Resensi Azab dan Sengsara

16
Identitas Buku Judul Buku : Azab dan Sengsara Karya : Merari Siregar Penerbit : Balai Pustaka, terbitan XVII, 2000 Angkatan : 20-an Jumlah halaman : 124 halaman Sinopsis Suatu keluarga mempunyai dua orang anak, seorang bernama Tohir (setelah dewasa bergelar Sutan Baringin), dan seorang lagi perempuan, adik Sutan Baringin yang kemudian menikah dengan Sutan di atas, seorang Kepala Kampung A dari Luhak Sipirok, dan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Aminu'ddin. Ayah Sutan Baringin bersikap keras dalam mendidik sutan Baringin, dan sikap ini bertentangan dengan istrinya yang selalu memanjakan Sutan Baringin. Apapun yang diminta Sutan Baringin selalu dipenuhi. Akibatnya,setelah dewasa ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta orang tuanya. Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria, seorang wanita yang berbudiluhur pilihan ibunya. Namun, kebiasaan buruk Sutan Baringin tetap dilakukannya sekalipun ia telah berkeluarga. Ia tetap berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orang tuanya, bahkan ia sering berjudi dengan Marah Sait, sahabat karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat buruknya semakin menjadi-jadi. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk menghabiskan seluruh harta warisan untuk berjudi. Akibatnya, hanya dalam waktu sekejap saja, harta warisan yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun jatuh miskin dan memiliki banyak utang.Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak, yang satu adalah perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi laki- laki. Mariamin sangat menderita akibat tingkah laku ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga kampung, karena hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan Aminu’ddin pun mendapat halangandari kedua orang tua Aminu’ddin.

description

Resensi novel Azab dan Sengsara

Transcript of Resensi Azab dan Sengsara

Identitas Buku

Judul Buku : Azab dan SengsaraKarya : Merari SiregarPenerbit :Balai Pustaka, terbitan XVII, 2000Angkatan : 20-anJumlah halaman : 124 halaman

Sinopsis

Suatu keluarga mempunyai dua orang anak, seorang bernama Tohir (setelah dewasa bergelar Sutan Baringin), dan seorang lagi perempuan, adik Sutan Baringin yang kemudian menikah dengan Sutan di atas, seorang Kepala Kampung A dari Luhak Sipirok, dan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Aminu'ddin.Ayah Sutan Baringin bersikap keras dalam mendidik sutan Baringin, dan sikap ini bertentangan dengan istrinya yang selalu memanjakan Sutan Baringin. Apapun yang diminta Sutan Baringin selalu dipenuhi. Akibatnya,setelah dewasa ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta orang tuanya. Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria, seorang wanita yang berbudiluhur pilihan ibunya. Namun, kebiasaan buruk Sutan Baringin tetap dilakukannya sekalipun ia telah berkeluarga. Ia tetap berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orang tuanya, bahkan ia sering berjudi dengan Marah Sait, sahabat karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat buruknya semakin menjadi-jadi. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk menghabiskan seluruh harta warisan untuk berjudi. Akibatnya, hanya dalam waktu sekejap saja, harta warisan yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun jatuh miskin dan memiliki banyak utang.Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak,yang satuadalah perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi laki-laki. Mariamin sangatmenderita akibat tingkah laku ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga kampung, karena hidupnyasengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan Aminuddin pun mendapat halangandari kedua orang tua Aminuddin.

Persahabatan Aminudin dan Mariamin terjalin semenjak masa kanak-kanak. Menginjak remaja, hubungan keduanya beranjak menjadi hubungan percintaan. Aminuddin hendak mempersunting Mariamin. Ia mengutarakan niatnya pada kedua orang tuanya. Ibunya tidak keberatan, tersebab ayah Mariamin, Sutan Baringin, adalah kakak kandungnya.

Namun, ayah Aminuddin, Baginda Diatas berpandangan berbeda. Mariamin tak layak untuk menikah dengan putranya.

Sebagai kepala kampung yang kaya dan disegani di daerah Sipirok ia merasa derajat sosialnya akan direndahkan apabila anaknya menikah dengan anak dari almarhum Sutan Baringin; bangsawan kaya raya yang jatuh miskin akibat boros dan serakah itu. Baginda Diatas menginginkan anaknya menikah dengan anak bangsawan kaya yang terhormat. Ia pun menyusun siasat untuk menggagalkan pernikahan Aminuddin dengan Mariamin dengan melibatkan seorang dukun.

Demikianlah, Baginda Diatas mengajak istrinya menemui dukun itu untuk meminta pertimbangan atas peruntungan anaknya kelak jika menikah dengan Mariamin. Dukun yang sebelumnya telah dibayar untuk menjalankan siasat Baginda Diatas itu meramalkan jika Aminuddin menikah dengan Mariamin maka hidupnya tidak akan bahagia. Istrinya pun termakan ramalan palsu itu. Mereka membatalkan niat untuk menikahkan anaknya dengan Mariamin. Sebagai ganti, mereka meminang anak gadis dari keluarga kaya yang sederajat kebangsawanan dan kekayaannya dengan baginda Diatas.

Aminuddin yang telah bekerja sebagai pegawai rendah di Medan begitu berbunga-bunga hatinya, ketika sebuah telegram dari ayahnya sampai kepadanya. Ayahnya menjanjikan akan mengantar calon istrinya ke medan. Namun, betapa kecewa ketika yang mendapati bahwa calon istri yang diantarkan oleh ayahnya itu bukanlah Mariamin. Sifat Kepatuhan kepada orang tua yang dimiliki Aminuddin membuat ia tiada mungkin menolak pernikahannya dengan gadis itu. Dengan hati luka, Aminuddin mengabari Mariamin melalui surat. Mariamin menerima surat itu dengan perasaan kecewa. Namun, apa boleh buat? Aminuddin telah memilih untuk menerima gadis yang dipilihkan oleh orang tuanya.

Satu tahun setelah peristiwa itu, ibunda Mariamin menjodohkan anaknya dengan Kasibun, lelaki yang tiada jelas benar asal usulnya. Kasibun mengaku bekerja sebagai kerani di Medan. Ibunya berharap, pernikahan anaknya dengan Kasibun akan mengurangi beban penderitaan mereka. Belakangan barulah diketahui Kasibun ternyata telah beristri, dan menceraikan istrinya itu sebab ingin menikahi Mariamin.

Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Namun, penderitaan yang diderita Mariamin tidak kian berkurang. Kasibun memiliki penyakit kelamin. Sebab itu Mariamin sering menghindar ketika diajaknya behubungan intim. Pertengkaran demi pertengkaran tak dapat lagi dihindarkan. Kasibun tak segan-segan main tangan kepada istrinya.

Suatu ketika, Aminuddin datang bertandang ke rumah Kasibun, dengan tiada disengaja berjumpa dengan Mariamin. Pertemuan yang sesungguhnya berlangsung secara wajar antara kekasih lama itu membangkitkan cemburu di hati Kasibun. Lelaki itu menghajar Mariamin sejadi-jadinya. Kesabaran Mariamin yang telah melampaui batas, membuat Mariamin melaporkan hal itu ke kantor polisi. Ia melaporkan segala keburukan yang telah dilakukan oleh suaminya pada polisi. Dan polisi pun kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda sekaligus memutuskan tali perkawinannya dengan Mariamin.

Setelah resmi bercerai dengan Kasibun, dia kembali ke kampung halamannya dengan hati yanghancur. Kesengsaraan dan penderitaan batinsertafisiknya yangterus mendera dirinya menyebabkan ia mengalami penderitaan yang berkepanjangan hinggaakhirnya ajal datang merenggut nyawanya.

Unsur-unsur intrinsik Novel

a.Tema

Adat dan kebiasaan yang kurang baik di tengah-tengah masyarakat dapat membawa azab dan sengsara.

b. Tokoh

Mariamin : Baik, pengiba, rajin, ramah, penyabar, dan pemaafAminuddin : Baik, rajin, pengiba, pandai, dan berbakti.Sutan Baringin atau Ayah Mariamin : Pemarah, malas, tamak, angkuh, dan bengis.Nuria atau Ibu Mariamin : Penyabar, sederhana, setia, dan pengibaBaginda Diatas atau Ayah Aminuddin : Baik, rajin, dan bijaksana.Ibu Aminuddin : Baik, pengiba, dan setia.Kasibun : Jahat, bengis, pandai dalam tipu daya, buas, dan ganasMarah Sait : Jahat, dan suka menghasut

c. Latar

Waktu : Senja, malam hari, pagi hari, siang hari, dalam perjalanan pulang dari sawah, hari Jumat Tempat : Di atas batu besar di sebelah rusuk rumah dekat sungai sipirok, di dalam rumah Mariamin, rumah Aminuddin di kampung A, di sawah, di pondok, di jalan, di stasiun, di rumah kerabat Aminuddin di Medan, di perahu, di rumah Kasibun di Medan, dikantor polisi, dan tempat peristirahatan terakhir Mariamin selama-lamanya (di kuburan).

d. AmanatJanganlah menjadi orang yang serakahJangan mengambil hak milik orang lainTabahlah dalam menghadapi segala cobaanAdat dan kebiasaan yang kurang baik sebaiknya di hilangkan agar tidak menyengsarakan bagi orang yang menjalankannya.Jangan mengambil hak milik orang lain

e. Alur Campuran

Pengenalan tokoh, di waktu senja, saat Aminuddin berpamitan pada Mariamin hendak pergi ke medan untuk mencari pekerjaan, kemudian menceritakan saat Mariamin dan Aminuddin masih kanak-kanak dan orang tua dan keduanya dari sejak menikah kemudian kembali menceritakan Aminuddin yang telah berada di medan dan memperoleh pekerjaan, selanjutnya Aminuddin menikah dengan gadis lain pilihan ayahnya, setelah dua tahun Mariamin pun menikah dengan orang yang tidak dikenalnya, pernikahannya tidak bahagia dan Mariamin pun bercerai dan kembali ke negerinya sampai ia meninggal dan dikubur di Sipirok kota kelahirannya.

f. Sudut Pandang

Sudut pandang novel ini adalah penulis berada di luar cerita

g. Gaya Penulisan

Gaya Penulisan dalam Novel Azab dan Sengsara mempergunakan bahasa melayu dan juga banyak sekali mempergunakan majas khususnya majas metafora dan personifikasi yang memberikan kesan lebih indah didalam melukiskan suasana dalam novel tersebut.

Unsusr-unsur Intrinsik Novel

Judul buku : Azab dan Sengsara Pengarang : Merari Siregar Cetakan : Cetakan Pertama Tahun 1930-an Tema : Kehidupan Seorang Gadis Tokoh : 1. Mariamin adalah seorang gadis yang cantik dan baik hati.2. Aminudin adalah seorang anak yang berbudi pekerti luhur sopan santun dan sangat pintar.3. Sutan Baringin adalah seorang yang berwatak keras dan sombong.4. Nuria adalah seorang yang lembut, penyayang dan baik hati.5. Bapaknya Aminuddin 6. Ibunya Aminuddin 7. Istri Aminuddin 8. Baginda Mulia 9. Marah Sait(Pakrol Bambu/Pengacara) Latar : 1. Di sebuah gubuk di tepi sungai di kota Sipirok 2. Di sebuah gubuk di tengah-tengah sawah 3. Sungai di kota Sipirok 4. Rumah Mariamin yang besar 5. Di Medan (Deli) di rumah Kasibun(suami Mariamin)6. Di kebun tempat Aminuddin bekerja 7. Kampung A yang dikepalai oleh Bapaknya Aminuddin 8. Pekuburan Mariamin di sebrang jalan kampung A Amanat Allah S.W.T menjadikan laki-laki dan perempuan dan mempersatukan mereka itu dengan maksud, supaya mereka itu berkasih-kasihan; si perempuan menyenangkan hati suaminya dan si suami menghiburkan hari istrinya. Maka seharusnyalah mereka sehidup semati, artinya; kesengsaraan sama di tanggung, kesenangan sama dirasa. Itulah kewajiban seorang suami istri. Alur Alur novel ini campuran, yaitu alur maju dan alur mundur Sudut Pandang1. Orang pertama tunggal yang ditandai dengan kata:a. Adinda b. Kakanda c. Anakanda 2. Orang kedua yang di tandai dengan kata:a. Anggi (adik)b. Angkang (Kakak) Gaya Penulisan Gaya penulisan novel ini adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dan dicampuri oleh bahasa Melayu.

SINOPSISSenja itu, di tepi kota Sipirok. Seorang gadis yang cantik jelita sedang duduk di atas sebuah batu besar.Aminuddin adalah seorang anak kepala kampung di kampung A, harta ayahnya berlimpah dan sawahnya sangan luas, ayah dan ibunya sangatlah menyayangi Aminuddin, selain ia anak satu-satunya, ia juga anak yang berbudi pekerti luhur, sopan santun dan sangat pintar.Aminuddin dan Mariamin adalah bersaudara, ibu Aminuddin adalah saudara perempuan Sutan Baringin (bapaknya Mariamin), tetapi mereka sekarang agak jauh, karena Sutan Baringin yang tadinya adalah seorang yang hartawan lagi bangsawan , kini telah tiada, dan kekayaannya yang berlimpah, kini telah lenyaplah sudah. Hal ini disebabkan oleh kelakuan Sutan Baringin yang suka sekali berperkara. Pada suatu petang, mereka berdua pergi ke sawah. Pada saat itu langit terlihat sangat gelap, alamat akan adanya badai besar. Aminudinpun mengajak Riam pulang, tetapi karena pekerjaan Riam mengiangi padi belum selesai, maka Riam hendak menyelesaikan dahulu, akhirnya karena Aminudin tidak tega meninggalkan Riam, iapun membantu menyelesaikan pekerjaan Riam sampai selesai.Semenjak kejadian itu Mariamin pun berhutang kepada Aminudin dan iapun mengenal makna Hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati.Ayah Mariamin dan ibu Aminudin adalah saudara sekandung, mereka hidup dengan bergelimpangan harta, ayah mereka seorang bangsawan dan sangat kaya di kota Sipirok.Ketika sudah dewasa Sutan Baringin dinikahkan oleh ibunya dengan seorang gadis bernama Nuria (ibunya Mariamin), Hari itu Sutan Baringin menerima surat dari Deli yang berisi bahwa kerabatnya itu akan segera pindah ke kampung halamannya, yaitu Sipirok. Kabarnya ia telah mendapat surat pindah dan bulan depan ia hendak pindah ke Sipirok. Persausaraan mereka berawal dari kakek mereka, kakek mereka mempunyai istri kedua yaitu yang muda adalah nenek dari Baginda Mulia yang mengirim surat kepada Sutan Baringin, sedang istri pertama adalah nenek dari Sutan Baringin.Pada sidang pertama Sutan Baringin kalah, kemudian ia meminta naik banding ke pengadilan yangkebih tinggidi Padang. Dan iapun menggunakan saksi-saksi palsu, tetapi tetap saja ia kalah, sehingga harta bendanya habis. Perkara ini berlangsung hingga lima tahun lebih.

Setelah semua harta habis. Sapi dan kerbau telah habis dijual, sisanya tinggal rumah dan itupun harus diberikan kepada Baginda Mulia. Setelah jatuh miskin, sekarang Sutan Baringin terbaring lemah di atas tikar yang lusuh, badannya panas dan iapun selalu merasa dahaga. Namun demikian si istri selalu setia melayaninya, walaupun ia selalu disia-siakan Sutan Baringin. Setelah selesai berkata-kata, nafas Sutan Baringin tersendat-sendat, dansemoga ia pergi dengan tenang!!! Sepeninggal Sutan Baringin, amatlah susah ibunya Mariamin, Ia harus mencari upah untuk ,emdapatkan sesuap nasi. Begitu pula dengan Mariamin, Ia ikut ke sawah mencari upah membantu ibunya. Mariamin sudah beranjak dewasa, sudah sepantasnya Ia berkeluarga, akhirnya ibunya menanyakan kepada Mariamin tentang pernikahan, karena ada seorang pemuda yang memintanya. Aminudin berkirim surat kepada Mariamin, bahwasannya Ia telah mendapat pekerjaan di Deli, dan Mariaminpun membalasnya dengan suka cita. Selang beberapa saat Aminudin berkirim surat kepada ayahnya di Kampung. Ia hendak meminta Mariamin untuk menjadi istrinya. Tetapi orang tuanya merasa Mariamin tidak pantas untuk anaknya Aminudin, akhirnya mereka meminta gadis dari mara siregar, dan gadis itu adalah anak seorang kepala kampung, derajatnya sama, dan iapun sangat cantik. Setelah semuanya beres, ayahnyapun segera mengirim kawat kepada Aminudin yang isinya bahwa Ia akan membawakan gadis itu kepada Aminudin. Di Deli Aminudin bersiap-siap menyambut kedatangan Mariamin dengan girangnya, tetapi..siapakah yang dibawakan ayahnya itu? Keesokan harinya Aminudin mengirim surat kepada Mariamin, Ia hendak memberitahukan kejadian yang menimpa cinta mereka. Apakah yang terjadi dengan Mariamin??? Hari-hari dilalui Mariamin dengan menyibukan diri bekerja, dua tahun sudah Ia bekerja, tapi pada tahun ini Ia akan berangkat ke Padangsidempuan bersama seorang pemuda yang akan menikahinya. Sebenarnya Ia tidak mau, tapi ibunya selalu membujuknya, apa boleh buat??? Setelah tiba beberapa hari di Medan, Mariaminpun tahu bahwa suaminya mempunyai penyakit yang sangat membahayakan, apabila mereka berhubungan intim tentulah Mariaminpun akan tertular penyakit itu juga. Fikiran Mariaminpun kacau,,,Menerima ajakan suaminya untuk berhubungan intim atau menolaknya?. Akhirnya Mariamin memutuskan untuk menjaga badannya dari sentuhan suaminya dan menyuruh suaminya berobat dengan giat. Siksaan demi siksaan dirasakan Mariamin. Disaat malam Mariamin aiusir dari ranjang, mau keluar, pintu kamar telah dikunci oleh suaminya itu, mau tidur di lantai, lantai itu telah diguyur air oleh Kasibun, Mariaminpun hanya bisa menangis, tapi bila tangisan Mariamin terdengar, maka Mariamin dipukulnya, dan apabila ia merasa lelah untuk bangun, maka Ia memukul Mariamin dengan tongkatnya. Karena Mriamin merasa tidak kuat, keesokannya Ia pergi ke kantor polisi untuk melporkan kelakuan suaminya kepada polisi, dan setelah itu pengadilan berjalan. Kasibun hanya didenda 25.000 rupiah, dan Mariamin dipulangkan ke kampungnya, ke kota Sipirok dengan membawa rasa malu, karena Ia tidak bisa memelihara rumah tangganya. Apa yang terjadi dengan Mariamin??? Ia tidak ada di gubuk di pinggiran sungai itu, mungkinkah ada di Kampung A? di kampung ayah Aminudin? Tidak, Ia tidak ada di kampung itu, tapi kita lihat ke sebrang jalan dari kampung ayah Aminudin itu, lihatlah kuburan yang baru itu, tanahnya masih merah.itulah tempat Mariamin, anak dara yang saleh itu, untuk beristirahat selama-lamanya. Dan disanalah air mata itu kering karena suatupun tak ada yang menyusahkan hati. Azab dan sengsara ini telah tinggal di bumi, berkubur dengan jasad badan yang kasar itu.

Judul: Azab dan SengsaraPenulis: Merari SiregarPenerbit: Balai PustakaTebal: 835 halaman (versi digital dengan pengaturan huruf sangat besar)Banyak kita temui kisah roman klasik dengan tema adat dan perkawinan. Tengok saja Siti Nurbaya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wick, Dian yang Tak Kunjung Padam, dan lain sebagainya. Demikian juga Azab dan Sengsara. Alkisah di sebuah kota Sipirok, di dekat Tapanuli (Tapanuli sebenarnya adalah Tapian na Uli yang artinya Tepian yang elok), tinggalah sebuah keluarga yang memiliki seorang anak gadis, Mariamin namanya. Mariamin atau Riam tinggal bersama Ibu dan adiknya. Ayah Mariamin, Sutan Baringin sesungguhnya adalah seorang bangsawan. Namun kekayaan keluarga itu ludes disebabkan oleh perilaku sang Ayah yang boros dan suka berhura-hura. Sejak kecil Mariamin bersahabat erat dengan seorang pemuda bernama Aminuddin. Seperti Riam, Aminuddin adalah anak dari keluarga terhormat dan bangsawan kaya. Ayah Aminuddin, Sutan Baginda di atas adalah kepala kampung di desanya. Sesungguhnya Mariamin dan Aminuddin mempunyai hubungan keluarga. Mereka saudara sepupu, karena Ayah Mariamin adalah kakak kandung Ibu Aminuddin. Hubungan akrab antara keduanya berlangsung sampai mereka dewasa. Mereka pun berikrar untuk sehidup semati. Untuk itu Aminuddin pergi ke lain kota untuk mencari penghidupan dan berjanji membawa Mariamin kelak bersamanya. Setelah dirasa cukup bekal yang ia punya, Aminuddin mengirimkan surat kepada orang tuanya dan mengutarakan niat hatinya untuk menyunting dan membawa Riam ke Medan. Ibu Aminuddin bersuka cita mendengar berita tersebut. Dalam adat mereka, perkawinan antara anak muda yang serupa itu amat disukai orang tua kedua belah pihak.Tali perkauman bertambah kuat, kata orang di kampung-kampung. (hal 121).Tak lupa Aminuddin pun mengabarkan keinginan hatinya kepada Riam. Alangkah senang hati anak perawan itu. Demikian pula dengan sang Ibu, yang berharap kebahagiaan untuk putri tercinta. Ayah Aminuddin rupanya tak suka dengan kabar itu. Ia kemudian bersekongkol dengan dukun dan mengajak istrinya untuk mendengar ramalan yang akan menimpa Aminuddin jika ia menikah dengan Mariamin. Demi mengetahui kesengsaraan yang kelak dihadapi Aminuddin maka sang Ibu tidak mampu menolak keputusan sang suami untuk menjodohkan Aminuddin dengan gadis lain dari golongan sederajat dengan keluarga mereka. Surat mengenai kedatangan calon istri Aminuddin dikirimkan oleh orang tuanya. Aminuddin bahagia mendengar kabar kedatangan calon istrinya yang ia sangka adalah Mariamin. Namun alangkah getir hati Aminuddin ketika mengetahui bahwa gadis yang didatangkan Ayahnya bukanlah Riam. Ia pun tak mampu menolak keputusan orang tuanya untuk menikahi gadis pilihan mereka. Dengan berat hati Aminuddin memberitahukan Riam rencana tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan hati gadis perawan itu. Mariamin jatuh sakit. Lama berselang Ibu Mariamin kemudian menjodohkan anak perempuannya kepada seorang lelaki. Ibu Riam sebenarnya tak mengetahui banyak asal usul lelaki itu. Pernikahan pun dilaksanakan. Ternyata baru diketahui lelaki itu telah beristri dan baru saja menceraikan istrinya ketika ia akan menikahi Riam. Riam yang tidak pernah mencintai suaminya semakin benci melihat perilaku lelaki itu yang kasar dan kejam. Suatu saat Aminuddin berkunjung dan melihat keadaan Mariamin. Riam yang tak tahan menerima siksaan dari suaminya memutuskan untuk melaporkan hal itu kepada polisi. Riam kemudian bercerai dari suaminya. Ia kembali ke Sipirok, kampung halamannya dan meninggal karena menanggung deraan dan kesedihan.Tema pernikahan dan adat seringkali dipilih dalam banyak karya sastra klasik. Posisi perempuan yang lemah menjadi topik sentral dalam cerita ini.Mereka itu memandang perkawinan itu suatu kebiasaan, yakni kalau anaknya yang perempuan sudah genap umurnya harus dijodohkan. Demikian pula jadinya pada anak laki-laki. Haruslah ia lekas dikawinkan, karena keaibanlah di mata orang banyak, kalau orang tua terlambat memperistrikan anaknya.Mengutip kalimat di buku ini Perkawinan memang suatu adat dan kebiasaan yang harus dilakukan tiap-tiap manusia, bila sudah sampai waktunya. Namun perkawinan yang dilakukan dengan terpaksa dan tanpa rasa cinta akan meninggalkan kesedihan dan kekecewaan bagi yang menjalaninya. Tidak hanya untuk si perempuan namun juga anak-anak yang mereka tinggalkan. Lagi-lagi perempuan lah yang akan menanggung akibatnya. Adat lahir dari pemikiran manusia. Ada kalanya adat yang berlaku di suatu masyarakat membelengu manusia.Barangkali, diperlukan kebebasan berpikir dengan sikap bijak untuk menyeimbangkan keselarasan dalam menjalani kehidupan. Penulis: Merari Siregar Penerbit: Balai Pustaka Tahun Pertama Terbit: 1920 Jumlah Halaman:

Novel yang satu ini bisa dikategorikan novel klasik terbitan Balai Pustaka. Ia menandai zaman dimana sastra Indonesia masih didominasi penggunaan bahasa melayu yang kental. Adapun tema umum novel yang satu ini adalah kehidupan percintaan seorang gadis yang pernikahannya tidak membawa pada hidup yang bahagia tetapi justru pada kesengsaraan. Tokoh sentral dalam kisah cinta ini bernama Mariamin dan Aminuddin. Keduanya berkerabat dekat tetapi berbeda nasib. Aminuddin merupakan anak kepala kampong, seorang bangsawan yang kaya raya dan disegani banyak orang. Sementara itu Mariamin tumbuh di lingkungan keluarga yang miskin. Sejak kecil keduanya sudah berkenalan dan bermain bersama. Beranjak dewasa, Aminuddin dan Mariamin merasakan getaran cinta yang kuat. Aminuddin berjanji akan menikahi Mariamin. Niatnya ini diutarakan pada ibu dan ayahnya, Baginda Diatas. Sang ibu setuju sebab ia menganggap Mariamin masih keluarganya dan dengan menikahkannya dengan Aminuddin, ia bisa menolong kemiskinan gadis itu. Namun, pendapat berbeda datang dari ayah Aminuddin yakni Baginda Diatas. Ia diam-diam tidak menyetujui rencana Aminuddin sebab ia beranggapan pernikahan tersebut tidak pantas dan akan menurunkan derajat bangsawannya.

Untuk mewujudkan niatnya, akhirnya Aminuddin berangkat ke Medan untuk mencari kerja. Saat di Medan, ia masih rajin berkirim kabar dengan Mariamin. Sampai suatu waktu, ia akhirnya mengirim berita ke kampung bahwa ia sudah siap untuk berumahtangga dengan wanita pujaannya tersebut. Sayangnya, Baginda Diatas, ayah Aminuddin tidak setuju. Ia menyusun rencana agar isterinya tidak menyetujui keinginan Aminuddin. Caranya, ia membawa isterinya ke dukun sewaan dan pura-pura meramal jodoh terbaik untuk Aminuddin, anaknya. Sang dukun berkata bahwa jodoh Aminuddin bukanlah Mariamin melaikan seorang gadis bangsawan di desa mereka. Ibu Aminuddin pun percaya dan setuju berangkat ke Medan dengan membawa gadis bangsawan yang hendak dinikahkan dengan Aminuddin.

Saat mereka tiba di Medan, Aminuddin kaget sebab keputusan orangtuanya menjodohkan dengan gadis tersebut memukul jiwanya. Tapi ia tak bisa menolak sebab saat itu ia terikat adat busaya yang harus selalu patuh pada keputusan orang tua. Akhirnya Aminuddin mengirim surat kepada Mariamin sambil memohon maaf karena ia terpaksa menikahi gadis lain meskipun tanpa cinta. Mendengar kabar terebut, Mariamin sangat sedih. Ia bahkan sempat sakit. Setahun berselang, ibu mariamin akhirnya menerima pinangan seorang laki-laki bernama Kasibun. Ia berharap pernikahan tersebut akan mengobati luka Mariamin. Akan tetapi apa yang diniatkan ibu Mariamin tidak terjadi. Pernikahan tersebut malah menambah penderitaan lain bagi Mariamin. Sebab, ternyata Kasibun memiliki isteri yang diceraikannya dengan alasan ingin menikahi Mariamin.

Selanjutnya, Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Mereka mengalami hubungan suami siteri yang compang sebab Mariamin tidak ingin melakukan hubungan intim dengan suaminya. Alasannya, ternyata Karibun memiliki penyakit kelamin yang bisa menular. Mendapat penolakan tersebut, Karibun kalap dan sering menyiksa isterinya, Mariamin. Penderitaannya semakin bertambah sejak Aminuddin bertamu ke rumahnya suatu waktu. Melihat reaksi Mariamin yang tak biasa, Karibun pun membaca sesuatu yang lain dan kemudian cemburu. Semakin hari ia semakin sering menyiksa isterinya.

Pada akhirnya Mariamin tak sanggup lagi dan akhirnya melaporkan suaminya, Karibun, ke polisi. Akhirnya Karibun ditetapkan bersalah dan diwajibkan membayar denda serta melepaskan Mariamin tak lagi jadi isterinya. Mariamin akhirnya kembali ke desanya dan hidup menderita di sana. Ia sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia dalam derita.

APRESIASI NOVEL AZAB DAN SENGSARAA. Identitas Novel1. Judul : Azab dan Sengsara2. Pengarang : Merari Siregar3. Penerbit : Balai Pustaka4. Tahun : 20005. Angkatan : 20-an6. Jumlah Halaman : 163 halamanB. Sinopsis NovelDi sebuah kota kecil, Sipirok tinggallah sebuah keluarga yang terdiri dari seorang janda, Nuriah, beserta dua anaknya Mariamin dan adik laki-lakinya. Mereka hidup bertiga penuh kesengsaraan dan kesedihan yang ditanggung bersama-sama dan penuh kesabaran. Kisah sedihnya bermula dengan kematian ayahnya Sutan Barigin. Sebelum ayahnya meninggal, kehidupan mereka berkecukupan. Sayangnya, harta yang sedemikian berlimpahnya tersebut dihabisan oleh ayahnya sendiri. Harta warisan yang seharusnya dibagikan kepada saudara yang berbeda nenek yaitu Baginda Mulia, tidak diberikan oleh Sutan Barigin. Atas hasutan Marah Sait, Sutan Barigin memperkarakannya ke pengadilan agar ia tidak kehilangan hartanya. Perkara tersebut ia bawa hingga ke pengadilan Jakarta. Ia mengorbankan segala hartanya agar ia menang perkara tesebut yang pada akhirnya tetap dimenangkan oleh Baginda Mulia. Sampai di sinilah Sutan Barigin merasakan penyesalan yang amat mendalam hingga ia meninggal dunia. Kejadian ini membuat keluarga yang ditinggalkannya menjadi miskin dan sengsara.Kesengsaraan Mariamin disusul oleh kisah cintanya yang pedih. Aminudin, kekasihnya, tiba-tiba dijodohkan oleh wanita lain. Begitu pula dengan Mariamin. Ia dijodohkan dengan Kasibun. Padahal, sebelumnya mereka berdua telah merencanakan sebuah pernikahan. Baik Mariamin dan Aminudin, mereka berdua sangat sedih dan kecewa karna mereka tidak dapat menikah dengan orang yang mereka cintai. Kehidupan Mariamin setelah menikah dengan Kasibun menjadi lebih sengsara. Mariamin mengetahui bahwa Kasibun memiliki penyakit kelamin, sehingga tidak jarang ia menjadi siksaan Kasibun ketika ia menolak melayani hasrat birahi Kasibun.Tidak kuat dengan siksaan Kasibun, Mariamin mencoba untuk melaporkannya ke polisi. Sayangnya, harapan Mariamin untuk memenjarakan Kasibun gagal. Kasibun hanya didenda uang Rp 25,-. Kekecewaannya tersebut membuat Mariamin pulang ke Sipirok. Di Sipirok inilah berakhirnya penderitaan dan kesengsaraan Mariamin. Gadis yang suci dan bernasib malang itu menemui ajalnya karena dia ingin mengakhiri azab dan kesengsaraannya. Arwahnya yang suci naik ke tempat yang mahamulia, yang disediakan oleh Tuhan untuk hambaNya yang percaya dan taat kepadaNya.C. KomentarNovel Azab dan Sengsara ini mengangkat tema bahwa adat dan kebiasaan yang kurang baik di masyarakat dapat membawa kesengsaraan dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dijelaskan dalam novel tersebut adalah adat menjodohkan anak dan kebiasaan menyombongkan diri. Dalam kehidupan, adat dan kebiasaan ini seharusnya dihilangkan. Kebiasaan menyombongkan diri tidak baik karna dapat menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri.Kebiasaan menyobongkan diri ini dicerminkan melalui tokoh Sutan Barigin, ayah Mariamin. Ia merasa bahwa ia adalah orang kaya yang mampu mendapatkan segalanya. Namun hal ini tidak terbukti ketika ia mengajukan perkara pembagian hartanya ke pengadilan. Dalam kasus tersebut ia gagal melawan saudaranya yang tidak ia akui, Baginda Raja. Dari kejadian ini, Sutan Barigin baru menyesali perbuatannya dan ia membawa kesengsaraan bagi keluarganya sendiri.Adat menjodohkan dalam novel ini dicerminkan melalui tokoh Mariamin. Mariamin dan Aminudin memiliki kesamaan bahwa mereka dijodohkan dengan orang yang tidak mereka cintai. Hal ini membawa kesengsaraan bagi Mariamin ketika ia menikah dengan Kasibun. Setiap hari Mariamin disiksa olehnya. Selain itu, adat menjodohkan atau kawin paksa dalam novel tersebut tidak seharusnya diterapkan dalam kehidupan. Sikap orang tua yang menjodohkan anaknya tanpa kesepakatan dari kedua pihak bukanlah keputusan yang tepat, sebab manusia memiliki hak untuk berpendapat, begitu pula dengan anak. Apa yang dihendaki orang tua, belum tentu anak menyetujuinya. Jika orang tua tetap memaksa kehedaknya pada seorang anak, maka hasil dari kehendak itu akan menjadi hancur. Seperti yang terjadi pada kisah Azab dan Sengsara ini. Karena orang tua yang menjodohkan Mariamin dengan Kasibun, kehidupan Mariamin menjadi sengsara.Novel ini merupakan novel dari Merari Siregar yang berpengaruh di angkatan 20. Merari menuliskan cerita Azab dan Sengsara ini dengan sangat sengsara dan menyedihkan, sehingga terkesan sedikit kebahagiaan yang diceritakan dalam novel ini. Akhir cerita yang ditulis pun membuat pembaca merasa iba dan sedih terhadap kisah Mariamin. Dari kisah yang dituliskan, Merari memberi amanat yang implisit. Amanat itu tersimpan dalam peristiwa-peristiwa yang menyengsarakan Mariamin. Amanat tersebut seperti tidak boleh menyombongkan diri sendiri dan sebagainya. Pembaca harus bisa menyimpulkan sendiri amanat dari berbagai konflik yang terjadi. Di sinilah peran ketelitian pembaca harus ditajamkan. Jika tidak, maka dikhawatirkan pembaca hanya mengenang kisah sedihnya dan tidak mengetahui amanat apa yang tersirat. Dari keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa Merari berhasil menulis Azab dan Sengsara sehingga pembaca ikut hanyut dalam suasana sedih yang tertulis dalam novel tersebut.Diposkan oleh Anan Casa di 19