Resume Kajian Tentang Sifat Magnetik Pasir Besi Dari Pantai Sunur Pariaman
Transcript of Resume Kajian Tentang Sifat Magnetik Pasir Besi Dari Pantai Sunur Pariaman
Resume Kajian tentang Sifat Magnetik Pasir Besi dari Pantai Sunur
Pariaman, Sumatera Barat
Seperti kita ketahui bahwa sumber daya alam Pasir besi yang dimiliki di
negara kita merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup besar didunia,
akan tetapi belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Dan salah satunya itu
terjadi di Sumatera Barat. Pada wilayah ini kita dapat menjumpai Pasir besi yang
tersebar di beberapa lokasi pesisir pantai, salah satunya di Pantai Sunur, Kota
Pariaman, Propinsi Sumatera Barat.
Kurang berkembangnya pemanfaatan sumber daya pasir besi yang ada
pada wilayah ini lebih disebabkan karena tanggapan negatif dari masyarakat
setempat yang beranggapan bahwa kegiatan eksploitasi pasir besi secara
besar-besaran yang dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan. Padahal ini tidak benar sama sekali karena sesungguhnya jika pada
pemanfaatannya dengan menggunakan sifat magnetik yang sesuai dengan
prosedur, pasir besi ini justru akan dapat memberikan nilai ekonomi yang lebih
tinggi dan juga ramah lingkungan
Endapan pasir besi ini sendiri, dapat memiliki mineral-mineral magnetik
seperti magnetit (Fe3O4), hematit (α-Fe2O3), dan maghemit (γ-Fe2O3). Mineral-
mineral tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan industri.
Magnetit, misalnya, dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk tinta kering
(toner) pada mesin photo-copy dan printer laser, sementara maghemit adalah
bahan utama untuk pita-kaset. Ketiga mineral magnetik di atas juga digunakan
sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat serta bahan dasar untuk industri
magnet permanen (Bijaksana, 2002).
Sehingga metode magnetik yang dapat kita gunakan untuk dapat
mendapatkan beberapa macam endapan mineral magnetik tersebut yaitu dengan
memanfaatkan metode sbb: pengukuran suseptibilitas magnetik, pemberian dan
peluruhan ARM, pemberian saturasi IRM serta pengukuran suseptibilitas
magnetik sebagai fungsi dari temperatur rendah. Selain itu metode pengukuran
lain yang dipakai adalah dengan melakukan difraksi sinar X dan analisa
photomineralogy untuk melihat komposisi mineral besi.
Adapaun cara yang dilakukan dengan menggunakan metode yang telah
disebutkan diatas tersebut antara lain yaitu sampel-sampel pasir besi diambil dari
sepuluh lokasi di sepanjang Pantai Sunur, Pariaman, Sumater Barat dan diberi
label PSNR 1 hingga PSNR 10. Masing-masing lokasi terpisah pada jarak
beberapa ratus meter. Lokasi sampel ke 9 dan 10. Pasir besi yang akan diukur
sifat magnetiknya dikemas dalam sample holder (wadah) yang terbuat dari plastik
berbentuk silinder berukuran tinggi 2.2 cm dan diameter 2.54 cm. Setiap wadah
mengandung pasir besi dengan massa sekitar 1 gram dicampur dengan silicon
glass sealant yang bersifat non magnetik sebanyak kurang-lebih sekitar 6 gram.
Campuran pasir besi dengan silicon glass sealant diaduk rata dan dimasukkan ke
dalam wadah sampai penuh. Massa total sampel dihitung, setelah dikurangi
dengan massasample holder kosong sebagai koreksi.
Kesepuluh sampel kemudian diukur suseptibilitas magnetiknya dengan
Bartington magnetic susceptibility metermodel MS2. Alat ini memiliki
selang pengukuran 1 × 10-6 hingga 9999 × 10-6 dalam cgs atau 1,26 × 10-5
hingga 1,26 × 10-1 dalam SI. Pengukuran suseptibilitas magnetik dilakukan pada
tiga arah yang saling tegak lurus dan kemudian ditentukan nilai rata-ratanya.
Tinggi rendahnya nilai suseptibilitas magnetik dapat memberikan informasi
tentang kandungan mineral magnetik pada sampel. Sampel-sampel tersebut
kemudian diberi magnetisasi artifisial dalam bentuk ARM (anhysteretic
remanent magnetization) dan kemudian diukur nilai dan stabilitas
peluruhannya. Intensitas ARM dapat memberikan indikasi tentang kandungan
mineral magnetik yang ada pada sampel, sementara peluruhan ARM dapat
memberikan informasi tentang ukuran bulir magnetik serta domain-domainnya.
Pemberian ARM dilakukan dengan Molspin AF demagnetizer yang dilengkapi
dengan alat PARM, sementara pengukuran intensitas ARM dilakukan dengan
menggunakan Minispin magnetometer. Peluruhan ARM dilakukan dengan
memberikan medan demagnetisasi secara bertahap mulai dari 2,5 mT hingga
ARM yang tersisa hanya tinggal 1 sampai 5% dari ARM semula. Kesepuluh
sampel, selanjutnya dikenai magnetisasi artifisial lainnya dalam bentuk IRM atau
isotermal remanent magnetization. IRM ini dikenakan pada sampel melalui
pemberian medan magnetik yang tinggi hingga diperoleh keadaan saturasi.
Tinggi rendahnya medan magnetik yang diperlukan untuk mencapai keadaan
saturasi merupakan indikator dari jenis mineral magnetik pada sampel. IRM
diberikan dengan sebuah elektromagnet yang dapat memberikan medan
amagnetik hingga 1 T.
Besarnya IRM pada setiap langkah diukur dengan Minispin
magnetometer. Pada tahap berikutnya, kesepuluh sampel juga diukur
suseptibilitas magnetiknya sebagai fungsi dari temperatur rendah. Masing-masing
mineral magnetik mempunyai transisi fasa yang merupakan ciri khasnya. Karena
itu diharapkan bahwa, melalui pengukurn suseptibilitas versus temperatur rendah,
akan diketahui mineral magnetik yang dominan pada pasir besi. Pengukuran
suseptibilitas sebagai fungsi temperatur rendah masih dilakukan dengan
Bartington magnetic susceptibility meter, namun kumparan yang digunakan
adalah tipe MS2W. Kumparan ini dilengkapi dengan sebuah wadah khusus yang
terbuat dari styrofoam untuk menampung nitrogen cair. Sampel ditempatkan pada
wadah tersebut dan direndam dalam nitrogen cair yang bertemperatur 77K.
Suseptibilitas sampel kemudian diukur seiring dengan naiknya temperatur
menuju temperatur ruang. Proses naiknya temperatur dari 77K ke temperatur
ruang biasanya ditempuh dalam waktu kira-kira 30 menit. Selain keempat
pengukuran di atas, maka sampel dengan nilai suseptibilitas tertinggi (PSNR 10)
dilihat kandungan mineralnya secara lebih rinci melalui pengukuran difraksi
sinar Xdan photomineralogy.
Hasil
Kemudian selanjutnya dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa mineral
utama penyusun pasir besi pantai Sunur adalah magnetit (Fe3O4). Hal ini terlihat
dari sebaran nilai suseptibilitas magnetik yang berkisar antara 0,67 hingga 2,58 ×
10-4 m3/kg (Hunt dkk, 1995). Alasan lain yang dapat memperkuat adalah dari
hasil saturasi IRM yang memperlihatkan bahwa sampel saturasi magnetik
pada medan di bawah 300 mT yang merupakan ciri mineral magnetit. Grafik
tersebut dapat dilihat seperti pada gambar dibawah
Gambar 1: Kurva saturasi IRM untuk PSNR 10.
Sementara itu, hasil pengukuran suseptibilitas sebagai fungsi temperatur
rendah menunjukkan bahwa terdapat adanya transisi fasa pada temperatur sekitar
–100ºC (Gambar 3). Transisi ini tidak sepenuhnya identik dengan transisi
Verwey untuk magnetit yang seharusnya terjadi pada temperatur sekitar 120K
atau –153ºC (Dunlop dan Ozdemir, 1997). Perbedaan ini sangat mungkin
disebabkan akibat adanya ketidakmurnian pada pasir besi. Ini berarti bahwa
selain magnetit, juga terdapat mineral- mineral magnetik lainnya.
Gambar 2. :Kurva suseptibilitas magnetik sebagai fungsi temperature rendah (PSNR 10).
Sedangkan untuk kurva peluruhan ARM pada sampel pasir besi. Terlihat
bahwa, ARM meluruh dengan cukup cepat pada medan magnetik yang relatif
rendah. Pada medan demagnetisasi sebesar 12,5 mT, intensitas ARM sudah
meluruh hingga kurang dari 20% intensitas mula-mula. Hal ini menunjukkan
bahwa pasir besi yang mayoritas berupa magnetit mempunyai bulir-bulir
magnetik (magnetic grains) berukuran besar dan bersifat domain jamak
Gambar 3. Kurva peluruhan ARM untuk PSNR 10
Adanya ketidakmurnian mineral magnetik pada pasir besi juga terlihat
dari analisa photomineralogy Selain magnetit, terdapat pula hematit (H),
ilmenit (I, FeTiO3) serta mineral-mineral yang lain (gauge minerals atau GM).
Mineral-mineral ini terbentuk bersama, lazimnya dalam bentul lamellae antara
magnetit, misalnya dengan ilmenit. Analisa ini juga memperlihatkan bahwa
konsentrasi magnetit, hematit, dan ilmenit masing-masing adalah 54.6%, 7.2%,
dan 3.5%. Terakhir, hasil analisa difraksi sinar X (Gambar 6) memperlihatkan
bahwa pasir besi memang mengandung magnetit dan hematit disamping
mineral-mineral lainnya, seperti kuarsa dan anapait. Hasil difraksi sinar X tidak
memperlihatkan adanya maghemit. Hal ini serupa dengan apa yang dilaporkan
oleh Yulianto dkk (2002) pada pasir besi Cilacap.
Kesimpulan
Pada penelitian ini telah ditunjukkan bahwa pasir besi dari Pantai Sunur,
Pariaman, Sumatera Barat mempunyai kandungan mineral magnetik berupa
magnetit dan hematit yang cukup tinggi. Karakteristik magnetik dari
pasir besi ini mendekati karakteristik pasir besi yang telah ditambang secara
besar-besaran di Cilacap, Jawa Tengah. Seperti juga mineral magnetik dari pasir
besi di Cilacap, mineral magnetik dari pasie besi Pantai Sunur juga
memperlihatkan ukuran bulir magnetik yang cukup besar serta moda perumbuhan
mineral yang
Daftar Pustaka
Bijaksana, S, (2002), Kajian Sifat Magnetik Pada Endapan Pasir Besi di
Wilayah Cilacap dan Upaya Pemanfaatannya untuk Bahan
Industri,Laporan Penelitian Hibah Bersaing, ITB.
Dunlop, D., Ö. Özdemir, (1997), Rock Magnetism, Cambridge University Press,
Cambridge.
Hunt, C. P., B. Moskowitz, S. K. Banerjee, (1995), Magnetic properties of rocks
and minerals, in T. J. Ahrens, ed., Rock Physics & Phase Relation, A
Handbook of Physical Constants, American Geophyical Union, Washington, pp.
189-204.
Moskowitz, B.M, (1991),Hitchhiker’s guide to magnetism in Enviromental
Magnetism Workshop, University of Minnesota, 5-8 June1991.
Yulianto,A, S. Bijaksana, W. Loeksmato, (2002), Karakterisasi Magnetik dari
Pasir Besi Cilacap, Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia vol A5 no 0527,.