Retinitis Pigmentosa

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retinitis pigmentosa (RP) adalah distrofi retina herediter yang disebabkan oleh hilangnya fotoreseptor secara progresif dan ditandai dengan deposit pigmen retina yang terlihat pada pemeriksaan fundus (Hamel, 2003). Terdapat lebih dari 35 gen atau lokus yang dapat menyebabkan “nonsyndromic RP”. RP dapat diturunkan dengan autosomal dominan, autosomal resesif, atau X-linked. X- linked RP dapat resesif, mengenai terutama laki-laki, atau dominan mengenai laki-laki ataupun perempuan meskipun perempuan terkena ringan. Menurut data penelitian, retinitis pigmentosa terjadi pada 1 dari 5000 penduduk di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyerang orang dewasa, lebih sering dewasa muda, meskipun dapat juga ditemukan terjadi pada anak-anak sampai pertengahan usia 40-50 tahun (Telander, 2007). Gejala klinis retinitis pigmentosa adalah buta senja didahului penglihatan terowongan untuk beberapa tahun atau dekade. Disusul dengan berkurangnya lapang penglihatan perifer yang berakhir dengan hilangnya penglihatan sentral. Pasien penyakit ini biasanya mengalami kebutaan setelah usia 40 tahun. Penyakit ini

description

lapsus retinitis pigmentosa

Transcript of Retinitis Pigmentosa

Page 1: Retinitis Pigmentosa

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retinitis pigmentosa (RP) adalah distrofi retina herediter yang disebabkan

oleh hilangnya fotoreseptor secara progresif dan ditandai dengan deposit pigmen

retina yang terlihat pada pemeriksaan fundus (Hamel, 2003). Terdapat lebih dari

35 gen atau lokus yang dapat menyebabkan “nonsyndromic RP”. RP dapat

diturunkan dengan autosomal dominan, autosomal resesif, atau X-linked. X-linked

RP dapat resesif, mengenai terutama laki-laki, atau dominan mengenai laki-laki

ataupun perempuan meskipun perempuan terkena ringan. Menurut data penelitian,

retinitis pigmentosa terjadi pada 1 dari 5000 penduduk di seluruh dunia. Penyakit

ini dapat menyerang orang dewasa, lebih sering dewasa muda, meskipun dapat

juga ditemukan terjadi pada anak-anak sampai pertengahan usia 40-50 tahun

(Telander, 2007).

Gejala klinis retinitis pigmentosa adalah buta senja didahului penglihatan

terowongan untuk beberapa tahun atau dekade. Disusul dengan berkurangnya

lapang penglihatan perifer yang berakhir dengan hilangnya penglihatan sentral.

Pasien penyakit ini biasanya mengalami kebutaan setelah usia 40 tahun. Penyakit

ini tidak bisa diobati dengan obat-obatan. Obat hanya dapat memperlambat

progresivitas penyakit (Ilyas, 2007).

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis retinitis pigmentosa

pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

1.2 Rumusan Masalah

I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan retinitis

pigmentosa?

1.3 Tujuan

I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan retinitis

pigmentosa

Page 2: Retinitis Pigmentosa

2

1.4 Manfaat

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya retinitis

pigmentosa

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang

mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata

Page 3: Retinitis Pigmentosa

3

BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn.K

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 50 tahun

Alamat : Wajak

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Swasta

Status : Duda

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Periksa : 11 Januari 2012

No. RM : 277904

2.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh penglihatan kedua mata kabur sejak + 6 bulan yang lalu.

Awalnya penglihatan hanya dapat melihat warna hitam dan putih saja,

kemudian semakin kabur dan memberat 2 bulan terakhir ini. Pasien

merasakan sejak satu minggu yang lalu penglihatan kedua matanya

menjadi gelap, sehingga sering menabrak-nabrak saat berjalan, aktivitas

sehari-harinya terganggu dan bila berjalan harus dituntun. Riwayat halo

(-), cekot-cekot (-), kemeng (-), nyeri (-), mual (-), muntah (-), pusing (-),

silau (-), sekret (-), belekan (-), mata merah (-), trauma (+).

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami sakit yang sama

Hipertensi (-), DM (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.

Tidak ada keluarga yang buta

Hipertensi (-), DM (-)

Page 4: Retinitis Pigmentosa

4

5. Riwayat Pengobatan : Belum pernah berobat, tidak ada riwayat

pengobatan jangka panjang

2.3 Status Oftalmologis

OD Pemeriksaan Mata OS

1/300 Visus LP (+)

N/P TIO N/P

Ortophoria Kedudukan Ortophoria

Pergerakan

Hiperemi (-), Edema (-), Spasme (-), Sikatriks (-)

Palpebra Hiperemi (-), Edema (-), spasme (-),Sikatriks (+)

Hiperemi (-) CI (–), PCI (–), jaringan

fibrovaskular (-) Konjungtiva

Hiperemi (-)CI (–), PCI (–), jaringan

fibrovaskular (-)

Putih Sklera Putih

Jernih, Edema(-), infiltrate (-), Arkus

senilis (+)Kornea

Jernih, Edema (-), infiltrate (-), Arkus

senilis (+)

Dalam COA Dalam

Normal Iris Normal

Sentral, round, Reflek cahaya (+), 3 mm

PupilSentral, round,Reflek

cahaya (+) 3 mm

Jernih Lensa Jernih

LP berkurang Tes konfrontasi LP berkurang

Funduskopi:

Fundus reflex: +/+

Papil nervus II: bulat +/+, batas tegas +/+, pucat +/+

Bone Spicule Pigmentation +/+

2.4 Diagnosis

ODS Retinitis Pigmentosa

2.5 Penatalaksanaan

Planning Diagnosis : Electroretinogram (ERG),

Planning Therapy :

Page 5: Retinitis Pigmentosa

5

Vitamin A Palmitate 15.000 I.U 1x1

Kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan tambahan diet

dengan Zinc.

Kontrol 1 bulan lagi

2.6 Rencana Monitoring

Pengukuran lapang pandang secara teratur

Pemeriksaan retina dengan oftalmoskop secara teratur

Keluhan subjektif

2.7 KIE

Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya

Menjelaskan prosedur terapi yang bisa dilakukan

Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul

Menjelaskan prognosis penyakit pasien

Menjelaskan tentang kemungkinan penyakit menurun pada anaknya

2.9 Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad Functionam : dubia ad malam

Ad Sanationam : dubia ad malam

BAB III

Page 6: Retinitis Pigmentosa

6

TELAAH KASUS

3.1. Anatomi Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan

terdiri atas beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola

mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare,

dan berakhir di tepi ora serrata.

Gambar 1. Anatomi retina

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:

1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan

vitreous.

2. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf

ke arah saraf optic.

3. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.

4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel

bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel

Muller.

6. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan

sel bipolar dan sel horizontal.

Page 7: Retinitis Pigmentosa

7

7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.

8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.

10. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid

Gambar 2. Lapisan retina

Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri

retina sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi

dalam retina. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari

koroid.

Gambar 3. Gambaran retina normal

3.2. Fisiologi Retina

Page 8: Retinitis Pigmentosa

8

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata

harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan

sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan

fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf

yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan

akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman

penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya

adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara

fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin

penglihatan yang paling tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan

sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang

sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler

pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang

mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung

rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk

sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton

cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi

menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang

separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar

fotoreseptor.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.

Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa

abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan.

Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika

senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan

malam oleh fotoreseptor batang.

3.3 Retinitis Pigmentosa

Page 9: Retinitis Pigmentosa

9

3.3.1 Definisi

Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan

(inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang

berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam

hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan

penglihatan sentral (central vision loss).

3.3.2 Epidemiologi

Retinitis pigmentosa mempengaruhi 1 dari 5000 penduduk di seluruh

dunia. Usia penderita RP biasanya didiagnosis pada masa dewasa muda, meskipun

dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak hingga pertengahan usia 30-an

sampai 50-an.

3.3.3 Penyebab

Retinitis pigmentosa adalah kumpulan dari banyak penyakit genetik yang

berbeda yang mengakibatkan hilangnya sel-sel fotoreseptor secara progresif dan

kehilangan penglihatan terkait, sehingga etiologi dari penyakit ini sangat

bervariasi. Jalur akhir yang umum dari semua penyakit ini adalah kematian sel

fotoreseptor (sebagian besar batang fotoreseptor). Penelitian telah menunjukkan

bahwa kematian fotoreseptor ini dapat disebabkan oleh defek molekuler pada

lebih dari seratus gen yang berbeda, diantaranya :

a. Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.

b. Di AS, sekitar 30% kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi

pada "the gene for rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red

photopigment), sekitar 15% kasus ini merupakan mutasi single point.

c. Pada beberapa kasus RP autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi

pada beta-phosphodiesterase, suatu protein penting pada

phototransduction cascade.

3.3.4 Patofisiologi

Page 10: Retinitis Pigmentosa

10

Retinitis pigmentosa secara khas dipercaya sebagai suatu distrofi (kelainan

degeneratif, biasanya karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana

defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), sebagian besar di

fotoreseptor sel batang; sebagian kecil, defek genetik memengaruhi retinal

pigment epithelium (RPE) dan fotoreseptor sel kerucut.

Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus gen dapat

menyebabkan RP. Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian

sel fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang

ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen

luar semakin memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini

berlangsung di mid perifer retina. Daerah retina ini menggambarkan apoptosis sel

dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar. Dalam banyak kasus, proses

degenerasi cenderung memburuk di bagian inferior retina, karena itu

menyarankan suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure).

Akhir dari retinitis pigmentosa adalah kematian secara khas fotoreseptor

sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan (vision loss).

Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina, maka

hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi

(peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).

Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang

dengan pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan

Page 11: Retinitis Pigmentosa

11

sel. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP.

3.3.5 Manifestasi Klinis

Menurut Prof. Sidharta Ilyas (2007):

1. Sukar melihat di malam hari.

2. Lapang penglihatan menyempit.

3. Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.

4. Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.

Menurut Chantal Simon, et. al. (2006):

5. Biasanya pertama tampak pada masa remaja (adolescence).

6. Terdapat black pigment flecks di retina dan optic atrophy.

7. Dapat berkembang menjadi kebutaan.

Menurut Myron Yanoff (1998):

8. Penurunan penglihatan malam hari (nyctalopia) dan penurunan penglihatan

warna (buta warna)

9. Kehilangan penglihatan perifer

10. Penglihatan kabur

11. Terdapat gumpalan pigmen (pigment clumping) atau "bone spicule formation"

di retina perifer

12. Terdapat area atrofi pigmen retina

13. Pelemahan pembuluh darah arteri yang sangat kecil/arteriol (arteriolar

attenuation)

14. Optic nerve "waxy" pallor

15. Pigmented cells di vitreous

16. Stellate pattern to posterior lens capsule opacification

17. Edema macular sistoid

18. Membran epimakular

Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, maka David G Telander (2007)

mengusulkan lima hal khas pada RP:

a.) Nyctalopia ( bersinonim dengan: night blindness, moon blindness,

mooneye).

Page 12: Retinitis Pigmentosa

12

Merupakan gejala paling awal pada RP. Dipertimbangkan sebagai

hallmark (= pathognomonic, tanda penting, khas) untuk RP. Pasien

biasanya mengeluh kesulitan menyelesaikan tugas di malam hari atau di

tempat yang gelap/kurang cahaya, seperti: sulit berjalan dalam ruangan

yng cahayanya kurang terang (contoh: di gedung bioskop). Pasien juga

merasa kesulitan untuk mengemudi dengan cahaya redup, dalam kondisi

berdebu, atau berkabut. Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu

yang lebih lama untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap

dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

b.) Kehilangan penglihatan (visual loss).

Peripheral vision loss seringkali tanpa gejala/keluhan.

Bagaimanapun juga, beberapa pasien memperhatikan hal ini dan

melaporkannya seperti melihat terowongan (tunnel vision). Pasien

biasanya mengeluh suka menabrak mebel atau perabot rumah tngga (meja,

kursi, dll). Atau kesulitan saat berolahraga yang memerlukan penglihatan

perifer misalnya: tenis, basket. Kehilangan penglihatan biasanya tanpa

disertai rasa sakit dan berkembang secara perlahan.

c.) Photopsia

Banyak pasien dengan RP melaporkan melihat pijaran halilintar

kecil atau kilatan cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka lihat itu

sebagai cahaya yang kecil, berkilauan atau berkelip-kelip (shimmering),

berkedip-kedip (blinking).

d.) Riwayat dan silsilah keluarga dan pemeriksaan anggota keluarga yang

teliti dapat sangat membantu.

e.) Riwayat pemakaian obat (drug history) amat penting untuk mengetahui

adanya phenothiazine/thioridazine toxicity.

f.) Khas:

(1) Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian

perifer retina. (2) Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang

dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan. (3) Sel dalam

badan kaca dengan papil pucat.

Page 13: Retinitis Pigmentosa

13

3.3.6 Diagnosa

Penegakan diagnosa retinitis pigmentosa, selain melalui anamnesa keluhan

penderita sesuai manifstasi klinis yang telah disebutkan sebelumnya, dapat

dilakukan dengan melakukan pemeriksaan oftalmoskop.

Gambar 3.3 : Gambaran fundus pada mata penderita retinitis pigmentosa

Gambaran fundus pada RP :

Bone spicules

Terdapat gambaran midperipheral retinal hyperpigmentation dalam pola

yang karakteristik.

Optic nerve waxy pallor

Atrofi retinal pigment epithelium (RPE) di mid perifer retina

Pelemahan arteriol retina (retinal arteriolar attenuation)

Untuk diketahui, retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal RP.

Pemeriksaan atau tes pada Retinitis pigmentosa antara lain:

1) Imaging Studies

Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan

diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan

tes ini.

2) Electroretinogram (ERG)

ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan

diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel

Page 14: Retinitis Pigmentosa

14

batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk

kerusakan photoreceptor yang ringan.

3) Pemeriksaan Lapang Pandang

Kehilangan penglihatan perifer secara progresif merupakan gejala

utama yang menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini

merupakan alat ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up

care pada pasien RP. Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena

dapat dengan mudah mendeteksi perubahan lapang pandang progresif.

4) Color testing

Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun

pasien tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.

5) Adaptasi gelap (Dark adaptation)

Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).

6) Genetic subtyping

Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.

3.3.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari retinitis pigmentosa antara lain adalah :

a. Sifilis

b. Rubela kongenital

c. Defisiensi vitamin A

d. Intoksikasi fenotiazin

e. Resolusi ablasi retina eksudatif

f. Toxic retinopathy secondary to phenotiazines

g. Resolution of an old retinal detachment (serous or rhegmatogenous)

h. Choroideremia

i. End-stage Stargardt's disease

j. Gyrate atrophy

k. Congenital stationary night blindness

l. Diffuse unilateral neuroretinitis

m. ARMD nonexudative

n. Best disease

o. Keracunan kloroquin/hidroksilkloroquin

Page 15: Retinitis Pigmentosa

15

p. Chorioretinopathy (central serous)

q. Chronic progressive external ophthalmoplegia

r. Neuroretinitis diffuse unilateral subacute

s. Juvenile retinoschisis

Masalah Lain yang perlu dipertimbangkan:

Infeksi: TORCH (toxoplasmosis, other infections, rubella, cytomegalovirus

infection, dan herpes simplex); congenital rubella; syphilis.

Keturunan (inherited): choroideremia, gyrate atrophy, Stargardt/fundus

flavimaculatus, North Carolina macular dystrophy (NCMD), Bietti syndrome,

pattern dystrophies, ocular albinism, cystinosis.

Toksisitas: thioridizine toxicity, oxalosis

Neoplasma: cancer-associated retinopathy (CAR)

Inflamasi: serous uveitis

Metabolik: refsum disease, abetalipoproteinemia

3.3.8 Penatalaksanaan

Prof. Sidharta Ilyas (2007), menganjurkan pemberian vitamin A larut-air

10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan

tambahan diet dengan Zinc. Myron Yanoff (1998), menyarankan obati/hilangkan

penyebab pokok (underlying cause) jika berhubungan dengan sindrom sistemik.

Berikanlah suplemen vitamin E, C, dan karoten.

Sedangkan menurut David G Telander (2007), beberapa pilihan terapi

untuk retinitis pigmentosa antara lain :

a) Vitamin A palmitate dosis 15 ribu IU per hari.

b) Beta-carotene dosis 25 ribu IU.

c) Docosahexaenoic acid (DHA)

d) Acetazolamide

Efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu ginjal, kehilangan

selera makan, hand tingling, dan anemia, telah membatasi penggunaannya.

e) Lutein/zeaxanthin

Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang tidak dapat

diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan. Lutein dapat

Page 16: Retinitis Pigmentosa

16

melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral telah

terbukti meningkatkan pigmen macular. Dosis 20 mg per hari telah

direkomendasikan.

f) Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.

g) Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari, namun belum ada bukti

nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP.

h) Bilberry dosis 80 mg, sebagai obat alternatif., namun belum ada studi

kontrol tentang safety atau efficacy dalam mengobati pasien RP.

i) Perawatan bedah (Surgical Care),

Misalnya cataract extraction, bedah katarak seringkali bermanfaat pada

stadium kemudian (later stages) RP. Penggunaan perioperatif

kortikosteroid direkomendasikan untuk mencegah postoperative cystoid

macular edema.

Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti lebih

lanjut adalah:

1) Growth factors

Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor (CNTF) telah berhasil

memperlambat degenerasi retina.

2) Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)

3) Retinal prosthesis ( = phototransducing chip, subretinal

microphotodiodes)

4) Terapi gen

3.3.9 Komplikasi

a) Penurunan penglihatan (decreased vision)

b) Katarak

c) Cystoid macular edema

d) Drusen in the optic nerve head

BAB VI

PENUTUP

Page 17: Retinitis Pigmentosa

17

4.1 Kesimpulan

a. Retinitis pigmentosa (RP) merupakan kelainan yang bersifat genetik

herediter, dengan gejala buta senja, perubahan pigmen retina, dan

menyempitnya lapang pandang berakhir dengan hilangnya penglihatan.

b. Pola pewarisan RP : 20-25% autosomal dominant, 15-20% autosomal

recessive, dan 5-10% X-linked. Dominan mengenai laki-laki.

c. Khas pada RP adalah nyctalopia, kehilangan penglihatan perifer, serta

pada funduskopi ditemukan gambaran bone spicule pigmentation pada

bagian perifer retina.

d. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan RP. Obat hanya dapat

memperlambat progresivitas seperti pemberian vitamin A palmitate

15.000 IU per hari.

e. Komplikasi dari RP antara lain penurunan penglihatan, katarak, cystoid

macular edema, dan drusen in the optic nerve head.

4.2 Saran

Pemberian KIE kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit

retinitis pigmentosa serta komplikasi yang dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: Retinitis Pigmentosa

18

1. Hamel, Christian. Retinitis Pigmentosa. Orphanet Encyclopedia. 2003

2. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. FK UI. Jakarta. 2007. Hlm.

225-6.

3. Simon C, Everitt H, Kendrick T. Oxford Handbook of General Practice.

Second Edition. Oxford University Press. 2006. p. 945.

4. Telander DG. Retinitis Pigmentosa. Last Updated: Mar 14, 2007.

Cited from: http://www.emedicine.com/oph/TOPIC704.HTM

5. Yanoff M. Ophthalmic Diagnosis and Treatment. Current Medicine, Inc.

Philadelphia. 1998. p.210-211.