Review Jurnal Bertema Arsitektur Dekonstruksi

3
 Nama NIM : Kompetensi Dasar : II (dua) Teori Arsitektur 02 – Review Jurnal Arsitektur Dekonstruksi RELASI KEKUASAAN DAN ARSITEKTUR: DARI DEKONSTRUKSI KE SUSTAINABLE CITY M. S. Barliana Iskandar Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Arsitektur, Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Sistem politik dan kekuasaan, seperti elemen kebudayaan lainnya memiliki relasi dengan ekspresi arsitektur atau lingkungan binaan. T erlebih lagi, ke tik a kekuasaan dipandang sebagai fak tor dominan yang menentukan proses-proses dan transaksi-transaksi sosial budaya antara peran negara di satu sisi dengan partisipasi rakyat di sisi lainnya. Telaah ini ingin menunjukkan bahwa ternyata terdapat relasi yang paralel baik langsung maupu n tidak langsung, antara kekuas aan orde baru yan g otor iter dengan karakteristik arsitektur modern, serta antara kekuasaan orde reformasi atas dasar asumsi negara demokratis dengan arsitektur postmodern dan atau dekonstruk si yang berimplikasi terhada kemungkinan implementasi konsep sustainable city . Kata kunci: kekuasaan, reformasi, demokrasi, dekonstruksi, sustainable city . M. Dirham Okta Raizal I0212048 Dewi Rahmawati I0212032

description

Review yang dibuar oleh saya dan teman demi memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen

Transcript of Review Jurnal Bertema Arsitektur Dekonstruksi

  • Nama NIM :

    Kompetensi Dasar : II (dua)

    Teori Arsitektur 02 Review Jurnal Arsitektur Dekonstruksi

    RELASI KEKUASAAN DAN ARSITEKTUR:

    DARI DEKONSTRUKSI KE SUSTAINABLE CITY

    M. S. Barliana Iskandar

    Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Arsitektur, Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan, Universitas Pendidikan Indonesia

    ABSTRAK

    Sistem politik dan kekuasaan, seperti elemen kebudayaan lainnya memiliki relasi dengan ekspresi arsitektur

    atau lingkungan binaan. Terlebih lagi, ketika kekuasaan dipandang sebagai faktor dominan yang

    menentukan proses-proses dan transaksi-transaksi sosial budaya antara peran negara di satu sisi dengan

    partisipasi rakyat di sisi lainnya. Telaah ini ingin menunjukkan bahwa ternyata terdapat relasi yang paralel

    baik langsung maupun tidak langsung, antara kekuasaan orde baru yang otoriter dengan karakteristik

    arsitektur modern, serta antara kekuasaan orde reformasi atas dasar asumsi negara demokratis dengan

    arsitektur postmodern dan atau dekonstruksi yang berimplikasi terhada kemungkinan implementasi konsep

    sustainable city.

    Kata kunci: kekuasaan, reformasi, demokrasi, dekonstruksi, sustainable city.

    M. Dirham Okta RaizalI0212048

    Dewi RahmawatiI0212032

  • REVIEW

    Jurnal ini secara keseluruhan berisi tentang tentang pembahasan dan penarikan perbandingan.

    Topik umum yang dibahas adalah keterkaitan kekuatan politik pemerintahan dengan konsep konsep

    arsitektur dalam mewujudkan hunian untuk warga. Penarikan perbandingan dilakukan pada dua subtopik

    yakni: Antara Kekuasaan Orde Baru dan Arsitektur Modern, dan Kekuasaan Orde Reformasi dan Konsep

    Konsep Arsitektur Dekonstruksi. Jurnal ini lebih berfokus pada subtopik kedua.

    Disebutkan pada awal tulisan bahwa arsitektur dapat merupakan sebuah produk budaya maupun

    bagian dari proses budaya itu sendiri. Keduanya menunjukan bahwa adanya relasi dari kekuatan politik yang

    berlaku yang ikut mempengaruhi.

    Kekuatan / kekuasaan pada dasarnya terbentuk karena adanya tarik menarik antara peran negara di satu

    sisi dan partisipasi rakyat di sisi lain, dan berlangsung dalam sistem politik. - kutipan dalam jurnal oleh

    Moughtin (1992)

    Dalam jurnal ini juga dijelaskan lebih lanjut bahwa tarik menarik antara peran negara, yang diwakili

    oleh pemerintah dengan pertisipasi masyarakat, pada dasarnya berlangsung dalam interaksi yang dialektis

    sehingga secara keseluruhan membentuk negara itu sendiri. Teori dialektis sistem negara-masyarakat inilah

    yang digunakan untuk membahas relasi antara kekuatan politik dengan arsitektur dengan berdasar pada

    aspek apsek berikut:

    1. Orientasi kekuasaan, ideologi, orientasi kesejarahan, dan strategi memperoleh legitimasi

    2. Sistem produksi sosial-budaya, ekonomi, teknologi, dan bahasa

    Perbandingan pertama yang dibahas dalam jurnal ini ialah hubungan / relasi yang dimiliki oleh sistem

    pemerintahan orde baru dengan konsep konsep Arsitektur Modern. Menurut Clark dan Dear (1984),

    sistem pemerintahan orde baru merupakan bentuk orientasi pemerintahan dimana kekuasaan terpusat

    pada negara meskipun Soeharto mengklaim bahwa pemerintahan orde baru merupakan bentuk

    pemerintahan demokrasi. Praktek pemerintahannya bersifat otoriter, sentralistik dan hirarkis. Praktek

    pemerintahan ini tentunya akan menyebabkan hubungan pemerintah dan rakyat yang terlihat timpang.

    Lebih jauh lagi dijelaskan dalam tulisan bahwa dalam bahasa sederhana, sistem pemerintahan orde baru

    ingin berkata bahwa, Semua yang dilakukan negara adalah benar dan rakyat harus mengikuti apapun

    keputusan negara. Dan lagi imbasnya menciptakan masyarakat yang tidak mampu berpikir sendiri dan

    individualistik sehingga banyak menciptakan kesenjangan sosial antara masyarakat OKB (Orang Kaya Baru)

    dan kaum marjinal.

    Sesungguhnya hal ini memiliki relasi dengan konsep konsep arsitektur modern dalam membina lingkungan

    binaannya yakni cara berpikir yang sentralisme dan totaliter. Dalam Arsitektur Modern, terjadi reduksi /

    simplikasi bentuk sehingga bangunan bersifat tunggal serupa. Prinsip estetika arsitektur pun dilupakan

  • karena subjek dari arsitekturnya sendiri bukan lagi masyarakat, melainkan pemerintah, dan hanya dijadikan

    sebagai bagian dari komoditi bisnis. Sangat mirip bukan dengan sistem pemerintahan orde baru yang

    menganut faham sentralisme. Apa pun yang dilakukan negara harus diikuti rakyatnya. Sehingga bangunan

    pun harus mengikuti bentuk bangunan yang lainnya karena sifatnya yang tunggal serupa. Hal ini yang

    menyebabkan kualitas binaan yang terdegradasi.

    Perbandingan kedua yang dibahas dalam jurnal ini adalah hubungan / relasi yang dimiliki oleh sistem

    pemerintahan orde reformasi demokrasi dengan konsep - konsep Arsitektur Dekonstrusi. Menurut catatan

    sejarah, sejak runtuhnya pemerintahan orde baru, Indonesia mengalami masa transisi yang krusial.

    Meskipun begitu, masa tersebut dilewati dengan damai dan dinilai sedang membentuk kultur masyarakat

    yang baru dan reformatif. Menurut Moughtin (1992), pemerintahan demokrasi akan diwarnai kontrol

    seimbang oleh warga negara, partsispasi, dan kemitraan. Dengan adanya partisipasi dari masyarakat,

    madani dan marjinal, maka pendekatan kekuasaan tidak berpusat lagi pada negara namun pada msyarakat.

    Jalan pikiran ini sejalan dengan konsep konsep arsitektur post-modern terutama Dekonstruksi. Lyotard

    (1979) secara filosofis mengatakan, Marilah kita berperang terhadap totalitas, marilah kita menjadi saksi

    bagi yang tidak terwakili, marilah kita mendorong munculnya perbedaan. Kata kata tersebut mewakili 2

    hal dalam pembahasan ini. Pertama, kata kata tersebut mewakili tujuan dari reformasi yang ingin

    menghapus sistem tatanan orde baru yang terbukti justru tidak menguntungkan dengan menawarkan

    sistem pemerintahan baru yang dapat diikuti oleh semua unit komponen dalam negara. Kedua, Kata- kata

    tersebut mewakili prinsip Arsitektur Dekonstruksi yang ingin mendobrak hancur kekakuan, kebakuan, dan

    aturan aturan arsitektur yang mengikat oleh Arsitektur Modern.

    Wiryamorto (1994) mengungkapkan bahwa kunci dari konsep deconstruction milik Derrida terletak dari

    sikap deconstruction itu sendiri yang senantiasa afirmatif dan tidak negatif. Misalnya, menyangkut

    kesejarahan, Arsitektur Dekonstruksi bukan bermaksud untuk melupakan masa lalu melainkan membuat

    inskripsi kembali yang menghormati tradisi. Dalam bahasa sederhananya, Arsitektur Dekonstruksi juga

    berusaha menghadirkan unsur tradisional yang diwujudkan dalam bentuk lebih modern agar mudah

    ditangkap oleh masyarakat sehingga dapat terjadi komunikasi antara bangunan dengan masyarakat.

    Kesejalanan pemikiran antara sistem pemerintahan reformasi demokrasi dengan Arsitektur Dekonstruksi

    inilah yang diharapkan dapat menjadi awal pengembangan konsep sustainable city. Kenapa? Karena konsep

    sustainable city ialah infrastruktur kekuasaan dapat memberikan tempat bagi wacana wacana seperti

    desentralisasi, otonomi, emansipasi, keadilan, dan sebagainya. Infratruktur inilah yang menjadikan

    masyarakat sebagai objek sekaligus subjek yang, dengan partisipasinya, dapat berperan dalam

    mengembangkan sustainable city.

    Perbandingan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel pada lembar 5 6.