Retro

32
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Meningkatnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sistem transportasi, baik di darat, laut, maupun udara menyebabkan peningkatan jumlah trauma pada saat ini. Hal ini didukung oleh kegiatan olahraga yang semakin berkembang, baik yang bersifat rekreasi maupun kompetitif, serta kegiatan perindustrian yang semakin kompleks sehingga menyebabkan mobilisasi semakin meningkat. Salah satu trauma muskuloskeletal yang menyebabkan morbiditas yang tinggi adalah patah tulang terbuka. Patah tulang terbuka adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma, baik trauma langsung ataupun tidak lansung, yang berhubungan dengan dunia luar atau rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi. Patah tulang terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang luas, yang meliputi kerusakan otot, vaskuler, dan syaraf. Patah tulang terbuka merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang orthopaedi yang membutuhkan penanganan secara cepat dan tepat yang mana bersifat life saving dan life threatening. Penyembuhan patah tulang merupakan suatu proses reparasi dari sistem muskuloskeletal untuk mengembalikan integritas skeletalnya. Proses biologi ini berlangsung sebagai konsekuensi dari sejumlah peristiwa-peristiwa biologis yang mengakibatkan pemulihan jaringan tulang, sehingga muskuloskeletal dapat berfungsi kembali. Yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan patah tulang adalah waktu dan perlakuan tindakan debridement, stabilisasi dan remodeling pada tempat fraktur. Bone graft adalah suatu prosedur pembedahan untuk penggantian tulang yang hilang pada suatu patah tulang. Bone graft dapat berupa 1

description

ortho

Transcript of Retro

Page 1: Retro

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Meningkatnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sistem transportasi, baik di darat, laut, maupun udara menyebabkan peningkatan jumlah trauma pada saat ini. Hal ini didukung oleh kegiatan olahraga yang semakin berkembang, baik yang bersifat rekreasi maupun kompetitif, serta kegiatan perindustrian yang semakin kompleks sehingga menyebabkan mobilisasi semakin meningkat.

Salah satu trauma muskuloskeletal yang menyebabkan morbiditas yang tinggi adalah patah tulang terbuka. Patah tulang terbuka adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma, baik trauma langsung ataupun tidak lansung, yang berhubungan dengan dunia luar atau rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi.

Patah tulang terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang luas, yang meliputi kerusakan otot, vaskuler, dan syaraf. Patah tulang terbuka merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang orthopaedi yang membutuhkan penanganan secara cepat dan tepat yang mana bersifat life saving dan life threatening.

Penyembuhan patah tulang merupakan suatu proses reparasi dari sistem muskuloskeletal untuk mengembalikan integritas skeletalnya. Proses biologi ini berlangsung sebagai konsekuensi dari sejumlah peristiwa-peristiwa biologis yang mengakibatkan pemulihan jaringan tulang, sehingga muskuloskeletal dapat berfungsi kembali. Yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan patah tulang adalah waktu dan perlakuan tindakan debridement, stabilisasi dan remodeling pada tempat fraktur.

Bone graft adalah suatu prosedur pembedahan untuk penggantian tulang yang hilang pada suatu patah tulang. Bone graft dapat berupa autologous (tulang diambil dari tubuh pasien sendiri, umumnya diambil dari tulang iliac crest), allograft (tulang diambil dari individu lain yang masih dalam spesies yang sama), atau sintetis (umumnya terbuat dari bahan hydroxyapatite atau dari bahan lainnya dan mempunyai bahan yang biocompatible).

Bone graft pada umumnya dapat direabsorpsi dan dapat menggantikan tulang normal pada proses penyembuhan tulang dalam beberapa bulan. Prinsip penggunaan bone graft yang baik yaitu mengandung unsur osteoconductive, osteoinductive, osteogenic.Material osteogenic mempunyai kapasitas inheren untuk membentuk tulang, yaitu memiliki sel-sel hidup seperti osteosit atau osteoblas, dan mampu memproduksinya. Material osteoinductive merangsang sel – sel pada luka atau lingkungan sekitarnya untuk menjalani konversi fenotip pada tipe sel osteoprogenitor yang dapat membentuk formasi tulang. Material osteoconductive tidak dapat membentuk tulang atau menginduksi

1

Page 2: Retro

pembentukannya. Material ini hanya dapat membentuk rangka biocompatible, dimana jaringan tulang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan tulang.

Penggunaan bone graft sangat memungkinkan dikarenakan jaringan tulang tidak seperti jaringan lainnya, dimana tulang mempunyai kemampuan untuk regenerasi secara baik bila diberikan tempat yang cukup untuk tumbuh. Sebagaimana tulang normal yang tumbuh, bone graft dapat menggantikan tulang secara penuh pada daerah dimana bone graft tersebut ditempatkan. Mekanisme biologis bonegraft osteoconductive, osteoinductive dan osteogenic.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti dapat merumuskan masalah : Bagaimana hasil penyembuhan tulang pada pasien dengan fraktur terbuka yang dilakukan tindakan pembedahan dan menggunakan bone graft.

I.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jumlah serta karakteristik pasien dengan fraktur terbuka yang dilakukan tindakan pembedahan dan menggunakan bone graft di RS dr. Moewardi Surakarta.

2. Mengetahui hasil dari penyembuhan tulang pada pasien dengan fraktur terbuka yang dilakukan tindakan pembedahan dan menggunakan bone graft di RS dr. Moewardi Surakarta.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan sumbangan data awal bagi penelitian lebih lanjut mengenai penyembuhan tulang pada pasien dengan fraktur terbuka yang dilakukan tindakan pembedahan dan menggunakan bone graft di RS. dr. Moewardi Surakarta.

2. Data yang dihasilkan dapat menjadi dasar dalam edukasi pasien dengan fraktur terbuka yang dilakukan tindakan pembedahan dan menggunakan bone graft di RS dr. Moewardi Surakarta.

2

Page 3: Retro

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 FRAKTUR TERBUKA

II.1.A DEFINISI

Fraktur terbuka adalah putusnya kontinuitas jaringan tulang dimana terjadi kerusakan kulit dan jaringan dibawahnya yang berhubungan langsung dengan dunia luar. Compound fracture merupakan nama lain dari fraktur terbuka namun istilah tersebut sudah tidak digunakan lagi.

Berdasarkan gambaran di bidang orthopaedi, definisi fraktur terbuka adalah suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri yang menyebabkan timbulnya komplikasi berupa infeksi atau luka pada kulit, dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung.

Cedera jaringan lunak dalam fraktur terbuka mungkin memiliki tiga konsekuensi penting :

- Kontaminasi dari luka dan patah tulang oleh paparan lingkungan.

- Peremukan, pengelupasan, dan devaskularisasi menyebabkan jaringan lunak rentan terhadap infeksi.

- Kerusakan atau kehilangan jaringan lunak dapat mempengaruhi metode imobilisasi fraktur, membahayakan kontribusi dari jaringan lunak di atasnya untuk penyembuhan (misalnya, kontribusi sel osteoprogenitor), dan mengakibatkan hilangnya fungsi dari otot, saraf, tendon, pembuluh darah , ligamen, atau kerusakan kulit.

II.1.B ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Penyebab dari fraktur terbuka adalah trauma langsung berupa benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat tersebut, serta trauma tidak langsung bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Sedangkan hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena :

1. Penyebab ruda paksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.2. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak mengalami cidera yang dapat menyebabkan keadaan yang menimbulkan syok

3

Page 4: Retro

hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik. Sementara itu, kerusakan pada sistem persarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralisis yang menetap, pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera.

Pada patah tulang, pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel mati di mulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematoma dan berfungsi sebagai pembentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru immatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.

Pada fraktur terbuka dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi pada patah tulang terbuka bisa berupa komplikasi lokalis maupun generalis. Komplikasi langsung dapat berupa kehilangan darah, shock, fat embolism, dan kegagalan kardiovaskular. Komplikasi lokalis yang terjadi dapat dibagi menjadi komplikasi dini yaitu yang terjadi bersamaan dengan terjadinya patah tulang atau dalam minggu pertama dan komplikasi lambat.

Komplikasi Dini :

1. Lesi Vaskuler

Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan vena. Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol dengan cepat akan mengarah kepada kematian pasien.

2. Sindroma Kompartemen

Patah tulang pada lengan kaki dapat menimbulkan nyeri hebat sekalipun tidak ada kerusakan pembuluh darah besar. Perdarahan, edema, radang, dan infeksi dapat meningkatkan tekanan pada salah satu kompartemen osteofasia. Terjadi penurunan aliran kapiler yang mengakibatkan iskemia otot, yang akan menyebabkan edema lebih jauh, sehingga mengakibatkan tekanan yang lebih besar lagi dan iskemia yang lebih hebat. Lingkaran setan ini terus berlanjut dan berakhir dengan nekrosis saraf dan otot dalam kompartemen setelah kurang lebih 12 jam. Secara klasik terdapat 5 P yang menggambarkan gejala klinis sindroma kompartemen, yaitu: Pain, paresthesia, pallor, paralysis, pulseness.

3. Gas Gangren

Keadaan ini ditimbulkan oleh infeksi klostridium, terutama C. welchii. Organisme anaerob ini dapat hidup dan berkembang biak hanya dalam jaringan dengan tekanan oksigen yang rendah. Tempat utama infeksinya adalah luka yang kotor dengan otot mati yang telah ditutup tanpa debridemen yang memadai. Toksin yang dihasilkan oleh organisme ini menghancurkan dinding sel

4

Page 5: Retro

dan dengan cepat mengakibatkan nekrosis jaringan, sehingga memudahkan penyebaran penyakit tersebut.

4. Septic Arthritis

Septic arthritis merupakan proses infeksi bakteri piogenik pada sendi yang jika tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi. Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius yang cepat merusak kartilago hyalin artikular sehingga kehilangan fungsi sendi yang irreversibel.

5. Osteomielitis Akut

Osteomielitis akut adalah infeksi tulang yang terjadi secara akut.yang bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat trauma dimana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis.

Komplikasi Lambat :

1. Penyembuhan Terlambat

Pada patah tulang panjang yang sangat bergeser dapat terjadi robekan pada periosteum dan terjadi gangguan pada suplai darah intramedular. Kekurangan suplai darah ini dapat menyebabkan pinggir dari patah tulang menjadi nekrosis. Nekrosis yang luas akan menghambat penyembuhan tulang. Kerusakan jaringan lunak dan pelepasan periosteum juga dapat mengganggu penyembuhan tulang.

2. Non-Union

Bila keterlambatan penyembuhan tidak diketahui, meskipun patah tulang telah diterapi dengan memadai, cenderung terjadi non-union. Penyebab lain ialah adanya celah yang terlalu lebar dan interposisi jaringan.

3. Malunion

Bila fragmen menyambung pada posisi yang tidak memuaskan, seperti contoh angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tidak dapat diterima. Penyebabnya adalah tidak tereduksinya patah tulang secara cukup, kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif.

4. Gangguan pertumbuhan

Pada anak-anak, kerusakan pada fisis dapat mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal atau terhambat. Patah tulang melintang pada lempeng pertumbuhan tidak menyebabkan gangguan pertumbuhan. Patahan yang menjalar di sepanjang lapisan hipertrofik dan tidak pada daerah

5

Page 6: Retro

germinal asalkan patah tulang ini da[at direduksi dengan tepat, jarang terjadi gangguan pertumbuhan. Tetapi patah tulang yang memisahkan bagian epifisis pasti akan melintasi bagian fisis yang sedang tumbuh, sehingga pertumbuhan selanjutnya dapat asimetris dan ujung tulang berangulasi secara khas. jika seluruh fisis rusak, mungkin terjadi perlambatan atau penghentian pertumbuhan sama sekali.

Golden periode penanganan fraktur terbuka adalah kurang dari 6-8 jam dikarenakan proses dan pola pertumbuhan bakteri yang terjadi pada luka fraktur terbuka. Umumnya jenis bakteri yang sering ditemui pada luka adalah golongan bakteri Staphylococcus. Staphylococcus aureus yang patogenik dan yang bersifat invasif menghasilkan koagulase dan cenderung untuk menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik.

Setelah berjalan 6 jam pasca kejadian fraktur terbuka, bakteri Stapylococcus aureus dapat mengadakan ikatan secara kimiawi ke dinding sel - sel yang seharusnya mengalami penyembuhan berupa hematom, inflamasi dan rekonstruksi. Setelah mengalami ikatan, bakteri ini akan mengeluarkan enterotoksin dan eksotoksin yang akhirnya dapat menyebabkan osteomyelitis.

II.1.C KLASIFIKASI

Tujuan dari sistem klasifikasi patah tulang terbuka manapun adalah untuk mengira keadaan fraktur dan parameter penatalaksanaan. Walau banyak sistem klasifikasi untuk patah tulang terbuka, sistem klasifikasi Gustillo – Anderson adalah yang paling sering digunakan di seluruh dunia. Sistem ini menilai patah tulang terbuka berdasarkan ukuran luka, derajat kerusakan jaringan lunak dan kontaminasi, dan derajat fraktur .Hal-hal lain yang juga diperhatikan antara lain adalah ada atau tidaknya kerusakan pada saraf, transfer energi (derajat kominutif dan periosteal stripping), dan luasnya luka . Terdapat tiga macam patah tulang terbuka pada sistem klasifikasi Gustillo - Anderson, dengan derajat yang ke tiga dibagi ke dalam tiga subtype lagi berdasarkan kerusakan periosteal, Ada tidaknya kontaminasi dan derajat kerusakan pembuluh darah.

Sistem klasifikasi patah tulang terbuka yang dipakai secara umum, yaitu:

• Klasifikasi Gustilo - Anderson, yang sekarang dimodifikasi oleh Gustilo, Mendoza & Williams menjadi lebih detil pada derajat 3.

Pengklasifikasian patah tulang terbuka menurut Gustillo - Anderson adalah sebagai berikut:

1. Derajat I: Luka biasanya berupa tusukan kecil dan bersih berukuran kurang dari 1 cm. Terdapat tulang yang muncul dari luka tersebut. Sedikit kerusakan jaringan lunak tanpa adanya crushing dan patah tulang tidak kominutif. Patah tulang biasanya sederhana, melintang, atau oblik pendek. Biasanya berupa patah tulang energi rendah.

6

Page 7: Retro

Gambar 1: Fraktur Terbuka Gustilo - Anderson derajat 1

2. Derajat II : Luka lebih besar dari 1 cm, tanpa adanya skin flap ataupun avulsion. Kerusakan pada jaringan lunak tidak begitu banyak. Kominutif dan crushing injury terjadi hanya derajat sedang. Juga terdapat kontaminasi sedang. Bisanya juga berupa patah tulang energi rendah.

Gambar 2: Fraktur Terbuka Gustilo - Anderson derajat 2

3. Derajat III : Terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak, struktur neurovaskuler, dengan adanya kontaminasi pada luka. Dapat juga terjadi kehilangan jaringan lunak. Luka yang berat dengan adanya high-energy transfer ke tulang dan jaringan lunak. Biasanya disebabkan oleh trauma. kecepatan tinggi sehingga fraktur tidak stabil dan banyak kominutif. Amputasi traumatik, patah tulang segemental terbuka, luka tembak kecepatan tinggi, patah tulang terbuka lebih dari 8 jam, patah tulang terbuka yang memerlukan perbaikan vaskuler juga termasuk dalam derajat ini.

Gustilo, Mendoza & Williams membagi derajat III ini menjadi tiga subtipe:

a. Derajat IIIA : Tulang yang patah dapat ditutupi oleh jaringan lunak, atau terdapat penutup periosteal yang cukup pada tulang yang patah.

7

Page 8: Retro

Gambar 3: Fraktur Terbuka Gustilo - Anderson derajat 3a

b. Derajat IIIB : Kerusakan atau kehilangan jaringan lunak yang luas disertai dengan pengelupasan periosteum dan komunisi yang berat dari patahan tulang tersebut. Tulang terekspos dengan kontaminasi yang massif.

Gambar 4: Fraktur Terbuka Gustilo - Anderson derajat 3b

c. Derajat IIIC : Semua patah tulang terbuka dengan kerusakan vaskuler yang perlu diberbaiki, tanpa meilhat kerusakan jaringan lunak yang terjadi.

Gambar 5: Fraktur Terbuka Gustilo - Anderson derajat 3c

Klasifikasi ini menjadi sangat penting untuk menentukan terapi. Klasifikasi ini juga menunjukkan resiko terjadinya infeksi, dilihat dari derajat kontaminasi, derajat kerusakan jaringan lunak, dan tindakan operatif pada patah tulang. Resiko infeksi semakin meningkat seiring dengan derajat yang terjadi. Resiko terjadinya infeksi pada derajat I adalah 0-12%, pada derajat II 2-12%, dan pada derajat III 9-55%. Derajat patah tulang terbuka ini juga sangat erat kaitannya dengan kejadian amputasi, delayed union dan non-

8

Page 9: Retro

union, dan kecacatan atau penurunan fungsi ekstermitas. Penentuan derajat patah tulang terbuka secara definitive dilakukan setelah debridement yang adekuat telah dilakukan.

II.1.D DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau perdarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ - organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.

3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

Pemeriksaan loKal

1.Inspeksi (Look)

• Bandingkan dengan bagian yang sehat

• Perhatikan posisi anggota gerak

• Keadaan umum penderita secara keseluruhan

• Ekspresi wajah karena nyeri

• Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

• Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka

• Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

• Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan pemendekan

• Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain

9

Page 10: Retro

• Perhatikan kondisi mental penderita

• Keadaan vaskularisasi

2.Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.

• Temperatur setempat yang meningkat

• Nyeri tekan. Nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

• Krepitasi. Dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

• Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena

• Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit

• Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move)Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi

proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motorik serta gradasi kelemahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

5. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

10

Page 11: Retro

II.1.E PENATALAKSANAAN

1) Prinsip penanganan fraktur terbuka

Fraktur terbuka perlu:

• diagnosis yang tepat

• antibiotik intravena yang tepat

• teliti eksisi zona cedera (debridement) *

• stabilisasi fraktur

• penutup jaringan lunak awal setelah pemulihan jaringan lunak

Operasi tersebut sering disebut sebagai debridement. Istilah ini terbuka untuk interpretasi dan menunjukkan prosedur yang berbeda dalam konteks bedah yang berbeda. Debridement, seperti yang digunakan dalam diskusi ini, berarti paparan bedah seluruh zona cedera patologis dan penghapusan semua nekrotik, terkontaminasi, dan atau rusaknya jaringan, tulang atau jaringan lunak.

2) Antibiotik intravena pada fraktur terbuka

Antibiotik untuk fraktur terbuka adalah tambahan untuk memperkuat manfaat débridement. Bakteri selalu hadir pada patah tulang terbuka. Jumlah dan tingkat infeksi bakteri dapat dikurangi secara signifikan dengan pemberian antibiotik intravena, dalam kombinasi dengan debridement. Kebanyakan bakteri yang menginfeksi, kecuali dalam luka sangat kotor, adalah flora kulit yang khas. Generasi pertama sefalosporin (misalnya, cefazolin 1-2 gram/8 jam) sering digunakan, kecuali untuk pasien dengan alergi penisilin. Untuk luka terbuka fraktur yang lebih parah, ditambahkan aminoglikosida (misalnya, gentamisin 80 mg/8-12 jam). Jika terdapat kontaminasi, dosis tinggi intravena penisilin biasanya ditambahkan (misalnya, 5.000.000-10000000 units/24 jam) dan mempertimbangkan pemberian metronidazol. Pemberian harus dimulai segera setelah fraktur terbuka terdiagnosa.

Prinsip utama penanganan bedah yang aman adalah untuk meminimalkan jumlah bakteri yang mungkin masuk lewat luka bedah. Dekontaminasi kulit yang benar sebelum operasi, dengan mencuci menggunakan agen antibakteri, adalah sesuatu yang harus dilakukan. Demikian pula, penggunaan drape steril, instrumen dan implan, dan aseptik yang ketat seluruh prosedur juga penting. Dengan tidak adanya sterilitas yang optimal, atau dengan beban bedah luar biasa, hanya operasi darurat yang bisa dilakukan (misalnya, eksisi luka darurat).

11

Page 12: Retro

3) Débridement pada luka fraktur terbuka

Gambar 6: debridement pada luka fraktur terbuka

Eksisi zona cedera harus lengkap, teliti dan radikal. Debridement luka secara dini adalah komponen yang paling penting dari perawatan setiap fraktur terbuka.

Medan operasi harus benar - benar diirigasi (beberapa liter cairan, larutan garam seperti Ringer-laktat untuk mengurangi populasi bakteri). Dalam kasus dengan kontaminasi luas, mati, atau mungkin iskemik, eksisi luka tambahan dilakukan 48 jam kemudian.

Memutuskan jaringan mana yang dibuang dan mana yang dipertahankan merupakan tantangan penting pada debridement luka. Kesalahan khas adalah kurang adekuat dalam membuang jaringan yang seharusnya dibuang, atau bisa juga terlalu banyak membuang jaringan sehat sehingga menyebabkan cedera tambahan untuk jaringan sehat.

Berikutnya, semua jaringan yang mati, atau dipertanyakan masih viable, dieksisi secara sistematis lapis demi lapis :

• jaringan subkutan

• fascia dalam

• otot

• tulang

12

Page 13: Retro

4) Fiksasi pada fraktur terbuka

fraktur terbuka memerlukan:

• Stabilisasi eksternal, biasanya OREF

• Dipertimbangkan penundaan ORIF definitive

Stabilitas tulang pada patah tulang terbuka dapat membantu pemulihan jaringan lunak dan ketahanan terhadap infeksi.

Gambar 7: fiksasi eksternal dengan OREF

Fiksasi bedah, eksternal, maupun internal, adalah cara terbaik untuk menstabilkan patah tulang terbuka. Hal ini dilakukan hanya setelah debridement seluruh zona cedera. Untuk tingkat rendah, patah tulang terbuka, menggunakan fiksasi yang sesuai untuk cedera tertutup. Untuk patah tulang terbuka dengan derajat lebih berat, fiksasi eksternal biasanya lebih disukai.

13

Page 14: Retro

Gambar 8: Intramedullar nail (IMN) dapat dipilih sebagai fiksasi untuk fraktur terbuka pada region femoralis, atau tibialis, diaphyseal derajat rendah.

Ilustrasi diatas menunjukkan fraktur terbuka tibialis segmental yang cukup berat, di mana, IMN, adalah alternatif yang realistis. Jika IMN harus ditunda (kontaminasi luka yang signifikan, dll), fiksasi eksternal sementara dapat digunakan untuk stabilisasi awal.

14

Page 15: Retro

5) perawatan jaringan lunak

Perawatan luka terbuka

• menghindari kontaminasi

• menghindari luka sampai kering

• dipertimbangkan penggunaan dressing

• menutup luka dengan benar

Setiap luka terbuka perlu dilindungi dari kontaminasi sekunder. Penutupan dengan flaps cocok untuk luka yang lebih besar dan sendi yang terbuka, segera setelah eksisi luka selesai dilakukan.

Penutupan jaringan lunak pada fraktur terbuka

• setelah eksisi luka selesai

• penutupan yang ditunda pada fraktur terbuka lebih aman daripada ditutup terlebih dahulu.

Tegangan kulit yang berlebihan dapat mencegah penyembuhan luka. Selain itu, luka yang terkontaminasi hampir pasti terinfeksi dengan penutupan primer. Manajemen luka terbuka sementara dengan penutupan primer yang ditunda, atau tandur kulit, adalah metode paling aman untuk sebagian besar patah tulang terbuka. Namun, dengan fraktur yang disebabkan oleh energi rendah dan luka yang kecil, penutupan luka langsung dapat dipertimbangkan. Jika penutupan primer yang dipilih, ahli bedah harus memperhatikan dengan hati - hati untuk tanda - tanda infeksi luka.

II.2 PROSES PENYEMBUHAN TULANG

Penyembuhan patah tulang merupakan proses regenerasi sel tulang yang sangat dipengaruhi oleh aliran pembuluh darah dan stabilitas fragmen fraktur. Proses ini menyangkut morfogenesis tulang dan faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh sel tulang, otot , fibroblast dan sel radang pada lokasi fraktur. (Lukman)

Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anak - anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif, sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling juga masih terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur. Proses penyembuhan tulang terutama tergantung karena resorbsi oleh sel osteoclast dari tulang yang diikuti pembentukan tulang baru oleh sel osteoblast.

Yang bertanggung jawab dalam penyembuhan patah tulang terbuka adalah kecepatan bertindak, teknik debridement, stabilisasi, vaskularisasi dan remodeling pada tempat fraktur. Penyembuhan dapat terjadi secara primer apabila ada fiksasi rigid dan akan terjadi penyembuhan sekunder apabila operasi penyambungan tulang tanpa fiksasi yang rigid. Penyembuhan primer terjadi

15

Page 16: Retro

jika ada kontak langsung yang kuat antara fragmen fraktur. Pada radiograf tidak terlihat kalus yang menjembatani penyembuhan ini (Bridging callus). Biasanya terjadi sekitar dua minggu sejak terjadinya trauma atau ruda paksa. Ini merupakan metoda penyembuhan patah tulang / fracture healing dengan fiksasi kompresi rigid. Fiksasi rigid memerlukan kontak kortikal yang langsung dan pembuluh darah intrameduler yang utuh. Proses penyembuhan terutama tergantung karena resorpsi osteoclast dari tulang yang diikuti dengan pembentukan tulang baru oleh osteoblast.

Penyembuhan patah tulang adalah proses fisiologis yang kompleks. Proses ini melibatkan peran dari sel haematopoietic dan sel-sel imun dalam sumsum tulang dalam hubungannya sebagai prekursor sel vaskular dan skeletal, termasuk mesenchymal stem cells (MSC) yang diperoleh dari jaringan di sekitarnya dan sirkulasi. Beberapa faktor mengatur proses ini secara molekular dengan mempengaruhi tempat yang berbeda pada osteoblast dan kondroblast melalui berbagai proses seperti migrasi, proliferasi, kemotaksis, diferensiasi, inhibisi, dan sintesis protein ekstraseluler. Pemahaman tentang penyembuhan fraktur pada tingkat seluler dan molekuler tidak hanya penting bagi kemajuan pengobatan fraktur, tetapi juga dapat memberikan informasi untuk pemahaman tentang mekanisme pertumbuhan tulang dan perbaikan serta mekanisme penuaan secara lebih lanjut.

Proses regeneratif dimulai sebagai respon terhadap injury, sehingga menghasilkan perbaikan optimal dan pemulihan fungsi skeletal. Semua komponen yang terkait pada lokasi injury yaitu korteks, periosteum, sumsum tulang, dan external soft tissue, berperan dalam proses healing dengan fungsi yang berbeda, tergantung pada beberapa parameter yang terdapat pada jaringan yang cedera seperti growth factors, hormon, nutrisi, pH, oksigen, dan stabilitas mekanik. Secara histologis klasik, penyembuhan fraktur dibagi menjadi : direct (primary) dan indirect (secondary) fracture healing (Dimitriou, R, dkk, 2005)

.

II.2.A Indirect / Secondary Fracture Healing

Ini adalah bentuk penyembuhan natural pada tulang tubuler yang tidak dilakukan fiksasi yang melewati lima tahap:

1. Tissue destruction and haematoma formation

Pembuluh darah robek dan terbentuk haematoma di sekitar dan pada daerah fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, kekurangan pasokan darah, menyebabkan kematian sel sekitar 1 atau 2 millimeter.

2. Inflammation and cellular proliferation

Dalam waktu 8 jam setelah fraktur terjadi reaksi peradangan akut dengan migrasi sel peradangan dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi Mesenchimal stem cells (MSC) dari periosteum, menembus kanal medula dan otot sekitarnya. Ujung fragmen fraktur dikelilingi oleh jaringan selular, yang membuat jembatan menyeberangi tempat fraktur. Proses pengaturan yang kompleks dari

16

Page 17: Retro

mediator inflamasi (sitokin dan berbagai faktor pertumbuhan) ikut terlibat. Hematom clot perlahan-lahan diserap dan kapiler baru tumbuh ke dalam tempat fraktur.

3. Callus formation

Stem sel yang telah berdiferensiasi menyediakan populasi sel chrondrogenic dan osteogenic dan menyiapkan kondisi lokal lingkungan biologis dan biomekanis yang optimal sehingga akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa kasus juga membentuk tulang rawan . Populasi sel juga termasuk osteoklast ( mungkin berasal dari pembuluh darah baru ) , mulai membesihkan tulang yang mati . Massa seluler yang tebal , dengan pulau-pulau dari tulang immatur dan tulang rawan , membentuk kalus atau splint pada permukaan periosteal dan endosteal. Pada serabut tulang immatur( woven bone) menjadi lebih padat termineralisasi , gerakan di fracture site menurun progresif dan sekitar 4 minggu setelah cedera, fraktur menyatu.

4. Consolidation

Aktifitas osteoclastik dan osteoblastik terus berlanjut dan woven bone berubah menjadi lamellar bone yang cukup kuat untuk memungkinkan osteoclasts untuk membersihkan debris pada garis fraktur. Osteoblast mengisi gap antara fragmen dengan tulang baru. Ini adalah proses yang lama dan memerlukan waktu sampai beberapa bulan sampai tulang cukup kuat untuk membawa beban normal.

Mayoritas fraktur sembuh dengan indirect fraktur healing. Proses ini melibatkan kombinasi intramembranous dan endokhondral osifikasi selanjutnya membentuk callus yang ditingkatkan dengan pergerakan dan dihambat oleh rigid fixation. Osifikasi Intramembranous terlibat dalam pembentukan tulang secara langsung, tanpa diawali pembentukan tulang rawan, berasal dari osteoprogenitor dan undifferentiated mesenchymal cells yang berada dalam periosteum dan jauh dari fracture site. Proses ini menghasilkan pembentukan callus, secara histologi dijelaskan sebagai 'hard callus'. Pada tipe ini, kontribusi sumsum tulang untuk pembentukan tulang adalah selama fase awal penyembuhan, ketika sel endotel berubah menjadi sel polimorfik, yang kemudian mengekspresikan fenotip osteoblatik.

Osifikasi endochondral melibatkan recruitment, proliferasi, dan diferensiasi undifferentiated mesenchymal cell menjadi tulang rawan, yang selanjutnya mengalami kalsifikasi dan pada akhirnya digantikan oleh tulang. Karakteristiknya secara temporal yang meliputi enam tahapan yaitu : 1. Tahap awal pembentukan hematoma dan inflamasi, 2. Angiogenesis berikutnya pembentukan cartilage, 3. Kalsifikasi cartilage, 4. Cartilage removal, 5. Pembentukan tulang, dan 6. Bone remodelling. Fraktur healing tipe ini, merupakan kontribusi dari periosteum fraktur dan eksternal soft tissue yang membuat jembatan awal callus. Secara histologis disebut ‘soft callus’, yang menstabilkan fragmen fraktur.

17

Page 18: Retro

Gambar 9: penyembuhan Fraktur

II.2.B Direct / PrimaryFracture Healing

Terjadi saat adanya anatomic reduction dari fragmen fraktur dengan fiksasi internal rigid dan penurunan ketegangan intrafragmentary. Proses ini melibatkan peran langsung oleh korteks untuk membangun kembali sistem haversian baru melalui pembentukan unit-unit remodeling yang mempunyai ciri tersendiri dan dikenal sebagai 'Cutting cones', dalam rangka mengembalikan mechanical continuity. Sel endotel vaskular dan sel mesenkimal perivaskular membantu perubahan sel osteoprogenitor menjadi osteoblast. Selama proses ini berlangsung, tidak ada atau hanya sedikit terjadinya respon periosteal (tanpa adanya pembentukan kalus).

Penelitian klinis dan eksperimental telah menunjukkan bahwa kalus merupakan respon terhadap gerakan di lokasi fraktur. Hal ini menganjurkan bahwa prasyarat yang diperlukan untuk menjembatani tulang adalah dengan menstabilkan fragmen - fragmen secepat mungkin. Sebagai contoh, jika fragmen fraktur benar - benar tidak bergerak, fraktur impaksi pada tulang cancellous atau fraktur yang diimobilisasi dengan “metal plate”, maka tidak ada rangsangan untuk pembentukan kalus (Sarmiento et al., 1980).

Sebaliknya, pembentukan tulang baru osteoblastic terjadi langsung antar fragmen - fragmen. Celah antara permukaan fraktur dipenuhi oleh kapiler baru dan sel - sel osteoprogenitor yang tumbuh dari pinggir dan tulang baru melapisi pada permukaan yang terkena (gap healing). Pada gap yang sangat sempit (< 200 µm), osteogenesis membentuk tulang lamellar, gap yang lebih luas pertama kali diisi oleh tulang woven, yang kemudian menglami remodeling menjadi tulang lamellar. Setelah 3 - 4 minggu suatu fraktur cukup solid untuk memungkinkan penetrasi dan menjembatani daerah fraktur melalui remodelling unit, yaitu osteoclastic “cutting cones” yang diikuti oleh Osteoblast.

Pada saat permukaan fraktur berada dalam kontak yang erat dan ditopang secara rigid dari luar,”internal bridging” kadang - kadang dapat terjadi tanpa tahap intermediate (contact healing). Penyembuhan oleh kalus, (istilah penyembuhan tidak langsung) memiliki keuntungan yang berbeda, memastikan kekuatan mekanik ujung tulang yang healing dan dengan stress yang meningkat kalus tumbuh lebih kuat dan lebih kuat lagi (contoh dari Wolff’s law). Dengan fiksasi logam yang rigid, disisi

18

Page 19: Retro

lain, tidak adanya kalus berarti bahwa ada periode waktu yang lama integritas tulang tergantung sepenuhnya pada implan logam. Selain itu, implant akan mengalihkan stres pada tulang, yang mungkin menjadi osteoporotic dan tidak sembuh sepenuhnya sampai implant dilepas (Solomon, L, dkk 2010).

Gambar 10: histologi penyembuhan fraktur dan terbentuknya callus

II.3 BONE GRAFT

Bone graft mempunyai peran penting di bidang orthopaedi untuk penatalaksanaan nonunion, bridging defek pada diafisis dan untuk pengisian defek metafisis. Bone graft autogenous bersifat osteogenic, osteoinductive, osteoconductive dan memiliki biocompatibel yang baik. Karakteristik tersebut harus ada pada pengganti bone graft yang ideal.

Tujuan penggunaan bone graft adalah untuk memicu proses penyembuhan dari tempat graft yang akan memproduksi tulang baru . Selain bahan dari graft itu sendiri, vaskularisasi dan stabilitas mekanik dari suatu tempat graft sangat penting. Untuk hasil yang optimal, bagian yang akan dilakukan graft harus mengandung sel pro-osteogenic atau sel osteogenic dan harus stabil agar pembuluh darah dapat tumbuh pada bagian graft.

OSTEOCONDUCTIVE

Osteoconductive didapat ketika bahan bone graft berperan sebagai suatu rangka untuk pembentukan tulang baru yang dilangsungkan oleh tulang asli. Osteoblast berfungsi sebagai penyebar dan kerangka untuk pembentukan tulang baru pada batas defek dibagian yang dilakukan graft. Material bone graft sebaiknya bersifat osteoconducttive

19

Page 20: Retro

OSTEOINDUCTIVE

Osteoinductive melibatkan stimulasi sel osteoprogenitor untuk berdiferensiasi menjadi osteoblast yang kemudian menjadi formasi tulang baru. Mediator sel osteoinductive adalah bone morphogenetic proteins (BMPs). Material bone graft osteoconductive dan osteoinductive tidak hanya sebagai kerangka untuk osteoblast namun juga sebagai pencetus pembentukan osteoblast baru.

OSTEOGENIC

Osteogenic terjadi ketika osteoblast yang berasal dari material bone graft membantu pertumbuhan tulang baru.

Tidak ada pengganti bone graft yang mempunyai semua kualitas seperi yang telah disebutkan diatas. Untuk saat ini sebagian material yang tersedia didominasi oleh osteogenic atau osteoinductive, atau murni osteoconductive.

II.3.A MATERIAL OSTEOGENIC DAN OSTEOINDUCTIVE

ALLOGRAFT

Merupakan pilihan yang baik untuk autogenous bonegraft, dimana secara luas telah digunakan baik pada struktural dan bentuk morsellised tergantung dari indikasi. Allograft dapat digunakan pada keadaan segar, beku, maupun bentuk beku yang kering. Bentuk beku dan bentuk beku yang kering adalah suatu osteoconductive namun merupakan suatu osteoinductive yang lemah. Material ini dapat memperkecil respon imun dari tubuh dan oleh karena itu pada allograft tidak ada sel yang memberikan sifat osteogenik.

Allograft jarang digunakan pada tatalaksana trauma dibidang orthopedic, namun merupakan suatu pilihan yang berguna pada pasien yang membutuhkan bone graft pada kasus non union tetapi tidak memiliki tulang autograft yang adekuat. Allograft dapat digunakan pada pasien usia tua dengan osteoporosis dimana memiliki keterbatasan kualitas tulang autograft yang baik.

GRAFT CAMPURAN MINERAL KOLAGEN

Unsur utama dari matriks organik tulang adalah kolagen tipe 1. Material ini bersifat conductive pada formasi Kristal yang berhubungan dengan matriks inorganic. Kolagen saja tidak efektif sebagai material osteoinductive, namun bila berkombinasi dengan material lain seperti hydroxyapatite dan tricalcium phosphate dapat menjadi material yang bersifat osteoconductive.

DEMINERALISASI MATRIKS TULANG (DBM) DAN MORPHOGENETIC MATRIKS TULANG (BMP)

Demineralisasi matriks tulang merangsang pembentukan formasi dari tulang heterotopic yang kemudian mengisolasi protein dari matriks tulang yang disebut protein morphogenetic tulang. DBM dicerna oleh bakteri kolagenase dan intisarinya dilarutkan dalam campuran garam dan ethylene glycol.

20

Page 21: Retro

BMP yang sudah terisolasi telah ditemukan dapat merangsang pembentukan tulang pada mencit. Penelitian telah menunjukan bahwa implantasi DBM pada otot mencit dapat mengakibatkan pembentukan tulang pada jaringan lunak. Indikasi klinis utama penggunaan DBM adalah pada kasus non union dari sebuah fraktur. Penggunaan DBM tidak cocok digunakan pada kondisi dimana diperlukan tambahan tulang seperti pada kasus fraktur metaphysis.

II.3.B MATERIAL OSTEOCONDUCTIVE

Material osteoconductive telah tersedia lebih lama dibandingkan dengan material osteoinductive atau osteogenic. Material ini kompatibel dan menyerupai fase mineral dari tulang. Material ini juga memberikan struktur yang memiliki kemiripan dengan tulang. Elemen selular dapat tumbuh pada material ini dan secara bertahap dapat meregenerasi tulang yang normal. Osteoconductive secara umum digunakan sebagai material untuk mengisi defek pada tulang yang membutuhkan tambahan secara mekanis.

CORALLINE HYDROXYAPATITTE

Material ini berasal dari calcium carbonate. Struktur dari coralline calcium phosphate diproduksi oleh spesies tertentu yang mempunyai kemiripan dengan tulang cancellous pada manusia, yang menjadikan material ini cocok untuk pengganti osteoconductive untuk bone graft. Corraline dapat berupa bahan sintetik ataupun alami. Material ini dapat digunakan pada fraktur tibial plateau sebagai bahan pengisi dan hasilnya telah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada autogenous bone graft. Kerugian utama material ini adalah variasi kekuatan dan daya resorpsinya.

CALCIUM SULPHATE

Material ini adalah yang paling sering digunakan oleh para ahli orthopaedi sebagai plaster of paris dan mungkin sebagai material osteoconductive yang tertua yang masih digunakan. Material ini dapat digunakan untuk mengisi defek tulang. Kelemahan utama material ini adalah dapat terjadinya reaksi kimia yang yang menghasilkan bermacam – macam struktur crystalline. Material ini juga diresorbsi secara cepat pada tingkat dimana melebihi kapasitas disekitar tulang untuk regenerasi.

CERAMICS

Material ini biokompatibel dan bersifat osteoconductive. Struktur ini sangat berbeda dari konfigurasi crystalline dari tulang normal dan oleh karena itu material ini diresorbsi sangat lambat. Material paling popuer adalah tricalcium phosphate dan turunan ceramic, hydroxyapatite. Coralline hydroxyapatite, merupakan material ceramic pertama yang bersifat osteoconductive. Kelemahan utama material ini adalah resorpsi yang lambat. Ceramics umum digunakan pada pembedahan spinal untuk penambahan pada bone graft autogenous pada pasien scoliosis yang dilakukan long fusion.

21

Page 22: Retro

Gambar 11: Gambaran radiologis menunjukkan a) fraktur depresi tibial plateau b) reduksi yang memuaskan telah tercapai dengan minimal fiksasi internal dan menggunakan semen calcium phosphate c) dan reduksi dipertahankan dua tahun setelah pemasangan implan.

CALCIUM PHOSPHATE CEMENTS

Material ini sangat popular dan merupakan osteoconductive substitute yang menjanjikan untuk bone graft. Struktur ini lebih mirip dengan dahllite, carbonated hydroxyapatite yang dapat membentuk mineral tulang dalam jumlah yang besar. Kombinasi dari monocalcium phosphate, tricalcium phosphate dan calcium carbonate dalam bentuk bubuk yang dicampur dalam larutan sodium phosphate. Material ini dapat berubah menjadi bentuk keras dalam 10 sampai 15 menit dan setelah 24 sampai 48 jam menjadi keras mirip dengan tulang cancellous yang normal. Material ini tidak dapat menahan shear force dan tidak cocok untuk untuk fraktur diafisis. Struktur crystalline material ini tidak mirip dengan struktur mineral dari tulang normal.

Pada beberapa peneliitian, penggunaan semen calcium phosphate pada fraktur radius distal dan tibial plateau, material ini tetap ada selama dua tahun setelah pemasangan implan. Resorpsi tidak dapat diprediksi dengan pasti dan mungkin material ini dapat dianggap sebagai sebuah implant permanen. Pada 110 pasien yang diterapi dengan calcium phosphate selama satu tahun dan cast selama enam minggu, Hasil fungsional nya sangat baik dan tidak ditemukan adanya loss of reduction.

Semen calcium phosphate juga dapat digunakan pada fraktur calcaneus. Weight bearing yang lebih awal masih memungkinkan dengan penggunaan semen ini. Pada kasus dengan tanpa adanya infeksi, aposisi tulang secara lengkap dapat tercapai dan adanya resorpsi pada daerah sekitar tulang.

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa penggunaan material ini dapat meningkatkan kekuatan kompresi dari badan vertebra pada kasus osteoporosis. Material ini dapat menambah kekuatan fiksasi dari screw pedicle pada fraktur burst dan dengan penggunaan material ini dapat menghindari dilakukannya fiksasi anterior pada fraktur burst.

22

Page 23: Retro

Penggunaan semen calcium phosphate pada fraktur tibial plateau dapat digunakan pada tipe fraktur kompresi dan fraktur kompresi yang terbelah (gambar), dengan fiksasi internal yang minimal pada 41 pasien, reduksi anatomis telah tercapai pada 78% pasien. Reduksi yang gagal ditemukan pada satu pasien dengan infeksi berat. Hasil fungsionalnya sangat memuaskan pada sebagian besar kasus. Material ini sangat aman dan lebih efektif dibandingkan dengan bone graft autogenous.

23

Page 24: Retro

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Pasien dan Metode:

Penelitian ini bersifat retrospektif studi, dengan cara mengumpulkan rekam medis dari semua pasien yang datang ke RS dr. Moewardi Surakarta yang mengalami fraktur terbuka yang dilakukan tindakan pembedahan dan menggunakan bone graft antara bulan Januari 2011 – Desember 2013. Dari rekam medik yang lengkap, kemudian kami evaluasi usia, jenis kelamin, jenis fraktur terbuka , waktu antara kejadian hingga tindakan operasi.

Pasien yang berdomisili di daerah Surakarta kami undang ke klinik Orthopaedi di RS dr. Moewardi Surakarta atau melakukan kunjungan rumah. Sedangkan pasien yang berada diluar daerah Surakarta, kami lakukan wawancara melalui telepon.

III. 2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Inklusi :

1. Semua pasien dengan fraktur terbuka yang dilakukan tindakan pembedahan dan menggunakan bone graft di RS dr. Moewardi Surakarta

2. Usia ≥ 20 tahun

3. Setuju untuk dilakukan penelitian dan mendapatkan inform concent yang jelas

Eksklusi :

1. Pasien menolak untuk dilakukan penelitian

2. Pasien tidak bisa dihubungi

3. Pasien dengan adanya masalah neurovascular

4. Pasien dengan disertai adanya cidera kepala

24