Resume Laporan Aspal

9
RESUME LAPORAN ASPAL BAB 2 2.1 Analisis Saringan Tujuan : menentukan prosentase berat masing-masing agregat untuk bahan campuran. Agregat kasar saringan ¾”, ½”,3/8”,no.4 Agregat halus saringan no.4,8,30,50,100,200 2.2 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Tujuan : mendapat harga berat jenis curah, berat jenis jenuh kering permukaan (ssd), berat jenis semu, dan harga penyerapan air pada agregat halus. Berat jenis curah adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh. Berat jenis kering permukaan jenuh adalah perbandingan antar agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering. Berat semu adalah perbandingan antara agregat kering dan berat air suling yang isisnya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering. Penyerapan adalah perbandingan berat air yg diserap pori terhadap berat agregat kering ( % ). Standar yang digunakan : AM. Neville “PROPERTIES OF CONCRETE” Bulk Specific Gravity (berat jenis kering permukaan jenuh), berkisar antara 2,5-3,00 SK SNI T-5 1990-03 Pada pengerjaan perencanaan campuran beton, penyerapan air agregat kasar (kerikil) adalah < 1,63.% 2.3 Indeks Kepipihan dan Kelonjongan

description

Resume Laporan Praktikum Aspal FT UB 2013

Transcript of Resume Laporan Aspal

RESUME LAPORAN ASPAL

BAB 22.1 Analisis SaringanTujuan : menentukan prosentase berat masing-masing agregat untuk bahan campuran.Agregat kasar saringan , ,3/8,no.4Agregat halus saringan no.4,8,30,50,100,200

2.2 Berat Jenis dan Penyerapan AgregatTujuan : mendapat harga berat jenis curah, berat jenis jenuh kering permukaan (ssd), berat jenis semu, dan harga penyerapan air pada agregat halus.1. Berat jenis curah adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh. 1. Berat jenis kering permukaan jenuh adalah perbandingan antar agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering.1. Berat semu adalah perbandingan antara agregat kering dan berat air suling yang isisnya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering.1. Penyerapan adalah perbandingan berat air yg diserap pori terhadap berat agregat kering ( % ). Standar yang digunakan :1. AM. Neville PROPERTIES OF CONCRETEBulk Specific Gravity (berat jenis kering permukaan jenuh), berkisar antara 2,5-3,001. SK SNI T-5 1990-03Pada pengerjaan perencanaan campuran beton, penyerapan air agregat kasar (kerikil) adalah < 1,63.%

2.3 Indeks Kepipihan dan KelonjonganTujuan : mengetahui bentuk agregat dan juga mengetahui persentase jumlah agregat yang pipih dan yang lonjong dan suatu sampel agregat, seperti yang tercantum dalam Britis Standard Institution, BSI (1975).

Collist (1985) mendefinisikan bahwa agregat berbentuk pipih jika agregat tersebut lebih tipis minimal 60% diameter rata-rata. Sedangkan agregat lonjong jika ukuran terpanjang lebih panjang minimal 180% diameter rata-rata. Diameter rata-rata dihitung berdasarkan ukuran saringan.

Standar yang digunakan : LASTON hal 4 (yang tertahan dalam saringan ukuran 25 mm atau 3/8 = max 25 %).

2.4 Keausan Agregat atau Uji Los Angeles (LA)Tujuan : mengukur keausan agregat yang diakibatkan oleh kombinasi penggerusan, pukulan dan penggilingan dalam drum baja yang berputar. Pengujian keausan diperlukan untuk mengetahui tingkat ketahanan agregat kasar terhadap keausan, percobaan yang dilakukan dengan menggunakan bola-bola baja yang dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles, selanjutnya mesin diputar dengan kecepatan 30/33 sebanyak 500 putaran.

Nilai akhir dinyatakan dalam persen yang merupakan hasil perbandingan antara berat benda uji yang tertahan saringan 12 dengan berat benda uji semula. Nilai tinggi menunjukkan banyaknya benda uji yang hancur akibat putaran alat yang mengakibatkan tumbukan dan geseran antara partikel dengan bola-bola baja.

Standar yang digunakan : PB-0206-76 AASHTO T96-7 (1982)Nilai abrasi > 40% menunjukkan agregat tidak punya ketahanan terhadap keausan utk dipakai sebagai bahan atau material lapisan perkerasan. Nilai abrasi < 30% baik sebagai bahan lapis penutup. Nilai abrasi < 40% baik sebagai bahan lapis permukaan dan lapisan pondasi atas. Nilai abrasi < 50% dapat dipergunakan sebagai bahan lapisan lebih bawah.

2.5 Uji Kekuatan Terhadap TumbukanTujuan : mengetahui mengetahui kekuatan agregat yang akan dipakai di lapangan untuk lapisan perkerasan jalan yang mana lapisan tersebut menahan beban yang ada di jalan itu serta untuk mengetahui ketahanan agregat yang mengalami beban kejut.

BAB 33.1 Pengujian Berat Jenis AspalTujuan : mengetahui berat jenis aspal keras yang ada di laboratorium. Aspal keras adalah aspal yang berbentuk padat pada saat penyimpanan di suhu ruang. Sedangkan ter adalah material yang mirip dengan bitumen, namun merupakan hasil proses penyulingan dari batubara.

Nilai penetrasi bitumen menyatakan derajat kekerasan bitumen dan umumnya dipakai pada bitumen jenis penetration grade bitumen. Cutback grades bitumen adalah jenis bitumen yang sudah berbentuk cair karena telah dicampur dengan bahan pencair yang mudah menguap seperti bensin, solar, dan minyak tanah.

Standar : SKB I 2.4.26.1987 Untuk aspal keras disyaratkan harus mempunyai nilai beratjenis aspal minimal 1.

3.2 Pengujian Titik LembekTujuan : menentukan angka titik lembek aspal dan ter yang berkisar antara 300C sampai dengan 2000C, dengan cara ring dan ball.

Titik lembek adalah suhu dimana aspal dalam cicin yang diletakkan secara horizontal di air yang dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja dengan diameter 9.35 mm dan berat 3.5 gram yang diletakkan diatasnya, sehingga lapisan aspal tersebut jatuh melalui jarak 2.54 cm (1 inchi). Nilai titik lembek dapat bervariasi antara 30oC sampai 200oC (AASHTO).

Dua aspal mempunyai penetrasi yang sama belum tentu mempunyai titik lembek yang sama pula. Aspal dengan titik lembek yang lebih tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur dan lebih baik untuk bahan pengikat konstruksi perkerasan. Sedangkan aspal dengan titik lembek yang lebih rendah, temperatur yang dibutuhkan untuk pencampuran dengan agregat dalam pemedatan aspal lebih rendah. Bila aspal cepat menjadi lembek dan cepat pula menjadi keras maka waktu pelaksanaan pencampuran harus dipercepat.

Titik lembek aspal perlu diketahui untuk memastikan pada suhu berapa aspal tersebut akan melembek. Terutama di Indonesia yang beriklim tropis dimana pada saat musim kemarau suhunya cukup tinggi. Otomatis juga berpengaruh pada suhu permukaan jalan raya, terutama pada bagian perkerasan, Sehingga jangan sampai aspal yang digunakan akan melembek karena pengaruh suhu dan memungkinkan terjadinya bleeding jika terkena beban yang besar dari kendaraan.

3.3 Uji PenetrasiTujuan : menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu yang terbuat dari bahan stainless steel. Bahan ini dipilih untuk menghindari atau paling tidak meminimalisir terjadinya korosi pada jarum penetrasi, yang senantiasa terendam air. Korosi pada jarum penetrasi sesungguhnya akan merancukan hasil pengujian penetrasi.

Nilai penetrasi atau yang biasa disingkat dengan PEN didefinisikan sebagai kedalaman tembus (dalam ratusan cm) jarum standar dengan berat standar, pada material aspal, pada rentang waktu standar dan dalam suhu standar.

Semakin lunak aspal yang dipenetrasikan, maka semakin besar angka penetrasinya dan sebaliknya, jika semakin keras aspal yang dipenetrasikan maka makin kecil angka penetrasinya.

Aspal dengan penetrasi rendah digunakan untuk daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Syarat-syarat aspal semen keras yang diberikan oleh Dirjen Bina Marga-DPU yaitu :1. Aspal keras harus berasal dari minyak bumi2. Aspal harus mempunyai sifat sejenis3. Kadar parafin dalam aspal tidak melebihi 2%4. Tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanaskan sampai 75%

3.4 Uji DaktilitasTujuan : mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan yang menyatakan besarnya kekuatan bahan tersebut dalam menahan gaya tarik (tensile stress) dan biasanya dinyatakan dalam kN atau kg. Sedangkan bitumen keras yaitu bitumen yang berbentuk padat pada saat keadaan penyimpanan di suhu ruang.

Daktilitas atau kekenyalan aspal adalah kohesi dari partikel-partikel aspal yang berusaha untuk terus bersatu agar tidak sampai terlepas satu sama lainnya, dimana keadaan terlepasnya antara partikel aspal tersebut disebut kondisi putus.

Sehingga semakin tinggi nilai daktilitas aspal maka semakin baik mutu aspal tersebut sebagai suatu bahan perekat atau pengikat campuran bahan perkerasan jalan.

3.5 Uji Titik Nyala dan Titik BakarTujuan : mencari titik nyala dan titik bakar pada aspal. Pemancing terjadinya nyala api (flash point), berupa titik api yang digerak-gerakkan diatas sampel yang dipanaskan, pada suhu mendekati nilai titik nyala api. Alat pengukur nyala api yang berfungsi sebagai pengatur laju pemanasan ,terutama menjelang dicapainya suhu titik nyala. batas yang di tetapkan untuk titik nyala dan titik bakar adalah > 2700C.

BAB 44.1 Uji Marshall (Karakteristik Campuran Aspal dan Agregat) dilakukan sesuai dengan prosedur Bina Marga. Tujuan : mengetahui karakteristik campuran, menentukan ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastisitas (flow) dari campuran aspal. Hubungan antara ketahanan (stabilitas) dan kelelehan plastisitas (flow) adalah berbanding lurus, semakin besar stabilitas, semakin besar pula flownya, dan begitu juga sebaliknya. Semakin besar nilai stabilitas maka aspal akan semakin mampu menahan beban, demikian sebaliknya. Jika flow semakin tinggi maka perubahan aspal semakin mampu menahan beban. Dari hasil pengamatan, dibuat grafik hubungan antara persentase kadar aspal dengan persentase rongga terisi aspal (VFA), persentase rongga dalam campuran (VIM), kelelehan (flow), stabilitas, dan perbandingan antara stabilitas dan kelelehan (MQ).

Void Filled with Aspalt (VFA). VFA adalah rongga terisi aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan yang dinyatakan dalam persen terhadap rongga antar butiran agregat (VMA), sehingga antara nilai VMA dan VFA mempunyai kaitan yang sangat erat. Faktor-faktor yang mempengaruhi VFA antara lain kadar aspal, gradasi agregat, energi pemadat (jumlah dan temperatur pemadatan), dan absorsi agregat. Mengecilnya nilai VMA pada kadar aspal yang tetap, berakibat memperbesar persentase rongga terisi aspal.

Voids in Mineral Aggregate (VMA) yaitu volume rongga yang terdapat diantara butir-butir agregat dari suatu campuran aspal yang telah dipadatkan, termasuk didalamnya adalah rongga udara dan rongga yang terisi aspal efektif.

Void in the Mix (VIM) yaitu volume rongga yang berisi udara didalam campuran aspal. VIM menunjukkan persentase rongga dalam campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan dari campuran aspal agregat, semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran sehingga campuran bersifat porrous.

Voids Filled with Bitumen (VFB) yaitu bagian dari volume rongga didalam agregat (VMA) yang terisi aspal efektif.

Aspal Efektif : Total kandungan aspal dari suatu campuran dikurangi bagian aspal yang hilang karena penyerapan oleh agregat.

Kelelehan (flow) adalah deformasi vertikal yang terjadi mulai awal pembebanan sampai kondisi stabilitas menurun, yang menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya. Besarnya nilai flow dinyatakan dalam mm atau 0.01. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal, viscositas aspal, gradasi agregat, jumlah dan temperatur pemadatan.

Marshall Quotient (MQ). Nilai MQ menyatakan sifat kekakuan suatu campuran. Bila nilai MQ terlalu tinggi, maka campuran akan cenderung terlalu kaku dan mudah retak. Sebaliknya bila nilai MQ terlalu rendah, maka perkerasan menjadi terlalu lentur dan kurang stabil.

Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalulintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) seperti gelombang, alur (rutting), maupun mengalami bleeding. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh kohesi atau penetrasi aspal, kadar aspal, gesekan (internal friction), sifat saling mengunci (interlocking) dari partikel-partikel agregat, bentuk dan tekstur permukaan, serta gradasi agregat.

Dalam perencanaan campuran aspal yg ideal maka harus memenuhi syarat : stabilitas yang tinggi, fleksibilitas yang rendah, rongga pori yang kecil, dan rongga dalam campuran yang kecil.

Standar Bina Marga berdasarkan Buku Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton: Rongga Dalam Agregat: > 16 % Kelelehan: 2 4 mm Rongga Dalam Campuran: 3 5 % Stabilitas : > 550 kg Stabilitas / Kelelehan: 200 350 kg/mm

4.2 Uji EkstraksiTujuan : mengetahui kadar aspal dalam campuran atau aspal buton.

Ekstraksi adalah Pemeriksaan sampel aspal yang bertujuan untuk mengetahui kandungan aspal yang ada apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah di tentukan menurut SKBI 24.26.1987 : yaitu kadar aspal yang diijinkan berkisar antara 4 % - 7%.

Kadar aspal merupakan presentase dari berat endapan dan berat sampel campuran yang dibuat dalam percobaan.Berat sampel campuran dibuat dengan cara menumbuk benda uji yang telah di uji dengan test marshall seberat 300 gram.