RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

104
RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA BILA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh NUR INDAH FAJRINI. S NIM. 105381118116 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2020

Transcript of RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

Page 1: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA BILA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh NUR INDAH FAJRINI. S

NIM. 105381118116

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2020

Page 2: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …
Page 3: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …
Page 4: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …
Page 5: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …
Page 6: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Disaat ku memohon kepada Allah untuk diberikan kekuatan, bersama dengan itu

Allah hadirkan kesulitan agar aku menjadi kuat.

Disaat ku memohon agar diberikan kebijaksanaan Allah hadirkan berbagai

masalah untuk ku pecahkan.

Disaat ku memohon untuk diberikan keberanian Allah hadirkan keadaan terburuk

untuk kuatasi.

Segala bentuk perjuangan yang telah dilalui adalah bukti bahwa engkau belum

menyerah.

Sedangkan semua proses yang telah kau tempuh merupakan gambaran dirimu

yang sesungguhnya.

Kupersembahkan karya sederhana dariku, sebagai bentuk terimakasih dan wujud

cinta untuk kalian orang-orang special dalam hidupku. Untuk mama, papa,

saudara-saudaraku, kekasihku, sahabat-sahabatku, dan yang tak dapat ku sebutkan

satu-persatu. Terimakasih atas cinta dan kasih sayang, terimakasih atas segala doa

dan pengorbanan, terimakasih atas segala semangat dan dorongan dalam

mendukung saya dalam mewujudkan harapan menjadi kenyataan.

Page 7: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

vii

ABSTRAK

Nur Indah Fajrini, 2020. Resolusi Konflik Agama Dalam Integrasi Sosial Di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang. Skripsi Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. di bimbing oleh Bapak Kaharuddin Sebagai Pembimbing I dan Bapak Lukman Ismail Sebagai Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses resolusi konflik antar agama yang terjadinya di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang. dan Untuk menganalisis proses terjadinya integrasi sosial melalui resolusi konflik agama di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang.

Jenis Penelitian ini yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah kepala desa, tokoh masyarakat yang beragama islam dan hindu, serta masyarakat desa bila sendiri. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, integrasi bisa saja hidup bersebelahan dengan konflik, bahkan melalui resolusi konflik keseimbangan hubungan dapat ditata dan diciptakan kembali. Konsep yang ditawarkan tersebut mengisyaratkan bahwa integrasi tercipta melalui proses yang panjang pasca resolusi konflik yaitu melalui interaksi dan komunikasi yang intensif. Serta kelompok-kelompok sosial yang berintegrasi membangun social networks dalam suatu unit sosial yang relative koherensif. Selain itu keikutsertaan individu masing-masing kelompok agama untuk menunjang berbagai kegiatan sosial yang diadakan oleh pemerintah juga turut mendukung terbangunnya partisipasi, solidaritas dan kekerabatan dalam masyarakat.

kata kunci: Resolusi konflik, integrasi sosial, konflik agama.

Page 8: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat meyusun Skripsi ini

dengan baik, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Sholawat serta salam tetap tercurah kepada kehadiran pemimpin sang illahi Rabbi

Nabi Besar Muhammad SAW, Sang revolusiuner sejati. Sosok pemimpin yang

terpercaya, jujur, dan berakhlak karimah yang telah bersusah payah mengeluarkan

manusia dari kungkungan kebiadaban, sehingga sampai saat ini manusia mampu

memposisikan diri sebagai warga negara yang senantia beriman dan bertaqwa

dijalan Allah SWT.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis, skripsi ini lahir dan

tempat sebagai manifestasi dari suatu usaha yang tak mengenal lelah dan pantang

menyerah. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa mulai dari penyusunan, hingga

selesai skripsi ini di tulis, tidak sedikit hambatan dan tantangan yang di hadapi

penulis. Namun , tantangan dan hambatan tersebut dapat di hadapi berkat bantuan

dari beberapa pihak. Oleh sebab itu, tidak berlebihan sekiranya pada kesempatan

ini penulis menyampaikan ungkapan terimakasih yang setinggi-tingginya dan

penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag Selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar .

Page 9: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

ix

2. Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Drs. H Nurdin, M.Pd. Selaku Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi

4. Bapak Kaharuddin, M.Pd, Ph.D. Selaku Pembimbing I yang dengan penuh

kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak Lukman Ismail S.Pd, M.Pd Selaku Pembimbing II yang juga

dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Teristimewa Orang Tua saya ayahanda Syafruddin dan ibunda Normawati

tercinta atas segala doa dan dukungan yang tak terhingga yang selalu

tercurah untuk keberhasilan ananda.

7. Orang terkasih, serta seluruh keluarga yang selalu mendukung dalam

segala hal.

8. Teman-teman Seperjuangan khususnya Sahabat yang selalu memberi

motivasi dan dukungan dalam pembuatan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah ikut serta memberikan bantuannya, yang tidak

sempat di sebutkan namanya satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas amal ibadah dan bantuan yang

di berikan dengan ikhlas serta limpahan rahmat dan karunian-Nya senantiasa

tercurah kepada kita. Amin.

Sebagai seseorang yang masih dalam tahap belajar, tentu saja skripsi ini

masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis dengan hati terbuka

menerima segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif, guna perbaikan dan

Page 10: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

x

peningkatan kualitas penulis di masa yang akan datang. Karena penulis yakin

bahwa satu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya keritikan.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama

bagi diri pribadi penulis. Aamiin.

Makassar, 28 Oktober 2020

Penulis

Page 11: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ iii

SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iv

SURAT PERJANJIAN ............................................................................. v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL...................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7

E. Definisi Operasional ....................................................................... 7

a. Resolusi Konflik ......................................................................... 7

b. Integrasi Sosial ........................................................................... 8

c. Agama ......................................................................................... 9

d. Manusia dan Masyarakat ............................................................ 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 11

A. Kajian Konsep ................................................................................ 11

Page 12: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

xii

a. Konsep Resolusi Konflik ............................................................ 11

b. Integrasi Sosial ........................................................................... 17

B. Kajian Teori ................................................................................... 25

a. Teori Agama dan konflik sosial karl marx dan

lewis cooser ................................................................................ 25

b. teori tindakan sosial dalam persfektif marx weber dan

talcot parsons .............................................................................. 26

C. Penelitian Relevan .......................................................................... 28

D. Kerangka Pikir ............................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 32

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ..................................................... 32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 33

C. Informan Penelitian ........................................................................ 35

D. Fokus Penelitian ............................................................................. 36

E. Instrumen Penelitian ....................................................................... 36

F. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 37

G. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 38

H. Teknik Analisis Data ...................................................................... 41

I. Teknik Keabsahan Data ................................................................. 43

J. Etika Penelitian .............................................................................. 45

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................... 44

A. Sejarah Lokasi Penelitian ................................................................ 44

B. Letak Geografis Dan Jumlah Penduduk .......................................... 44

Page 13: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

xiii

C. Keadaan Keagamaan ....................................................................... 46

D. Keadaan Sosial Budaya ................................................................... 46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 48

A. Hasil Penelitian ............................................................................... 48

a. Proses Resolusi Konflik Agama Dalam Integrasi Sosial

Di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang ............................. 48

b. Proses Terjadinya Integrasi Sosial Melalui Resolusi Konflik

Agama Di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang ................. 57

B. Pembahasan ..................................................................................... 60

a. Proses Resolusi Konflik Agama Dalam Integrasi Sosial Di

Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang .................................. 60

b. Proses Terjadinya Integrasi Sosial Melalui Resolusi Konflik

Agama Di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang ................ 63

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 68

A. Simpulan ......................................................................................... 68

B. Saran ................................................................................................ 70

a. Saran Kepada Masyarakat .......................................................... 70

b. Saran Kepada Pemerintah ........................................................... 70

c. Saran Kepada Peneliti Selanjutnya ............................................. 70

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

Page 14: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah ”conflict” di dalam bahasa aslinya adalah suatu ”perkelahian,

peperangan atau perjuangan” berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak, dan

definisi Webster yang kedua tentang ”conflict” adalah persepsi mengenai

perbedaan kepentingan (perceived divergence of interrest). Konflik adalah

interaksi antar individu, kelompok dan organisasi yang membuat tujuan atau arti

yang berlawanan, dan merasa bahwa orang lain sebagai pengganggu yang

potensial terhadap pencapaian tujuan mereka. Wijono, 2012:203 dalam

(Kaharuddin 2013) Pendapat lain sebagaimana dikemukakan Simmel (Poloma

2003:107) bahwa, konflik merupakan bentuk interaksi dimana tempat, waktu serta

intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan, sebagaimana dengan isi

segitiga yang dapat berubah. Sedangkan menurut Coser (dalam Zeitlin 1998:156)

bahwa konflik sosial adalah suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuannya

terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber

pertentangan dinetralisisr, dilangsungkan, atau dieliminir saingan-sainganya.

Teori konflik merupakan suatu perspektif dalam ilmu sosiologi yang

memandang masyasarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari komponen-

komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, dimana komponen

yang satu berusaha untuk melemahkan komponen yang lainnya guna memenuhi

kepentingan atau memperoleh keuntungan sebesar-besarnya Coser,1957;

Dahrendorf, 1958 dalam (Kaharuddin 2013). Kenyataan sosial menyatakan bahwa

Page 15: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

2

struktur sosial adalah penyebaran secara kuantitatif penganut agama yang berbeda

di dalam berbagai posisi sosial yang berbeda dan saling mempengaruhi hubungan

diantara mereka (termasuk di dalamnya hubungan konflik).

Konflik antar agama merupakan konflik yang dapat ditimbulkan akibat

dari perbedaan keyakinan, yang tidak bisa disiasati dengan sikap saling

menghormati dan menghargai perbedaan. Di Indonesia kebebasan dalam

menganut keyakinan atau kepercayaan telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28E

ayat 1 dan pasal 29 ayat 2. Kebebasan dalam memeluk agama telah diatur secara

jelas dan tidak ada satu pihakpun yang dapat ikut campur didalamnya. Undang

undang juga mengatur kebebasan dalam beribadah dengan aman sesuai dengan

keyakinan yang di anut. Sebagai negara nultikultural tentu saja di Indonesia tidak

hanya terdiri dari 1 agama saja seperti juga contoh konflik antar ras. Pemerintah

telah mengakui 6 agama sebagai agama resmi yang bisa dianut oleh para

pemeluknya. Keenam agama tersebut antara lain islam, kristen, khatolik, hindu,

budha dan konghucu.

Proses terjadinya suatu konflik dalam masyarakat yg berkaitang dengan

agama biasanya terjadi karena faktor individu yang sangat tidak mendasar, seperti

karena ketersinggungan agama. Selain itu, konflik cenderung terjadi biasanya

disebabkan oleh perbedaan pendapat tentang budaya, suku, dan adat-istiadat.

Kelompok masyarakat tertentu menganggap dirinya paling benar dan tidak mau

tersaingi oleh kelompok lain. Negara kita, Indonesia merupakan negara majemuk

yang terdiri dari beragam budaya, adat istiadat, suku, dan agama. Peristiwa dari

tanah air decade ini di mana perbedaan yang ada di masyarakat tidak mendukung

Page 16: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

3

terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa. peristiwa yang sering terjadi adalah

adanya konflik perbedaan agama dan keyakinan. Hal ini Menjadi perhatian

banyak pihak, baik dari pemerintah sendiri dan kalangan masyarakat pada

umumnya.

Konflik dapat diselesaikan dengan cara-cara yang tidak formal biasa

dilakukan terlebih dahulu yang kemudian dilakukan dengan cara-cara yang

formal. Sejalan dengan itu, Hendropuspito dalam Alimudin (2006:49)

mengemukakan bahwa cara yang lazim digunakan dalam penyelesain konflik

adalah konsiliasi, mediasi, arbitrase, correction (paksaan), dan detente. Urutan-

urutan penyelesaian konflik tersebut dibuat berdasarkan kebiasaan seseorang

dalam mencari penyelesaian suatu masalah yaitu dari cari yang termudah (tidak

formal) yang dilakukan terlebih dahulu baru kemudian ditempuh dengan cara

resmi (formal) jika cara yang pertama tidak berhasil. Pada bagian lain Huug Miall

dalam Alimuddin (2006:49-54) menawarkan bentuk-bentuk dari penyelesaian

konflik melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi, memecahkan masalah, dan

rekonsiliasi. Jika terjadi perbedaan pendapat, hal itu akan diselesaikan melalui

diskusi yang sopan dan negosiasi, dalam upaya untuk membangun resolusi.

Umumnya resolusi terhadap suatu konflik dicapai melalui diskusi di halaman

pembicaraan. Jika ini tak berhasil, juga dimungkinkan untuk menggunakan

proses penyelesaian perselisihan, yang dirancang untuk membantu pencapaian

konsensus jika komunikasi melalui halaman pembicaraan tidak berhasil.

Menurut Tella dan Yahya (2010) dan Craib (1986) dalam (Kaharuddin

2013) konflik dilihat dari sudut pandang teoritik, konflik merupakan fenomena

Page 17: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

4

yang selalu hadir dalam setiap masyarakat. Konflik dapat terjadi secara berulang-

ulang karena konflik tersebut tidak terselesaikan dengan baik dan berdampak pada

permusuhan, dendam antara pihak yang berkonflik. Selain dari itu, segitiga

konflik Galtung merupakan analisis hubungan sebab akibat atau interaksi yang

memungkinkan terciptanya konflik sosial karena terjadinya pertentangan sikap,

perilaku yang berdampak pada kontradiksi Galtung, 1973; Nuvri S., 2009 dalam

(Kaharuddin 2013). Proses inilah yang mengakibatkan konflik meledak dan

berujung pada pembunuhan. Selain dari itu, konflik semacam itu tidak hanya

berakhir sampai saat itu, akan tetapi berdampak pada konflik yang lebih besar

karena faktor penyelesaian konflik yang tidak dilakukan dengan baik.

Upaya pencegahan konflik yang dilakukan dengan terstruktur, mendalam

dan konsisten tentu akan membuat akar konflik mati dan potensi-potensi konflik

tidak muncul kepermukaan. Sebagaimana tertuang dalam pasal 2 hingga pasal 7

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015, upaya pencegahan konflik dapat

dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya membangun sistem peringatan dini

konflik, penguatan kerukunan umat beragama, pendidikan bela Negara dan

wawasan kebangsaan dan juga pemetaan wilayah konflik melalui penelitian yang

komprehensif guna membabat habis akar konflik. Pemerintah daerah juga dalam

hal ini harus mulai merubah paradigma pencegahan konflik, bahwa upaya

pencegahan konflik tidak dapat dilakukan dengan cara reaktif terhadap kasus

konflik yang sedang terjadi dan cenderung “jalan sendiri”. Pemerintah harus

mampu merangkul berbagai kalangan, baik masyarakat, aparat kepolisian dan

militer, organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan guna mendapatkan

Page 18: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

5

masukan-masukan dalam setiap upaya pencegahan konflik karena merekalah yang

pada umumnya berada pada ranah akar rumput (grassroot) dan memahami akar

konflik. Pemerintah juga harus menyadarkan berbagai golongan tersebut bahwa

semua golongan tersebut memiliki potensi yang sama besarnya untuk mengalami

konflik agama.

Namun demikian kenyataannya di kehidupan modern adaptasi sosial

menjadi sulit diterapkan di tengah perbedaan prinsip masyarakat terlebih pada

persoalan keyakinan atau agama. Ada yang sepakat dengan pengaruh modernisasi

yang muncul namun, ada pula yang tidak bisa menerima karena pandangan dalam

keyakinan dianutnya bertentangan dengan pengaruh modernisasi yang masuk

dalam lingkungan masyarakat. Karena semakin gencarnya pengaruh modernisasi

yang selalu berdatangan dan masuk dalam lingkungan masyarakat sehingga bisa

dikatakan bahwa modernisasi juga merupakan faktor yang memicu munculnya

perbedaan pandangan antara pemeluk agama dan perbedaan keyakinan.

Hal ini terjadi pada kelompok masyarakat di desa Bila Kecamatan

Duapitue Kabupaten Sidenreng Rappang. Di desa tersebut terdapat kelompok

masyarakat yang berbeda keyakinan yakni kelompok yang berkeyakinan Islam

dan Hindu, menurut masyarakat yang tinggal di desa tersebut konflik yang terjadi

biasanya adalah pemeluk agama tertentu kurang respek dengan pemeluk agama

lain, biasa pula anak-anak mereka yang menjadi Sebab utama kurang baiknya

hubungan antara pemeluk agama, anak pemeluk agama lain biasanya tidak saling

bergaul karena perbedaan keyakinan, sesuai diperboleh diperbolehkan pemeluk

lain. Biasa pula terjadi konflik antara anak remaja yang berbeda paham dengan

Page 19: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

6

pemeluk agama lain sehingga terjadi kesalah pahaman yang menimbulkan

masalah-masalah antar pemeluk agama yang berbeda keyakinan.

Pada dasarnya konflik terjadi bukan karena adanya perbedaan pandangan

akan keyakinan yang diyakini. Namun, lebih kepada aksi individu atau kelompok

yang menyulut kemarahan satu kelompok agama tertentu. Tentu saja hal ini harus

segera diredam, karena jika tidak segera diatasi maka dampaknya tidak hanya

meeugikan bagi mereka yang beekonflik. Namun, juga bisa mengancam keutuhan

dalan NKRI. Toleransi dan sikap salimg menghormati harus dijunjung tinggi

sebagai upaya pengendalian timbulnya konflik

A. Rumusan Masalah

1. Bagaima proses resolusi konflik agama dalam integrasi sosial di Desa Bila

Kabupaten Sidenreng Rappang ?

2. Apakah integrasi sosial dapat terjadi melalui resolusi konflik agama di Desa

Bila Kabupaten Sidenreng Rappang ?

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses resolusi konflik antar agama yang terjadinya di

Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang

2. Untuk menganalisis proses terjadinya integrasi sosial melalui resolusi

konflik agama di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang

Page 20: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

7

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini juga dilakukan dengan harapan menghasilkan manfaat-manfaat

sebagai berikut:

1. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dan berguna untuk

memberikan informasi kepada para masyarakat dalam hal Resolusi Konflik

Agama dalam Integrasi Sosial di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang.

2. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bisa melengkapi kajian tentang Resolusi

Konflik Agama dalam Integrasi Sosial di Desa Bila Kabupaten Sidenreng

Rappang, khususnya jurusan sosiologi fakultas keguruan dan ilmu

pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

b. Secara sosial biasa menyumbangkan pemahaman tentang bentuk-bentuk

Resolusi Konflik Agama dalam Integrasi Sosial di Desa Bila Kabupaten

Sidenreng Rappang.

D. Definisi Operasional

Setelah beberapa konsep yang diuraikan dalam hal yang berkaitan dengan

penelitian ini, maka untuk mempermudah dalam mencapai tujuan. Peneliti perlu

menyusun definisi operasional yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam

penelitian ini, antara lain:

1. Resolusi Konflik

Penyelesaian konflik dapat diselesaikan dengan cara-cara tidak formal yang

biasa dilakukan terlebih dahulu yang kemudian dilakukan dengan cara-cara

Page 21: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

8

formal. Sejalan dengan itu, Hendropuspito dalam Alimudin (2006:49)

mengemukakan bahwa cara yang lazim digunakan dalam penyelesain konflik

adalah konsiliasi, mediasi, arbitrase, correction (paksaan), dan detente. Urutan-

urutan penyelesaian konflik tersebut dibuat berdasarkan kebiasaan seseorang

dalam mencari penyelesaian suatu masalah yaitu dari cari yang termudah (tidak

formal) yang dilakukan terlebih dahulu baru kemudian ditempuh dengan cara

resmi (formal) jika cara yang pertama tidak berhasil.

Konflik sosial dalam masyarakat dapat disebebakan karena masalah-masalah

sosial budaya, idiologi yang tidak sama. Adanya perasaan curiga, tidak senang,

cemburu disertai dengan stereotype terhadap individu, kelompok yang berbeda

dengan kelompoknya. Dalam hal ini faktor prasangka (predjudice), yaitu sikap

negatif terhadap seseorang disebabkan karena kurangnya keterbukaan dan saling

mengenal secara benar dan baik antara orang atau kelompok satu terhadap yang

lain. Dari berbagai pengalaman sejarah tentang pertikaian atau konflik antar umat

manusia dapat dipastikan bahwa konflik tidak pernah dapat membawa perdamaian

dalam hubungan antar individu maupun kelompok.

Selanjutnya ketidakdamaian tidak pernah menghasilkan kesejahteraan bagi

umat manusia, melainkan melahirkan kekacauan dan ketidaktentraman dalam

hidup. Oleh karena itu konflik tidak perlu berkepanjangan melainkan perlu

diakhiri dan diselesaikan. Dalam hal ini Simmel dalam Johnson (1994)

mengemukakan beberapa cara untuk mengakhiri konflik. Pertama, menghilangkan

dasar-dasar konflik dari tindakan mereka yang terlibat konflik. Kedua,

kemenangan pihak yang satu dan kekalahan pihak yang lain. Ketiga, kompromi.

Page 22: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

9

Keempat, perdamaian. Kelima, ketidak mungkinan untuk berdamai. Dengan

demikian meskipun konflik merupakan gejala sosial alamiah namun tidak perlu

berkepanjangan. Alasan atau motivasi mengakhiri konflik bisa karena bosan atau

lelah atau adanya keinginan untuk mencurahkan tenaganya untuk hal-hal lain.

2. Integrasi Sosial

Menurut Vocabulaire Philosophique Lalande, integrasi berarti suatu usaha

untuk membangun independensi yang lebih erat antara bagian-bagian dari

organisme hidup atau anggota dalam masyarakat, sehingga tercipta suatu

kondisiyang harmoni, yang memungkinkan terjalinnya kerjasama dalam rangka

mencapai tujuan yang ditentukan bersama (Duverger, 993:340). Senada dengan

hal itu pendapat Mas’oed (1991:2) adalah secara umum integrasi bisa diberi arti

sebagai kondisi atau proses mempesatukan bagian-bagian yang sebelumnya saling

terpisah. Proses ini berjalan melalui tahapan yang dilalui, akan merupakan

landasan bagi terselenggarakannya tahapan berikutnya. Adapun Karl Deutch

(1957) mengatakan bahwa integrasi harus berjalan secara damai dan berlangsung

secara sukarela. Ia memandang integrasi sebagai unit-unit yang sebelumnya

terpisah kemudian mampu menciptakan hubungan-hubungan independensi dan

secara bersama menghasilakn unsur-unsur suatu sistem yang tidak bisa mereka

hasilkan ketika mereka saling terpisah.

3. Agama

Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah

Page 23: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

10

yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta manusia

dengan lingkungannya.

4. Manusia dan Masyarakat

Manusia adalah makhluk sosial, di mana manusia satu dengan lainnya

saling membutuhkan. manusia saling melengkapi kebutuhan interaksi sosial

melalui sebuah komunikasi. Manusia dikatakan makhluk sosial yaitu makhluk

yang di dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain.

Sedangkan masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk

sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, serta melakukan interaksi antara

individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut, dan memiliki

kebudayaan didalamnya. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu

jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah

komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain

Page 24: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN KONSEP

1. Konsep Resolusi Konflik

a. Bentuk Konflik

Sebagai bentuk interaksi sosial, konflik dapat dibedakan kedalam beberapa

bagian, yaitu:

1. Konflik individual, merupakan konflik yang terjadi karena ada benturan

dua kepentingan dari dua individu yang berbeda. Hal ini terjadi karena

setia orang memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda.

Contoh: Seorang adik yang berebut mainan dengan kakaknya.

2. Konflik antar kelas sosial, dikenal dengan konflik vertikal, merupakan

konflik yang terjadi karena adanya benturan kepentingan dan kebutuhan

antara dua kelas yang berbeda.

Contoh: Demo buruh yang meminta kenaikan upah kepada pengusaha

tempat ia bekerja.

3. Konflik antar kelompok sosial, dikenal dengan konflik horizontal,

merupakan konflik yang terjadi karena adannya benturan dua kepentingan

dari dua kelompok sosial yang berbeda.

Contoh: Kasus bentrok lampung pada tahun 2012

4. Konflik rasial, konflik yang terjadi karena ada benturan antara dua ras

yang berbeda mengenai suatu isu. Faktor pemicunya adalah timpangnya

Page 25: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

12

kondisi sosial ekonomi yang memiliki dampak kepentingan sosial di

masyarakat.

Contoh: Kasus Timor Timur, DOM Aceh, Malari (SARA).

5. Konflik politik, timbul karena adanya kepentingan untuk meraih

kekuasaan dengan menumbangkan kekuasaan pemerintah sebelumnya.

Contoh: Tumbangnya Orde Lama oleh Orde Baru.

6. Konflik internasional, terjadi karena adanya benturan antar Negara yang

berkaitan dengan kepentingan masing-masing Negara.

Contoh: Sengketa Selat Ambalat antara Malaysia dan Indonesia.

Jadi menurut keterangan dari beberapa konflik diatas, penelitian ini

mengarah kepada konflik antar kelompok sosial. Dimana konflik ini

melibatkan beberapa orang yang terbentuk menjadi suatu kelompok sosial

dalam masyarakat.

b. Proses Resolusi Konflik

Dalam menyelesaikan suatu konflik, kembali harus dilihat bagaimana

cara atau proses para pihak dalam bersungguh-sungguh dan dengan semangat

bersama untuk mencapai perdamaian. Kees Schuyt, telah memperkenalkan teori

‘penyelesaian konflik’ sebagai teori yang memberikan penjelasan dan pilihan

bagi para pihak yang berselisih.

Penyelesaian konflik dapat diselesaikan dengan cara-cara tidak formal

yang biasa dilakukan terlebih dahulu yang kemudian dilakukan dengan cara-

cara formal. Sejalan dengan itu, Hendropuspito dalam Alimudin (2006:49)

mengemukakan bahwa cara yang lazim digunakan dalam penyelesain konflik

Page 26: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

13

adalah konsiliasi, mediasi, arbitrase, correction (paksaan), dan détente. Urutan-

urutan penyelesaian konflik tersebut dibuat berdasarkan kebiasaan seseorang

dalam mencari penyelesaian suatu masalah yaitu dari cari yang termudah (tidak

formal) yang dilakukan terlebih dahulu baru kemudian ditempuh dengan cara

resmi (formal) jika cara yang pertama tidak berhasil.

Pada hakikatnya, bentuk-bentuk penyelesaian konflik perlu dianggap

sebagai alternatif-alternatif pilihan para pihak yang berkonflik. Sehingga,

alternatif penyelesaian konflik dapat menjadi pilihan dari beberapa pilihan

dalam penyelesaian konflik. Pada bagian lain Huug Mall dalam Alimuddin

(2006:49-54) menawarkan bentuk-bentuk dari penyelesaian konflik melalui

negosiasi, mediasi, konsiliasi, memecahkan masalah, dan rekonsiliasi.

1. Negosiasi

Bentuk pertama adalah negosiasi, Huug Miall dalam Alimuddin (2006:50)

mengatakan bahwa negosiasi adalah proses dimana pihak-pihak yang

bertikai mencari cara untuk mengakhiri atau menyelesaikan konflik. Lebih

lanjut Goodpaster dalam Alimudin (2006:50) menyatakan bahwa terdapat

beberapa hal yang sangat mempengaruhi negosiasi antara lain kekuatan

tawar menawar, pola tawar menawar, dan strategi dalam tawar menawar.

2. Mediasi

Bentuk kedua adalah mediasi, Hendropuspito dalam Alimudin (2006:52)

menjelaskan bahwa mediasi yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian

dengan menggunakan perantara atau mediator. Dalam hal ini seorang

mediator tidak mempunyai wewenang dalam memberikan keputusan yang

Page 27: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

14

mengikat dan hanya bersifat konsulatif. Pihak-pihak yang yang

bersengketalah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan

perselisihan. Moore dalam Alimudin (2006:52) mengemukakan bahwa pada

prinsipnya mediasi adalah negosiasi yang melibatkan pihak penengah

(mediator) yang netral dan tidak memihak serta dapat mendorong para pihak

untuk melakukan tawar-menawar secara seimbang. Tanpa negosiasi tidak

ada yang disebut mediasi, mediasi merupakan perluasan dari negosiasi.

3. Konsiliasi

Bentuk ketiga adalah Konsiliasi, Oppenheim dalam Alimuddin (2006:53)

menjelaskan bahwa konsiliasi adalah penyelesaian sengketa, menyerahkan

pada suatu komisi yang bertugas untuk menguraikan atau menjelaskan fakta

dan biasanya setelah mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka

mencapai suatu kesepakatan, membuat ususlan-usulan untuk suatu

penyelesaian, namaun keputusan tersebut tidak mengikat. Konsiliasi bersifat

lebih lunak dari pada paksaan dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak

yang bersangkutan untuk berasimilasi. Institute for democracy and electoral

assistance dalam Alimudin (2006:53) mengemukakan tujuan utama dari

konsiliasi adalah untuk membantu mengidentifikasi isu-isu terpenting yang

menyebabkan ketegangan, untuk meredakan ketegangan dan menggerakan

kedua pihak untuk melakukan interaksi langsung mengenai isu-isu

teridentifikasi.

Page 28: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

15

4. Pemecahan Masalah

Bentuk keempat adalah Memecahkan Masalah, Huug Miall dalam Alimudin

(2006:54) mengemukakan bahwa memecahkan masalah adalah sebuah

usaha yang lebih ambisius bahwa pihak-pihak yang bertikai diundang untuk

mengonseptualisasikan ulang konflik dengan sebuah pandangan untuk

menemukan hasil yang kreatif. Dalam suatu proses penyelesaian konflik

melalui proses memecahkan masalah, dibutuhkan adanya dialog-dialog yang

luas dikalangan masyarakat yang bertikai pada semua lapisan mengenai

masalah yang menjadi sumber konflik, akibat konflik, dan penyelesain

konflik dengan pendekatan suatu model dialog, dan pemecahan masalah.

5. Rekonsiliasi

Bentuk kelima adalah rekonsiliasi, Lambang Triono dalam Alimuddin

(2006:54) mengatakan bahwa rekonsiliasi adalah sebuah proses, dan bukan

semata-mata menemukan penyelesaian masalah namun mengubah hubungan

pihak-pihak yang berkonflik dari permusuhan menuju pada pertemanan dan

kerja sama. Dengan kata lain bahwa rekonsiliasi merupakan tujuan akhir

dari semua upaya peneyelesain konflik. Lebih jauh Assefa dalam Alimudin

(2006:55) mengartikan bahwa rekonsiliasi adalah sebagai suatu proses

pemuliahan hubungan.

c. Tujuan Resolusi Konflik

Penyelesaian konflik bertujuan agar supaya pertikaian ataupun perdebatan

dari kedua pihak dapat diredam dan menemui hasil yang baik, konflik tentu

harus segera diselesaikan sehingga tidak berkelanjut dimana hal tersebut dapat

Page 29: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

16

meimicu munculnya kembali perselisihan antara kedua pihak. Dalam

penyelesaian konflik tentunya diharapkan ada ide-ide positif yang dapat

dihadirkan diantara mereka yang sedang berselisih dan memberikan solusi atas

masalah yang sedang di permasalahkan.

d. Dampak Resolusi Konflik

Dampak dari penyelesaian konflik tentunya ada dampak positif yang

dihasilkan. Sebagaimana kita tau konflik terjadi karena adanya dualisme

masyarakat yang mencoba membenarkan asumsi masing-masing dan

permasalahan seperti ini jika tidak segera diselesaikan maka bia saja akan

semakin mendekati pertikaian yang akan berujung kekerasan sehingga akan

menimbulkan dampak negatif. Sehingga diharapkan agar sebuah konflik yang

terjadi didalam masyarakat dapat diselesaikan sehingga hal-hal positif yang

dikhawatirkan tidak akan terjadi dan keadaan tetap aman.

e. Faktor Penyebab Resolusi Konflik

Adapun beberapa faktor penyelesaian konflik yang di dapatkan yakni,

pendekatan penyelesaian konflik dikategorikan dalam dua dimensi ialah

kerjasama/tidak bekerjasama dan tegas/tidak tegas. dengan menggunakan

dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyebab penyelesaian konlik

antara lain:

1. Kompetisi, penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak

mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk

kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.

Page 30: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

17

2. Akomodasi, penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi

bayangan cermin yang memberikan keseluruhan penyelesaiannya pada

pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses

tersebut adalah taktik perdamaian

3. Sharing, suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi

kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain

menerima sesuatu, kedua kelompok tersebut berpikiran moderat, tidak

lengkap, tetapi memuaskan.

4. Kolaborasi, bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua

belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem

solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.

5. Penghindaran, menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok.

Keadaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan

kepentingan kelompok lain.

2. Integrasi Sosial

a. Pengertian Integrasi Sosial

Integrasi merupakan salah satu topik menarik sosiologi, yang menjelaskan

bagaimana berbagai elemen masyarakat menjaga kesatuan satu dengan yang lain.

Hakikat integrasi dalam lingkungan komunitas terjadi melalui cara membangun

solidaritas sosial dalam kelompok dan dapat menjalani kehidupan dalam

kebersamaan. Dan Integrasi sosial mengacu pada suatu keadaan dalam masyarakat

dimana orang-orang saling berhubungan. Istilah integrasi berasal dari kata Latin

Integrare yang artinya memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata kerja

Page 31: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

18

itu dibentuk kata benda Integritas artinya keutuhan atau kebulatan. Dari kata yang

sama dibentuk kata sifat Integer artinya utuh. Sementara itu di dalam kamus

populer, kata integrasi (bahasa Belanda) mengandung arti menjadikan satu,

penyatuan dari usaha-usaha yang terpecah-pecah (Habeyh, 1981:169). Sementara

itu dalam kamus Inggris-Indonesia, kata integration mengandung arti

penggabungan (Echols dan Shadly, 1984:326).

Menurut Vocabulaire Philosophique Lalande, integrasi berarti suatu usaha

untuk membangun independensi yang lebih erat antara bagian-bagian dari

organisme hidup atau anggota dalam masyarakat, sehingga tercipta suatu

kondisiyang harmoni, yang memungkinkan terjalinnya kerjasama dalam rangka

mencapai tujuan yang ditentukan bersama (Duverger, 993:340). Senada dengan

hal itu pendapat Mas’oed (1991:2) adalah secara umum integrasi bisa diberi arti

sebagai kondisi atau proses mempesatukan bagian-bagian yang sebelumnya saling

terpisah. Maka, istilah integrasi berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi

satu kesatuan yang bulat dan utuh. Dalam hal tersebut penulis menyimpulkan

bahwa integrasi sosial berarti membuat masyarakat menjadi satu keseluruhan

yang bulat, seperti yang terjadi di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang pasca

terjadinya konflik.

Integrasi adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam

masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebut

dapat meliputi perbedaan kedudukan sosial, ras, etnis, agama, bahasa,

kebiasaan, sistem nilai dan norma. Integrasi sosial akan terbentuk apabila

sebagian besar anggota masyarakat tersebut sepakat mengenai struktur

Page 32: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

19

kemasyarakatan yang dibangun termasuk nilai-nilai, norma-norma dan pranata-

pranata sosialnya. Integrasi juga dapat dilihat sebagai suatu proses yang

memperkuat hubungan dalam suatu sistem sosial, dan memperkenalkan aktor

baru dan kelompok ke dalam sistem dan lembaga-lembaganya.

Menurut Ogburn dan Nimkoff integrasi merupakan suatu ikatan

berdasarkan norma, yaitu karena norma kelompoklah merupakan unsur yang

mengatur tingkah laku, dengan mengadakan tuntutan tentang bagaimana

integrasi berhasil apabila anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil

mengisi kebutuhan satu sama lain, apabila tercapai semacam consensus

mengenai norma sosial, apabila norma-norma cukup lama dan tidak berubah-

ubah.

Ada dua unsur pokok dari integrasi sosial, yaitu: pembauran atau

penyesuaian dan unsur fungsional, Integrasi sosial dianggap gagal apabila

kemajemukan sosial tidak sesuai. Talcot Parson berpendapat bahwa integrasi

merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interaksi antara para anggota

dalam sistem sosial itu. Supaya sistem sosial itu berfungsi secara efektif sebagai

satu satuan, harus ada paling kurang suatu tingkat solidaritas di antara individu

yang termasuk di dalamnya. Masalah integrasi menunjuk pada kebutuhan untuk

menjamin bahwa ikatan emosional yang cukup menghasilkan solidaritas dan

kerelaan untuk bekerja sama dikembangkan dan dipertahankan. Integrasi pada

dasarnya merupakan suatu proses jika proses ini berhasil, masyarakat dikatakan

terintegrasi.

Page 33: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

20

b. Syarat-syarat Integrasi Sosial

Menurut William F. Ogburn dan Mayor Nimkoff yang dikutip oleh

Kamanto Sunarto mengemukakan syarat-syarat berhasilnya suatu integrasi

sosial adalah: anggota masyarakat merasa telah berhasil mengisi satu kebutuhan

satu dengan yang lainnya, masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan

bersama mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menjadi pedoman

hidup, masyarakat telah menjalani nilai dan norma secara konsisten.

Menurut peneliti integrasi sosial akan terbentuk dimasyarakat apabila

sebagian besar anggota masyarakat tersebut memiliki konsensus tentang batas

wilayah tempat mereka tinggal. Sebagian besar masyarakat sepakat mengenai

struktur sosial yang dibangun seperti nilai, norma, pranata sosial dan sistem

religi yang berlaku dalam masyarakat.

c. Proses Integrasi Sosial

Dhurkheim menegaskan bahwa sumber-sumber ketegangan dalam

masyarakat pada dasarnya berkembang dari heterogenitas dan individualitas yang

semakin besar. Heterogenitas yang tinggi ini dapat mengendorkan ikatan bersama

yang mempersatukan berbagai anggota masyarakat. Dalam hal ini individu mulai

mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang lebih terbatas yang terdapat

dalam masyarakat, seperti kelompok pekerjaan, profetis, etnis, ras dan agama.

Ketika setiap orang atau kelompok mengejar kepentingannya sendiri dengan

merugikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, maka kemungkinan

terjadi konflik akan lebih besar (Johnson, 1986:169). Proses ini berjalan melalui

tahapan yang dilalui, merupakan sebuah landasan bagi terselenggarakannya

Page 34: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

21

tahapan berikutnya. Adapun Karl Deutch (1957) mengatakan bahwa integrasi

harus berjalan secara damai dan berlangsung secara sukarela. Ia memandang

integrasi sebagai unit-unit yang sebelumnya terpisah kemudian mampu

menciptakan hubungan-hubungan independensi dan secara bersama menghasilakn

unsur-unsur suatu sistem yang tidak bisa mereka hasilkan ketika mereka saling

terpisah.

Mengacu pada uraian di atas, maka seperti yang dikemukakan oleh

Dhurkeim (Johnson, 1986:181-188) dalam studi tentang integrasi sosial, bahwa

integrasi sosial dapat terwujud jika terjadi saling ketergantungan antara bagian

yang terspesialisasikan. Dalam hal ini solidaritas didasarkan atas kesamaan dalam

kepercayaan dan nilai saling tergantung secara fungsional antara masyarakat yang

heterogen. Kesamaan dalam kepercayaan dan nilai saling tergantung ini akan

memberi kesadaran kolektif untuk menciptakan kesatuan. Dalam hal ini Dhurkeim

(David 1972:382) membedakan integrasi sosial atas 2 yaitu, integrasi normatif

dalam perspektif budaya, dengan menekan solidaritas mekanik yang terbentuk

melalui nilai dan kepercayaan membimbing masyarakat dalam mencapai sukses.

Integrasi fungsional dengan menekankan pada solidaritas organik, yaitu

solidaritas yang terbentuk melalui relasi saling tergantung antara bagian atau

unsur yang tergantung dalam masyarakat.

Dalam hal ini Dhurkeim menekankan pembagian kerja dengan tidak saja

mempertimbangkan faktor ekonomi melainkan faktor moral. Sementara itu

Cooley (David 1972:381) membedakan integrasi atas dua yaitu, pertama, integrasi

normatif, merupakan tradisi baku masyarakat untuk membentuk kehidupan

Page 35: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

22

bersama bagi mereka yang mengikatkan diri dalam kebersamaan itu. Kedua,

integrasi komunikatif yaitu komunikasi efektif hanya dapat dibangun bagi mereka

yang memiliki sikap yang saling tergantung dan mau diajak kerjasama menuju

tujuan yang dikehendaki. Ketiga, integrasi fungsional, hanya akan terwujud bila

anggota yang mau mengikat diri itu sungguh menyadari fungsi dan perannya

dalam kebersamaan itu.

Dalam konteks tersebut integrasi bukanlah untuk menghilangkan

diferensiasi, karena yang terpenting adalah kesadaran untuk memelihara dan

menjaga keseimbangan untuk menciptakan hubungan sosial yang harmonis.

Menurut Usman, integrasi merupakan bentuk kontradiktif dari konflik, namun

meskipun demikian integrasi dan konflik bukanlah dua hal yang harus

dipertentangkan. Karena integrasi bisa saja hidup bersebelahan dengan konflik,

bahkan melalui konflik keseimbangan hubungan dapat ditata dan diciptakan

kembali. Konsep yang ditawarkan tersebut mengisyaratkan bahwa integrasi

tercipta melalui proses interaksi dan komunikasi yang intensif.

d. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Menurut Esser yang dikutip oleh Wolfgang Bosswick dan Friedrich

Heckmann, integrasi sosial dapat terjadi dalam empat bentuk yakni:

Pertama, Akulturasi (acculturation). Akulturasi atau proses sosialisasi

adalah proses dimana seorang individu memperoleh pengetahuan, standar

budaya dan kompetensi yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan sukses

dalam masyarakat.

Page 36: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

23

Kedua, Penempatan (placement). Penempatan berarti seorang individu

mendapatkan posisi dalam masyarakat, dalam sistem pendidikan atau ekonomi,

dalam profesi, atau sebagai warga negara. Penempatan juga menyiratkan

perolehan hak yang berhubungan dengan posisi tertentu dan kesempatan untuk

membangun hubungan sosial dan untuk memenangkan modal budaya, sosial

dan ekonomi. Akulturasi merupakan prasyarat untuk penempatan.

Ketiga, Interaksi (interaction). Interaksi adalah pembentukan hubungan

dan jaringan, oleh individu yang berbagi orientasi bersama. Ini termasuk

persahabatan, hubungan romantis atau pernikahan, atau keanggotaan yang lebih

umum dari kelompok sosial.

Keempat, Identifikasi (identification). Identifikasi mengacu pada

identifikasi individu dengan sistem sosial orang melihat dirinya sebagai bagian

dari tubuh kolektif. Identifikasi memiliki aspek kognitif dan emosional.

Jadi menurut Wolfgang Bosswick dan Friedrich Heckmann dapat

disimpulkan bahwa integrasi dianggap gagal jika tidak adanya empat bentuk

tersebut, integrasi sosial terjadi karena adanya perpaduan dari berbagai bentuk,

seperti adanya akulturasi, penempatan, interaksi dan identifikasi sehingga

terwujud satu kesatuan wilayah, sosial dan agama yang membentuk jadi diri

suatu bangsa.

e. Faktor-Faktor Pendukung Integrasi Sosial

Suatu integrasi sosial dapat berlangsung cepat atau lambat, tergantung

pada faktor-faktor pendukungnya, yakni:

Pertama, homogenitas kelompok. Dalam kelompok atau masyarakat yang

Page 37: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

24

tingkat homogenitasnya rendah, integrasi sosial akan mudah dicapai.

Sebaliknya, dalam kelompok atau masyarakat majemuk, integrasi sosial akan

sulit dicapai dan memakan waktu yang sangat lama. Dengan demikian, dapat

kita katakan bahwa semakin homogen suatu kelompok atau masyarakat,

semakin mudah pula proses integrasi antara anggota di dalam kelompok atau

masyarakat tersebut. Contoh kelompok atau masyarakat yang homogen adalah

kelompok atau masyarakat dengan satu suku bangsa.

Kedua, besar kecilnya kelompok. Umumnya, dalam kelompok yang kecil,

tingkat kemajemukan anggotanya relatif rendah sehingga integrasi sosialnya

akan lebih mudah dicapai. Hal tersebut dapat disebabkan, dalam kelompok

kecil, hubungan sosial antara anggotanya terjadi secara intensif sehingga

komunikasi dan tukar-menukar budaya akan semakin cepat. Dengan demikian,

penyesuaian antara perbedaan-perbedaan dapat lebih cepat dilakukan.

Sebaliknya, dalam kelompok besar, yang tingkat kemajemukannya relatif

tinggi, integrasi sosial akan lebih sulit dicapai.

Ketiga, mobilitas geografis. Anggota kelompok jika baru datang tentu

harus menyesuaikan diri dengan identitas masyarakat yang ditujunya. Namun,

semakin sering anggota masyarakat datang dan pergi, semakin sulit pula proses

integrasi sosial. Sementara itu, dalam masyarakat yang mobilitasnya rendah,

seperti daerah atau suku terisolasi, integrasi sosial dapat cepat terjadi.

Keempat, efektivitas komunikasi. Efektivitas komunikasi dalam

masyarakat juga akan mempercepat integrasi sosial. Semakin efektif

komunikasi berlangsung, semakin cepat integrasi antara anggota-anggota

Page 38: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

25

masyarakat tercapai. Sebaliknya, semakin tidak efektif komunikasi yang

berlangsung antara anggota masyarakat, semakin lambat dan sulit integrasi

sosial tercapai.

Dari beberapa definisi tentang integrasi sosial di atas adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi proses sosial, untuk menuju arah integrasi yaitu ada

tidaknya kesatuan pendapat dalam hal tujuan-tujuan pokok yang ingin dicapai

bersama.

B. Kajian Teori 1. Teori Agama dan Konflik Sosial Karl Marx dan Lewis Cooser

Menurut Karl Marx Agama menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya

disintegrasi. Marx mengatakan bahwa analisis konflik menggaris bawahi peran

agama dalam menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Manusia cenderung

untuk berusaha mendapatkan hal-hal yang dianggap baik (menurut hemat mereka

sendiri). Karena itulah bisa menimbulkan persaingan antara individu satu dengan

individu yang lain atau kelompok yang satu dengan kelompok lain, yang

mencakup suatu proses untuk mendapatkan kekayaan, kekuasaan, atau

kedudukan. Dan biasanya suatu yang dianggap baik ini adalah sesuatu yang

menyangkut kepentingan kelompok yang berkuasa (atau bisa dikatakan kelompok

yang dominan). Marx menganggap bahwa proses pertikaian ini adalah proses

pertentangan kelas.

Menurut Cooser Lewis ia juga menghasilkan teori konflik yang didalam

teorinya Cusser mengatakan bahwa konflik yang terjadi dimasyarakat berawal

dari anggota subordinat dan sistem yang tidak adil mempertanyakan keabsahan

keberadaan distribusi sumber-sumber langka dan melibatkan berbagi konflik yang

Page 39: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

26

membingkainya, seperti: konflik antar kelas (social class conflict), konflik ras

(ethnics and racial conflicts), konflik antar pemeluk agama (religions conflict),

konflik antar komunitas (communal conflict), dan lain sebagainya.Subordinat

yang menanyakan keabsahan sumber langka memfokuskan pada pertentangan dan

perjuangan untuk mendapatkan sumber langka tersebut. akibat perjuangan dari

subordinat, pertentangan tidak dapat terelakkan lagi sehingga konflik muncul

kepermukaan.

2. Teori Tindakan Sosial dalam Perspektif Max Weber dan Talcot Parsons

Tindakan Sosial Menurut Max Weber, Bagi Weber suatu tindakan hanya

dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan

mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain.

Menyanyi di kamar mandi menghibur diri sendiri misalnya, bukan tindakan sosial.

Tetapi menyanyi di kamar mandi dengan maksud menarik perhatian orang lain

bisa disebut tindakan sosial.

Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial. Weber mengklasifikasinya

menjadi empat tipe tindakan dasar, yang dibedakan dalam konteks motif para

pelakunya:

a. Tindakan Rasionalitas Instrumental (berorientasi tujuan). Tindakan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan dengan pertimbangan rasional, seperti

orang belajar agar pintar.

b. Tindakan Rasionalitas Nilai (berorientasi nilai/berdasarkan nilai). Tindakan

yang dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai etis, estetis, religius, seperti

menghormati yang tua dan mencintai yang muda.

Page 40: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

27

c. Tindakan Afektif. Tindakan yang dilakukan lebih berdasar faktor

emosi/perasaan, seperti orang yang sedang jatuh cinta.

d.Tindakan Tradisional. Tindakan yang dilakukan karena sudah menjadi

kebiasaan dan lazim dilakukan, seperti mudik waktu lebaran.

Untuk mempelajari tindakan sosial itu Weber menganjurkan melalui

penafsiran dan pemahaman, atau menurut terminologi Weber disebut

dengan verstehen. Bila seseorang hanya berusaha meneliti perilaku saja, dia tidak

akan meyakini bahwa perbuatan itu mempunyai arti subyektif dan diarahkan

kepada orang lain. Menurut Weber ada dua cara memahami motif tindakan yaitu :

kesungguhan, mengenangkan dan menyelami pengalaman si pelaku.

Teori Tindakan menurut Sosial Talcot Parsons, Pengaruh pemikiran Weber

berpengaruh terhadap teori Parsons, dan ini terbukti dari bukunya tentang the

Structure of social action menyangkut konsep tindakan sosial yang

rasional. Dalam analisisnya, Parsons menggunakan kerangka alat

tujuan (means ends framework) yang intinya:

1. Tindakan itu diarahkan pada tujuannya atau memiliki suatu tujuan.

2. Tindakan terjadi suatu situasi, di mana beberapa elemennya sudah pasti,

sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak sebagai

alat untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Secara normatif tindakan itu diatur sehubungan dengan penentuan alat dan

tujuan. Dalam arti bahwa tindakan itu dilihat sebagai satuan kenyataan sosial

yang paling kecil dan paling fundamental. Elemen-elemen dasar dari suatu

tindakan adalah tujuan, alat, kondisi dan norma. Antara alat dan kondisi itu

Page 41: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

28

berbeda, orang yang bertindak mampu menggunakan alat dalam usahanya

untuk mencapai tujuan, sedangkan kondisi merupakan aspek situasi yang

dapat dikontrol oleh orang yang bertindak.

C. Penelitian Relevan

Adapun hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian

Dan peneliti masukan untuk menguatkan penelitian untuk menghindari terjadinya

kesamaan terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya.

1. Muhammad Zuldin, 2013 “Konflik Agama Dan Penyelesaiannya Kasus

Ahmadiyah Di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat”

Resolusi konflik antara Ahmadiyah dengan Islam mainstream di kabupaten

Tasikmalaya melalui dua cara, yaitu resolusi konflik non litigasi dan resolusi

konflik litigasi. Resolusi konflik non litigasi dilakukan dengan proses mediasi

yang melibatkan aparat pemerintah,mulai dari tingkat RT, RW, desa, Muspika,

Muspida, dan kepolisian. Pihak FPI melalui intelnyadan laporan masyarakat

mendapat informasi tentang kegiatan-kegiatan Jemaat Ahmadiyah yang dianggap

melanggar peraturan yang ada.

Kemudian minta kepada pemerintah untuk menegur dan memberhentikan

kegiatan-kegiatan. Bila pemerintah dan pihak aparat tidak memberhentikan

kegiatan Ahmadiyah, maka FPI dan ormas Islam lainnyalah yang turuntangan.

Biasanya didahului dengan proses mediasi. Dalam proses ini, sering tidak dicapai

titik temu karena masing-masing mempertahankan pendapatnya. Akibatnya terjadi

tindakan kekerasan terhadap Ahmadiyah berupa perusakan masjid dan aset-aset

lainnya. Sedangkan resolusi konflik litigasi dilakukan melalui proses peradilan.

Page 42: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

29

Proses ini dilakukan setelah tidakada kesepakatan dari kedua pihak dan telah

memenuhi unsur pidana.

2. Hendry Bakry, 2015 “Resolusi Konflik Melalui Pendektan Kearifan Local

Pola Gandong Di Kota Ambon”

Konflik ini bermula dari konflik biasa dari kedua orang kebetulan berbeda

agama. Dari beberapa sumber bermula dari perkelahian antara supir dan keneknya

di pasar Mardika. Oleh karena terpancing emosi maka terjadilah konflik besar

antara masyarakat Mardika dan Masyarakat Batu Merah. Seperti yang

diungkapkan oleh Libeli: “Awal terjadinya konflik, awal kejadian oleh karena

penganiayaan sopir oto (mobil angkutan), awalnya ini kriminal murni,tapi karena

termakan isu maka larinya ke SARA,apalagi bertepatan dengan lebaran orang

Islam, 19 januari 1999,”. Ketegangan berubah menjadi kebencian, pada akhirnya

kebencian mendesak orang-orang yang tidak sabar untuk mengangkat senjata

saling menyerang. Pengkotakan masyarakat ke dalam pembagian Islam dan

Kristen mempermudah dan memperlancar tindak kebencian. Ini seperti di

ungkapkan Justus Patipawae: “Konflik di Ambon menandai indikasi lemahnya

spririt agama sebagai kekuatan civil society yang pro kemanusiaan.

Dengan adanya dua hasil penelitian terdahulu di atas yang berkaitan dengan

judul yang diajukan peneliti maka peneliti tertarik turun untuk meneliti masalah

tersebut untuk mengetahui resolusi konflik dalam masyarakat dengan perbedaan

keyakinan. sebagaimana yang penulis informasikan di atas merupakan informasi

yang didapat dari masyarakat. Maka dari itulah peneliti ingin mengkaji lebih

dalam di lapangan terkait dengan masalah sosial yang terjadi antar masyarakat

dengan yang berbeda.

Page 43: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

30

D. Kerangka Fikir

Kerangka fikir merupakan penjelasan sementara gejalah yang menjadi objek

permasalahan di sebuah topik penelitian. Yang menjadi kriteria utama dalam

membuat suatu kerangka berfikir agar dapat meyakinkan ilmuwan adalah alur-alur

pemikiran yang logis dalam membuat suatu kerangka berfikir dapat membuat

kesimpulan. Perbedaan dan permasalahan yang cukup dalam masyarakat

diperlukan adanya adaptasi untuk meminimalisir segala perbedaan dan

permasalahan yang muncul dalam masyarakat.

Namun demikian kenyataannya di kehidupan modern adaptasi sosial

menjadi sulit diterapkan di tengah perbedaan prinsip masyarakat terlebih pada

persoalan keyakinan atau agama. Ada yang sepakat dengan pengaruh modernisasi

yang muncul namun, ada pula yang tidak bisa menerima karena pandangan dalam

keyakinan dianutnya bertentangan dengan pengaruh modernisasi yang masuk

dalam lingkungan masyarakat. Karena semakin gencarnya pengaruh modernisasi

yang selalu berdatangan dan masuk dalam lingkungan masyarakat sehingga bisa

dikatakan bahwa modernisasi juga merupakan faktor yang memicu munculnya

perbedaan pandangan antara pemeluk agama dan perbedaan keyakinan. Toleransi

dan sikap saling menghormati harus dijunjung tinggi sebagai upaya pengendalian

timbulnya konflik.

Page 44: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

31

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai

beriku

GAMBAR 2.1 Bagan Kerangka Fikir

Konflik Antar Agama

Faktor Penyebab Terjadinya Resolusi

Konflik Agama

1. kompetisi

2. akomodasi

3. sharing

4. kolaborasi

5. penghindaran

INTEGRASI SOSIAL

Proses terjadinya resolusi konflik

agama

1. Negosiasi

2. Mediasi

3. Konsiliasi

4. Pemecahan Masalah

5. Rekonsiliasi

Resolusi Konflik Agama

Page 45: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang besifat kualitatif

deskriptif. Dengan menggunakan metode atau pendekatan studi kasus (case

study). Menurut Maleong penelitian kualitatif adalah penelitian yang

mengedepankan proses interaksi dan komunikasi yang mendalam antara peneliti

dengan apa yang diteliti. Sedangkan menurut Creswell, penelitian kualitatif adalah

proses untuk memahami masalah sosial berdasarkan metodologi yang berbeda.

Jadi penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang

mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua

pihak yang bersangkutan.

Penelitian studi kasus akan kurang kedalamannya bilamana hanya dipusatkan

pada fase tertentu saja atau salah satu aspek tertentu sebelum memperoleh

gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya studi kasus akan kehilangan

artinya kalau hanya ditujukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum,

namun tanpa menemukan sesuatu atau beberapa aspek khusus yang perlu

dipelajari secara intensif dan mendalam. Studi kasus yang baik harus dilakukan

secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki.

Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus

yang diteliti, tetapi, juga dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan

mengenal kasus tersebut dengan baik. Dengan kata lain, data dalam studi kasus

dapat diperoleh dari berbagai sumber namun terbatas dalam kasus yang akan

Page 46: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

33

diteliti. Secara ringkasnya yang membedakan metode studi kasus dengan metode

penelitian kualitatif lainnya adalah kedalaman analisisnya pada kasus yang lebih

spesifik baik kejadian maupun fenomena tertentu.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang terkait dengan kasus yang peneliti akan teliti yakni di

Desa Bila, Kecamatan Dua Pitue, Kabupaten Sidenreng Rappang.

Alasan pemilihan lokasi dan ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian

di lokasi tersebut yaitu, selain karena desa tersebut beda di provinsi yang sama

dengan kampung halaman peneliti yakni di Kabupaten Sidenreng Rappang,

sehingga dapat memudahkan peneliti untuk menjangkau lokasi tersebut. Selain itu

Desa Otting juga merupakan desa yang terkenal dengan warga yang penganut

Agama Hindu, dibandingkan dengan desa lain di kecamatan tersebut.

Selanjutnya mengapa peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di lokasi

tersebut karena sesuai dengan judul yang diangkat oleh peneliti yaitu konflik antar

agama, jadi kesaannya sangat cocok dan mudah untuk mendapatkan informasi,

terkait dengan konflik antargama yang pernah terjadi didesa tersebut. Sehingga

membuat peneliti sangat penasaran serta ingin melakukan penelitian secara

mendalam mengenai faktor penyebab terjadinya konflik, bagaimana proses

penyelesaiannya, serta seperti apa keadaan masyarakat yang berbeda keyakinan

pasca terjadinya konflik di desa tersebut.

Page 47: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

34

2. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian yang direncanakan untuk melakukan penelitian ini sebagai

berikut :

No.

Jenis kegiatan

Bulan I

Bulan II

Bulan III

BULAN IV

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengusulan judul

2 Penyususnan proposal

3 Konsultasi pembimbing

4 Seminar proposal

5 Pengurusan izin penelitian

6 Observasi? Pelaksanaan penelitian

7 Pengambilan data penelitan

8 Pengolahan data, analisis dan penyususnan laporan

9 Bimbingan laporan hasil

10 Seminar ujian skripsi

Gambar Tabel 3.1 waktu penelitian

Page 48: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

35

Penelitian ini di laksanakan pada masa pandemi Covid 19 dengan sistem

bimbingan online yakni di mulai pada awal bulan april sampai pada awal mei

2020.

C. Informan Penelitian

Informan penelitian yang dimaksud disini yaitu dimana peneliti diberi

informasi oleh informan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Subjek

penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang

diperlukan selama proses penelitian.

Menurut Hendarsono dalam Suyanto (2005:171-172), informan penelitian ini

meliputi tiga macam yaitu:

1. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan

memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.

Dalam hal ini yaitu kalangan masyarakat tempat penelitian. Seperti, Kepala

Desa, tokoh masyarakat, warga desa setempat yang beragama Islam dan

Hindu, dan lain-lain.

2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi

sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah peneliti

sendiri yang akan terjun dilapangan meneliti resolusi konflik agama dalam

integrasi sosial.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Seperti,

aparat penegak hukum dan juga pendatang yang berada di desa tersebut

Page 49: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

36

yang secara tidak langsung mengetahui tentang konflik atau permasalahan

tanpa terlibat didalamnya,

D. Fokus Penelitian

Pada penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada proses resolusi

konflik antar agama dalam integrasi sosial, serta integrasi sosial melalui resolusi

konflik agama.

E. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian merupakan segala unsur yang digunakan dalam proses

penelitian yang diharapkan akan menunjang keberhasilan peneliti dalam

penelitiaanya. Pada umumnya, penelitian tentu membutuhkan beberapa instrumen

dan semakin banyak instrument yang digunakan maka akan besar peluang

keberhasilan suatu penelitian.

Penelitian ini, maka peneliti mulai tahap awal penelitian sampai hasil

penelitian ini seluruhnya dilakukan oleh peneliti. Selain itu untuk mendukung

tercapainya hasil penelitian maka peneliti menggunakan alat bantu berupa lembar

observasi, panduan wawancara, serta catatan dokumentasi sebagai pendukung

dalam penelitian ini.

1. Penelitian sebagai pengamat penuh dan kehadirannya diketahui statusnya

sebagai peneliti itu sendiri oleh informan.

2. Lembar observasi, berisi catatan-catatan yang diperoleh penelitian pada saat

melakukan pengamatan langsung di lapangan.

3. Panduan wawancara merupakan seperangkat daftar pertanyaan yang sudah

disiapkan oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan

Page 50: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

37

peneliti yang akan dijawab melalui proses wawancara. Pedoman wawancara

sebagai salah satu cara atau metode yang digunakan dalam pengumpulan

data.

4. Catatan dokumentasi adalah data pendukung yang dikumpulkan sebagai

penguatan data observasi dan wawancara yang berupa gambar, data sesuai

dengan kebutuhan penelitian.

5. Kamera ponsel sebagai alat dokumentasi setiap kegiatan peneliti.

6. Buku catatan, alat tulis dan laptop sebagai penunjang.

F. Jenis dan Sumber Data

Adapun suber data yang dikumpulkan peneliti adalah, sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan yang

memenuhi kriteria penelitian melalui teknik wawancara dan interview secara

langsung dan mendalam. Sumber data primer diperoleh dari kalangan

masyarakat desa setempat.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu sumber data yang memberikan informasi secara tidak

langsung. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang

diperoleh dari laporan-laporan yang berkaitan dengan penelitian ini, yang

berupa buku, teori-teori, jurnal, blog, web, arsip, data lain yang relevan

sebagai landasan teoritis yang dibutuhkan untuk melengkapi data penelitian

Page 51: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

38

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka mengumpulkan

data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses pengamatan

langsung di lapangan. Peneliti berada ditempat itu, untuk mendapatkan bukti-

bukti yang valid dalam laporan yang akan diajukan. Observasi adalah metode

pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagai mana yang

mereka saksikan selama penelitian (Gulo, 2002:116). Pada dasarnya teknik

observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial

yang tumbuh dan berkembang, serta kemudian dapat dilakukan penilaian atas

perbuatan tersebut. Kegiatan observasi yang akan dilakukan oleh peneliti

adalah mengunjungi rumah informan di desa tersebut.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Moleong, 2010:186). Ciri utama wawancara adalah kontak

langsung dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber

informasi. Peneliti melakukan wawancara langsung terhadap informan yang

bersangkutan dengan -masalah yang diteliti. Wawancara antara peneliti dengan

informan secara langsung kemudian mengajukan beberapa pertanyaan yang

Page 52: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

39

menjadi inti masalah penelitian kepada informan, selanjutnya para informan ini

memberikan jawaban menurut informan masing-masing. Hasil tanya jawab ini

direkam dan dicatat untuk mempermudah penulis dalam melakukan tabulasi

data. Teknik pewawancara dalam penelitian ini dilakukan secara terencana atau

terstruktur, di mana pewawancara menyusun secara terperinci dan sistematis

pedoman pertanyaan menurut pola kaidah tertentu dengan menggunakan

format yang baku. pada penelitian ini digunakan wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur.

a. Wawancara terstruktur yaitu wawancara yang dilakukan dengan

menggunakan pedoman wawancara pada instrument penelitian.

b. Wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang dilakukan dengan lebih

bebas dari wawancara terstruktur, yang mengembangkan pertanyaan

wawancara sesuai dengan kondisi informan. Tentu saja kreatifitas

pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini

lebih banyak tergantung dari pewawancara.

Dalam wawancara ini akan didata pihak-pihak mana saja yang akan

menjadi subyek penelitian yang akan memperkuat data yang diperoleh, karena

dari pihak-pihak tersebut dapat diperoleh data-data yang valid. Metode

wawancara tersebut akan digunakan untuk memperoleh jawaban dari pihak-

pihak tersebut diatas. Dalam penelitian ini akan mewawancarai dengan

beberapa pihak diantaranya, Kepala desa, masyarakat yang beragama Islam

maupun Hindu, dan tokoh-tokoh masyarakat di desa tersebut.

Page 53: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

40

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil

wawancara. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta

diuraikan dalam bentuk deskriptif. Analisis data kualitatif menurut Bogdan &

Bilken dalam Moleong (2007: 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutusakan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin

(2003: 70) yaitu sebagai berikut :

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi Data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-

catatan tertulis dilapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan dimulai

dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-

gugus, menulis memo, dan sebagainya dengan maksud menyisihkan

data/informasi yang tidak relevan. Contohnya yaitu membuat suatu catatan,

misalnya catatan wawancara. Catatan tersebut dikumpulkan sampai jenuh,

kemudian dipilih catatan yang dianggap paling relevan dan menyisihkan

data yang tidak terpakai, kemudian dimunculkan dalam bentuk display.

Page 54: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

41

2. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.

Penyajian juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.

3. Penarikan Kesimpulan

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa

kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data

yang ada. Dalam pengertian ini analisis kualitatif merupakan upaya berlanjut,

berulang, dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara beruntun sebagai

rangkaian kegiatan analisis yang terkait. Selanjutnya data telah dianalisis,

dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk medeskripsikan fakta yang

ada dilapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

kemudian diambil intisarinya saja.

Berdasarkan keterangan diatas maka setiap tahap dalam proses tersebut

dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang

dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan data dokumentasi melalui

metode wawancara.

I. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggung jawabkan sebagai

penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data pemeriksaan terhadap keabsa

Page 55: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

42

han data pada dasarnya, selain digunakan untuk menyanggah balik yang

dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah, juga

merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan

penelitian kualitatif (Moleong, 2007:320).

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai waktu (Wiliam Wiersma,1986). Dengan

demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan

waktu (Sugiyono, 2007:273).

1) Triangulasi Sumber

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang

telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh

peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan

kesepakatan (memberchek) dengan sumber data (Sugiyono, 2007:274). Jadi

tujuan memberchek adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan

dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau

informan (Sugiyono, 2007:276).

2) Triangulasi Teknik

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada

sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk mengecek

data bisa melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik

pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka

peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang

Page 56: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

43

bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar (Sugiyono,

2007:274).

3) Triangulasi Waktu

Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara tergantung dengan

kesepakatan dengan informan kapan waktu yang tepat untuk melakukan

proses wawancara dan informan memberikan data yang valid sehingga lebih

kredibel. Selanjutnya dapat dilakukan dengan pengecekan dengan

wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara

berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya (Sugiyono,

2007:274).

J. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah standar tata perilaku peniliti selama melakukan

penelitian, mulai dari menyusun desain penelitian, mengumpulkan data lapangan

(melakukan wawancara, observasi, dan pengumpulan data dokumen), menyusun

laporan penelitian hingga mempublikasikan hasil penelitian. Misalnya :

1. Menginformasikan tujuan penelitian kepada informan.

2. Meminta persetujuan informan (Informan Consent) untuk diwawancarai.

3. Menjaga kerahasiaan identitas informan, jika terkait informasi sensitif.

4. Meminta izin informan jika ingin merekam wawancara, atau ambil foto/

video.

Page 57: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

44

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Desa Bila

Bila mempunyai arti buah Bila atau buah Maja. Konon katanya dahulu desa

tersebut di tumbui banyak sekali pohon Bila/Maja. Sehingga ia dinamakan Desa

Bila. Secara administratif Desa Bila terdiri dari 4 dusun adalah sebagai berikut:

a) Dusun I Larumpu

b) Dusun II Pallae

c) Dusun III Larumpu

d) Dusun IV Abbanuangge

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

B. Letak Geografis Dan Jumlah Penduduk

a. Batas Wilayah

a) Sebelah Utara :Bila Riase

b) Sebelah Selatan :Desa Taccimpo

c) Sebelah Timur :Desa Sogi/Desa Botto

d) Sebelah Barat :Desa Bola Bulu

Luas wilayah Desa Bila adalah 1.370 Hektar dan terletak pada

koordinat bujur 120.060.306 dan koordinat lintang -3.849.228 letaknya yang

yang dekat dengan garis khatulistiwa menjadikan Desa Bila beriklim tropis.

Wilayah ini terbagi menjadi dua tipe hujan, yaitu tipe hujan Monsoon dan tipe

hujan lokal.

Page 58: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

45

Desa Bila terletak pada dataran rendah, sehingga pemukiman di Desa

tersebut memanjang atau berderet dan mengelompok disepanjang jalan dusun.

Rumah-rumah penduduk pada umumnya menghadap ke jalan Desa.

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

b. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap

pembangunan, disebabkan karena maju mundurnya daerah sangat berpengaruh

pada kualitas sumber daya manusianya. Desa Bila memiliki jumlah penduduk

sebanyak 3.048 jiwa dengan rincian jumlah laki-laki 1.480 jiwa dan jumlah

perempuan 1.568 jiwa. Dahulu Desa Bila di dominasi oleh penduduk yang

beragama Hindu namun seiring berjalannya waktu masayarakat yang

beragama Hindu sudah mulai berkurang di Desa Bila. Untuk lebih jelasnya

jumlah penduduk dapat di lihat pada table berikut.

No Nama Dusun Laki-Laki Perempuan Total

1 Dusun I Larumpu 463 451 914

2 Dusun II Pallae 438 497 935

3 Dusun III Larumpu 330 347 677

4 Dusun IV

Abbanuangge

249 271 520

Jumlah 1.480 1.568 3.048

Tabel 4.1 jumlah penduduk Desa Bila

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

Page 59: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

46

3. Keadaan Keagamaan

Pada dasarnya penduduk Desa Bila dominan menganut agama Islam,

namun ada beberapa di antaranya penganut agama hindu dan khatolik. selain dari

latar belakang agama, budaya, ras, dll. pasca terjadinya konflik agama di Desa

tersebut penduduk desa hidup dengan rukun dan damai hingga saat ini.

Adapun tabel jumlah penduduk berdasarkan latar belakang agama

diantaranya adalah:

No Agama Laki-Laki Perempuan

1. Islam 1388 1440

2. Hindu 100 109

3. Khatolik 3 0

Total 1491 1549

Tabel 4.2 jumlah penduduk berdasarkan agama

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

4. Keadaan Sosial Budaya

a. Sosial

Keadaan Sosial saat ini pasca terjadinya konflik di Desa tersebut

sebagaimana masyarakat umumnya yang ada di pedesaan yang sangat

menjunjung tinggi rasa saling menghargai dan kepedulian antar masyarakat.

Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat setempat sangat menanamkan

rasa kepedulian terhadap sesama yang saling membutuhkan bantuan. Selain

daripada itu mereka juga terbuka terhadap orang-orang yang membutuhkan

informasi tentang kondisi setempat. Terlepas dari hal tersebut terdapat pula

Page 60: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

47

keadaaan sosial yang ada di Desa Bila yakni menjalin hubungan interaksi

yang cukup bagus dan sangat menjalin hubungan persudaraan karena

hubungan kekerabatan yang begitu dekat.

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

b. Budaya

Terlepas dari keadaan sosial yang ada di lokasi penelitian dapat pula

dijelaskan tentang bagaimana kondisi dan keadaan budaya yang terdapat pada

desa tersebut. Keadaan budaya yang ada di Desa Bila memiliki kekhasan dan

budaya tersendiri yang sering dilakukan. Masyarakat disana dapat dikatakan

terbuka dan ramah untuk orang-orang yang ingin mencari informasi khusunya

tentang bagaimana kondisi masyarakat setempat. Masyarakat yang ada di

lokasi tersebut menggunakan bahasa daerah sebagaimana yang umumnya

digunakan di Kabupaten Sidrap. Beberapa masyarakat di tempat tersebut

sering melakukan ritual adat yang telah menjadi kebiasaannya pada waktu-

waktu tertentu

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

Page 61: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

48

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah melakukan observasi dan wawancara, maka pada bagian ini peneliti

akan paparkan hasil penelitian sebagai berikut.

a. Proses Resolusi Konflik Agama Dalam Integrasi Sosial Di Desa Bila

Kabupaten Sidenreng Rappang

1) Negosiasi

Negosiasi merupakan proses dimana pihak-pihak yang berkonflik mulai

mencari cara untuk mengahkiri atau menyelesaikan konflik yang sedang terjadi.

Adapun hal yang sangat mempengaruhi negosiasi yaitu kekuatan proses tawar-

menawar.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti tahap negosiasi

pada proses resolusi konflik di desa tersebut benar dilakukan. Adapun proses dari

negosiasi yang dilakukan di Desa Bila yaitu, dari kedua pihak yang berkonflik

mulai mencari jalan atau cara untuk menyelesaikan konflik tersebut terutama pada

pihak yang memulai, dengan bantuan para tokoh masyarakat dan pimpinan desa.

Diantaranya masyarakat Hindu mengusulkan perdamaian dengan syarat,

pada saat mereka melakukan perjalanan dengan rombongan menuju tempat

peribadatan mereka, meminta agara diberikan keamanan ketat dari pihak

pemerintah berupa pengawalan dari aparat kepolisian. Begitupun dengan

masyarakat Islam, mereka juga mengajukan syarat bahwa tidak dibolehkan

melakukan tindak kekerasan secara sepihak apabila terdapat kesalahpahaman

Page 62: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

49

yang tidak disengaja oleh masyarakat yang berbeda agama. Berdasarkan syarat

dari kedua belah pihak kemudian dirundingkan dan dimusyawarahkan oleh kepala

desa, para tokoh masyarakat, serta masyarakat yang terlibat konflik, untuk

memperoleh hasil yang dinginkan.

Dikutip dari hasil wawancara dengan H.Kuba (53) sebagai Kepala Desa

Bila, menyatakan bahwa:

“Proses penyelesaian konflik pada saat itu, dari kedua belah pihak yang

berkonflik mereka masing-masinng memberikan syarat atas perdamaian tersebut, proses negosiasi istilahnya, barulah setelah itu kedua syarat tersebut kemudian dimuyawarahkan oleh para tokoh masyarakat dari kedua agama yang berikai, sehingga proses penyelesaian konflik menemukan titik terang, dan menuju ketahap berikutnya.” (Wawancara, informan inisial HK 21 September 2020). Dan dikuatkan dengan hasil wawancara dengan La Wello (64) sebagai tokoh

masyarakat Hindu menyatakan bahwa:

“Dari yang dilihat di desa sekarang sekarang ini sudah sangat aman, jika

kita lihat dari konflik besar yang pernah terjadi, pengawalan juga pada saat kami melakukan perjalanan menuju tempat ibadah sudah sangat baik. Tujuannya dilakukan pengawalan itu hanya untuk mengantisipasi adanya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan selama perjalanan” (Wawancara, informan inisial LA 22 September 2020) Sedangkan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, bentuk

dari negosiasi tersebut yaitu, dilihat dari sudut pandang manapun Desa Bila sudah

sangat aman, dilihat dan diamati selama beberapa tahun terakhir setelah terjadinya

konflik tersebut. Dikuatkan juga dari jumlah polisi yang ditugaskan dalam

pengawalan tersebut. Jadi yang terlihat ada 1 rombongan yang terdiri dari 10

orang oleh aparat kepolisian, Polsek Tanrutedong Kecamatan Duapitue

Kabupaten Sidenreng Rappang yang ikut serta dalam mengamankan atau

mengawal rombonga agama Hindu yang hendak beribadah.

Page 63: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

50

Kesimpulannya, pada tahap negosiasi dalam proses resolusi konflik di Desa

Bila Kabupaten Sidenreng Rappang merupan proses dimana kedua pihak yang

terlibat konflik, khususnya dari pihak yang memulai, mulai mencari cara untuk

bagaimana menyelesaikan konflik tersebut, Setelah melalui beberapa proses

tawar-menawar kedua pihak kemudian sepakat untuk menyelesaikan konflik

dengan berbagai syarat. Barulah kemudian pemerintah daerah setempat bersama

dengan para tokoh masyarakat dari kedua belah pihak agama melakukan untuk

mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diingankan, barulah kemudian

mereka lanjut ketahap berikutnya. Dalam proses penyelesaian konflik tersebut,

pada tahap ini keadaan didesa tersebut sudah sangat aman dilihat dari sudut

pandang manapun, proses pelaksanaan peribadatan oleh masyarakat Hindu juga

berjalanan lancar dengan adanya pengawalan dari aparat kepolisian.

2) Mediasi

Mediasi merupakan sebuah proses penyelesaian konflik tahap kedua dengan

menggunakan mediator, tetapi dalam proses ini mediator tidak mempunyai

wewenang dalam memberikan keputusan yang mengikat dan hanya bersifat

konsulatif.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti

tahap mediasi dari proses resolusi konflik juga dilakukan di desa tersebut. Adapun

proses dari mediasi itu sendiri yaitu dari kedua pihak yang berkonflik

dipertemukan, dengan aparat dari kepolisian Polsek Tanru Tedong yang tidak

terlibat konflik di desa tersebut sebagai mediator. Pada tahap ini syarat yang

diajukan dari proses negosiasi tadi dibicarakan kembali, untuk sebuah keputusan

Page 64: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

51

yang paten, karena keputusan tersebut didapat hanya dari kedua belah pihak yang

berkonflik. Mediator dalam tahap ini hanyalah seorang penengah yang membantu

menetralkan keadaan, akan tetapi tidak berhak untuk memberikan keputusan.

Pada proses resolusi konflik pada tahap ini tidak dilakukan dengan cara yang

sangat formal, hanya melibatkan kedua belah pihak yang berkonflik, kepala desa,

dan para tokoh masyarakat dari kedua agama.

Dikutip dari hasil wawancara dengan H.P.Saade (65) sebagai tokoh

masyarakat yang beragama Islma, menyatakan bahwa:

“Ditahap ini seperti yang dikatakan tadi, ada mediator sebagai penengah, dan mediatornya ini yang tidak terlibat langsung dengan konflik tersebut. Jadi ditahap ini bisa disimpulkan bahwa pihak yang berkonflik ini sudah sepakat mengajukan perdamaian dengaan syarat yang diajukan pada tahap sebelumnya” (Wawancara, informan inisial HPS 23 September 2020). Dikuatkan lagi dari kutipan hasil wawancara dengan Bahri (53) sebagai

warga masyarakat yang beragama Hindu, menyatakan bahwa:

“Pada tahap mediasi ini, ada yang namanya penengah, dan penengah atau

yang dikatakan sebagai mediator itu yang tidak terlibat langsung dengan konflik, jadi saat itu mediatornya dari aparat kepolisian, kepala desa minta bantuan dari polsek tanru tedong, untuk membantu pihak yang berkonflik untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut” (Wawancara, informan inisial B 22 September 2020).

Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti,

pada tahap mediasi pada proses resolusi konflik di desa tersebut, tahap ini

dilakukan dengan cara yang tidak terlalu formal. Adapun mediator sebagai

penengah yaitu dari pihak kepolisian yakni Polsek Tanru Tedong yang terdiri dari

1 orang mediator dan 2 orang yang turut hadir untuk mengkondusifkan suasana di

desa tersebut.

Page 65: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

52

Jadi kesimpulannya tahap mediasi pada proses resolusi konflik di Desa Bila

dilakukan dengan cara yang tidak terlalu formal. Adapun orang yang terlibat

sebagai mediator atau penengah yakni dari aparat kepolisian yang terdiri dari 1

orang mediator dan 2 orang yang membantu untuk mengkondusifkan suasana,

selanjutnya kesepakatan yang didapatkan dari tahap tersebut dapat disimpulkan

bahwa kedua pihak yang berkonflik telah sepakat untuk mengajukan perdamaian.

3) Konsiliasi

Konsilisasi merupakan tahap ketiga dari proses resolusi konflik, dimana

konflik tersebut diserahkan pada satu komisi yang bertugas untuk menguraikan

atau menjelaskan fakta dan mengupayakan untuk mencapai suatu kesepakatan.

Berdasarkan hasi observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

tahap ini merupakan tahap untuk menentukan siapa salah dan siapa benar.

Gunanya agar konflik tersebut tidak berlangsung terlalu lama, pada tahap ini

semua hal yang menyebabkan terjadinya konflik dibahas dan diuraikan secara

detai baik dari pihak yang bersalah ataupun yang benar. Setealah itu hal-hal

tersebut dimusyawarahkan dengan pihak-pihak yang berkonflik, disaksikan

dengan para tokoh masyarakat dari kedua agama, kepala desa, dan mediator.

Dari hasil pengamatan, ada beberapa faktor penyebab terjadinya konflik

antar agama di Desa Bila diantaranya adalah kurangnya toleransi antar umat

beragama pada saat itu, warga desa yang terlalu sensitif, dan pemerintah setempat

yang kurang memperhatikan warganya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan H.P.Saade (65) sebagai tokoh

masyarakat yang beragama islam, menyatakan bahwa:

Page 66: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

53

“Pada tahap ini hal yang menyebabkan terjadinya konflik diuraikan satu persatu kemudian dibahas secara detail apa inti dan pokok permasalahannya. Untuk mencapai satu keputusan untuk penyelesaian konflik ini. Dari beberapa faktor penyebab terjadinya konflik ada beberapa yang sangat umum antara lain kurang toleransi antar umat beragama pada saat itu, kemudian juga warga desanya terlalu sensitive apalagi yang non muslim (Hindu), kemudian juga pemerintah yang menjabat pada saat itu kurang memperhatikan warganya karena satu dan lain hal” (Wawancara,

informan inisial HPS23 September 2020). Dikuatan dengan hasil wawancara dengan La Wello (64) sebagai tokoh

masyarakat yang beragama Hindu, menyatakan bahwa:

“Jadi pada tahap ini, semua faktor penyebab terjadinya konflik tersebut

diuraikan dan di bahas secara detail untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan, kemudian setelah hasil akhirnya telah diputuskan dan dibulatkan, kemudian dilanjutkan dengan membahas batasan-batasan antara kedua pihak yang berkonflik. Dalam artian misalnya, mulaimi diterapkan toleransi antar umat beragama, dan bagaimana seharusnya batasan antara kedua agama yang berbeda tersebut” (Wawancara,

informan inisial LA 22 September 2020). Jadi kesimpulannya pada tahap konsiliasi pada proses resolusi konflik di

Desa Bila merupakan tahap dimana faktor penyebab terjadinya konflik diuraikan

kemudian dibahas secara detail dan seksama oleh kedua pihak yang berkonflik di

saksikan oleh para tokoh masyarakat, kepala desa dan mediator. Untuk

mendapatkan satu hasil yang diinginkan yaitu perdamaian dari kedua pihak yang

berkonflik.

4) Pemecahan Masalah

Memecahkan masalah adalah sebuah usaha yang lebih ambisius bahwa

pihak-pihak yang bertikai diundang untuk mengonseptualisasikan ulang konflik

dengan sebuah pandangan untuk menemukan hasil yang kreatif. Dalam suatu

proses penyelesaian konflik melalui proses memecahkan masalah, dibutuhkan

adanya dialog-dialog yang luas dikalangan masyarakat yang bertikai pada semua

Page 67: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

54

lapisan mengenai masalah yang menjadi sumber konflik, akibat konflik, dan

penyelesain konflik dengan pendekatan suatu model dialog, dan pemecahan

masalah.

Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada

tahap ini proses yang dilakukan hampir sama dengan yang sebelumnya, hanya

saja pada tahap ini pihak yang berkonflik diberikan kebebasan dalam hal

berbicara untuk mengkonseptualisasikan konflik tersebut dalam sebuah

pandangan untuk menemukan hasil yang lebih memuaskan dan kreatif.

selanjutnya semua pihak lain yang menjadi saksi juga ikut serta dalam bersuara

bagaimana seharusnya, seperti misalkan pada pihak satu memberikan penjelasan

penyebab terjadinya konflik kemudian diminta untuk memberikan masukan

bagaimana seharusnya penyelesaian yang harus diambil, begitupun selanjutnya.

Adapun bentuknya dilihat ari hasil observasi yaitu, faktor utama penyebab

terjadinya konflik tersebut adalah kurangnya toleransi antar umat umat beragama

di Desa, kemudian bentuk penyelesaian konfliknya yaitu pemerintah setempat

turut berperan aktif dalam hal ini, menjelaskan kepada warga masyarakat Desa

Bila bahwa perbedaan latar belakang agama tidak mesti menjadi penghalang

untuk saling berinteraksi apalagi menjadi pemicu timbulnya konflik.

Dibuktikan berdasarkan hasil wawancara dengan H.Kuba (53) sebagai

kepala Desa Bila, menyatakan bahwa:

“Pada tahap memecahkan masalah pada proses ini memang hampir sama dengan tahap sebelumnya, yakni kedua pihak ang berkonflik diundang untuk membicarakan lebih jelas lagi faktor penyebab terjadinya konflik, serta bagaimana seharusnya bentuk pemecahannya, didampingi oleh para tokoh masyarakat, pemerintah setempat, serta mediator dari pihak kepolisian. Karena pada konflik tersebut bukan hanya sekedar menyatukan 2 kepala

Page 68: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

55

yang berbeda tetapi menyangkut 2 agama berbeda, karena ini merupakan konflik Desa jadi sebisa mungkin pemerintah setempat ingin menyelesaikan konflik ini dengan cara kekelurgaan, akan tetapi tetap mengikuti prosedur proses penyelesaian konflik” (Wawancara, informan inisial HK 21 September 2020). Dikuatkan dengan hasil wawancara dengan Bahri (53) sebagai warga

masyarakat Desa Bila, menyatakan bahwa:

“Yang saya lihat pada tahap ini, merea yang berkonflik diundang ke balai desa, disaksikan oleh para tokoh masyarakat dari kedua pihak, pemerintah desa setempat, serta mediator dari pihak kepolisian. Mereka diminta untuk menguraikan secara detail faktor penyebab terjadinya konflik serta bagaimana bentuk penyelesaian yang tepat, untuk mendapatkan satu hasil yang diinginkan” (Wawancara, informan inisial B 22 September 2020). Jadi kesimpulannya pada tahap memecahkan masalah pada proses resolusi

konflik antar agama di Desa Bila yaitu, yang paling utama pada tahap ini yaitu

menguraikan faktor penyebab terjadinya konflik, adapun faktor penyebab

terjadinya konflik yaitu, kuragnya toleransi antar umat beragama di Desa pada

saat itu, kurangnya peran pemerintah, warga desa yang terlalu sensitive, serta

kesalahpahaman yang berujung pada konflik.

Adapun bentuk penyelesaian konflik tersebut yaitu, pemerintah berupaya

untuk memberikan pemahaman kepada warga desa bahwa perbedaan agama

bukanlah sebuah penghalang untuk melakukan sebuah interaksi sosial, segala

bentuk kekerasan akan ditindak lanjuti, dan memberikan pengawalan kepada

masyarakat hindu yang hendak melakukan perjalanan menuju tempat peribadatan

mereka, bentuk penyelesaia konflik tersebut masuk kedalam syarat perdamaian

antar kedua pihak yang berkonflik.

Page 69: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

56

5) Rekonsiliasi

Rekonsiliasi adalah sebuah proses bukan semata-mata menemukan

penyelesaian masalah namun mengubah hubungan pihak-pihak yang berkonflik

dari permusuhan menuju pada pertemanan dan kerja sama. Dengan kata lain tahap

ini merupakan tujuan akhir dari semua upaya penyelesaian konflik.

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, pada tahap

ini kedua pihak yang berkonflik telah sepakat melakukan perdamaian. Selanjutnya

kedua pihak tersebut mulai memperbaiki hubungan sosial yang sempat terhenti.

Dibuktikan dengan hasil wawancara dengan H.P.Saade (65) sebagai tokoh

masyarakat yang beragama islam, menyatakan bahwa:

“Jadi waktu itu kedua pihak sudah sepakat melakukan perdamaian, kemudian dilanjutkan dengan memperbaiki hubungan sosialnya, pimpinan desa juga pada saat itu sudah menjelaskan bahwa perbedaan latar belakang agama bukan satu penghalang untuk tetap melakukan interaksi sosial” (Wawancara,informan inisial HPS 23 September 2020) Dikuatkan dengan hasil wawancara dengan Hj.Pammi (55) sebagai warga

masyarakat yang beragama islam, menyatakan bahwa:

“Pada tahap ini dua pihak yang berkonflik sudah sepakat untuk berdamai, kemudian dilanjutkan dengan proses memperbaiki hubungan sosial antara keduanya” (Wawancara, informan inisial HP 23 September 2020) Jadi pada proses rekonsiliasi ini, diartikan sebagai tahap akhir pada proses

resolusi konflik antara agama di Desa Bila, dimana kedua pihak yang berkonflik

telah sepakat untuk melakukan perdamaian. kemudian dilanjutkan dengan proses

pemulihan hubungan sosial antar kedua pihak tersebut.

Kesimpulannya dari tahap negosiasi, mediasi, konsiliasi, pemecahan

masalah, dan rekonsiliasi merupakan tahap yang dilalui kedua pihak yang

Page 70: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

57

berkonflik untuk mendapatkan sebuah pencerahan sehingga kata damai menjadi

jalan yang tepat untuk konflik tersebut. Pada proses resolusi konflik di Desa

tersebut tidak dilakukan dengan cara yang sangat formal, akan tetapi semua tahap

pada proses penyelesaian konflik tersebut di ikuti dengan baik. Tujuannya agar

apa yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.

b. Proses Terjadinya Integrasi Sosial Melalui Resolusi Konflik Agama Di

Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang

Integrasi adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam

masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebut

dapat meliputi perbedaan kedudukan sosial, ras, etnis, agama, bahasa, kebiasaan,

sistem nilai dan norma. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar

anggota masyarakat tersebut sepakat mengenai struktur kemasyarakatan yang

dibangun termasuk nilai-nilai, norma-norma dan pranata-pranata sosialnya.

Integrasi juga dapat dilihat sebagai suatu proses yang memperkuat hubungan

dalam suatu sistem sosial, integrasi sosial berjalan dengan baik jika memiliki

interaksi antara anggotanya, dalam artian integrasi mengacu pada suatu keadaan

dalam masyarakat dimana orang-orang saling berhubungan agar menghasilkan

pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian sosial.

Berdasar hasil wawancara peneliti dengan H. Kuba (53) sebagai kepala desa

Bila terkait dengan integrasi sosial dalam masayarakat, menyatakan bahwa:

“Kebijakan yang di lakukan pemerintah untuk mendorong terciptanya

integrasi sosial yaitu kami beserta para tokoh masyarakat baik itu Hindu dan Islam, sepakat untuk memberikan keleluasaan masyaraakat yang beragama Hindu untu menggunakan jalan dalam perjalanan menuju tempat peribadatan mereka selama dalam batas wajar, oleh karena itu pemerintah

Page 71: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

58

bekerja sama dengan aparat kepolisian agar diberikan pengawalan ketat” (Wawancara, 21 September 2020).

Seperti yang dikatakan oleh kepala Desa Bila pada saat wawancara, terkait

dengan kebijakan yang dilakukan untuk mendorong terciptanya integrasi sosial

dalam masyarakat Desa. Bahwa pemerintah setempat bekerja sama dengan aparat

kepolisian dalam membantu kelancaran peribadatan umat Hindu, maka dari itu

integrasi dalam lingkungan msyarakat mulai tercipta secara perlahan hingga tidak

ada lagi perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat di desa tersebut.

Hasil wawancara dengan H. Kuba (57) sebagai kepala desa Bila terkait

dengan peran pemerintah dalam upaya mewujudkan kerukunan antar umat agama

menyatakan bahwa:

“Peran pemerintah yaitu menciptakan suasana kehidupan beragama

yang kondusif dalam masyarakat, dan juga berusaha meyakinkan warga masyarakat bahwa perbedaan keyakinan bukanlah sebuah penghalang dalam menciptakan integrasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat” (Wawancara, 21 September 2020).

Jadi berdasarkan hasil wawancara tersebut, peran pemerintah dalam upaya

mewujudkan kerukunan antar umat beragama di desa tersebut yaitu, suasana

kehidupan beragama yang kondusif, serta meyakinkan warga masyarakat bahwa

perbedaan keyakinan bukanlah sebuah penghalang dalam sebuah kerukunan

dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat dilihat dari hasil pengamatan peneliti,

bahwa masyarakat saat ini sangat rukun dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil wawancara terkait faktor pendorong terwujudnya kerukunan antar

umat Beragama di desa Bila, dengan Syafruddin (52) sebagai warga masyarakat

yang beragama Islam dengan La Wello (64) sebagai tokoh masyarakat yang

beragama Hindu menyatakan bahwa:

Page 72: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

59

“Ada beberapa faktor pendukung terwujudnya kerukunan antar umat

beragama, diantaranya toleransi terhadap perbedaan agama, dan juga sudah ada kesadaran diri sebagai makhluk sosial, serta adanya tuntutan kebutuhan” (Wawancara, 21 dan 22 September 2020).

Dari hasil wawancara tersebut, dapat kita ketahui bahwa faktor pendukung

terwujudnya kerukunan antar umat beragama yaitu, Besarnya toleransi terhadap

perbedaan keyakinan, adanya kesadaran diri sebagai makhluk sosial, serta

tuntutan kebutuhan. Sehingga kerukunan antar umat beragama saat ini sudah

sangat baik. Masyarakat sudah menyadari bahwa kerukunan antar umat beragama

dalam kehidupan beragama ini sangatlah penting, yang secara tidak sadar

membuat mereka akan saling berinteraksi, seperti misalnya pedagang dan

pembeli, serta beberapa lagi contoh lainnya.

Hasil wawancara terkait wujud kerukunan antar umat beragama di desa

Bila. Dengan H.P Saade (65) sebagai tokoh masyarakat yang beragama Islam

dengan La Wello (64) sebagai tokoh masyarakat yang beragama Hindu

menyatakan bahwa:

“Wujud kerukunan antar umat beragama yang terlihat saat sekarang ini

yaitu, masyarakat sudah tergerak hatinya untuk melakukan gotong royong, besarnya toleransi terhadap hari-hari besar antar umat beragama, tidak ada lagi perbedaan besar dalam lingkup kehidupan beragama, dan batasan pergaulan antara anak-anak, remaja, dll, yang beda agama sudah tidak ada lagi, jadi sekarang anak-anak itu bergaul tidak pandang agama mi, tidak seperti dulu bahwa kalau anak yang agama hindu di larang bergaul sama anak yang beragama islam” (Wawancara, 22 dan 23 September 2020).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa sudah banyak

bukti dari wujud kerukunan antar umat beragama, diantaranya masyarakat mulai

tergerak hatinya untuk melakukan gotong royong, besarnya toleransi terhadap

hari-hari besar antar umat beragama, serta pergaulan dengan perbedaan latar

Page 73: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

60

belakang agama sudah tidak dibatasi. Jadi dulu anak-anak itu di larang untuk

berinteraksi dengan yang beda agama, begitupun sebaliknya. Dan banyak lagi

wujud kerukunan lainnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa integrasi sosial di desa Bila dapat terwujud

melalui resolusi konflik agama. Meskipun awalnya terbilang sulit, akan tetapi

berkat usaha dari pemerintah setempat dan juga para tokoh masyarakat serta

warga masyarakat desa Bila sendiri sehingga integrasi sosial dalam kehidupan

bermasyarakat dapat terwujud dengan baik, sehingga tercipta kerukunan antar

umat beragama.

B. PEMBAHASAN

a. Proses Resolusi Konflik Agama Dalam Integrasi Sosial Di Desa Bila

Kabupaten Sidenreng Rappang

Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh

peneliti. Bahwa agama pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting bagi

kehidupan manusia, karena agama merupakan sistem nilai yang di dalamnya

terdapat norma-norma yang mengatur pola perilaku manusia, baik dalam

kehidupannya sebagai individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Sehingga, agama dalam hal ini berfungsi sebagai pedoman hidup dan sekaligus

memberi solusi pada munculnya persoalan-persoalan dalam kehidupan ini.

Terlepas dari hal ideal yang diperankan agama, ternyata agama tidak seindah

konsep awalnya ketika diamalkan pemeluknya dalam kehidupan, realitas

menunjukkan bukti-bukti munculnya berbagai kekerasan, persengketaan,

perpecahan bahkan pertumpahan darah, sering terjadi dengan dalih agama.

Page 74: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

61

Proses resolusi konflik tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab

terjadinya konflik, bagaimana kronologi terjadinya konflik, upaya apa yang

dilakukan dalam proses penyelesaian konflik, serta bagaimana kondisi masyarakat

pasca terjadinya konflik tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bagaimana proses

terjadinya resolusi konflik antar agama dalam integrasi sosial di Desa Bila

Kabupaten Sidenreng Rappang. Konflik antar umat beragama di Desa Bila

ternyata dapat dikelola dan diselesaikan, dan bukan hanya itu kedua umat

beragama yang saling bertikai telah berhasil membangun kehidupan bersama

sebagai komunitas beragama di tengah masyarakat. Berbagai kerjasama sosial dan

kegiatan dilakukan untuk meningkatkan persaudaraan. Tentu upaya pemulihan

dan resolusi ini bukan perkara yang mudah, tetapi membutuhkan perjuangan,

komitmen dan kesadaran bersama sehingga konflik benar-benar dapat diakhiri.

Dalam hal ini meskipun agama dalam tingkat sosial berfungsi sebagai

integrasi kelembagaan masyarakat, tetapi fungsi agama sebagai integrasi

kelembagaan masyarakat pada tingat individu bukannya tidak pernah

menimbulkan masalah, karena kebutuhan masing-masing warga masyarakat yang

tidak seragam sehingga kemungkinan yang timbul dalam persamaan ialah

perbedaan kebutuhan masyarakat yang bervariasi yang pada gilirannya bisa

menimbulkan konflik. Dalam hal ini konflik keagamaan dalam kehidupan sosial

masyarakat dapat timbul karena perbedaan pemahaman dalam mengintrepetasikan

sumber yang dicampuri atau didukung oleh aspek-aspek lain misalnya budaya,

ekonomi dan sebagainya. Perbedaan tersebut disertai batas-batas yang makin jelas

satu sama lain ketika ekonomi dan politik dalam masyarakat mengimplikasi

Page 75: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

62

keperbedaan paham yang ada. Jadi dapat dikatakan di sini bahwa agama dapat

pula memberi andil terjadinya pertikaian hubungan antar umat beragama.

Pengendalian atau penyelesaian konflik yang dimaksud di sini bukan

merupakan penyelesaian semu, namun yang utama adalah mencari sebab-sebab

yang terdalam yang menyebabkan munculnya konflik dipermukaan. Pengendalian

konflik ini untuk mencegah timbulnya disintegrasi dalam masyarakat. Asumsinya

adalah, jika penanganan konflik ini cukup efektif maka dengan sendirinya akan

tercipta integrasi antara kedua kelompok yang terlibat konflik. Namun jika

penanganan konflik tidak efektif bukan tidak mungkin konflik atau kerusuhan

akan terjadi lagi pada masa-masa yang akan datang. Selanjutnya agar

penyelesaian konflik bukan penyelesaian semu, maka pada pasca terjadinya

konflik perlu dibangun kembali hubungan baik antara pihak yang terlibat konflik.

Pemulihan hubungan baik ini tentunya untuk mengatasi api dalam sekam, agar

konflik semacam ini tidak muncul lagi di masa-masa yang akan datang. Dalam hal

ini pihak-pihak yang terlibat konflik perlu mengupayakan berbagai langkah untuk

mecapai rekonsiliasi. Agar pencapaian rekonsiliasi dapat benar-benar terlaksana

dan dapat menemukan maknanya, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Pertama, pelaku atau korban harus ditemukan atau diakui oleh hukum dan

masyarakat. Kedua, Keadilan harus ditegakkan berarti dilaksanakan restribusi

(sanksi hukum) terhadap pelaku dan restribusi (pemulihan) terhadap korban.

Ketiga, pemisahan antara pengampunan dan kepastian hukum. Keempat, bila

hukum positif yang berlaku tidak memiliki pasal-pasal yang mengatur dan

memberi sanksi pelanggaran, maka penyelesaian harus mengacu ke prinsip

Page 76: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

63

epikeia (yang benar dan adil). Selanjutnya masalah restitusi (pemulihan) terhadap

korban juga tidak bisa diabaikan, trauma, kerugian fisik, material maupun mental

dari korban merupakan luka-luka yang sulit untuk disembuhkan, bahkan akan

terus menerus membekas dan memerlukan pemulihan.

b. Proses Terjadinya Integrasi Sosial Melalui Resolusi Konflik Agama Di

Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang

Menurut Vocabulaire Philosophique Lalande, integrasi berarti suatu usaha

untuk membangun independensi yang lebih erat antara bagian-bagian dari

organisme hidup atau anggota dalam masyarakat, sehingga tercipta suatu kondisi

yang harmoni, yang memungkinkan terjalinnya kerjasama dalam rangka mencapai

tujuan yang ditentukan bersama (Duverger, 993:340). Senada dengan hal itu

pendapat Mas’oed (1991:2) adalah secara umum integrasi bisa diberi arti sebagai

kondisi atau proses mempesatukan bagian-bagian yang sebelumnya saling

terpisah. Proses ini berjalan melalui tahapan yang dilalui, akan merupakan

landasan bagi terselenggarakannya tahapan berikutnya. Adapun Karl Deutch

(1957) mengatakan bahwa integrasi harus berjalan secara damai dan berlangsung

secara sukarela. Ia memandang integrasi sebagai unit-unit yang sebelumnya

terpisah kemudian mampu menciptakan hubungan-hubungan independensi dan

secara bersama menghasilakn unsur-unsur suatu sistem yang tidak bisa mereka

hasilkan ketika mereka saling terpisah.

Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh

peneliti. Bahwa. Integrasi sosial melalui resolusi konflik agama di Desa Bila

Kabupaten Sidenreng Rappang telah terwujud dalam masyarakat pasca konflik

Page 77: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

64

dan hubungan baik antar umat beragama serta integrasi dalam masyarakat dapat

terpelihara dalam jangka waktu yang lama hingga saat ini. Masyarakat

menggunakan modal sosial untuk mewujudkan integrasi di Desa Bila.

Integrasi dalam masyarakat dilakukan dengan menggunakan modal sosial yaitu:

Bahasa Sebagai Alat Komunikasi Warga Masyarakat Sehari-Hari

Bahasa mempunyai kekuatan integratif untuk melakukan interaksi antara

satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Kesamaan

dalam pemakaian bahasa telah menciptakan hubungan yang saling berdekatan

antara warga masyarakat yang berbeda agama dan etnis. Dalam konteks di Desa

Bila bahasa yang digunakan adalah bahasa Bugis. Bahasa Bugis adalah bahasa

lokal yang digunakan oleh semua warga masyarakat Kabupaten Sidenreng

Rappang khususnya Desa Bila baik penduduk asli Desa Bila maupun yang

pendatang di samping bahasa Indonesia. Berkomunikasi dengan bahasa lokal

sangat mempengaruhi kedekatan emosi dalam pergaulan dan hubungan dengan

pihak yang diajak berkomunikasi. Sebaliknya apabila seseorang memakai bahasa

Indonesia dalam berkomunikasi hubungan menjadi kurang akrab, kaku dan sangat

formal. Bahkan pemakaian bahasa Indonesia dalam berkomunikasi bisa menjadi

tanda bahwa yang sedang berkomunikasi adalah pendatang baru atau orang-orang

yang sedang berkunjung di daerah tersebut. Dengan demikian bahasa Bugis

merupakan alat komunikasi sehari-hari yang dapat menjadi alatperekat dan

kekerabatan dalam masyarakat.

Page 78: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

65

Ketergantungan Secara Fungsional Dalam Pekerjaan Dan Ekonomi

Dalam aspek kehidupan sehari, hubungan saling bergantung secara

fungsional dalam pekerjaan dan ekonomi, di karenakan, disidrap masih sanggat

kental dengan istilah petani penggarap, jadi yang Nampak saat ini kebanyakan

dari mereka yang beragama hindu memiliki lahan/sawah yang cukup luas.

Sehingga mereka menawarkan kepada siapapun yang ingin menggarap sawahnya

sesuai dengan kesepakatan yang telah di tentukan. Sehingga masyarakat islam

yang kurang dalam perekonomian tertarik akan kerjasma tersebut. Jadi hal ini

mengakibatkan komunikasi antara masyarakat yang berbeda agama berlangsung

dengan baik hingga saat sekarang.

Kegiatan Sosial, Gotong Royong Dan Tolong Menolong

Yang dimaksud disini adalah keikutsertaan dan keperdulian warga

masyarakat yang didasari oleh perasaan persaudaraan sebagai sesama warga

masyarakat Desa Bila. Salah satu kelompok agama biasanya memprakarsai untuk

menunjang kegiatan sosial tertentu. Selain itu keikutsertaan individu masing-

masing kelompok agama untuk menunjang berbagai kegiatan sosial yang tunjang

oleh pemerintah juga turut mendukung terbangunnya partisipasi, solidaritas dan

kekerabatan dalam masyarakat. Indikator terpeliharanya partisipasi, solidaritas

dan kekerabatan nyata dalam keikutsertaan orang-orang dari kelompok agama

yang berlainan dalam kegiatan selamatan, dll. Melakukan kegiatan bersama

merupakan kebutuhan setiap individu sebagai mahkluk sosial. Kegiatan tolong

menolong antar tetangga dan warga masyarakat yang lebih luas adalah salah satu

sarana kekuatan integratif sosial di desa dan sekitarnya.

Page 79: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

66

Kegiatan Keagamaan Yang Dirayakan Bersama Oleh Warga Masyarakat

Perayaan hari besar agama yang dilakukan oleh kelompok agama tertentu

dan didukung kelompok agama yang lain merupakan bentuk toleransi sosial yang

berhasil diwujudkan umat beragama di Desa Bila pasca konflik. Toleransi sosial

yang dimaksud di sini adalah bersedianya kedua belah pihak yang berbeda agama

saling mengakui dan menghormati pendirian satu sama lain. Indikatornya

meliputi, menerima dan menghargai nilai-nilai, pandangan, pendapat,

kepercayaan umat beragama yang berbeda walaupun berbeda ajaran atau doktrin

yang diyakininya, kesadaran diri untuk bersedia berkorban demi pemeluk agama

lain, dalam hal ini pengorbanan yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial

merupakan bentuk-bentuk toleransi sosial. Melalui silaturahmi, pengajian dan

kegiatan agama lainnya warga masyarakat berusaha untuk tetap menjaga dan

mempertahankan integritas dan toleransi sosial di Desa Bila.

Seperti yang dikatakan bahwa, integrasi bisa saja hidup bersebelahan dengan

konflik, bahkan melalui resolusi konflik keseimbangan hubungan dapat ditata dan

diciptakan kembali. Konsep yang ditawarkan tersebut mengisyaratkan bahwa

integrasi tercipta melalui proses yang panjang pasca resolusi konflik yaitu melalui

interaksi dan komunikasi yang intensif. Serta kelompok-kelompok sosial yang

berintegrasi membangun social networks dalam suatu unit sosial yang relative

koherensif. Selain itu keikutsertaan individu masing-masing kelompok agama

untuk menunjang berbagai kegiatan sosial yang diadakan oleh pemerintah juga

turut mendukung terbangunnya partisipasi, solidaritas dan kekerabatan dalam

Page 80: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

67

masyarakat. Melakukan kegiatan bersama merupakan kebutuhan setiap individu

sebagai mahkluk sosial. Kegiatan tolong menolong antar tetangga dan warga

masyarakat yang lebih luas adalah salah satu sarana kekuatan integratif sosial di

desa dan sekitarnya.

Page 81: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

68

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dalam banyak kasus konflik sosial bernuansa agama pada dasarnya

disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi baik, ekonomi, politik dan

budaya. Disamping beberapa faktor penyebab konflik, faktor agama juga bisa

menjadi penyebab terjadinya konflik dalam masyarakat yang menyebabkan

disintegrasi dalam masyarakt. Namun demikian konflik bukan tidak bisa

diselesaikan sejauh ada keinginan dan usaha bersama, terutama pihak yang

terlibat konflik untuk mewujudkan perdamaian tersebut. Dalam kasus ini umat

beragama Islam dan Hindu berhasil menyelesaikan konflik. Peran kepala desa,

para tokoh masyarakat dan warga masyarakat desa sendiri sangat besar dalam

penyelesaian konflik. Selain itu juga upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua

umat beragama yang terlibat konflik itu sendiri. Pasca terjadinya konflik telah

dibuat kesepakatan dan upaya-upaya membangun kehidupan antarumat beragama

yang lebih kondusif sehingga integrasi dapat dibangun di Desa Bila.

Proses resolusi konflik tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor

penyebab terjadinya konflik, bagaimana kronologi terjadinya konflik, upaya apa

yang dilakukan dalam proses penyelesaian konflik, serta bagaimana kondisi

masyarakat pasca terjadinya konflik tersebut. Sehingga dapat disimpulkan

bagaimana proses terjadinya resolusi konflik antar agama dalam integrasi sosial di

Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang. Konflik antar umat beragama di Desa

Bila ternyata dapat dikelola dan diselesaikan, dan bukan hanya itu kedua umat

Page 82: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

69

beragama yang saling bertikai telah berhasil membangun kehidupan bersama

sebagai komunitas beragama di tengah masyarakat. Berbagai kerjasama sosial dan

kegiatan dilakukan untuk meningkatkan persaudaraan. Tentu upaya pemulihan

dan resolusi ini bukan perkara yang mudah, tetapi membutuhkan perjuangan,

komitmen dan kesadaran bersama sehingga konflik benar-benar dapat diakhiri.

Seperti yang dikatakan bahwa, integrasi bisa saja hidup bersebelahan

dengan konflik, bahkan melalui resolusi konflik keseimbangan hubungan dapat

ditata dan diciptakan kembali. Konsep yang ditawarkan tersebut mengisyaratkan

bahwa integrasi tercipta melalui proses yang panjang pasca resolusi konflik yaitu

melalui interaksi dan komunikasi yang intensif. Serta kelompok-kelompok sosial

yang berintegrasi membangun social networks dalam suatu unit sosial yang

relative koherensif. Selain itu keikutsertaan individu masing-masing kelompok

agama untuk menunjang berbagai kegiatan sosial yang diadakan oleh pemerintah

juga turut mendukung terbangunnya partisipasi, solidaritas dan kekerabatan dalam

masyarakat. Melakukan kegiatan bersama merupakan kebutuhan setiap individu

sebagai mahkluk sosial. Kegiatan tolong menolong antar tetangga dan warga

masyarakat yang lebih luas adalah salah satu sarana kekuatan integratif sosial di

desa dan sekitarnya.

Page 83: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

70

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka pada bagian ini akan

diberikan saran sebagai berikut:

1. Kepada Masyarakat

a. Diharapkan kepada warga masyarakat agar mempertahankan integrasi

sosial di Desa Bila, agar konflik yang pernah terjadi tidak terulang

kembali.

b. Menjaga kerukunan antar masyarakat yang berbeda agama, serta

menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama.

2. Kepada Pemerintah

a. Diharapkan kepada pemerintah atau pimpinan Desa agar lebih

memperhatikan warganya dalam hal apapun,

b. Dapat menjadi penengah kepada kedua agama yang ada di desa apabila

terjadi kesalahpahaman.

3. Kepada Peneliti Selanjutnya

a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya apabila meneliti tentang hal yang

serupa agar lebih teliti dalam memberikan pernyataan.

b. berhati-hati dalam mengajukan pertanyaan pada saat wawancara,

usahakan untuk yang tidak menyinggung narasumber,

c. Serta mematuhi aturan yang ada di tempat penelitian.

Page 84: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

71

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anwar, Yesmil, dan Adang,. 2013. Sosiologi untuk Universitas. Bandung : Refika Aditama

Bornard Raho. 2007 Teori Sosiologi Modern. (Jakarta: Prestasi Pustaka

Publisher), 54 Chandra, Robby. 1992. Konflik dalam kehidupan sehari-hari. Yogyakarta:

Kanisius Gulo. (2002). Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana Prenada. Hendropuspito, 1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta, Rajawali, Kanisius, Hoton, Paul, B., dan Chester L, 1991 Hunt, Sosiologi. 6 th Edition (terjemahan),

Jakarta : Erlangga. John W. Creswel. (2006) . Research Design Pendekatan Metode Kualitatif. Maleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya Offiset. Musahadi (Ed.). (2007). Mediasi dan Resolusi Konflik di Indonesia. Semarang: WMC.Semarang Nursalam, Suardi. (2016). Teori Sosiologi. Yogyakarta Writing Revilution. Peter L. Berger and Thomas Luckman. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan.

Jakarta : LP3S, Ritzer George, Goodman J. Douglas, (2010). Teori Sosiologi Modern. Jakarta :

Kencana Pernada Media Group. Robertson, R. 1988. Agama dalam Analisa dan Intrepetasi Sosiologis.

Penerjemah Achmad F. S. Jakart. CV Rajawali.

Saiffudin, A. F. 1986. Konflik dan Integrasi. Pubahan Faham dalam agama Islam. Jakarta CV Rajawali.

Soerjono, Soekanto. (2000) Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : rajawali press, Usman, S. 1995. Integrasi dan Ketahanan Nasional. Sumbangan sosial terhadap

ketahanan nasional. penyunting: Ichla sul Amal dan Armaidy

Page 85: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

72

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika,

B. Jurnal/Skripsi

Bakry Hendry. 2015. Resolusi Konflik Melalui Pendektan Kearifan Local Pola Gandong Di Kota Ambon. Jurnal. Tidak diterbitkan. Megister Ilmu Politi Universitas Hasanuddin.

Kaharuddin., Hasan, Z. B., Akib, E., Dawi, F., & Ernawati, A. (2013). Social

Conflict On Arak (Ballo) Drinkers'in Gowa Regency, South Sulawesi Indonesia. South Sulawesi Indonesia Source: Indian Streams Research Journal [2230-7850] 3(3).

Raharjo Wasisto. (2013). “Kearifan Lokal Sebagai Resolusi Konflik Keagamaan”

Jurnal Sosial Kebudayaan.

Zuldin Muhammad. 2013. “Konflik Agama Dan Penyelesaiannya Kasus

Ahmadiyah Di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat” Jurnal. Tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik UIN Sunan Gunung Djati

c. Internet

https://muhammadmirza.blogspot.com/2018/10/interaksi-sosial.html.diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 pukul 13.10 am.

https://ahmadwahyumaruto.blogspot.com/2017/01/konflik.keagamaan.html. diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 pukul 10.30 am.

http://ruslanmustari.blogspot.com/2017/09/bentuk.integrasi.sosial.html.diakses

pada tanggal 15 Oktober 2020 pukul 11.02 am.

http://www.fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_15.pdf. diakses pada tanggal 17 Oktober 2020 pukul 02.20 pm.

file:///D:/SKRIPSI/konflik.antar.agama/3..%20BAB%20II%20(%20ada%20).pdf.

diakses pada tanggal 19 Oktober 2020 pukul 14.30 am.

Page 86: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

LAMPIRAN

Page 87: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

PROFIL INFORMAN

Pada bagian ini peneliti menyajikan berdasarkan atas gambaran tentang

identitas informan yang disesuaikan berdasarkan kriteria-kriteria dalam penentuan

subjek atau informan yang mendukung diperolehnya hasil penelitian yang sesuai

dengan kenyataan pada kehidupan masyarakat di Desa Bila. Berikut adalah

beberapa daftar informan dalam penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, agama

serta kedudukan dalam desa.

No Nama Jenis Kelamin

L/P

Usia Agama Kedudukan

1. H. Kuba L 53 th Islam Kepala Desa

2. H. P. Saade L 65 th Islam Tokoh

Masyarakat Islam

3. Syafruddin L 52 th Islam Kepala Dusun

Warga

4. Normawati P 52 th Islam Warga

5. Hj. Pammi P 55 th Islam Warga

6. La Wello L 64 th Hindu Tokoh

Masyarakat Hindu

7. Bahri L 53 th Hindu Warga

8. Darwis L 54 th Hindu Warga

9. Diana P 53 th Hindu Warga

10. Hasmi P 54 th Hindu Warga

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

Page 88: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

PEDOMAN OBSERVASI

RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI

DESA BILA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

No. Pernyataan Keterangan

Ya Tidak

1. Masyarakat Desa Bila terbagi

menjadi beberapa agama ✓

2. Pernah terjadi konflik antar agama

di Desa Bila ✓

3. Konflik yang terjadi di Desa Bila

sudah terselesaikan? ✓

4. Telah tercipta integrasi sosial di

Desa Bila ✓

5.

Pemerintah telah memberikan

berbagai kebijakan untuk

menghindari terjadinya konflik

semula

6.

Masyarakat Desa Bila berinteraksi

layaknya tidak ada perbedaan

agama di antaranya

7.

Kesadaran masyarakat bahwa

perbedaan agama bukanlah

penghalang untuk saling

berinteraksi

Page 89: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

PEDOMAN WAWANCARA

No Rumusan Masalah Pertanyaan 1. Bagaimana proses resolusi

konflik agama dalam integrasi sosial di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang?

Faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar agama di desa tersebut?

Bagaimana kronologi terjadinya konflik antar agama di desa tersebut?

Upaya apa yang dilakukan dalam proses resolusi konflik agama di desa?

Bagaimana kondisi masyarakat pasca terjadinya konflik antar agama di desa tersebut?

2. Apakah integrasi sosial dapat terjadi melalui resolusi konflik agama di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang?

Kebijakan apa yang dilakukan untuk mendorong terciptanya integrasi sosial pasca terjadinya konflik?

Bagaimana peran pemerintah dalam upaya mewujudkan kerukunan antar umat beragama di desa?

Faktor apa yang mendukung terwujudnya kerukunan antar umat beragama di desa?

Bagaimana wujud kerukunan antar umat beragama di desa pasca terjadinya resolusi konflik agama?

Page 90: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

DOKUMENTASI

Gambar 1.1 Kantor Desa Bila

Gambar 1.2 wujud integrasi sosial di desa

Page 91: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

Gambar 1.3 Acara adat yang dihadiri oleh seluruh warga masyarakat

Gambar 1.4 Wawancara dengan Pengurus Desa Bila

Page 92: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …
Page 93: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

Gambar 1.5 Wawancara informan

Page 94: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

RIWAYAT HIDUP

Nur Indah Fajrini. dilahirkan di Makassar pada tanggal 24

November 1998 dari pasangan Ayahanda Syafruddin dan

Ibunda Normawati. Penulis pertama kali masuk ke

pendidikan formal pada tahun 2003 di TK Ababil Bila dan

tamat pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis

masuk sekolah dasar di SD Negeri 2 Bila dan tamat pada tahun 2010, kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Duapitue dan tamat pada tahun

2013. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Sidrap dan

selesai pada tahun 2016. dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar dengan mengambil jurusan Pendidikan Sosiologi. dan

selesai pada tahun 2020.

Page 95: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

LAMPIRAN

Page 96: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

PROFIL INFORMAN

Pada bagian ini peneliti menyajikan berdasarkan atas gambaran tentang

identitas informan yang disesuaikan berdasarkan kriteria-kriteria dalam penentuan

subjek atau informan yang mendukung diperolehnya hasil penelitian yang sesuai

dengan kenyataan pada kehidupan masyarakat di Desa Bila. Berikut adalah

beberapa daftar informan dalam penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, agama

serta kedudukan dalam desa.

No Nama Jenis Kelamin

L/P

Usia Agama Kedudukan

1. H. Kuba L 53 th Islam Kepala Desa

2. H. P. Saade L 65 th Islam Tokoh

Masyarakat Islam

3. Syafruddin L 52 th Islam Kepala Dusun

Warga

4. Normawati P 52 th Islam Warga

5. Hj. Pammi P 55 th Islam Warga

6. La Wello L 64 th Hindu Tokoh

Masyarakat Hindu

7. Bahri L 53 th Hindu Warga

8. Darwis L 54 th Hindu Warga

9. Diana P 53 th Hindu Warga

10. Hasmi P 54 th Hindu Warga

Sumber: Kantor Desa Bila Tahun 2020

Page 97: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

PEDOMAN OBSERVASI

RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI

DESA BILA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

No. Pernyataan Keterangan

Ya Tidak

1. Masyarakat Desa Bila terbagi

menjadi beberapa agama ✓

2. Pernah terjadi konflik antar agama

di Desa Bila ✓

3. Konflik yang terjadi di Desa Bila

sudah terselesaikan? ✓

4. Telah tercipta integrasi sosial di

Desa Bila ✓

5.

Pemerintah telah memberikan

berbagai kebijakan untuk

menghindari terjadinya konflik

semula

6.

Masyarakat Desa Bila berinteraksi

layaknya tidak ada perbedaan

agama di antaranya

7.

Kesadaran masyarakat bahwa

perbedaan agama bukanlah

penghalang untuk saling

berinteraksi

Page 98: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

PEDOMAN WAWANCARA

No Rumusan Masalah Pertanyaan 1. Bagaimana proses resolusi

konflik agama dalam integrasi sosial di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang?

Faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar agama di desa tersebut?

Bagaimana kronologi terjadinya konflik antar agama di desa tersebut?

Upaya apa yang dilakukan dalam proses resolusi konflik agama di desa?

Bagaimana kondisi masyarakat pasca terjadinya konflik antar agama di desa tersebut?

2. Apakah integrasi sosial dapat terjadi melalui resolusi konflik agama di Desa Bila Kabupaten Sidenreng Rappang?

Kebijakan apa yang dilakukan untuk mendorong terciptanya integrasi sosial pasca terjadinya konflik?

Bagaimana peran pemerintah dalam upaya mewujudkan kerukunan antar umat beragama di desa?

Faktor apa yang mendukung terwujudnya kerukunan antar umat beragama di desa?

Bagaimana wujud kerukunan antar umat beragama di desa pasca terjadinya resolusi konflik agama?

Page 99: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

DOKUMENTASI

Gambar 1.1 Kantor Desa Bila

Gambar 1.2 wujud integrasi sosial di desa

Page 100: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

Gambar 1.3 Acara adat yang dihadiri oleh seluruh warga masyarakat

Gambar 1.4 Wawancara dengan Pengurus Desa Bila

Page 101: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …
Page 102: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

Gambar 1.5 Wawancara informan

Page 103: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

RIWAYAT HIDUP

Nur Indah Fajrini. dilahirkan di Makassar pada tanggal 24

November 1998 dari pasangan Ayahanda Syafruddin dan

Ibunda Normawati. Penulis pertama kali masuk ke

pendidikan formal pada tahun 2003 di TK Ababil Bila dan

tamat pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis

masuk sekolah dasar di SD Negeri 2 Bila dan tamat pada tahun 2010, kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Duapitue dan tamat pada tahun

2013. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Sidrap dan

selesai pada tahun 2016. dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar dengan mengambil jurusan Pendidikan Sosiologi. dan

selesai pada tahun 2020.

Page 104: RESOLUSI KONFLIK AGAMA DALAM INTEGRASI SOSIAL DI DESA …

26%SIMILARITY INDEX

23%INTERNET SOURCES

0%PUBLICATIONS

11%STUDENT PAPERS

1 9%

2 5%

3 3%

4 3%

5 2%

6 2%

7 2%

Exclude quotes Off

Exclude bibliography Off

Exclude matches < 2%

Nur Indah Fajrini.S 105381118116ORIGINALITY REPORT

PRIMARY SOURCES

media.neliti.comInternet Source

repository.uinjkt.ac.idInternet Source

tirtarimba.blogspot.comInternet Source

muttaqinhabibullah.blogspot.comInternet Source

Submitted to Kookmin UniversityStudent Paper

anzdoc.comInternet Source

www.scribd.comInternet Source