Resume Pancasila

16

Click here to load reader

Transcript of Resume Pancasila

Page 1: Resume Pancasila

PENDIDIKAN PANCASILA

KELOMPOK 1NURDIKA CAHYANTO (209521423960)BACHTIAR EDI CANDRA (109521414450)ARIF SUFI A. (109521414451)KHOIRUL IRFANI (109521414445)BIJE PUTRI SYLVANA (109521414447)

1 S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 2: Resume Pancasila

BAB 1PENDAHULUANPancasila ternyata masih dipercaya rakyat sebagai ideologi nasional dibanding ideoologi lainnya. Akan tetapi bukan berarti tanpa soal, pengetahuan masyarakat mengenai Pancasila merosot tajam. Pengetahuan masyarakat mengenai Pancasila seolah sedang memasuki masa surut. Pemahaman masyarakat tentang Pancasila tidak mungkin berada dalam kondisi optimum terus-menerus.

Banyak pihak mengusulkan perlunya melakukkan peremajaan (rejuvenasi). Penyegaran pemahaman baru mengenai pancasila kian relevan. Namun terdapat persoalan yang bersumber dari tiga faktor penting. Pertama, Pancasila sudah terlalu lama terseret dalam berbagai kepentingan politik. Kedua, norma-norma yang dikandung Pancasila terkadang tidak mudah diterjemahkan. Ketiga, dalam mencari pemahamna baru akan Pancasila, tidak mudah menepis pengaruh-pengaruh global.

Kendala-kendala tersebut tidak perlu menyurutkan langkah kita. Hal pertama yang harus dilakukan adalah, mengambil pelajaran penting dari pengalaman masa lalu dan bukan sekadar menyalahkannya. Kedua, pemetaan dan respon kita terhadap persoalan mutakhir kebangsaan dan kenegaraan seharusnya berangkat dari pemahaman substantif konstitusi dan dasar negara.

Pancasila adalah ideololgi bangsa yang layak dipertahankan. Titik tekan generasi founding fathers adalah pada prinsip-prinsip pokok Indonesia merdeka dan upaya gigih mempertahankan kesatuan negara dari aneka macam tantangan. Demokratisasi penafsiran dan reposisi Pancasila sebagai “ideologi negara” adalah hal-hal paling esensial dalam upaya penyegaran pemahaman mengenai Pancasila.

Domain utama Pancasila sekurang-kurangnya harus berada di dalam ruang publik. Mengaitkan demokratisasi dengan penanaman nilai-nilai Pancasila adalah suatu keharusan. Persoalan lain adalah menyangkut hubungan agama dan negara, serta menyakut konsepsi “ekonomi Pancasila” atau konsepsi ekonomi berdasarkan UUD 1945.

Mengapa masala tersebut perlu dipecahkan? Pertama, itu merupakan tugas sejarah. Kedua, pertarungan antara ideologi-ideologi dunia tidak lantas berakhir dengan pasca hancurnya Uni Soviet. Satu-satunya cara yang efektif adalah dengan mengembangkan ideologi yang sekarang kita miliki.

BAB 2Pengalaman Pengamalan Pancasila

Seruan berbagai kalangan untuk melakukan revitalisasi atau restorasi Pancasila sesungguhnya mengandung sejumlah alasan. Dampak dari melemahnya wacana Pancasila mulai terasa dewasa ini. Banyak munculnya persoalan Pancasila. Masalah-masalah tersebut tidaklah sederhana karena terkait langsung dengan persoalan pokok, yakni bagaiman seharusnya memandang sekaligus meletakkan Pancasila dalam kehidupan modern yang demokratis.

Bagaimana Pancasila berkembang memjadi “ideologi negara”? Rumusan Pancasila merupakann prinsip-prinsip dasar kenegaraan yang membutuhkan kesepakatan semua pihak. Kesepakatn politik yang menyatukan seluruh elemen nasional tampaknya cukup mendominasi wacana saat Pancasila dirumuskan.

Ideologi bukan sebuah kesepakatan melainkan suatu gagasan yang diperjuangkan. Soekarno memandang Pancasila sebagai suatu weltanschauung, namun berbeda dengan kalangan nasionalis lainnya. Memandang Pancasila tetap sebagi suatu kesepakatn polotik diantara tokoh-tokoh nasional.

Karena situasi dan kondisi, tidak banyak pihak yang mempersoalkan ketika rumusan Pancasila mengalami prubahan dalam pembukaan UUD Republik Indonesia Serikat. Awal dekade 1950-an sejumlah tokoh hendak melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yag dapat dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Kedua, mereka yang

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 3: Resume Pancasila

menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Meletakkan Pancasila sebagai bentuk kompromi memang menjadi sebuah persoalan tersendiri.

Soekarno mungkin termasuk salah satu tokoh yang dikecewakan oleh kinerja Konstituante. Dia kemudian membubarkan lembaga tersebut dan secar sepihak mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945. Soekarno mempersepsikan sistem pemerintahan yang dikehendaki konstitusi adalah Demokrasi Terpimpin. Yang meletakkan Pancasila sebagai resep ampuh untuk mengatasi beragam masalah kenegaraan dan kebangsaan. Pancasila dijadikan “ideologi negara” yang tampil hegemonik.

Manipol/USDEK adalah sebuah doktrin yang mengajarkan pentingnya menyatukkan kekuatan-kekuatan “revolusi”, termasuk aliran Nasionalis, Agama, dan Komunis dalam rangka memberantas “musuh-musuh revolusi” khususnya kekuatan imperialisme-kolonialisme, untuk mewujudkan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Nasional.

Upaya Soekarno menjadikan Manipol/USDEK sebagai tafsir resmi menandai perubahan penting Pancasila yang bersifat resmi dan tunggal. Soekarno pada masa awal Demokrasi Terpimpin memang powerfull, dan boleh dikatakan tidak ada satu pun kekuatan politik yang berani melakukan oposisi secara terbuka. Oleh karena itu mereka yang berseberangan paham memiliki taktik “gerilya” di dalam kekuasaan Soekarno. Rezim kekuasaan pun berganti.

Kecenderungan untuk menempatkan Pancasila sebagai “ideologi negara” kembali terulang pada masa Orde Baru. Simposium memberi jalan lapang untuk menganulir seluruh kebijakan politik masa Demokrasi Terpimpin. Tafsir Pancasila versi Soekarno digugurkan karena dianggap ada bagian yang bertentang dengna Pancasila. Orde Baru hanya mendeligitimasi tafsir yang untuk masa selanjutnya mampu member tafsiran baru dan tidak melakukan reposisi Pancasila. Pancasila juga diyakini sebagai gagasan paripurna.

Orde Baru sudah menempatkan Pancasila dalam posisi yang sangat mendasar. Selama Orde Baru Pancasila telah ditransformasi menjadi suatu konstruksigagasan yang utuh dan berfungsi sebagai ideologi negara yang resmi dan mutlak serta memiliki kebenaran tunggal alias monointerpretasi. Meski mempunyai retorika jauh berbeda dibanding Soekarno, Soeharto tetap meyakini Pancasila sebagai ultimate goal dari kehidupan bangsa.

Keyakinan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala gagasan, menjamin kesentosaan, dan memberi kesejahteraan sudah menggambarkan bahwa Soeharto sesungguhnya menerima kebenaran Pancasila hampir tanpa perlu pembuktian.

Pancasila dalam versi Orde Baru adalah sebuah doktrin yang hanya bisa dipahami melalui proses penghayatan. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) adalah tafsir tunggal terhadap Pancasila dengan metode penghayatan dan pengamalan. Pancasila sepenuhnya telah menjadi sebuah ideologi yang komprehensif.

Betapa sulit menyesuaikan diri dengan ideologi tunggal. Pasalnya, UUD 1945 sebagai tafsir konstitusidari Pancasila pada dasarnya menyimpan sejumlah kelemahan yang tidak selamanya kompatibel dengan kepentingan jangka pendek Orde Baru. Namun kelemahan konstitusi itu terkadang dimanfaatkan rezim Orde Baru.

Ada dua masalah yang mengganjal. Pertama, menurut UUD 1945, ABRI tidak bisa masuk dalam lembaga-lembaga politik. Kedua, UUD 1945 masih berpotensi diubah secara parlementarian. Disatu sisi Orde Baru sama sekali tidak ingin mengubah UUD 1945, tetapi di sisi lain UUD 1945 memberi celah lebar untuk perubahannya.

Pancasila yang telah direbut negara justru kedodoran ketika menjelaskan perilaku pemerintahan. Pancasila kemudian tersudut, dikeramatkan, dimonopoli, dan dilindungi dengan tindak kekerasan.

BAB 3

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 4: Resume Pancasila

Mencari Pemahaman BaruSaat Orde Baru tumbang muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar negara itu berubah menjadi

ideologi tunggal. Pancasila adalah dasar resmi kebangsaan dan kenegaraan. Mengabaikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan membuat negara ini kehilangan arah.

Sekitar tahun 2004 Azyumardi Azra menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila sebagai faktor integratif dan salah satu fundamen identitas nasional. Indonesia juga dilanda gerakan terorisme mengatasnamakan agama. Muncul berbagai wacana yang menghangatkan kembali debat Pancasila.

Diskursus Pancasila selama era reformasi telah menghasilkan sejumlah wacana penting yang perlu disimak. Pertama, wacana tentang Pancasila sebagai kontrak sosial dan bukan sebagai ideologi. Kedua, sebagai ideologi kebangsaan. Ketiga, wacana mengenai Pancasila sebagai visi bangsa dan negara. Keempat, wacana yang meletakkan Pancasila sebagai konsepsi politis atau ideologi negara.

Walaupun terdapat perbedaan wacana, politisi negara tampaknya sepakat untuk, pertama, tetap menjadikan Pancasila sebagai dasar kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang seyogyanya terus disegarkan dan dikontekstualisasikan. Kedua, tidak menjadikan Pancasila sebagai doktrin komprehensif yang mengatasi atau menolak ideologi lain. Ketiga, tidak menjadikan Pancasila sebagai kebenaran tunggal, monointerpretasi, dan justifikasi otoritarianisme negara.

Hal lain yang tidak mungkin diingkari dari seluruh perspektif yang berkembang sekarang adalah meletakkan Pancasila sebagai dasar negara, memahami nilai-nilai dalam Pancasila sebagai pandangan dunia. Meletakkan Pancasila sebagai visi bangsa.

Salah satu problem yang membuat Pancasila menjadi ideologi yang cenderung tertutup atau mempunyai tafsir tunggal selama Orde Baru adalah karena Pancasila diletakkan sebagai hal yang paling mendasar dan fundamental. Pancasila menjadi sebuah kebenaran nyaris tanpa pembuktian. Padahal, rumusan nilai di dalam Pancasila bersifat sangat abstrak, dan perlu ditafsirkan.

Cara paling sederhana untuk kita memahami Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila adalah dengan memandang keduanya sebagai philosopische grondslag negara. Pandangan bahwa Pancasila sebagai kontrak sosial mungkin benar adanya. Akan tetapi memahami Pancasila sebagai kontrak sosial mengandung masalah tersendiri. Pertama, Pancasila dapat dinegosiasi kembali. Kedua, Pancasila akan kehilangan ruh sosio kulturalnya.

Pengertian kontrak sosial harus diletakkan sebagai konsensus dasar pembentukan negara. Kesepakatan nasional untuk tidak menyentuh Pembukaan UUD 1945 dalam proses amandemen UUD 1945 adalah benar adanya. Ketika sila pertama dirumuskan dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, sejumlah kalangan meengajukan keberatan. Tujuh kata yang menjadi kontroversi itu akhirnya dicoret dan diganti kata-kata “yang Maha Esa”.

Jangan sekali-kali menarik Pancasila sebagai ideologi tersendiri. Upaya menempatkann Pancasila sebagai ideologi tersendiri justru akan menjadikan Pancasila sebagai salah satu titik masalah yang rumit. Dengan meletakkan sebagai visi bangsa, Pancasila pasti akan terhindar dari benturan dengan ideologi-ideologi.

Nilai-nilai yang dikandung Pancasila sebagai identitas kultural tidak harus sepenuhnya bersiffat partikular, unik, dan khas, walaupun ciri-ciri seperti itu pasti ada. Perspektif itu akan memudahkan pemahaman akan Pancasila karena kita tidak harus tersseret pada pemahaman sempit tentang Pancasila.Karena itu sebagai identitas kultural, menelusuri nilai-nilai Pancasila yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat Indonesia menjadi sangat penting.

PENDAPAT DAN KESIMPULAN

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 5: Resume Pancasila

BAB 1

Pendapat pakar

I. Kedudukan dan Fungsi Filsafat PancasilaSesungguhnya nilai dasar negara Pancasila dapat dianalisis sebagai multifungsi, yang

meliputi, terutama : 1

Kedudukan dan Fungsi Dasar Negara Pancasila

Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 – 1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 – 2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan.

Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas nasional dan NORA jug memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofis-ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam tatanan dan praktek pengelolaan negara cukup memprihatinkan, terutama dalam fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi liberal, serta berbagai kontroversial budaya dan moral sosial politik nasional!

Demi cita-cita nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional, khususnya the founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang ---10 tahun reformasi--- berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas diri untuk melaksanakan evaluasi dan audit nasional apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan integritas NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan sistem ideologi nasional.

Kita semua bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral nasional kita berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi.

II. Sistem Filsafat Pancasila ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan PancasilaIntegritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45 meliputi

asas-asas fundamental dan keunggulan Indonesia Raya berikut :

A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan NegaraFilsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan

martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theisme-religious:1. bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat

untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.

1

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

7. Sistem Nasional……..(sebagai N-Sistem Nasional; cermati skema 2)

6. Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia

5. Ideologi Negara, ideologi nasional

4. Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm, sumber dari segala sumber hukum

3. Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volksgeist)

2. Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung)

Nilai Dasar

Pancasila

Page 6: Resume Pancasila

2. bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.

3. kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha

Pencipta (sila I).b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta,

termasuk atas nasib dan takdir manusia; danc. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan

amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM;

sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi

jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)

Pendapat Secara Pribadi

Pancasila adalah ideologi yang memiliki nilai lebih khususnya bangsa Indonesia dan

merupakan ideology yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bangsa Indonesia

dibandingkan dengan ideology – ideology lain yang mulai bermunculan di era globalisasi ini,

baik untuk saat ini dan masa depan.

Di era ini kita tidak dapat memungkiri bahwa dalam pencerminan pancasila dalam kehidupan

akan terpengaruh oleh ideology – ideology baru yang sesuai dengan perkembangan zaman.

“Pancasila sebagai pemersatu bangsa “ jadi jika kita ingin tetap bersatu maka kita harus

sepakat untuk mempertahankan pancasila sebagai ideology Negara untuk NKRI

Kesimpulan

Setelah melakukan resume terhadap bab 1 serta mengutip pendapat pakar ideology pancasila dan

pendapat kami pribadi sehingga kami dapat menyimpulkan bahwa :

Pancasila merupakan ideology yang masih kuat dan dapat dipertahankan perananya oleh bangsa

indonesia dibandingkan ideologi-ideologi lain yang mulai bermunculan di NKRI ini karena didalam

pancasila terkandung prinsip-prinsip pokok bangsa Indonesia sehingga suatu keharusan bagi kita

untuk mempertahankan pancasila. Tetapi walaupun begitu kita tidak memunkiri adanya pengaruh

ideology baru yang mulai muncul di era ini sehingga untuk menjaga ideologi kita dari pengaruh

tersebut kita harus tetap dan secara rutin melakkan penyegaran pemahaman terhadap pancasila.

BAB 2

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 7: Resume Pancasila

Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Sistem Ideologi Nasional Tegak sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila.

Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional Filsafat Pancasila adalah sari dan puncak nilai dalam sosio-budaya bangsa, yang diakui sebagai pandangan hidup bangsa (filsafat hidup, Weltanschauung). Nilai fundamental ini dipraktekkan dalam kehidupan bangsa sepanjang sejarah budaya dan peradabannya. Karenanya, nilai Pancasila teruji kebenaran, kebaikan dan keunggulannya; bahkan memberikan identitas dan integritas nasional Indonesia.

Berdasarkan analisis normatif-filosofis-ideologis bangsa Indonesia, kemudian dirumuskan secara konstitusional di dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Kedudukan nilai filsafat Pancasila di dalam Pembukaan UUD tersebut, berfungsi sebagai dasar negara dan ideologi negara; sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan sebagai perwujudan jiwa bangsa (jatidiri bangsa, Volksgeist). Dengan demikian, identitas dan integritas (nasional) Indonesia ialah nilai filsafat Pancasila.

Nilai fundamental filsafat Pancasila juga menjadi sumber motivasi (niat dan tekad) nasional dalam menegakkan kemerdekaan, kedaulatan dan martabat nasional dalam wujud negara Indonesia Merdeka, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (berdasarkan) Pancasila sebagai terkandung dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Karenanya, secara filosofis-ideologis dan konstitusional, NKRI dapat dinamakan (dengan predikat) sebagai sistem kenegaraan Pancasila --- sejajar dan analog dengan berbagai sistem kenegaraan bangsa-bangsa modern : negara liberalisme-kapitalisme, naziisme, sosialisme; zionisme, komunisme, theokratisme, dan fundamentalisme; --- yang berkembang dalam kehidupan internasional.

Kedudukan nilai sistem filsafat Pancasila (sistem ideologi Pancasila) demikian berfungsi sebagai asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi yang memandu kehidupan bangsa Indoensia dalam integritas NKRI sebagai sistem kenegaraaan Pancasila. Maknanya, integritas moral (nilai) Pancasila secara konstitusional imperatif memberikan asas budaya dan moral politik nasional Indonesia.

Integritas sistem kenegaraan Pancasila terpancar dalam integritas asas moral dan budaya politik kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, sebagai berikut : 1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV): sebagai sistem demokrasi Pancasila .2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila

III), ditegakkan sebagai NKRI.3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan

keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan

beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.

5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); dengan membudayakan sistem ekonomi kerakyatan sebagai pembudayaan asas Sila V (Ekonomi Pancasila) (M Noor Syam, 2000: XV, 3).

Integritas asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi seutuhnya; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas dan integritas sebagai negara demokratis dan negara hukum untuk menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila ---yang beridentitas theisme-religious---. Amanat

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 8: Resume Pancasila

konstitusional ini secara kenegaraan menegakkan asas moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).

Era Orde Lama :

Dinamika Perdebatan Ideologis

Dinamika perdebatan ideologi antara kelompok Islam dengan Pancasila adalah wajah dominan perpolitikan nasional dari tahun 1945-1965. Bahkan pertikaian itu dilanjutkan pada masa Orde Baru sampai Orde Reformasi ini. Pada dasarnya hal ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan kalangan Islam atas penghapusan Piagam Jakarta dari Pembukaan UUD 1945, apalagi ketika penguasa (negara) menggunakan Pancasila sebagai alat untuk menekan kalangan Islam tersebut.

Hal ini tampak ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah tidak lagi merupakan kompromi atau titik pertemuan bagi semua ideologi sebagaimana yang dimaksud Sukarno2. Ini karena Pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata ideologis untuk mendelegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara atas Islam. Bahkan secara terang-terangan Sukarno tahun 1953 mengungkapkan kekhawatirannya tentang implikasi-implikasi negatif terhadap kesatuan nasional jika orang-orang Islam Indonesia masih memaksakan tuntutan mereka untuk sebuah negara Islam, atau untuk pasal-pasal konstitusional atau legal, yang akan merupakan pengakuan formal atas Islam oleh negara3.

Kekhawatiran Sukarno memang beralasan, apalagi ketika rentang tahun 1948 dan tahun 1962 terjadi pemberontakan Darul Islam melawan pemerintah pusat. Serangan pemberontakan bersenjata yang berideologi Islam di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh meski akhirnya dapat ditumpas oleh Tentara Nasional Indonesia, tetap saja menjadi bukti kongkret dari ‘ancaman Islam’4. Bahkan atas desakan AH. Nasution, kepala staf AD, tahun 1959, Sukarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali kepada UUD 1945 dan menjadikannya sebagai satu-satunya konstitusi legal Republik Indonesia. Perdebatan persoalan ideologi tahun-tahun 1959-an dianggap telah menyita energi, sementara masalah lain belum dapat diselesaikan. Apalagi periode 1959 sampai peristiwa 30 September 1965 merupakan masa paling membingungkan pemerintah, dengan munculnya kekuatan PKI yang berusaha menggulingkan pemerintahan.

Era ini disebut sebagai Demokrasi terpimpin, sebuah periode paling labil dalam struktur politik yang justru diciptakan oleh Sukarno. Pada era ini juga Sukarno membubarkan partai Islam terbesar, Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan regional berideologi Islam. Dalam periode Demokrasi Terpimpin ini, Sukarno juga mencoba membatasi kekuasaan semua partai politik, bahkan pertengahan 1950-an, Sukarno mengusulkan agar rakyat menolak partai-partai politik karena mereka menentang konsep musyawarah dan mufakat yang terkandung dalam Pancasila5. Dalam rangka menyeimbangkan secara ideologis kekuatan-kekuatan Islam, nasionalisme dan komunisme, Sukarno bukan saja menganjurkan Pancasila melainkan juga sebuah konsep yang dikenal sebagai NASAKOM, yang berarti persatuan antara nasionalisme, agama dan komunisme. Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling berlawanan antara PKI, militer dan Sukarno serta agama (Islam) menimbulkan struktur politik yang sangat labil pada awal tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan Gerakan 30 S/PKI yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.

sebagaimana dikutip oleh Douglas E. Remage, op.cit. hlm.29 Mengenai pemberontakan Darul Islam, lihat van Dijk, 1981, Rebellion under The Banner of

Islam; The Darul Islam in Indonesia, The Haque: Martinus Nijhof Herbert Feith, sebagaimana dikutip oleh Douglas E. Ramage, op.cit. hlm. 34

Kesimpulan

2 Adnan Buyung Nasution, op.cit. hlm. 52-1183

4

5

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 9: Resume Pancasila

Dampak dari melemahnya wacana Pancasila mulai terasa. Ideologi bukan sebuah kesepakatan melainkan suatu gagasan yang diperjuangkan. Namun, sebagai suatu kesepakatan politik diantara tokoh-tokoh nasional. Tidak banyak pihak yang mempersoalkan ketika rumusan pancasila mengalami perubahan. Perbedaan perspektif mulai muncul di banyak kalangan. Yang pertama, lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah komromi politik. Meletakkan Pancasila sebagai bentuk kompromi memang menjadi sebuah persoalan tersendiri. Lembaga tersebut dibubarkan oleh Soekarno, beliau kemudian mendekritkan kembali UUD 1945.

BAB 3

Era Orde Baru (1965-1985):Awal dari Sebuah Legitimasi Kekuasaan

Peristiwa percobaan kudeta 30 September 1965 yang melibatkan Partai Komunis Indonesia

telah membawa perubahan besar dalam sejarah politik Indonesia. Peristiwa penumpasan terhadap G

30 S/PKI dibawah komando Letjen Soeharto memberikan legitimasi politik atas ‘kesaktian’ Pancasila

tanggal 1 Oktober 1965, sebagai momentum betapa PKI tidak berhasil dan tidak pernah didukung

oleh TNI dan rakyat untuk menggantikan ideologi negara (Pancasila) dengan ideologi komunis.

Tampilnya Pangkostrad Lentjen Soeharto dalam penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI tersebut

adalah sejarah baru bagi terjadinya peralihan kekuasaan dari Sukarno (Orde Lama) ke Suharto (Orde

Baru).

Pada awal kekuasaannya, Soeharto berusaha meyakinkan bahwa rezim baru ini adalah pewaris

sah dan konstitusional dari presiden pertama. Dari khasanah ideologis Sukarno, pemerintah baru ini

mengambil Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara dan karena itu merupakan resep yang paling

tepat untuk melegitimasi kekuasaannya6. Penamaan Orde Baru dimaklumkan sebagai keinginan untuk

memberikan pemahaman kepada masyarakat atas munculnya keadaan baru yang lebih baik daripada

keadaan lama. Reorientasi ekonomi, politik dan hubungan internasional ditambah stabilitas nasional

adalah langkah awal yang ditegakkan oleh Orde Baru.

Kekuasaan awal Orde Baru sanggup memberikan doktrin baru kepada masyarakat bahwa

setiap bentuk kudeta atas pemerintahan yang sah dengan mencoba mengganti ideologi Pancasila

adalah salah dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Tampaknya ‘propaganda’ itu berhasil,

sehingga tampak jelas ketika rentang Oktober 1965 sampai awal 1966, terjadi peristiwa kekerasan

6 Douglas R. Ramage, op.cit. hlm 41-42 S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 10: Resume Pancasila

massal yang luar biasa dasyatnya, yaitu ‘pembantaian’ orang-orang yang dicurigai berafiliasi terhadap

komunis.

Instabilitas nasional di bawah Demokrasi Terpimpin serta percobaan kudeta tersebut

meyakinkan banyak pihak, bukan saja pihak militer, akan pentingnya men’depolitisasi’ masyarakat.

Koalisi Orde Baru, yang terdiri dari militer (sebagai kekuatan dominan), kelompok pemuda-pelajar,

Muslim, intelektual, demokrat, dsb, berhasil memberi dukungan yang diperlukan untuk

menggulingkan Sukarno dalam bulan Maret 19667. Mulai saat itulah, Orde Baru menancapkan

pengaruhnya dengan menfokuskan pada Pancasila dan meletakkannya sebagai pilar ideologi rezim.

Pancasila –kemudian- menjadi suatu pembenaran ideologis untuk kelompok yang berkuasa, tidak lagi

hanya merupakan suatu platform bersama di mana semua ideologi bisa dipertemukan. Pancasila

menjadi semakin diresmikan sebagai ideologi negara, di luar realitas Pancasila tidak sah digunakan

sebagai ideologi negara. Tampaknya keinginan awal itu berhasil menguatkan kekuasaan Orde Baru

dan memberikan jaminan stabilitas nasional yang mantap daripada Orde Lama.

Bagi Orde Baru, berbagai bentuk perdebatan mengenai ideologi negara, utamanya antara

kelompok Islam versus nasionalis, ternyata tidak semakin membuat stabilitas nasional berjalan

dengan baik, tetapi justru struktur politik labil yang lebih mengedepan. Belajar dari tragedi sejarah

Orde Lama yang ‘agak’ serba permisif dalam memberikan ‘ruang’ bagi tumbuhnya ideologi lain, justru

berkakbat fatal bagi berlangsungnya stabilitas kekuasaan tersebut.

Itulah sebabnya, Suharto beserta tokoh penting Orde Baru seperti Adam Malik,

menggambarkan betapa pentingnya Pancasila bagi Orde Baru. Pancasila kemudian menjadi kekuatan

paling efektif untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya kekuatan di luar negara. Tampaknya di

awal kekuasaannya, Orde Baru berhasil menyelesaikan masalah legitimasi ideologisnya.

Pendapat secara pribadi Perlu diselenggarakannya sosialisasi mengenai makna dan pemahaman Pancasila, agar tidak

terjadi pemahaman Pancasila sebagai ideologi tersendiri

Perlu diadakannya penghapusan wacana-wacana yang menyimpang dari tujuan Pancasila.

Bangsa Indonesia berserta pemerintah sebaiknya tetap berusaha untuk menjaga Pancasila

sebagai visi bangsa yang fleksibel namun tetap sesuai dengan hakekat dari Pancasila itu

sendiri.

7 Ricklefs, 1981, A History of Indonesia, Bloomington: Indiana University Press, hlm. 278.

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM

Page 11: Resume Pancasila

Kesimpulan

1. Pancasila dengan berbagai asumsi pemaknaannya memunculkan berbagai masalah yang

mengatasnamakan ke-fleksibel-an Pancasila. Jadi seolah-olah Pancasila merupakan kambing

hitam dari permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia.

2. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai sistem kenegaraan Pencasila, yang

terjabar dalam asas konstitusional UUD 45, yang secara ringkas dijelaskan sebagai berikut

(II.C).

NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious, sebagai sistem nilai kenegaraan yang unggul untuk menghadapi tantangan zaman.

3. Amanat Konstitusional Sistem Kenegaraan Pancasila Sistem kenegaraan Pancasila adalah warisan yang diamanatkan the founding fathers, khususnya PPKI kepada rakyat dan bangsa Indonesia seluruhnya…generasi demi generasi ! Karenanya, setiap pemimpin semua tingkatan (lokal, regional dan nasional) termasuk orang tua (keluarga, guru, pendidik, tokoh masyarakat, cendekiawan, budayawan, negarawan dan agamawan) senantiasa mengemban kewajiban sosial-kultural dan moral untuk mewariskan amanat konstitusional sistem kenegaraan Pancasila ! Sebagai bangsa modern, berbudaya dan beradab maka bagi rakyat Indonesia sebagai warganegara dalam sistem kenegaraan Pancasila tetap berlaku asas-asas universal diatas. Jadi, tiada seorangpun warganegara dan atau organisasi sosial politik mereka yang diberi kebebasan; dan atau merasa memiliki kebebasan untuk tidak terikat asas konstitusional yang imperatif itu; melainkan mereka dapat dikategorikan sebagai tidak setia (membelot, makar, mengkhianati) bangsa dan negaranya! Demikianlah, asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional yang secara niscaya berlaku. Karenanya, bagi kaum penganut ideologi selain dasar negara Pancasila (ideologi non-Pancasila, seperti : ideologi liberalisme-kapitalisme, ideologi marxisme-komunisme-atheisme) dikategorikan sebagai : mengkhianati dasar negaranya, dan atau makar ! Karena itulah, penganut ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila dan UUD 45 Pasal 29 khususnya, dapat dikategorikan sebagai tindak separatisme-ideologi; karenanya wajib kita larang ---baik melalui metode persuasif, maupun tindakan ……………. dan atau pelarangan sebagaimana dimaksud Tap. MPRS No. XXV / MPRS / 1966 tentang : Larangan Penyebaran Faham Ajaran Marxisme-Komunisme dan Leninisme di Indonesia. Demi integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan demi SDM warganegara Indonesia sebagai pemilik, pewaris dan penegak sistem kenegaraan Pancasila, maka pendidikan nilai moral (filsafat, ideologi) dasar negara dan UUD negara kita adalah keniscayaan.

S1. PEND TEKNIK BANGUNAN FT-UM