Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

88
BAB I PROBLEMATIKA TEORI SOSIAL A. “Beban Masa Lalu” Dalam Teori Sosial Sudah menjadi rahasia umum bahwa tokoh-tokoh besar meninggalkan beban bagi generasi sesudah mereka. Akibatnya, generasi penerus seakan menghadapi dilema: menjadi sekedar pelestari karya-karya agung yang diwariskan tokoh-tokoh besar, ataukah berbekal hasrat akan kemandirian, tetapi kalah dalam kecemerlangan mengerucutkan ambisi secara drastis dan dengan keahlian teknisnya bertekad untuk menguasai satu bidang yang sempit. Dalam sejarah pemikiran spekulatif, bentuk dilema ini memang khas. Di satu sisi, para peniru (epigone) dapat menjadi peneliti dan penafsir teks-teks klasik. Sebagai alternatif agar terhindar dari pembandingan dengan para pendahulu, mereka menekuni spesialisasi dengan resiko terjerumus ke dalam semacam minoritas intelektual permanen. Tokoh-tokoh yang menciptakan teori sosial dalam paruh terakhir abad ke-19 dan beberapa dasawarsa pertama abad ke-20. Page 1

description

Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Transcript of Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Page 1: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

BAB I

PROBLEMATIKA TEORI SOSIAL

A. “Beban Masa Lalu” Dalam Teori Sosial

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tokoh-tokoh besar meninggalkan beban bagi

generasi sesudah mereka. Akibatnya, generasi penerus seakan menghadapi dilema: menjadi

sekedar pelestari karya-karya agung yang diwariskan tokoh-tokoh besar, ataukah berbekal

hasrat akan kemandirian, tetapi kalah dalam kecemerlangan mengerucutkan ambisi secara

drastis dan dengan keahlian teknisnya bertekad untuk menguasai satu bidang yang sempit.

Dalam sejarah pemikiran spekulatif, bentuk dilema ini memang khas. Di satu sisi,

para peniru (epigone) dapat menjadi peneliti dan penafsir teks-teks klasik. Sebagai alternatif

agar terhindar dari pembandingan dengan para pendahulu, mereka menekuni spesialisasi

dengan resiko terjerumus ke dalam semacam minoritas intelektual permanen.

Tokoh-tokoh yang menciptakan teori sosial dalam paruh terakhir abad ke-19 dan

beberapa dasawarsa pertama abad ke-20. Nama-nama seperti Marx, Durkheim, dan Weber,

paling banyak mendapat sorotan. Pemikiran sosial setelah zaman mereka dibedakan antara

ulasan mengenai doktrin-doktrin mereka atau spesialisasi menurut tradisi-tradisi yang

mereka bangun. Lambat laun, bidang-bidang yang di spesialisasikan ini kian jauh dari cita-

cita para pendirinya semula. Semakin bidang-bidang tersebut diupayakan berdalih sebagai

kebebasan ilmiah, semakin sedikit pencerahan yang diberikan.

Kendati demikian, dari banyak sisi, agaknya semakin jelas bahwa kita mulai dapat

melihat Marx, Durkheim, dan Weber sebagai tokoh klasik dan memandang karya - karya

mereka sebagai teori sosial klasik yang sangat berbeda dengan tradisi panjang filsafat politik

yang sudah ada sebelumnya.

Page 1

Page 2: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

B. Teori Sosial dan Filsafat Politik

Teori sosial adalah kajian tentang masyarakat yang ciri-ciri khasnya mulai muncul

dalam tulisan-tulisan Montesquieu, tokoh-tokoh sezamannya, tokoh-tokoh sesudahnya, dan

mencapai semacam puncak pada karya Marx, Durkheim, dan Weber. Awalnya teori sosial

membangun identitas dengan cara membuat kontras dengan pemikiran politik tokoh-tokoh

dimanapun tempatnya dalam sejarah. Para teoritisi zaman kuno berpendapat, rezim

pemerintahan terbaik adalah rezim yang mampu sebanyak-banyaknya menonjolkan sisi - sisi

baik watak dasar manusia dan sedapat mungkin menekan sisi buruknya.

Salah satu konsekuensi dari pendekatan ini adalah munculnya kecenderungan untuk

memperlakukan sejarah sebagai semacam latar belakang kehidupan yang mengubah keadaan

tanpa mengubah persoalan dasarnya, karena persoalan-persoalan itu berpangkal pada watak

dasar manusia yang tidak pernah berubah.

Konsepsi sejarah terkait watak dasar manusia sangat erat hubungannya dengan

penekanan pada perbedaan antara pemahaman dan evaluasi. Dimata teoritisi-teoritisi

modern, teoritisi-teoritisi zaman kuno telah menciptakan sekumpulan pengetahuan khayali

dan mubazir berdasarkan pandangan tentang manusia seperti yang seharusnya, bukan

manusia seperti apa adanya.

C. Kesatuan dan Krisis dalam Teori Sosial

Ada dua pandangan yang sering dikemukakan dalam pemikiran kontemporer tentang

ilmu-ilmu sosial, dan keduanya saling melengkapi. Pandangan pertama menyatakan, kajian-

kajian kita di masa sekarang tentang masyarakat, yang dilakukan dicabang-cabang khusus

ilmu sosial, berpijak pada konsep, metode, teori, dan asumsi tersirat yang diwariskan kepada

Page 2

Page 3: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

kita oleh teoritisi-teoritisi sosial terkemuka dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Inilah

yang menyebabkan karya-karya mereka tampak klasik bagi kita.

Gagasan bahwa kita senantiasa dibatasi kerangka yang mewadahi pemahaman teori

sosial klasik tentang masyarakat, lambat-laun diikuti perspektif kedua terkait kondisi

pemikiran sosial saat ini, yaitu pemikiran adanya sesuatu yang penting yang telah keliru pada

karya-karya klasik dan generasi sesudahnya.

Ada tiga masalah utama. Pertama, masalah metode : bagaimana seharusnya

hubungan antara fakta-fakta sosial dalam pemikiran dan dalam bahasa ? kedua, masalah

tatanan sosial (sosial order): apa yang menjadi pemersatu masyarakat? Teori tentang metode

adalah pandangan akan cara penataan gagasan-gagasan kita mengenai masyarakat,

sedangkan doktrin tatanan sosial menawarkan penjelasan tentang susunan masyarakat itu

sendiri. Perhatian utamanya tertuju pada aturan-aturan yang dipakai masyarakat untuk

mengatur urusannya satu sama lain. Ketiga, masalah kemodernan: apa bedanya masyarakat

modern yang muncul di Eropa dengan semua masyarakat lainnya, dan sebagaimana

hubungan antara citra-diri (self-imagine) dan realitas, antara apa yang terlihat dan apa yang

sesungguhnya berlangsung? Ketiga pertanyaan tersebut saling berhubungan, walaupun pola

hubungannya sangat kabur dan kompleks.

D. Masalah Metode

Pendekatan teoritisi sosial terhadap masalah metode yang senantiasa kita hadapi itu

sebagian besar ditentukan oleh sangat terbatasnya ketersediaan pola-pola dasar penjelasan

yang ada bagi pemikiran Barat Modern. Bahkan, boleh dibilang semua prosedur yang ada

merupakan variasi dari dua jenis prosedur dasar: analisis logika dan penjelasan kausal

(sebab-akibat). Masing-masing prosedur memberikan penafsiran mengenai apa yang

dimaksud dengan menjelaskan sesuatu, baik dalam arti memberitahukan seperti apakah

Page 3

Page 4: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

sesuatu itu-deskripsi-atau dalam arti membuktikan alasan sesuatu itu harus berlangsung

mengikuti sesuatu yang lain-penjelasan dalam arti setepat-tepatnya.

Baik logika maupun kausalitas tidak mencapai maknanya yang sekarang ini secara

bersama-sama. Sebaliknya, keduanya mengalami sejarah yang panjang dan berliku-liku;

keduanya muncul di saat-saat tertentu, dan keduanya mengalami berbagai perubahan.

Hubungan logika berbeda dengan hubungan kausal dalam hal hubungan kausal

membutuhkan durasi untuk urutan selanjutnya, sedangkan hubungan logika hanya

menampilkan urutan saja. Gabungan antara urutan dan durasi disebut waktu. Penjelasan

kausal selalu berupa uraian tentang hubungan diantara peristiwa-peristiwa menurut waktu.

Analisis logika menerangkan hubungan antara konsep-konsep diluar waktu.

Hubungan logika selalu bersifat normal, cirinya adalah pembedaan antara isi dan

bentuk. Sebaliknya penjelasan kausal selalu dimulai sebagai upaya untuk memperjelas

hubungan diantara peristiwa-peristiwa khusus.

Metode logika dan metode kausal berfungsi sebagai titik tolak untuk dua cara

penanganan masalah penjelasan dalam kajian sosial. Dalam beberapa hal, teori sosial klasik

merupakan upaya untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dua cara berpikir tersebut.

Salah satu kelemahannya yang fatal terletak pada kegagalan teori ini dalam menyelesaikan

tugas itu.

Tipe yang berlandaskan pada metode logika disebut Rasionalisme. Contoh yang

paling mendekati adalah ilmu ekonomi neoklasik. Ilmu sosial rasionalis ingin menjadi sistem

proposisi yang segala interdepensinya diatur oleh gagasan-gagasan sebab, konsistensi, dan

kontradiksi yang logis dan tepat.

Tradisi pemikiran yang paling bertolak-belakang dengan rasionalisme dalam

urainnya untuk masalah penjelasan, dikenal dengan historisme. Dilema yang dihadapi

Page 4

Page 5: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

penganut historisme adalah kebalikan dari dilema yang dihadapi penganut rasionalisme, dan

merupakan bentuk khusus paradoks umum kausalitas.

Ada sebuah pandangan yang menyatakan bahwa sikap rasionalis dan historisis sama-

sama memiliki satu ciri pengganggu. Dalam bentuk murni, kedua aliran itu sama-sama

menjabarkan hubungan keniscayaan sebab atau hubungan sebab-akibat. Kecuali jika

berkembang sampai taraf yang membingungkan, keduanya mengundang semacam

determinisme sehingga memalsukan atau melenyapkan sifat lentur dalam kehidupan sosial

dan sejarah.

Untuk menghindari lubang-lubang dalam pendekatan rasionalis dan historisis,

caranya ialah dengan menyusun metode yang menanggalkan, walaupun harus mengabaikan

sisi perbedaannya yang penting, sesuatu yang biasanya sama-sama terdapat dalam modus

penjelasan logika dan kausal: perhatian pada urutan dan pencarian hubungan keniscayaan.

Sebuah definisi ulang tentang apa yang dimaksudkan dengan menerangkan sesuatu atau

menjabarkan dan menjelaskan sesuatu, sedang dipertaruhkan.

Berbagai macam pencarian metode telah mendasari banyak konsepsi yang berbeda,

tetapi saling melengkapi, yang telah mendominasi doktrin dan praktek metodologis teori

sosial. Konsepsi tersebut antara lain “dialektika”,”tipe-ideal”, dan “struktur”. Masing-masing

konsepsi memiliki makna sendiri dan terkait dengan tradisi intelektual tersendiri. Namun,

semua konsepsi itu sama-sama memiliki sifat-sifat yang paling penting. Metode dialektika

yang dikembangkan oleh Marx, tipe-ideal yang digunakan oleh Weber, dan “strukturalisme”

kontemporer, semuanya berpotensi menjadi jalan keluar dari dilema rasionalisme dan

historisme.

Ada tiga keterbatasan metodologis dalam tradisi teori sosial klasik. Pertama, sejauh

ini belum ada definisi yang tepat dan rinci untuk metode nonkausal dan nonlogika. Kedua,

sebagian karena alasan inilah maka, hubungan antara jenis uraian yang ketiga dan kausalitas

Page 5

Page 6: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

tetap tidak jelas. Ketiga, perlu dibuktikan bahwa pernyataan-pernyataan subjektivitas

ataupun objektivitas sama-sama dapat dipertimbangkan untuk memahami tindakan manusia.

E. Masalah Tatanan Sosial (Social Order)

Tahap perbincangan masalah tatanan sosial dalam teori sosial klasik tercetus dari

persaingan antara dua tradisi pemikiran. Kedua tradisi pemikiran tersebut adalah doktrin

instrumentalisme atau kepentingan pribadi dan doktrin legitimasi atau konsensus.

Doktrin kepentingan pribadi adalah konsepsi dalam dasar-dasar tatanan sosial yang

sering disamakan dengan utilitarianisme dan ekonomi politik klasik. Doktrin ini juga

menjadi unsur penting dalam banyak tradisi intelektual lainnya. Doktrin kepentingan pribadi

dicirikan oleh hubungannya dengan konsepsi tertentu ikatan sosial dan pandangan tentang

bentuk kaidah-kaidah yang menentukan kehidupan sosial yang teratur. Doktrin ini

berpendapat bahwa manusia diatur oleh kepentingan pribadi dan dituntun oleh pertimbangan

cara yang paling efisien untuk mencapai tujuannya yang dipilih secara pribadi. Gagasan

kepentingan pribadi dapat diperluas hingga mencakup perhatian altruistis bagi kesejahteraan

manusia lain selama pilihan ini didasarkan pada kehendak bebas manusia itu sendiri, juga

jika yang diinginkan adalah agar manusia lain mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Menurut teori kepentingan pribadi, tujuan masing-masing individu relatif tidak tergantung

pada tujuan individu-individu lain. Kalaupun mungkin relatif dipengaruhi oleh tujuan-tujuan

orang lain, tetapi tujuan-tujuan tersebut tetap dikatakan berbeda menurut maknanya. Teori

ini menyatakan, faktor penentu langsung perilaku ada di dalam diri individu sendiri, bukan

pada kelompok-kelompok yang diikutinya.

Terdapat dua alasan rasional mengenai hubungan umum antara gagasan-gagasan

kepentingan pribadi dengan instrumentalisme, yakni :

Page 6

Page 7: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

a. Makin luas ruang lingkupnya, makin terperinci pula muatan kepentingan-kepentingan

kolektif; dan makin besar otoritas untuk menentukan apa yang harus diperbuat individu,

maka makin sedikit peranan yang tersisa bagi pertimbangan-pertimbangan efisiensi

pribadi. Individu akan lebih mudah menata ulang tujuannya sendiri berdasarkan

pengetahuan akan sarana-sarana yang dimilikinya daripada mempengaruhi tujuan-

tujuan bersama milik kelompok.

b. Gagasan untuk memanipulasi alam, yang dicontohkan oleh instrumentalisme, juga

menyatakan gagasan untuk memanipulasi manusia lain. Alam maupun manusia lain itu

merupakan dunia eksternal yang berbeda dengan dunia individu.

Doktrin kepentingan pribadi memiliki implikasi tertentu tentang wujud sistem

peraturan atau hukum. Seluruh implikasi ini menjurus pada pandangan instrumental terhadap

peraturan. Individu menganggap peraturan instrumental sebagai satu faktor tambahan untuk

dipertimbangkan dalam perhitungan efisiensinya. Artinya, individu akan menuruti peraturan

instrumental hanya selama tujuan-tujuannya sendiri terlayani lebih baik dengan menuruti

peraturan daripada melanggarnya. Akibatnya, sanksi menjadi bagian penting dalam

peraturan. Ketakutan terhadap sanksi berfungsi untuk memasukkan kewajiban-kewajiban

tatanan sosial ke penalaran individu terkait sarana terefektif untuk mencapai tujuan-tujuan

pribadi. Kelemahan-kelemahan doktrin kepentingan pribadi :

a. Kegagalannya dalam menjelaskan bagaimana perilaku manusia dapat memiliki cukup

kesinambungan atas waktu dan kesamaan antar-individu untuk memungkinkan

terwujudnya masyarakat yang teratur.

b. Memiliki implikasi-implikasi kontradiktif terhadap pandangan seseorang terkait

kedudukan peraturan dalam masyarakat.

Page 7

Page 8: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

c. Konsepsi kehidupan sosial dalam wujud doktrin ini tidak memasukkan nilai-nilai

solidaritas. Nilai-nilai ini menunjukkan manfaat yang dilekatkan pada penerapan,

pranata, dan keberadaan kehidupan berkelompok itu sendiri tanpa mempedulikan

penerapannya pada kehendak individu atau gabungan beberapa kehendak individu.

Teori legitimasi atau konsensus berawal dari masyarakat atau kelompok berikut

nilai-nilai dan pemahaman yang dianut bersama. Cita-cita dan kepercayaan ini bisa

bervariasi sesuai besarnya persesuaian di antara mereka, kadar relatif keabstrakan atau

kekonkretannya, intensitas ketaatan terhadapnya, dan koherensinya. Meskipun bervariasi

dari segi keluasan, kekonkretan, intensitas dan koherensinya, kehadiran orientasi-orientasi

moral dan kognitif yang dianut bersama selalu memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial

yang teratur. Kepercayaan yang sama memungkinkan manusia saling memahami dan

mengerti harapan mereka terhadap satu sama lain.

Menurut penganut doktrin legitimasi, peraturan menjadi perwujudan nilai-nilai

bersama yang dianut kelompok. Peraturan melakukan tugas-tugas penunjang yang vital:

memperjelas implikasi dan batasan tujuan-tujuan tersebut terhadap calon-calon pelanggar

peraturan. Namun, semakin luas cakupan, kekonkretan, intensitas dan koherensi konsensus,

peraturan menjadi semakin tidak diperlukan. Berdasar hal tersebut dapat diketahui bahwa

penyebab utama hukum ditaati adalah karena anggota-anggota kelompok mempercayai nilai-

nilai yang dinyatakan hukum dan mewujudkannya dalam perilaku. Ketaatan seseorang

terhadap peraturan datang dari kesanggupan peraturan untuk menyatakan tujuan-tujuan

bersama sehingga orang dapat berpartisipasi di dalamnya, bukan dari ancaman-ancaman

kesalahan untuk menjamin tegaknya peraturan tersebut. Maka, fokus kepentingan bergeser

dari sanksi ke standar perilaku yang ditentukan oleh peraturan.

Page 8

Page 9: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Keberatan terhadap doktrin legitimasi dan konsepsi peraturannya sangat berlawanan

dengan kritik yang dialamatkan pada teori instrumentalisme, sebab kedua pandangan

mengenai masyarakat tersebut saling melengkapi. Keberatan tersebut sebagai berikut :

a. Kecenderungan inheren yang terlalu berlebihan sekaligus terlalu terbatas dalam

memberikan penjelasan. Doktrin ini menerangkan kemungkinan keselarasan pandangan

dan cita-cita, tetapi tidak menerangkan kemungkinan adanya konflik. Dalam kerangka

berfikir seperti ini, konflik hanya menjadi tanda adanya suatu yang terabaikan. Konflik

pasti mewakili kegagalan untuk mencapai kesepakatan yang menjadi landasan tatanan

sosial, kegagalan akibat terbatasnya keluasan, kekonkretan, intensitas atau koherensi

dalam nilai-nilai dan pemahaman yang dianut bersama oleh masyarakat.

b. Implikasi-implikasi terhadap pemahaman peraturan. Semakin ketat kesepakatan yang

mengikat individu-individu bersama dan semakin besar kekuasaan kesepakatan itu dalam

menentukan perilaku mereka, peran yang tersisa untuk peraturan semakin berkurang.

c. Doktrin ini dituduh sebagai bias yang tidak dapat dilenyapkan terhadap kolektivisme –

sebuah bias yang dibangun dalam pandangan deskriptif teori itu sendiri. Dengan

mengutamakan pemahaman relasi sosial daripada analisis perilaku individu dan

pentingnya nilai-nilai kelompok yang dianut bersama melebihi segala-galanya,

tampaknya teori tersebut mengurangi dasar-dasar untuk mempertimbangkan individu

secara tersendiri dan menolak tuntutan individu untuk berdikari, demi mendukung

tuntutan solidaritas kolektif.

Terkait dengan solusi atas masalah teori sosial ini, penulis mengajukan solusi yang

sekiranya dapat menyatukan berbagai bentuk doktrin tersebut, solusi yang diajukan ini akan

berakibat pada adanya pengakuan terhadap arti penting peraturan-peraturan instrumental,

yaitu norma-norma yang meringkas pertimbangan efisiensi. Namun, pada saat yang sama,

Page 9

Page 10: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

pandangan ini menegaskan adanya peraturan-peraturan yang artinya lebih dari sekedar

instrumental sebab peraturan-peraturan itu dirasakan dan dipakai sebagai pengungkapan

nilai-nilai kelompok. Solusi ini mengungkapkan kebutuhan masyarakat terhadap perangkat

hukum atau peraturan yang eksplisit, dengan diperkuat adanya ancaman pemaksaan yang

dapat menjamin keefektifannya ketika batasan-batasan keluasan nilai-nilai yang mendasari

hukum atau intensitas ketaatan yang dituntut tujuan-tujuan hukum melebihi kemampuan

hingga muncul perilaku menyimpang.

Dalam penerapannya, solusi ini belum dapat disebut sebagai solusi utama penyatuan

doktrin. Hal ini disebabkan tidak adanya kesinambungan antara sarana dan tujuan

masyarakat ketika diterapkan dalam corak masyarakat yang berbeda-beda. Kedua hal

tersebut hanya dapat disatukan jika keduanya diterapkan pada situasi sosial apapun untuk

membedakan dengan jelas aspek-aspek kehidupan. Namun dalam kenyataannya, apa yang

menjadi sarana dalam suatu konteks, merupakan tujuan dalam konteks lain, begitupun

sebaliknya. Beralih dari kondisi demikian, bukan berarti solusi yang ada lantas disingkirkan

begitu saja oleh masyarakat. Justru mereka terus berusaha menemukan solusi-solusi yang

dirasa dapat meredam persoalan yang ada, sebab kebutuhan mereka.

F. Masalah Kemodernan

Bagi semua teoritisi sosial klasik, upaya untuk menetapkan pandangan yang

komprehensif tentang manusia dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari minat untuk

memahami kondisi dan prospek-prospek zaman mereka. Hal ini yang kemudian

mengantarkan mereka pada perbedaan cara pendekatan terhadap masyarakat, hingga sampai

pada masalah perumusan konsepsi kemodernan. Hubungan antara ideologi dan aktualitas

dalam kehidupan modern membutuhkan kejelian tersendiri. Sikap para teoritisi sosial klasik

Page 10

Page 11: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

terhadap hubungan ini tercermin pada reaksi mereka terhadap garis pemikiran doktrin

kontrak sosial.

Para penganut doktrin kontrak sosial memandang masyarakat sebagai perkumpulan

individu dengan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dan dapat dipersatukan

oleh peraturan-peraturan yang diberlakukan secara koersif dan pertukaran ekonomi. Doktrin

ini sangat mempengaruhi ideologi penguasa.melalui kacamata kelompok-kelompok

masyarakat yang dominan dan pembicara intelektualnya, masyarakat modern memandang

dirinya sebagai peradaban yang sangat individualistis, yang aturan dan kebebasannya

dijamin oleh hukum. Peraturan-peraturan hukum memang tampak berperan, akan tetapi

sangat kecil artinya dalam membina kehidupan sosial. Sehingga, masalah utama dalam

kemodernan sebenarnya adalah hal metode dan tatanan sosial, yang perlu ada bagian yang

dapat mengkombinasikan keduanya dalam membentuk masyarakat tersebut.

G. Watak Dasar Manusia dan Sejarah

Untuk menyelesaikan resolusi masalah metode, tatanan sosial dan kemodernan,

akhirnya dibutuhkan sebuah pandangan mengenai watak dasar manusia. Pada dasarnya, teori

sosial membentuk identitasnya sendiri dan menolak gagasan bahwa watak dasar manusia itu

satu dan mengatasi sejarah. Permasalahan sebenarnya adalah bolehkah wawasan zaman kuno

ditanggalkan dari angan-angan zaman kuno bahwa kemanusiaan tidak pernah berubah

sepanjang sejarah. Yang wajib dilakukan adalah mengembangkan doktrin yang mengakui

watak dasar manusia secara lebih serius, sambil menegaskan bahwa watak dasar manusia

mengalami perubahan seiring dengan sejarah, dan bahwa watak dasar manusia tersebut

ditemukan kembali dalam bentuk yang berbeda-beda oleh masing-masing bentuk kehidupan

sosial.

Page 11

Page 12: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Teori tentang watak dasar manusia tidak boleh langsung membatasi diri pada

deskripsi. Gambaran umum tentang manusia yang mencirikan keadaannya di dunia

menyiratkan manusia bisa menjadi apa dan seharusnya menjadi apa. Sebaliknya, pilihan di

antara pandangan-pandangan yang mungkin tentang kemanusiaan cenderung terpengaruh

perspektif moral dan politik yang tidak mungkin seluruhnya didukung oleh pandangan yang

dipilih seseorang.

Berdasar hal tersebut, hal yang patut menjadi tugas bersama bahwa masalah-masalah

teori sosial tidak dapat diselesaikan kecuali jika kebenaran-kebenaran dalam teori tersebut

dipertemukan dengan kebenaran-kebenaran filsafat politik zaman kuno. Perkembangan

pemikiran menghendaki agar kedua tradisi dipersatukan dalam bentuk pengetahuan yang

lebih inklusif.

H. Hukum

a. Hukum terlibat dalam masalah metode.

Setelah paham Aristoteles ditolak dalam pemikiran politik, fenomena atau gejala sosial

perlu dijelaskan dan digambarkan dalam istilah-istilah yang berbeda dengan istilah-

istilah tradisional untuk tujuan dan manusia. Namun, pada saat yang sama, menjadi

jelas bahwa kita memang mengandalkan peraturan-peraturan preskriptif. Peraturan-

peraturan ini bukan sekedar fakta tanpa signifikansi moral bagi orang-orang yang

membuat, menerapkan dan menaatinya, serta memberikan penghargaan atau kecaman

dengan berpedoman pada peraturan-peraturan tersebut. Inti teori masyarakat adalah

menerangkan hubungan antara hukum yang menerangkan dan hukum yang bersifat

mengatur.

b. Kajian terhadap hukum berhubungan erat dengan masalah tatanan sosial.

Page 12

Page 13: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

c. Resolusi untuk masalah kemodernan mengharuskan kita menemukan hubungan antara

ideologi dominan yang menempatkan hukum impersonal sebagai pusat masyarakat dan

pengalaman keseharian tatkala hukum tersebut hanya berdiri di pinggiran kehidupan

sosial.

BAB II

HUKUM DAN BENTUK-BENTUK MASYARAKAT

A. Hukum Dan Bentuk – Bentuk Masyarakat

Dalam bab kedua ini, akan membahas persoalan tentang tatanan sosial (sosial order)

dengan membahas hubungan antara bentuk hukum dan bentuk masyarakat. Dalam bab

sebelumnya telah disinggung bahwa kedua doktrin utama tentang tatanan sosial sama-sama

mencakup pandangan terhadap bentuk dan penggunaan peraturan. Apabila tiap-tiap doktrin

tersebut paling cocok untuk satu jenis masyarakat tertentu, maka diharapkan akan diketahui

bahwa karakter hukum mengalami perubahan dari satu bentuk kehidupan sosial ke bentuk

kehidupan sosial yang lain. Kiat masyarakat dalam menyatukan manusia terungkap lewat

Page 13

Page 14: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

hukum. Selain itu, konflik di antara jenis-jenis hukum mencerminkan ragam cara yang

berbeda dalam menata kelompok-kelompok manusia. Langkah pertama dalam menjelaskan

hubungan antara hukum dan masyarakat adalah dengan membedakan jenis hukum. Tahap

kedua yaitu dengan mengungkapkan secara spekulatif kondisi-kondisi sejarah bagi

munculnya tiap-tiap jenis hukum.

1. Tiga Konsep Hukum

a. Hukum Adat (hukum sebagai interaksi)

Sebagian aliran pemikiran memandang hukum sebagai fenomena universal yang

umum dijumpai pada semua masyarakat. Karena itu, aliran-aliran tersebut tidak dapat

memahami gagasan bahwa hukum bisa saja muncul atau tidak muncul, bahwa hukum

memang memiliki ciri-ciri khusus sesuai jenis masyarakatnya.

Dalam pengertiannya yang lebih luas, hukum adalah setiap pola interaksi yang

muncul berulang-ulang diantara banyak individu dan kelompok, diikuti pegakuan

eksplisit kelompok dan individu tersebut bahwa pola-pola interaksi demikian

memunculkan ekspektasi perilaku timbal balik yang harus dipenuhi. Pengarang

menyebutnya sebagai hukum adat (customary law) atau hukum interaksional

(interactional law). Ada dua sisi dalam konsep hukum sebagai interaksi. Sisi yang satu

adalah keseragaman yang tampak nyata dalam berperilaku. Sisi yang kedua lebih

bersifat normatif: sentimen akan kewajiban dan hak, atau kecenderungan untuik

menyamakan bentuk-bentuk perilaku yang sudah mapan dengan gagasan mengenai

tatanan yang benar di masysrakat dan dunia secara umum.

Hukum adat tidak punya sifat positif, namun lebih bersifat tersirat daripada terungkap

secara lisan. Sehingga mengkodifikasinya berarti merubahnya. Justru karena hukum

ini bersifat nonpositif, maka maka tidak mengenal antara pembedaan keteraturan dan

Page 14

Page 15: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

norma. Hukum adat terdiri dari standar dari implisit perilaku, bukan standar peraturan

yang dirumuskan. Standar ini berupa peraturan tidak tertulis dan seringkali amat ketat

tentang cara individu dalam status tertentu harus berperilaku ke orang lain.

b. Hukum Birokratis

Perbedaan hukum adat dengan hukum birokratis (bureaucratic law) atau hukum

pengatur (regulatory law) terletak pada sifatnya yang publik dan positif. Hukum

birokratis terdiri dari peraturan eksplisit yang ditetapkan oleh pemerintah yang sah.

Sehingga hukum ini diciptakan oleh pemerintah dengan sengaja, bukan tercipta secara

spontan oleh masyarakat. Hukum birokratis terdiri dari peraturan dengan lingkup luas

atau perintah-perintah yang ditujukan untuk situasi-situasi yang ditentukan secara

sempit menurut ruang dan waktu.

Peraturan birokratis senantiasa diikuti hukum jenis lain yang boleh jadi membatasi

ruang lingkupnya secara drastis. Pola ini tampak jelas pada kekaisaran besar zaman

kuno. Peraturan pemerintah dinegara kaisar biasanya dibatasi dalam dua hal. Disuatu

sisi, ada adat yang senantiasa mengatur sebagian besar kahidupan sehari-sehari. Disisi

lain, ada hukum agama yang kerap kali dipegang badan agama indepnden. Hukum

agama ditentukan oleh aturan-aturan teologis yang isinya tidak dapat dipengaruhi

langsung oleh penguasa.

Hukum adat dan hukum agama disatu sisi, dan hukum birokratis disisi yang lain,

mambagi wilayah sosial menjadi dua. Wilayah pertama relatif diluar jangkauan

kekuasaan raja. Wilayah kedua tunduk pada kebijaksanaan raja yang nyaris tak

terbatas. Salah satu contoh masyarakat yang hukum agama diatas hukum birokratis

adalah kekaisaran cina.

c. Tatanan Hukum

Page 15

Page 16: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Hukum ketiga ini tidak begitu dikenal oleh semua jenis masyarakat. Karena muncul

dan bertahan hanya dalam keadaan-keadaan tertentu. Tatanan hukum (legal order)

atau sistem hukum (legal system) diyakini bersifat general dan otonom, sekaligus

publik dan positif.

Hukum bersifat otonom alam arti substansif tatkala peraturan-peraturan yang

dirumuskan dan ditegakkan oleh pemerintah tidak bisa dianalisis sebagai pengulangan

setiap perangkat kepercayaan atau norma non hukum. Lebih khusus lagi, sistem

hukum otonom tidak tidak mengkodifikasikan teologi khusus. Sebagai perangkat

aturan duniawi, sistem hukum otonom terpisah dari prinsip-prinsip yang mengatur

hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan terpisah pula dari pandangan agama

terhadap relasi sosial.

Ketiga konsep hukum diatas dapat dianggap sebagai spesies dalam genus tatanan

normatif (normative order). Ketiganya menjabarkan bagaimana standar-standar perilaku

yang menentukan apa yag boleh dan tidak boleh dilakukan.

2. Munculnya Hukum birokratis

Kodisi yang menonjolkan peraturan publik dan peraturan positif dalam tatanan normatif

masyarakat dapat dibagi menjadi dua kategori. Yaitu pemisahan negara dengan masyarakat,

dan disintegrasi komunitas. Kategori yang pertama bertanggung jawab atas sifat publik

hukum birokratis, sedangkan yang kedua bertanggung jawab atas sifat positif.

a. Pemisahan negara dan masyarakat

Pemisahan negara dan masyarakat mengisyaratkan konsepsi yang sangat berbeda

terkait tatanan normatif dan keteraturan perilaku. Negara didefinisikan justru atas

Page 16

Page 17: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

keunggulannya atas relasi-relasi sosial. Batasan penting pada tesis hubungan antara

pembedaan negara-masyarakat dan gagasan masyarakat sebagai ciptaan kehendak.

Pertama, walaupun negara tampil sebagai manipulator kehidupan sosial, karakter dan

aktifitas negara, sebagian besar ditentukan oleh hubungan-hubungan kelompok antar

masyarakat. Batasan yang kedua ialah dunia baru hukum pemerintahan yang dibawa

oleh pemerintahan dan masyarakat, cenderung membedakan wilayah kehidupan sosial

yang sakral dan tidak tersentuh dengan lingkungan kehidupan sosial yang tunduk pada

kepentingan-kepentingan penguasa.

Hanya satu entitas yang dapat membatasi kekuasaan semua kelompok sekaligus

bersikap seakan-akan tidak memihak, adil, atau ditakdirkan selaras yang mengesahkan

tuntutannya untuk memperoleh kesetiaan dari mereka. Pada saat yang sama, negara

harus memperkuat hubungan dominasi dan ketergantungan. Semua konflik yang

mendandai sejarah pemisahan antara negara dan masyarakat pada akhirnya bersumber

pada paradoks implisit dalam situasi ini.

b. Disintegrasi Komunitas

Dari perspektif kesadaran sosial, disintegrasi komunitas berarti perkembangan situasi

ketika orang semakin merasa mampu mempertanyakan kebenaran praktik-praktik yang

sudah mapan sekaligus melanggarnya. Sehingga peraturan positif harus diterapkan

untuk memperjelas apa yang telah dikaburkan oleh disintegrasi manusia.

c. Pembagian Kerja dan Hierarki Sosial

Pemunculan negara dan disintegritas komunitas merupakan dasar bagi hukum

birokratis. Keduanya sama-sama bergantung pada perubahan pengorganisasian sosial.

Perubahan ini didefinisikan pengarang sebagai kemajuan yang menonjol dalam

Page 17

Page 18: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

pembagian kerja seairing dengan meluasnya spektrum pelapisan dan pembedaan status

sosial.

d. Ketegangan di dalam Hukum Birokratis

Apa pun sebabab perubahan sosiala yang menjelaskan perkembangan peraturan publik

dan peraturan positif, hukum birokratis mengalami konflik intern yang musabb

membuatnya tidak stabil dan membawanya pada transformasi. Pengarang

menyimpulkan, bahwa hukum publik bertindak sebagai alat negara untuk memanipulasi

relasi-relasi sosial. Huku menjadi alat kepentingan kekuasaan kelompok-kelompok

yang mengendalikan negara.

Namun, pada saat yang sama, menciutnya ruang lingkup persepsi tak sadar manusia

dan ketaatan pada standar untuk perilaku menancam bentuk kehidupan sosial yang

sudah mapan. Jika tatanan normatif ditafsirkan sebagai sekumpulan alat untuk

memenuhi kepentingen-kepentingan penguasa, maka tatanan itu tidak akan bisa

menuntut untuk ditaati, kecuali dengan terror yang digunakan untuk memaksanya.

3. Munculnya Tatanan Hukum

Terdapat dua kondisi sejarah yang memunculkan rule of law. Kondisi pertama menjabarkan

pengalaman dan pandangan relasi kelompok. Agar tatanan hukum dapat berkembang, tidak

boleh ada satu pun kelompok yang memegang posisi dominan secara permanen atau

dipercayai memiliki hak inheren untuk memerintah.hubungan antar kelompok seperti tiu

disebut masyarakat liberal atau dalam bahasa ilmu politik amerika, pluralisme kelompok

kepentingan. Kondisi yang kedua adalah kepercayaan pada hukum universal yang “lebih

tinggi” atau hukum Tuhan sebagai standar untuk menilai dan meninjau hukum positif

negara.

a. Pluralisme Kelompok

Page 18

Page 19: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Dalam kehidupan sosial terdapat masyarakat liberal atau seringkali disebut dengan

pluralisme kelompok, yang bentuknya sendiri mempengaruhi manusia untuk berjuang

demi ideal rule of ideal . adapun yang dimaksud dengan masyarakat liberal adalah

sebentuk kehidupan yang tidak ada satu kelompok didalamnya yang mampu menuntut

loyalitas dan ketaatan seluruh kelompok lain dalam waktu lama. maka, menjadi penting

untuk menemukan sistem hukum yang muatannya sanggup mengakomodasi

kepentingan-kepentingan yang bertantangan dan prosedurnya sedemikian rupa sehingga

sebagian besar orang merasakan, kepentingan mereka untuk mentaati peraturan

tersebut.

b. Hukum Alam

Faktor utama kedua bagi munculnya tatnan hukum adalah kepercayaan luas pada

sesuatu yang umumnya disebut hukum alam. Pendukung gagasan hukum alam adalah

religiositas transenden. Inti agama transedensi adalah keyakinan bahwa dunia

diciptakan satu Tuhan sesuai kehendakNya. Karena dunia diciptakan bukan dihasilkan,

maka dunia tidak sepenuhnya memiliki sifat-sifat sakral dan illahi yang sama dengan

Penciptanya. Meskipun demikian, alam yang taat hukum ini memperlihatkan kekuasaan

Sang Pembuat Hukum Yang Maha Agung. Sehingga agama transenden merupakan

pandangan sekaligus kumpulan dari kelompok yang berbeda-beda, pranata, dan ritual.

Aturan-aturan ketuhanan ini sudah ada sebelum aturan dari kehendak manusia. Aturan

tersebut berlaku untuk masyarakat dan zaman yang berbeda-beda karena sang pembuat

hukum berdiri terpisah dari waktu dan mengunggulinya. Jadi, ada hukum yang lebih

tinggi atau hukum alam, yang terpisah dan lebih tinggi daripada adat istiadat kelompok

sosial tertentu dan perintah penguasa duniawi.

c. Masyarakat Liberal Dan Hukum Yang Lebih Tinggi

Page 19

Page 20: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Pluralisme kelompok saja atau kepercayaan pada hukum yang lebih tinggi saja, tidak

akan sanggup menciptakan tatanan hukum. Negara liberal memberi isyarat bahwa tidak

ada satu golongan dalam masyarakat yang memiliki akses istimewa terhadap kebenaran

norma dan agama.

B. Kasus China : Sebuah Analisis

1. Hipotesis

Upaya untuk menemukan landasan-landasan sejarah tatanan hukum memaksa

kita untuk memperjelas pemikiran kita tentang aspek-aspek paling mendasar dalam

masyarakat yang di dalamnya terbentuk rule of law. Dalam peradaban-peradaban lain,

kita menemukan perubahan-perubahan social yang berdampak pada pluralisme

kelompok tertentu atau penguatan pandangan transenden akan dunia, sebuah pandangan

yang kerap diikuti dengan penafsiran kumpulan-kumpulan sistematis hukum agama.

Namun, dimanapun tidak pernah terjadi kedua unsure tersebut bergabung sempurna dan

menghasilkan rule of law modern dari interaksi tersebut.

Peradaban China, terutama pada era yang berlangsung sejak awal periode

Musim Semi dan Musim Gugur sampai penyatuan di zaman Ch’in dan berdirinya Negara

kaisar pada 221 SM. Masyarakat disini tumbuh dan mengandalkan peraturan publik dan

peraturan positif sebagai alat kontrol politik. Pembandingan dengan China sebagai kasus

yang bertolak belakang, menjanjikan akan memperdalam wawasan kita tentang

hubungan kompleks antara cara-cara pengaturan social, jenis-jenis kesadaran, dan

bentuk-bentuk tatanan normatif.

Pembandingan ini berlangsung dalam tiga tahap analisis. Pertama, telaah cirri-

ciri khusus salah satu periode dalam sejarah China. Peraturan positif dan peraturan

publik (hukum sebagai regulasi) tidak terlalu dianggap penting. Kedua, hubungan antara

Page 20

Page 21: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

penekanan keduanya sebagai telaah absennya kondisi-kondisi bagi sebuah tatanan

hukum otentik di China. Ketiga, bagaimana isu-isu perkiraan sosial dan cultural dalam

berbagai jenis hukum telah diangkat dalam perdebatan antara dua aliran pemikiran

selama periode dalam sejarah Cina ini – aliran Konfusianis dan aliran Legalis.

2. Adat Istiadat dan “Foedalisme” pada Cina Awal

Sesuai kesepakatan, periode dalam sejarah Cina kuno dibagi dua. Pertama,

periode feudal yang meliputi sebagian besar masa Chou Barat (1122-771 SM) dan

sebagian dari masa Musim Semi dan Musim Gugur sesudahnya (722-464 SM) sampai

sekitar pertengahan abad ke-6 SM. Periode kedua, periode transformasi yang

menyaksikan perubahan kepercayaan dan pengorganisasian social, sehingga

menghasilkan revisi besar-besaran pada tatanan normative masyarakat. Periode ini

dimulai pertengahan masa Musim Semi dan Musim Gugur, termasuk masa Chan Kuo

(463-222 SM) sampai penyatuan Ch’in pada 221 SM.

Aspek-aspek terpenting dalam periode feudal untuk memahami jenis tipikal

hukumnya adalah pengaturan politiknya, hubungan antar status social yang mencirikan

periode itu, serta visi religious yang mendominasi. Pengorganisasian feudal berhadapan

dengan latar belakang ekonomi pertanian penghasil bahan baku, yang sudah mulai

menggunakan pengaruh sentralisasi. Berhadapan juga dengan perang yang relatif sengaja

diciptakan oleh para bangsawan utama dan para shih pengikutnya. Untuk memahami

cara politik itu, kita harus mempertimbangkan system status sosialnya.

Ada dua kategori yang sangat mencolok perbedaannya : bangsawan (chun zu)

dan rakyat jelata (Hsiao jen). Bangsawan adalah keluarga kaisar, para pemilik tanah

hadiah raja, golongan dominan yang dikendalikan oleh tanah hadiah bangsawan feudal

Page 21

Page 22: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

dan golongan shih. Golongan shih setara dengan golongan ksatria di Eropa Barat,

samurai di Jepang zaman Tokugawa, dan equite zaman Romawi Republic awal.

Gambaran singkat tentang masyarakatb feudal Cina ini ditutup dengan

menambahkan cara-cara khas kepercayaan religiusnya. Kesatuan ketuhanan ditegaskan

sebagai hail persatuan roh-roh fungsional yang mewujudkan kekuatan alam yang

menjadi penopang masyarakat. Pengaruh agama dalam periode feudal terhadap gagasan

ketuhanan universal bersifat ambigu dikarenakan adanya dua sebutan bagi Tuhan : Shang

Ti (kaisar, penguasa tinggi) dan T’ien (langit). Sebutan T’ien perlahan-lahan

menggantikan Shang Ti.

Ketika citra dominan masyarakat adalah citra pemerintah terpusat di bawah satu

penguasa, kosmos dipahami sebagai versi luas tatanan social. Maka, Tuhan menjadi

pemimpin militer tertinggi, lalu menjadi pembuat hukum yang dilambangkan sebagai

Yaweh pada agama Yahudi awal. Terbukalah jalan bagi agama-agama transendensi.

Peraturan-peraturan tertulis atau kitab undang-undang yang belum dikenal, dan

wewenang pangeran-pangeran penguasa yang tak terbatas, masih dijaga dalam batas-

batas yang paling ketat.

Hukum milik masyarakat feudal terangkum oleh konsep li yang mendominasi

pemikiran Konfusianis. Li adalah standar hierarkis untuk perilaku, li mengatur hubungan

sesuai kedudukan social relative individu. Sifat hierarkis li merupakan respon terhadap

struktur politik masyarakat feudal dan system statusnya. Maka jurang pemisah antara

chun zhu dan Hsiao jen diterima begitu saja. Hanya bangsawan yang ambil bagian dalam

system kewajiban saling bersikap sopan, jika dipakai untuk kalangan rakyat biasa makna

asli li melebur menjadi konsep adat istiadat yang lebih luas. Li dipandang sebagai

bentuk perilaku yang intristik dengan situasi dan kedudukan social tertentu.

Page 22

Page 23: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Li bukan peraturan positif, bahkan dalam satu pengertian, li bukan peraturan

sama sekali. Li bukan sifat positif karena tidak dipahami, dirumuskan, atau dipatuhi

sebagai sesuatu yang terpisah dari hubungan-hubungan konkret yang menentukan

identitas individu dan kedudukan sosialnya. Tatanan normative yang sangat

mengandalkan citra perilaku yang benar secara tegas namun tidak teraktualisasikan itu

hanya berlangsung efektif dalam konteks social yang memiliki consensus nilai dan

persepsi yang kuat.

Landasan social bagi karakteristik li terletak pada tidak adanya pemisahan

Negara dan masyarakat selama periode feudal. Li tidak bersifat publik dan tidak

dianggap sebagai produk lembaga Negara. Li menyentuh segala aspek dalam kehidupan

social. Kedudukan seseorang dalam urutan status nyaris sepenuhnya menentukan

aksesnya terhadap kekuasaan. Secara umum, periode feudal Cina kuno memberikan

contoh yang bagus sekali tentang masyarakat yang hampir sepenuhnya bergantung pada

hukum interaksional dan belum mengenal jenis hukum lain. Gejala ini menjadi gambling

setelah kita memahami kondisi social dan budaya tiap-tiap tatanan normatif.

3. Periode Transformasi : Dari Hukum Adat Menuju Hukum Birokratis

Masyarakat dan kebudayaan Cina mengalami perubahan mencolok menjelang

pertengahan periode Musim Semi dan Musim Gugur, yaitu abad ke-6 SM. Perubahan ini

semakin cepat dengan dimulainya periode Negara-negara yang sedang berperang pada

436 SM. Dan mencapai puncaknya dengan berdirinya Negara kaisar bersatu pada 221

SM. Masa ini disebut masa transformasi.

Sejarah politik periode transformasi merupakan sejarah runtuhnya system feudal

secara terus menerus. Pada lingkupn antar Negara, kecenderungan dasarnya mengarah

pada sentralisasi politik. Konflik dalam masyarakat feudal menyebabkan jumlah Negara

Page 23

Page 24: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

yang berperang menyusut dengan cepat dan tiap-tiap Negara mengalami pemekaran

wilayah. Perang membawa akibat penting bagi peraturan dalam negeri negara-negara

yang bermusuhan. Disamping itu, pemisahan yang tiba-tiba serta berbaliknya

peruntungan yang tidak disangka-sangka akibat situasi pergolakan memunculkan kader

diplomat, sarjana dan sofis yang cekatan.

Rakyat jelata maupun bangsawan tidak luput dari sapu gelombang perubahan

social. Dengan terbentuknya pemerintahan terpusat dan penataan ulang system

perpajakan, “budak-budak” dari masyarakat feudal beralih menjadi penyewa tanah yang

membayar upeti. Secara keseluruhan, dampak dari segala peristiwa politik dan social ini

memisahkan Negara dari masyarakat. Ada dugaan bahwa semua peristiwa itu juga turut

berperan dalam meruntuhkan kesatuan nilai dan persepsi yang sangat kuat, yang menjadi

landasan tatanan feudal dan hukum adatnya. Menjelang abad ke-7 SM, kitab undang-

undang hukum tertulis mulai bermunculan di negeri-negeri Cina.

4. Kaum Konfusianis dan Legalis

Pengalaman Cina kuno mengungkapkan hubungan diantara tipe-tipe hukum,

struktur social, dan kesadaran serta memajukan pemahaman akan kondisi-kondisi tatanan

hukum di masyarakat kita sendiri. Konflik doktrinal utama pada periode transformasi

adalah pertentangan antara murid-murid Konfusius dan Fa Chia, begitulah sebutan bagi

kaum legalis. Legalisme dan Konfusianisme punya inti pandangan sendiri-sendiri yang

mencampuradukan deskripsi dan preskripsi. Inti pandangan Legalisme dan

Konfusianisme juga mencakup penjelasan tentang watak dasar manusia, pandangan

tentang manusia yang sepatutnya antara pemerintah dan kelompok-kelompok social serta

doktrin tatanan normatif.

Page 24

Page 25: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

C. Batas – Batas Perbandingan Dengan China : Pengalaman Peradaban – Peradaban

Yang Lain

Perbandingan antara pengalaman hukum Cina kuno dengan Eropa modern

menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Kedua tradisi mewakili akstrem dari

spectrum ada atau tidak adanya rule of law. Kedua masyarakat itu sama-sama mengalami

perubahan-perubahan yang mengarah pada pebanyakan hukum birokratis, tetapi hanya satu

masyarakat yang mengembangkan tatanan hukum yang sesungguhnya. Kebanyakan

peradaban menempati posisi menengah dalam spectrum ini.

Ada dua jenis situasi utama yang dalam hal-hal tertentu mendekati rule of law,

sementara dalam hal-hal lainnya tidak teralalu mendekati. situasi pertama meliputi hukum

agama di India kuno, Islam, dan Yudaisme. Dan yang kedua adalah sejarah hukum Yunani-

Romawi.

1. Hukum agama di India kuno, Islam, dan Yudaisme

Semua system hukum agama ini dipercaya memilki otoritas yang mengatasi

manusia sebagai kehendak dari Tuhan Yang Maha Esa atau sebagai refleksi tatanan

impersonal. Dharmarasta Hindu menerangkan implikasi terhadap pelaksanaan dharma

manusia. Hukium Syari’ah menetapkan perintah-perintah Allah bagi umat manusia. Wahyu

ilani yang ditetapkan lewat ayat-ayat Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Demikian pula

halakhah Yahudi menunjukan tatanan komprehensif bagi kehidupan manusia. Sumber

utama adalah Taurat, wahyu Tuhan diatas Gunung Sinai kepada manusia pilihan-Nya.

Agama India (Hinduisme) turut berperan terhadap konsepsi karakteristik dewa

tertinggi selalu ambivalen. Dalam Islam, Syari’ah adalah hukum universal yang

mencerminkan kehendak Tuhan dan menetapkan kesetaraan diantara umat manusia.

Page 25

Page 26: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Halakhah Yahudi lebih mendekati bentuk tatanan hukum daripada kumpulan hukum agama

lainnya. Asal usul ilahi kitab Taurat memperkuat kepercayaan akan universalisme hukum

agama dan doktrin kitab Injil menekankan kesetaraan hakiki semua bangsa.

2. Varian Yunani-Romawi

Sejarah hukum Yunani dan Romawi menawarkan satu lagi contoh tradisi yang

terletak di antara penolakan Cina kuno dan penerimaan Eropa modern terhadap rule of law.

Factor social disini tidak seperti di Cina, sentralisasi di Yunani tidak pernah cukup kuat

untuk mengendalikan, apalagi menekan konflik kelompok. Menjelang abad ke-7,

kekuasaan raja-raja di sebagian besar wilayah Hellas sudah lama surut ke tangan oligarki

aristokratis. Dari abad ke-7 sampai awal ke-5 SM, perekonomian semakin melibatkan

uang.

“Tirani” menjadi tahap menentukan dalam evolusi tatanan sosial yang relatif

pluralistis. Demikianlah rezim Peisis-tradid di Athena mengadu domba komunitas

pedagang asing dengan golongan Eupatrid. Kadar pluralisme kelompok dan konflik

kelompok yang dicapai tidak pernah cukup memadai untuk mentransformasi masyarakat

itu menjadi masyarakat liberal. Ketika konsep alam berhasil terbentuk, landasan

teologisnya teralalu lambat dan lemah, dengan penguatan social yang yang kelewat kurang

untuk menjadi pengaruh yang signifikan terhadap pengorganisasian.

D. Hukum Sebagai Respons Terhadap Merosotnya Ketertiban

Situasi yang digambarkan oleh pandangan konsensus terhadap tatanan sosial

merupakan dasar bagi hukum interaksional. Adat istiadat tumbuh subur sampai mencapai

tahap ada kesatuan pemahaman dan ideal yang berpadu erat, menyebar luas, saling berkaitan

secara koheren, dengan norma-norma yang konkret dan dipegang teguh. Dalam situasi yang

Page 26

Page 27: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

memunculkan hukum birokratis, penguasa atau kelompok yang berkuasa bisa melihat

masyarakat dari sudut pandang doktrin instrumentalis.

Hukum publik dan hukum positif menjadi sarana untuk memanipulasi relasi sosial

atas nama kebijakan-kebijakan yang sengaja dipilih oleh kelompok yang berkuasa.

Pemisahan Negara dari masyarakat menciptakan wahana institusional untuk kontrol tersebut.

Selama ribuan tahun manusia memandang alam dan masyarakat sebagai perlambang tatanan

suci yang sifatnya hidup sendiri. Bentuk eksistensi dan kesadaran yang benar-benar berbeda

hanya muncul di dalam lingkup sejarah yang relative modern. Setiap upaya solusi terhadap

krisis tatanan tersebut terbatas kemampuannya dalam mengesahkan kesepakatan sosial.

Page 27

Page 28: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

BAB III

HUKUM DAN MODERNITAS PERSPEKTIF MODERNITAS

A. Hukum dan Modernitas Perspektif Modernitas

Unger berpendapat bahwasannya setiap teoritisi sosial klasik bekerja menurut

perspektif modernisasi. Peradaban yang ada merupakan hasil pemisahan revolusioner dengan

peradaban-peradaban pendahulunya, sebuah pemisahan yang benar-benar baru dalam dunia

sejarah.

Para teoritisi modern cenderung menerima gagasan masyarakat modern sebagai

suatu perkumpulan banyak individu yang merdeka, yang sederajat, keselamatan dan

kebebasannya dijamin oleh hukum impersonal. Namun tidak semua menerima teori ini yang

dianggap kabur dan tidak bisa menjelaskan teori modernisme. Wawasan mereka yang

terdalam harus berhubungan dengan proses perubahan bentuk yang dialami

pengorganisasian sosial dan kesadaran sosial melalui konflik dengan satu sama lain.

Perubahan bentuk kehidupan memerlukan banyak penjelasan yang belum terbukti

dan menawarkan pandangan baru mengenai sejarah. Namun hal ini dibantah karena

menyiratkan bahwa tidak adanya keterkaitan antara unsur-unsur peradaban eropa dengan

pasca-renaisance.

Permasalahan yang timbul ahirnya dipelajari terkait relevansinya dengan sejarah

hukum. Semua transformasi hukum memberikan sudut pandang untuk meninjau kemodernan

dari segala sudut.

B. Perbandingan Antara Berbagai Masyarakat : Sebuah Kerangka Pendahuluan

Page 28

Page 29: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Untuk merumuskan analisis dasar sistem pembandingan masyarakat, Unger

membedakan tiga bentuk kehidupan sosial yaitu kehidupan sosial kesukuan, liberal, dan

aristokratis. Dalam hal ini, masyarakat sebagai individu berinteraksi dengan dua konteks

yaitu orang dalam dan orang luar. Kemudian timbul tiga permasalahan lain yaitu :

a. Tentang anatomi kelompok-kelompok tersebut;

b. Berhubungan dengan bentuk ikatan sosial itu sendiri;

c. Kecenderungan masyarakat untuk mendefinisikan hubungan antara pengalaman mereka

yang sebenarnya dengan apa yang seharusnya terjadi, antara kenyataan dan ideal.

Ketika membedakan ragam hukum, Unger mengemukakan bahwa dalam

memahami aspek sosial dalam perilaku manusia secara khusus, tidak bisa berhenti pada

deskripsi dan penjelasan keteraturan faktual. Karakter sejumlah relasi sosial masih dipahami

secara keliru sampai berhasil menjelaskan gagasan atau sentimen kewajiban yang diterapkan

manusia dalam mempengaruhi urusan mereka satu sama lain, saling menghargai maupun

mencela ssesamanya. Studi terhadap ikatan sosial membutuhkan pengetahuan akan jenis-

jenis tatanan normatif yang mengelilingi relasi sosial dengan perintah, lambang dan

kepercayaan. Terkadang tatanan normatif ini disamakan bulat-bulat dengan praktik sosial;

kenyataan dijadikan ideal dan ideal dijadikan kenyataan. Inilah yang kita lihat sudah terjadi

pada hukum adat dan agama-agama imanen. Namun ada kalanya ideal dan kenyataan akan

saling berlawanan, misalnya pada jenis hukum selain adat, dan agama-agama transenden.

Ketiga hal diatas merupakan komponen-komponen terpenting dalam kerangka

studi komparatif mengenai bentuk-bentuk kehidupan sosial diantaranya :

1. Masyarakat kesukuan

Page 29

Page 30: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Sebuah masyarakat yang setiap individu di dalamnya menjadi anggota sejumlah

kelompok signifikan. Jumlah kelompok signifikan sangat kecil, tetapi tiap-tiap kelompok

ini mengisi sebagian besar kehidupan individu. Dengan begitu, aktivitas dalam

kehidupan sosial lainnya dapat dihubungkan dengan aneka ragam kelompok yang

berbeda, dalam masyarakat ini terkonsentrasi pada beberapa badan kolektif. Awalnya

kelompok yang signifikan hanyalah kelompok yang keanggotaannya ditentukan oleh

ikatan kekerabatan, baik yang riil maupun teoritis. Namun pada hampir semua

masyarakat, kelompok-kelompok signifikan lainnya seperti entitas wilayah, juga

memperoleh semacam kebebasan relatif dari kelompok keluarga.

Masyarakat kesukuan tidak mempunyai konsepsi benar atau salah sebagai sesuatu yang

mengatasi dunia alam dan sosial disekeliling mereka. Kesatuan perasaan dan pemikiran

mereka yang terikat erat akan mendorong mereka untuk menyamakan ideal dengan jalan

menolak pengalaman keraguan moral. Karena itulah, hukum, agama, dan seni mereka

pada dasarnya tidak terpisahkan. Bahkan gagasan bahwa alam dan masyarakat itu sendiri

mungkin mengalami perubahan mendasar tetap asing bagi seorang manusia yang belum

pernah memutuskan lingkaran yang nyaris tertutup itu, lingkaran tempat berputarnya

segala sendi kehidupan bersuku.

2. Masyarakat liberal

Masyarakat liberal merupakan lawan dari masyarakat kesukuan. Dalam masyarakat

liberal, setiap individu menjadi anggota sejumlah besar kelompok signifikan, tetapi

masing-masing kelompok hanya mempengaruhi bagian terbatas dari kehidupannya.

Dengan demikian kepribadian terbagi menjadi banyak aktifitas khusus yang terpisah-

pisah atau malah saling bentrok. Sebaliknya pengerucutan ini menyebabkan keseluruhan

pribadi seseorang mulai dipahami dan diperlakukan sebagai kumpulan abstrak

Page 30

Page 31: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

kemampuan yang tidak pernah bertemu bersama pada salah satu konteks kehidupan

berkelompok.

Dalam masyarakat liberal, Pembedaan antara orang dalam dan orang luar tidak lenyap

seluruhnya. Pembedaan itu tetap ada dalam ikatan kedaerahan, ikatan etnis, dan ikatan

nasional serta pembedaan antara lingkungan publik pekerjaan dan kehidupan pribadi

keluarga dan persahabatan. Namun keimpersonalan lingkunagn publik dan karakter

komunitas lingkungan pribadi senantiasa berubah. Pada masyarakat liberal, berkali-kali

hukum solidaritas komunitas diterapkan pada kehidupan publik dengan nama hukum

rimba, sedangkan hukum rimba pun diterapkan pada kehidupan pribadi dengan nama

hukum solidaritas komunitas.

Menurut Unger, ikatan sosial yang tidak lagi mementingkan kesatuan intra kelompok dan

permusuhan antar kelompok adalah asosiasi kepentingan. Asosiasi kepentingan yaitu

seseorang menerima dan mematuhi kerangka berstruktur (menaati peraturan) terkait

urusan timbal balik dengan orang lain itu sebagai sarana untuk mencapai tujuan-

tujuannya sendiri. Sistem ini tidak mampu bergerak sendiri. Sistem tradisional

menyatakan bahwa seseorang yang bermain-main dengan peraturan akan mendapatkan

sanksi, namun teori ini ternyata tidak benar-benar berlaku saat sanksi-sanksi tidak ada

artinya bagi si pelaku.

Bentuk kehidupan berkelompok dan ikatan sosial dimasyarakat liberal, dapat

disimpulkan jenis-jenis kepercayaan yang dikembangkan oleh masyarakat adalah terkait

dengan ideal dan kenyataan.

Bagi masyarakat kesukuan, akal adalah kesadaran akan ideal yang sangat konkret yang

tersimpul dalam realitas. Akal seperti ini menganggap tidak ada bedanya antara yang

sebenarnya dan yang seharusnya atau antara teori dan praktik. Akan tetapi masyarakat

Page 31

Page 32: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

liberal menganut pandangan berbeda hubungan antara ideal dan kenyataan, sehingga

pandangannya tentang ideal dan kenyataan juga berbeda.

3. Masyarakat aristokratis

Masyarakat aristokratis mempunyai ciri yang hampir sama dengan feodal dan oligarkis,

namun pada dasarnya contoh yang paling sempurna tetap standestaat Eropa. Standestaat

merupakan kategori yang khas dalam logika tipe-tipe masyarakat, karena struktur

internalnya berupa gabungan seperti halnya masyarakat kesukuan dan masyarakat liberal

juga merupakan masyarakat terkecil yang tidak bisa dibagi lagi seperti halnya kedua tipe

msyarakat lainnya itu.

Masyarakat liberal cenderung bergerak mendekati universalisme; masyarakat ini

cenderung mempersatukan orang dibawah hukum kesetaraan formal. Masyarakat

kesukuan bersifat partikularistis; ketaklukan individu terhadap kelompoknya dan

kekakuan pembedaan diantara banyak kelompok menenggelamkan pengakuan bahwa

penduduk asli maupun pendatang adalah sama-sama manusia. Masyarakat aristokratis

paling baik dipahami sebagai gabungan universalisme dan partikularisme. Baik kekuatan

maupun kelemahannya berasal dari gabungan ini.

Prinsip utama yang mempersatukan tatanan aristokratis ialah kehormatan. Bukan

solidaritas komunitas atau asosiasi kepentingan. Kehormatan adalah pengakuan dari

orang lain bahwa seseorang memiliki sifat-sifat kebajikan yang lebih, sesuai dengan

status orang tersebut terkait hak dan kewajiban yang menyertai statusnya.

Karena tatanan aristokratis menganut tatanan tunggal yang stabil, berbeda dengan

jenjang status yang banyak dan tidak stabil pada liberalisme, maka lapisan tertingginya,

aristokrasi memainkan peran penting dalam menentukan karakter masyarakat.

Page 32

Page 33: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Setiap tipe masyarakat mempunyai titik pusat ketegangan, cacat tersembunyi dalam

mendefinisikan ikatan sosial sehingga saat cacat tersebut tampak jelas akan

menimbulkan pengambilan bentuk baru. Masyarakat kesukuan menghadapi bahaya

berupa runtuhnya kesatuan nilai-nilai bersama dan menjadi korban konflik kelompok.

Masyarakat liberal rentan dari berbagai implikasi dari sistem statusnya yang tidak stabil

itu. Walaupun setiap kelompok tidak berhak menguasai kelompok yang lain namun

beberapa kelompok sebenarnya lebih besar kekuasaannya daripada kelompok yang lain.

Unger mendeskripsikan masyarakat aristokrasi dengan memperhatikan antara yang ideal

dan yang sebenarnya, kemudian mendekati dengan sudut pandang universalisme dan

partikularisme.

4. Perubahan Sosial

Akar terdalam dari semua perubahan sejarah adalah konflik nyata atau konflik

tersembunyi antara pandangan yang ideal dan pengalaman kenyataan yang

sesungguhnya.

Dalam masyarakat liberal, terdapat banyak konflik dengan berbagai segi yang berbeda

antara yang ideal dan kenyataan sehingga perubahan dalam masyarakat liberal

berlangsung amat cepat dan luas dibandingkan dengan jenis kehidupan sosial lainnya.

Dalam masyarakat aristokratis, hubungan antara ideal dan pengalaman dirasakan lebih

akrab. Sehingga dalam masyarakat ini, dirasakan perubahan bisa berlangsung lebih

lambat dan kurang nyata dari pada perubahan dibawah liberalisme. Sedangkan

perubahan bagi masyarakat kesukuan cenderung tidak bertubi-tubi dan tidak disadari.

C. Hukum dan Masyarakat Aristokratis Eropa

1. Antara Feodalisme Dan Liberalisme

Page 33

Page 34: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Umumnya tipe masyarakat Eropa yang berlangsung sesudah tatanan feodal, tetapi

sebelumnya negara liberal, disebut sebagai masyarakat golongan (sosiety of estate) atau

standestaat. Baik feodalisme abad pertengahan maupun standestaat dapat dianggap

sebagai spesies masyarakat aristokratis, tetapi standestaat-lah yang langsung melahirkan

liberalisme dibarat. Untuk mendefinisikan kedudukan standaestaat dalam kategori tatanan

aristokratis yang lebih luas yaitu dengan mengingat karakteristik umum yang

mengutamakan pengaturan kekuasaan yaitu terdapat dua kesenjangan sosial yaitu antara

elite dan rakyat; Golongan-golongan yang menyusun elit tersebut bergerak menurut

kelompoknya sendiri (tipikal milik masyarakat aristokratis); dan terdapat upaya untuk

saling menjinakkan dan pelanggaran antara perdagangan dan birokratis terhadap hierarki

status tradisional.

Dari ketiga krakteristik tersebut, karakter pertama mengaitkan masyarakat

golongan dengan feodalisme, karakter ketiga dengan liberalisme dan masyarakat kedua

menggambarkan sifat institusionalisnya yang khas dan menentukan tempatnya yang

istimewa didalam genus tatanan aristokratis. Hintze menunjukkan bahwa ciri khas

standestaat adalah pengaturan golongan secara berkelompok yang memiliki dua bentuk

sebagai ciri institusional standestaat, yang akhirnya Unger mengatakan bahwa halk

tersebut sebagai sifat masyarakat aristokratis secara umum, yaitu :

a. Bikameral yaitu adanya majelis tinggi dan majelis rendah

b. Tripartit yaitu adanya tiga golongan (bangsawan, pendeta, dan profesional)

menjadi badan-badan dari perangkat prerogatif legislatif, administratif, dan

peradilan permanen.

c. Hukum pada standestaat

2. Hukum birokratis mencakup dua unsur yaitu :

Page 34

Page 35: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

a. Alam duniawi berisi perintah-perintah berdasarkan kebijaksanaan.

b. Wilayah dalam kehidupan sosial yang kebal terhadap penguasa dan tunduk semata-

mata terhadap suatu tatanan yang suprapositif dan suci.

Kontras antara dua wajah hukum praliberal ini ditekankan oleh perbedaan

tradisional antara polizeisache (urusan-urusan yang menjadi wilayah kompetensi raja)

dengan justizsache (urusan-urusan yang menyangkut privilese dan kewajiban golongan di

bidang itu).

Berdasarkan perkembangan yang ada ahirnya hukum prerogatif golongan mulai

memperoleh sifat publik dan positif tanpa sepenuhnya kehilangan identitas semula.

Hukum tetap dianggap sebagai sesuatu yang lebih tinggi dan tidak dapat diusik lagi.

Hukum previlese menjadi inti dari hukum konstitusional Eropa modern sampai kaum

revolusionis Prancis menegaskan kedaulatan rakyat sebagai hal yang tertinggi. Namun

tetap saja dalam suatu permasalah itu pasti ada perbedaan sehingga ada juga yang

menerapkan sentralisasi atau otonomi.

Absolutisme birokratis dan konstitusionalisme parlementer adalah dua jalur transisi

utama dari masyarakat golongan menuju masyarakat liberal. Dalam standestaat, raja

tidak punya pilihan kecuali menegakkan rule of law. Ahirnya rul of law modern muncul

dari proses bersisi dua, yaitu ketika hukum maklumat resmi memperoleh tambahan

generalitas dan otonomi, dan hukum privilese golongan menjadi publik dan positif.

D. Masyarakat Liberal dan Hukumnya

1. Konsesus

Page 35

Page 36: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Yang dimaksud konsesus dalam pembahasan ini adalah situasi konsesus dalam

masyarakat liberal. Bahasan ini merupakan pijakan awal untuk mengungkapkan paradoks-

paradoks (pertentangan makna) utama dalam sebuah ideologi yang dominan.

Kesadaran dan eksistensi pada masyarakat liberal didasarkan pada interdependensi di

antara 3 faktor :

a. Semakin bertambahnya jumlah kelompok signifikan seiring dengan mengurangnya

wilayah kehidupan individu yang didominasi oleh tiap-tiap kelompok.

b. Sirnanya perbedaan mencolok antara orang dalam dan orang luar. Tatanan sosial

menjadi asosiasi kepentingan yang memanfaatkan kebudayaan manusia akan

persetujuan satu sama lainnya.

c. Ideal-ideal yang ternyata bertentangan dengan kenyataan.

Universalisme masyarakat liberal memang berhasil menjadikan manusia bisa

berbagi beberapa tujuan dan kepentingan, tetapi tidak bisa menjadikan kelompok mereka

sebagai komunitas.

Meskipun demikian, dalam masyarakat liberal masih terdapat kekuatan-kekuatan

yang menjalankan kesepakatan moral jika dibandingkan dengan masyarakat aristokratis.

Dan jika dibandingkan dengan masyarakat kesukuan masyarakat liberal lebih cenderung

menciptakan keseragaman keinginan dan prasangka universal dan lebih terbuka tehadap

perselisihan terus menerus daripada masyarakat kesukuan.

Dari jabaran komparasi antara masyarakat liberal dengan masyarakat aristokrasi

dan masyarakat kesukuan diatas timbullah suatu teka-teki yaitu bagaimana mungkin ada

konsesus tanpa otoritas (otoritas; aristokratis), stabilitas tanpa kepercayaan (kepercayaan;

kesukuan), dan juga tatanan tanpa adanya pembenaran (pembenaran adat sebagai sesuatu

yang suci; kesukuan).

Page 36

Page 37: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Untuk memahami posisi hukum dan negara dalam masyarakat liberal, kita harus

memecahkan teka-teki ini. Untuk memecahkannya maka kita beralih fokus penelitian dari

konsesus menuju hierarki.

2. Hierarki

Pembahasan dilanjutkan ke asal-usul paradoks-paradoks yang telah diterangkan

dalam pembahasan sebelumnya dalam sebentuk hierarki yang khas.

Urutan status (rank order) distribusi kelompok-kelompok sosial secara hierarkis

dalam hal aksesnya terhadap kekayaan, kekuasaan dan pengetahuan.

Ada 2 bentuk urutan status dalam sebuah masyarakat :

a. Ranking yang bersifat tertutup dan inklusif. Sifat tertutup berhubungan dengan

stabilitas kedudukan yang dimiliki masing-masing anggota. Sifat inklusif

menggambarkan pentingnya kedudukan tersebut dalam menentukan kedudukan

sosial individu. Kedua sifat ini saling mendukung. Sifat ini terjadi dalam

masyarakat aristokratis.

b. Ranking yang bersifat terbuka dan parsial. Sifat terbuka mengacu pada kemudahan

individu untuk berganti tempat dalam urutan status. Sifat parsial menggambarkan

banyaknya sistem kedudukan yang berbeda-beda. Kedua sifat ini terjadi pada

masyarakat liberal.

Dari penjabaran urutan status diatas, selanjutnya Unger memfokuskan

bahasannya pada masyarakat liberal dengan ranking yang bersifat terbuka dan parsial.

Urutan status masyarakat liberal lebih berpeluang menciptakan situasi yang tidak tetap

dan berubah-ubah, yang pada akhirnya tidak memiliki dasar apapun dalam katagori

masalahnya.

Page 37

Page 38: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Dalam struktur masyarakat modern (liberal), kecintaan pada kesetaraan akan

semakin memperbesar penyetaraan keadaan. Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk

manemukan dasar bagi penggunaan kekuasaan yang sah dan wewenang. Kecenderungan

budaya masyarakat modern untuk mengkritik kepercayaan atau ideal dengan cara

mengungkapkan bahwa kepercayaan atau ideal tersebut berasal dari kekuasaan politik

atau kekuasaan personal mengakibatkan pelemahan pada legitimasi urutan kedudukan

atau hierarki yang telah mapan.

Kekuasaan masyarakat liberal adalah sistem yang lambat laun tidak mampu

mempertahankan kekuasaannya. Sifat-sifatnya sendiri yang telah menghancurkan

legitimasinya dimata para penguasa dan yang dikuasai. Semua ini menimbulkan

sketisisme moral yang mendorong rasa putus asa untuk menerima tatanan yang telah ada

atau tanpa tujuan berganti-ganti pola dari satu ketidakadilan ke ketidakadilan yang lain.

3. Hukum dan negara

Dalam pembahasan sebelumnya telah menyinggung tentang rule of law yang

dicirikan oleh komitmennya kepada generalitas dan otonomi. Kemudian dalam bahasan

hukum dan negara ini, penulis bermaksud membedakan antara konsepsi rule of law yang

lebih bebas yaitu yang merupakan respons dominan yang khas terhadap situasi liberal

dengan konsepsi rule of law yang lebih sempit yang hanya muncul dalam situasi-situasi

yang khusus.

Rule of law disini berusaha untuk memisahkan antara politik dan hukum atau

bertujuan pada obyektifitas hukum sehingga hukum bersifat netral, seragam dan dapat

diprediksikan. Dari sini muncul asumsi dua asumsi, yaitu :

a. Bahwa jenis kekuasaan yang paling signifikan dapat dikonsentrasikan di

pemerintah. Selama hierarki kelas atauu hierarki peran di masyarakat tidak bisa

Page 38

Page 39: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

mempengaruhi kebebasan-kebebasan individu tersebut, maka masalah kedudukan

yang tidak pada tempatnya masih bisa dikendalikan.

b. Ideal rule of law ialah bahwa kekuasaan dapat dibatasi secara efektif oleh

peraturan, entah peraturan itu bertindak sebagai batasan-batasan terhadap

administrasi atau sebagai hakikat pilihan dalam ajukasi.

Kedua asumsi diatas tidak sepenuhnya benar. Karena dalam masyarakat liberal

tidak semua kekuasaan yang signifikan diserahkan kepada pemerintah. Bahkan, hierarki-

hierarki yang paling langsung mempengaruhi situasi individu secara mendalam adalah

hierarki dalam keluarga, tempat kerja dan pasar. Dan juga metode pembuatan hukum di

masyarakat liberal tidak bisa dianggap benar-benar netral.

Alasan-alasan yang menyebabkan gagalnya upaya untuk menjamin

keimpersonalan (kenetralan) kekuasaan ini adalah adanya urutan status yang relatif

terbuka dan parsial juga disintegrasi (kekacauan) konsesus yang menyertainya.

Negara, suatu pengawas konflik sosial yang dianggap netral, selamanya terjebak

dalam pertentangan kepentingan-kepentingan pribadi dan dijadikan alat salah satu faksi.

Hal ini semakin membuktikan adanya gap antara visi tentang ideal dengan kenyataan

yang sesungguhnya dialami.

4. Hukum, birokrasi dan liberalisme: Jerman sebagai contoh

Kesimpulan sejarah negara Jerman tentang hukum masyarakat liberal :

a. Rechtsstaat adalah pengejawantahan kompromi antara kedaulatan negara dan

tatanan kelompok masyarakat golongan. Hal yang sama juga menimpa rule of law

di Inggris dengan kadar yang lebih rendah. Kasus Jerman menyiratkan bahwa

birokrasi sebagai “kelas universal”, berpeluang besar untuk memainkan peran

Page 39

Page 40: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

krusial dalam penciptaan liberalisme nondemokratis, yang membatasi golongan

lain dengan formalisme peraturan.

b. Kesimpulan kedua dari kasus Jerman terkait dengan hubungan tatanan hukum

dengan otoritarianisme. Komitmen pada generalitas dan otonomi dalam hukum,

serta pembedaan antara legislasi, administrasi dan ajudikasi semata-mata, tidak

memiliki signifikansi demokratis yang inheren (bersatu padu). Komitmen pada

kedua hal tersebut dapat membantu memajukan monopoli kekuasaan Oligarki atau

diktator.

c. Yang terakhir, sejarah Jerman mengilustrasikan dengan jelas, dilema yang

dihadapkan ideal legalitas bagi kaum Proletar (kaum awam, miskin) disebuah

negara yang kelas-kelas pekerjanya tidak memegang kendali secara efektif. Kaum

Proletar bertindak sebagai pengimbang kelompok-kelompok kepentingan Oligarki

(pemerintahan kaum elite) setampat dan diseluruh negeri. Sedangkan perlakuan

yang sama oleh lembaga yudikatif semakin memperparah ketidaksetaraan antara

kaum Proletar dan kaum elite.

E. Disintegrasi Rule Of Law di Masyarakat Pasca Liberal

1. Masyarakat pascaliberal

Karakteritik pada masyarakat-masyarakat pascaliberal meruntuhkan rule of law

dan memperkuat kecenderungan terhadap kepercayaan dan pengorganisasian yang pada

akhirnya melemahkan kepercayaan pada peraturan publik dan positif sebagai dasar

tatanan sosial. kecenderungan ini menyebabkan kajian pandangan terhadap situasi dan

prospek masyarakat liberal. Ada dua perangkat ciri yang biasa tampak pada bentuk

kehidupan sosial yang baru ini yaitu :

Page 40

Page 41: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

a. Perangkat ciri yang pertama mengacu pada intervensi pemerintah dalam wilayah-

wilayah yang sebelumnya dianggap berada di luar lingkup tindakan negara yang

sepantasnya.

b. Perangkat ciri lain yang menonjol dari masyarakat pascaliberal adalah sisi kebalikan

dari peristiwa-peristiwa yang baru saja dipaparkan: perkiraan bertahap yang

dilakukan negara dan masyarakat tentang wilayah publik dan wilayah pribadi.

2. Negara kesejahteraan dan turunnya pamor rule of law

Perkembangan negara kesejahteraan mempengaruhi tatanan hukum masyarakat

liberal dalam bermacam-macam cara, tetapi ada dua pengaruh langsung yang secara

khusus tampak sangat signifikan yaitu :

a. Meluasnya penggunaan standar-standar yang lentur dan klausul-klausul umum

dalam legislasi, administrasi dan ajudikasi.

b. Perubahan dari gaya penalaran hukum formalitas ke gaya penalaran hukum yang

berorientasi pada kebijakan, dan perubahan dari perhatian pada kesetaraan formal ke

perhatian pada kesetaraan prosedural atau kesetaraan subtantif.

3. Negara korporat dan ancaman terhadap hukum publik dan hukum positf

Dampak kecenderungan korporatis masyarakat pasca liberal terhadap hukum

akan lebih dramatis daripada kecenderungan yang dipunyai negara kesejahteraan. Kalau

kecenderungan negara kesejahteraan turut menyumbangkan disintegrasi rule of law, maka

kecenderungan korporatis masyarakat liberal akhirnya melawan gejala hukum birokratis

yang lebih mendasar dan lebih universal: hukum publik dan hukum positif.

Pengaruh paling nyata yang dimiliki korporatisme terhadap hukum adalah

kontribusinya bagi perkembangan hukum, maka hukum administratif, korporat dan

Page 41

Page 42: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

perburuhan melebur menjadi satu kumpulan hukum sosial. Pada saat yang sama akan sulit

dibedakan antara tindakan negara dan perilaku pribadi.

4. Formalitas, keadilan dan solidaritas

a. Legalitas sebagai formalitas.

Dalam pengertian paling umum, formalitas berarti tanda-tanda yang membedakan

sebuah sistem hukum : pengupayaan hukum yang general, otonom, publik dan

positif yang membatasi walaupun tidak sepenuhnya apa yang boleh dilakukan

seorang pejabat atau seorang pribadi.

Sistem peraturan bersifat formal sepanjang sistem tersebut mengizinkan penafsir

resmi atau tak resmi membenarkan keputusan-keputusanya dengan mengacu pada

peraturan itu sendiri dan ada tidaknya fakta yang dinyatakan oleh peraturan tersebut,

tanpa memedulikan argumen keadilan atau kemanfaatan lainnya.

Seorang formalis memandang keadilan itu tidak ada bentuknya sebab keadilan tidak

dapat dikodifikasikan sebagai sistem peraturan, dan tidak dapat dikatakan tiranis

karena semua pertimbangan moral bersifat subjektif, meskipun pertimbangan-

pertimbangan itu dimiliki barsama secara luas.

b. Formalitas dan keadilan.

Lawan bagi justifikasi oleh peraturan adalah keadilan, pengertian keadilan intuitif

dalam kasus tertentu. Formalisme menganggap bahwa keadilan hanya bisa

melunakkan konsekuensi formalisme yang tampaknya keras tak tertahankan

mengingat gagasan-gagasan moral yang berkuasa.

Semakin banyak keadilan yang dikorbankan demi logika peraturan, semakin lebar

jarak antara hukum pemerintah dan sentimen awam akan kebenaran. Akibatnya,

Page 42

Page 43: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

hukum kehilangan kejernihannya, juga legitimasinya di mata orang awam; orang

awam mengenal hukum sebagai catur alat ajaib yang digunakan oleh golongan

terhormat.

c. Formalitas dan solidaritas.

Tatanan hukum memberikan hak dan kewajiban; semakin formal tatanan hukum,

semakin besar kemungkinan tiap hak akan diperlakukan sebagai suatu kekuasaan

yang akan dilaksanakan sesuai kehandak pemegang kekuasaan itu.

Baik sisi formalitas individualis maupun sisi formalitas kolektivitas tidak memenuhi

tuntutan solidaritas, karena ideal solidaritas mengisyaratkan seseorang tidak boleh

memanfaatkan wewenangnya yang sah untuk mengejar tujuan-tujuannya sendiri

tanpa menghiraukan dampak yang diakibatkannya bagi orang lain.

5. Tujuan dan standar.

Tatanan hukum sebagai sistem formalitas menghadapi 2 masalah besar yaitu :

a. Perjuangan untuk keluar dari dilema kesewenang-wenangan dan formalisme

membabi buta

b. Upaya untuk menciptakan antara legalitas dan moralitas dengan menolak ekstrem-

ekstrem individulisme dan kolektivisme serta menyediakan ruang yang lebih lapang

di dalam hukum bagi nilai-nilai solidaritas

Praktisi hukum menganggap hukum sebagai sistem peraturan yang sudah jelas

dengan makna yang dikendalikanoleh tujuan-tujuan yang bermanfaat yang harus

dihubungkan oleh para pengguna hukum dengan peraturan-peraturan itu.

Page 43

Page 44: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Dengan cara itu praktisi hukum berharap dapat menguasai ketegangan antara

formalitas dan keadilan serta menghindari akibat-akibat yang tidak menyenangkan dalam

sebagian besar kasus.

6. Keadilan, solidaritas, dan dominasi: peran kedilan subtantif.

Ada 4 dalil yang memperjelas hubungan saling terkait antara keadilan atau

solidaritas di satu sisi dengan dominasi di sisi lain yaitu :

a. Persoalan keadilan dan solidaritas lebih umum daripada persoalan dominasi.

b. Memang benar bahwa berbagai upaya untuk mempraktikan keadilan dan solidaritas

pasti kacau, atau bahkan gagal dengan sendirinya karena persoalan mendasar

kekuasaan yang tidak pada tempatnya, belum juga terselesaikan.

c. Kompromi antara keadilan formal dan keadilan substantif yang ditunjukkan oleh

keadaan prosedural tidak sesuai dengan pemulihan reputasi ideal-ideal hukum

keadilan dan komunitarian atau tidak sesuai dengan pengurangan dominasi.

d. Penentu utama bagi progres keadilan dan solidaritas dalam hukum adalah

penghancuran hubungan ketergantungan dan dominasi.

7. Lunturnya legalitas : sejarah Jerman pun berlanjut

Lunturnya legalitas, menyebabkan sejumlah klausul umum mendadak naik

derajat menjadi yang utama. Kalangan kritikus menyatakan bahwa kecenderungan ini

akan melemahkan tatanan hukum dengan jalan memaksa pengadilan agar memberikan

keputusan-keputusan yang sangat personal; bahwa kecenderungan itu akan membuat

lingkup peraturan hukum menjadi tidak pasti dengan mengatasnamakan keadilan.

Page 44

Page 45: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Kasus Jerman memperlihatkan banyaknya ancaman bagi kebebasan yang muncul

dengan lunturnya tatanan hukum, juga tingginya resiko yang dijalani cendekiawan kritis

saat mengecam gagasan hukum positif atas nama gagasan komunitas yang memerintah

sendiri.

F. Disintegrasi Rule Of Law Di Masyarakat Pasca Liberal

Kecenderungan komunitarian, korporatis dan kesejahteraan yang terungkapkan

selama evolusi hukum bergabung mengubah masing-masing unsur dasar masyarakat liberal.

Ketika masyarakat mengalami transformasi sesuai pola korporatis dan menerima kebenaran

aspirasi-aspirasi komunitarian, kelompok-kelompok signifikan yang memberikan nyawa

bagi hidup individu semakin berkurang jumlahnya dan semakin penting artinya.

Karena hierarki mengalami transformasi dan kondisi komunitas bergerak maju

dalam masyarakat liberal, semakin besar peluangnya bahwa hubungan-hubungan personal

yang tidak diatur dengan peraturan yang bersifat tidak subordinatif. Setidaknya asosiasi

kepentingan bisa secara parsial digantikan oleh tujuan bersama sebagai prinsip pembangkit

tatanan sosial. kehancuran hukum positif, publik, otonom dan general mengiringi dan

mengungkapkan metamorfosis ini.

Page 45

Page 46: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

BAB IV

MENINJAU KEMBALI PROBLEMATIKA TEORI SOSIAL

A. Meninjau Kembali Problematika Teori Sosial

Dengan mengingat kembali apa yang telah diketahui dari kajian sosial hukum,

sekarang tiba saatnya meninjau kembali masalah-masalah yang sudah disinggung di awal

buku ini. Bab-bab sebelumnya telah memperlihatkan, dan telah ditegaskan kembali oleh bab

ini, bahwa masalah metode, tatanan, dan kemodernan itu berhubungan erat. Solusi lengkap

terhadap masalah salah satu dari masalah-masalah itu mensyaratkan solusi terhadap masalah-

masalah yang lain.

B. Masalah Metode

Seperti terungkapkan dalam bagian pertama buku ini, masalah metode mencakup

empat hal pokok: kemungkinan bagi sebuah alternatif terhadap logika dan sebab-akibat,

yang mampu mengatasi ketidaklayakan rasionalisme maupun historisisme; hubungan antara

metode yang ketiga ini dengan kausalitas; hubungan antara makna suatu tindakan bagi

Page 46

Page 47: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

pelakunya dengan makna tindakan itu bagi pengamat; dan hubungan teori sistematis dengan

pemahaman sejarah.

Kajian sosial terhadap hukum memiliki signifikansi khusus karena pandangan

situasi metodologis pemikiran modern. Kita dikacaukan oleh hubungan antara tindakan dan

keyakinan, terutama ketika keyakinan mengandung aspek normatif yang nyata. Hukum kita

tampil sebagai seperangkat peraturan yang menentukan bagaimana seharusnya manusia

berperilaku, bukan menjelaskan bagaimana seharusnya perilaku manusia itu.

Metode makna umum mendefinisikan kembali istilah perdebatan dengan

memandang satuan terkecil dalam kajian sosial sebagai persesuaian tertentu antara

kepercayaan dan perilaku, Persesuaian ini disebut makna. Kejelasan perilaku manusia

mensyaratkan bahwa tindakan bisa dipahami dengan mengacu pada gagasan tentang tujuan

yang dikejar individu dan kondisi yang mendukung atau menghalangi pencapaian tujuan itu.

Perilaku manusia bisa dimaklumi khusunya dalam bahasa sosial hanya jika kita mampu

mengerti mengapa dia berlaku demikian pada situasi yang demikian, mempertimbangkan

kemampuan yang dimilikinya tentang tujuan yang ingin dicapainya, juga tentang keadaan-

keadaan yang membuatnya harus berbuat demikian. Perilaku juga bisa digambarkan dan

dijelaskan dengan ungkapan yang murni fisik. Cara yang lebih tepat untuk menerangkan hal

ini ialah bahwa tindakan manusia selalu berasal dari kepercayaan.

Masalah pada hipotesis bahwa tindakan berasal dari kepercayaan berhubungan

dengan implikasi-implikasinya terhadap kemungkinan kebohongan, kesadaran yang keliru,

dan perilaku tak sadar. Ada ancaman bahwa penekanan pada kedekatan hubungan antara

perilaku dengan kesadaran akan dianggap memiliki arti bahwa apa pun yang orang pikirkan

atau katakan tentang perbuatannya berarti itulah yang sebenarnya dilakukannya.

Jadi metode interpretatif demikian tidak menyamakan kepercayaan yang diucapkan

dengan kepercayaan yang sebenarnya. Sebaliknya, metode interpretatif mempergunakan

Page 47

Page 48: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

tiap-tiap kepercayaan sebagai konteks untuk memahami kepercayaan yang lain. Jadi, kita

juga memberikan makna pada perilaku dengan asumsi bahwa si pelaku mungkin menganut

pemahaman yang keliru tentang keadaan dan dampak perbuatannya. Terakhir, memang

benar ada tindakan-tindakan yang benar-benar tidak disengaja atau tidak dipikirkan lebih

dulu dengan matang. Dan semua tindakan kemungkinan hanya setengah saja yang

mengandung unsur kesengajaan atau pertimbangan.

Barang kali muncul pertanyaan apakah pemberian makna itu selalu berseberangan

dengan gagasan tradisional kausalitas. Tujuan-tujuan pilihan yang diambil boleh dianggap

sebagai sebab primer, dan keadaan yang mendasari pilihan itu boleh dianggap sebagai sebab

atau kondisi yang melatarbelakangi. Namun, tetap akan ada batasan penting terhadap

penggunaan kausalitas.

Ketidaktepatan penyamaan metode makna umum dengan penjelasan kausal

menjadi semakin jelas ketika kita berdalih dari dua dimensi metode interpretatif, dari

kedekatan perilaku dan pengalaman menjadi cara berkumpulnya gejala sosial menjadi

kesatuan-kesatuan yang mempunyai makna. Dua bentuk utama gejala sosial adalah

perbedaan fungsional dan persamaan. Perbedaan fungsional muncul ketika gejala-gejala

yang berimplikasi khusus untuk wilayah kehidupan sosial yang berlainan, Persamaan

muncul ketika beberapa fakta sosial berubah menjadi implikasi-implikasi yang analog bagi

kepercayaan dan perilaku.

Setiap bentuk kehidupan sosial yang dibicarakan dalam buku ini, masyarakat

kesukuan, masyarakat aristokratis, dan masyarakat liberal adalah satu kesatuan bermakna

dari jenis yang paling komprehensif. Masing-masing menambahkan satu modus eksistensi

manusia secara utuh. Dan bagi tiap bentuk-bentuk kehidupan sosial tersebut, hukum

berperan krusial dalam mengungkapkan dan menentukan hubungan kepercayaan dan

pengorganisasiannya.

Page 48

Page 49: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Dalam buku ni, meskipun metode makna umum sudah digambarkan dengan

singkat, namun belum dijelaskan hubungannya dengan penjelasan kausal. Tentu saja metode

ini tidak membebaskan untuk memperlihatkan bagaimana dan mengapa satu kejadian atau

kesatuan bermakna terjadi mengikuti kejadian atau kesatuan bermakna lainnya. Jawaban

yang dangkal terhadap pertanyaan ini ialah metode makna umum berorientasi pada deskripsi,

sedangkan kausalitas menjadi alat bagi eksplanasi.

Kendati penjelasan kausal dan penjelasan interpretatif berbeda, keduanya juga

saling tumpang tindih. Di satu sisi, aktivitas purposif terungkapkan lewat manipulasi

pernyataan-pernyataan kausal: sarana yang dipilih pelaku guna mewujudkan tujuan-

tujuannya dimaksudkan untuk menyebabkan tercapainya tujuan-tujuan lain. Di sisi lain,

dalam membuat penilaian tentang peristiwa sejarah, kita biasanya harus membedakan sebab

primer dengan sebab sekunder, atau antara sebab dengan kondisi yang menjadi latar

belakang. Tidak semua hal dalam masyarakat yang bisa dijelaskan secara kausal juga bisa

ditafsirkan secara bermakna. Aktivitas manusia di dalam masyarakat banyak yang

tersembunyi dari pemahaman sosial atau pemahaman manusia.

Relatif terbatasnya kisaran mode interpretasi terletak pada dualisme watak dasar

manusia. Manusia adalah kesadaran yang sanggup memiliki intensionalitas, tetapi manusia

juga hidup di dunia fisik. Walaupun maksudnya meresapi sebagian aspek situasinya, maksud

tersebut tidak pernah mencapai semua aspek. Komunikasi di antara perseorangan

mensyaratkan dua hal. Prasyarat pertama, komunikan sebagai anggota-anggota spesies yang

sama memiliki jenis wujud lahiriah atau batin yang sama. Prasyarat yang kedua, potensi atau

persamaan tersembunyi ini diaktualisasikan lewat seperangkat pengalaman, pemahaman dan

nilai yang sama.

Tuntutan objektivitas dan subjektivitas dapat terpenuhi selama terwujud kesatuan

universal aktual antara pengalaman, pemahaman dan nilai. Semakin rapuh hubungan

Page 49

Page 50: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

diantara ketiganya dengan masyarakat yang kita pelajari, semakin kita tidak mampu

memperoleh pengetahuan subjektif terkait masyarakat itu, untuk menerapkan penjelasan

interpretative atasnya. Alat krusial bagi pengakuran pemahaman sejarah yang sistematis

adalah tipe. Tipe adalah suatu kesatuan bermakna, dan kesatuan unsur-unsurnya adalah

kesatuan makna. Karena itu dasar atau pembenaran bagi metode tipologi ini adalah

kecenderungan gejala-gejala sosial untuk berkumpul menjadi kesatuan-kesatuan bermakna.

Namun kecenderungan tersebut tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana kita bisa

merumuskan teori-teori yang memperbandingkan banyak kehidupan social, juga tidak bisa

memberikan pedoman nyata tentang tingkat abstraksi yang bisa menghasilkan pernyataan-

pernyataan teoritis. Untuk menangani persoalan-persoalan tersebut harus kembali pada

gagasan metafisis, kesatuan watak dasar manusia, lalu mengembangkannya.

Dalam menafsirkan watak dasar manusia, setiap bentuk kehidupan sosial

mengubah definisi dan wujud kemanusiaan. Sehingga peluang dan hambatan yang dihadapi

masyarakat pascaliberal, tradisionalistis, dan masyarakat sosialis revolusioner (bukan hanya

menyajikan pertentangan antara individulitas dan sosiabilitas, kebebasan dan kesatuan,

dengan cara yang lebih tajam dan cermat, tetapi juga menyediakan kekayaan sarana jasmani

dan rohani yang belum ada sebelumnya guna menyelesaikan kembali masalah itu) berbeda

dengan peluang dan hambatan yang dihadapai masyarakat sebelumnya.

Pandangan tentang hubungan antara bentuk-bentuk kehidupan sosial dan watak

dasar manusia didasarkan pada dua gagasan utama yang muncul bertentangan. Gagasan

pertama menyatakan sumber masalah itu terbatas dan ada banyak peluang bagi pergaulan

manusia. Gagasan kedua menyatakan bahwa sumber masalah itu terbatas memungkinkan

adanya teori komprehensif dan perbandingan universal.

Cara untuk mengakurkan dua gagasan yang sama-sama penting ini adalah dengan

memahami watak dasar manusia sebagai satu entitas yang terwujudkan dalam bentuk-bentuk

Page 50

Page 51: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

khusus kehidupan social, tetapi tidak pernah lekang karenanya. Seluruh konsepsi kita tentang

akal tetap berlandaskan pada gagasan hal-hal universal (watak dasar manusia terhadap

hubungan seseorang dengan alam, dengan sesamanya, dan dengan dirinya sendiri) sebagai

generalisasi abstrak dari hal-hal yang khusus (bentuk kehidupan social dan kepribadian

individu yang mewakili dan membangun kemanusiaan). Doktin hal-hal universal dan hal-hal

khusus, menunjukkan batas-batas sejauh mana masalah keabstrakan tipe-tipe kehidupan

social bisa diselesaikan, lalu menuju masalah teori sistemtis dan historiografi. Tipe yang

terakhir adalah watak dasar manusia sendiri.

Jika dilihat dari teoritisi sosial yang bisa membuat suatu tipologi menjadi jauh lebih

konkret tanpa merusak kekhasannya, masalah abstraksi dan kekonkretan dalam kajian sosial

memperoleh aspek baru. Jadi kita tahu bahwa sebagaimana dilema subjektivitas dan

objektivitas yang membutuhkan resolusi politik, persekutuan pemikiran penggeneralisasi dan

historiografi mensyaratkan perubahan pada gagasan filosofis kita. Untuk menebus

kegagalannya sendiri, teori social wajib menjangkau di luar dirinya sendiri sampai ke ilmu

politik dan metafisika.

C. Masalah Tatanan Sosial

Dalam kondisi social saat ini, ada 2 hal yang tampak nyata untuk mendekati

persoalan pemersatu masyarakat. Pertama, mencari konsepsi umum tentang ikatan social

yang mempersatukan doktrin legitimasi dan doktrin instrumentalisme. Kedua, melepaskan

pencarian hipotesis komprehensif karena tidak berguna, lalu mencoba mencari tahu keadaan-

keadaan yang paling cocok untuk menerapkan masing-masing deskripsi teori sosial.

Pandangan yang muncul dari esai ini, terletak diantara kedua solusi tersebut.

Pandangan yang menegaskan bahwa tidak ada masyarakat yang berhasil menyelesaikan

Page 51

Page 52: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

masalah tatanannya sendiri sampai masyarakat tersebut berhasil mempertemukan tuntutan-

tuntutan manusia digambarkan oleh kedua doktrin tersebut.

Doktrin legitimasi berlaku dengan kekuatan khusus pada bentuk kehidupan social

(masyarakat kesukuan), dan lebih umunya, pada semua jenis komunitas berhierarki. Doktrin

ini paling lazim dalam lingkungan social hukum adat. Doktrin kepentingan pribadi

(instrumentalisme) mengalami kesulitan dalam menerangkan stabilitas dan kesatuan. Jadi,

dalam masyarakat liberalpun, setiap kesepakatan kolektif pada akhirnya dirasa rapuh dan

tidak sah.

Krisis tatanan sosial menjadi subjek sadar perhatian manusia setiap kali konsensus

gagal atau kehilangan kemampuannya untuk menuntut kesetiaan, sebab kemudian nyatalah

bahwa adat bahkan tidak sanggup menjadi pengganti naluri. Hukum birokratis maupun

tatanan hukum tidak mampu membatalkan krisis ini. Kedua varian utama kehidupan sosial

ini, masing-masing dengan doktrin tatanan yang menopangnya, memperoleh daya hidup dari

aspek mendasar dalam watak dasar manusia. Alasan utama mengapa tidak ada masyarakat

yang sanggup memecahkan masalah tatanan dengan mengandalkan salah satu dari dua aspek

kepribadian ini adalah karena dari dua sifat kemanusiaan itu, tidak ada satupun yang bisa

ditetapkan dengan sepenuh-penuhnya.

Dalam situasi imajiner ini, secara teori, kontroversi antara doktrin instrumentalisme

dan legitimasi akan kehilangan makna, tetapi hanya kontoversi itu akan teratasi secara

praktik. Bahkan karena kemampuan kita yang terbatas dalam menguniversalkan pengalaman

komunitas, kita tidak bisa menunjukkan bahwa sintesis ini akan atau bisa benar-benar

terecapai. Karena itulah tidak ada jaminan bahwa persoalan teoritis tatanan social ini akan

benar-benar terjawab.

Ada 2 kesimpulan dalam jenis analisis ini yang perlu dikedepankan. Pertama,

memang ada hubungan antara kejelasan suatu masyarakat dengan kesempurnaannya.

Page 52

Page 53: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

Masyarakat yang mengorbankan salah satu sisi dalam dilemma tatanan social ini yang lain

akan terjerumus dalam salah satu doktrin tatanan social yang parsial. Kedua, masalah teoritis

tatanan, seperti masalah metode, juga merupakan masalah politik. Batas-batas solusinya

sama dengan batas-batas politik itu sendiri.

D. Masalah Kemoderenan

Pendekatan dengan memahami watak kemodernan yang paling dasar memaksa kita

untuk menolak 2 interpretasi terpopuler tentang masyarakat modern. Salah satunya, dengan

gaya pemikiran politik liberal, menyatakan bahwa masyarakat adalah perkumpulan individu

yang memiliki tujuan saling bertentangan yang keamanan dan kebebasannya dijamin oleh

rule of law. Interpretasi yang lainnya menganggap masyarakat sebagai susunan kelompok,

khususnya susunan kelas, dominasi yang karakter sejatinya masih tersembunyi, belum

terungkapkan oleh ideologi yang berkuasa. Interpretasi yang pertama menganggap remeh

kesadaran; interpretasi yang kedua mengabaikannya. Sebaliknya, inti dari pendekatan

terhadap masyarakat liberal modern ialah konsepsi hubungan saling mempengaruhi antara

kepercayaan dan pengalaman, kesadaran dan pengorganisasian.

Ketika liberalisme menjadi pascaliberalisme, ketika masyarakat tradisionalistis dan

masyarakat sosialis revolusioner muncul sebagai tipe-tipe modern yang menyimpang.

Hubungan saling mempengaruhi ini mendapat bentuk baru. Masyarakat liberal terlibat dalam

paradoks cara perkumpulan yang menafikan komunitas maupun tatanan imanen, sehingga

paling baik dijabarkan dengan kepentingan pribadi. Namun, masyarakat pascaliberal,

tradisionalisitis, dan sosialis revolusioner, dengan cara berbeda-beda, semuanya terobsesi

pada bertemunya kebebasan dan persatuan. Persatuan ini merupakan bagian dari tanggung

jawab yang lebih luas; makna tatanan yang tersembunyi atau tatanan alam dalam kehidupan

social harus diselaraskan dengan kemampuan untuk mengizinkan kehendak menciptakan

Page 53

Page 54: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

kembali kesepakatan social. Untuk mencapai hasil ini, yang artinya mengupayakan ideal

komunitas universal, merupakan tugas politik yang besar bagi masyarakat-masyarakat

modern.

E. Teori Sosial, Metafisika dan Politik

Banyak teori sosial yang dibangun sebagai benteng terhadap metafisika dan politik.

Setia kepada pandangan yang dihasilkan pemeberontakan kaum modern terhadap filsafat

kuno, para teoritisi sosial klasik tidak sabar untuk membebaskan diri dari ilusi metafisika,

lalu dari ketidakpastian pertimbangan politik. Mereka ingin menciptakan kumpulan

pengetahuan objektif tentang masyarakat, yang tidak akan dipengaruhi oleh spekulasi

metafisika maupun kontroversi politik.

Teori sosial harus mengambil sikap terhadap masalah dasar watak manusia dan

pengetahuan manusia yang tidak pernah dibicarakan dalam penjelasan “ilmiah” manapun.

Dan teori sosial harus mengakui bahwa masa depannya sendiri memang tidak terpisahkan

dari takdir masyarakatnya. Progres teori ini bergantung pada peristiwa-peristiwa politik.

Doktrin-doktirn yang dianut teori berupa ideal sekaligus deskripsi: pilihan-pilihan yang

wajib diambil teori sosial adalah pilihan diantara pandangan-pandangan tentang apa yang

sebenarnya. Pilihan-pilihan ini tidak berubah-ubah, juga tidak sama dengan bukti logika atau

bukti empiris. Pilihan-pilihan ini mengembangkan konsepsi-konsepsi spekulatif tentang

syarat-syarat tatanan sosial dan tuntutan-tuntutan watak dasar manusia – konsepsi-konsepsi

yang mendapat informasi dari pengetahuan sejarah, tetapi tidak bisa berpura-pura senantiasa

mengikuti jalannya sejarah.

Maka, jalan pulang kepada metafisika dan politik dalam teori sosial terancam

bahaya oleh peluang bahwa pembelajaran yang diperoleh secara perlahan-lahan akan ditukar

murah dengan khayalan dan nafsu. Namun, penilaian apa pun terhadap risiko ini perlu

Page 54

Page 55: Resume Teori Hukum Kritis Robert M. Unger

memperhatikan dua hal. Pertama, tidak ada jalan keluar yang nyata. Program internal milik

teori sosial itu sendiri, bebannya atas pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, paradoks-

paradoks yang tak terselesaikan, serta asumsi-asumsinya yang tidak tepatlah yang memaksa

kita untuk menempuh cara ini. Selain itu, reuni kajian sosial dengan metafisika dan politik

ini mengandung janji sekaligus bahaya yang luar biasa, sebab tentu saja sama benarnya bagi

teori sosial maupun bagi cabang pengetahuan lainnya bahwa wawasan dalam kemungkinan

besar diperoleh ketika berpindah persepsi dari yang umum ke yang khusus, atau sebaliknya.

Page 55