Retinoskopi

28
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTO NIM : 080100248 BAB 1 PENDAHULUAN Retinoskopi merupakan pemeriksaan yang memungkinkan pemeriksa secara objektif untuk menentukan koreksi kelainan refraksi sfenosilindris dan juga menentukan astigmastisma regular atau tidak. 1 Retinoskopi, atau yang dikenal juga dengan istilah skiaskopi atau Shadow Test, merupakan suatu cara untuk menentukan kesalahan refraksi dengan metode netralisasai. Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya dipantulkan dari cermin ke mata, maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil bergantung pada keadaan refraktif mata. 1,2 Pada umumnya, retinoskopi yang dipakai sekarang ini menggunakan sistem Streak Projection yang dikembangkan oleh Copeland (cermin yang seluruhnya perak mengelilingi lubang kecil) atau cermin setengah perak (model Welh- Allyn). Meskipun berbagi merek streak retinoscope berbeda dalam desain, alat-alat tersebut bekerja dengan cara yang sama. Berkas cahaya melewati lapisan air mata pasien, kornea, ruang anterior, lensa, ruang vitreous dan retina. Hal ini kemudian tercermin pada koroid dan epitel pigmen retina sebagai refleks merah linear yang kembali melalui retina sensorik, vitreous, lensa, aqueous, kornea, dan 1

description

Paper Mata

Transcript of Retinoskopi

Page 1: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

BAB 1

PENDAHULUAN

Retinoskopi merupakan pemeriksaan yang memungkinkan pemeriksa secara

objektif untuk menentukan koreksi kelainan refraksi sfenosilindris dan juga

menentukan astigmastisma regular atau tidak.1

Retinoskopi, atau yang dikenal juga dengan istilah skiaskopi atau Shadow

Test, merupakan suatu cara untuk menentukan kesalahan refraksi dengan metode

netralisasai. Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya

dipantulkan dari cermin ke mata, maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan

melintasi pupil bergantung pada keadaan refraktif mata.1,2

Pada umumnya, retinoskopi yang dipakai sekarang ini menggunakan sistem

Streak Projection yang dikembangkan oleh Copeland (cermin yang seluruhnya perak

mengelilingi lubang kecil) atau cermin setengah perak (model Welh-Allyn).

Meskipun berbagi merek streak retinoscope berbeda dalam desain, alat-alat tersebut

bekerja dengan cara yang sama. Berkas cahaya melewati lapisan air mata pasien,

kornea, ruang anterior, lensa, ruang vitreous dan retina. Hal ini kemudian tercermin

pada koroid dan epitel pigmen retina sebagai refleks merah linear yang kembali

melalui retina sensorik, vitreous, lensa, aqueous, kornea, dan air mata, melalui udara

antara pasien dan pemeriksa, dan ke kepala dari retinoskop, melalui lubang di cermin,

yang akhirnya keluar melalui belakang retinoskop ke mata retinoscopist.1,3,4

Retinoskopi bukanlah suatu hal yang sulit untuk dimengerti, namun dapat

menjadi sulit dilakukan apabila tidak dipelajari dengan seksama. Teknik ini

merupakan metode refraksi yang sangat memuaskan dan tingginya tingkat akurasinya

dalam hal determinasi objektif sangat bermanfaat bila dilakukan oleh pemeriksa yang

terlatih dan teliti dengan diameter pupil yang sesuai dan media yang jernih.1,3

1

Page 2: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

BAB 2

ISI

2.1. Anatomi Retina

Retina merupakan lapisan tipis semitransparan dan berlapis-lapis dari jaringan

saraf yang melapisi bagian dalam dari dua pertiga dinding posterior bola mata retina

memanjang sejauh badan siliaris di bagian depan dan berakhir di titik dalam suatu

bentuk yang tidak teratur yang dinamakan dengan ora serrata.5

Gambar 1. Lapisan-lapisan retina5

Pada dewasa, ora serrata terletak 6.5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi

temporal dan 5.7 mm di belakang nasal. Pada sebagian besar area, retina dan epitel

pigmen retina dapat dengan mudah dipisahkan untuk membentuk rongga subretina,

seperti pada retinal detachment. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan

epitel pigmen retina terikat dengan kuat, sehingga membatasi penyebaran cairan

subretina pada retinal detachment. Hal ini berbeda dengan rongga suprakoroidal

2

Page 3: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

potensial antara koroid dan sklera, yang memanjang hingga ke sclera spur. Choroidal

detachments oleh karena itu memanjang melalui ora serrata, dibawah pars plana dan

pars plicata. Lapisan epitel dari permukaan dalam badan siliaris dan permukaan

posterior dari iris mewakili ekstensi anterior retina dan epitel pigmen retina.5

Lapisan-lapisan retina, dimulai dari bagian dalam, yaitu (1) internal limiting

membrane; (2) lapisan serabut saraf, yang mengandung akson sel ganglion yang

berjalan ke nervus optikus; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan pleksiformis dalam,

yang mengandung hubungan sel ganglion dengan sel amakrin dan bipolar; (5) lapisan

nuklear dalam dari badan sel bipolar, amakrin, dan horizontal; (6) lapisan

pleksiformis luar, yang mengandung hubungan dari sel bipolar dan horizontal dengan

fotoreseptor; (7) lapisan nuklear luar dari nucleus sel fotoreseptor; (8) external

limiting membrane; (9) lapisan fotoreseptor batang dan kerucut segmen dalam dan

luar; dan (10) epithelium pigmen retina. Lapisan dalam membran Bruch sebenarnya

merupakan membran basal dari epithelium pigmen retina.5

Gambar 2. Anatomi bola mata5

Ketebalan retina di ora serrata yaitu 0.1 mm dan ketebalan di bagian kutub

posterior yaitu 0.56 mm. Dibagian sentral retina posterior, diameter makula yaitu 5.5-

6.0 mm, yang didefinisikan secara klinis sebagai area yang dibatasi dengan temporal

retina vascular arcades. Area ini dikenal oleh ahli anatomi sebagai area sentralis,

3

Page 4: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

didefinisikan secara histologis sebagia bagian dari retina dimana lapisan sel ganglion

lebih dari satu sel ketebalannya. Makula lutea didefinisikan secara anatomi sebagai

area dengan diameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning fantophyll.

Diameter fovea sebesar 1,5 mm sesuai dengan area avaskular retina pada angiografi

fluoresens. Secara histologis, ditandai dengan penipisan lapisan nuklear luar dan tidak

adanya lapisan parenkim lainnya sebagai hasil dari oblique course dari akson sel

fotoreseptor (lapisan serabut Henle) dan centrifugal displacement lapisan retina yang

lebih dekat ke permukaan dalam retina. Di bagian sentral makula, 4 mm lateral dari

diskus optikus, merupakan foveola dengan diameter 0.25 mm, secara klinis jelas

sebagai suatu depresi yang menciptakan refleksi tertentu ketika diperiksa dengan

oftalmoskop. Bagian ini merupakan bagian yang paling tipis dari retina (0.25 mm),

yang mengandung hanya fotoreseptor kerucut. Tampilan histologis fovea dan foveola

berfungsi untuk diskriminasi visual yang baik, foveola berfungsi untuk ketajaman

penglihatan yang optimal. Rongga ekstraselular dari retina normalnya secara potensial

lebih besar dari makula. Penyakit yang menyebabkan akumulasi dari materi

ekstraselular tertentu menyebabkan penebalan area ini (edema makular).5

Retina menerima pasokan darah dari dua sumber: koriokapiler di luar

membran Bruch, yang memasok sepertiga luar retina, yang mencakup lapisan

pleksiformis luar dan lapisan nuklear luar, fotoreseptor, dan epitelium pigmen retina;

dan cabang dari arteri retina sentralis, yang memasok dua pertiga dalam. Fovea

disuplai secara keseluruhan oleh koriokapiler dan rentan terhadap kerusakan yang

tidak dapat diperbaiki ketika retina terlepas. Pembuluh darah retina memiliki endotel

non-fenestra, yang membentuk inner blood-retinal barrier, yang terletak pada level

epitelium pigmen retina.5

Retina merupakan jaringan okular yang paling kompleks. Mata berfungsi

sebagai suatu instrumen optik, reseptor kompleks, dan suatu transducer yang efektif.

Sel batang dan kerucut pada lapisan fotoreseptor mengubah stimulus sinar menjadi

impuls saraf yang dikonduksikan melalui jalur penglihatan ke korteks visual

oksipital.6

4

Page 5: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga ada suatu peningkatan

densitas pada sentral makula (fovea), menipis di perifer, dan memiliki densitas sel

batang yang lebih tinggi di perifer. Pada foveola, terdapat hubungan mendekati 1:1

antara setiap fotoreseptor, sel ganglionnya, dan serabut saraf yang ada, sedangkan di

retina perifer, sebagian besar fotoreseptor berhubungan dengan sel ganglion yang

sama. Fovea bertanggung jawab untuk resolusi spasial yang baik (ketajaman

penglihatan) dan penglihatan warna, keduanya membutuhkan high ambient light

(penglihatan fotofik) dan menjadi sangat baik di foveola, sementara retina digunakan

secara primer untuk bergerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik). 6

Fotoreseptor batang dan kerucut berada di lapisan terluar avaskular dari retina

sensoris dan merupakan lokasi dari reaksi kimia yang menginisiasi proses

penglihatan. Tiap-tiap sel fotoreseptor batang mengandung rhodopsin, pigmen visual

fotosensitif yang tertanam di diskus membran ganda dari segmen luar fotoreseptor.

Pigmen ini mengandung dua komponen, protein opsin yang dikombinasikan dengan

kromofor. Opsin pada rhodopsin merupakan skotopsin, yang dibentuk oleh tujuh

heliks transmembran. Protein ini mengelilingi kromofor, retina, yang diturunkan dari

vitamin A. Ketika rhodopsin menyerap foton cahaya, retina 11-cis diisomerasi

menjadi all-trans retinal dan akhirnya menjadi all-trans retinol. Perubahan konfigurasi

tersebut menginisiasi kaskade messenger sekunder. Puncak absorpsi cahaya oleh

rhodpsin terjadi sekitar 500 mm, yaitu regio biru-hijau dari spectrum cahaya.

Pemeriksaan sensitivitas spectral dari fotopigmen kerucut telah menunjukkan absorpsi

panjang gelombang puncak pada 430, 540 dan 575 nm untuk blue, green, dan red-

sensitive cones. Fotopigmen kerucut terdiri dari 11-cis retina yang terikat pada protein

opsin lainnya dibandingkan dengan skotopsin.6

Penglihatan skotopsin dimediasi secara keseluruhan oleh fotoreseptor batang.

Dengan bentuk penglihatan yang beradaptasi dengan gelap ini, berbagai bayangan

abu-abu terlihat, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Dengan retina menjadi

teradaptasi penuh dengan cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari rhodopsin-

dominated dengan puncak 500 nm menjadi sekitar 560 nm, dan sensasi warna

menjadi jelas. Suatu benda berwarna ketika ia secara selektif merefleksikan atau

5

Page 6: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

mentransmisikan panjang gelombang cahaya tertentu dalam spektrum penglihatan

(400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotofik) dimediasi secara primer oleh

fotoreseptor kerucut, penglihatan senja (mesopik) oleh kombinasi sel batang dan

kerucut, dan penglihatan malam (skotopik) oleh reseptor batang.6

Fotoreseptor dipertahankan oleh epitelium pigmen retina, yang memainkan

peran penting dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab dalam

fagositosis dari segmen luar fotoreseptor, mentransportasikan vitamin, dan

mengurangi hamburan cahaya, selain itu juga berfungsi sebagai barrier antara koroid

dan retina. Membran basalis dari sel epitel pigmen retina membentuk lapisan dalam

membran Bruch, yang dengan cara lain terdiri dari matriks ekstraseluler dan membran

basal koriokapiler sebagai lapisan luarnya. Sel epitel pigmen retina memiliki sedikit

kapasitas untuk beregenerasi.6

2.2. Retinoskopi

2.2.1. Definisi

Retinskopi adalah pemeriksaan untuk menentukan secara objektif gangguan

refraksi mata (myopia, hipermetropia dan astigmatisma) dan kebutuhan akan

kacamata. Tes ini cepat, mudah, akurat dan terpercaya serta hanya membutuhkan

kerjasama yang minimal dari pasien.7,8

Retinoskopi memungkinkan pemeriksa secara objektif menentukan kesalahan

refraktif sfenosilindris, dan juga menentukan apakah astigmatisma regular dan

ireguler, untuk menilai kekeruhan dan ketidakteraturan.1,8,9

2.2.2. Prinsip

Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya

dipantulkan dari cermin matam maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan

melintasi pupil bergantung pada keadaan refraktif mata.8,10,11

Lintasan yang diproyeksikan, membentuk bayangan kabur dari filamen pada

retina pasien, yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya batu yang kembali ke mata

6

Page 7: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

pemeriksa. Melalui pengamatan karakteristik dari refleks ini, seseorang dapat

menentukan status refraktif mata. Pada pasien emetrop, cahaya muncul secara

parallel. Apabila pasien adalah myopia, maka cahaya yang muncul akan konvergen.

Dan apabila pasien adalah hipermetropi, maka cahaya muncul secara divergen.

Melalui lubang intip pada retinoskop, cahaya yang muncul ini terlihat sebagai refleks

berwarna merah pada pupil pasien. Jika pemeriksa berada pada titik jauh pasien, maka

semua cahaya memasuki pupil pemeriksa dan penerangan merata. Meskipun

demikian, jika titik jauh dari mata pasien bukan di lubang intip retinoskop, maka

beberapa cahaya yang memancar dari pupil pasien tidak akan memasuki lubang intip

dan penerangn pupil tidak sempurna. 1,8,11

Jika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (myopia lebih besar

daripada jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan akan menyebar

kembali. Posisi cahaya dari pupil akan bergerak mengayun dalam arah berlawanan

(dikenal sebagai pergerakan berlawanan/ against motion). Jika titik jauh tidak berada

diantara pemeriksa dan pasien (hiperopia), cahaya akan bergerak searah dengan

ayunan (dikenal dengan gerakan searah/ with motion). Ketika cahaya memenuhi pupil

pasien dan tidak bergerak – karena mata emetrop atau karena sebelumnya telah

dipasang koreksi lensa yang sesuai – kondisi ini dikenal dengan netralisasi.1

Gambar 3. Gerakan refleks retina. Perhatikan grakan lintasan dari wajah dan dari retina dalam gerakan searah versus gerakan berlawanan9

Jika bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil

berarti lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak imatur, dan keadaan ini

disebut shadow test positive. Jika bayangan iris pada lensa kecil dan dekat dengan

pupil berarti lensa sudah keruh seluruhnya (sampai pada kapsul anterior), terdapat

7

Page 8: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

pada katarak matu, keadaan ini disebut shadow test negative. Dan bila katarak

hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak jauh di belkang

pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar dan keadaan ini disebut

pseudopositif.10

Refleks retinoskopi bergerak memiliki tiga karateristik utama yaitu:1

1. Kecepatan. Refleks bergerak paling lambat ketika pemeriksa berada jauh

dari titik fokus dan menjadi lebih cepat ketika titik fokus didekati. Dengan

kata lain kesalahan-kesalahan refraktif besar memiliki refleks pergerakan

yang lambat, sedangkan kesalahan-kesalahan kecil memiliki refleks yang

cepat

2. Kecerahan. Refleks tumpul ketika pemeriksa jauh dari titik fokus, menjadi

lebih cerah ketika netralitas didekati. Refleks berlawanan (against

reflexes) biasanya redup daripada refleks searah (with reflexes).

3. Lebar. Lintasan sempit ketika pemeriksa jauh dari titik fokus. Meluas

dengan mendekati titik fokus dan tentu saja mengisi seluruh pupil pada

titik fokus itu sendiri.

Pada saat pemeriksa menggunakan lensa koreksi yang sesuai (dengan lensa

lepas atau phoropter), refleks retinoskopik bisa menjadi netral. Dengan kata lain, pada

saat pemeriksa mengarahkan titik jauh pasien ke lubang intip, seluruh pupil pasien

teriluminasi dan refleks tidak akan bergerak. Kekuatan dari lensa koreksi yang

menetralisir refleks menunjukkan suatu ukuran kesalahan dari refraksi pada pasien.1

Yang penting untuk diingat bahwa pemeriksalah yang menentukan kesalahan

refraksi pada jarak yang dipakai. Dioptri yang sama dengan jarak kerja harus

dikurangi dari lensa koreksi untuk mencapai jarak koreksi sebenarnya pada pasien.

Karena jarak kerja umum adalah 67 cm, maka banyak phoropter memiliki lensa-lensa

“jarak kerja” +1.50D yang menyala selagi pemeriksa memillih lensa-lensa korektif

untuk menetralisasikan refleks. Lensa-lensa tambahan ini dapat menghasilkan refleks

yang menyusahkan. Meskipun demikian, jarak kerja apapun dapat digunakan

(pemeriksa dapat memilih untuk bergerak lebih dekat untuk gambar yang lebih

8

Page 9: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

terang) misalnya selama koreksi jarak kerja yang tepat dimasukkan dalam

perhitungan.1

Gambar 4. Prosedur pemeriksaan shadow test2

Sebagai contoh, anggaplah pemeriksa memperoleh netralisasi dengan total

+4.00D didepan mata (perhitungan kasar retinoskopi) pada jarak kerja 67 cm,

kurangkan dengan 1.50D sebagai jarak kerja 50 cm. Koreksi dioptri untuk jarak kerja

itu adalah +2.00D, yang menghasilkan refraksi retinoskopik bersih untuk koreksi

jarak -8.00D. Perhitungan kasar objektif dari kesalahan refraksi dibuat dengan

memasukkan perhtungan yang ditemukan pada pemeriksaan retinoskopi dibuat

dengan memasukkan perhitungan yang ditemukan pada pemeriksaan retinoskopi,

dengan kesimpulan jarak (contoh : +1D untuk 1 meter, +1.5D pada saat retinoskop

menunjukkan jarak 2/3 meter atau 67 cm, +2D untuk jarak 50 cm) dan untuk

pemakaian sikloplegia bila digunakan (contoh : 1D untuk atropine, 0.5D untuk

9

Page 10: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

hematropin dan 0.75D untuk cyclopentolat). Contoh untuk pemakaian sikloplegia,

misal hasil retinoskopi adalah +7D dengan jarak kerja 1 meter menggunakan atropine

sebagai sikloplegianya, maka kesalahan refraksinya menjadi : +7D-(+1D)-1D=+5D

2.2.3 Cara Kerja

Hand held instrument yang disebut dengan retinoskop memproyeksikan

seberkas cahaya ke mata. Ketika cahaya tersebut dipindahkan secara vertikal dan

horizontal pada mata, pemeriksa mengobservasi gerakan refleks merah dari retina.

Pemeriksa kemudian menyesuaikan lensa di depan mata hingga gerakan dapat

dinetralkan. Kekuatan lensa yang diperlukan untuk menetralkan gerakan merupakan

gangguan refraksi mata dan menunjukkan kekuatan lensa yang dibutuhkan untuk

mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata dan/atau lensa kontak.7,11

Mata anak-anak biasanya berdilatasi saat pemeriksaan retinoskopi karena

refleks lebih mudah dilihat ketika pupil besar dan oleh karena itu tetes mata

diperlukan untuk membatasi sementara kemampuan mata untuk mengakomodasi atau

fokus. Hal ini memungkinkan untuk penentuan yang lebih akurat dari gangguan

refraksi.7

Gambar 5. Hand held instrument yang disebut sebagai retinoskop memproyeksikan berkas cahaya ke mata selama retinoskopi7

2.2.4 Teknik Pemeriksaan

10

Page 11: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah lampu sentolop dan loupe.

Teknik pemeriksaan adalah sebagai berikut :10

Sentolop disinarkan pada pupil dengan sudut 45o dengan dataran iris

Dengan loupe lihat bayangan iris pada lensa

Biasanya, pemeriksa menggunakan mata kanan untuk melakukan retinoskopi

pada mata kanan pasien, dan mata kiri untuk mata kiri pasien. Jika pemeriksa melihat

langsung kearah pusat optikal dari lensa coba (Trial Lens), refleksi dari lensa

mungkin mempengaruhi. Jika pemeriksa terlalu jauh dari aksis, maka kesalahan sferis

dan silindris yang tidak diinginkan akan muncul. Jumlah tertinggi penjajaran agak di

tengah, dimana refleksi lensa masih bisa terlhat antara pupil dan pinggir lateral dari

lensa.1

Retinoskopi harus dilaksanakan dengan akomodasi pasien yang rileks. Pasien

harus fiksasi pada sebuah jarak pada target tanpa akomodasi. Sebagai contoh, target

dapat berupa sebuah cahaya redup pada ujung ruangan atau sebuah huruf Snellen

yang besar (yang berukuran 20/200 atau 20/400). (Anak-anak dapat menggunakan

cycloplegia pharmacology).1

Shadow test juga sering disebut dengan uji bayangan iris, diketahui bahwa

semakin sedikit lensa keruh semakin besar bayangan iris pada lensa yang keruh.

Sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45o dengan dataran iris, dan

dilihat bayangan iris pada lensa keruh. Bila letak bayangan jauh dan besar berarti

katarak imatur, sedangkan bila bayangan kecil dan dekat pupil berarti lensa katarak

matur.2,10

2.2.5 Kesulitan Pemeriksaan

Ada beberapa kesulitan pada saat melakukan pemeriksaan retinoskopi, yaitu :1

Refleks berwarna merah tidak terlihat, kemungkinan pupil penderita kecil,

keruh adanya kesalahan refleks yang tinggi. Kesulitan ini bisa diatasi

11

Page 12: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

dengan menggunakan midriasis dan atau menggunakan sinar konvergen

dengan retinoskop cermin konkaf

Perubahan pada retinoskopi karena adanya akomodasi abnormal dan dapat

diatasi dengan pemakaian sikloplegia

Bayangan gunting yang kadang-kadang terlihat pada pasien astigmatisma

regular dengan pupil dilatasi. Kebanyakan kesulitan ini dapat dikurangi

bila pupil mengecil

Gerakan bayangan yang berbenturan ke berbagai arah dalam bagian-

bagian berada di area pupil terlihat pada pasien dengan astigmatisma

irregular

Bayangan bersegi tiga bisa terlihat pada pasien dengan kornea konikal

2.2.6 Menentukan Netralitas

Dalam pergerakkan berlawanan/against, titik jauh berada di antara pemeriksa

dan pasien. Oleh karena itu, untuk membawa titik jauh pada pupil pemeriksa, lensa-

lensa minus harus ditempatkan di depan mata pasien. Ini menyebabkan aturan klinis

sederhana, jika kita melihat gerakan searah/with, tambah kekuatan plus (atau kurangi

minus), jika anda melihat gerakan berlawanan/against, tambah kekuatan minus (atau

kurangi plus). Kekuatan lensa harus ditambahkan (atau dikurangi) hingga netralisasi

tercapai.9

Karena dianggap lebih mudah bekerja dengan yang lebih terang, lebih tajam,

dapat dipilih untuk meng-overminus-kan mata dan memperoleh refleksi dengan dan

kemudian mengurangi minus (tambah plus) hingga netralitas dicapai. Disadari bahwa

refleks yang lambat, tumpul dari cermin-cermin refraktif tinggi dapat disamarkan

dengan refleks netralitas yang mengisi pupil atau dengan refleks tumpul (seperti yang

ditemukan pada pasien dengan medium kabur). Tempatkan lensa plus dan minus

berkekuatan tinggi di depan mata dan lihat kembali.9

2.2.7 Retinoskopi Astigmatisma Regular

12

Page 13: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

Sebagian besar mata memiliki astigmatisma regular. Dalam hal ini, cahaya

direfleksikan secara berbeda dengan dua meridian astigmatisma dasar. Jika kita

menggerakkan retinoskop dari sisi ke sisi (dengan streak yang terorientasi pada 90o),

kita mengukur kekuatan optik dalam 180o meridian. Kekuatan dalam meridian ini

diberikan oleh sebuah silinder pada aksis 90o. Bahkan hasil yang sangat tepat adalah

bahwa streak dari retinoskop disejajarkan pada aksis yang sama seperti aksis dari

correcting cylinder yang diuji. Selanjutnya pada pasien dengan astigmatisma regular,

kita ingin menetralisasikan dua refleks, satu dari setiap meridian utama.3,9

2.2.8 Pencarian Aksis Silinder

Sebelum retinoskop digunakan untuk mengukur kekuatan dalam setiap median

utama, aksis meridian harus ditentukan. Karakteristik dari lintasan refleks dapat

membantu dalam penentuan aksis.9

1. Break. Break terlihat ketika lintasan tidak sejajar dengan salah satu

meridian. Orientasi refleks dalam pupil tidak sama dengan lintasan yang

kita proyeksikan, garis tersebut putus atau patah. Break hilang (yakni garis

terlihat berlanjut) ketika lintasan diputar ke dalam aksis yang tepat.

Silinder koreksi harus ditempatkan pada aksis ini.

2. Width. Width dari lintasan berbeda-beda ketika dia berputar sekitar aksis

yang tepat. Lebar terlihat paling sempit ketika lintasan sejajar dengan

aksis.

13

Page 14: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

Gambar 6. Width/ lebar atau ketebalan, refleks retina. Kita tentukan lokasi aksis di tempat dimana refleks paling tipis9

3. Intensitas. Intensitas garis lebih terang apabila lintasan berada pada aksis

yang tepat (ini merupakan temuan subtil, yang hanya berguna pada

silinder-silinder kecil).

4. Skew. Skew (gerakan oblik dari lintasan refleks) dapat digunakan untuk

menempatkan aksis pada silinder-silinder kecil. Jika lintasan di luar aksis,

maka akan bergerak dengan arah yang agak berbeda dari refleks pupil.

Refleks dan lintasan gerak dalam arah yang sama (keduanya tegak lurus

pada orientasi lintasan) apabila lintasan sejajar dengan salah satu meridian

utama.

Gambar 7. Skew/ Gerakan miring. Tanda panah menunjukkan bahwa gerakan refleks dan berpotongan tidak parallel. Refleks dan berpotongan tidak bergerak

dengan arah yang sama tetapi miring bila lintasan tidak tersejajarkan pada aksis9

Ketika lintasan disejajarkan pada aksis yang tepat, lengan bisa direndahkan

(instrument Copeland) atau ditinggikan (instrument Welch-Allyn) untuk mendekati

lintasan, yang memungkinkan dibaca dari sudut yang lebih mudah dari alat lensa coba

(trial lens).9

Aksis ini dapat dipertegas melalui teknik yang dikenal sebagai ‘straddling’,

yang dilakukan dengan menempatkan perkiraan koreksi silindris. Lintasan retinoskop

diputar 45o dari aksis dalam dua arah dan jika aksis tepat, lebar refleks akan sama

dalam kedua posisi aksis. Jika aksis tidak tepat, lebarnya akan tidak sama dalam 2

14

Page 15: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

posisi. Aksis dari koreksi silindris harus digerakkan ke depan refleks yang lebih

sempit dan straddling dilaksanakan sekali lagi hingga lebar sama.9

2.2.9 Penentuan Kekuatan Silinder

Begitu 2 meridian diidentifikasikan, kita dapat mengikuti teknik sferis yang

telah dijelaskan sebelumnya, dengan menggunakanya pada setiap aksis yang berputar

secara terpisah.9

Dengan 2 sferis : menetralisasi satu aksis dengan satu lensa sferis. Jika aksis

90o dinetralisasikan dengan +1.50 sferis dan aksis 180o dinetralisasikan dengan +2.25

sferis, retinoskopi kasar +1.50 +0.75 x 180. Jarak kerja pemeriksa harus dikurangi

dari sferis untuk memperoleh perbaikan refraktif.9

Dengan sebuah sferis dan silinder : menetralisasikan 1 aksis dengan sebuah

lensa sferis. Untuk melanjutkan pekerjaan dengan menggunakan refleks dengan (with

reflexes), menetralisasikan aksis lensa plus terlebih dahulu. Kemudian dengan

pemasangan lensa sferis ini, netralisasikan aksis 90o melalui penambahan lensa

silindris plus pada orientasi yang sesuai. Hasil retinoskopi dapat dibaca secara

langsung dari alat lensa coba.9

2.10. Penyimpangan Refleks Retinoskopi

Dengan astigmatisma regular, hampir beberapa tipe penyimpangan dapat

terlihat dalam refleks. Penyimpanan sferis cenderung menambah kecerahan pada

bagian tengah atau perifer pupil, yang tergantung pada apakah penyimpangan positif

atau negatif.9

Ketika titik netralitas didekati, satu bagian refleks dapat miopia, sedangkan

yang lainnya hiperopia sehubungan dengan posisi retinoskopi. Ini akan menghasilkan

apa yang disebut refleks scissors.9

Ada kalanya astigmatisma irregular yang menyolok atau opasitas optik

menghasilkan bayangan yang samar, terganggu yang dapat mengurangi ketetapan

15

Page 16: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

hasil retinoskopik. Dalam kasus-kasus ini dengan mempertimbangkan bagian tengah

dari refleks cahaya menghasilkan perkiraan terbaik.9

16

Page 17: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

BAB 3

PENUTUP

Retinoskopi adalah pemeriksaan untuk menentukan secara objektif gangguan

refraksi mata (miopia, hipermetropia, astigmatisma) dan kebutuhan akan kacamata.

Retinoskopi memungkinkan pemeriksa secara objektif menentukan kesalahan

refraktif sferosilindris, dan juga menentukan apakah astigmatisma regular dan

irregular, untuk menilai kekeruhan dan ketidakteraturan.8,9

Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya

dipantulkan dari cermin matam maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan

melintasi pupil bergantung pada keadaan refraktif mata.8,10,11

Hand held instrument yang disebut dengan retinoskop memproyeksikan

seberkas cahaya ke mata. Ketika cahaya tersebut dipindahkan secara vertikal dan

horizontal pada mata, pemeriksa mengobservasi gerakan refleks merah dari retina.

Pemeriksa kemudian menyesuaikan lensa di depan mata hingga gerakan dapat

dinetralkan. Kekuatan lensa yang diperlukan untuk mentralkan gerakan merupakan

gangguan refraksi mata dan menunjukkan kekuatan lensa yang dibutuhkan untuk

mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata dan/atau lensa kontak.7,11

Sebenarnya retinoskop bukanlah hal yang sulit dimengerti tetapi bisa agak

sulit dilakukan. Teknik ini merupakan metode refraksi yang sangat memuaskan dan

tinggi akurasinya untuk determinasi objektif yang sangat memuaskan dan tinggi

akurasinya untuk determinasi objektif yang sangat bermanfaat bila dilakukan oleh

retinoskopis yang terlatih dan teliti dengan diameter pupil yang sesuai dan media yang

jernih.1,3

17

Page 18: Retinoskopi

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : EPIFANUS ARIE TANOTONIM : 080100248

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar NH. 2008. Retinoskopi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara: Medan. P.3-12

2. Lang GK. 2000. Ophthalmology. Thieme Stuttgar: New York. P.430

3. Harris P, et al. Retinoscopy. Available from:

http://www.oepf.org/VTAids/Retinoscopy.pdf

4. Wirtschafter JD, Schwartz GS. Retinoscopy. Available from:

http://www.oculist.net/dwonaton502/prof/ebook/duanes/pages/v1/v1c037.html

5. Eva PR. 2007. Anatomy & Embryology of The Eye. In: Eva PR, Whitcher JP.

2007. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmolgy. McGraw-Hill Companies:

New York. Chapter 1

6. Fletcher EC. 2007. Retina. In: Eva PR, Whitcher JP. 2007. Vaughan &

Asbury’s General Ophthalmolgy. McGraw-Hill Companies: New York.

Chapter 20

7. Anonym. Retinoscopy. Available from:

http://www.aapos.org/terms/conditions/95

8. Khurana AK. 2005. Comprehensive Ophthalmology. New Age International

(P) Limited: New Delhi. P.547-553

9. Anonym. 2011. Clinical Optics. American Academy of Ophthalmology:

Singapore. P.121-129

10. Narasati S. Pemeriksaan Mata. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. P.4-5

11. Anonym. 2003. Principle of Retinoscopy. Available from:

http://telemedicine.orbis.org/bins/content_page.asp?cid=11092-11094&lang=1

18