Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

31
WEWENANG FORMAL DAN WEWENANG NYATA DALAM ORGANISASI (Resume) I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penggunaan wewenang formal (hak pembuatan keputusan) dan wewenang yang nyata 1 (kontrol/kendali efektif terhadap keputusan) dalam organisasi memerlukan ketersediaan informasi yang cukup sehingga tidak terjadi hal yang kontra produktif dalam hal pembuatan keputusan maupun pendelegasian sebuah wewenang oleh pimpinan organisasi. Dalam penggunaan kedua wewenang tersebut oleh seorang pimpinan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ketersediaan informasi yang dimilikinya, baik yang berasal dari diri pribadi pimpinan tersebut maupun yang berasal/didapat dari luar dirinya, khususnya sebagai hasil dari komunikasinya dengan para wakil maupun bawahan lainnya-yang merupakan agen informasi. Jika seorang pimpinan organisasi melakukan pengambilan keputusan atau pendelegasian wewenang tidak didasarkan atas ketersediaan informasi yang 1 Sebagai padanan dalam istilah Bahasa Indonesia, “real authority” dapat juga disebut sebagai wewenang tidak tertulis. Namun untuk keperluan akademik, penulis menggunakan istilah “wewenang nyata” sebagai terjemaahan langsung dari istilah “real authority”.

description

Resume tersebut merupakan saduran dari jurnal internasional yang berjudul "Formal and Real Authority in Organizations", olehPhilippe Aghion dan Jean Tirole, yang diterbitkan dalam The Journal of Political Economy, Vol. 105, No. 1. (Feb., 1997), pp. 1-29.Stable URL:http://links.jstor.org/sici?sici=0022-3808%28199702%29105%3A1%3C1%3AFARAIO%3E2.0.CO%3B2-KThe Journal of Political Economy is currently published by The University of Chicago Press.

Transcript of Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

Page 1: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

WEWENANG FORMAL DAN WEWENANG NYATA DALAM ORGANISASI

(Resume)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penggunaan wewenang formal (hak pembuatan keputusan) dan

wewenang yang nyata1 (kontrol/kendali efektif terhadap keputusan) dalam

organisasi memerlukan ketersediaan informasi yang cukup sehingga tidak

terjadi hal yang kontra produktif dalam hal pembuatan keputusan maupun

pendelegasian sebuah wewenang oleh pimpinan organisasi. Dalam

penggunaan kedua wewenang tersebut oleh seorang pimpinan sangat

dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ketersediaan informasi yang

dimilikinya, baik yang berasal dari diri pribadi pimpinan tersebut maupun

yang berasal/didapat dari luar dirinya, khususnya sebagai hasil dari

komunikasinya dengan para wakil maupun bawahan lainnya-yang

merupakan agen informasi. Jika seorang pimpinan organisasi melakukan

pengambilan keputusan atau pendelegasian wewenang tidak didasarkan

atas ketersediaan informasi yang cukup, maka kemungkinan besar

keputusan yang diambil tidak tepat atau wewenang didelegasikan kepada

orang yang tidak tepat pula. Demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu,

dalam penggunaan kedua wewenang dimaksud, seorang pimpinan

organisasi selayaknya memiliki dasar berupa pertimbangan-pertimbangan

tertentu, sehingga tidak terjadi kesalahan, baik dalam hal pengambilan

keputusan maupun pendelegasian wewenang.

Hal kontra produktif lainnya yaitu ketika tidak terjadi alokasi yang

seimbang dalam penggunaan kedua wewenang tersebut. Ketika seorang

pimpinan organisasi cenderung menggunakan wewenang yang nyata (real

authority) dalam mengelola oegansisai, maka pengendalian atas kinerja

1 Sebagai padanan dalam istilah Bahasa Indonesia, “real authority” dapat juga disebut sebagai wewenang tidak tertulis. Namun untuk keperluan akademik, penulis menggunakan istilah “wewenang nyata” sebagai terjemaahan langsung dari istilah “real authority”.

Page 2: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

organisasi akan berkurang keefektifannya bahkan dapat menyebabkan

hilangnya fungsi pengendalian/kontrol itu sendiri. Oleh karena itu

pengalokasian kedua wewenang dimaksud oleh seorang pimpinan

organisasi memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang memadai/layak

sebelum memilih menggunakan wewenang formal atau wewenang nyata

yang dimilikinya guna mengambil suatu keputusan maupun

mendelegasikan wewenang.

Sekitar 40 tahun yang lalu, Herbert Simon mendefinisikan wewenang

sebagai suatu hak untuk memilih tindakan tertentu guna mempengaruhi

sebagian maupun keseluruhan organisasi. Hal ini sesuai dengan penekanan

dari Grossman dan Hart (1986) serta Hart dan Moore (1990), bahwa

wewenang dapat juga dikatakan terkait dengan kepemilikan suatu aset,

yang memberikan suatu hak terhadap pemilik aset untuk membuat suatu

keputusan terkait dengan penggunaan aset dimaksud. Suatu wewenang,

secara umum dapat diperoleh, baik secara implisit maupun eksplisit, pada

suatu kontrak/perjanjian yang menentukan pengalokasian hak dari seorang

anggota kelompok dalam suatu organisasi dalam pembuatan keputusan

atas suatu permasalahan.

Wewenang yang pengalokasiannya sesuai dengan kontrak/perjanjian

tersebut merupakan contoh dari wewenang formal (formal authority).

Dalam penggunaan wewenang formal tersebut tidak memerlukan

pertimbangan dengan berdasarkan wewenang nyata yang dimiliki oleh

pemilik wewenang2 dimaksud. Sebagai contohnya, sebagaimana diketahui

secara umum bahwa para pemegang saham memiliki kontrol/kendali yang

terbatas terhadap jajaran direksi suatu perusahaan, hal ini menunjukkan

tentang dominasi para pemegang saham tersebut terhadap jajaran

eksekutif tingkat atas (direksi) perusahaan tersebut yang pada gilirannya

seringkali harus memberikan persetujuan tanpa dasar/pertimbangan yang

layak terhadap proyek-proyek tertentu.

2 Maksudnya adalah pemilik wewenang formal maupun wewenang nyata, sebagai contohnya para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak/perjanjian.

2

Page 3: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

Contoh lain dari pengalokasian wewenang formal dan nyata yang

tidak tepat, yaitu ketika seorang pimpinan memiliki beban kerja yang

berlebihan terkait wewenang formal yang dimiliknya sehingga

mengakibatkan waktu yang dimilikinya menjadi sedikit untuk

mendapatkan informasi yang relevan maka akan mengakibatkan pimpinan

tersebut kehilangan kontrol terhadap berbagai aktivitas organisasi serta

menjadikan berbagai proyek yang ada tidak mencapai hasil yang optimal.

Informasi yang tidak relevan tersebut dapat berasal dari para bawahan

pimpinan organisasi dimaksud. Sehingga akibatnya pimpinan organisasi

melakukan kesalahan dengan memilih masukan berupa informasi yang

tidak akurat dengan menyetujui begitu saja usulan yang diberikan

bawahannya. Sebaliknya, jika pengalokasian wewenang formal maupun

nyata dilakukan secara tepat maka akan menghasilkan keputusan yang

tepat pula sehingga hasil kinerja yang dicapai organisasi pun dapat

optimal, contohnya yaitu ketika seorang pimpinan organisasi-yang

memiliki ketersediaan informasi yang layak-menerima usulan proyek dari

bawahannya, maka ia akan meneliti dengan baik usulan itu disertai dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu karena terkadang proyek yang

diajikan tersebut kurang bermutu dan dalam pengajuan usulan proyek

tersebut bawahan memiliki motivasi tersendiri, antara lain yaitu, bahwa

proyek tersebut akan menghasilkan keuntungan (benefit) secara pribadi,

dapat meningkatkan karirnya di masa depan dan memerlukan usaha yang

lebih sedikit (kecil) daripada mengajukan proyek bermutu yang hasilnya

optimal. Dengan ketersediaan informasi yang cukup yang dimiliki

pimpinan organisasi, maka pimpinan organisasi tidak akan memilih atau

menyetujuai proyek tersebut begitu saja, namun akan memilih proyek lain

yang sesuai pertimbangannya akan membawa hasil optimal bagi

organisasi.

Antara wewenang formal dan wewenang nyata terdapat

interdependensi satu sama lain. Wewenang nyata ditentukan oleh struktur

informasi yang ada/tersedia, yang pada gilirannya tergantung juga kepada

3

Page 4: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

pengalokasian wewenang formal dalam mengakomodir wewenang nyata.

Oleh karena itu diperlukan mekanisme tertentu agar wewenang formal dan

wewenang nyata dapat dialokasikan secara proporsional serta dilakukan

pemisahan antara wewenang formal dan wewenang nyata dengan cara

menunjukkan bagaimana sebuah struktur yang terintegrasi secara formal

dapat mengakomodir beraneka ragam kenyataan yang terjadi (dalam hal

pengalokasian wewenang formal dan nyata).

2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi

permasalahan dalam hal pengalokasian wewenang formal dan wewenang

nyata dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana melakukan pengalokasian secara proporsional terhadap

wewenang formal dan wewenang nyata ?

b. Bagaimana melakukan pemisahan secara jelas antara wewenang

formal dan wewenang nyata dalam suatu struktur yang terintegrasi

secara formal sehingga dapat mengakomodir beraneka ragam

kenyataan yang terjadi (dalam hal pengalokasian wewenang formal

dan nyata) ?

II. KAJIAN TEORI

Teori yang digunakan sebagai pendekatan dalam pengkajian permasalahan

tersebut diatas, antara lain :

1. Deskripsi Max Weber (1968) tentang wewenang ”rasional” atau ”legal”3.

Weber manyatakan bahwa pejabat, karyawan dan buruh merupakan

perangkat administratif dari suatu birokrasi guna menjalankan alat-alat

produksi dan administrasi, jadi birokrasi tersebut layaknya mesin yang

menyediakan perangkat rasional dan efektif untuk mengatur aktivitas

sosial/organisasi. Sesuai pernyataan Weber, maka teori dimaksud akan

digunakan dalam menganalisis ketimpangan yang ada antara wewenang

formal dan wewenang nyata.

3 Deskripsi Max Weber tersebut merupakan bagian dari teorinya yang dikenal dengan Teori Birokrasi, yang menyatakan sumber-sumber wewenang antara lain : 1. rational-legal authority; 2. traditional authority; 3. charismatic authority.

4

Page 5: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

2. Teori yang mengacu dari hasil penelitian oleh Riordan (1990), Schmidt

(1991) dan Cremer (1996), yang menyatakan bahwa pada konteks yang

tententu, terlalu banyak informasi akan merugikan seorang pimpinan

organisasi. Teori ini akan digunakan untuk menghasilkan deskripsi tentang

interaksi dua arah antara wewenang dan informasi serta studi mengenai

pengalokasian wewenang nyata bagi bawahan maupun pemilihan tugas

yang layak didelegasikan kepadanya sesuai wewenang formal yang

dimiliki pimpinan organisasi.

III. METODOLOGI

Komposisi hierarkhie antara seorang pimpinan dan bawahan dalam

organisasi dapat menjadikan salah satu proyek/pekerjaan terpengaruh atau justru

tidak satu pun yang terpengaruh. Pimpinan organisasi menggaji bawahan untuk

mengumpulkan informasi tentang suatu proyek serta untuk mempengaruhi

jalannya suatu proyek. Sebagai contoh dari susunan hierarkhi dimaksud, antara

lain : jajaran direksi dan manajemen, CEO dan manajer bagian, penasehat ahli

dan penyelidik (peneliti), pengawas dan pekerja serta otoritas supranasional dan

negara.

Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan metodologi ex post facto4.

Penelitian ini diawali dengan menentukan dua kelompok yang akan dijadikan

sasaran penelitian, yaitu kelompok pimpinan organisasi dan kelompok

bawahannya. Selanjutnya terhadap dua kelompok tersebut dilakukan penelitian

atas sebab-sebab terjadinya perbedaan respon atas situasi/kondisi yang sama,

dalam hal ini adalah sebab-sebab terjadinya perbedaan respon antara pimpinan

dan bawahan terkait pengalokasian wewenang formal dan wewenang nyata,

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a. Proyek (projects)

Faktor proyek turut memberi pengaruh karena terkait dengan

pertimbangan dari seorang pimpinan organisasi untuk menerima proyek

yang diusulkan bawahannya atau tidak. Misalnya, jika tidak ada suatu

4 Disebut juga sebagai restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran kembali terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.

5

Page 6: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

proyek dari bawahan yang disetujui pimpinan untuk dikerjakan, maka

tidak akan ada keuntungan yang didapat bagi diri pribadi pimpinan dan

bawahan tersebut. Hal ini dirumuskan dengan rumus , dimana B

merupakan keuntungan pimpinan dan b merupakan keuntungan bawahan.

b. Pilihan (preferences)

Suatu pilihan oleh pimpinan organisasi maupun bawahan

mempengaruhi besar kecilnya resiko yang akan muncul dalam

pengambilan keputusan. Hal ini dirumuskan dengan rumus .

Pimpinan akan memiliki resiko 0 (nol) jika memilih proyek k yang

diusulkan oleh bawahannya. Bawahan tersebut akan mendapatkan upah

sebesar w.

c. Informasi (information)

Dalam rangka menggambarkan pengambilan keputusan secara alami,

entah berdasarkan wewenang formal maupun nyata, yang kemudian

didelegasikan pimpinan kepada bawahan, maka besaran upah pembayaran

suatu proyek diasumsikan tidak diketahui sebelumnya oleh pimpinan

maupun bawahan. Dengan melakukan upaya/usaha seorang

bawahan mempelajari secara benar-benar bahwa semua usulan proyek

memiliki kesempatan untuk disetujui oleh pimpinan. Dengan

kemungkinan , bawahan berarti tidak memperhitungkan sama sekali

kemungkinan penerimaan proyek lainnya oleh pimpinan.

Demikian juga sama halnya, ketika seorang pimpinan mencurahkan

sebagian besar waktu dan usahanya mempelajari segi pembayaran suatu

proyek. Dengan melakukan upaya/usaha , seorang pimpinan

organisasi berarti telah mendapat informasi yang cukup atas pembayaran

suatu proyek dengan kemungkinan E dan berarti tidak mendapat informasi

jika kemungkinannya 1 – E.

d. Komunikasi (Komunikasi)

Informasi ada yang tergolong tajam (akurat) maupun yang lemah

(tidak akurat). Suatu informasi yang akurat tentang pembayaran suatu

proyek dapat menjadi tidak berharga ketika informasi tersebut justru

6

Page 7: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

diberitahukan oleh pihak pengumpul informasi kepada pihak lain (terjadi

kebocoran informasi). Sedangkan informasi yang kurang akurat justru

dapat menjadi masukan yang baik jika diterjemaahkan oleh pengumpul

informasi kepada pimpinan (informasi tidak dimengerti pihak lain).

e. Wewenang (authority)

Dalam kerangka wewenang formal-P (integrasi), seorang pimpinan

memiliki wewenang formal dan saat itu ia disebut sebagai ”atasan”. Dalam

hal ini seorang pimpinan yang berperilaku sebagai atasan dapat selalu

menolak usulan-usulan yang diajukan bawahannya. Hal tersebut akan

dilakukan seorang pimpinan jika ia memiliki informasi yang lebih baik

daripada informasi bawahannya serta usulan yang diajukan bawahannya

tersebut tidak selaras dengan pemikiran pimpinannya. Sebaliknya jika

pimpinan tersebut tidak memiliki informasi yang baik, maka pimpinan

tersebut hanya akan menyetujui usulan bawahannya ketika , sehingga

pada posisi ini dapat dikatakan justru bawahan yang memiliki wewenang

nyata.

Sedang dalam kerangka wewenang formal-A (delegasi), seorang

bawahan yang independen yang memiliki informasi yang baik, maka akan

berhasil mengajukan proyek yang diusulkannya tanpa bisa ditolak oleh

pimpinannya. Pada posisi ini justru seorang bawahan yang memiliki

kewenangan formal.

f. Perjanjian (contracts)

Dalam suatu kontrak/perjanjian yang telah ditandatangani terdapat

ketentuan alokasi wewenang formal (hak pengendalian) oleh salah satu

pihak saja atau kedua pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut.

Ketentuan-ketentuan dimaksud antara lain sebagai berikut : (i) Seorang

pimpinan menawarkan usulan proyek yang memberikan alokasi wewenang

formal miliknya kepada bawahannya untuk proyek-proyek yang akan

datang; (ii) Para pihak secara bersama-sama saling memberikan informasi

tentang pembayaran sejumlah n proyek; (iii) Pihak yang tidak memiliki

wewenang formal berkomunikasi dengan pihak pengendali tentang

7

Page 8: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

pilihannya atas pembayaran suatu proyek yang relevan setelah

mempelajari berbagai pilihan tersebut lebih dulu; (iv) Pihak pengendali

memilih suatu proyek tertentu (atau tidak sama sekali) berdasarkan

informasi yang dimilikinya maupun yang didapat dari pihak lainnya.

g. Pembayaran berdasarkan pengalokasian dua wewenang (payoffs under the

two allocation of authority)

Berdasarkan wewenang formal-P (integrasi), maka manfaat yang

didapat yaitu :

(1)

dan

(2)

Artinya, dengan kemungkinan E, seorang pimpinan telah

mendapat/memiliki informasi dan selanjutnya memilih proyek yang lebih

disukainya. Sedangkan dengan kemungkinan 1 – E, pimpinan tidak

mendapat/memiliki informasi apapun. Dengan kemungkinan e, seorang

bawahan telah mendapat/memiliki informasi dan menyarankan proyek

yang lebih disukainya kepada pimpinannya. Disamping itu, seorang

pimpinan juga mempelajari mekanisme pembayaran suatu proyek yang

diusulkan bawahannya tersebut agar dapat mengambil keputusan yang

tepat, jika tidak demikian, maka pimpinan tersebut akan membuat

kesalahan dengan hanya menyetujui usulan proyek begitu saja.

Berdasarkan wewenang formal-A (delegasi), seorang bawahan yang

telah mendapat/memiliki informasi, dengan mudah memilih proyek yang

lebih disukainya. Namun, ketika seorang bawahan tidak

mendapat/memiliki informasi dan pimpinannya mendapat/memiliki

informasi, maka pimpinan tersebut akan menyarankan proyek yang lebih

disukainya, yang kemudian dilaksanakan oleh bawahan tersebut.

Selanjutnya dengan perumusan delegasi manggunakan huruf d (yang

ditulis diatas/superscript), maka kesukaan dirumuskan sebagai berikut :

8

Page 9: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

(3)

dan

(4)

Sebagai catatan bahwa kurangnya respon yang diberikan bawahan

terhadap rangsangan berupa uang dapat menghambat negoisasi ulang

berikutnya dalam pelaksanaan suatu wewenang.

h. Komentar atas kontrak yang lengkap (remark on complete contracts)

Untuk meletakkan pendekatan tentang kontrak yang belum

sepenuhnya lengkap hingga tercapai suatu perspektif, maka berdasarkan

hasil diskusi sebelumnya, diasumsikan bahwa suatu proyek dapat

dideskripsikan dan diperjanjikan sebelumnya, walaupun mekanisme

pembayarannya belum diketahui oleh kedua pihak. Selanjutnya, secara

mengejutkan didapatkan hasil yang menarik, bahwa berdasarkan asumsi

yang lemah tersebut, perjanjian/kontrak yang telah lengkap seutuhnya

memiliki kesesuaian yang besar terhadap skema pengalokasian wewenang

dengan kemungkinan yang acak selama bawahan tidak merespon

rangsangan berupa uang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan atas pengaruh faktor-faktor

tersebut diatas terhadap pengalokasian wewenang formal maupun nyata oleh

pimpinan terhadap bawahannya dalam organisasi, maka didapatkan hasil berupa

ditemukannya hal-hal sebagai berikut :

1. Pertukaran mendasar antara kehilangan kendali dan inisiatif

Dalam kondisi yang menunjukkan dimana seorang bawahan

memiliki inisiatif kinerja yang tinggi, maka dapat diduga bahwa ia

memiliki motivasi yang tinggi akan mendapat keuntungan/manfaat pribadi

yang besar. Dalam kondisi tersebut terdapat campur tangan yang sedikit

dari pimpinan, sehingga dalam hal ini pula terjadi kehilangan kontrol

seorang pimpinan atas kinerja bawahannya. Jadi, di satu sisi ada hal positif

9

Page 10: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

berupa tingginya inisiatif kinerja bawahan, namun karena hal tersebut

dilandasi kepentingan pribadi bawahan dan pengaruh dari rendahnya

pengawasan pimpinan, maka terjadi hal yang kontra produktif berupa

hilangnya kontrol pimpinan terhadap bawahan sebagai ekses negatifnya.

Kondisi tersebut dirumuskan sebagai berikut :

(5)

dan

(6)

Artinya, ketika kemungkinan seorang pimpinan mendapat/memiliki

informasi atas pembayaran suatu proyek (E) mengalami penurunan, maka

pimpinan tersebut akan kehilangan wewenang nyatanya dalam memilih

suatu proyek sehingga mengakibatkan tingginya resiko berupa tidak

optimalnya suatu proyek yang terpilih untuk dilaksanakan. Sebaliknya,

pengurangan intervensi pimpinan E akan mendorong inisiatif bawahan

yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan harapan pimpinan untuk

memningkatkan keuntungan/manfaat keuangan.

2. Pengalokasian optimal atas wewenang formal

Suatu wewenang formal pada waktu tertentu dapat dialokasikan bagi

pimpinan itu sendiri, namun suatu saat juga dapat didelegasikan kepada

bawahan. Kedua pertimbangan tersebut, yaitu insentif (inisiatif) dan

rasionalitas individual (partisipasi), saling berkaitan secara relevan,

walaupun keduanya memiliki perbedaan dan saling melengkapi

berdasarkan hasil uji implikasinya.

a. Pendelegasian dari sudut sudut pandang insentif

(imbalan/rangsangan kerja)

Ketika suatu wewenang formal didelegasikan kepada bawahan,

maka terjadi reaksi antara kurva pimpinan dan bawahan yang saling

berkaitan, dirumuskan sebagai berikut :

(7)

dan

10

Page 11: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

(8)

Dengan mengasumsikan sekali lagi bahwa rumus (7) dan (8)

menghasilkan sebuah titik ekuilibrium yang stabil , sekali

waktu dapat terjadi dan . Jadi, pendelegasian akan

meningkatkan inisiatif bawahan, karena pimpinan tidak dapat

menolak lagi usulan bawahan yang didasari atas informasi yang baik.

b. Pendelegasian dari sudut pandang partisipasi

Pendelegasian atas suatu wewenang untuk menentukan pilihan

kepada seorang bawahan dapat meningkatkan kinerja bawahan

tersebut dan dapat juga menjadikan pimpinan dapat mengalokasikan

energinya untuk memikirkan hal-hal lainnya, yaitu penurunan biaya

maupun penghitungan ulang atas penggunaan suatu wewenang

terhadap suatu keputusan yang telah dibuat, dengan tetap menjaga

rasionalitas individual bawahan terhadap kepuasan kinerjanya.

Perumusan hubungan antara pendelegasian secara optimal oleh

pimpinan terhadap peningkatan tingkat partisipasi bawahan, yaitu :

dengan syarat

Selanjutnya, dengan menggunakan untuk menunjukkan

berbagai tingkatan partisipasi, maka didapat hasil berikut :

(9)

Pengalokasian wewenang formal ditunjukkan pada hasil akhir rumus

diatas, yaitu rumus (9) yang menggambarkan kemandirian usaha.

Suatu wewenang terhadap suatu keputusan akan memiliki perbedaan

hanya ketika kedua pihak-pimpinan dan bawahan-memiliki

/mendapat informasi yang sama atas konsekuensi dari sebuah

11

Page 12: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

keputusan. Beban dan manfaat dari pendelegasian wewenang atas

suatu keputusan k memiliki proporsionalitas terhadap kemungkinan

yang menunjukkan bahwa suatu informasi telah dibagi bersama

antara pimpinan dan bawahan.

c. Pendelegasian wewenang : Implikasi yang teruji

”pandangan tentang insentif/imbalan (incentive view)” (pada

bagian A) dan ”pandangan tentang partisipasi (participation view)”

(pada bagian B) menghasilkan determinan yang saling melengkapi

pengalokasian wewenang formal. Berdasarkan hasil analisis terhadap

keduanya, didapatkan suatu rangkaian implikasi yang teruji.

Implikasi tersebut merupakan hal yang realistis, walaupun tetap

memerlukan penelitian lebih lanjut berdasarkan model struktural

untuk menghasilkan suatu bukti yang konklusif.

1) Kesediaan relatif dalam mentaati wewenang

Pertimbangan untuk berpartisipasi oleh bawahan akan

membawa dampak positif bagi pengalokasian wewenang

formal atas suatu keputusan k = 1,.....,n berdasarkan kepada

kesediaan relatif dalam menaati oleh kedua

belah pihak. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa hal tersebut

menghasilkan implikasi sederhana berikut : : (a) Hanya

keputusan yang relatif tidak penting bagi pimpinan

seharusnya digelegasikan, yaitu sebagaimana

yang tercantum dalam ketentuan/peraturan organisasi; (b)

Untuk pendelegasian keputusan, dimana terjadi suatu kondisi,

yaitu seorang pimpinan tidak dapat mempercayai bawahannya

atau justru ketika seorang bawahan mempercayai

pimpinannya tidak seharusnya didelegasikan.

Pengaruh kesesuaian tersebut terlihat cocok dengan bukti

empiris sebagaimana pelaksanaan wewenang pada bagian-

bagian perusahaan.

12

Page 13: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

Kesimpulannya yaitu, kemungkinan dari suatu

pendelegasian mengalami penurunan dengan kesesuaian

parameter terlihat konsisten melalui observasi secara

sepintas. Para karyawan bersedia melepaskan/memberikan

wewenang kepada manajer yang mereka percayai. Sebaliknya,

perjanjian atau ketentuan hukum yang telah dibuat harus dapat

mencegah para karyawan melakukan penyimpangan (seperti :

menutupi suatu skandal, mencemari sungai, dll).

2) Inisiatif sebagai determinan (penentu) dalam pelaksanaan

delegasi

Pandangan terhadap suatu imbalan/insentif boleh jadi

merupakan kunci utama dalam memahami keputusan

pendelegasian yang merespon perubahan atas penerimaan

informasi. Pendelegasian wewenang oleh pimpinan terhadap

bawahan tidak perlu dilakukan ketika seorang pimpinan

memiliki ketersediaan informasi yang layak, baik dalam hal

kuantitas maupun kualitas. Pendelegasian wewenang juga tidak

perlu dilakukan oleh seorang pimpinan manakala terjadi

penurunan inisiatif kinerja oleh bawahan.

d. Pengalokasian tingkat menengah atas suatu wewenang formal

Keseluruhan analisis diatas/sebelumnya terkonsentrasi pada

manfaat/keuntungan dan beban dari pendelegasian wewenang formal

secara penuh terhadap sebuah atau serangkaian keputusan. Namun,

ternyata dalam praktek tidak selalu demikian, terkadang wewenang

didelegasikan secara ”bersyarat” atau kepada pihak ketiga

(middleman) dengan tujuan/sasaran menengah antara tujuan

pimpinan dan tujuan bawahan.

1) Pendelegasian dalam kondisi mendesak (darurat)

Terkadang seorang pimpinan mendelegasikan

wewenangnya kepada seorang bawahan, tetapi tetap menjaga

kemungkinan menggunakan kembali wewenangnya ketika

13

Page 14: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

diperlukan, misalnya dalam hal campur tangan penentuan

pengeluaran suatu biaya yang berjumlah besar. Sebagai

contohnya, suatu ketika seorang bawahan tidak perlu

persetujuan sebelumnya dari pimpinannya dalam membuat

keputusan dan untuk melakukan kegiatan tertentu, namun disisi

lain seorang pimpinan tetap memiliki wewenang untuk

mengevaluasi hasil keputusan atau kegiatan bawahan tersebut

bahkan menghentikannya. Pendelegasian dalam keadaan

mendesak dapat dilakukan oleh pimpinan ketika pimpinan

menilai bahwa telah terjadi kondisi yang tidak menguntungkan

bagi organisasi.

Pendelegasian dalam keadaan mendesak berada diantara

wewenang formal-A (delegasi penuh, artinya pimpinan tidak

dapat menolak usulan bawahan) dan wewenang formal-P (tidak

ada pendelegasian, artinya bawahan perlu persetujuan

sebelumnya) dalam kondisi hubungan sebab akibat antara

inisiatif dan kehilangan kontrol. Aplikasinya pada suatu

perusahaan, yaitu ketika terjadi pengambilalihan kendali dalam

pengelolaan keuangan dari jajaran direksi.

2) Pendelegasian kepada manajemen tingkat menengah

Pada suatu ketika, seorang pimpinan tidak melakukan

pendelegasian wewenang kepada bawahannya secara langsung,

tetapi pendelegasian dilakukan kepada para manajer atau

supervisor dengan tujuan agar pimpinan tetap memiliki kontrol

langsung atas keputusan yang dibuat manajernya, juga untuk

membatasi pimpinan kehilangan kewenangan formalnya (jika

keseluruhan wewenang didelegasikan kepada bawahan) serta

disatu sisi tidak mengurangi hak bawahan dalam pembuatan

keputusan formal.

e. Wewenang dan Komunikasi

14

Page 15: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

Pengalokasian wewenang formal mempengaruhi daya inisiatif

bawahan dalam berkomunikasi dengan pimpinannya sebelum

(bawahan tersebut) memiliki informasi tertentu. Dampak dari

pengalokasian wewenang formal terhadap komunikasi tergantung

pada parameter model yang digunakan, khususnya tingkat kesesuaian

antara tujuan/sasaran pimpinan dan tujuan/sasaran bawahan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi inisiatif ketika seorang pimpinan

memiliki wewenang formal

Pada bagian ini, diasumsikan bahwa terjadi dominasi terhadap

pendelegasian secara penuh atas wewenang formal dan dilakukan

penyelidikan atas sejumlah kecil determinan wewenang nyata bawahan

yang tersentralisasi melalui perluasan model dasar dalam sejumlah

petunjuk sederhana.

a. Rentang kendali, beban yang berat dan inisiatif

Upaya melakukan pengembangan perusahaan secara cepat

memerlukan biaya yang tinggi serta menyebabkan hilangnya kontrol

pimpinan, disisi lain kebijakan pimpinan untuk mengembangkan

perusahaan secara perlahan juga dapat menahan peningkatan

inisiatif bawahan. Hal-hal tersebut dapat diketahui seorang pimpinan

dengan mengamati kinerja para bawahannya. Penurunan keuntungan

organisasi karena beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan

diperketatnya rentang kendali yang sudah ada dengan tujuan

meningkatkan kinerja organisasi/perusahaan. Dalam kondisi

organisasi yang sedang kelebihan beban kerja, maka organisasi

tersebut dapat melakukan penambahan karyawan (bawahan

tambahan). Namun hal tersebut belum tentu efektif. Ketika kinerja

dari para bawahan tambahan tersebut tidak efektif dan keuntungan

perusahaan tetap rendah, maka kondisi kelebihan beban kerja

tersebut belum dapat diatasi. Maka disinilah diperlukan upaya untuk

memperketat rentang kendali yang ada. Diharapkan dengan

memperketat rentang kendali tersebut, maka inisiatif kinerja para

15

Page 16: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

bawahan juga akan meningkat, yang pada gilirannya dapat mengatasi

beban kerja perusahaan yang berlebih.

b. Pengukuran kinerja dan ketanggapan bawahan terhadap rangsangan

keuangan

Kesimpulan utama pada bagian ini yaitu, bahwa upah yang

tinggi akan meningkatkan wewenang nyata dengan 2 alasan :

pertama, dengan meningkatkan imbalan bagi bawahan, maka akan

dapat meningkatkan pula kinerja bawahan dalam membuat usulan

suatu proyek. Kedua, hal tersebut akan mengurangi upaya pimpinan

dalam melakukan pengawasan atas kinerja bawahan. Sehingga disini

diperlukan rangsangan bagi bawahan berupa uang guna

meningkatkan kinerja dan inisiatif bawahan.

c. Berbagai unsur pimpinan

Keberadaan berbagai unsur pimpinan dalam suatu organisasi,

secara umum dipercaya untuk mempengaruhi perilaku bawahan.

Terdapat 2 dimensi atas pembagian kepemilikan, yaitu laba dan

wewenang.

Pembagian laba- pembagian keuntungan berupa laba dalam

bentuk uang dapat dilakukan di antara beberapa pimpinan.

Pembagian laba tersebut memiliki dua pengaruh terhadap inisiatif.

Pertama, dapat mengurangi pelaksanaan fungsi pengawasan. Kedua,

pengawasan secara berlebih dapat menurunkan inisiatif. Pembagian

laba tidak akan efektif jika dilakukan bersamaan dengan

menggunakan upaya meningkatkan keuntungan.

Pembagian wewenang-pembagian wewenang dalam suatu

organisasi dapat saja dilakukan diantara beberapa pimpinan yang

ada, seperti halnya pembagian wewenang pada suatu joint venture

terhadap beberapa pihak yang bermitra, pembagian wewenang

Presiden kepada beberapa menterinya, pembagian wewenang pada

kongres terhadap beberapa komisi yang ada, dll. Namun demikian,

suatu saat, pemegang wewenang tertinggi dapat tetap menggunakan

16

Page 17: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

hak vetonya, misalnya pada suatu negara-Presiden dapat

menggunakan hak vetonya untuk memutuskan sesuatu hal sesuai

ketentuan dalam suatu rapat kabinet, atau dapat juga suatu saat

wewenang untuk memutuskan suatu hal diambil dengan

menggunakan sistem voting (pendapat mayoritas). Sebuah konflik

kepentingan dapat menyebabkan meningkatnya dorongan utuk

menggunakan hak veto oleh para pimpinan. Sebagai jalan terbaik,

dapat saja suatu keputusan dilakukan secara bersama-sama (kolegeal)

oleh beberapa pimpinan tersebut.

d. Urgensi (keadaan yang mendesak) dan pendelegasian

Terkadang suatu perusahaan dipaksa oleh suatu keadaan yang

mendesak yaitu keadaan yang mendorong perusahaan agar secara

cepat dapat/perlu menyesuaikan/beradaptasi dengan permintaan

konsumen. Dalam kondisi yang demikian, perusahaan dipaksa untuk

melakukan desentralisasi kewenangan untuk memutus rantai

birokrasi yang terlalu panjang. Sehingga untuk mengatasi keadaan

yang mendesak tersebut, mekanisme pendelegasian wewenang dapat

digunakan sebagai salah satu solusinya.

e. Reputasi dan kesabaran dalam pelaksanaan wewenang formal

Reputasi memiliki pengaruh sebagai indikator alternatif lainnya

dalam menentukan pengalokasian wewenang atau perjanjian kerja.

Dalam praktek, para atasan mencoba membangun reputasi dengan

cara “tidak melakukan campur tangan terlalu sering” atau dengan

cara “melakukan campur tangan ketika perlu saja”. Singkatnya,

pembangunan reputasi tidak seharusnya dilakukan melalui suatu

model yang formal, namun melalui hubungan/jalur kekeluargaan

antara atasan dan bawahan. Disamping itu, diperlukan kesabaran

tersendiri bagi seorang pimpinan dalam melakukan penolakan atas

usulan proyek yang diajukan oleh bawahannya dikarenakan proyek

tersebut tidak akan menghasilkan hasil yang optimal bahkan justru

akan mendatangkan kerugian. Kesabaran pimpinan tersebut akan

17

Page 18: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

dapat membangun reputasi yang baik bagi pimpinan itu sendiri di

mata bawhannya.

f. Pengujian terhadap determinan wewenang nyata

Terdapat suatu hambatan dalam menentukan determinan-

determinan atas suatu wewenang nyata dalam rangka mendapatkan

bukti yang sistematis, yaitu terkait dengan metode pengukurannya.

Berdasarkan analisis diatas, telah disarankan bahwa pengukuran

wewenang nyata dapat saja dilakukan terhadap bebarapa

karakteristik organisasi seperti rentang kendali, pemusatan

kepemilikan dan sejumlah pimpinan serta lapisan pengawasan. Hal-

hal tersebut cukup relavan untuk dijadikan sebagai indikator

pengukuran wewenang nyata yang diterima oleh bawahan dalam

suatu organisasi. Disamping itu, pengukuran dapat juga dengan

menggunakan kuesioner, mengamati hasil akhir dari pengambilan

keputusan dan siapa yang diuntungkan atas hal tersebut, menghitung

jumlah penolakan yang dilakukan pimpinan terhadap bawahan atau

menemukan pihak mana yang mendapatkan usulan suatu proyek.

Pengukuran wewenang nyata dengan indikator-indikator diatas

memerlukan kehati-hatian ekstra.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian terhadap permasalahan

diatas, yaitu :

a. Dalam sebuah organisasi, pendelegasian wewenang formal terhadap

seorang bawahan akan memfasilitasi tumbuhnya partisipasi para

bawahan lainnya dalam organisasi tersebut dan meningkatkan

rangsangan dalam mendapatkan informasi yang relevan tentang

kegiatan-kegiatan yang bersesuaian. Demikian pula sebaliknya,

pendelegasian juga dapat menyebabkan kerugian berupa hilangnya

kontrol yang dimiliki pimpinan organisasi. Sebagai sebuah hasil dari

keseluruhan pertukaran keduanya (antara pendelegasian wewenang

18

Page 19: Resume Jurnal Perilaku Organisasi_Wewenang Formal Dan Nyata Dalam Organisasi

formal dan hilangnya kontrol pimpinan), ditemukan bahwa

wewenang formal lebih mirip seperti pendelegasian keputusan (atau

kegiatan) yang relatif tidak penting bagi pimpinan organisasi; dimana

pimpinan dapat mempercayai bawahannya; hal tersebut penting bagi

bawahan, atau dengan alasan lain karena pimpinan organisasi tidak

memiliki keahlian atau kompetensi terkait pekerjaannya sehingga ia

mendelegasikan wewenangnya.

b. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa sentralisasi (wewenang

formal yang tidak didelegasikan) dapat membahayakan komunikasi

sehingga mengakibatkan penolakan dari bawahan (untuk

menjalankan perintah pimpinan), walaupun tidak selalu demikian,

dapat juga dalam situasi dimaksud, terjadi penerimaan jika bawahan

memiliki kepercayaan terhadap pimpinannya.

c. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan wewenang nyata yang

dimiliki seorang bawahan, yaitu : rentang kendali/kontrol, ungensi

(keadaan mendesak), hubungan kerja yang baik dan pengukuran

kinerja.

2. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, masih terdapat beberapa faktor

terkait dengan peningkatan wewenang nyata yang memerlukan penelitian

lebih lanjut di masa depan. Faktor-faktor tersebut antara lain : berbagai

lapisan hierarkhi dalam organisasi dan kompleksitas jejaring hubungan

antar wewenang dalam organisasi.

19