Review Jurnal

13
PENDAHULUAN BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar indonesia ini. Solar sendiri paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar minyak bagi kendaraan bermotor (Munawir, 2014) . Namun pada kenyataannya penggunaan solar yang berlebihan dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Hasil pembakaran atau gas buang dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak memiliki kandungan yang berbahaya bagi lingkungan. Gas buang yang dihasilkan tersebut dapat menyebabkan polusi udara dan juga pencemaran lingkungan. Selain itu juga dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak sehingga dapat membantu mencegah masalah lingkungan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti bahan bakar yang sudah ada dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Bahan bakar yang ramah lingkungan tersebut yaitu biodiesel. Walaupun ada banyak keuntungan khususnya pada emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan, tetapi penggunaan biodiesel murni pada umumnya tidak bisa digunakan secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel, atau bisa digunakan langsung

description

ssdfd

Transcript of Review Jurnal

Page 1: Review Jurnal

PENDAHULUAN

BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar

merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar indonesia ini. Solar

sendiri paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar minyak bagi

kendaraan bermotor (Munawir, 2014) . Namun pada kenyataannya

penggunaan solar yang berlebihan dapat menimbulkan masalah bagi

lingkungan. Hasil pembakaran atau gas buang dari kendaraan bermotor yang

menggunakan bahan bakar minyak memiliki kandungan yang berbahaya bagi

lingkungan. Gas buang yang dihasilkan tersebut dapat menyebabkan polusi

udara dan juga pencemaran lingkungan. Selain itu juga dapat menyebabkan

gangguan pada kesehatan. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk

mengurangi penggunaan bahan bakar minyak sehingga dapat membantu

mencegah masalah lingkungan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah dengan mengganti bahan bakar yang sudah ada dengan bahan bakar

yang lebih ramah lingkungan. Bahan bakar yang ramah lingkungan tersebut

yaitu biodiesel. Walaupun ada banyak keuntungan khususnya pada emisi gas

buang yang lebih ramah lingkungan, tetapi penggunaan biodiesel murni pada

umumnya tidak bisa digunakan secara langsung sebagai bahan bakar

mesin diesel, atau bisa digunakan langsung tetapi perlu dilakukan

modifikasi mesin. Penggunaan biodiesel murni (B100) berdampak negatif

pada beberapa hal, seperti: korosi pada injektor dan tangki bahan bakar,

pelunakan karet-karet, seal, peningkatan kebutuhan daya pemompaan,

penyumbatan injektor bahan bakar, dan penyumbatan pipa/filter bahan

bakar akibat pertumbuhan bakteri (Sidjabat et al., 2009).

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah

melakukan blending antara biodiesel dengan solar. Blending adalah suatu

proses pencampuran untuk mendapatkan produk atau umpan yang

memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang diperlukan. Untuk blending di

Indonesia baru ada B5 dan B10 atau yang sudah dikomersialkan atau

biasa kita kenal dengan biosolar(Haryono, 2014). Namun penambahan

biodiesel pada solar lebih dari 10% (B10) dapat menimbulkan berbagai

Page 2: Review Jurnal

masalah karena biodiesel dan solar itu mempunyai sifat fisis yang berbeda

sehingga semakin besar konsentrasi biodiesel yang digunakan maka semakin

sulit juga biodiesel dan solar itu diblending dengan pengadukan biasa,

sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka perlu penambahan bahan lain

yang diharapkan bisa mengatasi berbedaan sifat fisis tersebut yaitu dengan

ditambahkan zat aditif dengan kondisi operasi (kecepatan pengadukan yang

berbeda) pada saat pemblendingan. Zat aditif terdiri dari dua macam, yaitu

aditif sintesis (aditif buatan) seperti nitrat, peroxide dan bioaditif (berasal dari

tumbuhan). Zat aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan ke dalam

senyawa lain (dalam hal ini bahan bakar) untuk menjalankan suatu fungsi

spesifik, misalnya aditif penghilang endapan, aditif penghilang kerak/korosi,

aditif peningkat angka oktana/setana, dan sebagainya (Munawir dkk, 2006).

Dari beberapa penelitian telah ditemukan beberapa zat aditif yang

digunakan pada blending antara biodiesel dan solar. Zat aditif tersebut

diantaranya adalah minyak sereh wangi, dietil eter, n-butanol, dan etanol.

1. Proses pemblendingan menggunakan minyak sereh wangi

Pada proses pemblendingan menggunakan minyak sereh wangi sebagai

aditif dilakukan dengan cara mencampurkan 200 ml Biodisel dan 800 ml

Solar yang disebut dengan B20 dan kedalam 1000 ml campuran ditambahkan

minyak sereh dengan berbagai komposisi mulai dari 0,1% ; 0,2%; 0,3% dan

0,4% seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1.

Tabel . 1.1. Komposisi Blending Minyak sereh , Biodiesel dan Solar (B20)

% Minyak Sereh Biodiesel (ml) Solar (ml)

0,1 200 800

0,2 200 800

0,3 200 800

0,4 200 800

. Setelah dilakukan pencampuran , maka dilakukan analisa karakteristik

viskositas, densiti, titik Nyala, dan emisi gas buang dan analisa GC – MS

untuk mengetahui komposisi kimianya.

Page 3: Review Jurnal

Tabel 1.2. Hasil uji karakteristik Biodiesel ,Solar , Minyak Sereh dan Hasil

Blending B20 + Minyak Sereh

No Parameter Uji

Minyak Sereh

Biodiesel Solar Blending Biosolar B20 + Minyak SerehB20 + 1 ml

B20 + 2 ml

B20 + 3 ml

B20 + 4 ml

1 Densitas (kg/m3)

0,8885 0,866 0,8332 0,8223 0,8324 0,8315 0,8308

2 Viskositas Kinematik 40 0 C (cSt)

2,3245 3,78 2,3719 2,3719 2,3695 2,3672 2,3648

3 Titik nyala( o C )

65 140 80 80 80 80 80

4 Kadar air (%)

0,05 0,0450 0,05 1,5424 1,5384 1,5424 1,5384

Hasil uji tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Densitas

Densitas Biodiesel (B100), solar dan biosolar +bahan aditif

pengujian menggunakan ASTM D-1928 dan hasil uji yang diperoleh

memenuhi standart biodiesel (850 kg/m3 – 890 kg/m3) dan solar (820

kg/m3 – 890 kg/m3 ).

Hasil pengujian karakteristik yang dilakukan diperoleh nilai

densitas Biodisel ( B100) pemeriksaan dengan metode ASTM D –

1298 dan hasil uji yang diperoleh 866 kg/m3,hal ini memenuhi standart

biodisel yang rentang nilainya ( 850–890) kg/m3 dan standard untuk

densitas solar yang rentang nilai (820-870 ) kg/m3. Densitas dari solar

yang diuji dengan metode ASTM-D- 1298 , dengan hasil uji 822,3

kg/m3 sedangkan densitas dari blending biosolar (B20) dengan minyak

sereh dengan konsentrasi 0,1 % ; 0,2% ; 0,3% dan 0,4% yang disebut

dengan ( B20+0,1%) ; (B20+0,2%) ; (B20+0,3%) ;

(B20+0,4%) ,dengan nilai yang diperoleh dari hasil uji sebesar ( 833,2 ;

832,4 ; 831,5 dan 830 ) kg/m. Dari nilai densitas hasil blendingan

Page 4: Review Jurnal

menunjukkan bahwa bahan bakar hasil blendingan mempunyai nilai

densitas yang masih dalam rentang bahan bakar solar.

b. Viskositas

Viskositas kinetik diukur dengan menggunakan metode ASTM D

– 445 dan hasil uji yang diperoleh memenuhi standar biodiesel (2,3 –

6,0 cSt). Solar yang rentang nilainya (1,6 – 5,8 cSt).

hasil uji yang diperoleh untuk biodiesel 3,78 cSt dan viskositas

dari Solar 2,37cSt. Nilai yang diperoleh masih dalam nilai batas, karena

viskositas dari solar dengan rentang nilai (1,6 – 5,8 ) cSt . Viskositas

produk sebagai hasil blending bahan bakar diperoleh mulai dari 0,1% ;

0,2%; 0,3% dan 0,4% minyak sereh dengan rentang nilai viskositas

( 2,3719 ; 2,3695 ; 2,3672 dan 2,3648 ) cSt. Dari nilai tersebut dapat

dinyatakan bahwa bahan bakar hasil blendingan layak digunakan

sebagai bahan bakar.

c. Titik Nyala

Titik nyala (flash point) diukur dengan menggunakan metode

ASTM D – 93 dan hasil uji diperoleh belum memenuhi standar mutu

biodiesel yang nilai batas minimumnya 100 c, tetapi memenuhi standar

solar maximum 150 0C. Titik nyala dari hasil uji untuk bahan bakar hasil

blendingan B20 dan minyak sereh dengan jumlah mulai dari (0,1 – 0,4 )%

diperoleh titik nyala 80oC. Dari nilai titik nyala terlihat bahwa terjadi

penurunan titik nyala setelah ada penambahan minyak sereh , hal ini

menunjukkan bahan bakar hasil blendingan dapat menyala pada tempratur

dibawah nilai standard.

d. Kadar Air

Kadar air biodiesel diukur menggunakan metode ASTM D – 95

dan hasil uji yang diperoleh 0,0450 % hal ini sudah memenuhi standar

mutu biodiesel yang nilai batasnya 0,05%.

Page 5: Review Jurnal

Pada proses pemblendingan menggunakan minyak sereh wangi

sebagai aditif dilakukan dengan cara mencampurkan 200 ml Biodisel dan 800

ml Solar yang disebut dengan B20 dan kedalam 1000 ml campuran

ditambahkan minyak sereh dengan berbagai komposisi mulai dari 0,1% ;

0,2%; 0,3% dan 0,4% seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.2.

2. Proses pemblendingan menggunakan etanol, n-butanol, dan dietil eter.

Pada proses pemblendingan dilakukan dengan mencampurkan antara

solar (diesel oil), biodiesel dari kelapa sawit dan aditif dengan presentase 80%

solar, 15% biodiesel, dan 5% aditif. Variabel aditif yang digunakan yaitu ada 3

macam yaitu etanol, n-butanol dan dietil eter. Setelah dilakukan pencampuran ,

maka dilakukan analisa karakteristik viskositas kinematik, densiti, calorific

value, cetane number, dan titik nyala (flash point), yang dapat dilihat pada

tabel 2.1

Tabel 2.1 karakteristik dari bahan bakar

Diesel Palm biodiesel

etanol nbutanol

Dietil eter

DP20 D80P15E5

D80P15B5

D80P15DE5

Kinematikviscosity@40oC (mm2/sec)

3.46 4.69 1.14 3.00 0.22 3.62 3.23 3.29 3.27

Density (kg/m3)

833 859 791 812 712 837 833 833 832

Calorific value (kj/g)

44.66 39.90 27.33 34.33 33.89 43.71 43.08 43.43 43.41

Cetane number

47 55 5-8 -25 -125 48 46 47 52

Flash point 69.5 188.5 - 35 - 93.5 84.5 85.5 81.5

Hasil uji tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Viskositas kinematik

Pengujian viskositas kinematik diukur dengan menggunakan

Stabinger Viscometer SVM 3000 dari pabrikan Anton Paar. hasil uji

viskositas yang diperoleh untuk solar (diesel oil) 3.46 mm2/sec,

viskositas dari biodiesel 4.69 mm2/sec. Viskositas produk sebagai hasil

blending bahan bakar diperoleh dengan berbagai variasi aditif yaitu

Page 6: Review Jurnal

DP20, D80P15E5, D80P15B5, D80P15DE5 dengan rentang nilai

viskositas (3.62, 3.23, 3.29, 3,27) mm2/sec. Dari nilai tersebut dapat

dinyatakan bahwa bahan bakar hasil blendingan layak digunakan

sebagai bahan bakar.

b. Densitas

Pengujian densitas diukur dengan menggunakan alat Stabinger

Viscometer SVM 3000 dari pabrikan Anton Paar. hasil uji densitas yang

diperoleh untuk solar (diesel oil) 833 kg/m3, dnsitas dari biodiesel 859

kg/m3. Densitas produk sebagai hasil blending bahan bakar diperoleh

dengan berbagai variasi aditif yaitu DP20, D80P15E5, D80P15B5,

D80P15DE5 dengan rentang nilai densitas (837, 833, 833, 832) kg/m3.

Dari nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa bahan bakar hasil blendingan

layak digunakan sebagai bahan bakar.

c. Calorific value

Pengujian calorific value diukur dengan menggunakan alat Semi auto

bomb calorimeter, Model 6100EF. hasil uji calorific value yang

diperoleh untuk solar (diesel oil) 44.66 kj/g, calorific value dari biodiesel

39.90 kj/g. Calorific value produk sebagai hasil blending bahan bakar

diperoleh dengan berbagai variasi aditif yaitu DP20, D80P15E5,

D80P15B5, D80P15DE5 dengan rentang nilai calorific value (43.71,

43.08, 43.43, 43.41) kj/g. Dari nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa

bahan bakar hasil blendingan layak digunakan sebagai bahan bakar.

d. Titik nyala

Pengujian titik nyala diukur dengan menggunakan alat Pensky-Martens

flash pointautomatic NPM 440. hasil uji titik nyala yang diperoleh untuk

solar (diesel oil) 69.5 oC, titik nyala dari biodiesel 188.5 oC. Titik nyala

produk sebagai hasil blending bahan bakar diperoleh dengan berbagai

variasi aditif yaitu DP20, D80P15E5, D80P15B5, D80P15DE5 dengan

rentang nilai titik nyala (93.5, 84.5, 85.5, 81.5) oC. Dari nilai tersebut

dapat dinyatakan bahwa bahan bakar hasil blendingan layak digunakan

sebagai bahan bakar.

Page 7: Review Jurnal

3. Proses pemblendingan menggunakan diethyl eter dan etanol

Proses pemblendingan menggunakan zat aditif berupa diethyl eter dan

etanol. Selain pemblendingan juga dilakukan uji kinerja pada bahan bakar.

Variabel pemblendingan adalah B30 (30% biodiesel dan 70% solar), BE-1

(5% diethyl eter, 25% biodiesel dan 70% solar), dan BE-2 (5% etanol, 25%

biodiesel dan 70% solar).

Tabel 2.1. Komposisi dan properties bahan bakar

Fuels B0 B30 BE-1 BE-2Diesel, %(v/v)

100 70 70 70

Methyl Soyate, %(v/v)

0 30 25 25

Diethyl Ether, %(v/v)

0 0 5 0

Ethanol, %(v/v)

0 0 0 5

Density (g/ml)

0,84 0,845 0,873 0,840

Latent heat of evaporation (kJ/kg)

250 235 242 266

Lower calorific (kJ/kg)

42500 41471 41413 40940

Grafik 2.1 perbandingan konsumsi bahan bakar

Page 8: Review Jurnal

Grafik 2.2 perbandingan NOx yang dihasilkan

Grafik 2.3 perbandingan CO yang dihasilkan

Grafik 2.3 perbandingan HC yang dihasilkan

Page 9: Review Jurnal

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, BE-1 menunjukkan hasil yang

paling baik jika dibandingkan dengan B30 dan BE-2. BE-1 memiliki bsfc

sedikit lebih rendah dan dapat digunakan pada mesin diesel tanpa adanya

modifikasi. BE-1dapat mengurangi emisi gas buang, CO, dan NOx yang

dihasilkan tetapi BE-1 menghasilkan HC paling tinggi.