. (2010), untuk mordan bisa digunakan asam oksalat, asam asetat dan
asam sitrat dengan perbandingan 1 : 3 (v/v) yang diaplikasikan setelah pewarnaan menggunakan
kulit kayu walnut. Sifat ketahanan gosok cat (basah dan kering) sampel kulit paling optimal
menggunakan asam oksalat dan asam oksalat merupakan mordan yang ramah lingkungan sebagai
alternatif penggunaan metal sebagai mordan. Penggunaan mordan akan memengaruhi sifat-sifat
kulit seperti, ketahanan terhadap pencucian, ketahanan keringat dan ketahanan gosok cat. Jeruk
nipis dan daun jambu biji juga dapat digunakan sebagai mordan yang ramah lingkungan untuk
pewarnaan kulit perkamen (Darmawati, 2016).
Aplikasi Zat Warna Alam pada Kulit
Hasil aplikasi zat warna alam dari kayu secang (Caesalpinia sappan L); kayu tegeran
(Maclura cochinchinensis); kayu nangka (Artocarpus heterophyllus); kulit kayu tingi (Ceriops
tagal), dan kulit kayu mahoni (Swietenia mahagoni JACQ) pada beberapa jenis kulit disajikan pada
Tabel 1.
PEMBAHASAN
Aplikasi zat warna alam pada kulit sudah lama digunakan sejak jaman pra sejarah, kemudian
tergeser dengan munculnya zat warna sintetis yang mudah penggunaannya dengan arah warna yang
lebih bervariasi dibandingkan dengan zat warna alam. Dalam konteks kembali ke alam (back to
nature), maka kini penggunaan zat warna alam mulai dibangkitkan kembali. Aplikasi zat warna
alam pada produk tekstil dan batik, serta makanan telah banyak diteliti dan dikembangkan dengan
beragam jenis zat warna yang diambil dari bagian tanaman. Sedangkan untuk kulit, belum banyak
ISSN : 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
54
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
diteliti dan dikembangkan khususnya untuk bahan zat warna alam yang berasal dari kayu atau kulit
kayu dari tumbuhan lokal di Indonesia.
Tabel 1. Hasil aplikasi zat warna alam dari kayu secang, tegeran, nangka, tingi dan mahoni
pada berbagai jenis kulit Jenis ekstrak
kayu/kulit
kayu
Jenis kulit
Jenis Mordan
Warna yang
dihasilkan
Hasil uji
ketahanan gosok
cat
Referensi
Basah kering
Secang Ikan kakap Alum Merah 2/3 3/4 Kasmudjiastuti
&Widhiati (2002)
Ular kobra Krom, Alum Merah 3/4 4/5 Kasmudjiastuti(2006)
Biawak Krom, Alum Merah 4/5 4/5 Kasmudjiastuti (2006)
Suede
Domba
Daun jambu Merah 4 4 Darmawati et al.
(2015)
Sapi Ferro sulfat Merah 4/5 2/3 Lee et al. (2012)
Sapi Daun jambu Merah 4 5 Darmawati et al.
(2016)
Perkamen
Kulit kerbau
Daun jambu Merah 4/5 5 Darmawati et al.
(2016)
Perkamen
Kulit kerbau
Jeruk nipis Merah 4 4/5 Darmawati et al.
(2016)
Sapi Ferro sulfat Merah ke
hitam-
hitaman
4/5 2/3 Lee et al. (2012)
Tegeran Ikan kakap Alum Kuning 3 4 Kasmudjiastuti &
Widhiati (2002)
Ular kobra Krom,Alum Kuning 4 4/5 Kasmudjiastuti (2006)
Biawak Krom, Alum Kuning 5 5 Kasmudjiastuti (2006),
Nangka Ikan kakap Alum Kuning 3/4 4 Kasmudjiastuti
&Widhiati (2002)
Ular kobra Krom, Alum Kuning 3 4 Kasmudjiastuti(2006)
Ular python Alum Kuning 4 4 Kasmudjiastuti &
Widhiati (2000)
Biawak Krom, Alum Kuning 4 4/5 Kasmudjiastuti (2006)
Tingi Ikan kakap Alum Coklat
kemerahan
3 4 Kasmudjiastuti
&Widhiati (2002)
Ular kobra Krom, Alum Coklat
kemerahan
4 4/5 Kasmudjiastuti(2006)
Biawak Coklat
kemerahan
4/5 4/5 Kasmudjiastuti (2006)
Mahoni Ikan kakap Alum Coklat muda 3/4 4/5 Kasmudjiastuti &
Widhiati (2002)
Ular kobra Krom, Alum Coklat 4 5 Kasmudjiastuti (2006)
Biawak Krom, Alum Coklat 5 5 Kasmudjiastuti (2006)
Kaki ayam Ferro sulfat Coklat tua 5 5 Kasmudjiastuti (2011)
Kandungan pigmen/zat pewarna dalam kayu adalah tanin, flavonoid dan kuinon.Zat warna
alam dari sumber kayu bila digunakan sebagai bahan pewarna untuk kulit, mempunyai keuntungan
dan kelemahan. Keuntungannya selain dapat memberikan warna tertentu pada kulit, dapat pula
memberikan efek menyamak karena kandungan tanin yang terkandung di dalam kayu/kulit kayu,
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 ISSN : 2477-3298 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
55
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
meningkatkan daya isi (fullness) pada kulit, dengan garam metal yang berbeda akan memberikan
warna yang bervariasi dan dapat memberikan shade yang sama pada bagian daging (flesh) dan nerf
(grain). Kelemahannya adalah dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan sifat kulit yang
keras. Mordan yang digunakan selain garam metal (Aluminium, ferro sulfat), ternyata dapat
digunakan asam oksalat, asam asetat, asam sitrat, jeruk nipis, ekstrak daun jambu (Guajava) yang
lebih ramah lingkungan. Penggunaan mordan dalam aplikasi zat warna alam sebagai jembatan
kimia antara molekul zat warna alam dengan molekul kulit, sehingga akan memperbaiki sifat
ketahanan warna terhadap bahan ang diberi warna.
Banyak metode ekstraksi untuk mendapatkan zat warna dari bahan /sumber kayu dengan
berbagai macam pelarut, namun paling praktis adalah penggunaan air sebagai pelarut, meskipun
rendemennya lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan methanol atau ethanol, tetapi proses
puderisasi lebih mudah dan kualitasnya yang dihasilkan lebih baik.
Indonesia kaya akan sumber daya alam berupa tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan
zat warna dan belum dimanfaatkan dan didayagunakan sebagai bahan pewarna untuk kulit. Selama
ini penggunaan bahan dari dari tumbuhan lokal untuk kulit, hanya sebatas penggunaannya sebagai
bahan penyamak (bahan penyamak nabati), walaupun efek sekunder dari proses penyamakan kulit
dapat menyebabkan warna ke arah coklat. Sebagai contoh pinang (Areca catechu), gambir (Uncaria
gambir), bakau (Mangrove sp) dan akasia (Acacia decureus wild).
Kayu secang (Caesalpinia sappan), kayu tegeran (Maclura cochichinensis), kayu nangka
(Artocarpus heterophyllus) kayu tingi (Ceriops tagal) dan kulit kayu mahoni (Swietenia mahagoni
JACQ) berasal dari tanaman lokal Indonesia, bahan mudah didapat, kapasitasnya sebagai zat warna
alam terbukti dapat diaplikasikan kulit. Beberapa penelitian telah dilakukan aplikasinya terhadap
kulit sapi, domba dan khususnya pada kulit non konvensional (ular, ikan, biawak, kaki ayam) dan
secara umum memberikan hasil ketahanan warna yang baik. Untuk penggunaan zat warna alam,
perlu dipikirkan ketersediaan bahan dan kontinyuitas serta kemudahannya diaplikasikan pada kulit
dengan hasil yang baik dari segi ketahanan warnanya. Ekstrak kayu secang akan menghasilkan
warna merah dengan mordan ferro sulfat akan menghasilkan warna ke unguan dan telah cukup
banyak dilakukan penelitian pada berbagai jenis kulit. Sedangkan untuk kayu tegeran dan nangka
yang sama-sama memberikan warna kuning, namun berbeda shadenya, kulit kayu tingi yang
menghasilkan warna coklat kemerahan, dengan mordan ferro sulfat akan menghasilkan warna
coklat tua serta kulit kayu mahoni dengan mordan ferro sulfat akan memberikan warna coklat tua,
belum banyak dilakukan penelitian.
Untuk itu masih diperlukan penelitian-penelitian yang lebih seksama agar kulit yang
diwarnai dapat memiliki kualitas baik. Kemungkinan untuk melakukan pencampuran warna dapat
ISSN : 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
56
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
membuka peluang untuk meningkatkan jumlah warna. Dengan demikian jumlah macam warna
alami itu seakan-akan tak terbatas jumlahnya dan akan menghasilkan suatu warna yang unik.
Selama ini untuk memproduksi zat warna alam dalam bentuk siap pakai,belum tersedia di pasar
atau siap pakai dalam bentuk puder, sehingga dalam pemakainnya masih dalam bentuk ekstrak
larutan, dan kelemahannya adalah kesulitan dalam mencapai keseragaman warna. Namun demikian
justru itu yang unik, exotic yang menjadikan keunggulan dari zat warna alam, dapat dijadikan
produk hand made, produk kerajinan dan merupakan niche market.
Penggunaan zat warna alam untuk kulit lebih cocok diaplikasikan pada kulit non
konvensional (kulit ikan, reptil) dan kulit suede yang tidak memerlukan pigmen pada perlakuan
finishing, sehingga warna yang dihasilkan nampak alami.
KESIMPULAN
Zat warna alam dari sumber kayu umumnya berupa flavonoid dan tanin, dalam aplikasinya
diperlukan mordan yang berfungsi sebagai sarana pelekatan antara molekul zat warna dengan
jaringan/serat yang akan diberi warna. Pengambilan zat warna alam yang paling mudah dan
ekonomis adalah dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut air. Mordan yang digunakan selain
berupa garam-garam metal seperti alum dan ferro sulfat juga dapat digunakan asam oksalat, asam
sitrat, asam asetat yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan mordan dapat dilakukan sebelum
pewarnaan, selama pewarnaan atau setelah pewarnaan yang dapat memperbaiki ketahanan warna.
Aplikasi zat warna alam dari kayu secang (Caesalpinia sappan L) sudah banyak diteliti pada
berbagai jenis kulit seperti kulit ikan kakap, nila, kulit ular, biawak, domba (suede), kerbau
(perkamen) dan sapi (di emboss) yang memberikan warna merah. Sedang zat warna alam dari kayu
tegeran (Maclura cochichinensis), kayu nangka (Artocarpus heterophyllus) kayu tingi (Ceriops
tagal) dan kulit kayu mahoni (Swietenia mahagoni JACQ) belum banyak diteliti aplikasinya pada
kulit. Untuk itu perlu di bangkitkan kembali penggunaan zat warna alam untuk kulit, sekaligus
merupakan tantangan bagi para peneliti untuk mengembangkan penggunaan zat warna alam pada
produk kulit, karena sementara ini zat warna alam jenis tersebut sudah banyak dikembangkan dan
diaplikasikan pada produk tekstil dan batik.
DAFTAR PUSTAKA
Belemkar, S., & Ramachandran, M.(2015). Recent trends in Indian textile industry- Exploring novel
Natural dye products and resources. International Journal on Textile Engineering and
processes, I(3), 33 -41
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 ISSN : 2477-3298 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
57
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
Bechtold, T., Mussak, R., Mahmud, A.A., Ganglberger, S.(2006). Extraction of Natural Dyes for
Textile dyeing from coloured plant wastes released from the food and beverage industry.
Journal of Science of Food and Agriculture, 86(2), 233-242
Bordingnon, S., Gutterres, M.,Velho, S.K.,Fuck, W.F., Schor, A.V.,Cooper, M., Bresolin, L.
(2012). Novel Natural Dyes for Eco-Friendly Leather Articles. Aqeic, Vol 63 (4), 2012
Bose, S., and Nag, S.(2012). Isolation of Natural Dyes from the flower of Hibiscus Rosasinensis.
American Journal of Pharmtech Research, 2, 762-770
Dan’Azumi, S and Bichi,M.H. (2010).Industrial pollution and heavy metals profile of Challawa
River in Kano, Nigeria. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation, (5(1)
Darmawati, E., Triatmojo, S., Arief, D.R. (2015). Application of Natural Dye Substances on Crust
Suede Sheep Skin by Dyeing Methods using Jumputan Techniques. Proceedings of The
6stInternational Seminar on Tropical Animal Production Intregated Approach in Developing
Sustainable Tropical Animal Production, 778-784. October 20-22,2015, Yogyakarta
Indonesia.
Darmawati, E., Santosa, U., Sudarmadji. (2016). The application of Natural Dye from Secwood
(Caesalpinia sappan L) on crust cattle leather by dyeing methods using techniques.
N.Baboby et al/1st International Conference Biodiversity Proceedings 22-23 November
2016, 1-6
Devi, M., Ariharan, V.N., Nagendra,P.P.( 2013), Annato: Eco friendly and potensial source for
natural dye. International Research Journal of Pharmacy 4(6). http://doi:10.7897/2230-
8407.04623
Ersam, T. (2001). Senyawa Kimia Makromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus Hutan
Tropika Sumatera Barat. (Thesis). ITB Bandung
Gupta, V.K., Kumar, R.,Nayak, A., Saleh, T.A., and Barakat, M.A. (2013). Adsorptive removal of
dyes from aqueous solution onto carbon nanotubes: a Review. Advances in Colloid and
Interface Science, 193, 24-34. https://doi.org/10.1016/j.cis.2013.03.003
Hariana dan Arief (2008). Tumbuhanobat dan khasiatnya Seri 3, Penebar Swadaya, Depok
Holeman (1985). Kimia Organik. Jakarta-Groningen
Inayat, A., Khan, S.R., Waheed, A.,Deeba, F. (2010). Applications of Eco friendly natural dyes on
leather using different mordants. Proc. Pakistan Acad. Sci. 47(3): 131-135
Indrianingsih, A.W and Darsih,C.(2013). Natural Dyesfrom Plants Extract and its Applications in
Indonesian.Textile Small Medium Scale Enterprise. 11(1), Juni 2013
Kant, R. (2012). Textile dyeing industry an environmental hazard. Natural Science, 4(1),22-30.
Karaboyaci, M.(2014). Recycling of rose wastes for use in natural plant dye and industrial
application. The Journal of Textille Institute 105(11), 1160-1166.
http://dx.doi.org/10.1080/00405000.2013.876153
ISSN : 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
58
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
Kasmudjiastuti, E., dan Widhiati (2000). Kajian Penggunaan Alum terhadap sifat-sifat kulit ular
tersamak dengan warna kayu nangka. Prosiding Seminar Nasional Industri Kulit, Karet dan
Plastik, 166-172. Yogyakarta 8 Juli 2000
Kasmudjiastuti, E., dan Widhiati (2002). Pengaruh penggunaan bahan pewarna alam dari ekstrak
kayu terhadap sifat fisis kulit ikan kakap. Majalah barang Kulit, Karet dan Plastik Vol
VIII(2), 3-9. http://dx.doi.org/10.20543/mkkp.v18i1.265
Kasmudjiastuti, E.(2006). Penggunaan zat warna alam untuk kulit non konvensional, Majalah Kulit,
Karet dan Plastik, 22(1) 20-25. http://dx.doi.org/10.20543/mkkp.v22i1.330
Kasmudjiastuti, E. (2011). Penggunaan Mordan Ferro Sulfat pada proses Pewarnaan Kulit Kaki
Ayam menggunakan Limbah Kayu Mahoni. Prosiding Workshop Penelitian dan
Pengembangan Kulit, Karet dan Plastik, Yogyakarta 19 Oktober 2011
Konkiatpaiboon,S., Tungsukruthai, P.,Sriyakool, K.,Pansuksan, K., Tunsirikongkon, A., &
Pandith, H. (2016). Determination of Morin in Maclura cochinchinensis Heartwood by
HPLC. Journalof Chromatograpic Science, 55(3), 346-350.
https://doi.org/10.1093/chromsci/bmw191
Lee,S.C., Shin, E.C., Kim, W.J., and Park, S.M.(2012). Dyeing Process for Improving Properties of
Black Color using Natural Dyes and Mordant, The Journal of American Leather Chemistry
Association , Vol 107 (2), 33-69
Koteswara (1985). Dyeing and Finishing of Leather, Central Leather Research Institute, Adyar
Madras 600-020
Lemmens and Soetjipto, W.(1992). Dye and Tannin Producing Plants, Prosea Bogor
Mann, I.(1981). Teknik Penyamakan Kulit untuk pedesaan. Penerbit Angasa Bandung
Mughal, A.T., Shamsheer, B., Zaheer, S. (2012). Eco friendly leather dyes extracted from Plants
Bark (Book Lambart). Publisher IAP Lambert Academic Publishing, Publication
Saarbrucken, Germany.
Murbantan, A. M., Rosjidi, M., & Saputra, H. (1997). Proses ekstraksi dan powderisasi zat warna
alam. Laporan Penelitian Industri Kecil dan Menengah, ISSN, 1410-9891.
Musa, A.E., Madhan, B., Madhulatha, W., Raghava Rao, J., Gasmelseed, G.A., & Sadulla, S.
(2009). Coloring of Leather using Henna Natural alternative material for dyeing. The
Journal of American Leather Chemists Association, 104(5), 183-190.
Ningsih, F. (2010). Kandungan Flavonoid kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) dan
toksisitas akutnya terhadap mencit. Thesis. Fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan
alam. Institut Pertanian Bogor.
Padhi., B.S. (2012).Pollution due to synthetic dyes toxicity & carcinogenicity studies and
remediation, International Journal of Enviromental Science. 3 (3), 940
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 ISSN : 2477-3298 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
59
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit
Pervaiz, S., Mughal, T.A., Khan, F.Z. (2016). Green Fashion Colours: A Potential Value for
Punjab Leather Industry to Promote Sustainable Development. Pakistan Journal of
Contemporary Sciences A Multidisciplinary Journal I(I): 28 -36
Pewarna alami untuk pangan(2012). Seafast center 2012
Samanta, D.A.,& Agarwal, P. (2009). Application of natural Dyes on textiles. Indian Journalof
Fibre & Textile Research, Vol 34, December 2009, pp 384-399.
Sarkar, K.T. (1995). Theory Practice Leather Manufacture, The CLS Press Madras
Sudha, M., Saranya, A.,Selvakumar, G., Sivakumar, N.(2014), Microbial degradation of Azo
Dyes: A. Review. International Journal of Current Microbiology and Applied Science,
3(2), 670-690.
Suwadji, Sutikno, &Handayani, D. (1980). Inventarisasi tanaman yang menghasilkan zat warna
guna keperluan Industri makanan, minuman. Departemen Perindustrian, BPPI, Laporan
Penelitian Balai Penelitian Kimia Semarang.
Swargiary, A., & Ronghang, B. (2013). Screening of Phytochemical Constituents, Antioxidant and
Antibacterial Properties of Methanolic Bark Extracts of Maclura cochinchinensis. Corner
International Journal of Pharma and Bio Science (IJPBS), 4(4), 449-459.
Thorstensen, T.C. (1985). Practice Leather Technology. Robert E.Krieger Publishing Co. New
York
Upadhyay, R.,&Choudhary, M.S.(2014). The Barks as a source og natural dyes from the forest of
Madhya Pradesh. Global Journal of Bioscience and Biotechnology, 3(1), 97-99
Yemirta, H., K., Indra, F.N. (2000). Isolasi zat aktif pewarna alam dari berbagai jenistanaman.
Laporan Penelitian. Balai Besar Industri Kimia dan Kemasan Departemen Perindustrian.
ISSN : 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017
60
Review: Prospek Zat Warna Alam Dari Ekstrak Kayu Sebagai Bahan Untuk Pewarnaan Kulit