RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

90
i RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 30 DESEMBER 2011

description

proper citation:Wirasantosa, S., H. tarigan, I.S. Brodjonegoro, T.R. Adi, S. Makarim, D. Purbani, T.L. Kepel, I.R. Suhelmi, Y.P. Kaelan, B. Sulistiyo, W. S. Pranowo., 2011. Rencana Strategis Indonesian Ocean Observing System (INAGOOS), ISBN: 978-979-3768-43-4, 90 halaman.

Transcript of RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

Page 1: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

i

RENCANA STRATEGIS

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 30 DESEMBER 2011

Page 2: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

ii

TIM PENYUSUN

1. Sugiarta Wirasantosa 2. Hartanta Tarigan 3. Roberto Pasaribu 4. Irsan S. Brodjonegoro 5. Tukul Rameyo Adi 6. Salvienty Makarim 7. Dini Purbani 8. Terry L. Kepel 9. Ifan R. Suhelmi

10. Yudi Priatno Kaelan 11. Budi Sulistiyo 12. Widodo S. Pranowo

Page 3: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

iii

KATA PENGANTAR

Kami mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terselesaikannya

Dokumen Rencana Strategis Indonesian Global Observing System (INAGOOS) edisi

pertama tahun 2011 ini. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan patut berbangga

atas apresiasi secara nasional bahwa program INAGOOS 2010-2014 ini telah

tercantum sebagai salah satu kegiatan pendukung Rencana Aksi Nasional Gerakan

Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN GRK) yang telah ditetapkan dengan PERPRES

No. 61 Tahun 2011. Seyogyalah amanat besar ini harus diselesaikan dengan baik

hingga 2014 nanti.

Adanya perubahan nomenklatur di lingkungan internal Kementerian Kelautan dan

Perikanan dimana Balai Riset Observasi Kelautan (BROK) yang semula berada

dibawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan

Pesisir (P3SDLP) berubah menjadi Balai Penelitian Observasi Laut (BPOL) dan

berada dibawah koordinasi Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kelautan

dan Perikanan (P3TKP), dimana ketiga satker tersebut adalah simpul-simpul dari

INAGOOS secara ideal seharusnya tidak menjadi penghambat operasionalisasi

program tersebut dalam rangka mensukseskan RAN-GRK.

Berbagai koordinasi internal perlu dilakukan di 2012 dan kedepan selain

memperkuat koordinasi antar kementerian/lembaga INAGOOS yang lain dalam

rangka memperkaya konsep Rencana Strategis INAGOOS yang telah dihasilkan

pada tahun 2011 ini.

Jakarta, 31 Desember 2011

Tim Penyusun

Page 4: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Tim Penyusun ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

BAB I. Pendahuluan I-1

1.1. Karakteristik Laut Indonesia I-1

1.2. Kebutuhan pembangunan pusat data kelautan I-3

1.3. Perspektif data kelautan Indonesia I-6

BAB II. Global Ocean Observasi Sistem (GOOS) II-1

2.1. Sejarah GOOS II-1

2.2. Pengertian dan tujuan GOOS II-2

2.3. Koleksi Data dan Informasi GOOS II-3

2.4. Struktur GOOS II-5

BAB III. Indonesian Global Ocean Observing System (INAGOOS) III-1

3.1. Sejarah INAGOOS III-1

3.2. Tujuan INAGOOS III-10

3.3. Manfaat INAGOOS III-11

3.4. Struktur INAGOOS III-13

BAB IV. Sistem Observasi Dan Sumber Data INAGOOS IV-1

4.1. Sistem Peralatan dan Metode Observasi IV-1

4.2. Sumber Data IV-3

4.2.1. Badan Informasi Geospasial (Sebelumnya

BAKOSURTANAL) IV-4

4.2.2. Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika IV-5

4.2.3. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi IV-7

4.2.4. Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL IV-8

4.2.5. Badan Penelitian dan Pengembangan IV-10

Kelautan dan Perikanan

4.2.6. Lembaga Antariksa dan Penerbangan IV-13

Nasional

4.2.7. Pusat Penelitian Oseanologi – LIPI IV-14

4.2.8. Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI IV-16

4.2.9. Pusat Penelitian dan Pengembangan IV-17

Geologi Laut - KESDM

BAB V Pusat Data INAGOOS V-1

5.1. Sistem Jejaring V-1

5.2. Sistem Jaringan INAGOOS V-8

5.3. Regulasi dan Mekanisme Data dan Informasi V-9

Page 5: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

v

BAB VI Pemanfaatan Dan Pelayanan INAGOOS VI-1

6.1 Operasionalisasi pemantauan iklim laut VI-1

6.2 Operasionalisasi oseanografi perikanan VI-3

6.3 Operasionalisasi jaringan pasang surut VI-5

6.4 Operasionalisasi jaringan sistem peringatan dini tsunami VI-6

BAB VII Program Pengembangan Kapasitas VII-1

BAB VIII Rencana Kedepan (Outlook) VIII-1

8.1. Menuju Operasional Oseanografi (Perikanan) 2014 VIII-1

8.2. Kerjasama Regional SEAGOOS VIII-1

8.3. Identifikasi Permasalahan VIII-2

BAB IX Pendanaan Program IX-1

BAB X Penutup X-1

PERSANTUNAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Karakteristik Iklim-Laut Indonesia

Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia berada dalam suatu

sistem pola angin yang disebut sistem angin Monsun (monsoon). Angin Monsun

bertiup ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya

angin bertiup dengan arah yang berlawanan. Terjadinya angin Monsun ini karena

terjadi perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia (Wyrtki, 1961).

Pada bulan Desember – Pebruari di belahan bumi utara terjadi musim (season)

dingin sedangkan di belahan bumi selatan terjadi musim panas sehingga pusat

tekanan tinggi di daratan Asia dan pusat tekanan rendah di daratan Australia.

Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari daratan Asia menuju Australia.

Angin ini dikenal di sebelah selatan katulistiwa sebagai angin Muson Barat Laut.

Sebaliknya pada bulan Juli – Agustus berhembus angin Monsun Tenggara dari

daratan Australia yang bertekanan tinggi ke daratan Asia yang bertekanan rendah.

Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin Monsun.

Oleh karena sistem angin Monsun ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan

relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk

terjadinya suatu pola arus. Pada musim barat, pola arus permukaan perairan

Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut

Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai

Laut Banda. Sedangkan pada saat Monsun Tenggara, arah arus sepenuhnya

berbalik arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan

(Wyrtki, 1961).

Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin monsun.

Oleh karena sistem angin muson ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan

relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk

terjadinya suatu pola arus (ARMONDO). ARMONDO merupakan perubahan arus

monsun yang lebih dibangkitkan oleh sistem Northwest Moonson dan Southeast

Moonson yang melewati Selat Karimata dan Laut Jawa ini yang berinteraksi

dengan perubahan arus dan temperatur permukaan sangat berpotensi untuk

Page 7: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-2

perubahan cuaca di daerah Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Pada musim barat,

pola arus permukaan perairan Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut

Cina Selatan menuju Laut Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut

Flores hingga mencapai Laut Banda. Sedangkan pada saat Muson Tenggara

(Southeast Moonson) , arah arus sepenuhnya berbalik arah menuju ke barat yang

akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan (Wyrtki, 1961).

Kondisi Laut Indonesia sangat dinamis dengan didukung oleh kondisi topografi

bawah laut, tipe-tipe pasang surut, sirkulasi massa air (ocean circulation) dan

sistem perubahan angin (Monsoon system). Pada umumnya tipe-tipe pasang

surut di Laut Indonesia berjenis campuran dengan tipe pasang surut dominan

semi diurnal (ganda) di sebelah timur Indonesia dan dominan diurnal (tunggal) di

sebelah barat Indonesia. Topografi bawah laut kepulauan Indonesia yang sangat

unik dan kompleks dikarenakan lokasi kepulauan Indonesia yang terletak diantara

pertemuan lempeng benua Asia dan Australia membentuk lembah laut, punggung

laut, gunung bawah laut yang berinteraksi dengan pasang surut dan variabilitas

massa air yang dominan sangat berpotensi untuk terbentuknya Internal Wave

(Gelombang di kolom Laut Dalam) di laut-laut Indonesia.

Laut Indonesia merupakan bagian dari laut lintas dunia (global ocean circulation)

yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menyebabkan

Dinamika Laut Indonesia sangat dinamis dan memainkan peranan penting dalam

perubahan iklim global. Variabilitas laut Indonesia yang disebabkan oleh pengaruh

transport massa air dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menyebabkan

perubahan stratifikasi laut dengan diindikasikan oleh perubahan daerah termoklin

laut Indonesia melalui perubahan volume transport massa air dari pasifik

(Indonesian throughflow) seperti yang terjadi saat fenomena El Nino dan La Nina

yang membawa pengaruh perubahan sistem hujan di Indonesia (kekeringan dan

musim penghujan). El Nino adalah gangguan pada sistem udara-laut di lautan

Pasifik ekuator dan berdampak pada perubahan iklim global. El Nino juga

mempengaruhi dinamika kepulauan Indonesia baik secara negatif maupun positif.

Dampak negatifnya adalah adanya kemarau berkepanjangan yang terjadi di

hampir seluruh wilayah Indonesia sedangkan dampak positinya adalah terjadinya

upwelling di perairan selatan Jawa sampai perairan barat Sumatera.

Page 8: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-3

Indonesia yang berada di daerah ekuator sangat sensitif terhadap equator

waveguide signals yaitu interaksi ocean-atmosphere melalui perubahan zonal

wind (trade winds) terhadap perubahan sea surface temperature dalam periode

waktu seasonal, intraseasonal (Madden Jullian Oscillation (MJO) yang biasanya

terjadi selama periode winter dan Monsoon Intra-seasonal Oscillation (MISO) yang

biasanya terjadi selama periode summer, juga pengaruh dari periode semi-annual

berhubungan dengan transisi monsun di sekitar bulan Mei dan Oktober dimana

pada bulan-bulan ini selalu terjadi westerly wind dan Wyrtki Jet sepanjang

equatorial Indian Ocean. Signyal-signyal tersebut direpresentasikan dengan

osilasi-osilasi dalam periode tertentu yang mempengaruhi variabilitas laut di

daerah equator yang sangat berperan penting dalam perubahan iklim lokal dan

regional.

Beberapa fenomena penting terjadi di pesisir dan laut yaitu upwelling di barat

Sumatera, selat Makasar, Selatan Jawa, Selatan Bali, laut Banda, laut Arafura dan

selat Sunda. Upwelling sangat terkait erat dengan produktivitas primer dan

penangkapan ikan dikarenakan upwelling membawa nutrisi makanan ikan ke

lapisan permukaan, yang selanjutnya indikasi upwelling ini dapat memberikan

informasi untuk pergerakan ikan (migrasi ikan) yang berhubungan dengan daerah

tangkapan ikan.

Upwelling juga sangat terkait dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yaitu

suatu kopling interaksi laut dan Atmosfir yang terjadi di Samudera Hindia yang

dikarakterisasikan dengan Anomali Sea Surface Temperature (SST) di daerah

(Equatorial Indian Ocean) dan Anomali Zonal Wind di daerah (Central Equatorial

Indian Ocean). Indian Ocean Dipole Positif diindikasikan dengan SST lebih

dingin di SEIO (South Eastern Indian Ocean) di daerah pantai Sumatra, dan SST

lebih hangat di Western Indian Ocean (WIO) diikuti oleh southeasterly wind

sepanjang pantai Sumatra dan easterly wind sepanjang Central Equatorial Indian

Ocean (CEIO). Indian Ocean Dipole mempengaruhi sistem penghujan di

Indonesia dan intensitas produktivitas primer untuk daerah produksi ikan.

1.2. Kebutuhan Pembangunan Pusat Data Kelautan

Pembangunan berkelanjutan daerah pesisir Indonesia, manajemen siklus air

(siklus air laut-atmosfer), sumberdaya laut dan manajemen laut terbuka serta

Page 9: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-4

populasi dari daratan merupakan permasalahan yang paling serius. Jutaan orang

hidup tergantung pada pengkajiaan secara terus menerus keadaan laut dan

pesisir sehingga pencegahan erosi, ekploitasi berlebihan terhadap sumberdaya

perikanan, menipisnya sumber air serta musnahnya beberapa habitat ekosistem.

Indonesia secara ekonomi masih tergantung pada sumberdaya laut dan terumbu

karang. Kira-kira 60% dari kebutuhan protein hewani nasional diambil dari laut.

Perikanan tangkap mulai ekspansi bidang garapannya ke laut lepas. Akibat

tekanan lingkungan maka kualitas air mengalami penuruanan. Air di pesisir

terpolusi hebat, khususnya didaerah dengan lalu lintas kapal yang sangat padat.

Praktek perikanan tidak sinambung, industri pesisir, buangan sampah dan

limpasan hasil pertanian memberikan dampak buruk pada perairan pesisir dan

terumbu karang yang mana termasuk daerah dengan keanekaan ragaman hayati

yang tinggi di dunia.

Erosi pantai di pesisir umumnya terjadi akibat perluasan kota (reklamasi pantai)

perubahan tata guna lahan dan pembangunan struktur keras (jeti, groin, dll).

Arus, gelombang dan pasang surut laut berinteraksi secara kompleks kemudian

berperan sebagai agen atau pentranspor terjadinya proses erosi, sebaran limbah

serta perpindahan sedimen, sehingga ketiga parameter diatas harus dipantau

secara terus menerus.

Fluks biogeokimia dan siklusnya di paparan benua secara parsial diatur oleh input

atmosfer dan sungai. Pesisir Indonesia sangat erat terkait dengan siklus

biogeokimia laut terbuka dan dinamika lingkungan biomakro yang mana

mempengaruhi dinamika rantai makanan. Sedangkan pemantauan lingkungan

secara kontinyu variabilitas iklim-laut sangat diperlukan dalam rangka pengkajian

stok ikan.

Kompleksitas lingkungan laut tersebut diatas mensyaratkan adanya dasar

pengertian ilmiah, pemantauan dan pemodelan dari lingkungan laut kita. Kita juga

harus mengkaji perkembangan riset dan teknologi yang diperlukan untuk

keperluan diatas, yang mana kemudian digunakan sebagai dasar untuk

pengembangan operasional oseanografi dan meteorologi laut.

Page 10: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-5

Akibat variabilitas iklim-laut yang kompleks dan kopling dengan yang diakibatkan

oleh aktivitas manusia di laut dan pesisir kepulauan Indonesia maka diperlukan

pemantauan, analisis dan prakiraan secara operasional dan kontinyu. Operasional

oseanografi dan meteorologi laut di perairan Indonesia sangat berguna untuk

mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Negara Kepulauan

Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka program

Indonesia (INAGOOS) diwujudkan agar pemantauan dinamika oseanografi

perairan laut kepulauan Indonesia secara terpadu dan kontinyu.

Ketersediaan data yang real time, kualitas kontrol dari informasi lingkungan yang

dating dari hasil observasi dan model dapat digunakan untuk menopang pembuat

keputusan untuk mengatur pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan.

Beberapa aspek dari pemantauan lingkungan laut dan model di dalam cara yang

real time dan bebeerapa riset dasar masih diperlukan dan beberapa peralatan

baru harus dikembangkan. Untuk itu diperlukan koordinasi dari berbagai disiplin

ilmu ataupun lembaga riset terkait didalam kerangka konsep ilmu operasional.

Disini kita mencoba untuk melakukan konsolidasi jaringan operasional oseanografi

saat ini dan pada saat yang sama mengunakan sistem peramalan untuk

mengembangkan sistem pemantauan laut yang ada. Kita juga akan mengkaitkan

operasional oseanografi dengan pengguna informasi lingkungan untuk mencapai

tujuan pembangunan yang berkelanjutan di wilayah laut dan pesisir.

Ada tiga fase pengetahuan yang diperlukan untuk mengembangkan suatu sistem

operasional, yaitu :

1. Diskripsi dengan observasi

2. Kalibarasi hasil observasi

3. Pengakajian ketrampilan prakiraan dan formulasi persoalan

Pada saat yang sama pengembangan sistem operasional mensyaratkan empat

fase implementasi, yaitu :

1. Penelitian atau Riset

2. Pilot proyek

3. Proyek pra-operasional

4. Sistem operasional

Page 11: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-6

1.3. Perspektif Data Kelautan Indonesia

Sejarah pengukuran parameter-parameter oseanografi di Indonesia baik itu fisik,

kimia maupun biologi telah berjalan lama bahkan sebelum NKRI diproklamasikan.

Kegiatan-kegiatan ini dilakukan oleh para ilmuwan yang berasal dari beberapa

negara seperti Perancis, Inggris, Belanda, Denmark dan Jerman. Beberapa

ekspedisi pelayaran ilmiah yang tercatat masuk di wilayah Indonesia adalah

ekspedisi Physicienne (1817-1820), Coquille (1822-1825), Astrolabe (1826-1829)

dan Bonite (1836-1837) yang berasal dari Perancis. Ekspedisi dari Inggris adalah

Beagle (1832-1836), Sulphur (1836-1842) dan Challenger (1872-1876). Ekspedisi

Valdivia (1898-1899) dan Planet (1906-1907) berasal dari Jerman. Ekspedisi dari

Negara Belanda adalah Siboga (1899-1900). Selanjutnya ada ekspedisi Snellius

(1929-1930) dan Galathea (1952). Beberapa dari hasil ekspedisi ini kemudian

menjadi catatan penting bagi perkembangan ilmu kelautan di Indonesia.

Khusus untuk data parameter fisika dan kimia di wilayah perairan Indonesia, salah

satu basis data yang ada adalah dari World Ocean Database 2009 (WOD09) yang

dikelola oleh NOAA (Boyer et al., 2009). Tipe dataset yang ada di WOD09

berjumlah 11 dataset, akan tetapi yang digunakan disini hanyalah sebanyak 6

dataset (Tabel 1.1). Secara keseluruhan, ada 26 negara yang menjadi

observer/pemilik data ini termasuk Indonesia. Perincian jumlah stasiun, tahun

observasi, observer dan parameter ditampilkan pada Tabel 1.2. Dari basis data

ini terlihat bahwa pengukuran parameter fisika sudah dimulai pada tahun 1875.

Jumlah stasiun observasi tiap data set bervariasi dari ribuan (terendah CTD: 4865)

sampai puluhan ribu (tertinggi XBT: 47813). Posisi stasiun observasi ditampilkan

pada Gambar 1.1 hingga 1.6.

Tabel 1.1. Tipe Instrumen dalam dataset WOD09

DATASET SUMBER

OSD

(Ocean Station Data)

Bottle, low-resolution Conductivity-Temperature-Depth

(CTD), low-resolution XCTD data, and plankton data

CTD

(Conductivity Temperature Depth)

High-resolution Conductivity-Temperature-Depth (CTD)

data and high-resolution XCTD data

MBT

(Mechanical Bathythermographs )

Mechanical Bathythermograph (MBT) data, DBT, micro-

BT

Page 12: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-7

XBT

(Expendable Bathythermograph)

Expendable (XBT) data

MRB Moored buoy data from TAO (Tropical Atmosphere-

Ocean), PIRATA (moored array in the tropical Atlantic),

MARNET, and TRITON (Japan-JAMSTEC)

PFL

(Profiling Floats)

Profiling float data

Tabel 1.2. Rincian dataset WOD09

Jumlah stasiun Tahun observasi Negara Observer* Parameter

CTD 4.865

1961; 1962; 1973; 1978;

1981-1989; 1990-1999;

2000-2008

AU, CN, DE, FR, ID, JP,

KR, PA, SU,US

Temperatur,

Salinitas, Oksigen

MBT 40.450 1942; 1944; 1945-1949;

1951-2000

AU, CL, DE, GB, JP,

SU, US

Temperatur

MRB 16.404 1992-1999; 2000-2008 JP, US Temperatur,

salinitas,

OSD 25.548

1875; 1875; 1889; 1891;

1899; 1906; 1907; 1920;

1923-1926; 1928-1930;

1933-1944; 1947-1949;

1951, 1952, 1955-2007

AU, CN, DK, FR, GB,

ID, JP, KR, MY, NL, PA,

PH, SG,SU,TH,US

Temperatur,

salinitas, oksigen,

fosfat, silikat,

nitrat, nitrit, pH,

klorofil, alkalinitas,

tCO2, CFC

PFL 9.086 1995-1999; 2000-2009 AU, CN, IN, JP,NKR,

US

Temperatur,

salinitas

XBT 47.813 1967-2008

AG, AU, BS, CA, CN,

CY, DE, FR,GB, HK, ID,

JP, LR, MY, NL,NZ,

PA, PH, SG, SU, TH,

US, VC, ZA

Temperatur

*Ket : AG =Antigua dan Barbuda , AU= Australia, BS=Bahamas , CA=Kanada , CL=Chile , CN= China,

CY=Cyprus , DE= Jerman, FR= Perancis,GB= Inggris, HK= Hongkong, ID= Indonesia, IN= India, JP=

Jepang, LR=Liberia , MY= Malaysia, NL= Belanda,NZ= Selandia Baru, PA=Panama, PH=Filipina ,

SG= Singapura, SU=Uni Soviet , TH=Thailand , US=Amerika Serikat , VC=Saint Vincent & Grenadine

, ZA=South Africa

Page 13: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-8

Gambar 1.1. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah Berdasarkan Dataset CTD

Gambar 1.2. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah berdasarkan Dataset MBT

Page 14: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-9

Gambar 1.3. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah Berdasarkan Dataset MRB

Gambar 1.4. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah berdasarkan Dataset OSD

Page 15: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

I-10

Gambar 1.5. Posisi Stasiun Observasi Instrumen Apung dan/atau Melayang di Kolom Air

Berdasarkan Dataset PFL

Gambar 1.6. Posisi Stasiun Observasi Instrumrn XBT yang Ditembakkan ke Kolom Air Hingga

Dasar Laut Saat Pelayaran Ilmiah Berlangsung Berdasarkan Dataset XBT

Page 16: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

II-1

BAB II

GLOBAL OCEAN OBSERVING SYSTEM (GOOS)

2.1. Sejarah GOOS

Dorongan untuk mendirikan GOOS datang dari Technical Comittee for Ocean

Process and Climate (TC/OPC) IOC pada akhir 1980. Konsep dari observasi

kelautan global tumbuh dari kesadaran pemahaman dan peramalan perubahan

iklim membutuhkan pengamatan berbagai macam sistem observasi kelautan

dalam 1 jangka waktu panjang. Pada tahun 1988 IOC membentuk suatu kelompok

(ad-hoc) ahli untuk mempersiapkan proposal untuk pengembangan pemantauan

laut dunia mengenai suatu sistem observasi kelautan global yang terintergrasi.

Tahun 1989 WMO dan IOC menyetujui program yang diusulkan oleh kolompok

ahli tersebut untuk merencanakan dan mengimplentasikan operasional sistem

observasi secara global.

Bentuk GOOS yang sekarang dibuat 1991 ketika TC/OPC menyetujui bahwa

konsep sistem pengamatan laut seharusnya diperluas termasuk fisika, kimia, dan

pemantauan biologi pantai dan laut. Komisi IOC XVI mendirikan suatu kantor

untuk mendukung (GSO) dan WMO pada kongres XI menyetujui untuk menjadi

co-sponsor GOOS. Pada tahun 1992 komite antara pemerintah untuk GOOS

(I/GOOS) dibentuk untuk mengkoordinasikan implementasi GOOS dan untuk

menggantikan TC/OPC. Suatu GOOS Technical and Scientific Advisory Panel

(GSSC) diusulkan pada tahun yang sama dan GOOS Project Office didirikan

dibawah IOC. Pada 1998 GOOS Strategic Plan and Prospectus-nya telah

diterbitkan. Kemudian pada tahun 2005 pada pertemuan IOC yang ke-23

mencatat bahwa dengan munculnya proposal sistem observasi kebumian

(GOSS), GOOS harus menpertimbangkan sebagai marine component GOOS.

Awalnya, komisi bertemu setiap tahun dengan pertemuan di planary session dan

planning session. Planning session fokus pada aspek-aspek tertentu dari

implementasi GOOS yang diperlukan. Sebagai hasil dari IGOOS 3, di Paris 1997

IGOOS planary session akan dilakukan setiap 2 tahun. Planning session telah

dimasukkan dalam GOOS Stering Committe yang baru yang mana sekarang

menjadi penanggung jawab utama dalam implementasi GOOS. Adapun

pertemuan terkini IOGOOS dilaksanakan di IOC-Paris pada tahun 2011.

Page 17: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

II-2

2.2. Pengertian dan Tujuan GOOS

GOOS (Global Ocean Observing System) adalah sistem observasi kelautan

secara global. GOOS adalah badan tunggal yang berkaitan dengan sirkulasi air

yang mengelilingi dunia. Dari es di Kutub Utara (Artik) terus melalui perairan

khatulistiwa yang hangat ke Kutub Selatan (Antartik) yang melingkari arus laut di

bumi, Samudera, teluk dan inlet yang berhubungan. Mereka membentuk suatu

kesatuan air yang disebut Global Ocean. GOOS dirancang dan diimplementasi

untuk merangkul laut sebagai suatu intitas tunggal, untuk menyajikan suatu

pandangan global dari sistem kelautan.

GOOS adalah suatu sistem global yang permanen untuk observasi, pemodelan

dan analisa dari variabilitas laut untuk mendukung operasional pelayanan di sektor

kelautan di seluruh dunia. GOOS menyediakan deskripsi yang akurat tentang

kondisi kelautan yang sekarang termasuk sumberdaya laut dan prakiraan yang

menerus tentang kondisi laut kedepan, serta dijadikan acuan untuk memantau

proses perubahan iklim. GOOS adalah suatu program sistem yang masing-masing

bekerja dengan aspek kelautan yang berbeda, dan saling melengkapi untuk

membangun kemampuan operasi pemantauan laut untuk semua negara di dunia.

Dukungan PBB dan UNESCO selalu menjamin kerjasama internasional menjadi

prioritas pertama dari sistem pemantauan laut global. GOOS adalah komponen

oseanografi dari GEOSS (Global Earth Observing Sistem of System).

Peralatan pemantauan untuk GOOS semula dirancang berupa mooring buoy dan

Kapal Penelitian/Riset (research vessel), yang berfungsi untuk:

1. Memantau, memahami dan memprediksi cuaca dan iklim.

2. Menjelaskan dan memperkirakan kondisi kelautan termasuk

sumberdaya laut dan pesisir.

3. Memperbaiki pengelolaaan sumberdaya yang berupa ekosistem laut

dan pesisir.

4. Mengurangi kerusakan dari bahaya alam dan pencemaran

5. Melindungi kehidupan dan kekayaan di pesisir dan laut

GOOS adalah suatu wadah (platform) untuk:

1. Kerjasama internasional untuk pemantauan laut yang menerus.

Page 18: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

II-3

2. Penghasil pelayanan dan produk oseanografi.

3. Interaksi penelitian, operasional, dan masyarakat pengguna.

GOOS melayani:

1. Peneliti oseanografi,

2. Manajer pesisir,

3. Pihak-pihak/negara-negara anggota konvensi internasional, nasional,

dan lembaga-lembaga oseanografi, hydrografi, industri marine dan

coastal, pembuat kebijakan dan masyarakat yang tertarik.

GOOS disponsori oleh organisasi internasional seperti: Inter-governmental

Oceanographic Commission – United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization (IOC-UNESCO), United Nations Environmental Programme (UNEP),

World Maritime Organization (WMO) dan International Council for Science (ICSU),

dan masih banyak lagi. GOOS dilaksanakan oleh negara-negara anggota melalui

intansi pemerintah, angkatan laut, dan lembaga peneliti oseanografi yang

bekerjasama didalam suatu panel tematik dan gabungan regional.

2.3. Koleksi Data dan Informasi GOOS

Koleksi utama data dan informasi GOOS adalah kumpulan data dan informasi

hasil pemantauan/pengukuran laut baik secara real time maupun near real time

dengan berbagai sistem seperti yang dijabarkan pada Bab IV Sub Bab 4.1 tentang

Sistem Observasi. Dimana data dan informasi tersebut ada yang kemudian diolah

lagi secara spasial baik melalui proses gridding, interpolasi dan ekstrapolasi,

maupun ada yang dijadikan input model prediksi atau peramalan sehingga

menjadi data dan informasi yang baru/lain.

Page 19: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

II-4

Gambar 2.1. Temperatur permukaan laut hasil pemantauan melalui satelit oleh

NCEP-NOAA dimana data resolusi temporal 6 jam tersedia untuk

diakses publik di situs

http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html

Data dan informasi tersebut ditampilkan secara online website yang dapat dengan

mudah diakses oleh masyarakat umum, peneliti, lembaga/instansi secara mudah,

cepat dan gratis. Misalkan, dapat dicari situsnya denga mudah melalui search

engine seperti website Google berikut berbagai macam aplikasinya (Google Earth,

Google Ocean, dan lain-lain). Sebagai contoh lihat Gambar 2.1.

Adapun sebagai kontributor data dan informasi tersebut adalah berbagai lembaga

penelitian, instansi pemerintah, dan universitas, yang tergabung didalam wadah

IOC-UNESCO, yang menyediakannya di server masing-masing yang kemudian di-

integrasi-kan di website GOOS sebagai portal data.

Format data ilmiah yang disepakati oleh IOC-UNESCO yang diwadahi dalam

International Ocean Data Exchange (IODE) dalam rangka pertukaran data adalah

berformat NetCDF. Format ini memungkinkan penyimpanan satu atau beberapa

Page 20: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

II-5

jenis data dengan format matriks yang berbeda termasuk metadata-nya kedalam

satu file. Tidak menutup kemungkinan disediakan beberapa format lain hasil

ekstraksi atau konversi dari data tersebut yang umum digunakan oleh para

pengguna dengan tools yang disediakan di website tersebut.

2.4. Struktur GOOS

Seperti yang telah tersebut di Sub Bab sebelumnya, bahwa GOOS terdiri dari

beberapa badan/lembaga dunia yang berkordinasi secara bersama-sama untuk

memajukan tujuan GOOS yang komprehensif dari sistem pemantauan kelautan

internasional berkelanjutan dan operasional, seperti yang ditampilkan pada

Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Bagan struktur umum organisasi GOOS

Dimana pada bagan tersebut di Gambar 2.2 dapat terlihat bahwa:

I-GOOS (Intergovernmental Committee for GOOS) adalah badan antar

pemerintah yang bertanggung jawab atas arah strategis dan mendorong

negara-negara anggota untuk berkomitmen untuk dukungan berkelanjutan.

PICO (Panel for Integrated Coastal Observations) adalah panel untuk

pengamatan pesisir terpadu.

GSSC (GOOS Scientific Steering Committee) adalah panitia pengarah

ilmiah.

Page 21: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-1

BAB III

INDONESIAN GLOBAL OCEAN OBSERVING SYSTEM (INAGOOS)

3.1. Sejarah INAGOOS

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan GOOS, maka dibentuk wilayah kerja

regional pemantauan laut berdasarkan konsep batas samudera dan/atau laut

dengan kesepatan bersama antar negara-negara di wilayah regional tersebut seperti

tersaji pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Pembagian wilayah kerja GOOS regional

Adapun GOOS regional yang terlihat pada Gambar 3.1 antara lain adalah:

1. European Seas (EuroGOOS)

2. Mediterranean Sea (MedGOOS)

3. Black Sea GOOS

4. North-East Asian Regional (NEAR-GOOS)

5. (PI-GOOS)

6. Indian Ocean GOOS (IO-GOOS)

7. Indian and Carribean Ocean (IOCARIBE-GOOS)

8. Africa (GOOS-Africa)

9. United States of America (US GOOS)

10. Southeast Asia (SEAGOOS)

11. OCEATLAN

Page 22: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-2

12. GRASP

13. Sustaining Arctic Observing Networks (SAON)

14. Southern Ocean Observing Sistem (SOOS)

Selama satu dasawarsa terakhir pemantauan dan prakiraan kondisi lingkungan laut

dan pesisir telah dilakukan oleh proyek penelitian dan sekarang telah dilakukan

secara operasional oleh beberapa institut penelitian dan agen operasional di seluruh

eropa ataupun dunia. UNESCO/IOC mendirikan program Global Ocean Observing

System (GOOS) dan Coastal Ocean Observing Panel (COOP) dengan jaringan

tersebar di seluruh dunia untuk mendapatkan data laut yang real time serta

prakiraan kondisi terkini lingkungan laut serta kondisi suatu ekosistem pesisir.

Di Eropa, EuroGOOS pada tahun 1995 telah mengembangkan program oseanografi

operasional sejak pertengahan abad 19 melalui agen riset dan operasional. Aplikasi

dan implementasi dari prototype tersebut telah dilaksanakan di daerah paparan

Eropa dan dunia. Salah satu group diatas yaitu Tim Mediteranian telah

mengembangkan sistem prakiraan laut mediteranian dan mengimplementasikannya

di laut mediterania. EuroGOOS dan Mediterranean Task Team juga

mengembangkan MedGOOS pada tahun 1998 untuk melakukan koordinasi dan

pengembangan pada sektor kelautan dengan berbagai stakeholder dan

mengkontruksikan pada suatu pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan di laut

mediterania (INDOO, 2005).

Komisi Eropa dan V kerangka program untuk riset dan pengembangan didanai oleh

suatu kluster oseanografi operasional dan sedang mengembangkan prototype

sistem (the Arctic Sea and North Atlantic-TOPZ dan Mediterranean Sea-MFS)

bersama-sama dengan kapasitas pengembangan (the Baltic Sea-PAPA, in the

Mediterranean Sea-MAMA, in the Black Sea-ARENA). Usaha tingkat nasional lain

adalah dengan mensponsori pengembangan oseanografi operasional lautan Atlantic

dan laut (MERCATOR, France and FOAM,UK).

Sejalan dengan itu strategi ruang angkasa Eropa yang dikembangkan oleh Komisi

dan The European Space Angency (ESA), the EU dan ESA Councils menekankan

pentingnya akses secara global untuk pemantauan lingkungan laut dan keperluan

Page 23: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-3

lainnya seperti mitigasi bencana, pencemaran laut dan sebagainya. Pengembangan

program ini disebut Global Monitoring Environment dan Security-GMES.

GMES adalah konsep yang memerlukan niat politis untuk pemantauan lingkungan

laut dan isu keselamatan laut dengan dasar ilmu dan teknologi misalnya satelit.

GMES dicoba akan dikembangkan di Indonesia dalam rangka kolaborasi antara

Indonesia dengan Eropa. GMES diwakili oleh pemerintah Indonesia, the Eropean

Commission, the European Space Agency, Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional (LAPAN) industry, the Indonesian national authorities dan the Indonesian

and Europen scientific communities.

Mengingat kerjasama pengembangan pemantauan lingkungan laut diatas, dan

luasnya laut Indonesia, walaupun kepulauan Indonesia terletak pada kelompok

SEAGOOS dan IOGOOS, pada tanggal 9 Augustus 2005 Depertemen Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia mencanangkan suatu program nasional yang

dinamakan Deklarasi Indonesian Global Ocean Observing System (INAGOOS).

Deklarasi ini dilakukan di Bali dengan bentuknya dapat dilihat pada gambar dibawah.

Berdasarkan wilayah kerja regional GOOS tersebut pada Gambar 3.1 maka Negara

Kepulauan Republik Indonesia (NKRI) yang mengusung INAGOOS berada pada

wilayah kerja SEAGOOS dan IOGOOS. Sehingga diharapkan interaksi INAGOOS

dengan kedua GOOS regional tersebut akan saling menguatkan secara

kelembagaan dan saling melengkapi resolusi akan data dan informasi.

Page 24: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-4

Gambar 3.2. Deklarasi pembentukan INAGOOS pada 9 Agustus 2005 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu, Bapak Freddy Numberi.

INAGOOS adalah kontribusi Indonesia kepada program GOOS khususnya kepada

IOGOOS (Indian Ocean GOSS) dan SEAGOOS. Visi dari INAGOOS adalah untuk

lebih memahami lingkungan laut Indonesia dan kehidupan yang lebih baik ditengah

komunitas International melalui pengertian laut Indonesia dan sekitarnya. Adapun

misinya adalah untuk membangun sistem monitoring yang komprehensip dan

kemampuan prakiraannya serta interaksi udara laut di perairan laut Indonesia dan

sekitarnya.

Pada tanggal 11-14 Mei 2009, pada acara World Ocean Conference 2009, yang

dilaksanakan di Manado, Sulawesi Utara, yakni merupakan ajang pertemuan tingkat

tinggi kementerian, dihadiri oleh wakil beberapa negara, lembaga swadaya

masyakarat, komunitas peneliti baik nasional, regional dan internasional,

menelurkan “Manado Ocean Declaration” tertanggal 14 Mei 2009. Dimana deklarasi

tersebut memberikan perhatian kepada: degradasi lingkungan laut khususnya

kepada hilangnya beberapa komponen keanekaragaman laut; dan polusi yang

Page 25: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-5

disumberkan dari kegiatan di darat/pesisir maupun di laut; invasi dari spesies asing;

penggunaan sumberdaya laut dan pesisir yang berlebihan; perubahan fisik;

perencaan yang tidak matang; serta tekanan sosial ekonomi. Selain hal-hal tersebut

diatas, beberapa komponen/parameter yang juga penting untuk diperhatikan anatra

lain: ekosistem perairan dan sumberdaya hayati yang terdampak oleh kenaikan

muka laut; meningkatnya temperatur muka laut; pengasaman laut (ocean

acidification); perubahan pola cuaca dan berbagai variabilitas iklim yang disebabkan

oleh perubahan iklim; dimana perubahan-perubahan tersebut juga meningkatkan

resiko dan mengancam ketahanan pangan global, kemakmuran, dan populasi

manusia. Kemudian dengan ditambah dengan berbagai pemikiran-pemikiran yang

lain, maka deklarasi tersebut memuat beberapa nafas yang sejalan dengan

deklarasi INAGOOS 2005. Adapun secara umum isi deklarasi tersebut antara lain

bahwa para negara-negara yang hadir termasuk Indonesia:

[1]. Akan berupaya melakukan program kegiatan jangka panjang berupa

konservasi, pengelolaan sumberdaya hayati laut dan pesisir berikut

habitatnya menggunakan pendekatan aspek ekologis, dan juga melakukan

implementasi strategis jangka panjang yang disepakati didalam pertemuan2

internasional yang mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan,

termasuk yang telah tercantum didalam United Nations Millennium

Declaration, yang terkait dengan lingkukangn laut, dan juga untuk

menguatkan kemitraan global dalam rangka konsep pembangunan tersebut.

[2]. Akan menekankan kebutuhan straegis nasional untuk dialokasikan kepada

pengelolaan ekosistem laut dan pesisir yang berkelanjutan, khususnya untuk

mangrove, lahan basah (wetland), estuari dan terumbu karang, baik sebagai

sebagai zona penyangga yang berfungsi sebagai pelindung dan juga bernilai

produktif memberikan nilai ekonomis dan nilai jasa dalam mengurangi

dampak perubahan iklim.

[3]. Akan berupaya mengimplementasikan pengelolaan laut dan pesisir, termasuk

perencanaan untuk pemanfaatannya untuk meminimalisir dan mengurangi

resiko dan kerentanan komunitas pesisir serta infrastruktur penting.

[4]. Akan berupaya keras mengurangi polusi di laut, pesisir, dan daratan dan

berupaya mempromosikan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan

berdasarkan kesepakatan internasional yang relevan dan kode-kode

Page 26: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-6

pelaksanaan yang dikembangkan untuk kesehatan dan ketahanan ekosistem

laut dan pesisir.

[5]. Akan bekerjasama lebih lanjut di bidang: penelitian ilmiah kelautan dan

keberlanjutan sistem observasi laut yang terintegrasi; promosi pendidikan dan

kesadaran publik; bekerja secara bersama-sama untuk meningkatkan

pemahaman tentang peran laut terhadap perubahan iklim dan sebaliknya, dan

dampaknya terhadap ekosistem laut, keanekaragaman laut dan komunitas

pesisir, khususnya di negara-negara berkembang dan negara-negara

kepulauan; mengundang komunitas/institusi keilmuan untuk melanjutkan

pembangunan informasi ilmiah yang terpercaya tentang peran dari pesisir,

mangrove, algae, lamun dan terumbu karang dalam pengurangan dampak

perubahan iklim; melanjutkan promosi dan melibatkan pengetahuan-

pengetahuan tersebut diatas kedalam saran-saran terhadap segala praktek

pengelolaannya.

[6]. Akan mempromosikan pengumpulan dan pertukaran informasi terkait dampak

perubahan iklim terhadap ekosistem laut, komunitas, perikanan dan industri;

kesiapsiagaan terhadap kondisi genting, pemantauan, dan peramalan

perubahan iklim dan variabilitas laut; dan peningkatan kesiapsiagaan publik

akan kapasitas peringatan dini.

[7]. Akan menekankan kebutuhan pembangunan, konsisten dengan komitmen

internasional. Langkah adaptasi yang komprehensif dan terukur termasuk

didalam pembangunan nasional strategis berkelanjutan yang difokuskan

kepada dampak perubahan iklim terhadap laut dan pesisir, dan untuk

mengembangkan kebijakan untuk pengelolaan laut dan pesisir yang

terintegrasi berdasarkan kajian ilmiah terpercaya dan tujuan yang disepakati

secara internasional, khususnya untuk komunitas yang paling rentan dan

tergantung sepenuhnya kepada sumberdaya perairan untuk kesearian

hidupnya.

[8]. Akan menuntaskan promosi, yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan

karang atoll dan komunitas pesisir, dan persiapan untuk menghadapi dampak

perubahan iklim terhadap laut, pengembangan pola adaptasi nasional yang

terukur dan efektif dalam penggunaan segala informasi yang relevan,

berbagai skenario dampak perubahan iklim, sistem peringatan dini,

pengurangan resiko bencana dan kajiannya, dan pemetaan tingkat

Page 27: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-7

kerentanan dalam rangka menentukan prioritas aksi jangka pendek dan jagka

menengah.

[9]. Akan berupaya mengimplementasikan pembangunan strategis berkelanjutan

untuk pengelolaan laut dan pesisir yang dikhususkan untuk melihat dampak

perubahan iklim terhadap laut, dan dalam hal ini, akan dilakukan pengukuran

yang penting dilakukan untuk mengurangi polusi, meyakinkan pengelolaan

terintegrasi, dan rehabilitasi ekosistem pesisir seperti estuari, lahan basah

pesisir, mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan gumuk pasir (sand

dunes) termasuk juga tentang sedimentasi.

[10]. Akan menekankan akan kebutuhan sumberdaya finansial dan insentif untuk

secara lebih lanjut membantu negara berkembang dalam upaya

mempromosikan berbagai opsi/alternatif kegiatan untuk mencukupi kebutuhan

sehari-hari secara berkelanjutan dan memperhatikan aspek lingkungan untuk

komunitas pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan iklim.

[11]. Akan menekankan juga kepada kegiatan promosi yang terjangkau,

menyuarakan kepedulian akan lingkungan, dan teknologi kelautan terbarukan

berikut pengetahuan tentang “apa dan bagaimana”, khususnya di negara

berkembang, dengan catatan pengetahuan yang relevan dipromosikan oleh

UNFCC.

[12]. Akan mengundang para mitra dalam rangka mempertimbangkan dan submisi

proposal kegiatan/proyek adaptasi perubahan iklim untuk pengelolaan laut

dan pesisir yang dapat diajukan ke “the Adaptation Fund Board – UNFCC”.

[13]. Akan bekerja, secara individu ataupun kolektif dan secara kolaboratif dengan

organisasi regional dan internasional serta dengan program-program regional

kelautan, untuk meningkatkan kegiatan ilmiah pemantauan yang sejalan

dengan hukum internasional terkait akan lingkungan laut dan

mengembangkan metodologi untuk adaptasi kelautan terhadap perubahan

iklim.

[14]. Akan berupaya melanjutkan, di lingkup regional dan lingkup nasional, untuk

melakukan pertukaran pengetahuan dan teori praktek terbaik, dan

meningkatkan kajian kerentanan laut dan pesisir terhadap perubahan iklim

dalam rangka memberikan fasilitas untuk implementasi kegiatan-kegiatan

bersifat adaptasi.

Page 28: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-8

[15]. Akan melakukan tindak lanjut yang efektif untuk mengelola taman konservasi

laut, termasuk membentuk suatu komunitas jaringan ketahanan

menggunakan yang menggunakan hukum-hukum internasional seperti

UNCLOS, dan berdasarkan keilmuan yang tersedia, dalam rangka

memberikan kontribusi kepada ekosistem, dan berupaya dalam melestarikan

keanekaragaman, keberlanjutan sumberdaya untuk kehidupan beradaptasi

terhadap perubahan iklim.

[16]. Akan mempromosikan pendekatan ekosistem perairan secara lebih luas yang

mendongkrak institusi maupun kerjasaman internasional di antara negara-

negara yang saling berbagi ekosistem dan sumberdaya-nya, dalam rangka

memperluas visi yang memperhatikan akan polusi, perikanan, produktifitas

primer, pemantauan lingkungan, pembangunan sosial ekonomi, dan

pemerintahan.

[17]. Kami berterimakasih kepada Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa Bangsa

(Sekjen PBB) yang telah menyediakan informasi tentang resume kegiatan-

kegiatan di PBB yang sedang berlangsung yakni di bidang perubahan iklim

dan bidang-bidang terkait lainnya yang penting untuk menyusun kegiatan-

kegiatan terkait iklim-laut.

[18]. Kami mendukung sepenuhnya upaya-upaya dari Sekjen PBB untuk

memfasilitasi kerjasama dan koordinasi di dalam lingkup sistem PBB yang

mengedepankan perubahan iklim, dan menggarisbawahi tentang pentingnya

kegiatan-kegiatan di bidang kelautan dalam rangka adaptasi perubahan iklim.

[19]. Kami menyadari akan pentingnya upaya peningkatan pemahaman tentang

dampak perubahan iklim terhadap laut dan pentingnya akan kebutuhan

berbagai aspek dimensi untuk bahan pertimbangan penyusunan strategi

adaptasi dan mitigasi, seperti yang telah diupayakan secara bersama di

dalam World Ocean Conference 2009 ini.

[20]. Kami menyambut baik upaya dari the Coral Triangle Initiative sebagai salah

satu visi yang dihasilkan pada WOC 2009 ini.

[21]. Kami kembali menggarisbawahi tentang betapa pentingnya pencapaian dan

efektivitas dari luaran COP-15 UNFCC di Kopenhagen 2009 dan

mengundang semua pihak untuk mempertimbangkan tentang bagaimana

dimensi pesisir dan laut dapat terefleksi dengan baik di setiap kebijakan yang

dihasilkan.

Page 29: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-9

Setahun setelah WOC 2009, pada hari Senin 10 Mei 2010 Menteri Kelautan dan

Perikanan (Dr. Ir. Fadel Muhammad) meluncurkan kembali konsep INAGOOS di

Bali, pada acara Sesi ke-8 Sidang komisi IOC-UNESCO WESTPAC, sebagai salah

satu implementasi dari peringatan setahun adopsi Deklarasi Manado pada World

Ocean Conference 2009. Pada kesempatan tersebut Indonesia menegaskan

komitmennya terhadap berbagai topik kelautan dunia dengan meluncurkan

pelayaran ilmiah INAGOOS Cruise.

Pada kesempatan tersebut hadir sejumlah pemimpin di bidang kelautan dari 12

negara anggota IOC-UNESCO WESTPAC, di antaranya adalah Sekretaris Eksekutif

IOC-UNESCO Pusat, Wendy Watson-Wright.

Pada INAGOOS Cruise terdapat beberapa rute pelayaran dengan tema observasi

laut menggunakan kapal penelitian Indonesia dengan sejumlah lembaga penelitian

dari negara mitra. Seperti Kapal Baruna Jaya III digunakan untuk mengakomodasi

para peneliti Indonesia dan China untuk meneliti upwelling di Laut selatan Jawa,

sedangkan Kapal Baruna Jaya IV diisi oleh peneliti Indonesia dan Amerika Serikat

melakukan survey laut dalam di perairan Sangihe-Talaud (INDEX-SATAL 2010),

serta Kapal Baruna Jaya VIII diisi oleh peneliti Indonesia dengan peneliti Australia

dan Timor Leste dalam rangka observasi Laut Arafura dan Laut Timor.

Pada kesempatan NOAA bahkan juga berpartisipasi mengirimkan kapal penelitian

Okeanos Explorer, yang dilengkapi dengan ROV (Remote Observation Vehicle)

yang dilengkapi dengan kamera beresolusi tinggi dan berkemampuan jelajah hingga

kedalaman lebih dari 1000 meter untuk kegiatan survey INDEX-SATAL tersebut.

Ekspedisi berhasil merekam berbagai aktivitas hidrotermal aktif di sekitar gunung api

bawah laut, dan juga melakukan pemetaan struktur dasar laut dalam hingga

menemukan gunung api bawah laut yang belum mempunyai nama.

Dampak dari hasil penelitian bersama ini menunjukkan bahwa kemampuan peneliti

kita telah sejajar dengan para peneliti dunia, dan kekayaan laut dalam kita belum

tersentuh sama sekali untuk didokumentasikan datanya. Dampak strategis yang lain

adalah hasil penelitian tersebut dapat dijadikan bahan kebijakan pemerintah di

bidang (penelitian dan pengembangan) kelautan dan perikanan. Sedangkan data

observasi parameter fisik perairannya berkontribusi didalam penambahan resolusi

Page 30: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-10

spasial data untuk pemantauan dinamika iklim-laut yang terkait dengan fenomena

perubahan iklim global.

3.2. Tujuan dan Sasaran INAGOOS

Tujuan dari INAGOOS adalah sebagai wadah koordinasi nasional dari

kementerian/lembaga penelitian yang menghasilkan data dan informasi tentang

observasi laut dan pesisir dalam rangka mencapai sinergi bersama untuk

mendapatkan pemantauan yang komprehensif dan berkelanjutkan terhadap

variabilitas iklim laut, serta dampak bencana yang ditimbulkan-nya pada manusia

dan alam sekitarnya.

Adapun sasaran INAGOOS antara lain adalah melalui pembangunan sistem

pemantauan bersama, skema prediksi untuk di kawasan pesisir, selat dan lain

sebagainya. Sasaran lain yang bernilai strategis di skala nasional bahwa INAGOOS

didesain untuk mempertemukan kementerian/lembaga penghasil data dan informasi

dengan kementerian/lembaga pembuat keputusan dalam rangka program:

1. Pemahanan, kajian, prediksi, mitigasi dan adaptasi pada perubahan iklim.

2. Pengertian faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.

3. Peningkatan manajemen dan proteksi daratan, pesisir dan ekosistem laut.

4. Menopang pertanian berkelanjutan.

5. Pemahaman, monitoring, dan konservasi keanekaragaman hayati.

6. Reduksi penurunan kehidupan akibat bencana secara alamiah atau akibat

ulah manusia.

7. Peningkatan manajemen sumberdaya energi.

Adapun sasaran strategis dari INAGOOS tersebut diatas secara kongkrit akan

berkontribusi mendukung kepada Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas

Rumah Kaca (RAN GRK) melalui beberapa kegiatannya, dimana hal ini telah

ditetapkan didalam PERPRES nomer 61 Tahun 2011 tertanggal 20 September

2011.

Pengukuran dan pemantauan dalam kegiatan INAGOOS meliputi pengukuran in

situ, menggunakan teknologi airbone pesawat udara, dan observasi penginderaan

jauh menggunakan teknologi satelit. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat

Page 31: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-11

digunakan untuk kegiatan penelitian skala nasional, regional dan internasional

dengan aplikasi lintas sektoral. INAGOOS juga diupayakan sebagai salah satu

wahana untuk mempromosikan kemampuan nasional dalam melakukan

pembangunan di sektor kelautan dan mendukung di sektor perikanan, sekaligus

berpartisipasi aktif dalam program internasional dalam pemantauan perubahan iklim.

3.3. Manfaat INAGOOS

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki lingkungan unik dimana daratan,

lautan, atmosfer dan manusia saling berinteraksi dan memerlukan energi serta

materi satu sama lain. Wilayah ini juga secara umum merupakan wilayah dengan

populasi lebih padat dibandingkan dengan daerah non pesisir. Di wilayah pesisir

banyak orang bermukim dan beraktivitas sehingga berimplikasi meningkatkan polusi

dan degradasi lingkungan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik horisontal

yang secara lebih jauh dapat mengancam kondisi keamanan nasional dan

kehidupan menjadi mahal. Untuk menyelesaikan konflik tersebut diatas dengan cara

yang lebih efisien, efektif dan bijak diperlukan kemampuan kita untuk memantau,

penentuan kondisi terkini dan peramalan kondisi lingkungan laut dan pesisir yang

akurat.

Dalam hal ini INAGOOS mempunyai kemampuan untuk menjembatani kemampuan

secara teknis operasional dan mengambil keputusan untuk menyelesaikan konflik

yang berhubungan dengan isu lingkungan laut dan pesisir tersebut. INAGOOS akan

mendukung pemahaman ilmiah tentang perubahan dan variabilitas iklim dengan

meningkatkan kemampuan kontrol kualitas data dan informasi secara jangka

panjang. INAGOOS juga menyiapkan sistem pemantauan dan peramalan untuk

menopang kegiatan nasional maupun kerjasama internasional. INAGOOS berupaya

untuk mendapatkan strategi untuk mengaktifkan produk dari operasionalisasi

oseanografi, dengan berbagai tingkat skala resolusi baik ruang dan waktu, yang

dapat diterapkan oleh para kementerian/lembaga dan pengambil kebijakan untuk

penanganan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan bencana pesisir yang lain,

serta untuk konservasi laut dan pesisir, dan berbagai kebijakan lainnya yang

menyangkut pembangunan di sektor kelautan dan perikanan.

Page 32: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-12

INAGOOS berupaya untuk mengembangkan ilmu yang diperlukan untuk

membangun instrumentasi yang tepat guna untuk memecahkan masalah pemantuan

variabilitas iklim laut dan juga kerusakan lingkungan perairan. Diupayakan produk

teknologi awal ini dapat digunakan sebagai langkah konkrit untuk secara nasional

mandiri menggunakan produk karya anak bangsa (dalam negeri).

Keuntungan lain yang diproyeksikan dari operasionalisasi INAGOOS adalah :

1. Memproduksi objektivitas, reabilitas, data dan informasi yang berkualitas

tentang iklim laut yang berkaitan dengan data dan informasi tentang ramalan

iklim untuk pola musim tanam yang diperlukan bagi sektor pertanian, dan juga

implementasi dan pengembangan lebih jauh kebijakan pengelolaan

lingkungan.

2. Memberikan dukungan kepada pemerintah daerah (Kabupaten dan Propinsi)

untuk melakukan identifikasi, preparasi dan evaluasi regulasi, legalisasi

kebijakan pengelolaan lingkungan.

Sedangkan manfaat secara regional dan internasional, INAGOOS dapat

meningkatkan peran aktif Indonesia di lingkup SEAGOOS, IOC-WESPAC, dan IOC-

UNESCO. Dimana INAGOOS dapat digunakan sebagai kendaraan untuk kerjasama

regional dan internasional yang bertujuan untuk melakukan pemantauan, pemodelan

dan analisis data iklim laut dan pesisir.

Ada beberapa program INAGOOS yang sejalan dengan program GOOS, seperti

yang telah disampaikan pada acara Johannesburg Conference tahun 2002 dan juga

masih relevan dengan penanganan kebijakan nasional sesuai dengan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia hingga 2025, yakni yang

mencakup:

1. Kebijakan Lingkungan Indonesia

Pengembangan sistem peramalan operasional untuk daerah paparan dan

regional di kepulauan Indonesia dengan menekankan pada aspek lingkungan

seperti polusi, kesehatan ekosistem dan majemen sumberdaya laut yang

akan berkontribusi pada kebijakan Indonesia mengenai perlindungan

lingkungan laut. INAGOOS akan dilaksanakan atas dasar ekosistem untuk

pembuat keputusan lingkungan regional.

Page 33: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-13

2. Kebijakan Perikanan

INAGOOS akan secara konsisten berkontribusi kepada manajemen yang

lebih baik dan ekspotasi berkelanjutan dari sumberdaya biodata laut.

Sumberdaya laut yang penting ini rentan terhadap perubahan iklim dan

eksplotasi, suatu kombinasi yang telah terbukti merusak di daerah laut

Atlantik dan daerah lain di dunia.

3. Kebijakan Manajemen Pesisir Terintegrasi

Aspek interdisiplin dan kefokusan dari program INAGOOS akan digunakan

sebagai justifikasi ilmiah untuk pengembangan manajemen pesisir terintegrasi

yang mana merupakan usaha keras dari pemerintah Indonesia dan

pemerintahan negara-negara lain yang tergabung di IOC-UNESCO.

4. Kebijakan terhadap Pelaku Usaha Kecil dan Menengah

Implementasi dari operasional peramalan laut mensyaratkan peningkatan

sistem pemantauan yang akurat dan pelayanan laut yang terkini. Saat ini

pemerintah Indonesia telah mengembangkan komponen regional untuk

pemantauan laut yaitu INAGOOS ini yang merupakan implementasi GOOS di

Asia Tenggara. Keragaman dalam tingkat medium dan kecil membuka pasar

baru yang dapat bersaing dengan pasar global.

3.4. Struktur INAGOOS

Sebagai sarana untuk mewadahi kementerian/lembaga penghasil data dan informasi

(lihat Bab IV) diperlukan suatu struktur organisasi untuk melaksanakan

pengembangan INAGOSS. Adapun struktur organisasi INAGOOS yang diusulkan

adalah disajikan pada Gambar 3.3.

Page 34: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-14

Gambar 3.3. Usulan Struktur INAGOOS

Dimana secara umum organisasi dibagi menjadi 7 komponen, yakni:

1. Komisi Penasehat, berperan sebagai pengarah umum terhadap kebijakan

pembangunan nasional.

2. Komisi Pesisir, berperan sebagai penyiapan konsep strategis pelaksanaan

INAGOOS terkait dengan permasalahan di berbagai sektor pembangunan di

wilayah pesisir.

3. Komisi Laut & Iklim, berperan sebagai penyiapan konsep strategis

pelaksanaan INAGOOS terkait dengan permasalahan di berbagai sektor

pembangunan terkait dengan laut dan iklim.

4. Komisi Pelaksana Harian, berperan sebagai pelaksana harian manajerial

INAGOOS yang terdiri dari ketua, sekretaris, manajer teknis, dan manajer

data dan informasi.

Page 35: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

III-15

5. Perwakilan Institusi dari berbagai Kementerian/Lembaga, berperan aktif

didalam berbagai sidang komisi dan berkontribusi aktif didalam pelaksanaan

INAGOOS.

6. Komisi Pelayanan Publik, berperan sebagai media penghubung antara

INAGOOS dengan masyarakat baik dalam rangka pelayanan kebutuhan data

dan informasi untuk berbagai tujuan.

7. Komisi Bersama Untuk Kerjasama, berperan untuk mediasi kerjasama

dengan institusi non INAGOOS baik nasional, regional maupun internasional.

Page 36: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

II-6

OOPC (Ocean Observations Panel for Climate) adalah Panel observasi laut

untuk iklim.

GRAs (GOOS Regional Alliances) adalah gabungan reginal GOOS.

GPO (GOOS Programme Office) adalah kantor program GOOS.

JCOMM (Joint WMO-IOC Technical Commission for Oceanography and

Marine Meteorology) adalah komisi teknis bersama untuk bidang

oseanografi dan meteorogi laut.

Mengacu kepada kebutuhan pemantauan laut dan pesisir, dan kebutuhan akan

layanan data secara berkelanjutan mengikuti perkembangan iptek global maka

Indonesia mendirikan/mengembangkan INAGOOS (Indonesian Global Ocean

Observing System).

Page 37: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-1

BAB IV

SISTEM OBERVASI DAN SUMBER DATA INAGOOS

4.1. Sistem Observasi

Secara umum, operasional observasi yang digunakan oleh instansi penyedia data

kelautan nasional meliputi berbagai sistem, sebagai contohnya antara lain:

a. Wahana apung untuk survey seperti kapal penelitian (Research Vessel).

Dimana kapal riset ini memiliki kemampuan untuk jelajah laut dan berbagai

aktivitas pengukuran parameter oseanografi, pemasangan mooring, dan

trawling ikan maupun batuan dasar laut, bahkan beberapa dilengkapi dengan

laboratorium. Indonesia saat ini memiliki beberapa kapal penelitian/riset (KR)

seperti: KR. Baruna Jaya I hingga IV (dikelola oleh BPPT); KR. Baruna Jaya

VII dan VIII (dikelola oleh LIPI). Selain itu terdapat beberapa Kapal Latih (KL)

awak perikanan yang dapat difungsikan sebagai kapal penelitian seperti: KL.

Madidihang I hingga III (dikelola oleh Sekolah Tinggi Perikanan, KKP). Ada

pula kapal penelitian milik lembaga swadaya masyarakat yang dapat

digunakan oleh publik atau instansi melalui sistem sewa untuk kegiatan

penelitian, contohnya KM. Cinta Laut yang pernah dimodifikasi oleh Badan

Litbang Kelautan dan Perikanan untuk dipasang berbagai alat survei

oseanografi (CTD, Bottle Rossete, Side Scan Sonar, Multibeam

Echosounder) untuk Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004.

b. Sistem mooring buoy. Sistem observasi ini umum digunakan untuk

pemantauan di laut secara time series dalam waktu yang cukup lama,

misalkan lebih dari 1 tahun. Dimana didalam suatu rangkaian mooring buoy

(tambatan) akan terdiri dari beberapa instrumen oseanografi dan/atau

meteorologi yang berlainan fungsi pengukuran parameter. Sistem mooring ini

ada: yang diperuntukkan hanya untuk mengukur dinamika permukaan laut

dan atmosfer diatasnya, contohnya adalah mooring pada pemantauan arus

lintas indonesia (Pranowo dkk., 2006); ada yang hanya bersifat dibawah

permukaan, contohnya pada buoy RAMA (The Research Moored Array for

African-Asian-Australian Monsoon Analysis and Prediction) di samudera

Hindia yang dilakukan oleh NOAA; ataupun ada yang dipasang di dasar laut

Page 38: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-2

saja, contohnya seperti yang dilakukan oleh tim penelitian Indonesia-China-

Amerika bertema “South China Sea – Indonesian Sea Transport Exchange”

(SITE) yang memasang jenis Trawl Bottom Resistance Mooring (TBRM)

untuk mengukur besarnya transpor massa air di Selat Karimata dan Selat

Sunda.

c. Sistem gauges. Sistem ini terbagi menjadi 2 jenis transmisi data. Sistem

yang bersifat on line yakni secara realtime langsung mengirimkan data ke

server basis data, dalam hal ini diperlukan instrumen pendukung seperti

sistem telekomunikasi yang dapat berbasiskan teknologi GSM, GPRS

ataupun satelit VSAT. Contohnya disini adalah jaringan pasang surut nasional

yang dikelola oleh BAKOSURTANAL. Sedangkan sistem yang bersifat offline,

umumnya menggunakan memori berkapasitas menengah atau tinggi untuk

penyimpanan data berformat binary, untuk jangka waktu pengukuran tertentu,

dimana secara reguler harus di-download datanya sebelum kemudian

dipasang lagi. Dalam hal ini contohnya adalah jaringan sensor temperatur dan

shallow pressure gauge (HOBO) yang dikelola oleh Pusat Litbang

Sumberdaya Laut dan Pesisir bersama dengan Tokyo Institute of Technology.

d. Sistem GPS array. Sistem ini juga dapat bersifat online maupun offline.

Digunakan untuk memantau pergerakan lempeng benua, dimana

menghasilkan data vektor dalam arah horisontal dan vertikal. Contohnya

adalah sistem yang dipasang oleh Pusat Penelitian Geotek LIPI di Kepulauan

Mentawai dan Kep. Nias yang terletak di barat Sumatra untuk memantau laju

subduksi lempeng Samudera Hindia terhadap lempeng benua Asia. Loka

Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP) juga ikut

berpartisipasi dalam pemantauan ini dengan memasang GPS di Teluk

Bungus sebagai kontribusi dari kerjasama riset Indonesia dengan China

dalam kerangka Indonesia-China Climate-Ocean Center (ICCOC).

e. Sistem penginderaan jauh. Sistem ini efektif dan efisien didalam memantau

wilayah yang lebih luas untuk mendapatkan gambaran secara fenomena

spasial secara lengkap. Berbagai parameter oseanografi dan meteorologi

kunci saat ini dapat dipantau dengan baik seperti temperatur permukaan laut,

khlorofil, salinitas permukaan, partikel tersuspensi, distribusi angin hingga

pencemaran. Salah satu lembaga nasional yang mempunyai tugas pokok

fungsi penyedia data ini adalah Lembaga Antariksa dan Penerbangan

Page 39: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-3

Nasional (LAPAN). Akan tetapi tidak membatasi instansi lain seperti Balai

Penelitian Observasi Laut (BPOL) untuk menerima data tersebut secara

langsung dari satelit AVHRR-NOAA dan satelit lain untuk digunakan dalam

penyediaan Peta Prediksi Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) yang reguler

diterbitkan 2 kali dalam seminggu.

f. Sistem peringatan dini tsunami. Sistem ini dikelola oleh Badan Meteorologi,

Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memberikan peringatan potensi

bahaya tsunami dalam 5 menit setelah gempa terjadi melalui sirine, website,

radio, televisi, faksimil, dan sms. Sistem ini sangat kompleks terdiri dari

instrumen: seismograf di darat yang mendeteksi gempa; ocean bottom unit

yang berfungsi sama dengan seismograf di dasar laut; tide gauges di pantai;

mooring buoy di permukaan laut yang mendeteksi perubahan muka laut

indikator tsunami; jaringan telekomunikasi satelit yang mengirimkan semua

informasi ke pusat sistem yang saling berkonfirmasi dengan basis data

prediksi tsunami. Sistem ini nasional ini dikenal sebagai jaringan Indonesia

Tsunami Early Warning System (INATEWS).

g. Sistem pengukuran manual dan laboratorium. Sistem ini lebih umum

digunakan untuk pemantauan kualitas kimia air, tissue biologis, sedimen dan

batuan, dimana diperlukan prosedur pengambilan dan penyimpanan sampel

yang berbeda-beda di lapangan untuk setiap parameter kimia yang akan

dianalisis di laboratorium. Salah satu contohnya adalah penambilan sampel

air dengan botol gelap dan terang untuk dibawa ke laboratorium kimia dalam

rangka pengukuran kandungan karbon organik terlarut. Walaupun sudah

beredar di pasar instrumen sensor karbon, sering pengukuran manual dan

laboratorium masih digunakan.

4.2. Sumber Data Kelautan Nasional

Secara nasional terdapat berbagai instansi di Indonesia sebagai penyedia data dan

informasi kelautan, dimana instansi tersebut tersebar sebagai Lembaga Penelitian

Non Kementerian (LPNK), Lembaga Penelitian dibawah Kementerian, maupun

Lembaga Penelitian dibawah Universitas. Beberapa dari instansi tersebut sebagai

contoh memiliki tugas, pokok, dan fungsi serta produk yang dihasilkan seperti

terdeskripsikan secara singkat dibawah ini.

Page 40: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-4

4.2.1 Badan Informasi Geospasial (Sebelumnya BAKOSURTANAL)

Alamat:

Jl. Raya Jakarta – Bogor 46

Cibinong 16911 Bogor Jawa Barat

Telp: (62-21) 8753067; 8753066; 8753289

Fax: (62-21) 8752064

Website: http://www.bakosurtanal.go.id

Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, dibentuk Badan

Informasi Geospasial (BIG) menggantikan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan

Nasional (BAKOSURTANAL). Sebelumnya pembentukan BAKOSURTANAL

tertuang di dalam Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1969, pada 17 Oktober

1969. Dengan Keppres ini juga dibubarkan Badan Atlas Nasional dan kegiatannya

ditampung dan diteruskan oleh BAKOSURTANAL. Begitu pula fungsi

DESURTANAL menjadi Badan Penasehat yang menyatu dalam organisasi

BAKOSURTANAL.

BAKOSURTANAL berdasarkan Bagian Ketujuh Belas, Pasal 49, 50, dan 51

Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden

Nomor 42 Tahun 2001, mempunyai kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan

sebagai berikut:

Kedudukan:

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, yang selanjutnya disebut

BAKOSURTANAL adalah Lembaga Non Pemerintah yang dibentuk untuk

melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden;

BAKOSURTANAL berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden;

Dalam melaksanakan tugasnya BAKOSURTANAL dikoordinasikan oleh Menteri

Negara Riset dan Teknologi;

BAKOSURTANAL dipimpin oleh Kepala.

Page 41: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-5

Tugas:

BAKOSURTANAL mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan

dibidang survey dan pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Fungsi:

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang survey dabn

pemetaan;

b. Pembinaan infrastruktur data spasial nasional;

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BAKOSURTANAL;

d. Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi

pemerintah dibidang survei dan pemetaan nasional;

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,

keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.

Data yang dihasilkan:

1. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, mengumpulan data berupa:

Peta lahan pesisir, peta sebaran mangrove, peta terumbu karang, peta

mineral lepas pantai, peta DAS, Peta Geomorfologi, dan sebagainya;

Data digital MCMA pada Proyek MREP

2. Pusat Geodesi dan Geodinamika, mengumpulkan data berupa:

Data pasang surut (pasut)

4.2.2 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)

Alamat:

Jl. Angkasa I No 20 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720, Indonesia

Telp: (62-21) 2426321

Fax: (62-21) 4246703

Website: http://www.bmkg.go.id

Visi:

Terwujudnya BMKG yang tanggap dan mampu memberikan pelayanan

meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geodinamika yang handal guna

Page 42: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-6

mendukung keselamatan dan keberhasilan pembangunan nasional serta

berperan aktif di tingkat internasional.

Misi:

Mengamati dan memahami meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan

geofisika;

Menyediakan informasi meteorologi, limatologi, kualitas udara, dan geofisika;

Melaksanakan dan mematuhi kewajiban internasional dalam bidang

meteorology, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika.

Tugas BMKG

BMKG mempunyai tugas melaksanakan tugaspemerintahan dibidang

meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi BMKG:

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang meteorologi,

klimatologi, kualitas udara, dan geofisika;

b. Koordinasi kegiatan fungsional di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas

udara, dan geofisika;

c. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta

di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika;

d. Penyelenggaraan pengamatan, pengumpulan dan penyebaran, pengolahan

dan analisa serta pelayanan di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas

udara, dan geofisika;

e. Penyelenggaraan kegiatan kerja sama di bidang meteorologi, klimatologi,

kualitas udara, dan geofisika;

f. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,

kepegawaian, keuangan, kearsipan, hokum, persandian, perlengkapan dan

rumah tangga.

Data yang dihasilkan:

1. Geologi Oseanografi (mineral, energi, tsunami/gempa)

2. Meteorologi Maritim (cuaca harian, cuaca setiap jam, ramalan cuaca)

Page 43: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-7

3. Klimatologi Oseanografi (angin 5-10 tahunan, cuaca 5-10 tahunan, curah

hujan 5-10 tahunan),

4. Kualitas Udara (CO2 udara, CH4 udara, N4O udara)

4.2.3 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Alamat:

Jl. M.H. Thamrin No 8, Jakarta Pusat 10340, Indonesia

Telp: (62-21) 3169478

Fax: (62-21) 3100415

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) adalah lembaga non-

departemen yang berada di bawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan

Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pengkajian dan penerapan teknologi.

Visi:

Menjadi pusat unggulan teknologi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia

yang berbudaya iptek

Misi:

Mewujudkan BPPT sebagai lembaga terkemuka dalam menyusun kebijakan

teknologi di Indonesia

Mewujudkan BPPT sebagai agen pembangunan masyarakat dalam bidang

teknologi

Mewujudkan BPPT sebagai mitra terpercaya bagi industri dalam bidang

teknologi

Mengembangkan BPPT sebagai pusat unggulan teknologi dan SDM yang

handal

Tugas Pokok:

Melaksanakan tugas pemerintahan dib dang pengkajian dan penerapan

teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 44: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-8

Fungsi:

Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengkajian dan

penerapan teknologi

Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT

Pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi

pemerintah dan swasta dibidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam

rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas serta membina alih

teknologi

Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,

kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah

tangga

Data yang dihasilkan:

1. Pusat Pengkajian Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam:

Fisika Oseanografi, Biologi Oseanografi, dan Kimia Oseanografi

2. Balai Teknologi Survei Kelautan: Fisika Oseanografi, Biologi Oseanografi,

Kimia Oseanografi, Geologi dan Geofisika

4.2.4 Dinas Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (DISHIDROS)

Alamat:

Jl. Pantai Kuta V no.1, Ancol Timur, Jakarta Utara

Tel. : (021) 64714810

Fax.: (021) 64714819

Website : http://www.dishidros.go.id

e-mail : [email protected]

Dasar Hukum:

a. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 tahun 1951 tanggal 31 Maret 1951,

tentang Pejabatan-pejabatan pelayaran sipil.

b. Keputusan Presiden RI Nomor 164 tahun 1960, tanggal 14 Juli 1960, tentang

Penggabungan Pejabatan Hidrografi Pelayaran pada Jawatan hidrografi

Angkatan Laut dan menetapkan bahwa Hidrografi Angkatan Laut bertugas

menyelenggarakan pembuatan dan perbaikan peta-peta laut, pedoman-

Page 45: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-9

pedoman pelaut dan buku-buku hidrografi lainnya, serta mengusahakan

penerbitan-penerbitan peta yang bersifat defensive, operasional, ilmu

pengetahuan dan komersial.

c. Keputusan Kasal Nomor : KEP/20/VII/1997 tanggal 31 Juli 1997, tentang

Organisasi dan Prosedur Dishidros menetapkan bahwa Dishidros bertugas

membina dan melaksanakan fungsi hidro-oseanografi yang meliputi survei,

penelitian, pemetaan laut, publikasi, penerapan lingkungan laut dan

keselamatan navigasi pelayaran baik untuk kepentingan TNI maupun untuk

kepentingan umum.

d. Dishidros atas nama pemerintah RI menjadi anggota IHO (International

Hydrographic Organization) Nomor 64 tahun 1951. Dengan menjadi anggota

IHO, maka peta dan informasi yang dihasilkan/diterbitkan mempunyai

standart kualitas dan pengakuan internasional.

Kemampuan:

a. Personil

Dishidros memiliki 176 personil tenaga ahli yang terdiri dari Master di bidang

Hidrografi, Oseanografi dan Lingkungan, Sarjana Kelautan, Ilmu-ilmu

Kebumian, Fisika, Sarjana/ahli Elektronika dan peralatan survei, surveyor

kelas A, B dan C standar IHO, ahli Kartografi dan Lithografi, ahli operasional

Laboratorium Oseanografi, ahli teknik permesinan. Dalam pelaksanaan tugas,

para tenaga ahli ditunjang oleh 945 orang Bintara/Tamtama/PNS sebagai

operator dan tenaga kejuruan, sesuai bidang keahlian penugasan.

b. Pendidikan

Tenaga ahli yang dimiliki Dishidros telah memperoleh keahlian hidrografi dan

oseanografi melalui pendidikan-pendidikan khusus di sekolah/institusi di

negara-negara: Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Perancis, Australia,

Belanda serta pendidikan di Sekolah Hidro-Oseanografi TNI-AL(Sehidros) di

Jakarta.

Data yang dihasilkan:

1. Ramalan Pasang surut harian dan tahunan

2. Tipe Pasang Surut di Indonesia

3. Peta Laut dan Kepanduan Bahari (Batimetri untuk keselamatan pelayaran)

Page 46: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-10

4. Buku dan Almanak Nautika

4.2.5 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

(BALITBANG KP)

Alamat:

Jalan Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430

Tel.: (021) 64711583

Fax.: (021) 64711483

Website: http://www.litbang.kkp.go.id

Email: [email protected]

Tugas:

Balitbang KP adalah unit organisasi eselon I di Kementerian Kelautan dan Perikanan

yang mempunyai tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (iptek) di bidang kelautan dan perikanan. Program

litbang secara umum dilaksanakan dalam rangka peningkatan sistem teknologi dan

inovasi nasional dan secara khusus dilaksanakan sebagai faktor pendukung

sekaligus penghela dan pendorong pembangunan kelautan dan perikanan secara

berkelanjutan.

Fungsi:

Dalam mendukung kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan sebagaimana

telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia

Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015, sesuai Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor Per.15/Men/2010, Balitbang KP dalam tugasnya

melaksanakan litbang di bidang kelautan dan perikanan, menyelenggarakan fungsi-

fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis rencana dan program penelitian dan

pengembangan di bidang kelautan dan perikanan;

b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang kelautan dan perikanan;

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan

pengembangan di bidang kelautan dan perikanan; dan

d. pelaksanaan administrasi Balitbang KP

Page 47: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-11

Hasil litbang kelautan dan perikanan diharapkan dapat bersaing secara nasional dan

internasional, sebagai langkah penting dalam meningkatkan dayasaing bangsa.

Untuk itu hasil litbang kelautan dan perikanan selanjutnya diharapkan menjadi

komponen penting dalam upaya mewujudkan Sistem Inovasi Nasional (SIN).

Program Penelitian dan Pegembangan terkait produk Data dan Informasi:

Dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pada tahun 2011 –

2014, Balitbang KP mempunyai satu program dan tujuh kegiatan. Program yang

digunakan yaitu “Program Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan

Perikanan”, dimana keberhasilan kinerja atas pelaksanaan program ini menjadi

tanggung jawab unit eselon I yaitu Balitbang KP, sedangkan keberhasilan kinerja

atas pelaksanaan kegiatan menjadi tanggung jawab masing-masing unit eselon II

lingkup Balitbang KP. Berikut ini adalah ragam kegiatan, sub kegiatan dan uraian

kegiatan litbang iptek kelautan dan perikanan:

a. Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan dan Konservasi Sumberdaya Ikan

Kegiatan litbang ini dimaksudkan untuk menyiapkan basis ilmiah bagi

pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan dan pengembangan industri

perikanan yang berdaya saing tinggi. Kegiatan ini terdiri dari beberapa

subkegiatan/uraian kegiatan, yaitu :

i. Penelitian Perikanan Laut

ii. Penelitian Perikanan Perairan Umum

iii. Penelitian Konservasi Sumber Daya Ikan;

iv. Penelitian Perikanan Tuna

b. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya

Kegiatan litbang iptek perikanan budidaya dimaksudkan untuk menyiapkan basis

ilmiah yang kuat bagi pengembangan perikanan budidaya secara berkelanjutan

serta menyiapkan dukungan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan

untuk peningkatan produktivitas budidaya perikanan. Kegiatan ini terdiri dari

beberapa sub kegiatan/uraian kegiatan, yaitu:

i. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya Laut

ii. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya Air Payau

iii. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya Air Tawar

iv. Penelitian dan Pengembangan Iptek Budidaya Ikan Hias;

v. Penelitian Pemuliaan Ikan

Page 48: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-12

c. Penelitian dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Perikanan dan Teknologi

Kelautan

Kegiatan litbang iptek kelautan dan perikanan dimaksudkan untuk menyiapkan

dukungan teknologi bagi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan proteksi

sumberdaya alam dan lingkungan kelautan dan perikanan serta adaptasi

perubahan iklim.

d. Penelitian dan Pengembangan Iptek Sumber Daya Laut dan Pesisir

Kegiatan litbang iptek ini dimaksudkan untuk melakukan observasi, eksplorasi

dan pemetaan kelautan bagi penyiapan dukungan ilmiah untuk pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk mitigasi terhadap perubahan iklim.

Kegiatan ini terdiri dari beberapa subkegiatan/uraian kegiatan, yaitu:

i. Penelitian Observasi Laut

ii. Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir

e. Penelitian dan Pengembangan Iptek Pengolahan Produk dan Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan

Kegiatan litbang ini diarahkan untuk menyiapkan iptek pengolahan produk dan

bioteknologi kelautan dan perikanan dalam rangka peningkatan nilai tambah dan

daya saing. Kegiatan ini terdiri dari subkegiatan/uraian kegiatan, yaitu:

i. Penelitian dan pengembangan pengolahan produk kelautan dan perikanan

ii. Penelitian dan pengembangan bioteknologi kelautan

iii. Penelitian dan pengembangan keamanan pangan produk kelautan dan

perikanan

iv. Penelitian dan pengembangan mekanisasi proses pengolahan produk

kelautan dan perikanan

v. Analisis kebijakan pengolahan produk kelautan dan perikanan

f. Penelitian dan Perekayasaan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Kegiatan litbang ini dimaksudkan untuk menyiapkan analisis berbasis iptek dan

pendekatan sosial ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan

perikanan.

g. Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya

Balitbang KP.

Kegiatan ini utamanya untuk mendukung kesekretariatan seperti

penyelenggaraan layanan perkantoran, dukungan manajemen dan pelaksanaan

Page 49: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-13

tugas teknis, penguatan sarana/prasarana serta layanan iptek khususnya di

Sekretariat Balitbang KP.

4.2.6 Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN)

Alamat:

Jl. Pemuda, Persil no. 1 Rawamangun, Jakarta 13220 Indonesia

Tel.: (62-21) 4892802

Fax: (62-21) 4894815

Website: http://www.lapan.go.id

Kronologis pendirian:

31 Mei 1962, dibentuk Panitia Astronautika oleh Menteri Pertama RI, Ir. Juanda

(selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris

Dewan Penerbangan RI).

22 September 1962, terbentuknya Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA)

afiliasi AURI dan ITB. Berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika

berikut telemetrinya.

27 November 1963, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN.

Visi:

Sains dan teknologi dirgantara LAPAN untuk kesejahteraan masyarakat dan

pelestarian lingkungan hidup.

Misi:

Mengoptimalkan hasil kemajuan teknologi dirgantara untuk memperoleh data

dan informasi sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh

pihak pemerintah, swasta dan masyarakat umum.

Mengembangkan teknologi dirgantara untuk mendukung kesinambungan

pemanfaatan dan pendayagunaan serta mengurangi ketergantungan

terhadap pihak luar.

Meningkatkan penguasaan pengetahuan atmosfer dan lingkungan antariksa

serta pemanfaatannya untuk keperluan peringatan dini mengenai dampaknya

terhadap iklim, lingkungan bumi dan telekomunikasi.

Page 50: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-14

Meningkatkan pengkajian aspek-aspek kedirgantaraan untuk keperluan

pengembangan kebijaksanaan pembangunan kedirgantaraan nasional dan

perlindungan kepentingan Indonesia dalam pendayagunaan dirgantara.

Meningkatkan networking dengan instansi terkait di dalam dan luar negeri

melalui pengembangan sistem informasi kedirgantaraan dan kemitraan

Mengembangkan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana untuk

meningkatkan kinerja LAPAN

Pemasyarakatan dan diseminasi hasil litbang LAPAN untuk mendorong

tumbuhnya industri, litbang dan pendidikan kedirgantaraan.

Data yang dihasilkan:

Citra hasil penginderaan jauh dari satelit: AVHRR-NOAA, Landsat-TM, Aqua-Modis,

Feng yun, ALOS, dan lain sebagainya.

4.2.7 Pusat Penelitian Oseanografi (P2O-LIPI)

Alamat:

Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur Jakarta 11048 Indonesia

Tel.: (62-21) 683850

Fax.: (62-21) 681948

Website: http://www.lipi.go.id

Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI merupakan institusi penelitian yang bergerak

dibidang kelautan dan mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada awalnya

dibentuk oleh pemerintah RI berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI no 10

tanggal 22 Januari 1970 dengan nama Lembaga Oseanografi Nasional yang

bernaung di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sejalan dengan

perkembangannya, pada tanggal 13 Januari 1986 Lembaga Oseanografi Nasional-

LIPI diubah namanya menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-

LIPI. Sehubungan dengan adanya reorganisasi di lingkungan LIPI, maka

berdasarkan Surat Keputusan Kepala LIPI No 1151/M/2001 Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanografi berubah namanya menjadi Pusat Penelitian

Oseanografi.

Page 51: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-15

Visi:

Terwujudnya kehidupan bangsa yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis

yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanistic

Misi:

Meningkatkan kemampuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi

oseanografi

Meningkatkan sarana dan prasarana penelitian oseanografi

Meningkatkan hubungan kerjasama dengan pihak lain dibidang oseanografi

Meningkatkan penelitian oseanografi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat

Data yang dihasilkan:

1. Atlas Laut Banda (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi Oseanografi)

2. Atlas Laut Cina Selatan (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi

Oseanografi)

3. Atlas Tanah Grogot Kalimantan Timur (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi,

Biologi Oseanografi, Geografi Oseanografi, Remote Sensing)

4. Atlas Teluk Jakarta (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi

Oseanografi)

5. Kappel Kalimantan Timur (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi

Oseanografi, Geologi Oseanografi, Geografi Oseanografi)

6. Kappel Laut Cina Selatan (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi

Oseanografi, Geologi Oseanografi)

7. Kappel Selat Malaka (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi

Oseanografi, Geologi Oseanografi)

8. Kappel Sulawesi Utara (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi

Oseanografi, Geologi Oseanografi)

Page 52: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-16

4.2.8 Pusat Penelitian Geoteknologi - LIPI (GEOTEK-LIPI)

Alamat:

Kampus LIPI Bandung

Jl. Sangkuriang Bandung 40135 Indonesia

Telepon: +62 22 250 3654

Fax: +62 22 250 4593

Website: http://www.geotek.lipi.go.id

Email: [email protected]

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, merupakan salah satu unit riset di lingkungan

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI]. Geotek LIPI bersama 3 [tiga] pusat

riset lainnya, Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Pusat Penelitian Metalurgi LIPI, dan

Pusat Penelitian Oseanografi LIPI berada di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan

Kebumian [IPK]. Pusat penelitian yang berada di Bandung ini memiliki 4 [empat] unit

riset, 2 [dua] unit pendukung riset dan 3 [tiga] UPT [Unit Pelayanan Teknis].

Visi :

Menjadi pusat acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

berbasis sumberdaya alam nirhayati dan konservasi lingkungan

Misi :

Mengembangkan penelitian ilmu kebumian yang bermanfaat dalam rangka

pencarian kebenaran ilmiah dan inovasi teknologi.

Meningkatkan kesadaran publik tentang posisi sentral dari ilmu kebumian dalam

pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya alam nirhayati dan upaya-upaya

pelestarian lingkungan hidup.

Berperan aktif dalam penegakan kebenaran ilmiah bagi permasalahan nasional

dan internasional dalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya alam

yang berpotensi menimbulkan perbedaan kepentingan dan konflik.

Mengembangkan jejaring kerjasama nasional dan internasional dalam rangka

membangun kemitraan profesional yang saling menguntungkan.

Data yang dihasilkan:

1. Konsep Pengurangan Resiko Bencana Kebumian dan Perubahan Iklim

Page 53: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-17

2. Konsep Eksplorasi dan energi

3. Prototipe Material Substitusi Berbasis Mineral Untuk Bahan Farmasi, Bahan

Elektrik, dan Konsep Peningkatan Nilai Tambah Batu Bara

4. Konsep Pemanfaatan Potensi dan Penanggulangan Pencemaran Sumberdaya

Air dan Lahan (Perkotaan dan Pedesaan, Pulau Kecil, dan Pesisir)

5. Konsep Tata Ruang Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam dan Bencana

6. Sistem Informasi Geoteknologi (Berbasis Data dan Aplikasi)

4.2.9 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL)

Alamat:

Jl.Dr.Djunjunan No.236 Bandung 40174

Telp : (022) 6032020

Fax : (022) 6017887

Website: http://www.mgi.esdm.go.id

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) berada di bawah

Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral. Sesuai dengan tugas dan

fungsinya, P3GL mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan

bidang geologi kelautan di seluruh wilayah Laut Indonesia dalam rangka menunjang

pembangunan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.

Visi:

Menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan yang professional,

unggul, dan mandiri dibidang Energi dan Sumber Daya Mineral.

Misi:

Melaksanakan litbang dan pemetaan geologi kelautan dan potensi energi

sumber daya mineral kawasan pesisir dan laut

Melaksanakan pengelolaan dan pengembangan sarana-prasarana litbang

Memberikan kontribusi dalam perumusan evaluasi, dan rekomendasi kebijakan

potensi energi dan sumber daya mineral di wilayah landas kontinen Indonesia

Memberikan pelayanan jasa teknologi dan informasi hasil litbang

Melaksanakan pengembangan sistem mutu kelembagaan dan HAKI litbang

Page 54: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IV-18

Data yang dihasilkan:

1. Peta ketebalan sedimen kuarter Perairan Arjasa

2. Peta Anomali Magnet Total Perairan Laut Jawa

3. Peta sebaran sedimen permukaan dasar laut Perairan Laut Jawa

4. Pemetaan Geologi Kelautan Sistematik Skala 1:250.0000

5. Kompilasi Geologi Kelautan Regional Skala 1:1.000.000

6. Penyelidikan Geologi Kelautan Tematik

Page 55: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-1

BAB V

PUSAT DATA INAGOOS

5.1. Sistem Jejaring

Sistem jejaring Pusat Data INAGOOS dibangun dengan prioritas untuk memenuhi

kebutuhan skala nasional terlebih dahulu. Apabila jejaring nasional sudah eksis dan

stabil baik secara perangkat lunak, perangkat keras, maupun sumberdaya manusia

pengelolanya, maka dapat bergabung dengan jaringan Pusat Data regional (misal

IOGOOS) maupun internasional (GOOS). Penguatan sistem jejaring nasional

diperlukan mengingat masing-masing simpul INAGOOS adalah instansi/lembaga

yang mempunyai regulasi tentang publikasi data dan informasi yang dimilikinya.

Dimana masing-masing paket data dan informasi mengandung tingkat kesensitifan,

nilai strategis, dan unsur geo-politis yang beragam.

5.1.1. Manajemen Data Kelautan INAGOOS

A. Manajemen Data Kelautan Pada GOOS

Manajemen data dan informasi ada berada pada Pusat Data GOOS, sehingga

pengembangan Pusat Data dan Informasi Kelautan menjadi perioritas yang tinggi

dan segera. Manajemen data dan informasi berkenaan dengan bagaimana aliran

data kelautan menjadi produk dan pelayanan. Manajemen data dan informasi

sistem, didasarkan pada Pusat Pengolahan Data yang didistribusikan melalui

jaringan komputer utama (main frame) atau simpul komputer penyimpan data

lainnya (server computer), termasuk juga pelayanan data informasi kelautan yang

menyajikan konsultasi ke penggguna untuk aspek praktis dan juga menghasilkan

produk yang dibutuhkan lokal. Dalam hal ini Pusat-pusat Data INAGOOS bertindak

sebagai simpul-simpul (nodes) terhadap Pusat Data GOOS. Untuk ilustrasi lihat

Gambar 5.1.

Page 56: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-2

Gambar 5.1. Diagram aliran data dan informasi kelautan untuk pelayanan

dan produk pada program GOOS (sumber: IOC-UNESCO)

B. Fungsi Manajemen Data Kelautan

Manajemen data adalah suatu kegiatan pengorganisasian dan pendokumentasian

data berdasarkan suatu syarat tertentu yang mana memfasilitasi dan

memaksimumkan potensinya untuk digunakan kembali. Di dalam strategi

pengembangan pusat manajemen data, secara ideal harus memperhatikan 6

komponen penting yakni: kebijakan pengelolaan, registrasi data, peng-arsip-an

(penyimpan), pengolahan, diseminasi, dan pembuatan/penyusunan/pembangunan

basis data.

Dari 6 komponen tersebut diatas kemudian dilakukan pemilahan ulang, didapatkan 4

komponen fundamental terpenting sebagai prioritas tindak lanjut untuk rencana

Page 57: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-3

strategis INAGOOS ini. Komponen tersebut adalah: direktori metadata; akuisisi dan

pendistribusian data; pusat penyimpanan data digital; pengelolaan basis data dan

koordinasi pertukaran/penyajian data (di lingkup nasional dan internasional).

5.1.3. Disain sistem pusat data dan informasi INAGOOS

Pusat data dan informasi kelautan seharusnya memiliki model distribusi yang tepat

untuk diaplikasikan di Indonesia, mengingat terdapat beberapa institusi yang

melakukan kegiatan produksi/koleksi data kelautan. Model ini contohnya telah

dikembangkan oleh tim teknis manajemen data operasional oseanografi di Balai

Riset Observasi Kelautan (BROK), Badan Litbang KP; LAPAN; maupun

Bakosurtanal, dengan mengadopsi konsep distribusi basis data dari Infrastruktur

Data Spasial Nasional (IDSN).

IDSN adalah suatu program nasional untuk mengatur data spasial nasional yang

dikoordinasikan oleh Bakosurtanal. Tujuan dari program ini adalah untuk

mengembangkan suatu konsep model untuk menciptakan suatu standar sistem yang

digunakan oleh tiap institusi pelaku manajemen data, termasuk data kelautan,

sehingga pertukaran data memiliki suatu format yang baku dan berkualitas bagus.

Konsep sistem ini terdiri dari 2 sistem, yakni, satu sistem sebagai pusat data

nasional, dan satu sistem lagi berlokasi sebagai simpul (node). Dimana setiap

simpul akan memiliki penyimpan (server) data dan sub sistem sendiri, yang dapat

dihubungkan dengan simpul-simpul yang lain. Untuk ilustrasi lihat Gambar 5.2.

Page 58: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-4

Gambar 5.2. Diagram model distribusi Pusat Data dan Informasi Kelautan

5.1.4. Sistem Pusat Data Nasional

Sistem pusat data nasional adalah suatu pintu (gateway) terhadap anggota simpul-

simpulnya (nodes). Aplikasi sistem pusat data nasional ini dapat dalam bentuk

portal web, dimana portal tersebut mensuplai berbagai macam informasi yang

terdaftar di berbagai simpul, dan dilengkapi dengan mesin pencarian (search engine)

yang menyajikan informasi pencarian untuk tiap-tiap simpul. Adapun 3 komponen

dari konsep sistem tersebut antara lain adalah:

Sistem pada Simpul

Sistem pada masing-masing anggota simpul dibuat memiliki kemampuan

yang sama dalam manajemen data kelautan dimana saja lokasinya.

Konsep Sistem yang diusulkan

Berdasarkan pada konsep IDSN yang dijelaskan diatas, disain dari sistem

yang dibangun di implementasikan pada sistem data terpusat dan sistem

pada simpul seperti Gambar 5.3.

Metadata

Metadata didefinisikan sebagai data yang menerangkan data, yang dapat

berupa informasi karakteristik data dan mekanisme pertukaran data. Metadata

Page 59: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-5

digunakan untuk mendokumentasikan segala data yang berhubungan

terhadap siapa, apa, dimana, dan bagaimana data tersebut dihasilkan.

Pada suatu sistem online (a clearinghouse), metadata harus memiliki tipe yang

sama sehingga pengguna dapat mengakses dan menginterpretasikan format dan

isinya. Ini yang diterapkan pada penggunaan suatu metadata standar. Sebagai

contoh Metadata untuk suatu data spasial, maka standar-nya didasarkan pada suatu

standar metadata untuk data geospasial digital atau lebih dikenal sebagai Content

Standar for Digital Geospatial Metadata (CSDGM) yang dipublikasikan oleh FGDC

(Federal Geo-Spatial Data Committee) dari USA. Berdasarkan kesepakatan yang

diperoleh pada pertemuan koordinasi IDSN di Bali pada tahun 2005, standar

metadata yang digunakan secara internasional adalah standar FGDC, dan telah

disetujui pula oleh semua pengguna data spasial Indonesia.

Aspek utama untuk mewujudkan persiapan metadata adalah harus memahami data

itu sendiri dan standard FGDC digunakan sebagai format untuk menuliskan

metadata. Umumnya standar ini diaplikasikan untuk tipe data digital. Perangkat

lunak untuk pembuatan metadata tersebut harus bisa menegnali format standar

FGDC tersebut.

Suatu metadata perlu dikelola pengelompokannya menurut isi informasinya. Hal ini

sangat penting karena kebutuhan yang beragam dari para penguna data dan

informasi. Metadata dapat diorganisasikan sebagai metadata itu sendiri, koleksi atau

inventaris. Setelah proses tersebut, maka hal penting yang harus dilakukan adalah

sistem penyimpanan data/metadata berikut sistem pendistibusiannya atau yang

lebih dikenal sebagai Clearinghouse. Implemenetasi dari Clearinghouse IDSN

diupayakan memperhatikan berbagai macam kondisi (fasilitas dan sumber daya

manusia) dari pengguna data dan informasi di Indonesia.

Simpul lokal dari clearinghouse adalah bagian dari CSDN (Clearinghouse Spatial

Data Nasional), dan setiap institusi diharapkan dapat berkontribusi data dan

informasi, dan bersedia memenuhi aturan dari komunitas data spasial nasional.

Page 60: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-6

GSDI

Directory

GSDI International

Search Engines

IDSN Organisational

Metadata

National Search

Engine

Sub-Node 1 Sub-Node n

International User

National

User

Collections

Metadata Inventory

Metadata

(optional)

Collections

metadata

IDSN

Directory

Hyperlink Z39.50

Z39.50

Metadata

Z39.50

Gambar 5.3. Design konsep Cleringhouse Data Spasial Nasional (CDSN)

Kementerian/Lembaga anggota konsorsium INAGOOS manapun dapat berperan

sebagai Pusat Data Kelautan Nasional, sedangkan institusi lainnya kemudian

menjadi simpul dan sub simpul, asalkan memang memenuhi syarat baik secara

struktur, infrastruktur, dan sumberdaya manusia-nya.

5.1.5. Data Utama

Data spasial merupakan hal yang krusial dan penting bagi pengambil keputusan

(pemerintah) dan merupakan aset strategis nasional. Data spasial yang banyak

dibutuhkan harus terjamin ketersediaannya secara nasional. Data spasial tersebar

dibanyak instansi, namun demikian belum tertata secara nasional (duplikasi, tidak

terintegrasi).

Secara umum data yang digunakan ada 2 jenis data utama, yaitu data Spasial dan

data-data utama. Secara defenisi Data Spasial merupakan data keruangan yang

mengacu kepada sistem koordinat bumi sedangkan data-data Utama (Fundamental

Page 61: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-7

Dataset) merupakan data spasial yang bukan hasil turunan dan digunakan oleh

banyak pihak

Dalam Kebijakan pembangunan Data spasial IDSN menetapkan strategi

pembangunan data utama dan instansi terkait membangun data sesuai

kewenangannya, mengikuti standar yang ditetapkan IDSN

Dalam melaksanakan strategi Pembangunan data utama dilakukan beberapa

langkah, yaitu :

Identifikasi Klasifikasi Dataset

Standar: Kodifikasi, kualitas, pengelolaan dan pendistribusian

Pembangunan Dataset

- Membangun data kerangka (data geodesi, transportasi, hidrografi,

bathimetri, kontur, batas administrasi, kadaster)

- Membangun data utama lainnya mengacu kepada data kerangka.

- Membangun sistem jaringan sumber data

- Membangun sistem pemeliharaan data pada sumber data

Berdasarkan strategi tersebut diatas maka konsep klasifikasi data utama yang

diusulkan untuk INAGOOS adalah tersaji pada Gambar 5.4.

Page 62: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-8

Gambar 5.4. Konsep klasifikasi data utama untuk INAGOOS.

5.2. Sistem jaringan INAGOOS

Sistem jaringan

INAGOOS akses data dan informasi,

Monitoring aliran data

Akses tunggal data dan produknya melalui pusat data

Data sharing, akses dan release

Koordinator data

Sarana Dan Prasarana sistem jaringan

Page 63: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-9

Gambar 5.5. Jaringan Pusat Data INAGOOS yang dimiliki dan akan

dikembangkan oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan.

5.3. Regulasi mekanisme data dan Informasi

Daftar Peraturan/Regulasi/Konvensi yang terkait dengan masalah pertukaran data

kelautan:

Undang-undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2003 tentang Pengembangan E-Government.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dan Tahun 2005 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional.

Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal

Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia. Dalam hal

ini termasuk mengatur kapal penelitian asing.

Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).

Di dalam UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi, Bab III Pasal 15 mengenai jaringan

sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan

teknologi berfungsi membentuk jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-

unsur kelembagaan IPTEK untuk menghasilkan kinerja dan manfaat yang lebih

besar dari keseluruhan yang dapat dihasilkan oleh masing-masing unsur

kelembagaan secara sendiri-sendiri. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit,

Page 64: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-10

pasal ini telah memuat juga landasan pertukaran data dan informasi antar lembaga

nasional sebagai salah satu unsur IPTEK.

Instruksi Presiden RI No. 3 tahun 2003 tentang kebijakan strategi nasional tentang

pengembangan E-Government memuat perlunya mengatur hal-hal yang menyangkut

standarisasi dan prosedur yang berkaitan dengan inter-operabilitas manajemen dan

pertukaran data dan informasi elektronik termasuk pengembangan dan pengelolaan-

metadata dan pengarsipan data, khususnya di lingkungan institusi pemerintah.

Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional memuat tentang sistem atau tata cara penyusunan perencanaan

pembangunan nasional, yakni Rencana Pembangunan jangka Panjang (RPJP) untuk

jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk

jangka waktu 5 tahun, dan Rencana Pembangunan Tahunan (RPT). Berdasarkan 5

tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang terdapat dalam Undang-

Undang No. 25 tahun 2004 ini, dan erat hubungamya dengan pertukaran data dan

informasi antara lain ialah: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; (b)

menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarwaktu,

antareuang, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; serta (c)

menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan,

dan berkelanjutan. Lebih lanjut, dalam bab VII, pasal 31 secara eksplisit menyatakan

tentang kebutuhan data dan informasi sebagai berikut: "Perencanaan pembangunan

didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat

dipertanggungjawabkan". Hal mengarah pada perlunya suatu sistem manajemen

atau pengelolaan data dan informasi yang handal dan terpadu. Kemudian

berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, maka perlu disusun suatu Rencana Strategis terkait data

dan informasi kelautan dan perikanan untuk 2010-2014.

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2002, salah satu butir

pada ayat 1, bahwa dalam melaksanakan lintas damai melalui laut teritorial dan

perairan kepulauan, kapal asing tidak boleh melakukan kegiatan riset atau survei.

Dimana alur yang diperbolehkan sesuai Pasal 8 dan Pasal 11 adalah alur pelayaran

internasional sebagai berikut seperti yang tercantum pada ayat 2:

Page 65: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-11

a. Untuk pelayaran dari laut Cina Selatan ke Samudera Hindia dan sebaliknya,

lazimnya melalui Laut Natuna, Selat karimata, Laut Jawa dan Selat Sunda.

b. Untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Hindia dan sebaliknya, dapat

digunakan alur melalui Selat Makassar, Laut Flores dan Selat Lombok.

c. Untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia dan sebaliknya,

yang dapat digunakan adalah alur melalui Laut Maluku, Laut Seram, Laut

Banda, Selat Ombai, dan laut Sawu.

d. Untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Laut Timor atau ke Laut Arafura

dan sebaliknya, yang dapat digunakan adalah alur melalui Laut Maluku, Laut

Seram, dan Laut Banda.

Kembali kepada pasal 8, bahwa dalam melaksanakan lintas damai, peralatan

riset/survei wajib menyimpan dan/atau dalam keadaan tidak bekerja, kecuali

peralatan navigasi.

Dengan diratifikasinya Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melalui Undang-Undang

No. 17 Tahun 1985, maka Indonesia berkewajiban untuk melakukan implementasi

dalam bentuk regulasi nasional. Khususnya yang berkaitan dengan pertukaran data

regional dan internasional, beberapa artikel yang perlu diperhatikan antara lain artikel

200, 244.2, 249.1(c), dan 277(e).

Artikel 200 tentang Studies, research programmes and exchange of information and

data menyatakan: "States shall cooperate, directly or through competent international

organizations, for the purpose of promoting studies, undertaking programmes of

scientific research and encouraging the exchange of information and data acquired

about pollution of the marine environment. They shall endeavour to participate actively

in regional and global programmes to acquire knowledge for the assessment of the

nature and extent of pollution, exposure to it, and its pathways, risks and remedies".

Artikel 244.2 tentang Publication and dissemination of information and knowledge

menyatakan: "For this purpose, States, both individually and in cooperation with

other States and with competent international organizations, shall actively promote

the flow of scientific data and information and the transfer of knowledge resulting

from marine scientific research, especially to developing States, as well as the

strengthening of the autonomous marine scientific research capabilities of developing

States through, inter alia, programmes to provide adequate education and training of

Page 66: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-12

their technical and scientific personnel".

Artikel 277(e) tentang Functions of Regional Centres, yang salah satunya adalah:

"Acquisition and processing of marine scientific and technological data and

information".

5.3.1. Aspek Hukum dan Kelembagaan Nasional Terkait Pemanfaatan Data dan

Informasi

Beberapa kementerian/lembaga terkait yang memiliki regulasi berkaitan dengan

pemanfaatan data kelautan, termasuk regulasi klasifikasi data (rahasia, terbatas,

komersial dan bebas), antara lain dicontohkan:

BAKOSURTANAL

BPPT

Dinas Hidro-Oseanografi

LIPI

Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di Bakosurtanal

Berdasarkan pada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Pasal 2 angka 19 huruf q yang

menyebutkan bahwa penetapan dan penyelenggaraan pemetaan nasional masih

tetap menjadi kewenangan pemerintah (dibaca pemerintah pusat). Berdasarkan

pada kewenangan yang ada pada pemerintah seperti tersebut di atas, Presiden RI

mengeluarkan SK Presiden No. 42 Tahun 2001 bahwa tugas pokok

BAKOSURTANAL seperti yang tersebut dalam Bagian ke17, Pasal 49, 50, dan 51

bahwa tugas, fungsi dan kewenangan BAKOSURTANAL adalah melaksanakan

tugas pemerintahan di bidang survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun visi survei dan pemetaan nasional adalah terwujudnya infrastruktur data

spasial yang andal sebagai landasan tersedianya informasi sumberdaya alam dan

lingkungan hidup bagi pembangunan nasional. Sedangkan misi survei dan

pemetaan nasional adalah: (1) menyusun rencana makro dan merumuskan

kebijakan nasional dalam bidang surta (survei dan pemetaan, dan meningkatkan

koordinasi penyelenggaraan survei dan pemetaan nasional untuk memenuhi

kebutuhan peta dasar sampai dengan skala menengah dan kebutuhan peta tematik

Page 67: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-13

dasar wilayah nasional dalam mendukung pembangunan nasional; (2) membangun

Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) yang meliputi unsur : kelembagaan,

peraturan perundanganundangan, data utama spasial, sumber daya manusia, serta

penelitian dan pengembangan di bidang survei dan pemetaan, dan meningkatkan

pelayanan kebutuhan informasi spasial kepada masyarakat luas.

Untuk menunjang tercapainya misi tersebut, Bakosurtanal telah dan akan terus

membangun Infrastruktur Data Spasial Nasional. IDSN adalah suatu perangkat

sistem managemen data spasial yang mencakup kelembagaan, kumpulan data

dasar spasial berikut standar-standar dan petunjuk teknis, teknologi, peraturan

perundang-ndangan dan kebijakan-kebijakan, serta sumber daya manusia yang

diperlukan untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, mendistribusikan, dan

meningkatkan pemanfataan data spasial.

Untuk mengimplementasikan IDSN tersebut, Bakosurtanal telah menyusun data

spasial kelautan sesuai model data S-57 IHO (International Hydrographic

Organzation), dalam format SIG dengan software MapInfo. Peta tematik yang

tersedia di Bakosurtanal merupakan peta berbasis SIG dengan format ArcInfo.

Umumnya jenis data yang tersedia di Bakosurtanal tiga level/tahap data yaitu: (1) raw

data (data pengukuran lapangan) dengan format numerik/tabuler seperti TXT, ASCI,

DBASE; (2) data spasial dasar dan -(3) peta tematik analisis/ sintesis yang berbasis

SIG dengan format ArcInfo, ArcView, MapInfo.

Untuk pemanfaatan data, pelayanan Produk dan Jasa dibidang Survei dan

Pemetaan di Bakosurtanal terbuka untuk umum baik kepada Instansi Pemerintah,

Swasta Nasional/Asing, Perguruan Tinggi maupun Perorangan sesuai dengan

klasifikasi produk yang tersedia. Untuk kelancaran dan tertib administrasi pelayanan

kepada pengguna, telah tersedia pedoman mengenai prosedur dan petunjuk

pelaksanaan pelayanan produk dan jasa survei dan pemetaan.

Berdasar PP Republik Indonesia No. 42 Tahun 2001 tentang : Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Koordinasi Survei dan

Pemetaan Nasional, maka permintaan jasa dan produk Bakosurtanal dikenai biaya.

Untuk produk berupa peta Indonesia skala 1: 1.000.000 yang dianggap sebagai

publik domain dapat diperoleh dengan download pada web site Bakosurtanal tanpa

Page 68: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-14

dikenakan biaya.

Data dan informasi spasial adalah data dan informasi yang mempunyai komponen

keruangan (ber geo-referensi, mengacu pada sistem posisi permukaan bumi), dalam

arti mempunyai informasi letak (posisi) lintang dan bujur. Informasi spasial merupakan

komponen dasar dalam pembangunan SIG (Sistem Informasi Geografi).

Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di BPPT

BPPT tidak memiliki kebijakan khusus yang mengatur tentang lalu lintas pertukaran

data. Kewenangan terhadap data dilimpahkan sepenuhnya kepada masing-masing

kedeputian di BPPT dan diteruskan kepada level di bawahnya yaitu Pusat, Balai dan

UPT (Unit Pelayanan Teknis). Tipe data yang dimiliki BPPT diantaranya: (a) Data

yang diperoleh dari survei langsung di lapangan; (b) Data yang diperoleh dari hasil

kerjasama nasional maupun internasional; dan (c) Data hasil analisis/interpretasi.

Data yang diperoleh dari hash l kerjasama baik nasional maupun internasional,

walaupun secara kepemilikan merupakan milik BPPT, namun ada aturanaturan yang

mesti ditaati seperti: (a) Moratorium (penangguhan) yang berarti data maupun

aplikasinya baru bisa di publikasikan ke pengguna sampai batas waktu yang

disepakati oleh kedua belah pihak yang melakukan kerjasama. Moratorium ini tidak

hanya berlaku untuk kerjasama luar negeri tetapi juga dapat berlaku untuk kerjasama

dalam negeri; (b) Setiap pengguna data harus mencantumkan dalam

acknowledgement sumber datanya; dan (c) Jika data tersebut digunakan untuk karya

tulis seperti Jurnal, Buku dan laimya, pengguna data harus mencantumkan juga

nama pemilik data sebagai penulis.

Secara umum data yang telah dipublikasikan ke pengguna baik secara langsung

(hardcopy) maupun melalui media elektronik (website) tidak dikenakan biaya selama

data tersebut telah dipublikasikan ke masyarakat (public domain). Namun bisa saja

si pengguna data akan dibebankan dengan biaya pemrosesan dan besar biaya

tergantung dari seberapa detai proses yang akan dilakukan.

Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di Dishidros.

Berdasarkan PP No. 23 Tahun 1951 dan Kepres RI No. 64 tahun 1960, Dinis Hdro-

Oseanografi TNI AL (Dishidros) mempunyai tugas pokok menyelenggarakan dan

melaksanakan kegiatan hidro-oseanografi yang meliputi survei, penelitian, pemetaan

Page 69: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-15

laut dan penerbitan dan penyiaran dokumen-dokumen hidro-oseanografi, buku

nautika, peta laut dan peta khusus, penimbalan kompas dan verifikasi peralatan,

melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga ilmiah nasional dan

internasional. Dishidros mewakili Negara RI sebagai anggota IHO (International

Hydrogaphic Organization) sesuai dengan Surat Kepres No. 64 tahun 1951.

Dalam pembuatan peta laut dan format penyimpanan data disesuaikan dengan

standar IHO (S57 dan M4), sedangkan untuk data oseanografi disesuaikan dengan

standar IODE format.

Klasifikasi data/informasi dibedakan dalam 3 kelompok: (a) rahasia; (b) terbatas, dan

(c) biasa (terbuka). Klasifikasi rahasia adalah informasi dan data yang digunakan

untuk kepentingan pertahanan keamanan negara. Klasifikasi terbatas adalah

informasi dan data berupa peta-peta tematik dan data oseanografi untuk

kepentingan pertahanan. Sedangkan klasifikasi biasa, dimaksudkan bahwa

data/informasi itu terbuka untuk siapapun. Penentuan klasifikasi data kelautan

menjadi sangat kompleks apabila dihadapkan kepada insan kelautan yang

memerlukan data kelautan tersebut, karena data kelautan sangat tergantung kepada

teknologi, metode dan kemampuan personil yang mengolah dan menganalisanya.

Klasifikasi berbagai produk Dishidros yang dihasilkan dari kegiatan survei dan

pemetaan laut dalam bentuk peta laut, buku-buku nautis dan data/informasi. Produk

dalam klasifikasi rahasia mencakup Peta Tematik seperti Peta Khusus Militer.

Produk untuk klasifikasi terbatas seperti Peta Bathymetri (Lembar Lukis Teliti/Fair

Sheet), Buku-buku Informasi Lingkungan Laut dan data vertikal dari kecepatan suara

dalam air, konduktivitas, salinitas dan temperatur. Sedangkan produk dengan

klasifikasi biasa mencakup antara lain Peta simbol-simbol dan singkatan peta laut,

Peta Laut (Peta Navigasi), Peta GEBCO (General Bathymetric Chart of The Ocean),

Peta Pariwisata, Peta Zona Ekonomi Eksklusif, Peta Garis Pangkal, Peta Pelabuhan

Khusus, Peta ALKI) dan buku-buku nautis antara lain Almanak Nautika, Buku-buku

Kepanduan Bahari, Daftar Suar Indonesia, Buku Daftar Pulau-pulau Terluar, Buku

Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia, Daftar Pelampung dan Rambu,

Daftar Arus Pasang Surut Kepulauan Indonesia, Daftar Pasang Surut Kepulauan

Indonesia, Daerah Ranjau Kepulauan Indonesia, Daftar Ilmu Pelayaran, Terbit dan

Tenggelam Matahari, Informasi Pelabuhan, Daftar Kerangka Kapal, Mingguan Berita

Pelaut Indonesia, Peta Arus Permukaan, Peta Cuaca Perairan Indonesia dan

Page 70: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-16

lainnya.

Informasi dengan Klasifikasi Biasa dapat langsung diperoleh bagi masyarakat umum

dengan mengganti ongkos cetak, sedangkan untuk instansi pemerintah dan TNI bisa

mengajukan permintaan dukungan dinas dengan mengirim surat kepada

Kadishidros. Bagi masyarakat umum, TNI, dan instansi pemerintah yang ingin

memperoleh informasi data dengan klasifikasi Terbatas dan Rahasia dapat diperoleh

dengan mengajukan surat permohonan kepada KASAL dalam hal ini ASOPS dan

ASPAM KASAL dengan tembusan kepada Kadishidros.

Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di LIPI

Pusat Data Kelautan — Pusat Penelitian Oseanografi (P20) LIPI sudah berkembang

sejak tahun 1985 (dahulu Lembaga Oseanologi Nasional — LIPI) hingga saat ini.

Tujuan dari pendirian PDK adalah untuk mengelola data-data kelautan yang

terhimpun dari P20-LIPI guna membantu pemerintah dalam menyediakan data dan

informasi dalam bidang IPTEK kelautan bagi keperluan perumusan kebijakan

terutama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam kelautan. Selain

itu, PDK bertujuan membantu dalam penyediaan data dan informasi guna

menunjang pendidikan dan penelitian di bidang kelautan.

Status perkembangannya berdasarkan SK Kepala LIPI No. 1151/M/2001 Tanggal 5

Juni 2001 P20-LIPI mempunyai tugas dan fungsi: (a) Melaksanakan penelitian dan

penyiapan bahan perumusan kebijakan penelitian bidang oseanografi; (b)

Penyusunan pedoman, pembinaan dan pemberian bimbingan teknis penelitian

bidang oseanografi; (c) Penyusunan rencana, rpogram, dan pelaksanaan penelitian

bidang oseanografi; (d) Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang

oseanografi; dan (e) Pelayanan jasa IPTEK bidang oseanografi. Untuk mencapai

sasaran yang hendak dicapai oleh P20-LIPI dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya

telah melakukan berbagai kajian-kajian di bidang oseanografi antara lain: (a) penelitian

kelautan dan wilayah pesisir; (b) Pemetaan sumberdaya alam kelautan dan

lingkungan; (c) Pengkajian dan pengembangan budidaya biota laut; dan (d)

Pengkajian dan pengembangan wisata bahari. Hasil-hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh P20-LIPI dari berbagai lokasi penelitian di perairan Indonesia dihimpun

dan dikelola oleh unit tugas PDK yang secara struktural berkedudukan di bawah Sub.

Bidang Jasa dan Informasi P20-LIPI.

Page 71: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-17

Berdasarkan klasifikasi data dan informasi yang diperoleh dari berbagai program-

program penelitian yang telah dilakukan oleh P20-LIPI, disimpan dalam bentuk sistem

pangkalan data kelautan ada yang bersifat Terbatas dan Terbuka. Produk dari sistem

pangkalan data yang telah dikembangkan oleh PDK meliputi pangkalan data hidro-

oseanografi, data biologi, data ekologi dan data publikasi ilmiah:

Data Hidro-oseanografi berisi data penelitian di bidang hidrologi dan

oseanografi antara lain: suhu, salinitas, sigma-t, kecerahan, anus, klorofil,

oksigen terlarut (DO), fosfat, nitrat, silikat, amonia, pH dan meteorologi serta

geologi laut (litologi, struktur sedimen dan total suspended solid).

Data Biologi berisikan data penelitian di bidang biologi laut antara lain

mangrove, terumbu karang, makro algae, lamun, ikan, ekhinodermata,

moluska dan polikaeta sereta krustasea.

Data Ekologi berisikan data penelitian di bidang ekologi yang berkaitan

dengan lingkungan antara lain: mikrobiologi, logam berat, pestisida,

pencemaran minyak bumi dan toksikologi.

Data publikasi ilmiah berisikan informasi mengenai publikasi dalam bidang

kelautan yaitu jurnal hash l penelitian, terbitan khusus dan laporan hasil

penelitian.

5.3.2. Kaji Banding Terhadap Regulasi Terkait Pemanfaatan Data Milik Negara

Lain

Diambil 3 negara/komunitas negara yang memiliki kebijakan pertukaran data seperti:

Australia (AODC), Jepang, dan negara-negara yang tergabung dalam komunitas

EuroGOOS, untuk dijadikan bahan kaji. Dimana negara-negara tersebut telah

memiliki pusat data yang sangat eksis dijadikan referensi oleh para pengguna dan

terpelihara dengan baik.

Australian Oceanographic Data Centre (AODC)

AODC merupakan lembaga yang dibentuk sebagai pusat data yang mengelola data

kelautan Australia, terutama data oseanografi (fisika, kimia, biologi, meteorologi dan

geologi). AODC memiliki fungsi: (a) menghimpun data kelautan yang berasal dari

nasional maupun internasional (90% data berasal dari institusi luar); (b) menjadi

pusat arsip data nasional; (c) melakukan pengelolaan basis data kelautan, termasuk

menyusun metadata nasional (saat ini menggunakan MEDI yang dikembangkan

Page 72: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

V-18

oleh IOC); dan (d) melakukan pertukaran data melalui program-program pertukaran

data internasional.

Kebijakan data pada AODC melalui suatu aturan yang disebut dengan Caveat Code,

dimana data diklasifikasi dalam (a) no restriction; (b) scientific in confidence (no

release, originator permission reqiered); (c) commercial in confidence (source data

must be cited, originator permission reqiered); (d) defence secure; dan (e) foreign

navies. Aturan ini sendiri juga memiliki batas waktu, dan apabila suatu data sudah

dapat dinyatakan melewati daripada batas aturannya, maka data tersebut disebut

dengan data arsip dan bebas untuk publik maupun penelitian.

Japan Oceanographic Data Centre (JODC)

Seperti halnya AODC, JODC juga dibentuk sebagai pusat data yang memiliki fungsi

serupa dengan AODC. Untuk metadata, JODC memiliki standard nasional sendiri.

Kebijakan Pertukaran Data EuroG005

Sekitar 27 institusi dari 15 negara telah tergabung dalam EUROGOOS, dan

menyepakati adanya suatu kebijakan pertukaran data dimana data kelautan yang

dipertukarkan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni data dasar yang bersifat

publik (free of charge) dan data komersial, berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar

pertukaran data antara lain: (a) Data dasar, yakni data yang dibutuhkan untuk

melindungi kehidupan manusia (life & property), harus dipertukarkan secara bebas dan

gratis (non-restricted & free); (b) Originator data (owner) memiliki hak untuk menentukan

data atau produk mana saja yang bersifat komersial; (c) Khusus untuk kebutuhan

pendidikan dan penelitian, data harus diberikan secara bebas dan gratis; (d) Apabila

data yang dibiayai oleh publik (pajak atau laimya) akan dikomersialkan, maka pihak

Penyedia Jasa laimya harus diberi kesempatan yang serupa.

Data yang termasuk dalam katagori publik (free of charge) antara lain: wave, current,

sea level, tides, storm surge, temperatur profile, sea ice, iceberg, alga bloom,

chlorophyil dan ocean colour. Sedangkan data komersial umumnya berupa end-

product yang telah memiliki nilai tambah (analysis & delivery).

Page 73: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-1

BAB VI

PEMANFAATAN DAN PELAYANAN INAGOOS

Adapun beberapa sistem pelayanan data dan informasi INAGOOS yang telah

berjalan dan dimanfaatkan oleh para pengguna, yang antara lain dicontohkan dan

dijabarkan di bawah ini.

6.1 . Operasionalisasi pemantauan iklim laut

Jaringan pemantauan iklim laut nasional dilaksanakan oleh 3 institusi yakni: Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Penelitian dan

Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang KP), dan Lembaga

Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). Dimana secara umum layanan data

dan informasi dapat diperoleh secara gratis melalui akses ke website (situs) masing-

masing instansi tersebut, baca tentang jenis data dan informasi yang tersedia dan

alamat situs di Bab IV.

Sebagai contoh data dan informasi tentang hasil pemantauan iklim laut adalah

seperti yang disediakan untuk publik oleh Badan Litbang KP, yakni: tinggi

permukaan air laut (lihat Gambar 6.1), temperatur permukaan air laut (lihat Gambar

6.2), dan pemantauan bleaching terumbu karang akibat anomali temperatur

permukaan air laut (lihat Gambar 6.3).

Para pengguna menggunakan data dan informasi tersebut untuk berbagai keperluan

seperti untuk melihat dan/atau mengkaji perubahan/variabilitas iklim laut.

Page 74: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-2

Gambar 6.1. Tinggi muka air laut hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id

Gambar 6.2. Temperatur permukaan laut hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id

Page 75: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-3

Gambar 6.3. Pemantauan yang dilakukan oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan terhadap bleaching terumbu karang akibat anomali temperatur permukaan laut.

6.2 . Operasionalisasi oseanografi perikanan

Untuk operasionalisasi oseanografi perikanan secara nasional dilaksanakan oleh 2

institusi yakni: Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

(Badan Litbang KP) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN).

Dimana secara umum layanan data dan informasi dapat diperoleh secara gratis

melalui akses ke website (situs) masing-masing instansi tersebut, baca tentang jenis

data dan informasi yang tersedia dan alamat situs di Bab IV.

Sebagai contoh data dan informasi tentang oseanografi perikanan adalah seperti

yang disediakan untuk publik oleh Badan Litbang KP, yakni: Peta Prakiraan Daerah

Penangkapan Ikan yang diterbitkan 2 kali per minggu (lihat Gambar 6.3), dan

distribusi kesuburan laut (lihat Gambar 6.4).

Page 76: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-4

Para pengguna menggunakan data dan informasi tersebut untuk berbagai

keperluan, utamanya digunakan oleh para nelayan untuk efisiensi bahan bakar

dalam menangkap ikan, dan juga dipergunakan oleh para akademisi/peneliti untuk

mengkaji adaptasi/mitigasi di sektor perikanan terhadap perubahan/variabilitas iklim

laut.

Gambar 6.3. Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id

Page 77: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-5

Gambar 6.4. Distribusi kesuburan periarannasional hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id

6.3 . Operasionalisasi jaringan pasang surut

Untuk operasionalisasi jaringan pasang surut secara nasional dilaksanakan oleh

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Dimana secara umum

layanan data dan informasi dapat diperoleh secara gratis melalui akses ke website

(situs) instansi tersebut, baca tentang jenis data dan informasi yang tersedia dan

alamat situs di Bab IV.

Pengguna data dan informasi pasang surut ini adalah dari berbagai pihak, seperti:

untuk melihat/mengkaji perubahan muka air laut sebagai dampak perubahan iklim;

untuk melihat/mengkaji karakteristik pasang surut; sebagai salah satu komponen

dari sistem peringatan dini tsunami (verifikator datangnya gelombang tsunami ke

pantai); dan juga sering dipergunakan sebagai input data pemodelan hidrodinamika.

Page 78: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-6

Gambar 6.5. Jaringan Tide Gauge (pemantauan perubahan muka laut) yang dikelola oleh Bakosurtanal dalam kerangka INATEWS. Dimana target jumlah stasiun adalah 80 stasiun pada 2010, dan 49 stasiun diantaranya sudah dipasang. Adapun penyumbang alat tide gauge terdiri dari konsorsium GITEWS, IOC/UNESCO, dan Bakosurtanal.

6.4 . Operasionalisasi jaringan sistem peringatan dini tsunami

Sistem peringatan dini tsunami secara nasional dikelola dalam kerangka Indonesia

Tsunami Early Warning System (INATEWS), dimana sistem ini dibangun dengan

berbagai instrumentasi dan kontribusi dari kalangan internasional seperti dari

Amerika, Jerman, Jepang, China dan Perancis. Salah satu kontribusi dari

internasional adalah dari konsorsium GITEWS atau German-Indonesia Tsunami

Early Warning System (Pranowo, 2010).

Page 79: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-7

Gambar 6.6. Jaringan seismograf pendeteksi gempa yang dikelola oleh BMKG, terdapat sekitar 150 stasiun status pada tahun 2010.

Sistem peringatan dini tsunami adalah suatu sistem yang sangat kompleks terdiri

dari: berbagai instrumen pendeteksi gempa (Seismograf, lihat Gambar 6.6) baik

di darat maupun di dasar laut (Ocean Bottom Unit) yang terhubung dengan

pendeteksi perubahan muka laut dengan sistem tambatan atau mooring buoy

(lihat Gambar 6.8); pergerakan lempeng secara 3 dimensi dideteksi dengan

penggunakan jaringan GPS (lihat Gambar 6.7); jaringan pendeteksi pasang

surut di pantai (lihat Gambar 6.5); seluruh hasil deteksi tersebut akan

berkonfirmasi dengan hasil simulasi propagasi gelombang tsunami yang telah

tersedia di basis data dengan berbagai skenario gempa; dan apabila ada potensi

tsunami maka peringatan akan dikirim ke publik melalui sirine, faksimil, sms,

internet, radio, dan televisi dalam waktu 5 menit setelah gempa terjadi.

Page 80: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VI-8

Gambar 6.7. Jaringan Global Positioning System (GPS) yang dikelola oleh Bakosurtanal, status pada tahun 2010.

Gambar 6.8. Jaringan Tsunamimeter dengan sistem mooring buoy yang dikelola oleh BPPT, status stasiun adalah pada tahun 2009/2010.

Page 81: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VII-1

BAB VII

PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS

Pengembangan kapasitas INAGOOS secara ideal tidak hanya dilakukan

terhadap kelembagaan, tetapi juga terhadap sumberdaya manusia.

Pengembangan kapasitas kelembagaan dapat terdiri dari perangkat keras

(seperti: gedung, fasilitas, komputer, instrumentasi dan sistem pemantauan) dan

perangkat lunak (seperti: struktur organisasi, kebijakan/regulasi). Sedangkan

untuk pengembangan kapasitas sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui

peningkatan ketrampilan analitik, teknik dan filosofis dari para pejabat struktural,

staf, peneliti, perekayasa, dan litkayasa. Peningkatan ketrampilan tersebut

melalui training teknis, seminar, konferensi, pengiriman tugas/ijin belajar yang

terkait dengan kebutuhan INAGOOS.

Page 82: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VIII-1

BAB VIII

RENCANA KEDEPAN (OUTLOOK)

Untuk menyempurnakan dan memutakhirkan RENSTRA INAGOOS pada edisi

selanjutnya maka diperlukan identifikasi berbagai permasalahan yang belum tuntas

dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya, dan isu-isu kelautan dan perikanan

termasuk pertukaran/pemanfaatan data dan informasi nasional, regional dan

internasional yang akan selalu menjadi topik yang hangat dibahas sejalan dengan

perkembangan teknologi observasi/pemantauan di masa depan yang

memungkinkan munculnya dampak negatif dan positif yang lebih kompleks.

8.1. Menuju Operasional Oseanografi (Perikanan) 2014

Organisasi internasional seperti IOC, WMO, UNEP dan ICSU telah menyusun

suatu program global bersama yang disebut dengan GOOS (Global Oceans

Observing System). Program ini mempunyai misi untuk mewujudkan suatu sistem

pengamatan laut global yang akan menjadi operasional pada tahun 2010. Sistem ini

bisa dibayangkan (dan juga terinspirasi) sebagaimana sistem pengamatan

meteorologi global GOS (Global Observing System) yang sudah lebih dulu berjalan

secara operasional. Persatuan Bangsa-Bangsa juga telah berhasil menyusun UN

ATLAS OCEAN yang dapat diakses oleh publik dari berbagai penjuru dunia.

Dalam kerangka kerja GOOS, terdapat pula subsistem pertukaran data, dimana

masing-masing negara anggota yang tergabung dalam program ini akan saling

mempertukarkan data pengamatan laut di wilayahnya masing-masing. Sebagaimana

mirip dengan program meteorologi GOS, maka di tingkat nasional akan dibentuk

Pusat Data Nasional INAGOOS, di tingkat regional akan dibentuk Pusat Data Regional

SEAGOOS/IOGOOS, sementara untuk tingkat global telah terbentuk Pusat Data Global

seperti di IODE/GOOS. Berkaitan dengan hal tersebut, IOC telah menghimbau

agar masing-masing negara telah mempersiapkan kebijakan nasional dan

pengembangan kapasitas (termasuk kelembagaan).

8.2. Kerjasama Regional SEAGOOS

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia

Page 83: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VIII-2

memiliki luas wilayah laut terbesar di Asia Tenggara (ASEAN), sehingga Indonesia

memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa menjadi negara koordinator atau

pusat regional (regional centre) dalam program kerja sama regional seperti

SEAGOOS (South East Asia Goblal Ocean Observing System). Beberapa negara

laimya seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand sangat berkeinginan untuk menjadi

pusat regional. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat

regional, maka secara internal (dalam negeri), segenap institusi terkait perlu

bekerjasama untuk melakukan berbagai persiapan dan perencanaan yang terpadu,

khususnya di bidang pengamatan dan pemantauan, pengelolaan data dan informasi,

serta kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan kelautan laimya.

8.3. Identifikasi Permasalahan

8.3.1 Aspek Legal

Berdasarkan pada konvensi hukum laut internasional UNCLOS 1982, maka Indonesia

sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut mempunyai kewajiban

internasional untuk ikut dalam program information exchange, yang dalam

implementasinya berupa program GOOS dan IODE.

Dalam kerangka nasional, kebutuhan pertukaran data kelautan telah didukung oleh

berbagai peraturan perundang-undangan baik dinyatakan secara eksplisit maupun

secara implisit.

8.3.2. Klasifikasi Data

Berdasarkan pada sifat kerahasiaan data, belum ada kesepakatan nasional tentang

klasifikasi data kelautan. Beberapa klasifikasi yang telah dikembangkan secara

sektoral misalnya Dishidros TNI AL, dan BPPT dapat dijadikan bahan untuk

menyusun sistem klasifikasi data kelautan nasional lebih lanjut. Selain itu, agar lebih

terkoordinasi dengan baik dalam identifikasi/klasifikasi data dan informasi yang

mengandung sensitifitas geo-politis dimungkinkan juga melibatkan Kementerian

Pertahanan dan Keamanan dan Kementerian Luar Negeri. Demikian juga model

kebijakan data seperti “caveat code” (Australian Ocean Data Centre), dan

“Moratorium” (BPPT), dapat dikembangkan dan diterapkan secara nasional.

Page 84: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

VIII-3

Adanya konsep tentang Data Kelautan Dasar (Basic Oceanographic Data) yang

dipertukarkan diantara negara-negara yang tergabung dalam EuroGOOS dan lain-lain,

dimana data atau informasi yang diperlukan untuk kemaslahatan umat manusia

menjadi milik publik dan dapat diakses dengan bebas (tanpa bayar); perlu

dipertimbangkan untuk diberlakukan secara nasional.

8.3.3. Komersialisasi Data

Berkaitan dengan komersialisasi data, sebagian institusi telah memiliki regulasi

tentang komersialisasi data yang dikaitkan dengan mekanisme Penerimaan Negara

Bukan bersumber dari Pajak (PNBP) seperit misalnya: LAPAN, Bakosurtanal, BMKG,

Dishidros TNI-AL, dan Badan Litbang Kelautan dan Perikanan KKP.

Konsep tentang komersialisasi data, muncul pertanyaan apakah pihak swasta lain

(service provider) boleh melakukan hal yang sama, khususnya untuk komersialisasi

data yang perolehannya didanai oleh dana masyarakat (misal: pajak).

8.3.4. Manajemen Data dan Kelembagaan

Kondisi dimana banyak lembaga yang terkait dengan bidang kelautan, maka masalah

teknis yang berkaitan dengan manajemen data kelautan merupakan masalah yang

cukup besar dan kompleks. Umumnya masing-masing lembaga memiliki manajemen

data sendiri-sendiri dan berbeda dengan lembaga lainnya. Beberapa lembaga

seperti BKMG, Dishidros TNI-AL dan Bakosurtanal telah memiliki standar-standar

yang diadop dari standar internasional (IMO, IOC, IHO dan lainnya).

Dalam hal kelembagaan, fungsi "Pusat Data Kelautan Nasional" sangat diperlukan

baik untuk kepentingan koordinasi di tingkat nasional, maupun sebagai gerbang lalu-

lintas data dalam tingkat regional dan internasional.

Page 85: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

IX-1

BAB IX

PENDANAAN PROGRAM

INAGOOS pada tahun 2005 didanai oleh Uni-Eropa (EU) melalui program INDOO

(Indonesia Ocean Observation System), yang pelaksanaannya dikerjakan oleh

Indonesia dan Itali. Selain itu beberapa pemasangan mooring bouys pemantauan di

Western Pacific Ocean (TRITON pada tahun 2002 hingga 2004) dan Eastern Indian

Ocean (ATLAS pada tahun 2004 dan 2005; RAMA pada tahun 2009 dan 2010) juga

dilakukan oleh Indonesia sebagai wujud partisipasi bersama Amerika dan Jepang

terhadap program GOOS.

INAGOOS yang diusung oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan Kementerian

Kelautan dan Perikanan yang telah tercantum pada PERPRES No. 61 Tahun 2011

sebagai salah satu kegiatan pendukung Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca, secara ideal harus mendapatkan dukungan penuh dari

pemerintah melalui APBN hingga 2014.

Selain itu tidak menutup kemungkinan dari BAPPENAS dapat membantu pendanaan

INAGOOS terkait dengan isu yang sedang hangat yakni perubahan iklim melalui

program pinjaman luar negeri CCPL (Climate Change Program Loan) ataupun

program hibah ICCTF (International Climate Change Trust Fund), ataupun sumber-

sumber pendanaan luar negeri yang lainnya yang tidak (disinyalir) mengikat dan

tidak mengandung unsur tekanan kepentingan dari pihak pendonor.

Page 86: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

X-1

BAB X

PENUTUP

INAGOOS adalah salah satu konsep nasional yang sangat bernilai strategis tinggi

hingga skala regional maupun nasional. Kesiapan kementerian/lembaga nasional

sebagai simpul-simpul-nya harus dipastikan dengan baik, termasuk perangkat

struktur organisasi dan regulasi pertukaran/pemanfaatan data dan informasi.

INAGOOS bersifat multi-purpose-use dalam mendukung berbagai kebutuhan

sektoral, kebijakan pemerintah dan trend internasional, contohnya pada kurun waktu

saat ini (2006-2014) adalah tentang operasionalisasi oseanografi perikanan, sistem

peringatan dini tsunami, dan adaptasi/mitigasi perubahan iklim.

Page 87: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

DAFTAR PUSTAKA

1. Boyer, T.P., J. I. Antonov , O. K. Baranova, H. E. Garcia, D. R. Johnson, R. A.

Locarnini, A. V. Mishonov, T. D. O’Brien, D. Seidov, I. V. Smolyar, M. M. Zweng, 2009. World Ocean Database 2009. S. Levitus, (Ed.), NOAA Atlas NESDIS 66, U.S. Gov. Printing Office, Wash., D.C., 216 pp., DVDs.

2. INDOO, 2005. Laporan INDOO Project – SPF ASIE/2005/102-483. 3. Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2003 tentang Pengembangan E-Government.

4. NCEP-NOAA, Ocean-Atmospheric Reanalysis Data

http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html , terakhir diakses pada 17 November 2011.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2002 tentang Hak dan

Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2001 tentang : Tarif

Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 1951 tentang tugas

pokok dari Dinas Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut.

9. Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tertanggal 20 September 2011 tentang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. 10. Pranowo, W.S., A.R. Tisiana D. Kuswardhani, T.L. Kepel, U.R. Kadarwati, S.

Makarim, and S. Husrin., 2006. Ekspedisi INSTANT 2003-3005: Menguak Arus Lintas Indonesia, in Supangat, A., I.S. Brodjonegoro, A.G. Ilahude, I. Jaya, T.R. Adi., Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Cetakan pertama Januari 2006, ISBN: 979-3768-06-1.

11. Pranowo, W.S., 2010. Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia, Sudahkah

Cukup Memadai?, Book Chapter on “Konsep dan Aplikasi Teknologi Perlindungan Pantai”, Pusat Pengkajian & Perekayasaan Teknologi Kelautan & Perikanan, ISBN: 978-979-3592-34-3, page: 87-99, 2010.

12. Surat Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok Badan

Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 13. Surat Keputusan Presiden No. 64 tahun 1951 tentang Penunjukan Dinas Hidro-

Page 88: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

Oseanografi TNI-AL sebagai wakil NKRI didalam keanggotaan International Hydrogaphic Organization (IHO).

14. Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No.

1151/M/2001 Tanggal 5 Juni 2001 tentang Tugas dan Fungsi Pusat Penelitian Oseanografi (P20).

15. UNCLOS, 1982. Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

16. Undang-Undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 17. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dan Tahun 2005 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional. 18. Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. NAGA

REPORT Vol. 2, 225 pages.

Page 89: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

PERSANTUNAN

Konsep INAGOOS telah dihembuskan sejak tahun 2005 dan mulai mengkristal pada

tahun 2005, sehingga diharapkan kristal tersebut semakin mengeras pada tahun

2010, dan selanjutnya semakin menjadi intan di kemudian hari.

Tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu di sepanjang proses tersebut diatas, kepada: Bapak Freddy Numberi,

Bapak Fadel Muhammad, Prof. Indroyono Soesilo, Bapak Endhay Kusnendar,

Bapak Achmad Poernomo, Prof. Jacub Rais, Prof. Hery Haryono, Prof. Zainal Arifin,

Prof. Jan Sopaheleuwakan, Bapak Agus Supangat, Berny Subki, Aryo Hanggono,

Agus Setiawan, dan rekan-rekan lain dari berbagai kementerian/lembaga yang turut

memperjuangkan konsep INAGOOS yang tidak sempat kami sebutkan satu per

satu.

Kepada Dian Pitaloka, Mariska Astrid Kusuma, Tri Nugraha, Usep Mulyadi dan

Candra Dwi Puspita, terima kasih atas bantuan teknis notulensi pada pertemuan

penyusunan renstra; lay out dan editing; serta perbanyakan dokumen.

Page 90: RENSTRA INAGOOS 2011 ISBN-978-979-3768-43-4

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 30 DESEMBER 2011