repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web...

158
EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI OKUPASI: KOGNITIF (MENGINGAT GAMBAR) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUANKOGNITIFANAK AUTISME USIA SEKOLAH DI SLB AUTISMA PERMATA BUNDA KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2017 Penelitian Keperawatan Anak SKRIPSI Oleh : DARWIN EFENDI 13103084105012 Oleh : DARWIN EFENDI 13103084105012

Transcript of repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web...

Page 1: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI OKUPASI: KOGNITIF (MENGINGAT GAMBAR) TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUANKOGNITIFANAK AUTISME USIASEKOLAH DI SLB AUTISMA PERMATA

BUNDA KOTA BUKITTINGGITAHUN 2017

Penelitian Keperawatan Anak

SKRIPSI

Oleh :

DARWIN EFENDI13103084105012

Oleh :

DARWIN EFENDI13103084105012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PERINTIS PADANGTAHUN 2017

Page 2: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI OKUPASI: KOGNITIF (MENGINGAT GAMBAR) TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUANKOGNITIFANAK AUTISME USIASEKOLAH DI SLB AUTISMA PERMATA

BUNDA KOTA BUKITTINGGITAHUN 2017

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MemperolehGelar Sarjana Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKes PERINTIS Padang

Oleh :

DARWIN EFENDI13103084105012

Oleh :

DARWIN EFENDI13103084105012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PERINTIS PADANGTAHUN 2017

Page 3: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : DARWIN EFENDI

Nim : 13103084105012

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan

atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya

orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia

menerima sanksi seberat – beratnya atas perbuatan tidak terpuji tersebut.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada

paksaan sama sekali

Bukittinggi, Agustus 2017

Yang membua pernyataan

Darwin Efendi

Page 4: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Halaman PersetujuanEFEKTIVITAS PEMBERIAN TERAPI OKUPASI : KOGNITIF

(MENGINGAT GAMBAR) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK AUTISME USIA SEKOLAH DI SLB AUTIS PERMATA BUNDA

BUKITTINGGI TAHUN 2017

OLEH :DARWIN EFENDI

13103084105012

Skripsi ini telah disetujui dan telah diseminarkanBukittinggi, 01 Agustus 2017

Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Yendrizal Jafri S.Kp, M.Biomed

NIK: 1420106116893011

Pembimbing II

Ns. Aldo Yuliano, S.Kep NIK: 1420120078509053

DiketahuiKetua PSIK STIKes Perintis Padang

Ns. Yaslina, M. Kep, Sp. Kep. Kom NIK:1420106037395017

Page 5: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Halaman PengesahanEFEKTIVITAS PEMBERIAN TERAPI OKUPASI:KOGNITIF

(MENGINGAT GAMBAR) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUANKOGNITIF ANAK AUTISME USIA

SEKOLAH DI SLB AUTISMA PERMATA BUNDA KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2017

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim pengujiPada

Hari/Tanggal : Selasa / 01 Agustus 2017 Pukul : 15:00 Wib

OlehDARWIN EFENDI

NIM: 13103084105012

Dan yang bersangkutan dinyatakan

LULUS

Tim Penguji :

Penguji I : Febriyanti M.Kep, Ns, Sp. Kep. An :.....................

Penguji II : Yendrizal Jafri S.Kp, M.Biomed :.....................

Mengetahui,

Ketua PSIK STIKes Perintis Padang

Ns. Yaslina, M. Kep, Sp.Kom

NIK: 1420120078509053

Page 6: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES PERINTIS PADANGSkripsi, Juli 2017DARWIN EFENDI13103084105012

Efektifitas Pemberian Terapi Okupasi:Kognitif (Mengingat Gambar) Terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif Pada Anak Autisme Usia Sekolah Di SLB Autis Permata Bunda Kota Bukittinggi.ix + VI BAB (78 halaman) + 5 tabel + 2 skema + 12 lampiran

ABSTRAKUNESCO melaporkan, tercatat 35 juta orang menyandang autisme diseluruh dunia. Ini berarti rata-rata 6 dari 1.000 orang di dunia mengidap autisme. Di indonesia sendiri pada Tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autisme dan 134.000 penyandang spektrum Autisme. Di Sumatera Barat dari hasil penelusuran jumlah penyandang autisme disekolah luar biasa di website dari 8 sekolah yang menangani masalah autisme pada anak terdapat jumlah penderita autisme yang ditangani disekolah tersebut berjumlah 374 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “efektifitas pemberian terapi okupasi:kognitif (mengingat gambar) terhadap peningkatan kemampuan kognitif pada anak autisme usia sekolah Di SLB Autis Permata Bunda Kota Bukittinggi tahun 2017”. Jenis penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan pendekatan one group pretest posttes. Teknik sampling adalah total sampling sampel sebanyak 15 orang anak autisme usia sekolah. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi perkembangan kognitif. Hasil penelitian didapatkan sebelum intervensi yaitu mean 60,27 (diragukan) dan setelah intervensi menjadi mean 64,73 (sesuai tahap perkembangan) dimana p value = 0.001 (α<0.05). Dapat disimpulkan bahwa terapi okupasi:kognitif (mengingat gambar) efektif terhadap peningkatan kemampuan kognitif pada anak autisme usia sekolah. Kepada pihak petugas SLB Autis Permata Bunda agar dapat secara rutin melaksanakan terapi okupasi sebagai salah satu intervensi keperawatan terhadap perkembangan kognitif anak dengan autisme. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, terapi yang telah diteliti dapat berguna dalam memberikan intervensi khususnya anak yang mengalami gangguan perkembangan kognitif agar bisa lebih berprestasi dalam belajar.

Kata Kunci : Anak Autisme, Terapi Okupasi, Perkembangan KognitifDaftar Bacaan : 46 (2001-2015)

Study Program Of NursingInstitute Of Healt Science Perintis PadangThesis, July 2017DARWIN EFENDI13103084105012

Page 7: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Effectiveness of Occupational Therapy: Cognitive (Given Images) Against Increased Cognitive Ability in Autism Children In School Age At SLB Autisma Permata Bunda Bukittinggi.IX + VI CHAPTER (78 pages) + 5 tables + 2 schemes + 12 attachments

ABSTRACTUNESCO reports that 35 million people have autism worldwide. This means an average of 6 out of 1,000 people in the world suffer from autism. In Indonesia alone in the Year 2015 is estimated there are approximately 12,800 children with autism and 134.000 people with spectrum Autism. In West Sumatera, the number of people with autism in schools was higher than the number of people with autism in schools. This study aims to determine "the effectiveness of occupational therapy therapy: cognitive (remember image) to increase cognitive abilities in children of school-aged autism At SLB Autism Gem of Mother of Bukittinggi City 2017". The type of this research is Quasi experiment with one group pretest posttes approach. Sampling technique is a total sampling of 15 children of school-aged autism children. Data collection using cognitive developmental observation sheets. The results obtained before intervention were mean 60,27 (doubtful) and after intervention became mean 64,73 (according to development stage) where p value = 0.001 (α <0.05). It can be concluded that occupational therapy: cognitive (remember image) is effective against the improvement of cognitive abilities in school-age autism children. To the officials of SLB Autis Permata Bunda in order to routinely perform occupational therapy as one of nursing intervention to cognitive development of children with autism. It is expected that with this research, the therapies that have been studied can be useful in providing intervention, especially children who experience cognitive developmental disorder in order to better achievement in learning.

Keywords : Autism Children, Occupational Therapy, Cognitive DevelopmentReading List : 46 (2001-2015)

Page 8: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Darwin Efendi

Tempat/Tanggal Lahir : Lubuk Ambacang /17 November 2017

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Lubuak Ambacang, Kec. Hulu Kuantan

B. Identitas Orang Tua

Nama ayah : Marwan

Nama Ibu : Asnimar

Alamat : Lubuak Ambacang, Kec. Hulu Kuantan

C. Riwayat Pendidikan

2001 - 2007 : SDN 002 Lubuk Ambacang

2007- 2010 : SMPN 1 Kecamatan Hulu Kuantan

2010 - 2013 : SMAN 1 Kecamatan Hulu Kuantan

2013 – 2017 : STIKes Perintis Sumbar

Page 9: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

KATAPENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb

PujisyukursayapanjatkankepadaAllah SWT, karenaatasberkahdanrahmat-

Nya, sayadapatmenyelesaikanskripsil yang berjudul “Efektivitas Pemberian

Terapi Okupasi:Kognitif (Mengingat Gambar) Terhadap Peningkatan

Kemampuan Kognitif Pada Anak Autisme Usia Sekolah Di SLB Autis

Permata Bunda Kota BukittinggTahun 2017”

P

enulisanskripsiinidilakukandalamrangkamemenuhisalahsatusyaratuntukmendapa

tkan gelar Sarjana

Keperawata

n.Sayamenyadaribahwa,tanpabantuandanbimbingandariberbagaipihak,darimasap

erkuliahansampaipadapenyusunanskripsil

ini,sayaakankesulitanuntukmenyelesaikanskripsil ini.Olehkarenaitu,

sayamengucapkanterimakasihkepada:

1. Bapak Yendrizal jafri, S. Kp, M. Biomed, selaku Ketua STIKes Perintis

Padang

2. Ibu Ns. Yaslina, M. Kep, Sp. Kom, selaku Kepala Prodi Ilmu Keperawatan

STIKes Perintis Padang.

3. Bapak Yendrizal jafri, S. Kp, M. Biomed, selaku pembimbing I

y

angtelahmenyediakanwaktu,tenaga,danpikiranuntukmengarahkansayadala

mpenyusunanskripsil ini.

Page 10: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

4. Bapak Ns. Aldo Yuliano S. Kep, selaku pembimbing II yang

d

engansangatsabardanbijaktelahmemberikanbimbingandanpengarahandala

mpenulisan skripsil ini.

5. Bapak dan ibu staf pengajar Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis

Padang

y

angtelahmembimbingsehinggapenulismendapatkanilmudanbekaldalamcara

penyusunanSkripsil ini.

6. Direktur RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi yang

telahmemberikanizinpenelitiuntukmencaridatadalampenyusunanSkripsiini.

7. BapakdanIbundatercintasebagaicahayaterangdalamhidupku,atasdo’a

d

anusahanyadalammendukung,penyelesaianskripsilini,baikdalammorilmaup

unmateri,sertatidaklupakakakdan seluruh sanak family

yangselalumemberikanmotivasiuntukmenjadiyang terbaik.

8. Rekan-rekanSI Keperawatanangkatan2013yang

y

angsenantiasamemberikanmotivasiuntukterusberlombadalammenyelesaika

nstudidengansebaikmungkin.

K

esempurnaanhanyamilikAllahsemata,untukitupenulismenginginkankritikda

Page 11: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

nsarandemikesempurnaanskripsilini,karenapenulisyakinskripsilinimasihjau

hdarisempurna.

A

khirkatapenulisberharapsemogapenelitianinidapatbermanfaatbagipenulismaupun

pengembanganilmupengetahuanpadaumumnyadanilmukeperawatankhususnya.

Wassalamu’alaikumWr.Wb

Bukittinggi, Juli 2017

Penulis

DAFTARISI

HALAMANJUDUL

KATAPENGANTAR.................................................................................i

DAFTARISI................................................................................................iii

BABIPENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangMasalah....................................................................1

1.2 RumusanMasalah.............................................................................8

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuan Umum........................................................................8

1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................8

1.4 ManfaatPenelitian............................................................................9

1.5 Rung Lingkup Penelitian...................................................................10

BABII LANDASANTEORI

2.1 Konsep Autisme

2.1.1 Definisi...................................................................................11

2.1.2 Etiologi...................................................................................12

Page 12: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

2.1.3 Ciri-ciri Autisme.....................................................................18

2.1.4 Klasifikasi Autisme................................................................20

2.1.5 Terapi Autisme.......................................................................21

2.2 Konsep Perkembangan Kognitif

2.2.1 Definisi...................................................................................23

2.2.2 Perkembangan Kognitif Menurut Piaget................................24

2.2.3 Tahap Perkembangan Kognitif...............................................26

2.2.4 Kognitif Anak Autisme...........................................................29

2.3 Konsep Terapi Okupasi

2.3.1 Definisi...................................................................................30

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Terapi Okupasi.........................................31

2.3.3 Jenis-jenis Aktivitas Terapi Okupasi......................................33

2.3.4 Standar Pelaksanaan Terapi Okupasi .....................................36

2.4 Peneelitian Terkait...........................................................................42

2.5 Kerangka Teori................................................................................43

2.6 Hubungan Terapi Okupasi Dengan Perkembangan Kognitif...........44

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep.............................................................................46

3.2 Definisi Operasional........................................................................47

3.3 Hipotesis...........................................................................................48

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian..............................................................................49

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................50

4.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampel

4..3.1 Populasi.....................................................................................50

4.3.2 Sampel.....................................................................................51

4.3.3 Teknik Sampling.....................................................................52

4.4 Instrumen Penelitian.........................................................................52

4.5 Metode Pengumpulan Data..............................................................52

Page 13: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

4.6 Pengolahan Data dan Analisa Data..................................................53

4.6.1 Pengolahan Data......................................................................53

4.6.2 Analisa Data............................................................................55

4.6.2.1 Analisis Univariat..............................................................55

4.6.2.2 Analisis Bivariat............................................................55

4.7 Etika Penelitian................................................................................56

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian.......................................................................................57

5.1.1 Analisa Univariat..........................................................................57

5.1.2 Analisa Bivariat...........................................................................62

5.2 Pembahasan............................................................................................63

5.1.1 Analisa Univariat..........................................................................64

5.1.2 Analisa Bivariat...........................................................................67

5.3 Keterbatasan Penelitian..........................................................................76

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ............................................................................................77

6.2 Saran.......................................................................................................78

DAFTARPUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Susunan Kegiatan Terapi Okupasi...............................................39

Tabel 3.1Defenisi operasional.....................................................................47

Tabel 4.1 Rancangan Penelitian...................................................49

Tabel 5.1 Distribusi Rata-Rata (Pretest)......................................60

Tabel 5.2 Distribusi Rata-Rata (Posttest).....................................61

Tabel 5.3 Distribusi Rata-Rata(pre-posttest)................................62

Page 15: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

DAFTAR SKEMA

Skema Kerangka Teori............................................................43

Skema Kerangka Konsep.........................................................46

Page 16: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Inform Consent

Lampiran 3 SOP Terapi Okupasi “Mengingat Gambar”

Lampiran 4 Lembar Observasi Perkembangan Kognitif

Lampiran 5 Media Gambar Terapi Okupasi “Mengingat Gambar”

Lampiran 6 Leaflet Terapi Okupasi

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Lampiran 8 Master Tabel Perkembangan Kognitif

Lampiran 9 Surat Izin Selesai Penelitian

Lampiran 10 Hasil Pengolahan Data Dan Analisa Data

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 12 Lembar Konsul

Page 17: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak merupakan anugrah Tuhan yang harus dijaga dengan baik agar

mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam hidupnya. Periode

emas atau golden (0-3 tahun) merupakan masa anak mengalami

pertumbuhan dan perkembangan secara cepat, hal ini mengisyaratkan

bahwa apabila perkembangan pada asfek kognitif, motorik, serta efektip

bisa dicapai secara optimal yang akan mendukung perkembangan anak

selanjutnya. Hal ini tentu saja bisa di capai apabila anak tumbuh secara

normal, berarti bahwa tidak ada gangguan yang di derita anak baik secara

fisik, psikologis, maupun perilakunya, sebaliknya jika anak memiliki

gangguan fisik seperti kecacatan tubuh fisik, maupun psikologis seperti

Page 18: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

autisme, serta gangguan perilaku, maka dapat menghambat perkembangan

dan pertumbuhannya pula (Ekowarni, 2014).

UNESCO melaporkan, tercatat 35 juta orang menyandang autisme

diseluruh dunia.Ini berarti rata-rata 6 dari 1.000 orang di dunia mengidap

autisme. Penelitian Center For Diasase Control (CDC) di Amerika

(2012), menyatakan bahwa perbandingan autisme adalah 1:68. Di Asia,

penelitian Hongkong Study (2012) melaporkan tingkat kejadian autisme

dengan prevelansi 1,68 per 1.000 orang untuk anak dibawah 15 tahun

(Sirrait, 2013).

Di Indonesia sendiri jumlah angka pertumbuhan anak penyandang

autisme juga meningkat pesat. Pada tahun 2010 Dr.Melly Budhiman

menyatakan perbandingan anak autisme adalah 1:500 (Kompas:2012).

Empat tahun kemudian Menteri Kesehatan saat itu, Ibu Siti Fadhilah

Supari menyatakan jumlah anak penyandang autisme adalah: 475

ribu,Judarwantomenyatakan perbandingan anak autisme adalah 1:150 atau

meningkat 300% dibanding tahun 2010. Jika mengikuti prevalensi dunia

yakni 1:100, secara agregrat, jika mengacu dari total jumlah anak usia 0-12

th di Indonesia yang saat ini berjumlah 52 juta (Diknas, 2014),maka

jumlah anak penyandang autisme di Indonesia saat ini adalah 532.000

ribu. Jika dipresentasi tingkat pertumbuhan dalam satu dekade terakhir

maka di tiap tahun Indonesia kebanjiran 53.200 anak penyandang autisme

baru, atau sekitar 147 anak perhari.Tahun 2015diperkirakan satu per 250

anak mengalami ganguan spektrum autisme. Tahun 2015 diperkirakan

Page 19: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autisme dan 134.000

penyandang spektrum Autisme di Indonesia (Budiman, 2015).

Di Sumatera Barat sendiri sampai saat ini belum ada data resmi

tentang penderita autisme, dikarenakan kehadiran anak autisme tidak

menetap tiap semester.Dari hasil penelusuran jumlah penyandang autisme

disekolah luar biasa di website dari 8 sekolah yang menangani masalah

autisme pada anak terdapat jumlah penderita autisme yang ditangani

disekolah tersebut berjumlah 374 orang (Amelia, 2013).

Menurut penelitian Rahayu (2014). Data dari Dinas Pendidikan

Sumatera Barat tahun 2013 tercatat sebanyak 472 orang anak penderita

autisme, dan untuk Kota Padang jumlah anak autisme sebanyak 227 orang

yang tersebar diberbagai sekolah autisme seperti SLB Autis YPPA, SLB

Autis BIMA, SLB Autis Buah Hati Ibu, SLB Autis Harapan Bunda, SLB

Autis Yayasan Mitra Ananda, dan SLB Autis Mitra Kasih Karunia.

Di Bukittinggi terdapat 6 SLB yang menampung anak autisme, namun

sekolah yang menangani masalah autisme secara khusus yaitu Yayasan

Permata Bunda, Sekolah Luar Biasa Autis Permata Bunda.Sekolah ini

berdiri sejak 03 Agustus 2016.Didapatkan data jumlah siswa Sekolah Luar

Biasa Autis Permata Bunda tahun ajaran 2016/2017 menampung siswa

sebanyak 61 murid. Dari 61 murid tersebut ada 15 orang anak autisme usia

sekolah.

Anak autisme memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda

satu sama lain, sehingga hal tersebut menentukan caranya berinteraksi

Page 20: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

terhadap diri dan lingkungan serta menjadikan anak autisme sebagai

pribadi yang unik. Ketidak mampuan dalam berkomunikasi ini disebabkan

adanya kerusakan sebagian fungsi otak. Gangguan perilaku ini dapat

berupa kurangnya interaksi social, penghindaran kontak mata, kesulitan

dalam mengembangkan bahasa, pengulangan tingkah laku, dan kurangnya

kemampuan kognitif anak autisme (Mangunsong,2009).

Kemampuan kognitif merupakan salah satu aspek yang perlu

dikembangkan oleh anak usia dini dalam rangka mengembangkan

pengetahuannya tentang apa yang dilihat, didengar, diraba, dirasa, ataupun

dicium melalui panca indera yang dimiliki. Kognitif adalah sutau proses

berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan

mempertimbangkan suatu kejadian (Sujiono, 2008). Pengembangan aspek

kognitif pada anak usia dini sebaiknya disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

berfikir. Oleh karenanya kemampuan kognitif sangat penting bagi

kehidupan seseorang dan perlu dibekali serta dikembangkan sedini

mungkin, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus termasuk anak

autisme.

Pada permasalahan kognitif, anak autisme yang tergolong dalam usia

dini mengalami kesulitan dalam menerima materi pembelajaran yang

disebabkankurangnya pemahaman anak dalam menerima informasi

pembelajaran. Anak dengan gangguan autismemengalami kesulitan dalam

memproses dan menyimpan informasi non-visual (Dettmer, dkk, 2000).

Page 21: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Pendapat lain dikemukakan oleh Sunardi dan Sunaryo (2007) hambatan

perkembangan kognitif yang dimiliki anak autisme berbeda dengan anak

pada umunya yang ditandai dengan acuh terhadap stimuli pendengaran dan

mengalami kesulitan dalam memahami instruksi yang lebih kompleks.

Kesulitan dalam memahami informasi yang dihadapi individu dengan

gangguan autisme tidak menutup anak autisme pada usia dini

mendapatkan pembelajaran yang baik. Dalam upaya membantu anak

autisme meningkatkan pemahaman dalam konsep salah satunya konsep

ukuran, diberikan berbagai dukungan visual baik dua atau tiga dimensi di

dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Quill, 1995 (Dettmer dkk, 2000)

yang menyatakan bahwa individu dengan gangguan autisme lebih mudah

untuk memperoleh informasi secara visual dua atau tiga dimensi daripada

stimulus pendengaran. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Nawawi dkk,

2009) anak autisme juga lebih mudah memahami hal konkrit yang dapat

dilihat dan dipegang dari pada hal abstrak.

Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat diterapi

(treatable).Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat

diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal

mungkin misalnya dengan terapi, sehingga anak tersebut bisa berbaur

dengan anak lain secara normal (Widyawati, 2001).

Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh seseorang termasuk anak

autisme perlu keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan,

karena dalam keadaan tegang seseorang tidak akan dapat menggunakan

Page 22: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi kosong (Denisson,

2006). Suasana menyenangkan dalam hal ini berarti anak berada dalam

keadaan yang sangat rileks, tidak ada sama sekali ketegangan yang

mengancam dirinya baik fisik maupun non fisik (Papalia, 2008). Keadaan

tersebut akan memberikan kenyamanan tersendiri bagi anak autisme untuk

mengembangkan kemampuan kognitif dan membuka jalan bagi anak

autisme dalam mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya.

Pengembangan kognitif yang dimaksudkan yaitu individu mampu

mengembangkan kemampuan persepsi, atensi, ingatan (memory), berpikir,

konsentrasi, fokus-pemahaman terhadap simbol, melakukan penalaran dan

memecahkan masalah (Santrock, 2006). Dalam studi ini yang akan diteliti

adalah atensi, fokus pemahaman, ingatan jangka pendek, dan konsentrasi

yang juga menjadi bagian dari kemampuan kognitif individu, dan biasanya

terdapat hambatan pada anak autisme (Santrock, 2006). Kemampuan

kognitif berpusat pada organ otak individu, sehingga untuk meningkatkan

kemampuan kognitif seseorang bisa dengan mengaktifkan fungsi otak.

Untuk mencapai tingkat kemampuan kognitif yang baik pada anak

autisme, anak autisme perlu mendapatkan suatu terapi yang dapat

menunjang proses tersebut. Salah satu terapi yang bisa diberikan kepada

anak autismeadalah terapi okupasi (Wahyu, 2012).

Terapi okupasi diberikan untuk melatih kemandirian, kognitif

(pemahaman), kemampuan sensorik dan kemampuan motorik anak dengan

autisme. Terapi ini diberikan karena pada dasarnya anak dengan autisme

Page 23: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

sangat bergantung dengan orang lain dan anak dengan autisme ini juga

acuh sehingga mereka beraktifitas tanpa adanya komunikasi serta tidak

memperdulikan orang lain. Terapi okupasi ini sangat membantu anak

dalam mengembangkan kemandirian serta meningkatkan fokus atau

konsentrasi anak autisme dalam belajar (Qaharani, 2010).

Terapi okupasi selain digunakan untuk anak autisme dapat pula

diterapkan untuk anak/orang dewasa yang mengalami kesulitan belajar,

hambatan motorik (cedera, stroke, traumatic brain injury), sensory

processing disorders, cerebral palsy, down syndrome, Attention Deficit

Hyperactivity Disorder (ADHD),genetic disorders, asperger’s syndrome,

kesulitan belajar, keterlambatan wicara, gangguan perkembangan

(Cerebral Palsy/CP), Pervasive Developmental Disorder (PDD) dan

keterlambatan tumbuh kembang lainnya (Kosasih, 2012).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara

meberikan soal matematika penjumlahan dengan soal (6+17) kepada 15

anak autisme usia sekolah di SLB AutisPermata Bunda, pada kamis 19

Januari 2017, didapatkan hasil bahwa dari 15 anak autisme 13 anak

(86,67%) tidak mampu menjawab dengan benar, dan 2anak (13,33%)

mampu menjawab soal matematika penjumlahan (6+17) dengan benar.

Berdasarkan fenomena yang telah disebutkan diatas maka peneliti

tertarikmelakukan penelitian yang berjudul “ Efektifitas Pemberian Terapi

Okupasi:Kognitif (Mengingat Gambar) Terhadap Peningkatan

Page 24: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Kemampuan Kognitif Pada Anak Autisme Usia Sekolah Di SLB Autis

Permata Bunda Kota Bukittinggi.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah di sebutkan di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengetahui “apakah pemberian terapi okupasi: kognitif

(mengingat gambar) efektif meningkatkan kemampuan kognitif pada anak

Autismeusia sekolah di SLB Autis Permata Bunda Kota Bukittinggi.”

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas pemberian terapi okupasi: kognitif (mengingat

gambar) dalam meningkatkan kemampuan kognitif pada anak Autismeusia

sekolah

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Teridentifikasi rata –rata tingkat kemampuan kognitif sebelum (pre-

test) pemberian terapi okupasi pada anak autismeusia sekolah.

Page 25: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

1.3.2.2 Diketahui rata-rata tingkat kemampuan kognitif setelah (post-test)

pemberian terapi okupasi pada anak autisme usia sekolah.

1.3.2.3 Diketahui rata-rata efektifitas pemberian terapi okupasi dalam

meningkatkan kemampuan kognitif pada anak autismeusia sekolah.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi institusi pendidikan

Terapi okupasi ini dapat diaplikasikan oleh guru, untuk dapat

diterapkan dan ditingkatkan dalam melakukan kegiatan sehari hari (ADL)

dan dalam meningkatkan kemandirian anak autisme.

1.4.2 Bagi institusi pelayanan kesehatan

Penelitian tentang terapi okupasi yang diberikan kepada anak dengan

autisme dalam meningkatkan kemampuan kognitif ini dapat menambah

wawasan dan sebagai bahan rujukan bagi institusi pendidikan

keperawatan.

1.4.3 Bagi peneliti selanjutnya

Terapi okupasi ini dapat dijadikan bahan tambahan dan informasi

untuk pengembangan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas terapi

Page 26: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

okupasi: kognitif (mengingat gambar) terhadap peningkatan kemampuan

kognitif pada anak dengan berkebutuhan khusus dengan tingkat

Intelligence Quotient (IQ) yang sama.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini tentang Efektifitas Pemberian Terapi Okupasi: Kognitif

(Mengingat Gambar) Terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif Pada

Anak AutismeUsia Sekolah Di SLB Autis Permata Bunda Kota Bukittinggi.

Variabel yang diambil dari penelitian ini adalah pemberian terapi okupasi:

kognitif (mengingat gambar) Terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif.

Peningkatan kemampuan kognitif yang diterapkan dengan memberian

terapi okupasi:kognitif belum banyak di bahas. Terapi okupasi sudah mulai

dikembangkan dan diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus.Sampel

penelitian adalah 15 anak autismeusia sekolah di SLB Autis Permata Bunda

Kota Bukittinggi yang dilakukan pada 24 maret – 6 April 2017.Penelitian

ini menggunakan lembar standar operasional prosedur (SOP) terapi okupasi

(mengingat gambar) dan lembar observasi perkembangan kognitif yang

dimodifikasi sendiri oleh peneliti sebagai instrumen penelitian. Penelitian

Page 27: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yang

digunakan adalah Quasi eksperimen. Desain ini menggunakan pendekatan

one group pretest posttest.Pada study one group pretest posttestini

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkkan satu

kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan

intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah dilakukan intervensi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Autisme

2.1.1 Defenisi

Autisme berasal dari kata “auto” yang artinya sendiri.Istilah ini dipakai

karena mereka yang mengidap gejala autisme seringkali memang terlihat

seperti orang yang hidup sendiri.Mereka seolah-olah hidup di dunianya

sendiri dan terlepas dari kontak sosial yang ada disekitarnya.Autisme

merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa

sekumpulan gejala akibat adanya kelainan saraf – saraf tertentu yang

menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga

mempengaruhi tumbuh kembang, kemampuan komunikasi, dan kemampuan

interaksi sosialnya (Sunu, 2012).

Page 28: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan

Jiwa di Indonesia III) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan 1993

dan merupakan terjemahan dari ICD-X (International Classification of

Diseases-X) yang diterbitan WHO 1992 dan DSM-IV, yang dimaksud

autisme masa anak adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai

oleh adanya abnormalitas atau adanya perkembangan yang muncul sebelum

usia 3 tahun, dan anak mempunyai fungsi abnormal dalam 3 bidang yaitu

interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang.

2.1.2 Etiologi

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal

timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang

dapat menjadi penyebab timbulnya autisme berdasarkan beberapa hasil

penelitian:

2.2.2.1 Faktor Psikologis dan Keluarga

Faktor-faktor psikologis yang dapat menyebabkan gangguan

autisme adalah ketidaksadaran dan ketidakpahaman akan eksistensi diri

yang sebenarnya berbeda dengan orang lain, tidak memiliki percaya diri

pada kekuatan dan potensinya, sikap menarik diri dari situasi sosial,

pandangan dunia luar yang terlalu sempit, disabilitas kognitif

(keterlambatan kognitif), kegagalan dalam relasi sosial,

Page 29: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

ketidakmampuan berbahasa, rendahnya kosep diri dan perilaku yang

tidak lazim (Pieter, dkk, 2011).

Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem, 1943) menganggap

autisme sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang

tua (ibu) dan anak.Demikian juga dikatakan, orang tua atau pengasuh

yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat

menyebabkan anak asuhnya menjadi autisme (Joko, 2013).

2.2.2.2 Faktor Biologis

a) Faktor genetik

Yaitu keluarga yang terdapat anak autisme memiliki resiko lebih

tinggi dibanding populasi keluarga normal.Hal ini didasarkan pada

pewarisan sifat-sifat induk melalui kromosom.Setiap Manusia normalnya

mengandung 46 kromosom, atau dapat dikatakan 23 kromosom dari laki-

laki dan 23 kromosom dari perempuan.Sedangkan kromosom manusia

yang tidak normal memiliki 45 atau 47 buah kromosom.Kromosom yang

tidak normal inilah yang membawa sifat keturunan gangguan

mental.dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autisme (Joko,

2013).

Page 30: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Kromosom sendiri terbagi menjadi dua, yaitu kromosom sek yang

terdiri dari satu pasang kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan

kromosom otomos yang merupakan kromosom pasangan pertama sampai

pasangan ke-22 yang mewarisi sifat-sifat induknya seperti bentuk badan,

warna kulit, intelegensi, bakat-bakat khusus dan juga gangguan mental

(Hasdianah, 2013).

Menurut para peneliti, faktor genetik memegang peranan kuat

sebagai penyebab autisme karena manusia banyak mengalami mutasi

genetik akibat dari cara hidup yang semakin “modern” seperti

penggunaan zat kimia dalam kehidupan sehari-hari, dan faktor udara

yang semakin terpolusi (Hasdianah, 2013).

Hasil penelitian lain menemukan bahwa gangguan autisme lebih

banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak

perempuan, yakni sekitar 3-5 lebih banyak pada anak laki-laki. Namun

tingkat keparahannya lebih banyak terjadi pada anak perempuan, apalagi

jika memiliki riwayat keluarga autisme. Sementara penelitian Cook

(2001) menemukan bahwa gangguan autisme memiliki komponen

genetik dari keluarga yang memiliki anak autisme berkisar 3-5%. Hasil

penelitian pada anak kembar ternyata ditemukan bahwa adanya

kesesuaian gen gangguan autisme pada anak kembar monozigotik dengan

angka kontribusi diperkirakan sekitar 36% (Pieter, dkk., 2011).

2.2.2.3 Pre Natal

Page 31: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Beberapa faktor yang dapat memicu munculnya autisme pada

masa kehamilan terjadi pada masa kehamilan 0-4 bulan, bisa diakibatkan

oleh polutan logam berat (Pb, Hg, Cd, Al), infeksi (toksoplasma, rubella,

candida, dan sebagainya), zat adatif (pengawet dan pewarna),

hiperemesis (muntah-muntah berat), perdarahan berat, dan alergi berat

(Sunu, 2012).

a) Lama masa kehamilan

Penelitian yang dilakukan Tommy Movsas dari Michigan State

University menunjukkan bahwa bayi yang lahir prematur (sebelum usia

kandungan cukup bulan) mempunyai risiko tinggi mengidap autisme.

Demikian juga jika lahirnya lebih lama dari masa kehamilan normal, risiko

mengidap autisme juga sama tinggi (Hasdianah, 2013).

Usia kehamilan normal pada ibu hamil yaitu 37-42 minggu, Sedangkan

kehamilan yang lebih dari 42 minggu disebut sebagai kehamilan lewat

waktu (postterm), dan disebut kehamilan preterm jika usia kehamilan

kurang dari 37 minggu. Biasanya bayi yang lahir prematur akan mudah

terserang penyakit, yaitu penyakit kuning. Disebut kehamilan preterm jika

usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Hal ini berdampak pada bayi dimana

kekebalan tubuh bayi masih lemah karena fungsi organ tubuhnya belum

terbentuk sempurna, sehingga perkembangan bayi terganggu (Hasdianah,

2013).

b) Obesitas

Page 32: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Menurut Paula Krakowiak, epidemiolog dari UC Davis MIND Institute,

penelitian terbaru yang dilakukan para ilmuwan yang berafiliasi dengan UC

Davis MIND Institute menemukan bahwa ibu yang obesitas beresiko 67%

lebih besar melahirkan anak yang menyandang autisme (Solikhah, 2011).

Menurut dr. Suririnah, bahwa selama kehamilan, ibu hamil perlu untuk

bertambah berat badan. Berat badan wanita hamil akan mengalami kenaikan

sekitar 6,5-16,5 kg. Metode yang biasa digunakan adalah BMI (Body Mass

Index).Kenaikan berat badan terlalu banyak ditemukan pada kasus

preeklampsi dan eklampsi.Hal ini berhubungan dengan hipertensi pada

kehamilan yang dapat dengan cepat menimbulkan oliguria dan disfungsi

ginjal. Sehingga prognosis pada bayi dan ibunya menjadi serius ( Solikhah,

2011)

c) Diabetes

Selain obesitas, hasil penelitian para ilmuwan yang berafiliasi dengan

UC Davis MIND Institue juga menemukan bahwa penderita diabetes

berisiko 2,3 kali lebih besar memiliki anak dengan gangguan perkembangan

dibandingkan ibu dengan kondisi sehat. Namun, proporsi ibu dengan

diabetes yang memiliki anak autisme lebih tinggi daripada ibu yang sehat,

meski secara statistik tidak terlalu signifikan.Studi ini juga menemukan,

anak autisme dari ibu penderita diabetes lebih mungkin mengalami

kecacatan (rendahnya pemahaman bahasa dan komunikasi) dari pada anak

autisme yang lahir dari ibu yang sehat. Namun, anak-anak tanpa autisme

Page 33: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

yang lahir dari ibu penderita diabetes juga rentang mengalami gangguan

sosialisasi jika dibandingkan dengan anak tanpa autisme dari ibu yang sehat

( Joko, 2013).

d) Perdarahan selama masa kehamilan

Perdarahan selama kehamilan sering bersumber dari placenta

complication yang menyebabkan gangguan perkembangan otak.Perdarahan

pada awal kehamilan berkaitan dengan kelahiran prematur dan memiliki

berat bayi yang rendah, dimana kondisi ini sangat rentang terjadinya

autisme.Dalam periode neonatus, anak autisme mempunyai insiden yang

tinggi untuk mengalami sindrom gawat pernapasan dan anemia neonatus.

Beberapa komplikasi yang timbul pada neonatus mempengaruhi kondisi

fisik bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan kelahiran, maka hal

yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah pada otak dan oksigen

ke seluruh tubuh. Dan organ yang paling sensitif terkena autisme adalah

otak (Pieter, dkk., 2011).

e) Usia orang tua saat hamil

Menurut Alycia Halladay,2010. Direktur Riset Studi Lingkungan

Autism Speaks, makin tua usia orang tua saat memiliki anak, makin tinggi

risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010

menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki

anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun. Hal ini

diduga karena terjadinya faktor mutasi gen ( Admin, dkk, 2006 ).

f) Neurobiologis

Page 34: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Dari data prevalensi menunjukkan bahwa tiga dari empat penderita

autisme memiliki kecenderungan retradasi mental dengan tingkat estimasi

antara 30%-70%, sehingga penderita autisme memperlihatkan abnormalitas

neurobiologis, seperti kekakuan gerakan tubuh dan cara berjalan yang

abnormal. Hasil CATSCAN (Computer Assisted Axial Tomography) dan

MRI (Magnetic Resonance Imaging) menemukan adanya abnormalitas

cerebellum pada penderita autisme. Penemuan ini diperkuat oleh penelitian

Courchesne (1991) yang menemukan adanya keterkaitan abnormalitas otak

bagian cerebellum terhadap gangguan autisme( Pieter, dkk., 2011 ).

g) Gangguan sistem pencernaan

Kurangnya enzim sekretin diketahui berhubungan dengan munculnya

gejala autisme.Kasus semacam ini ditemukan pada seorang penderita

autisme bernama Parker Back pada tahun 1997.Selain itu, hasil pemeriksaan

usus anak-anak yang mengalami autisme ditemukan adanya

peradangan.Dari hasil penelitian, peradangan ini diketahui disebabkan oleh

virus campak (Sunu, 2012).

2.1.3 Ciri-Ciri Autisme

2.1.3.1 Gangguan pada Kognitif

Dalam bidang kognitif, mereka masih mempunyai ingatan yang

cukup baik, namun kurang memiliki fantasi atau imajinasi sehingga

memiliki sifat ketidaktertarikan yang kompleks baik kepada orang,

karakter khayalan, binatang, ataupun peran orang dewasa.

2.1.3.2 Gangguan pada Bidang Interaksi Sosial

Page 35: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Anak autisme sering memperlihatkan kurangnya respons sosial dan

gagal membentuk ikatan sosial sekalipun sudah terbiasa bergaul dengan

pengasuhnya.Orang-orang disekitarnya kerap kali dimanifestasikan

sebagai objek pencapaian kebutuhannya. Akibatnya anak autisme kurang

memiliki respon sosial ketika dia terluka, sakit atau kelelahan, sehingga

mereka sama sekali tidak mencari atau membutuhkan orang lain untuk

mendapatkan pertolongan.

2.1.3.3 Gangguan Bidang Komunikasi

Sejak dilahirkan, anak autisme memiliki kontak sosial yang sangat

terbatas.Perhatian mereka hampir tidak ada, terfokus kepada orang lain,

melainkan pada benda-benda mati yang disertai dengan taktil kenestesis,

yakni gerakan yang dilakukan bersamaan dengan nafsu meraba-raba

dirinya sendiri.

2.1.3.4Gangguan dalam Persepsi Sensoris

Gangguan ini ditandai dengan perilaku mencium-cium, menggigit-

gigit mainan atau benda-benda, dan bila mendengarkan suara yang baru,

mereka langsung menutup telinganya.Anak autisme juga tidak menyukai

rabaan dan pelukan.

2.1.3.5 Gangguan dalam Perilaku

Gangguan perilaku pada anak autisme ditandai dengan perilaku yang

berlebihan (excessive) dan perilaku yang sangat kurang (defisit), seperti

impulsif, repetitif, dan pada waktu tertentu dia akan merasa terkesan dan

Page 36: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

melakukan permainan yang monoton. Hal ini diakibatkan pola kelekatan

terhadap benda-benda tertentu.

2.1.3.6 Gangguan dalam Bidang Perasaan

Gangguan dalam bidang perasaan ditandai dengan kurangnya ras

empati (kurang mampu berbagi perasaan), tidak memiliki simpati,

toleransi yang sangat rendah, misal tertawa, menangis, marah atau

mengamuk (temper tantrum) tanpa sebab dan sulit dikendalikan,

terutama apabila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, maka

perilaku agresi atau merusaknya sulit dikontrol (Pieter, dkk., 2011).

2.1.4 Klasifikasi Autisme

Menurut Yatim (2002), klasifikasi anak autisme dikelompokkan

menjadi tiga, antar lain:

2.1.4.1 Autisme Persepsi

Dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah timbul sebelum

lahir.Ketidakmapuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan

reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak

bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.

2.1.4.2 Autisme Reaksi

Page 37: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

lni Terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan

kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah atau

sekolah dan sebagainya. Autisme ini akan memumculkan gerakan-

gerakan tertentu berulang-ulang disertai kejang-kejang. Gejala ini

muncul pada usia lebih besar 6 sampai 7 tahun sebelum anak memasuki

tahapan berpikir logis.

2.1.4.3 Autisme yang timbul kemudian

Terjadi setelah anak menginjak usia sekolah, dikarenakan kelainan

jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit

dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk

mengubah perilakunya yang sudah melekat (Pertiwi, 2013).

2.1.5 Terapi Anak Autis

Menurut Hasdianah (2013), ada beberapa terapi anak autis yaitu:

a) Applied Behavioral Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang memberikan pelatihan khusus bagi anak

autis dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/ pujian). Jenis terapi

ini bisa diukur kemajuannya.Saat ini, terapi ABA adalah terapi yang paling

banyak diterapkan di Indonesia.

b) Terapi Wicara

Page 38: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Hampir semua anak autis mempunyai kesulitan dalam hal bicaradan

berbahasa. Dalam hal ini, terapi wicara dan berbahasa akan sangat membantu

anak autis dalam belajar bicara.

c) Terapi Okupasi

Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam hal

perkembangan motorik halus. Gerak geriknya kaku dan kasar, anak autis

kesulitan untuk memegang benda dengan cara yang benar. Dalam hal ini,

terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot

halusnya dengan benar.

d) Terapi Fisik

Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif.Banyak diantara

anak autis mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik

kasarnya.Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang

kuat.Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi

sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan

memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

e) Terapi Sosial

Kekurangan yang paling mendasar bagi anak autis adalah dalam bidang

komunikasi dan interaksi.Anak-anak dalam kategori ini membutuhkan

pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi dua arah.Seorang terapis

sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul

dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.

f) Terapi Bermain

Page 39: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Meskipun terdengarnya aneh, anak autis membutuhkanpertolongan

dalam belajar bermain.Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar

bicara, komunikasi dan interaksi sosial.Seorang terapis bermain bisa

membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

g) Terapi Perilaku

Anak autis seringkali merasa frustasi.Teman-temannya seringkali tidak

memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan

kebutuhannya.Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan

sentuhan, dan mengakibatkan anak autis mengamuk.Seorang terapis perilaku

terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan

mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan

anak tersebut rutin untuk memperbaiki perilakunya.

h) Terapi Perkembangan

Floortime, Son-rise dan Relationship Developmental Intervention (RDI)

dianggap sebagai terapi perkembangan.Terapi perkembangan berbeda dengan

terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan keterampilan yang lebih

spesifik.

2.2 Konsep Perkembangan Kognitif

2.2.1 Defenisi

Page 40: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

 Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan manusia

mulai dari usia anak-anak sampai dewasa, mulai dari proses berfikir secara

konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan

logis (Syamsu yusuf, 2013).

Menurut Piaget Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat

kumulatif. Artinya, perkembargan terdahulu akan menjadi dasar bagi

perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila teriadi hambatan

pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan

memperoleh hambatan (Soetjiningsih, Suandi 2008).

2.2.2 Konsep Dan Prinsip Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut

Piaget

2.2.2.1 Anak adalah belajar yang aktif.

Piaget menyakini bahwa anak tidak hanya mengobservasi dan

mengingat apa-apa yang mereka lihat dan dengar secara

pasif.Sebaliknya mereka secara natura lmemiliki rasa ingin tahu tentang

dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk

membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang

mereka hadapi itu. Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-

anak menggunakan apa yang disebut oleh piaget dengan ” schema”

(skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran anak yang

digunakan untuk mengorganisasikan dan mengimplementasikan

informasi.

Page 41: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

2.2.2.2 Anak mengorganisasikan apa yang mereka pelajari dari

pengalamannya.

Anak-anak tidak hanya mengumpulkan apa-apa yang mereka

pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi satu kesatuan.Sebaliknya

anak-anak secara gradual membangun suatu pandangan menyeluruh

tentang bagaimana dunia bergerak.

2.2.2.3 Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi

dan akomondasi.

Menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses

yang bertanggung jawab, yaitu assimilation dan accomondation.

Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru

kedalam pengetahuan yang sudah ada.Sedanagkan akomondasi terjadi

ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru.

2.2.2.4 Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan kearah bentuk-

bentuk pemikiranyang lebih kompleks.

Menurut piaget, melalui kedua proses penyesuaian asimilasi dan

akomondasi sistem kognisi seseorang berkembang dari satu tahap ke

tahap selanjutnya, sehingga kadang-kadang mencapai equilibrium yakni

keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya

dilingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang

tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian

diatas. Namun keadaan seimbang ini tidak dapat bertahan hingga batas

waktu yang tidak ditentukan.Sebagai anak yang sedang tumbuh,

Page 42: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

kadang-kadang mereka berhadapan dengan situasi yang tidak dapat

menjelaskan secara memuaskan tentang dunia dalam termologi yang

dipahaminya saat ini. Kondisi demikian menimbulkan konflik kognitif

atau disequilibrium, yakni semacam ketidaknyamanan mental yang

mendorong untuk mencoba membuat pemahaman tentang apa yang

mereka saksikan. Dengan melakukan penggantian, mengorganisasi

kembali atau mengintegrasikan secara baik sekema-skema mereka

(dalam kata-kata lain, melalui akomondasi), anak-anak akhirnya

mampu memecahkan konflik, mampu memahami kejadian- kejadian

yang sebelumnya membingungkan, serta kembali mendapatkan

keseimbangan pemikiran.kejadian yang sebelumnya membingungkan,

serta kembali mendapatkan keseimbangan pemikiran (Soetjiningsih,

1998).

2.2.3 Tahap perkembangan kognitif

Piaget juga menyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang

melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa.

Dalam hal ini  Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase,

yaitu fase sensorimotor, fase praoperasional, fase operasi konkret, dan fase

operasi formal.(Needlman RD, 2004).

2.2.3.1 Fase sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)

Page 43: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Pada masa dua tahun kehidupannya, anak berinteraksi dengan

dunia di sekitarnya, terutama melalui aktivitas sensoris (melihat,

meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan persepsinya terhadap

gerakan fisik, dan aktivitas yang berkaitan dengan sensoris

tersebut.Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor.

(Needlman RD, 2004).

2.2.3.2 Fase Praoperasional (usia 2 - 7 tahun)

Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa

pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat

dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat

dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis

ini dapat berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan atau

berpura-pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnva

Fase ini memberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif

anak. Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional

yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan

menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak

mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya.

Fase ini merupakan rasa permulaan bagi anak untuk membangun

kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara

berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara

baik. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu

subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase

Page 44: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

berpikir secara intuitif. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4

tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk

menggambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir.Kemampuan

ini membuat anak dapat menggunakan balok-balok kecil untuk

membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya.

Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar

manusia  secara  sederhana. Subfase berpikir secara egosentris terjadi

pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh

ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir

orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak pada fase ini, ditentukan

oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah egosentris.

Subfase berpikir secata intuitif terjadi pada usia 4 - 7 tahun.  Masa ini

disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak

kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok

meniadi  rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya tidak mengetahui

alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi

rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk

berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian

(Needlman RD, 2004).

2.2.3.3 Fase Operasi Konkret (usia 7- 11 tahun)

Pada fase operasi konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara

logis sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang menjadi sumber

berpikir logis tersebut hadir secara konkret.

Page 45: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

 Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn kemampuan

mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan

benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara

pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.

2.2.3.4 Fase Operasi Formal (11  tahun sampai usia dewasa)

Fase operasi formal  ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir

konkret ke cara berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat

dilihat dari kemampuan  mengemukakan  ide-ide, memprediksi

kejadian yang akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu

mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan

kebenaran hipotesis (Needlman RD, 2004).

2.2.4 Kogitif Anak Autisme

Menurut ( Kathlyn, 2001: 154) kognitif anak autisme sebagai berikut:

1) Anak autisme biasanya memilik tingkat kecerdasan subnormal.

2) Perkembangan mental anak autisme mungkin mengalami

keterlambatan.

3) Anak autisme memiliki perilaku yang kurang baik.

4) Anak autisme memiliki konsentrasi yang buruk dan mudah terganggu.

Page 46: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

5) Kemampuan anak autisme memiliki keterbatasan dalam berpikir ke

depan.

6) Kemampuan anak autisme dalam memecahkan masalah mengalami

keterlambatan.

2.3 Terapi Okupasi (Occupational Therapy)

2.3.1 Definisi Terapi Okupasi

Okupasi ataupun pekerjaan sudah ada sejak tahun 2600 SM dan

dikenal sebagai sesuatu untuk mempertahankan hidup dan diketahui juga

sebagai suatu sumber kesenangan. Dengan bekerja seseorang akan

menggunakan otot – otot dan pikirannya seperti melakukan ataupun

bermain, latihan mengingat gambar, kerajinan tangan dan kegiatan –

kegiatan yang dapat mempengaruhi kesehatannya juga (Nasir & Muhith,

2011).

Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai

keterampilan motorik kasar dan motorik halus dengan lebih baik. Terapi

okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi

dan keterampilan otot pada anak dengan kata lain untuk melatih motorik

kasar dan motorik halus anak (Santoso, 2008).

Terapi Okupasi berasal dari kata Occupational Therapy.Occupational

diartikan sebagai suatu pekerjaan, dan theraphy yang diartikan sebagai

pengobatan.Jadi terapi okupasi adalah suatu terapi yang memadukan

antara seni dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada

Page 47: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

suatu aktivitas yang selektif agar kesehatan dapat ditingkatkan dan

dipertahankan, serta dapat mencegah kecacatan melalui kegiatan dan

kesibukan kerja untuk penderita cacat mental ataupun cacat fisik.Terapi

okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi

motorik, fungsi sensorik, fungsi kognitif serta fungsi sosial yang

menyebabkan individu tersebut mengalami hambatan dalam melakukan

aktivitas perawatan diri, aktivitas produktifitas dan dalam aktivitas untuk

mengisi waktu luang (Nasir & Muhith, 2011).

2.3.2Fungsi dan Tujuan Terapi Okupasi

Menurut Nasir & Muhit (2011) fungsi dan tujuan pemberian terapi

okupasi sebagai berikut :

2.3.2.1 Terapi khusus untuk klien dengan gangguan mental atau jiwa

a) Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga anak dapat

mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan

orang lain dan masyarakat sekitarnya.

b) Membantu dalam melampiaskan gerakan – gerakan emosi secara wajar

dan produktif.

c) Membantu menemukan bantuan kemampuan kerja yang sesuai dengan

bakat dan keadaannya.

d) Membantu dalam pengumpulan data, guna penegakan diagnosis dan

penetapan terapi lainnya.

Page 48: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

2.3.2.2 Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang

gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan

2.3.2.3 Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari – hari seperti makan,

berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi dan

alat elektronik lainnya) baik dengan atau tanpa alat bantu, serta

mengajarkan anak mandi dengan bersih

2.3.2.4 Membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di

rumah dan memberikan saran penyederhanan ruangan maupun letak

alat – alat kebutuhan sehari – hari

2.3.2.5 Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan

kemampuan yang masih ada

2.3.2.6 Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh anak

sebagai langkah dalam pre-cocational training. Berdasarkan aktivitas

ini akan dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan kerja,

sosialisasi, minat dan potensi anak dalam mengarahkan anak pada

kegiatan yang tepat.

2.3.2.7 Membantu anak untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu

selama masa rawat dengan berguna

2.3.2.8 Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan setelah anak

kembali bersama keluarga

Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk

tujuan rehabilitasi total pada anak melalui kerja sama dengan petugas lain

di rumah sakit. Dalam pelaksanaan terapi okupasi akan banyak

Page 49: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

overplapping dengan terapi lainnya sehingga dibutuhkan adanya kerja

sama yang terkoordinasi dan terpadu (Nasir & Muhith, 2011).

2.3.3 Jenis – jenis Aktivitas Terapi Okupasi

Beberapa aktivitas terapi okupasi yang dapat di berikan sebagai berikut

(Yusuf, dkk 2015) :

2.3.3.1 Aktivitas latihan fisik untuk meningkatkan kesehatan jiwa

Adapun contoh aktivitas yang bisa di lakukan untuk meningkatkan

kesehatan jiwa, antara lain : berjalan kaki selama 30 menit, berlari kecil

(jogging), bersepeda dan senam.

2.3.3.2 Aktivitas dengan pendekatan kognitif

Contoh aktivitas dengan pendekatan kognitif, antara lain :

mengingat gambar, mengintruksikan kepada anak untuk memperhatikan

benda yang ada di sekitarnya, lalu anjurkan anak untuk mengingat dan

memahami makna dari benda yang ia lihat.

Menurut Donna J. Bett (1999), ada 3 manfaat aktifitas dengan

pendekatan kognitif untuk anak autis yaitu:

a) Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi

Aktifitas dengan kemampuan kognitif dapat membantu

menstimulasi bagian otak yang tidak berkembang dan membantu anak

autis dalam mengekspresikan kecakapan non verbal. Saat anak autis

sedang melihat gambar misalnya, sesungguhnya dia sedang

berkomunikasi dengan menggunakan symbol. Proses ini dapat

membantu mengembangkan kecakapan komunikasinya secara

Page 50: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

langsung, serta membantu dalam mengelola proses berpikir.Secara

bersamaan, sang terapis juga dapat lebih focus dalam mengeksplorasi

kecakapan berkomunikasi anak dengan memanfaatkan beberapa teknik

tertentu, seperti memberi tugas menggambar dengan mencontoh dan

melukis, ataupun dengan mengingat gambar sesuai arahan terapis. Anak

dengan autismeakan merespon tugas yang diberikan terapis lewat

perubahan sikap. Metode ini juga dapat melatih anak untuk lebih focus

dan dapat terlibat secara langsung dalam proses interaksi dengan orang

lain.Saat terapis membangun hubungan dengan anak autis itulah anak

mulai mengembangkan kemampuan menyimpan dan menambah

pengalaman barunya. Itulah cara kerja dan proses komunikasi dalam

terapi, yaitu dengan menciptakan suasana positif yang sangat baik dan

menyehatkan. Cara ini juga bermanfaat untuk mengurangi kecemasan

dan membantu memperbaiki perkembangan emosi anak autis.Menurut

Dwijo, anak autis juga cenderung lebih mudah diarahkan oleh terapis

yang bisa menciptakan rasa aman dan nyaman serta bisa menjalin

hubungan sesuai karakteristik setiap anak. Jika anak autis dapat

merasakan pengalaman yang nyaman selama proses terapi berjalan,

maka ia akan mudah diarahkan

b) Mengembangkan Perasaan Anak Autis

Atifitas dengan pendekatan kognitif juga bermanfaat untuk

membantu mengembangkan perasaan dan emosi anak autis. Karena

anak autis tidak memiliki emosi dan perasaan yang stabil, contohnya

dengan menggambar terapis dapat melatih cara mengekspresikan

perasaan lewat kegiatan tersebut. Latihan ini juga berguna untuk

Page 51: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

melatih daya tahan atau keuletan dan kesabaran anak dalam

menyelesaikan suatu tugas selain membantu memperbaiki ekspresi dan

perasaannya. Menurut Arief Wibisono(2012), dalam proses latihan ini

seperti pada proses terapi yang dilakukan pada seorang anak autis

terapis memang dituntut memiliki kesabaran yang ekstra, mampu

memahami karakter anak dan sebisa mungkin dapat masuk atau

menyatu dengan sikap dan karakter anak agar ia dapat merasa nyaman

mengikuti proses terapi. Dengan teknik ini, anak akan merasa senang,

mau mendengar dan mengerti apa yang ingin disampaikan terapis.

c) Melatih Koordinasi Sistem Saraf

Koordinasi system saraf pada anak autis adalah salah satu aspek

penting. Penggunaan metode mengingat gambar dapat membantu

mengintergrasikan atau mengkoorinasikan perasaan anak autis,.

Meskipun memiliki kesulitan-kesulitan sesuai dengan karakteristik

individual anak, anak autis juga dapat mengembangkan keterampilan

komunikasi dan kepekaan visual mereka selama proses terapi

berlangsung. Sesuai dengan keunikan dan karakteristik masing-masing,

anak-anak autis juga dapat melakukan interaksi yang positif dengan

terapis selama terapi berlangsung. Lewat mekanisme ini, seiring dengan

pertumbuhan pola pikir dan sikap emosionalnya, sikap negative anak

autis pun akan berkurang. (Nirmala, 2012). 

2.3.3.3 Aktivitas yang mengacu kreativitas

Page 52: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Contoh kegiatan yang dapat mengacu kreativitas anak, antara lain :

mendongeng, melukis, permainan alat musik sederhana dan permainan

melipat kertas.

2.3.3.4 Training keterampilan

Contoh aktivitas yang dapat memicu training (pelatihan)

keterampilan anak, seperti senam dan menari.

2.3.3.5 Terapi bermain

Terapi bermain yang diberikan kepada anak hendaknya di

sesuaikan dengan usia dan tingkat pertumbuhan dan perkembangan

anak. Contoh aktivitas bermain yang di berikan kepada anak usia

sekolah (berkebutuhan khusus), seperti permainan lempar tangkap bola,

bermain peran, bermain musik, dsb.

2.3.4 Standar Pelaksanaan Terapi Okupasi

Standar pelaksanaan terapi okupasi berdasarkan pada proses pelayanan

terapi okupasi yang akan dilakukan oleh seorang terapis dari mulai

pemeriksaan sampai dengan pendokumentasian. Adapun standar proses

pelaksanaan terapi okupasi meliputi (PerMenKes RI No. 76, 2014) :

2.3.4.1 Asesmen (Pemeriksaan/pengumpulan data)

Page 53: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

a) Asesmen terapi okupasi meliputi proses pengumpulan data/informasi

berupa gangguan komponen kinerja okupasi yang meliputi komponen

motorik, sensorik, persepsi, kognitif dan psikososial

b) Isis asesmen sekurang-kurangnya memuat data anamnesa yang meliputi

identitas umum dan riwayat keluhan, serta pemeriksaan komponen

kinerja okupasi dan area kinerja okupasi serta mempertimbangkan

pemeriksaan penunjang

c) Re-asesmen atau pemriksaan ulang di mungkinkan bilamana terjadi

perubahan yang signifikan pada kondisi anak dalam fase

pengobatan/intervensi

d) Hasil asesmen di tuliskan pada lembar rekam medis klien baik pada

lembar rekam medis terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus

terapi okupasi

2.3.4.2 Penegakan Diagnosa Terapi Okupasi

a) Diagnosa terapi okupasi merupakan suatu pernyataan yang

menggambarkan keadaan multi dimensi klien yang dihasilkan dari

analisis hasil pemeriksaan dan pertimbangan klinis, yang dapat

menunjukkan adanya disfungsi atau gangguan komponen kinerja

okupasional dan area okupasional

b) Diagnosa terapi okupasi dapat berupa adanya gangguan komponen

kinerja okupasional dan area okupasional

2.3.4.3 Menentukan Tujuan Terapi

a) Tujuan terapi okupasi merupakan target terapi yang di rencanakan untuk

di capai sesuai dengan kondisi yang dialami oleh klien

Page 54: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

b) Tujuan terapi okupasi terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan

jangka pendek

c) Tujuan terapi okupasi dituliskan pada lembar rekam medis dan/atau

lembar kajian khusus terapi okupasi

2.3.4.4 Intervensi Terapi Okupasi

a) Intervensi terapi okupasi dilaksanakan dengan metode yang berbasis

bukti yang sesuai perkembangan ilmu terapi okupasi

b) Intervensi okupsi meliputi : unjunctive therapy, enabling therapy,

purposefull activity, dan occupational activity

c) Intervensi terapi okupsi di laksanakan dengan mengutamakan

keselamatan klien, dilakukan berdasarkan program perencanaan

intervensi dan dapat dimodifikasi setelah dilakukan evaluasi serta

pertimbanganteknis sesuai persetujuan klien atau keluarga

d) Program intervensi ditulis pada lembar rekam medis

2.3.4.5 Evaluasi dan Tindak Lanjut

a) Evaluasi/ re-evaluasi di lakukan oleh okupasi terapi sesuai tujuan

perencanaan intervensi

b) Evaluasi/ re-evaluasi merupakan kegiatan monitoring evaluasi yang di

lakukan pada saat intervensi dan/atau setelah intervensi, serta di

dokumentasikan pada rekam medis

c) Hasil evaluasi/ re-evaluasi dapat berupa kesimpulan, termasuk dan tidak

terbatas pada rencana penghentian program

d) Hasil evaluasi/ re-evaluasi di tuliskan pada lembar rekam medis

Adapun hal – hal yang perlu di evaluasi adalah :

1) Kemampuan anak dalam membuat keputusan

2) Tingkah laku selama beraktivitas

Page 55: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

3) Kesadaran akan adanya orang lain yang bekerja sama dengan anak

dan yang mempunyai kebutuhan sendiri

4) Kerja sama

5) Cara memperlihatkan emosi

6) Inisiatif dan tanggung jawab

7) Kemampuan untuk di ajak atau mengajak berunding

8) Menyatakan perasaan tanpa agresi

9) Kompetisi tanpa permusuhan

10) Menerima kritik dari keluarga ataupun teman

11) Kemampuan dalam menyatakan pendapat

12) Menerima dan menyadari keadaan diri sendiri

13) Kemampuan dalam menerima instruksi dan mengingatnya

14) Kemampuan beraktivitas tanpa harus di awasi

2.3.4.6 Pendokumentasian

Isi dokumentasi terapi okupasi sekurang-kurangnya memuat data

umum klien, data hasil pemeriksaan, identitas terapi, serta identitas

keluarga (jika diperlukan).

Tabel. 2.1. Susunan Kegiatan Terapi Okupasi “Mengingat Gambar”No

.Kegiatan Waktu

1. Persiapan :

a. Mengelompokkan anak sesuai indikasi, yaitu anak

dengan Autisme

b. Membuat kontrak waktu

5 – 10

menit

Page 56: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

c. Mempersiapkan alat dan tempat kegiatan

2. Orientasi :

a. Memberikan salam teraupetik dan menanyakan

keadaan anak

b. Perkenalan terapis

c. Evaluasi atau validasi (pre-test)

d. Kontrak :

1) Menjelaskan tujuan kegiatan :

a) Jangka pendek : anak dapat berinteraksi

dengan teman sekelompoknya

b) Jangka panjang : perkembangan kognitif

anak meningkat dan lebih konsentrasi

dalam belajar

2) Menjelaskan aturan kegiatan :

a) Jika ada anggota kelompok tidak mau

melakukan kegiatan, terapis akan

memvasilitasi anak

b) Lama kegiatan 20 – 30 menit

c) Setiap anak akan mengikuti kegiatan dari

awal kegiatan hingga kegiatan selesai

10 menit

3. Tahap Kerja :

SESI 1 (Membantu anak untuk mengenal kegiatan yang

akan dilakukan) :

a. Menyebutkan alat atau media gambar yang akan

digunakan

b. Menganjurkan anak menjelaskan jenis gambar,

kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis

gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang

sejenis dengan gambaryang digunakan

c. Memberi pujian jika anak berhasil

Pertemuan

ke – 1

Page 57: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

SESI 2 (Mengevaluasi sesi 1 dan memberitahu anak

jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari gambar,

melukis gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang

sejenis dengan gambar yang digunakan) :

a. Mengajarkan anak dan menjelaskan kepada anak

jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari

gambar, melukis gambar, dan menyebutkan satu

benda lain yang sejenis dengan gambar yang

digunakan.

b. Menganjurkan anak menjelaskan jenis gambar,

kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis

gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang

sejenis dengan gambar yang digunakan.

c. Memberi pujian jika anak berhasil.

SESI 3 (Mengevaluasi sesi 1 dan dan 2 menganjurkan

anak menyebutkan jenis gambar, kegunaan gambar,

nama dari gambar, melukis gambar, dan menyebutkan

satu benda lain yang sejenis dengan gambar yang

digunakan) :

a. Menganjurkan anak menyebutkan jenis gambar,

kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis

gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang

sejenis dengan gambar yang digunakan

b. Memberi pujian jika anak berhasil

Evaluasi (Post test)

Pertemuan

ke – 2

Pertemuan

ke – 3

Page 58: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

4. Tahap Terminasi :

a. Menanyakan keadaan anak setelah kegiatan

b. kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya

c. menutup kegiatan dan memberikan salam

teraupetik

10 menit

2.4 Penelitian Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Evi Hasnita (2014) judul efektifitas

terapi okupasi terhadap perkembangan motorik halus anak dengan autisme

di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autis Al-Ikhlas Bukittinggi dengan

hasil penelitian menunjukkan bahwa Dari hasil penelitian yang telah

Page 59: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa efektifitas terapi okupasi

terhadap perkembangan motorik halus anak autis di SLB Khusus Autis Al-

Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014. Sebelum diberikan terapi okupasi rata-rata

perkembangan motorik halus anak yaitu 3,62 (diragukan). Sesudah

diberikan terapi okupasi rata-rata perkembangan motorik halus anak yaitu

7,85 (sesuai tahap perkembangan). Didapatkan adanya efektifitas pemberian

terapi okupasi terhadap perkembangan motorik halus pada anak autis (p

value= 0.001) dengan taraf kesalahan (α) 0.05 diSLB Khusus Autis Al

Ikhlas Bukittingi Tahun 2014.

2.5 Kerangka Teori

Penyebab Autisme:1. Faktor Psikologis dan Keluarga2. Faktor Biologis:

a) Genetik3. Prenatal

a) Lama masa kehamilanb) Obesitasc) Diabetesd) Pendarahan pada masa kehamilane) Usia orang tua saat hamilf) Gangguan sistem pencernaan

(Pieter, dkk., 2011)

Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang ( anak berkebutuhan khusus) menguasai keterampilan motorik kasar dan motorik halus dengan lebih baik.(santoso, 2008)

Page 60: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Sumber :(Pieter, dkk., 2011), Santoso (2008), Nasir & Muhit (2011), Kathlyn (2001

2.6 Hubungan Terapi Okupasi Dengan Kemampuan Kognitif

Menurut Syamsu yusuf, 2013,  Perkembangan kognitif adalah tahap-

tahap perkembangan manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa,

mulai dari proses berfikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi

Ciri-ciri Autisme:1. Gangguan Pada Kognitif2. Gangguan pada bidang interaksi sosial3. Gangguan bidang komunikasi4. Ganggguan dalam persepsi sensori5. Gangguan dalam perilaku6. Gangguan dalam bidang perasaan

(Pieter, dkk., 2011)

Kogitif Anak Autisme1) Anak autisme biasanya memilik tingkat kecerdasan

subnormal.2) Perkembangan mental anak autisme mungkin mengalami

keterlambatan.3) Anak autisme memiliki perilaku yang kurang baik.4) Anak autisme memiliki konsentrasi yang buruk dan mudah

terganggu.5) Kemampuan anak autisme memiliki keterbatasan dalam

berpikir ke depan.6) Kemampuan anak autisme dalam memecahkan masalah

mengalami keterlambatan.

Tujuan Terapi Okupasi:Untuk meningatkan kemampuan motorik,)sensorik dan kognitif anak berkebutuhan khusus (Autisme).(Nasir & Muhit 2011

Page 61: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

yaitu konsep-konsep abstrak dan logis.Pada anak autis mereka mengalami

keterlambatan dalam bidang kognitif.

Menurut Astuti, anak autis pada umumnya memiliki kecakapan yang

lebih rendah dibanding dengan kelompok anak sebayanya, baik secara

kualitatif maupun kuantitatif (Astati, 2001). Gangguan Spectrum Autism

adalah gangguan proses perkembangan salah satunya penyandang autis

yang cenderung menarik diri dan mengalami keterlambatan dalam

perkembangan sensorik, motorik dan kognitif

Perkembangan kognitif dapat untuk menggambarkan perilaku mulai

dari psikologi, fisiologi, neurofisiologi. Menurut Prasetyono 2008, banyak

cara terapi yang bisa untuk mengembangkan kemampuan kognitif salah

satunya yaitu terapi okupasi.

Aspek yang dituju pada terapi okupasi adalah untuk membuat anak

memahami bahwa aktivitas okupasi yang mereka jalani merupakan suatu

kebutuhan yang akhirnya dapat menjadi keahlian untuk bekal hidup

mereka di kemudian hari.Sasaran terapi okupasi meliputi pemulihan,

pengembangan, dan pemeliharaan fisik, intelektual, sosial, dan emosi pada

anak.Terapi okupasi memiliki dominan terapi pada terapi mengingat

gambar dan terapi bermain.Dalam melakukan penelitian ini peneliti

menggunakan terapi mengingat gambar, yang tujuannya yaitu untuk

meningkatan konsentrasi dan melatih daya ingat anak autis.

Page 62: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Berdasarkan pemaparan dan hasil penelitian terdahulu di atas, bahwa

terapi okupasi memiliki hubungan untuk perkembangan kognitif anak autis

dengan cara terapi yaitu mengingat gambar.

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Page 63: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Kerangka konsep adalah suatu model konseptual yang membahas saling

ketergantungan antara variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi

dinamika situasi atau hal yang sedang atau yang akan diteliti sekarang.

Penyusunan kerangka konsep akan membantu kita untuk membuat hipotesa,

menguji hubungan tertentu dan membantu peneliti dalam menghubungkan

hasil penemuan dengan teori yang hanya dapat diamati atau diukur melalui

konstruk atau variabel (Nursalam, 2003).

Variabel independent adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya

atau berubahnya variabel dependent. Variabel independent yang akan diteliti

adalah terapi okupasi (mengingat gambar), sedangkan variabel dependent

adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel

dependent penelitian adalah peningkatan kemampuan kognitif (Nursalam,

2003).

Pre Intervensi Post

Sumber; Notioatmodjo (2012)Keterangan:X1 : kognitif sebelum diberikan tereapi okupasi (mengingat gambar)X0 : intervensi okupasi (mengingat gambar)X2 : kognitif sesudah diberikan tereapi okupasi (mengingat gambar)

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah proses perumusan atau pemberian arti

pada masing-masing variabel yang terlibat dalam penelitian (Nursalam,

2003).

X1 XO X2

Page 64: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Ukur

1 Independent

Terapi Okupasi: Kognitif (Mengingat Gambar)

Terapi Okupasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan motorik, sensorik, dan kognitif.

SOPTerapi Okupasi

Tindakan Langsung (terapi okupasi)

Dilakukan terapi okupasi (mengingat gambar)

2 Dependent

Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan proses berfikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan logis

Lembar Observasi Perkembangan Kognitif

Observasi Ordinal kognitif kurang baik <60,27

kognitif baik ≥64,73

3.3 HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil

sementara yang kebenarannya akan diteliti dan kebenarannya akan

dibuktikaan dalam penelitian tersebut (Notoadmodjo, 2005).

Terdapat dua macam hipotesa yaitu hipotesa nol (Ho) dan hipotesa

alternative (Ha).Secara umum hipotesa nol diungkapkan sebagai tidak

terdapatnyaahubungan (signifikan) antara dua variaabel.Hipotesa alternative

(Ha) menyatakaan adaa hubungan antara dua variabel atau lebih.

Dalam penelitian ini hipotesa yang dirancang oleh peneliti adalah:

Page 65: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Ha : Pemberian terapi okupasi: kognitif (mengingat gambar) efektif

meningkatkan kemampuan kognitif pada anak autisme usia

sekolahdi SLB Permata Bunda Bukittinggi Tahun 2017

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Page 66: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Desain penelitian adalah bentuk langkah - langkah teknis dan

operasional yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian yang digunakan adalah Quasi eksperimen. Desain ini

menggunakan pendekatan one group pretest posttest. Pada study one group

pretest posttest ini mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara

melibatkkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum

dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah dilakukanintervensi

(Nursalam, 2008).

Tabel 4.1RancanganPenelitian

Pre-test Perlakuan Post-test

01 X 02Sumber : Notoatmodjo (2012)

Keterangan :

01 : Pretest sebelum dilakukan terapi okupasi

02 : Posttest setelah dilakukan terapi okupasi

X : melakukan terapi okupasi mengingat gambar

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan peneliti dilakukan pada 1 Maret 2017 tetapi

dengan kendala dari pihak SLB Autis Permata Bunda belum memberikan

izin melakukan penelitian pada 1 Maret 2017. pihak SLB memberikan izin

penelitian pada 24 Maret 2017 maka penelitian ini telah dilakukan pada 24

maret – 6 April 2017, alasan peneliti mengambil disini karena peneliti

Page 67: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

melihat terapi okupasi yang dilakukan belum maksimal. Teknik terapi

okupasi secara baik dan benar dapat membantu meningkatkan kognitif dan

kemandirian anak autisme. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui

bagaimana efektifitas terapi okupasi: kognitif (mengingat gambar) terhadap

perkembangan kognitf anak Autisme usia sekolah. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan masukan dan pengetahuan bagi guru yang

mengajar di SLB Autis Permata Bunda dalam melaksanakan terapi okupasi

di lingkungan sekolah.

4.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2013). Menurut Notoatmodjo (2012), populasi adalah keseluruhan objek

penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penilitian ini adalah

seluruh anak Autisme usia sekolah di SLB Autis Permata Bunda yang

berjumlah 15 orang.

4.3.2 Sample

Sampel adalah sebagian kecil yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan

sampel dengan caratotal sampling. Teknik total sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi

Page 68: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

(sugiyo, 2007). Sampel yang diambil dari penelitian ini adalah 15 orang

anak autisme usia sekolah.

Sample diambil berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi

adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang

terjangkau yang akan diteliti. Sedangkan kriteria eksklusi adalah kriteria

subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi

syarat penelitian, menolak menjadi responden atau keadaan yang tidak

memungkinkan untuk dilakukan penelitian (Nursalam, 2008). Adapun yang

menjadi kriteria inklusi dan ekslusi dalam sampel ini adalah:

a. Kriteria inklusi

1) Anak Autisme ringan dan sedang

2) Dapat melakukan aktivitas fisik

3) Dapat diajak bekerja sama dengan peneliti

b. Kriteria Ekslusi

1) Anak yang tidak kooperatif

2) Anak dengan kelainan kongenital

4.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan

sampel yang benar - benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian

(Nursalam, 2008). Teknik samplingdalam penelitian ini adalah dengan cara

sampling jenuh atau total sampling.Teknik sampling jenuh atau total

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

Page 69: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

dengan jumlah populasi, alasannya adalah karena populasi relatif kecil yaitu

kurang dari 30 orang (sugiyo, 2007).

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah

diolah (Saryono, 2011).Pada penelitian ini, peneliti menggunakan lembar

standar operasional prosedur (SOP) terapi okupasi (Mengingat Gambar)

dan lembar observasi perkembangan kognitif yang dimodifikasi sendiri oleh

peneliti sebagai instrumen penelitian.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Data ini telah diperoleh dengan cara teknik observasi dengan

menggunakan alat ukur lembar observasi kognitif (mengingat gambar),

untuk mengetahui kognitif awal responden (pretest). Setelah mendapatkan

data awallalu dilakukan tindakan terapi okupasi (mengingat gambar),

peneliti akan mengumpulkan hasil dari lembar observasi perkembangan

kognitif yang telah dilakukan selama 2 minggu, dan didapatkan apakah

terapi okupasi tersebut efektif atau tidak meningkatkan kemampuan kognitif

pada anak Autisme (posttest).

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

Page 70: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

4.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data telah dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya

(Notoatmodjo, 2012)

4.6.1.1 Editing

Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian

kuisioner atau formulir.Setelah kuisioner selesai diisi kemudian

dikumpulkan langsung oleh peneliti dan selanjutnya diperiksa

kelengkapan data apakah dapat dibaca atau tidak dan kelengkapan

isian.Jika isian belum lengkap responden diminta melengkapi lembar

kuisioner pada saat itu juga.

4.6.1.2 Coding

Semua data yang didapat telah diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Codingatau

pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

4.6.1.3 Memasukkan Data (Data Entry)

Data, yakni jawaban - jawaban dari masing-masing responden yang

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) telah dimasukkan ke dalam

program “software” komputer. Software komputer ini bermacam -

macam, masing - masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya.

Salah satu program yang paling sering digunakan untuk “entry data”

penelitian adalah program SPSS for Window. Dalam proses ini juga

Page 71: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

dituntut ketelitian dari orang yang melakukan “data entry” ini. Apabila

tidak maka akan terjadi bias, meskipun memasukkan data saja.

4.6.1.4 Pembersihan Data (Cleaning)

Semua data dari setiap sumber data atau responden telah selesai

dimasukkan, dan telah dicek kembali untuk melihat kemungkinan -

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini

disebut pembersihan data (data cleaning).

4.6.1.5 Processing

Kemudian selanjutnya data telah diproses dengan mengelompokkan

data kedalam variabel yang sesuai dengan menggunakan program SPSS.

4.6.2 Analisis Data

4.6.2.1 Analisis Univariat

Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan

dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi

sentral atau grafik (Saryono, 2011). Analisis univariat bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2012).Pada penelitian ini anilisis univariat digunakan

untuk melihat hasil pengukuran kemandirian sebelum dilakukan terapi

okupasi (pre-test) dan setelah dilakukan terapi okupasi (post-test).

4.6.2.2 Analisis Bivariat

Page 72: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua

variabel, baik berupa komperatif, asosiatif maupun koleratif.Terdapat uji

parametik dan non parametik pada analisis bivariat (Saryono, 2011).

Pada hasil penelitian uji hipotesis yang digunakan adalah uji t (paired

sample test) , untuk mengetahui kognitif sebelum (pre-test) dan sesudah

(post-test) diberikan terapi okupasi. Apabila dari uji statistik didapatkan p

value < dari α (0,05) maka dapat disimpulkan terapi okupasi efektif

meningkatkan kemampuan kognitif, sehingga Ho ditolak. Sedangkan

apabila p value> dari α (0,05) maka dapat disimpulkan terapi okupasi

tidak efektif meningkatkan kemampuan kognitif, sehingga Ho gagal

ditolak.

4.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti telah mengajukan permohonan

izin kepada responden untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah

mendapatkan persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian dengan

menegakkan masalah etika. Menurut (Hidayat, 2007).

4.7.1 Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian telah dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek, khususnya jika menggunakan tidakan khusus.

b. Bebas dari eksploitasi

Page 73: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Partisipasi subjek dalam penelitian telah dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan.Subjek telah diyakinkan bahwa partisipasinya

dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan. Subjek tidak

digunakan untuk penelitian lain hanya digunakan untuk penelitian ini saja.

c. Risiko (benefits ratio)

Peneliti telah hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiaptindakan.

4.7.2 Prinsisp Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right self determination)

Subjek telah diperlakukan secara manusiawi. Subjek telah diberikan

hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak,

tanpa adanya sangsi apa pun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya,

jika mereka seorang klien.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to

full disclosure)

Seorang peneliti telah memberikan penjelasan secara rinci serta

tanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c. Informed consent

Page 74: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Informed consentmerupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informedconsent tersebut diberikan sebelum penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.Tujuannya

adalah supaya subjek mengertimaksud dan tujuan penelitian.Jika

subjekbersedia, maka responden harus menanda tangani lembar

persetujuan, jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak responden. Setelah calon respondent ditentukan, maka

peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan kerahasian

informasi atau data yang diberikan. Peneliti memberi kesempatan kepada

calon responden untuk bertanya tentang penjelasan yang diberikan, jika

dianggap sudah jelas dan dimengerti, maka peneliti meminta calon

responden yang bersedia menjadi ressponden pada penelitian untuk

menandatangani informed consent sebagai bukti kesediannya

berpartisipasi dalam penelitian yaitu sebagai sampel atau responden. Calon

responden berhak menolak atau menerima untuk menjadi responden dalam

penelitian in

4.7.3 Prinsip Keadilan (Right To Justice)

a. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil (right in fair treatment)

Subjek telah diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari

Page 75: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

penelitian.Untuk siswa atau siswi yang tidak dijadikan responden

penelitian, penliti memberikan edukasi kepada orangtua siswa/siswi yang

tidak dijadikan responden penelitian yaitu berupa leaflet tentang terapi

okupasi. Dengan tujuan agar orangtua mengetahui apa itu terapi okupasi

dan bisa melakukan terapi okupasi secara mandiri kepada anaknya.

b. Hak dijaga kerahasiaanya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama(anomali) dan

rahasia (confidentiality) (Nursalam: 2008).

Page 76: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian dengan judul efektifitas pemberian terapi okupasi:kognitif

(mengingat gambar) terhadap peningkatan kemampuan kognitif anak autisme

usia sekolah di SLB Autisma Permata Bunda Kota Bukittinggi. Penelitian ini

telah dilaksanakan pada tanggal 24 maret – 6 April 2017. Pada penelitian ini

15 orang anak autismeusia sekolah dijadikan sebagai subjek penelitian.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan terapi

okupasi (mengingat gambar) 3x / minggu dengan responden di SLB Autisma

Permata Bunda Kota Bukittinggi 2017.Sesuai dengan kondisi responden

pada saat itu tanpa pengaruh ataupun paksaan dari orang lain termasuk

peneliti.

5.1.1 Analisa Univaria

Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada penelitian ini anilisis univariat

digunakan untuk melihat hasil pengukuran perkembangan Kemampuan

Kognitif sebelum dilakukan terapi okupasi (pre-test) dan setelah

dilakukan terapi okupasi (post-test).

Page 77: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

a. Kemampuan Kognitif Anak Autisme Sebelum Dilakukan Tindakan

Terapi Okupasi (pre-test)

Kemampuan Kognitif anak autismeusia sekolah sebelum dilakukan

pemberian tindakan terapi okupasi di SLB Autisma Permata Bunda Kota

Bukittinggi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1Distribusi Rata-Rata Kemampuan Kognitif anak autismeusia

sekolah di SLB Autisma Permata Bunda Kota Bukittinggi sebelum diberikan tindakan terapi okupasi (pre-test)

Variabel Mean SD Min - Max 95% CI

Pre test 60,27 6,123 51,00-72,00 56,88-63,66

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa rata-rata Kemampuan Kognitif

anak autisme usia sekolah sebelum diberikan tindakan terapi okupasi

adalah 60,27 dengan satandar deviasi 6,123. Skor terendah 51,00 dan

tertinggi 72,00. Berdasarkan hasil estimasi interval diyakini bahwa 95%

dipercaya bahwa rata-rata skor Kemampuan Kognitif responden sebelum

intervensi berkisar antara 56,88-63,66.

b. Kemampuan Kognitif Anak Autisme Setelah Dilakukan Tindakan

Terapi Okupasi (post-test)

Kemampuan kognitif anak autismeusia sekolah setelah dilakukan

pemberian tindakan terapi okupasi di SLB Autisma Permata Bunda Kota

Bukittinggi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Page 78: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Tabel 5.2Distribusi Rata-Rata Kemampuan Kognitif anak autismeusia

sekolah di SLB Autisma Permata Bunda Kota Bukittinggi setelah diberikan tindakan terapi okupasi (post-test)

Variabel Mean SD Min - Max 95% CI

Post test 64,73 5,535 55,00-76,00 61,67-67,80

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa rata-rata kemampuan kognitif

anak autisme usia sekolah setelah diberikan tindakan terapi okupasi adalah

64,73 dengan satandar deviasi 5,535. Skor terendah 55,00 dan tertinggi

76,00. Berdasarkan hasil estimasi interval diyakini bahwa 95% dipercaya

bahwa rata-rata skor kemampuan kognitif responden setelah intervensi

berkisar antara 61,67-67,80.

5.1.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua

variabel, baik berupa komperatif, asosiatif maupun koleratif.Pada hasil

penelitian uji hipotesis yang digunakan adalah uji t (paired sample test),

untuk mengetahui kemampuan kognitif sebelum (pre-test) dan sesudah

(post-test) diberikan terapi okupasi.

a. Efektifitas Pemberian Terapi Okupasi:Kemampuan Kognitif

(Mengingat Gambar) Terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif

Pada Anak Autisme Usia Sekolah Di SLB Autisma Permata Bunda

Kota Bukittinggi.

Page 79: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Tabel 5.3Analisa Rerata Perkembangan Kemampuan Kognitif Anak Autisme Usia Sekolah Sebelum diberikan Tindakan Terapi Okupasi (pre-test) dan Setelah diberikan Tindakan Terapi Okupasi (post-test) di SLB

Autisma Permata Bunda Kota Bukittinngi

Pemberian terapi okupasi

Mean SDMean

Different

95% CI PValue

Pre test 60,27 6,123 4,46 56,88-63,66 0,001Post test 64,73 5,535 61,67-67,80

Berdasarkan table 5.3 diketahui bahwa rata-rata skor perkembangan

kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah sebelum pemberian

terapi okupasi (pre-test) adalah 60,27 dengan standart deviasi 6,123.

Hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rerata perkembangan

kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah sebelum pemberian

terapi okupasi (pre-test) berkisar antara 56,88-63,66. Sedangkan rata-rata

skor perkembangan kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah

setelah pemberian terapi okupasi (post-test) adalah 64,73 dengan standart

deviasi 5,535. Hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rerata skor

perkembangan kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah setelah

pemberian terapi okupasi (post-test) berkisar antara 61,67-67,80. Hal ini

menunjukkan adanya peningkatan perkembangan kemampuan kognitif

anak autisme usia sekolah setelah dilakukan tindakan terapi okupasi

dengan sebesar 4,46. Hasil analisa statistik menggunakan uji Paired

sample T test didapatkan nilai sig/ pvalue=0,001maka 0,001< 0,05 jika pvalue

kecil dari a (0,05) maka H0 ditolak. Dengan kata lain dapat diartikan

pemberian terapi okupasi: kognitif (mengingat gambar)

Page 80: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

efektifmeningkatkan kemampuan Kognitif pada anak autisme usia

sekolahdi SLB Permata Bunda Bukittinggi Tahun 2017.

5.2 Pembahasan

Pada pembahasan ini peneliti membahas hasil penelitian dan

mengkaitkannya dengan penelitian lain yang sejalan, dengan konsep

terkait serta asumsi peneliti tentang masalah yeng terdapat pada hasil

penelitian yang dilaksanakan pada tanggal April tahun 2017, maka peneliti

dapat membahas Efektifitas pemberian terapi okupasi: kognitif (Mengingat

Gambar) terhadap peningkatan kemampuan kognitif pada anak autisme

usia sekolah di SLB Autisma Permata Bunda Kota Bukittinggi tahun 2017.

Pada penelitian ini yang menjadi responden adalah anak autismeusia

sekolah di Autisma Permata Bunda Kota Bukittinggi yang sesuai dengan

kriteria sampel berjumlah 15 orang.

5.2.1 Analisa Univariat

a. Kemampuan Kognitif Anak Autisme Sebelum Diberikan Tindakan

Terapi Okupasi (pre-test)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 15 anak autisme

usia sekolah di SLB Autisma Permata Bunda Kota Bukittiggi tahun 2017

Sebelum dilakukan intervensi Terapi Okupasi diketahui rata-rata 60,27

dengan satandar deviasi 6,123. Skor terendah 51,00 dan tertinggi 72,00.

Page 81: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Berdasarkan hasil estimasi interval diyakini bahwa 95% dipercaya bahwa

rata-rata skor Kemampuan Kognitif responden sebelum intervensi

berkisar antara 56,88-63,66.

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Evi Hasnita (2015) tentang

Efektifitas Terapi Okupasi Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak

Autisme yang dilakukan kepada 16 responden diketahui rata-rata

perkembangan motorik halus 3,63 dengan satandar deviasi 0,506. Skor

terendah 3 dan tertinggi 4. Berdasarkan hasil estimasi interval diyakini

bahwa 95% dipercaya bahwa rata-rata skor Kemampuan motorik halus

responden sebelum intervensi berkisar antara 3,31-3,92.

Piaget menyakini bahwa anak tidak hanya mengobservasi dan

mengingat apa-apa yang mereka lihat dan dengar secara

pasif.Sebaliknya mereka secara natural memiliki rasa ingin tahu tentang

dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk

membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang

mereka hadapi itu. Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-

anak menggunakan apa yang disebut oleh piaget dengan ” schema”

(skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran anak yang

digunakan untuk mengorganisasikan dan mengimplementasikan

informasi.

Page 82: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

b. Kemampuan Kognitif Anak Autisme Setelah Diberikan Tindakan

Terapi Okupasi (post-test)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 15 anak autisme

usia sekolah di SLB Autisma Permata Bunda Kota Bukittiggi tahun 2017

Setelah dilakukan intervensi Terapi Okupasi diketahui rata-rata

perkembangan kognitif adalah 64,73. dengan satandar deviasi 5,535. Skor

terendah 55,00 dan tertinggi 76,00. Berdasarkan hasil estimasi interval

diyakini bahwa 95% dipercaya bahwa rata-rata skor kemampuan kognitif

responden setelah intervensi berkisar antara 61,67-67,80.

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Evi Hasnita (2015) tentang

Efektifitas Terapi Okupasi Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak

Autisme yang dilakukan kepada 16 responden diketahui rata-rata

perkembangan motorik halus 7,85 dengan satandar deviasi 0,376. Skor

terendah 3 dan tertinggi 4. Berdasarkan hasil estimasi interval diyakini

bahwa 95% dipercaya bahwa rata-rata skor Kemampuan motorik halus

responden sebelum intervensi berkisar antara 7,62-8,07.

Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai

keterampilan motorik kasar dan motorik halus dengan lebih baik. Terapi

okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki

koordinasi dan keterampilan otot pada anak dengan kata lain untuk

melatih motorik kasar dan motorik halus anak (Santoso, 2008).

Menurut Piaget Perkembangan kognitif merupakan suatu proses

yang bersifat kumulatif. Artinya, perkembargan terdahulu akan menjadi

Page 83: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila teriadi

hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan

selanjutnya akan memperoleh hambatan (Soetjiningsih, Suandi 2008).

Kemampuan kognitif merupakan salah satu aspek yang perlu

dikembangkan oleh anak usia dini dalam rangka mengembangkan

pengetahuannya tentang apa yang dilihat, didengar, diraba, dirasa,

ataupun dicium melalui panca indera yang dimiliki. Kognitif adalah sutau

proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan,

menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian (Sujiono, 2008).

Pengembangan aspek kognitif pada anak usia dini sebaiknya disesuaikan

dengan tingkat perkembangan anak yang bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan berfikir. Oleh karenanya kemampuan

kognitif sangat penting bagi kehidupan seseorang dan perlu dibekali serta

dikembangkan sedini mungkin, tidak terkecuali anak berkebutuhan

khusus termasuk anak autisme.

Page 84: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

5.2.2 Analisa Bivariat

a. Efektifitas Pemberian Terapi Okupasi:Kemampuan Kognitif

(Mengingat Gambar) Terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif

Pada Anak Autisme Usia Sekolah Di SLB Autisma Permata Bunda

Kota Bukittinggi.

Pada penelitian ini dilakukan pretest sebelum diberikan perlakuan

dan postest sesudahnya untuk mengetahui perbedaan kemampuan kognitif

sebelum dan sesudah diakukan terapi okupasi. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan, dapat dilihat distribusi respondent dari hasil pengukuran

terhadap nilai pretest dan postest perkembangan kemampuan kognitif dari

15 orang responden setelah dilakukan tindakan terapi okupasi.

diketahui bahwa rata-rata skor perkembangan kemampuan kognitif

anak autisme usia sekolah sebelum pemberian terapi okupasi (pre-test)

adalah 60,27 dengan standart deviasi 6,123. Hasil estimasi interval 95%

diyakini bahwa rerata perkembangan kemampuan kognitif anak autisme

usia sekolah sebelum pemberian terapi okupasi (pre-test) berkisar antara

56,88-63,66. Sedangkan rata-rata skor perkembangan kemampuan

kognitif anak autisme usia sekolah setelah pemberian terapi okupasi

(post-test) adalah 64,73 dengan standart deviasi 5,535. Hasil estimasi

interval 95% diyakini bahwa rerata skor perkembangan kemampuan

kognitif anak autisme usia sekolah setelah pemberian terapi okupasi

(post-test) berkisar antara 61,67-67,80. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan perkembangan kemampuan kognitif anak autisme usia

Page 85: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

sekolah setelah dilakukan tindakan terapi okupasi dengan sebesar 4,46.

Hasil analisa statistik menggunakan uji Paired sample T test didapatkan

nilai sig/ pvalue=0,001maka 0,001< 0,05 jika pvalue kecil dari a (0,05) maka

H0 ditolak. Dengan kata lain dapat diartikan Pemberian terapi okupasi:

kognitif (mengingat gambar) efektif meningkatkan kemampuan Kognitif

pada anak autisme usia sekolahdi SLB Permata Bunda Bukittinggi Tahun

2017.

Menurut Mona (2006) dalam The American Journal of Occupational

Therapy yang dilakukan pada anak autisme di Amerika dengan

menggunakan terapi okupasi bantuan binatang didapatkan belum ada

perkembangan emampuan kognitif pada anak autisme tanpa adanya

intervensi terapi okupasi dengan melibatkan binatang. Adanya

keterlibatan binatang dalam terapi okupasi dapat memberikan

kesempatan anak untuk menginterpretasikan dan menanggapi setiap

perubahan sosial dan binatang sebagai jembatan untuk

mengintrepretasikannya.

Menurut Reneetal (2007) dalam American Journal of Occupational

Therapy menyatakan terapi okupasi merupakan salah satu intervensi

yang dirancang untuk membantu perkembangan anak-anak cacat. Banyak

cara yang dilakukan diantaranya bahasa tubuh dan interaksi sosial. Hasil

penelitian menunjukkan terdapat pengaruh terapi okupasi terhadap

perkembangan anak-anak cacat terutama anak autisme (p=0,003).

Menurut analisa peneliti kemampuan terapis juga memegang peranan

Page 86: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

penting dalam mengoptimalkan terapi pada anak autisme. Dari hasil

penelitian Reneetal(2007) didapatkan bahwa anak yang mengalami

kemajuan ternyata lebih banyak dari golongan <5 tahun, sehingga hal ini

mungkin mempercepat kemajuan anak. Pada saat terapi okupasi

diberikan terapis melatih keterampilan anak dengan suasana yang

menyenangkaan sambil mengajak anak bermain sehingga

membangkitkan minat untuk berlatih. Terapi yang diberikan tidak terlalu

lama tapi sering dan terapis akan mengehentikannya jika anak tampak

bosan.

Pada beberapa anak yang tidak mengalami kemajuan pada saat

dilakuka terapi anak dalam keadaan emosi sehingga anak menarik diri.

Salah satu tujuan terapi okupasi yaitu diversional dimana kegiatan ini

untuk menyalurkan emosi dan kekesalan, sehingga walaupun anak marah

pada situasi atau tekanan yang dihadapi, anak tidak akan menarik diri

dan mudah tersinggung.

Penelitian terkait juga pernah dilakukan oleh oleh Rika Sabri, dkk

(2006) tentang pengaruh terapi autis terhadap kemajuan anak autis di

Sekolah Khusus Autisme di Kota Padang, didapatkan dari 27 anak yang

melakukan terapi okupasi yang baik, ada 25 anak (92,6%) yang

mengalami kemajuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh metode yang

diterapkan oleh sekolah ini dimana metode yang diterapkan sistematis

dan terstruktur. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh dr. Mary Law (2006) tentang Autisme Spectrum Disoders

Page 87: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

and Occupational. Therapy diketahui bahwa Occupational Therapy

berpengaruh terhadap peningkatan motorik anak dari pengukuran

pertama 68,5% dan setelah diberikan intervensi berubah menjadi 82%.

Penelitian yang dilkakukan Fitriana (2014) tentang Pengaruh Terapi

Okupasi Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak Autis di SLB

PGRI Plosoklaten Kediri, didapatkan rata-rata perkembangan motorik

halus 42,67 sebelum diberikan terapi okupasi dan didapatkan rata-rata

perkembangan motorikhalus 68,2 setelah diberikan terapi okupasi dan

terapi yang lain diberikan ada efek yang postitif terhadap perkembangan

motorik halus pada anak autis di SLB PGRI Plosoklaten.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Evi Hasnita (2015) tentang

Efektifitas Terapi Okupasi Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak

Autisme yang dilakukan kepada 16 responden didapatkan rata-rata

perkembangan motorik halus 3,63 sebelum diberikan terapi okupasi dan

didapatkan rata-rata perkembangan motorik halus 7,85 setelah diberikan

terapi okupasi dengan mean deferent 4,23.

Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai

keterampilan motorik kasar dan motorik halus dengan lebih baik. Terapi

okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki

koordinasi dan keterampilan otot pada anak dengan kata lain untuk

melatih motorik kasar dan motorik halus anak (Santoso, 2008).

Menurut Piaget Perkembangan kognitif merupakan suatu proses

yang bersifat kumulatif. Artinya, perkembargan terdahulu akan menjadi

Page 88: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila teriadi

hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan

selanjutnya akan memperoleh hambatan (Soetjiningsih, Suandi 2008).

Kemampuan kognitif merupakan salah satu aspek yang perlu

dikembangkan oleh anak usia dini dalam rangka mengembangkan

pengetahuannya tentang apa yang dilihat, didengar, diraba, dirasa,

ataupun dicium melalui panca indera yang dimiliki. Kognitif adalah sutau

proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan,

menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian (Sujiono, 2008).

Pengembangan aspek kognitif pada anak usia dini sebaiknya disesuaikan

dengan tingkat perkembangan anak yang bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan berfikir. Oleh karenanya kemampuan

kognitif sangat penting bagi kehidupan seseorang dan perlu dibekali serta

dikembangkan sedini mungkin, tidak terkecuali anak berkebutuhan

khusus termasuk anak autisme.

Pada penelitian ini dilakukan pretest sebelum diberikan perlakuan

dan postest sesudahnya untuk mengetahui perbedaan kemampuan kognitif

sebelum dan sesudah diakukan terapi okupasi. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan, dapat dilihat distribusi respondent dari hasil pengukuran

terhadap nilai pretest dan postest perkembangan kemampuan kognitif dari

15 orang responden setelah dilakukan tindakan terapi okupasi.

diketahui bahwa rata-rata skor perkembangan kemampuan kognitif

anak autisme usia sekolah sebelum pemberian terapi okupasi (pre-test)

Page 89: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

adalah 60,27 dengan standart deviasi 6,123. Hasil estimasi interval 95%

diyakini bahwa rerata perkembangan kemampuan kognitif anak autisme

usia sekolah sebelum pemberian terapi okupasi (pre-test) berkisar antara

56,88-63,66. Sedangkan rata-rata skor perkembangan kemampuan

kognitif anak autisme usia sekolah setelah pemberian terapi okupasi

(post-test) adalah 64,73 dengan standart deviasi 5,535. Hasil estimasi

interval 95% diyakini bahwa rerata skor perkembangan kemampuan

kognitif anak autisme usia sekolah setelah pemberian terapi okupasi

(post-test) berkisar antara 61,67-67,80. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan perkembangan kemampuan kognitif anak autisme usia

sekolah setelah dilakukan tindakan terapi okupasi dengan sebesar 4,46.

Hasil analisa statistik menggunakan uji Paired sample T test didapatkan

nilai sig/ pvalue=0,001maka 0,001< 0,05 jika pvalue kecil dari a (0,05) maka

H0 ditolak. Dengan kata lain dapat diartikan Pemberian terapi okupasi:

kognitif (mengingat gambar) efektif meningkatkan kemampuan Kognitif

pada anak autisme usia sekolahdi SLB Permata Bunda Bukittinggi Tahun

2017.

Menurut analisa peneliti perkembangan kognitif anak autisme

sebelum diberikan terapi okupasi yang masih diragukan dapat dilihat dari

hasil observasi berdasarkan skala perkembangan kognitif didapatkan 9

orang (60%) berada diskala tidak normal atau kognitif kurang baik dan 6

orang (40%) berada diskala normal atau kognitif baik. Dari hasil

observasi didapatkan rata-rata perkembangan kognitif anak meningkat

Page 90: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

dimana pada hari pertama didapatkan rata-rata sebesar 7,47. Hari kedua

didapatkan rata-rata sebesar 8,5. Dihari ketiga didapatkan rata-rata

sebesar 9,5. Dihari keempat didapatkan rata-rata sebesar 11.Dihari

kelijma didapatkan rata-rata sebesar 13.Dan dihari keenam didapatkan

rata-rata sebesar 14.Jadi peneliti menyimpulkan perkembangan kognitif

anak autisme di SLB Autis Permata Bunda meningkat setiap harinya.

Namun anak masih belum mampu melakukan tindakan seperti

menyebutkan kegunaan gambar, menggambar karakter yang ada

digambar, dan menyebutkan satu benda lain yang sejenis dengan gambar.

Anak masih memerlukan bantuan orangtua, guru maupun terapis dalam

melakukan hal tersebut.Kondisi ini dapat disebabkan gangguan

perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial dan afek,

komunikasi verbal (bahasa) dan non–verbal, imajinasi, fleksibilitas,

lingkup interest (minat), kognisi dan atensi. Sehingga perlu proses waktu

untuk membentuk perkembangan motorik halus tanpa adanya terapi yang

efektif.

Sementara itu peneliti menganalisa bahwa setelah dilakukan Terapi

Okupasi terdapat peningkatan kemampuan kognitif anak dengan Autisme

adanya perkembangan kemampuan kemampuan kognitif pada anak

autisme, hal ini terlihat dari hasil observasi tindakan menyebutkan nama

gambar didapatkan sebagian besar responden (93,3%) melakukan semua

terapi tanpa bantuan. Dari hasil observasi didapatkan rata-rata

perkembangan kognitif anak meningkat dimana pada hari pertama

Page 91: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

didapatkan rata-rata sebesar 8,47. Hari kedua didapatkan rata-rata sebesar

9,5. Dihari ketiga didapatkan rata-rata sebesar 10.Dihari keempat

didapatkan rata-rata sebesar 11.Dihari kelijma didapatkan rata-rata

sebesar 13.Dan dihari keenam didapatkan rata-rata sebesar 15.Jadi

peneliti menyimpulkan perkembangan kognitif anak autisme di SLB

Autis Permata Bunda setelah diberikan terapi okupasi mengingat gambar

meningkat setiap harinya.

Menurut asumsi peneliti dari penelitian ini ditemukan juga bahwa

adaptasi pada anak-anak autisme membutuhkan waktu yang lebih

panjang dibandingkan dengan anak pada umumnya. Terbukti dari

pelaksanaan terapi okupasi, yaitu pada pertemuan yang ke 5 baru terlihat

perkembangan kognitif anak autisme, terdapat kendala perilaku anak-

anak autisme yang sebagian besar menunjukkan keengganan menemui

peneliti dan melakukan terapi okupasi. Dari 15 anak yang diberikan

terapi okupasi mengingat gambar ada satu orang anak yang kognitif

kurang baik yaitu An.R dilihat dari hasil observasi sebelum dilakukan

terapi okupasi mengingat gambar selama enam hari di dapatkan jumlah

sebesar 69 sedangkan dari hasil observasi setelah dilakukan terapi

okupasi mengingat gambar didapatkan jumlah sebesar 65 dengan artian

An.R mengalami penurunan kemampuan kognitif sebelum dan sesudah

dilakukan terapi okupasi dengan penurunan sebesar 4. Selama melakukan

penelitian di SLB Autis Permata Bunda peneliti dapat menyimpulkan

bahwasannya An.R mengalami kesulitan dalam berkomunikasi , menulis

Page 92: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

dan mendengar. An.R tidak mampu melakukan tindakan yang diberikan

peneliti secara mandiri tetapi harus dengan bantuan guru ataupun peneliti

sendiri.

Terapi okupasi menggunakan aktifitas okupasi anak untuk

meningkatkan keterampilan yang diperlukan sebagai fondasi untuk

mengembangkan keterampilan yang diperlukan agar anak mampu

mandiri. Beberapa keterampilan yang perlu dikembangkan antara lain:

keterampilan regulasi dan control diri anak agar mampu berpartisipasi

input sensori yang masuk, mengembangkan keterampilan motorik kasar

dan halus serta koordinasi gerak, mengembangkan keterampilan

komunikasi dan interaksi sosial, meningkatkan keterampilan kognitif dan

persepsi, meningkatkan keterampilan bantu diri, dan mengembangkan

konsep diri agar anak bisa mengontrol dan memimpin dirinya sendiri.

Penelitian ini juga menemukan bahwa terapi okupasi dengan

tindakan yang sederhana, mudah dan singkat ini, tidak dirasakan

demikian bagi anak-anak autisme yang masih merasa kesukaran dalam

mengikutinya. Dalam pelaksanaannyapun suasana hati (mood) dan

kemampuan anak autisme berbeda satu sama lain, sehingga subyek

memiliki perbedaan kualitas dalam hal mengikuti terapi okupasi secara

optimal, maka peneliti meminimalisir kendala ini dengan metode

Individualized Education Programme (IEP), yaitu tindakan dilakukan

secara individu dengan dilengkapi data observasi lengkap. Berdasarkan

hasil penilitian terkait selain meningkatkan kemampuan kognitif terapi

Page 93: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

okupasi juga efektif terhadap peningkatan kemandirian dan kemampuan

motorik halus anak berkebutuhan khusus seperti autisme.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai prosedur

ilmiah namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:

5.3.1 peneliti kesulitan dalam proses observasi dikarenakan anak autisme yang

dijadikan sebagai responden. Memiliki perilaku etis yang berbeda setiap

individunya, ada sebagian kecil anak autisme yang harus didampingi

peneliti ataupun guru yang berada ditempat penelitian ini dilakukan.

5.3.2 Usia yang yang masih dini membuat anak autisme masih bersifat kekanak-

kanakan seperti ribut ketika peneliti menjelaskan tujuan penelitian, dan

ketika peneliti menjelaskan cara melakukan terapi okupasi.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasrkan penelitian yang dilakukan pada bulan April 2017 kepada

15 responden tentang efektifitas pemberian terapi okupasi:kemampuan

Page 94: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

kognitif (mengingat gambar) terhadap peningkatan kemampuan kognitif

pada anak autisme usia sekolah di SLB Autisma Permata Bunda Kota

Bukittinggi Tahun 2017. maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

5.3.3 Rata-rata kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah di SLB

Autisma Permata Bunda Kota Bukittinggi sebelum diberikan

tindakan terapi okupasi (pre-test) adalah 60,27.

5.3.4 Rata-rata kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah di SLB

Autisma Permata Bunda Kota Bukittinggi setelah diberikan

tindakan terapi okupasi (post-test) adalah 64,73.

5.3.5 Terdapat perbedaan yang signifikan dengan pvalue =0,001 (α=0,05)

dengan kata lain Pemberian terapi okupasi: kognitif (mengingat

gambar) efektif meningkatkan kemampuan Kognitif pada anak

autisme usia sekolah di SLB Permata Bunda Bukittinggi Tahun

2017.

5.4 Saran

5.4.1 Institusi Pendidikan

Terapi okupasi efektif meningkatkan kemampuan Kognitif pada

anak autisme usia sekolah, oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan

Page 95: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

sebagai informasi tambahan dalam mengembangkan pendidikan ilmu

keperawatan khusunya keperawatan anak dan keperawatan komunitas.

5.4.2 Institusi Pelayanan Kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas sebagai pelayanan

kesehatan tingkat awal diharapkan agar bisa memberikan terapi okupasi :

kognitif (mengingat gambar) kepada anak berkebutuhan khusus seperti

autisme. Puskesmas dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dalam

menjalankan program terapi okupasi.

5.4.3 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan data dasar untuk

penelitian selanjutnya dan diharapkan penelitian selanjutnya untuk

mempergunakan waktu, tenaga, dan fasilitas yang lebih mencukupi dan

seefesien mungkin.Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan

sampel yang lebih banyak dengan desain penelitian yang digunakan adalah

kelompok kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Admin, dkk, 2006. Anak autisme tttp://dewo.wordpress.com, wordpress.com, diakses12 februari 2015

Amelia, 2013. Data autisme di Sumatera Barat http://autismendonesia.org/, diakses 9 Maret 2015

Page 96: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Budiman, (2015). Data autisme di Indonesia http://autismendonesia.org/, diakses 9 Maret 2015

Brain Gym International, (2013). Diakses 22 Juni 2011, dari http://braingym.org/ studies

Data Autis di Indonesia, http://kompas.co.id/, diakses 5 januari 2012.

Denisson, 2006. Tumbuh Kembang Anak”. Dalam: Ranung IGNG, penyunting. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998.h.1-36.

Dettmer, dkk, 2000. Perkembangan Kognitif Anak Autisme. Anakku autisme,aku harus bagaimana, PT bhuana ilmu populer, jakarta.

Diknas, 2014. Data Autis di Indonesia.

Ekowarni, 2014. Autisme. www.autism.society.org. 2014 diakses tanggal 09 Maret 2014

Fitriana & wiwik.2014. Terapi Okupasi Dengan Teknik Kolase Terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Autis Di SLB PGRI Plosoklaten Kediri.Skripsi Universitas Negeri Surabaya.

Hasdianah, 2013. Autis pada anak (pencegahan, perwatan dan pengobatan), nuha medika, yogyakarta

Hasnita, Evi. Terapi Okupasi Perkembangan Motorik Halus Anak Autisme. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Fort De Kock.

Johnson CP and Blasco PA.Infant Growth and Development.Pediatric Rev 1997; 18:224-242.

Joko yuwono, 2012.Memahami anak autistik (kajian teoritik dan emperitik) , alfa beta, bandung.

Kosasih, 2012.Standar Pelayanan Terapi Okupasi. Jakarta : MenKes RI

Law, Mary 2006. SystematicReview of Interventions Used inOccupational Therapy to PromoteMotor Performance for ChildrenAges Birth–5 Years. The AmericanJournal of Occupational TherapyJournal Volume 67, Number 4.Diunduh dari www.search.proquest.com

Page 97: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Manguansong, 2009.Anak Penderita Autis Ada Di Sekeliling Kita. [Online], diakses dari: http://jaringnews.com/hidupsehat/umum/38230/anak-penderita-autis-ada-di sekeliling-kita (7 Januari 2009)

Mona J. Sams, & Elizabeth V. Fortney, 2006. Occupational Therapy Incorporating Animals for Children With Autism: A Pilot Investigation The American Journal of Occupational Therapy Journal Volume 60, Number 4. Diunduh dari www.search. proquest.com

Nasir, A & Muhith, A. (2011).Dasar – dasar Keperawatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika

Nawawi dkk, 2009.Melatih Motorik Anak autisme dengan Metode Persiapan Menulis di TK Permata Bunda Surakarta.Surakarta : UMS

Needlman RD. “Growth andDevelovment’. Dalam: Behrman RE, Kligman RM, Jenson HB. Nelson Text Book of Pediatrics.Edisike-17. Philadelphia: Saunders, 2004. H.23-66.

Neffleton J. LCPUFAs in Visual and Cognitive Developmant of Toddlers and Children. (diakses tanggal 20 Februari 2011) diunduh dari www.mjn.com/newsletterimages/pdf/v7s2LB2267NEW-12-07PBP.pdf.

Nirahma, 2012.Panduan Memecahkan Masalah Autisme ‘Unlocking Autism’. Yogyakarta: Lintang Terbit

Notoatmodjo.(2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT. Asdi Mahasatya

Nursalam.(2008). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT. Rineka Cipta

Papalia, D. E., & Olds, S. W. (2008). “Human development” (9th ed). New York: Mc Graw Hill Companies.

PerMenKes RI, No. 76. (2014). Standar Pelayanan Terapi Okupasi.Jakarta : MenKes RI

Pieter,dkk, 2011. Anakku autisme,aku harus bagaimana, PT bhuana ilmu populer, jakarta.

Qaharani, A. (2010). Melatih Motorik Anak autisme dengan Metode Persiapan Menulis di TK Permata Bunda Surakarta.Surakarta : UMS

Rahayu, Metha Kemala. (2011). Pengalaman Hidup Orangtua Anak Penyandang Autis Setelah Berhasil Diterapi Disekolah Autis Dikota Padang Tahun 2010.http://repository.unand.ac.id/ diaksespada 23 juni 2014 pukul 12.23 WIB.

Page 98: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Renetal.Watling, Jean Dietz.2007.Immediate Effect of Ayres’s SensoryIntegration–Based OccupationalTherapy Intervention on ChildrenWith Autism Spectrum Disorders.The American Journal ofOccupational Therapy JournalVolume 61, Number 5. Diunduh dariwww.search. proquest.com

Sabri, Rika et al. 2006. Pengaruh Terapi Autis Terhadap Kemajuan Anak Autis Di Sekolah Khusus Autisme Di Kota Padang. Diakses dari: http://repository.unand.ac.id/1808/1/r ika_sabri-BBI-20060rin.doc (10 Juli2014)

Santoso.(2008). Terapi Okupasi (Occupational Theraapy) pada Anak dengan Kebutuhan Khusus.Konsultan pada Anak dengan Kabutuhan Khusus. http://putrakembara.org/rm/OTBudi.pdf. Diakses pada tanggal 5 Maret 2016

Santrock, J. W. (2006). Psychology (8th ed.). New York, NJ: McGraw Hill.

Saryono.(2011). Metodologi Penelitian Kesehatan.Yogyakarta : Mitra Cendikia Press

Sekartini R. Skrining Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Dalam: Continuing Professional Development IDAI Jaya 2006 Nutrition Growth-Develovment. Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta, 2006.h.79-92.

Sirrait, Nikky. 2013. Anak Penderita Autis Ada Di Sekeliling Kita. [Online], diakses dari: http://jaringnews.com/hidupsehat/umum/38230/anak-penderita-autis-ada-di sekeliling-kita (10 Juli 2014)

Soetjiningsih, Suandi IKG. “Gizi Untuk Tumbuh Kembang Anak”. Dalam: Mursintowarti Bn, Titi SS, Soetjiningsih, dkk, penyunting. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.Edisi pertama. Jakarta: CV Sagung Seto, 2008.h.22-47

Soetjiningsih. “Tumbuh Kembang Anak”. Dalam: Ranung IGNG, penyunting. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998.h.1-36.

Sugiono.(2013). Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D).Bandung : ALFABETA

Sunaryo, 2007. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika

Page 99: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Sunu, Christopher. 2012. Panduan Memecahkan Masalah Autisme ‘Unlocking Autism’. Yogyakarta: Lintang Terbit

Triyosni, Dewi. 2013. Pengaruh Terapi Music Klasik Terhadap Kemampuan Mengingat Anak Autis Di SLB Syekh Muhammad Sa’ad Kecamatan Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013. Jurusan S1 Keperawatan STIKES Fort De Kock Bukittinggi

Wahyu, 2012.Autisme.www.autism.society.org. 2012 diakses tanggal 07 Afril 2012.

Widyawati, Ika, (2001). Permasalahan Autis di Indonesia. Seminar: An Overview of Children Behavior and Development.

Yusuf, dkk.(2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika

Lampiran l

PERMOHONAN UNTUK MENJADI RESPONDEN

Page 100: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Kepada YthBapak/Ibu CalonRespondenDitempatDengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Prodi Ilmu

Keperawatan Stikes Perintis Padang :

Nama : DARWIN EFENDI

Nim : 13103084105012

Bermaksud akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Karakteristik Keluarga dengan Penerimaan Diri Anak Berkebutuhan Khusus Di

SLB Permata Bunda Bukittinggi Tahun 2017”.

Adapun tujuan penelitian untuk kepentingan pendidikan peneliti, dan segala

informasi yang diberikan akan di jamin kerahasiaannya, dan peneliti bertanggung

jawab apabila informasi yang diberikan akan merugikan bagi responden.Apabila

Bapak/Ibu menyetujui untuk menjadi responden, maka peneliti mohon kesedian

Bapak/Ibu menyetujui untuk menjadi responden, maka peneliti mohon kesedian

Bapak/Ibu untuk menandatangani lembar Persetujuan.

Atas bantuan, dan Kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Bukittinggi, Maret 2017

Peneliti

(DARWIN EFENDI)

Lampiran 2

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Page 101: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang

akan dilakukan oleh:

Nama : DARWIN EFENDI

NIM : 13103084105012

Judul :Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Penerimaan Diri

Anak Berkebutuhan Khusus Di SLB Permata Bunda

Bukittinggi Tahun 2017

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak bersifat negatif terhadap saya,

sehingga jawabban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan akan

dirahasiakan

Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebagaimana

semestinya

Bukittinggi, Maret 2017

(Responden)

SOP Terapi Okupasi “Mengingat Gambar”No. Kegiatan Waktu

1. Persiapan :d. Mengelompokkan anak sesuai indikasi, yaitu anak

dengan Autisme

5 – 10 menit

Page 102: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

e. Membuat kontrak waktuf. Mempersiapkan alat dan tempat kegiatan

2. Orientasi :e. Memberikan salam teraupetik dan menanyakan

keadaan anakf. Perkenalan terapisg. Evaluasi atau validasi (pre-test)h. Kontrak :

3) Menjelaskan tujuan kegiatan :c) Jangka pendek : anak dapat berinteraksi

dengan teman sekelompoknyad) Jangka panjang : perkembangan kognitif

anak meningkat dan lebih konsentrasi dalam belajar

4) Menjelaskan aturan kegiatan :d) Jika ada anggota kelompok tidak mau

melakukan kegiatan, terapis akan memvasilitasi anak

e) Lama kegiatan 20 – 30 menitf) Setiap anak akan mengikuti kegiatan dari

awal kegiatan hingga kegiatan selesai

10 menit

3. Tahap Kerja :SESI 1 (Membantu anak untuk mengenal kegiatan yang akan dilakukan) :

d. Menyebutkan alat atau media gambar yang akan digunakan

e. Menganjurkan anak menjelaskan jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang sejenis dengan gambaryang digunakan

f. Memberi pujian jika anak berhasil

SESI 2 (Mengevaluasi sesi 1 dan memberitahu anak jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang sejenis dengan gambar yang digunakan) :

d. Mengajarkan anak dan menjelaskan kepada anak jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang sejenis dengan gambar yang digunakan.

e. Menganjurkan anak menjelaskan jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang sejenis dengan gambar yang digunakan.

Pertemuan ke – 1

Pertemuan ke – 2

Page 103: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

f. Memberi pujian jika anak berhasil.

SESI 3 (Mengevaluasi sesi 1 dan dan 2 menganjurkan anak menyebutkan jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang sejenis dengan gambar yang digunakan) :

c. Menganjurkan anak menyebutkan jenis gambar, kegunaan gambar, nama dari gambar, melukis gambar, dan menyebutkan satu benda lain yang sejenis dengan gambar yang digunakan

d. Memberi pujian jika anak berhasil

Evaluasi (Post test)Pertemuan

ke – 3

4. Tahap Terminasi :d. Menanyakan keadaan anak setelah kegiatane. kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnyaf. menutup kegiatan dan memberikan salam

teraupetik

11 menit

Page 104: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 sebelumpemberianterapioku

pasi60.27 15 6.123 1.581

setelahpemberianterapiokup

asi64.73 15 5.535 1.429

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 sebelumpemberianterapioku

pasi &

setelahpemberianterapiokup

asi

15 .755 .001

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 sebelumpemberianterapiokupa

si -

setelahpemberianterapiokupasi

-4.467 4.121 1.064 -6.749

Page 105: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

uji validitasCorrelations

gambar1 gambar2 gambar3 gambar4 gambar5 totalscore

gambar1 Pearson Correlation 1 .305 .484 .388 .447 .825**

Sig. (2-tailed) .269 .067 .153 .095 .000

N 15 15 15 15 15 15

gambar2 Pearson Correlation .305 1 .289 .463 .189 .666**

Sig. (2-tailed) .269 .297 .082 .500 .007

N 15 15 15 15 15 15

gambar3 Pearson Correlation .484 .289 1 -.089 .327 .585*

Sig. (2-tailed) .067 .297 .752 .234 .022

N 15 15 15 15 15 15

gambar4 Pearson Correlation .388 .463 -.089 1 .044 .592*

Sig. (2-tailed) .153 .082 .752 .877 .020

N 15 15 15 15 15 15

gambar5 Pearson Correlation .447 .189 .327 .044 1 .594*

Sig. (2-tailed) .095 .500 .234 .877 .019

N 15 15 15 15 15 15

totalscore Pearson Correlation .825** .666** .585* .592* .594* 1

Sig. (2-tailed) .000 .007 .022 .020 .019

N 15 15 15 15 15 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 15 100.0

Excludeda 0 .0

Total 15 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Page 106: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.664 5

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

gambar1 10.40 1.829 .644 .486

gambar2 10.60 2.400 .472 .593

gambar3 10.67 2.524 .355 .639

gambar4 10.67 2.381 .293 .677

gambar5 10.73 2.495 .362 .636

Page 107: repo.stikesperintis.ac.idrepo.stikesperintis.ac.id › 197 › 1 › 07 DARWIN EFENDI.docx  · Web viewMenyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar – benar

DOKUMENTASI