RESENSI NOVEL.docx

8
TUGAS BAHASA INDONESIA RESENSI NOVEL OLEH: JULIZAL ARIYANTO KELAS: XI IPA 4 SMA PLUS NEGERI 7 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KOTA BENGKULU

description

kjl

Transcript of RESENSI NOVEL.docx

Page 1: RESENSI NOVEL.docx

TUGAS BAHASA INDONESIA

RESENSI NOVEL

OLEH: JULIZAL ARIYANTO

KELAS: XI IPA 4

SMA PLUS NEGERI 7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

KOTA BENGKULU

2012/2013

Page 2: RESENSI NOVEL.docx

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,

saya telah dapat menyelesaikan tugas ini. Yaitu tugas meresensi novel yang

berjudul Aku Mati Memeluk Boneka . saya mengucapkan terima kasih kepada

teman-teman yang telah membantu saya. Dan juga kepada Ibu Masraya yang

sebagai pembimbing.

Novel yang saya resensi ini menceritakan tentang seorang gadis kecil yang

meninggal karena pembantaian. Dia meninggal saat memeluk boneka

kesayangannya. Novel ini menceritakan cerita yang bersifat mistik

Akhir kata, semoga resensi ini dapat bermanfaat bagi semua. Kritik dan

saran dari pengguna, saya harapkan demi kesempurnaan buku ini.

Benkulu, September 2012

Penulis

Page 3: RESENSI NOVEL.docx

AKU MATI MEMELUK BONEKAOleh: Lubis Grafura

Judul Buku: Aku Mati Memeluk BonekaPenerbit: NARASI (Anggota IKAPI)

Cetakan: kedua, 2011Tebal: 184 halamanUkuran: 13 x 19 cm

Page 4: RESENSI NOVEL.docx

Novel Aku Mati Memeluk Boneka menceritakan tentang seorang anak perempuan yang meninggal saat memeluk boneka kesayangannya. Penulis menceritakan dengan bahasa yang mudah dipahami. Novel ini cocok untuk kalangan anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.

Saat membaca novel ini, pembaca seakan-akan langsung merasakan kesenyapan yang terjadi di dalam cerita. Novel ini juga berguna untuk menguji adrenalin sang pembaca karena semua cerita yang disajikan oleh penulis bersifat mistik. Namun novel ini ada dampak negative terhadap anak-anak karena anak-anak akan merasa di bayangi-bayangi oleh sang hantu. Novel ini juga sangat berbahaya bila anak-anak dibiarkan membacanya sendiri tanpa didampingi orang tua mereka.

Dalam novel ini sorang pemuda tengah berbaring di atas kasur. Kedua siku tangannya menyangga sebuah majalah bersampul Korn yang hampir menutupi tulisan PLANET MUSIC. Majalah itu nyaris menenggelamkan wajahnya. Sesekali tangan kirinya mendekat tangan satunya untuk membuka halaman.

LCD memutar I stand Alone seolah membuat poster-poster penyanyi rock yang menempel di dinding berjingkrak-jingkrak sambil berteriak. Di sisi kanan LCD terdapat tumpukan buku. Semuanya tersusun rapi sesuai dengan jenis buku. Tiba-tiba portable sound yang menyuarakan Godsmack terganggu dengan gelombang ponsel. Sebuah pesan masuk.

Pemuda itu tak manghiraukannya. Ia lebih tertarik pada cangkir kopi yang sudah terasa dingin.

Nang ning nang nung. Namaku putrid, usiaku 7 tahun. Tahun 1967 seluruh Keluargaku mati dibantai. Aku mati saat memeluk boneka. Temani aku mala m ini. Jika tidak mau, kirim pesan ini ketujuh nomor lain.

Pemuda itu menatap ekspresi salah satu poster di dindingnya. Seolah poster tersebut ikut member komentar: mengancungkan jari tengah kedepan hidung| Pemuda itu stuju dan menganggap pesan itu adalah lelucon paling konyol yang diterimanya. Mana mungkin tahun 1967 sudah sms, piker konyolnya. Dan lelucon itu mabuat kerongkongannya kering. Sesangkan air di botol mineralnya sudah habis ditenggaknya tadi. Dengan agak kesal, ia membuka pintu kamarnya, turun ke bawah mengambil air gallon.

Lamu di ruang bawah pasam. Hanya ada sorot lampu teras menerobos kaca jendela. Kelambunya yang tipis cukup untuk melihat pemendangan di luar. Cahaya itu membantu sepasang matanya untuk menemukan galon. Ada sesuatu di balik kaca jendela.

Page 5: RESENSI NOVEL.docx

Ada seorang anak pucat sedang berdiri di teras. Mengawasi dirinya| Ia coba memperhatikan dengan detail lagi, namum a segera menyimpulkan bahwa itu gerakan dedaunan yang menciptakan bayangan.

Tiga tegakan air cukup membasahi kerongkongannya. Ia mengsi botol air mineralnya, agar nanti ia merasa haus lagi, dirinya tidak perlu turun ke bawah untuk kedua kali. Ada sesuatu yang aneh kembali dilihatnya. Kali ini malah lebih jelas. Ia melihat seorang gadis sedang berdiri di balik kelambu sambil mendekap sebuah boneka. Bulu kuduknya merinding. Tapi, setelah diamatinya lebih teliti lagi, itu hanyalah kelambu yang tertiup angin. Ia menggelengkan kepala. Dirinya menyimpulkan bahwa akhir-akhir ini kurang tidur. Itulah barangkali membuat sepasang matanya agakkacau dan otaknya menceritakan hal-hal yang sama kacaunya. Namun perasaannya makin tidak dapat dipungkiri. Perasaan yang membuat bulu kuduknya kembali merinding.

Terlebih lagi saat kakinya menginjaksesuatu di tangga. Padahal, dirinya tak mendapati sesuatu di tangga saat menuruninya tadi. Ketika ia mencoba melihat benda itu dan mengambilnya. Ia berteriak| Ia menemukan sebuah tangan. Tangan boneka| Padahal ia tidak pernah melihat anak kecil yang suka main boneka di rumah ini. Pikirannya seketika menghubung-hubungkan sesuatu di balik jendela dengan pesan yang diterimanya tedi. Bisa jadi ibinya yang sering membawa anak tetangga ke rumah ini, menjatuhkan mainan.

Otaknya memberikan ide untuk segera ke kamar dan menguncunya dari dalam. Dan pemuda itu bergegas menuju kama untuk melupakan kejadian mala mini. Kejadian yang membuat kepalanya pusing dan buluk kuduknya merinding. Dikuncinya pintu kamar. Ada pesan baru lagi muncul di ponselnya. Nomor yang sama dengan sebelumnya. Jantung lelaki itu berdegup kencang. Darahnya terasa mengalir di balik kulit. Leher belakngnya terasa ditiup saat membaca pean:

Mau main?

Bahu pemuda itu turun naik dengan ritme yang kencang. Bola matanya bergerak menelusuri ruangan. Jangan-jangan ia menemukan sesuatu yang aneh. Lalu ia menarik selimut menutupi wajahnya. Di dalam selimut, cepat-cepat ia memforward pesan pertama. Ia mengirim pesan ke tujuh nomor lainnya. Semua pending. Sebuah pesan kembali masuk:

Sudah terlambat. Temani aku.

Lelaki itu berbaring sambil merapatkan punggungnya ke tembok. Selimut masih menutup seluruh tubuhnya. Tiba-tiba ia merasa yakin bahwa di bawah kolong tempat

Page 6: RESENSI NOVEL.docx

tidurnya ada gadis kecil yang sedang menggesekan boneka ke lantai. Ia coba mengintip dari balik selimut. Tidak terjadi apa-apa. Lamaia menunggu, tetapi juga tidak ada sesuatu yang janggal terjadi. Sebagai lelaki, pikirnya, ia harus bias melewati mala mini dengan penuh kejantanan. Sebab ini semua hanyalah perasaan takut semata.

Kalau begitu, pikirannya lagi, ia harus memastikan indra penglihatannya bahwa di bawah kolong tempat tidurnya tidak apa-apa. Pelan-pelan ia mencoba menarik selimut dari kepalanya. Lantas, ia mencoba merayapkan kepalanya ke pinggir kasur. Tanpa disadari, napasnya tertahan ketika hidungnya mendekati pinggir kasur. Satu gerakan lagi ia bias melihat isi kolong itu. Kulit di bawah sepasang alisnya terangkat ke atas, mambuat sepasang matanya membelalak. Jantungnya mengiringi irama napas yang tadi tertahan. Bulu roma di sekujur tubuhnya pun ikut bergetar.

Tiag. Dua. Ia menghentikan napasnya sambil menhitung mundur sebagai ancang-ancang. Satu| Ia blum juga melakukannya. Hidungnya masih melekat di pinggiran kasur. Nol| Barulah kepala lelaki itu melihat isi di bawah tempat kolongnya. Perasaan ternyata lebih menakutkan daripada kenyataan. Akhirnya ia sadar bahwa perasaannya dapat dibalik dengan kenyataan yang ditunjukan oleh indra. Termasuk perasaan takutnya. Dilihatnya sekali lagi poster di dindingnya yang sedang mengancungkan jari tengah ke depan hidung. Ia masih menikmati kelucuan sikapnya dengan membiarkan menggantung di kolong tempat tidurnya. Ia menyesal telah meneruskan pesan tersebut ke tujuh nomor lain.

Lehernya terasa pegal juga ketika harus berposisi seperti itu. Ia menarrik tubuhnya kembali ke tengah kasur. Tapi, kali ini indranya tidak dapat membohongi apa yang ada di sampingnya. Seorang gadis berwajah pucat tersenyum dengan janggal di sampingnya. Gadis itu mengulurkan boneka yang salah satu bagian tanganya hilang.

”aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa|”