Resensi Novel Satin Merah

11
Ambisi untuk Menjadi Signifikan Satin Merah merupakan salah satu novel bergenre misteri-thriller yang wajib kita cantumkan dalam daftar buku yang harus kita baca. Diciptakan secara duet oleh Brahmanto Anindito dan Rie Yanti yang berbeda latar belakang terutama dalam hal suku dan budaya. Rie yang merupakan keturunan Sunda asli berhasil menciptakan penggambaran tanah Pasundan yang sangat kental akan budaya dan sisi magisnya, sedangkan Brahmanto merupakan seorang Arek Suroboyo yang mengusung budaya Arek, budaya yang lumayan jauh dari bumi Parahyangan yang menjadi setting utama novel Satin Merah ini. Di dalam novel ini diceritakan secara detail, permasalahan bahasa dan sastra Judul Buku : Satin Merah Penulis : Brahmanto Anindito Rie Yanti Penerbit : GagasMedia Tahun Terbit : 2010 Tebal Buku : xiv

Transcript of Resensi Novel Satin Merah

Page 1: Resensi Novel Satin Merah

Ambisi untuk Menjadi Signifikan

Satin Merah merupakan salah satu novel bergenre misteri-thriller yang wajib

kita cantumkan dalam daftar buku yang harus kita baca. Diciptakan secara duet oleh

Brahmanto Anindito dan Rie Yanti yang berbeda latar belakang terutama dalam hal

suku dan budaya. Rie yang merupakan keturunan Sunda asli berhasil menciptakan

penggambaran tanah Pasundan yang sangat kental akan budaya dan sisi magisnya,

sedangkan Brahmanto merupakan seorang Arek Suroboyo yang mengusung budaya

Arek, budaya yang lumayan jauh dari bumi Parahyangan yang menjadi setting utama

novel Satin Merah ini. Di dalam novel ini diceritakan secara detail, permasalahan

bahasa dan sastra sunda, namun diwarnai dengan gita ria pelajar SMA Priangan 2

Bandung pada zaman yang dikenal sebagai abad informasi. Satin merah ditokoh

utamai oleh seorang gadis cantik yang cerdas, anak orang kaya yang dijuluki sebagai

Julie Estelle versi malas dandan. Dengan segala kesempurnaannya yang terlihat dari

luar, namun kaya akan konflik batin di dalam dirinya. Di dalamnya tergambar secara

jelas tentang pembunuhan, Sastra sunda, pelajaran menulis serta sisi psikologis, yang

diramu menjadi satu kesatuan yang terbilang sempurna. Kemampuan penulis dalam

menggambarkan sisi psikologis Nadya dengan sangat detail perlu diacungi jempol.

Permainan emosi Nadya sebagai remaja belia yang cenderung naik turun melengkapi

Judul Buku : Satin Merah

Penulis : Brahmanto Anindito

Rie Yanti

Penerbit : GagasMedia

Tahun Terbit : 2010

Tebal Buku : xiv + 314 halaman

Ukuran Buku : 13 × 19 cm

Jenis Buku : Fiksi

Page 2: Resensi Novel Satin Merah

perjalanan alur yang dipenuhi dengan berbagai misteri. Dengan membacanya kita

serasa ditarik kedalam cerita dan tempat kejadian novel misteri ini, seolah kita dapat

menyaksikan langsung peristiwa di dalamnya yang mampu membuat merinding

seketika. Kedua penulis konsisten membangun alur cerita dengan kecepatan konstan

dari awal hingga akhir, bangunan cerita tertata rapi perlahan-lahan dengan pasti

membuat rasa penasaran kian melingkupi atmosfer para pembaca. Kekompakan duet

penulisnya menakjubkan, ibarat dua orang yang bercakap-cakap, kalimatnya

berkesinambungan dalam satu sistematika pemikiran. Yang membuat novel ini

semakin menarik adalah unsur detektif yang menyembul di tengah konflik yang telah

terjadi. Tema yang diambil pun sangat menarik dan hampir tak tersentuh oleh penulis

zaman sekarang. Sisi budaya yang ditampilkan dapat dipadukan secara menawan

dengan kehidupan remaja yang sangat akrab dengan teknologi internet.

Nindhita Irani Nadyasari, 12 A, SMA PRIANGAN 2 BANDUNG. Nama itu

terpamapang diantara serentetan nama yang tercantum dalam daftar siswa yang lolos

seleksi kedua pemilihan siswa teladan se-Bandung Raya. Dari awal, Nadya yakin

dirinya bakal terpilih sebagai wakil sekolah dalam lomba itu. Jadi, dia tidak terkejut

lagi saat membaca pengumuman, sementara siswa yang terpilih lainnya bersorak

kegirangan. Piala Wali kota, piagam penghargaan, voucher kursus Bahasa Inggris di

TBI, pujian seantero Bandung, semua hal itu mulai mendekat pada diri Nadya,

selangkah lagi. Namun, Nadya yang langganan ranking 1 pun tahu, pemilihan siswa

teladan bukan perkara mudah, tahapnya pun berlapis.

Seleksi tahap ketiga pun dimulai, kedua puluh lima siswa yang berhasil

melenggang ke babak ketiga diharuskan untuk membuat makalah setebal 30-50

halaman. Lima siswa yang lolos tahapan ini akan dilepas untuk presentasi di depan

Wali Kota Bandung dan Dewan Juri dari Depdiknas.

Hal inilah yang membuat pikiran Nadya berputar, dia bingung dalam

menentukan hal yang ingin diangkat dalam makalahnya itu. Teman-temannya pun

sudah mengusulkan beberapa tema yang patut untuk dipertimbangkan. Sayangnya,

tema tersebut pasaran, pasti juga sudah banyak yang mengangkat tentang hal itu.

Nadya ingin mendapatkan bahan acuan yang lebih menantang dan tentunya tidak

Page 3: Resensi Novel Satin Merah

banyak terpikirkan oleh otak anak SMA di era modern saat ini. Perbincangan tentang

tema ini pun menimbulkan percekcokan antara Nadya dan sahabatnya. Mereka saling

menjauh satu sama lain. Hanya satu yang tersisa, Echa, namun sahabat Nadya yang

satu ini tidak bisa diharapkan, karena yang dipikirkannya hanya satu, Pacaran. Nadya

pun terpaksa mengerahkan seluruh tenaganya sendirian tanpa dukungan ataupun

bantuan dari sahabatnya.

Sepulang sekolah seperti biasa Nadya menaiki angkot untuk dapat sampai ke

rumahnya. Pada kompetisi ini, Nadya berencana habis-habisan membanting tulang

sampai remuk pun dia rela demi sebuah pengakuan bahwa dirinya lebih signifikan

dan lebih unggul dibandingkan dengan adiknya. Hubungan Nadya dengan Alfi

memang tak pernah akur. Sebelum Alfiani Citra Vidyasari lahir, orang tua Nadya

memberi perhatian yang berlimpah kepadanya. Orang lain pun demikian. Akhir-akhir

ini, kejengkelan Nadya semakin membuncah. Dia semakin sering disalahkan oleh

orang tuanya setiap ada perselisihan dengan sang adik. Menurut Nadya, ini tak lepas

dari prestasi Alfi yang semakin bersinar, sementara dia sendiri hanya mentok sebagai

pelanggan juara kelas, juara kandang. Nadya pun terancam kian tenggelam, kian tak

signifikan. Sementara dia melamun merenungi nasibnya, telinga Nadya menangkap

dengan jelas percakapan seseorang di sudut angkot reot itu. Ini bukan kali pertama

dia mendengar percakapan menggunakan bahasa daerah Jawa Barat itu. Secara tidak

sengaja dia menemukan ide yang tiba-tiba terlintas dalam pikirannya, Sastra Sunda!.

Di hari-hari berikutnya dia disibukkan dengan hal-hal yang berbau Sunda.

Bermula dari kunjungannya ke Pusat Studi Sunda. Dengan membaca buku-buku

Sunda dia belum merasa puas. Nadya memang bukan tipikal orang yang langsung

memahami materi dari sebuah buku, kebiasaannya ini sangat berkebalikan dengan

adiknya, Alfi. Dia memang biasa berdiskusi langsung dengan sang penulis buku,

entah mengapa ada satu fenomena aneh dalam dirinya. Ketika dia telah bertemu

langsung dengan penulisnya, pada malam harinya ia biasanya bermimpi tentang

kenampakan awan putih, itu adalah pertanda bahwa dia telah mewarisi ilmu dari sang

penulis.

Page 4: Resensi Novel Satin Merah

Dari Pusat Studi Sunda, dia mendapatkan alamat seorang pujangga sunda

yang sudah bertahun-tahun menggeluti bidang sastra terutama Sastra Sunda, Yahya

Soemantri. Tanpa menunggu lama ia langsung menuju kediaman sang pujangga.

Dilihat dari rumahnya yang berhiaskan ilalang setinggi lutut orang dewasa serta cat

dinding yang berwarna putih kusam sudah dapat diduga Yahya adalah orang yang

senang menyendiri dan hidup Soliter. Pada awalnya ada sedikit rasa takut yang

menyeruak dari dalam diri Nadya. Namun karena ini satu-satunya jalan untuk dapat

menulis makalahnya, Nadya pun memberanikan diri untuk melangkah melintasi

kepulan ilalang yang hampir menenggelamkan tubuhnya. Setelah pintu rumah

terbuka, muncullah seseorang dari balik pintu, Yahya Soemantri. Sudah dapat ditebak

penampilannya pun sekusut penampilan rumahnya, terlihat renta dan tak terurus.

Tetapi tidak seperti penampilannya, pendapatnya sangat kritis. Dia dikenal di jagad

sastra sebagai pujangga bermulut pedas. Sama pedasnya ketika ia menghujat karya-

karya Nadya yang terlihat amatir. Seperti siswa-siswa lain yang berusaha berguru

dengannya, ia mencap Nadya sebagai generasi krupuk melempem. Hati Nadya terasa

diremas-remas ketika mendengar hal itu. Dia pun memutuskan untuk berguru kepada

sastrawan lain yang lebih punya hati dan lebih dapat menghargai karya-karyanya. Dia

akhirnya melanjutkan misinya dengan mendekati seorang sastrawan spesialis cerita

kriminal bernama Didi Sumpena Pamungkas. Sangat berbanding terbalik dengan

Yahya, Didi adalah orang yang cerdas dan supel, dia pun mampu membungkus

semua kritikannya dengan bahasa yang memotivasi. Lama-kelamaan Nadya merasa

betah berguru dengannya, dia sudah seperti ayah bagi Nadya.

Setelah berguru dengan Didi, Nadya memutuskan Nining Tresna Munandar

sebagai mentor barunya. Pertemuan Nadya dan Nining terjadi secara tidak sengaja

melalui situs jejaring sosial Facebook. Mereka akhirnya memutuskan untuk bertemu

di toko buku Toga Mas. Penampilan Nining yang modis serta gaya bicaranya yang

sangat keibuan membuat Nadya sangat tertarik. Maklum, Nining merupakan penulis

yang filosofinya berbasis cinta. Kata-kata Nining terasa bagaikan suntikan vitamin

bagi tubuh Nadya, sangat menyegarkan. Tetapi karena pekerjaannya sebagai

freelancer dan copywriter dia kurang dapat meluangkan waktu untuk Nadya. Selain

Page 5: Resensi Novel Satin Merah

itu, waktu ujian nasional pun semakin dekat membuat Lucky, ayah Nadya tidak

tinggal diam. Lucky melarang Nadya untuk keluar rumah dan melarang Nadya untuk

belajar Sastra Sunda lagi. Hal ini dikarenakan perubahan sikap yang signifikan dari

diri Nadya, ambisi Nadya untuk dapat menjadi penulis Sastra Sunda telah

melenyapkan segalanya, perhatian Nadya pada keluarganya, nilai-nilainya yang

merosot dengan tajam, serta sikap Nadya yang berubah menjadi dingin.

Setelah Ujian Nasional berakhir Nadya dipertemukan kembali dengan seorang

sastrawan Sunda bernama Lina Inawati, yang bekerja sebagai dosen Sastra Sunda di

UNPAD. Hal itupun membangkitkan semangat Nadya lagi. Namun ketidaklulusan

Nadya dalam Ujian Nasional membuat sang ayah marah besar. Nadya pun terpaksa

hengkang dari rumah yang telah membesarkannya selama bertahun-tahun itu.

Penderitaan Nadya pun semakin berlanjut ketika mamanya meninggal dunia. Nadya

tidak menyangka kehidupannya dapat berputar 180 derajat, hanya karena satu sebab,

Sastra Sunda. Namun keinginannya yang terlampau besar untuk menjadi pujangga

Sunda yang signifikan membuat Nadya menjadi seorang yang sangat berbeda dan tak

segan-segan menghalalkan segala cara untuk dapat mewujudkan ambisinya itu.

Cerita semakin rumit saat Yahya menghilang secara misterius, lalu muncul

sebuah karya yang memiliki ciri khas sama dengan gaya penulisannya selama ini.

Dan tak lama, Didi pun turut menghilang dengan cara yang sama. Misterius dan

sebuah tulisan dengan ciri khasnya pun muncul. Misteri itu semakin berlanjut ketika

Nining dikabarkan meninggal, karena racun sianida yang tercampur dalam secangkir

kopi yang dia minum.

Ambisi Nadya untuk menjadi pujangga signifikan tinggal beberapa langkah

lagi. Kelihaiannya dalam menulis berbagai puisi yang dapat hidup dimata

pembacanya yang di dapatnya dari Yahya, kemampuannya dalam menonjolkan tokoh

utama dipadukan dengan sisi kriminologi yang di dapatnya dari Didi, serta

kemahirannya dalam membungkus semua itu dengan efek cinta yang di dapatnya dari

seorang Nining belum membuat Nadya merasa puas. Dan satu lagi pertanyaan yang

muncul di benak Nadya “Mengapa pembunuhan dapat mempercepat datangnya

fenomena awan putih dalam mimpinya?”. Hanya satu lagi yang diharapkan seorang

Page 6: Resensi Novel Satin Merah

Nadya untuk menjadi sastrawan Sunda yang signifikan yaitu kemampuan Lina

Inawati dalam menterjemahkan bahasa lisan seseorang dan mewujudkannya dalam

karya yang sempurna. Akankah Nadya berhasil mewujudkan ambisinya itu?

Akan lebih menyenangkan membaca sendiri keseluruhan ceritanya dalam

buku setebal 314 halaman ini. Jujur, saya sendiri merasa ngeri sekaligus prihatin

ketika membayangkan penggambaran kedua penulis tentang Nadya, seorang anak

yang haus akan pengakuan dari kedua orang tua dan orang-orang yang berada

disekitarnya, bisa menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Sesuatu yang mungkin

dapat terjadi di dunia nyata. Buku ini dapat dijadikan sebagai cermin bagi orang tua

dan juga anak yang mempunyai pengalaman serupa dengan Nadya. Sehingga tidak

tercipta Nadya-Nadya baru di kehidupan nyata.

Namun, alur flashback yang digunakan dalam proses penceritaan novel ini

dirasa kurang efektif, karena untuk dapat memahaminya diperlukan pemikiran ulang

agar kita dapat mengerti jalan cerita dengan utuh. Selain itu masih muncul

pertanyaan, Bagaimana tokoh Didi dan Nining meninggal?. Dalam buku ini penulis

hanya menjelaskan secara tersamar. Karena, justru pada bagian itulah penulis dapat

mengumbar trik pembunuhan yang menawan, yang tentunya merupakan titik

ketertarikan penggemar novel bergenre misteri-thriller ini. Jenis kertas yang

digunakan pun sebaiknya diperbaiki untuk dapat meningkatkan kualitas cetakan,

karena secara tidak langsung hal ini juga dapat mempengaruhi minat pembaca dalam

mengkonsumsi novel yang berbobot ini. Para pembaca yang berkecimpung dalam

dunia kepenulisan atau berkeinginan menggeluti dunia tersebut amat disarankan

untuk membaca Satin Merah. Banyak ilmu yang dapat diserap, mengalir dalam

bahasa jenaka dan renyah. Pernyataan tokoh-tokoh di dalamnya juga dapat

memberikan motivasi serta pelajaran moral yang sangat berarti. Novel ini seakan-

akan juga mengingatkan kita pada budaya dan sastra daerah lain yang bernasib serupa

dengan Sastra Sunda yang digambarkan dalam cerita, hampir punah. Dan seperti

pesan kedua penulis dalam bukunya, jangan berhenti membaca runtut ceritanya

hingga Anda tahu apa arti Satin Merah yang sebenarnya. Masih penasaran? Segera

baca novel terbitan GagasMedia ini, dijamin tidak akan rugi!.