i
RENCANA STRATEGIS
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 30 DESEMBER 2011
ii
TIM PENYUSUN
1. Sugiarta Wirasantosa 2. Hartanta Tarigan 3. Roberto Pasaribu 4. Irsan S. Brodjonegoro 5. Tukul Rameyo Adi 6. Salvienty Makarim 7. Dini Purbani 8. Terry L. Kepel 9. Ifan R. Suhelmi
10. Yudi Priatno Kaelan 11. Budi Sulistiyo 12. Widodo S. Pranowo
iii
KATA PENGANTAR
Kami mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terselesaikannya
Dokumen Rencana Strategis Indonesian Global Observing System (INAGOOS) edisi
pertama tahun 2011 ini. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan patut berbangga
atas apresiasi secara nasional bahwa program INAGOOS 2010-2014 ini telah
tercantum sebagai salah satu kegiatan pendukung Rencana Aksi Nasional Gerakan
Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN GRK) yang telah ditetapkan dengan PERPRES
No. 61 Tahun 2011. Seyogyalah amanat besar ini harus diselesaikan dengan baik
hingga 2014 nanti.
Adanya perubahan nomenklatur di lingkungan internal Kementerian Kelautan dan
Perikanan dimana Balai Riset Observasi Kelautan (BROK) yang semula berada
dibawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan
Pesisir (P3SDLP) berubah menjadi Balai Penelitian Observasi Laut (BPOL) dan
berada dibawah koordinasi Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kelautan
dan Perikanan (P3TKP), dimana ketiga satker tersebut adalah simpul-simpul dari
INAGOOS secara ideal seharusnya tidak menjadi penghambat operasionalisasi
program tersebut dalam rangka mensukseskan RAN-GRK.
Berbagai koordinasi internal perlu dilakukan di 2012 dan kedepan selain
memperkuat koordinasi antar kementerian/lembaga INAGOOS yang lain dalam
rangka memperkaya konsep Rencana Strategis INAGOOS yang telah dihasilkan
pada tahun 2011 ini.
Jakarta, 31 Desember 2011
Tim Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Tim Penyusun ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
BAB I. Pendahuluan I-1
1.1. Karakteristik Laut Indonesia I-1
1.2. Kebutuhan pembangunan pusat data kelautan I-3
1.3. Perspektif data kelautan Indonesia I-6
BAB II. Global Ocean Observasi Sistem (GOOS) II-1
2.1. Sejarah GOOS II-1
2.2. Pengertian dan tujuan GOOS II-2
2.3. Koleksi Data dan Informasi GOOS II-3
2.4. Struktur GOOS II-5
BAB III. Indonesian Global Ocean Observing System (INAGOOS) III-1
3.1. Sejarah INAGOOS III-1
3.2. Tujuan INAGOOS III-10
3.3. Manfaat INAGOOS III-11
3.4. Struktur INAGOOS III-13
BAB IV. Sistem Observasi Dan Sumber Data INAGOOS IV-1
4.1. Sistem Peralatan dan Metode Observasi IV-1
4.2. Sumber Data IV-3
4.2.1. Badan Informasi Geospasial (Sebelumnya
BAKOSURTANAL) IV-4
4.2.2. Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika IV-5
4.2.3. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi IV-7
4.2.4. Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL IV-8
4.2.5. Badan Penelitian dan Pengembangan IV-10
Kelautan dan Perikanan
4.2.6. Lembaga Antariksa dan Penerbangan IV-13
Nasional
4.2.7. Pusat Penelitian Oseanologi – LIPI IV-14
4.2.8. Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI IV-16
4.2.9. Pusat Penelitian dan Pengembangan IV-17
Geologi Laut - KESDM
BAB V Pusat Data INAGOOS V-1
5.1. Sistem Jejaring V-1
5.2. Sistem Jaringan INAGOOS V-8
5.3. Regulasi dan Mekanisme Data dan Informasi V-9
v
BAB VI Pemanfaatan Dan Pelayanan INAGOOS VI-1
6.1 Operasionalisasi pemantauan iklim laut VI-1
6.2 Operasionalisasi oseanografi perikanan VI-3
6.3 Operasionalisasi jaringan pasang surut VI-5
6.4 Operasionalisasi jaringan sistem peringatan dini tsunami VI-6
BAB VII Program Pengembangan Kapasitas VII-1
BAB VIII Rencana Kedepan (Outlook) VIII-1
8.1. Menuju Operasional Oseanografi (Perikanan) 2014 VIII-1
8.2. Kerjasama Regional SEAGOOS VIII-1
8.3. Identifikasi Permasalahan VIII-2
BAB IX Pendanaan Program IX-1
BAB X Penutup X-1
PERSANTUNAN
DAFTAR PUSTAKA
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Karakteristik Iklim-Laut Indonesia
Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia berada dalam suatu
sistem pola angin yang disebut sistem angin Monsun (monsoon). Angin Monsun
bertiup ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya
angin bertiup dengan arah yang berlawanan. Terjadinya angin Monsun ini karena
terjadi perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia (Wyrtki, 1961).
Pada bulan Desember – Pebruari di belahan bumi utara terjadi musim (season)
dingin sedangkan di belahan bumi selatan terjadi musim panas sehingga pusat
tekanan tinggi di daratan Asia dan pusat tekanan rendah di daratan Australia.
Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari daratan Asia menuju Australia.
Angin ini dikenal di sebelah selatan katulistiwa sebagai angin Muson Barat Laut.
Sebaliknya pada bulan Juli – Agustus berhembus angin Monsun Tenggara dari
daratan Australia yang bertekanan tinggi ke daratan Asia yang bertekanan rendah.
Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin Monsun.
Oleh karena sistem angin Monsun ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan
relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk
terjadinya suatu pola arus. Pada musim barat, pola arus permukaan perairan
Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut
Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai
Laut Banda. Sedangkan pada saat Monsun Tenggara, arah arus sepenuhnya
berbalik arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan
(Wyrtki, 1961).
Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin monsun.
Oleh karena sistem angin muson ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan
relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk
terjadinya suatu pola arus (ARMONDO). ARMONDO merupakan perubahan arus
monsun yang lebih dibangkitkan oleh sistem Northwest Moonson dan Southeast
Moonson yang melewati Selat Karimata dan Laut Jawa ini yang berinteraksi
dengan perubahan arus dan temperatur permukaan sangat berpotensi untuk
I-2
perubahan cuaca di daerah Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Pada musim barat,
pola arus permukaan perairan Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut
Cina Selatan menuju Laut Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut
Flores hingga mencapai Laut Banda. Sedangkan pada saat Muson Tenggara
(Southeast Moonson) , arah arus sepenuhnya berbalik arah menuju ke barat yang
akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan (Wyrtki, 1961).
Kondisi Laut Indonesia sangat dinamis dengan didukung oleh kondisi topografi
bawah laut, tipe-tipe pasang surut, sirkulasi massa air (ocean circulation) dan
sistem perubahan angin (Monsoon system). Pada umumnya tipe-tipe pasang
surut di Laut Indonesia berjenis campuran dengan tipe pasang surut dominan
semi diurnal (ganda) di sebelah timur Indonesia dan dominan diurnal (tunggal) di
sebelah barat Indonesia. Topografi bawah laut kepulauan Indonesia yang sangat
unik dan kompleks dikarenakan lokasi kepulauan Indonesia yang terletak diantara
pertemuan lempeng benua Asia dan Australia membentuk lembah laut, punggung
laut, gunung bawah laut yang berinteraksi dengan pasang surut dan variabilitas
massa air yang dominan sangat berpotensi untuk terbentuknya Internal Wave
(Gelombang di kolom Laut Dalam) di laut-laut Indonesia.
Laut Indonesia merupakan bagian dari laut lintas dunia (global ocean circulation)
yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menyebabkan
Dinamika Laut Indonesia sangat dinamis dan memainkan peranan penting dalam
perubahan iklim global. Variabilitas laut Indonesia yang disebabkan oleh pengaruh
transport massa air dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menyebabkan
perubahan stratifikasi laut dengan diindikasikan oleh perubahan daerah termoklin
laut Indonesia melalui perubahan volume transport massa air dari pasifik
(Indonesian throughflow) seperti yang terjadi saat fenomena El Nino dan La Nina
yang membawa pengaruh perubahan sistem hujan di Indonesia (kekeringan dan
musim penghujan). El Nino adalah gangguan pada sistem udara-laut di lautan
Pasifik ekuator dan berdampak pada perubahan iklim global. El Nino juga
mempengaruhi dinamika kepulauan Indonesia baik secara negatif maupun positif.
Dampak negatifnya adalah adanya kemarau berkepanjangan yang terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia sedangkan dampak positinya adalah terjadinya
upwelling di perairan selatan Jawa sampai perairan barat Sumatera.
I-3
Indonesia yang berada di daerah ekuator sangat sensitif terhadap equator
waveguide signals yaitu interaksi ocean-atmosphere melalui perubahan zonal
wind (trade winds) terhadap perubahan sea surface temperature dalam periode
waktu seasonal, intraseasonal (Madden Jullian Oscillation (MJO) yang biasanya
terjadi selama periode winter dan Monsoon Intra-seasonal Oscillation (MISO) yang
biasanya terjadi selama periode summer, juga pengaruh dari periode semi-annual
berhubungan dengan transisi monsun di sekitar bulan Mei dan Oktober dimana
pada bulan-bulan ini selalu terjadi westerly wind dan Wyrtki Jet sepanjang
equatorial Indian Ocean. Signyal-signyal tersebut direpresentasikan dengan
osilasi-osilasi dalam periode tertentu yang mempengaruhi variabilitas laut di
daerah equator yang sangat berperan penting dalam perubahan iklim lokal dan
regional.
Beberapa fenomena penting terjadi di pesisir dan laut yaitu upwelling di barat
Sumatera, selat Makasar, Selatan Jawa, Selatan Bali, laut Banda, laut Arafura dan
selat Sunda. Upwelling sangat terkait erat dengan produktivitas primer dan
penangkapan ikan dikarenakan upwelling membawa nutrisi makanan ikan ke
lapisan permukaan, yang selanjutnya indikasi upwelling ini dapat memberikan
informasi untuk pergerakan ikan (migrasi ikan) yang berhubungan dengan daerah
tangkapan ikan.
Upwelling juga sangat terkait dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yaitu
suatu kopling interaksi laut dan Atmosfir yang terjadi di Samudera Hindia yang
dikarakterisasikan dengan Anomali Sea Surface Temperature (SST) di daerah
(Equatorial Indian Ocean) dan Anomali Zonal Wind di daerah (Central Equatorial
Indian Ocean). Indian Ocean Dipole Positif diindikasikan dengan SST lebih
dingin di SEIO (South Eastern Indian Ocean) di daerah pantai Sumatra, dan SST
lebih hangat di Western Indian Ocean (WIO) diikuti oleh southeasterly wind
sepanjang pantai Sumatra dan easterly wind sepanjang Central Equatorial Indian
Ocean (CEIO). Indian Ocean Dipole mempengaruhi sistem penghujan di
Indonesia dan intensitas produktivitas primer untuk daerah produksi ikan.
1.2. Kebutuhan Pembangunan Pusat Data Kelautan
Pembangunan berkelanjutan daerah pesisir Indonesia, manajemen siklus air
(siklus air laut-atmosfer), sumberdaya laut dan manajemen laut terbuka serta
I-4
populasi dari daratan merupakan permasalahan yang paling serius. Jutaan orang
hidup tergantung pada pengkajiaan secara terus menerus keadaan laut dan
pesisir sehingga pencegahan erosi, ekploitasi berlebihan terhadap sumberdaya
perikanan, menipisnya sumber air serta musnahnya beberapa habitat ekosistem.
Indonesia secara ekonomi masih tergantung pada sumberdaya laut dan terumbu
karang. Kira-kira 60% dari kebutuhan protein hewani nasional diambil dari laut.
Perikanan tangkap mulai ekspansi bidang garapannya ke laut lepas. Akibat
tekanan lingkungan maka kualitas air mengalami penuruanan. Air di pesisir
terpolusi hebat, khususnya didaerah dengan lalu lintas kapal yang sangat padat.
Praktek perikanan tidak sinambung, industri pesisir, buangan sampah dan
limpasan hasil pertanian memberikan dampak buruk pada perairan pesisir dan
terumbu karang yang mana termasuk daerah dengan keanekaan ragaman hayati
yang tinggi di dunia.
Erosi pantai di pesisir umumnya terjadi akibat perluasan kota (reklamasi pantai)
perubahan tata guna lahan dan pembangunan struktur keras (jeti, groin, dll).
Arus, gelombang dan pasang surut laut berinteraksi secara kompleks kemudian
berperan sebagai agen atau pentranspor terjadinya proses erosi, sebaran limbah
serta perpindahan sedimen, sehingga ketiga parameter diatas harus dipantau
secara terus menerus.
Fluks biogeokimia dan siklusnya di paparan benua secara parsial diatur oleh input
atmosfer dan sungai. Pesisir Indonesia sangat erat terkait dengan siklus
biogeokimia laut terbuka dan dinamika lingkungan biomakro yang mana
mempengaruhi dinamika rantai makanan. Sedangkan pemantauan lingkungan
secara kontinyu variabilitas iklim-laut sangat diperlukan dalam rangka pengkajian
stok ikan.
Kompleksitas lingkungan laut tersebut diatas mensyaratkan adanya dasar
pengertian ilmiah, pemantauan dan pemodelan dari lingkungan laut kita. Kita juga
harus mengkaji perkembangan riset dan teknologi yang diperlukan untuk
keperluan diatas, yang mana kemudian digunakan sebagai dasar untuk
pengembangan operasional oseanografi dan meteorologi laut.
I-5
Akibat variabilitas iklim-laut yang kompleks dan kopling dengan yang diakibatkan
oleh aktivitas manusia di laut dan pesisir kepulauan Indonesia maka diperlukan
pemantauan, analisis dan prakiraan secara operasional dan kontinyu. Operasional
oseanografi dan meteorologi laut di perairan Indonesia sangat berguna untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Negara Kepulauan
Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka program
Indonesia (INAGOOS) diwujudkan agar pemantauan dinamika oseanografi
perairan laut kepulauan Indonesia secara terpadu dan kontinyu.
Ketersediaan data yang real time, kualitas kontrol dari informasi lingkungan yang
dating dari hasil observasi dan model dapat digunakan untuk menopang pembuat
keputusan untuk mengatur pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan.
Beberapa aspek dari pemantauan lingkungan laut dan model di dalam cara yang
real time dan bebeerapa riset dasar masih diperlukan dan beberapa peralatan
baru harus dikembangkan. Untuk itu diperlukan koordinasi dari berbagai disiplin
ilmu ataupun lembaga riset terkait didalam kerangka konsep ilmu operasional.
Disini kita mencoba untuk melakukan konsolidasi jaringan operasional oseanografi
saat ini dan pada saat yang sama mengunakan sistem peramalan untuk
mengembangkan sistem pemantauan laut yang ada. Kita juga akan mengkaitkan
operasional oseanografi dengan pengguna informasi lingkungan untuk mencapai
tujuan pembangunan yang berkelanjutan di wilayah laut dan pesisir.
Ada tiga fase pengetahuan yang diperlukan untuk mengembangkan suatu sistem
operasional, yaitu :
1. Diskripsi dengan observasi
2. Kalibarasi hasil observasi
3. Pengakajian ketrampilan prakiraan dan formulasi persoalan
Pada saat yang sama pengembangan sistem operasional mensyaratkan empat
fase implementasi, yaitu :
1. Penelitian atau Riset
2. Pilot proyek
3. Proyek pra-operasional
4. Sistem operasional
I-6
1.3. Perspektif Data Kelautan Indonesia
Sejarah pengukuran parameter-parameter oseanografi di Indonesia baik itu fisik,
kimia maupun biologi telah berjalan lama bahkan sebelum NKRI diproklamasikan.
Kegiatan-kegiatan ini dilakukan oleh para ilmuwan yang berasal dari beberapa
negara seperti Perancis, Inggris, Belanda, Denmark dan Jerman. Beberapa
ekspedisi pelayaran ilmiah yang tercatat masuk di wilayah Indonesia adalah
ekspedisi Physicienne (1817-1820), Coquille (1822-1825), Astrolabe (1826-1829)
dan Bonite (1836-1837) yang berasal dari Perancis. Ekspedisi dari Inggris adalah
Beagle (1832-1836), Sulphur (1836-1842) dan Challenger (1872-1876). Ekspedisi
Valdivia (1898-1899) dan Planet (1906-1907) berasal dari Jerman. Ekspedisi dari
Negara Belanda adalah Siboga (1899-1900). Selanjutnya ada ekspedisi Snellius
(1929-1930) dan Galathea (1952). Beberapa dari hasil ekspedisi ini kemudian
menjadi catatan penting bagi perkembangan ilmu kelautan di Indonesia.
Khusus untuk data parameter fisika dan kimia di wilayah perairan Indonesia, salah
satu basis data yang ada adalah dari World Ocean Database 2009 (WOD09) yang
dikelola oleh NOAA (Boyer et al., 2009). Tipe dataset yang ada di WOD09
berjumlah 11 dataset, akan tetapi yang digunakan disini hanyalah sebanyak 6
dataset (Tabel 1.1). Secara keseluruhan, ada 26 negara yang menjadi
observer/pemilik data ini termasuk Indonesia. Perincian jumlah stasiun, tahun
observasi, observer dan parameter ditampilkan pada Tabel 1.2. Dari basis data
ini terlihat bahwa pengukuran parameter fisika sudah dimulai pada tahun 1875.
Jumlah stasiun observasi tiap data set bervariasi dari ribuan (terendah CTD: 4865)
sampai puluhan ribu (tertinggi XBT: 47813). Posisi stasiun observasi ditampilkan
pada Gambar 1.1 hingga 1.6.
Tabel 1.1. Tipe Instrumen dalam dataset WOD09
DATASET SUMBER
OSD
(Ocean Station Data)
Bottle, low-resolution Conductivity-Temperature-Depth
(CTD), low-resolution XCTD data, and plankton data
CTD
(Conductivity Temperature Depth)
High-resolution Conductivity-Temperature-Depth (CTD)
data and high-resolution XCTD data
MBT
(Mechanical Bathythermographs )
Mechanical Bathythermograph (MBT) data, DBT, micro-
BT
I-7
XBT
(Expendable Bathythermograph)
Expendable (XBT) data
MRB Moored buoy data from TAO (Tropical Atmosphere-
Ocean), PIRATA (moored array in the tropical Atlantic),
MARNET, and TRITON (Japan-JAMSTEC)
PFL
(Profiling Floats)
Profiling float data
Tabel 1.2. Rincian dataset WOD09
Jumlah stasiun Tahun observasi Negara Observer* Parameter
CTD 4.865
1961; 1962; 1973; 1978;
1981-1989; 1990-1999;
2000-2008
AU, CN, DE, FR, ID, JP,
KR, PA, SU,US
Temperatur,
Salinitas, Oksigen
MBT 40.450 1942; 1944; 1945-1949;
1951-2000
AU, CL, DE, GB, JP,
SU, US
Temperatur
MRB 16.404 1992-1999; 2000-2008 JP, US Temperatur,
salinitas,
OSD 25.548
1875; 1875; 1889; 1891;
1899; 1906; 1907; 1920;
1923-1926; 1928-1930;
1933-1944; 1947-1949;
1951, 1952, 1955-2007
AU, CN, DK, FR, GB,
ID, JP, KR, MY, NL, PA,
PH, SG,SU,TH,US
Temperatur,
salinitas, oksigen,
fosfat, silikat,
nitrat, nitrit, pH,
klorofil, alkalinitas,
tCO2, CFC
PFL 9.086 1995-1999; 2000-2009 AU, CN, IN, JP,NKR,
US
Temperatur,
salinitas
XBT 47.813 1967-2008
AG, AU, BS, CA, CN,
CY, DE, FR,GB, HK, ID,
JP, LR, MY, NL,NZ,
PA, PH, SG, SU, TH,
US, VC, ZA
Temperatur
*Ket : AG =Antigua dan Barbuda , AU= Australia, BS=Bahamas , CA=Kanada , CL=Chile , CN= China,
CY=Cyprus , DE= Jerman, FR= Perancis,GB= Inggris, HK= Hongkong, ID= Indonesia, IN= India, JP=
Jepang, LR=Liberia , MY= Malaysia, NL= Belanda,NZ= Selandia Baru, PA=Panama, PH=Filipina ,
SG= Singapura, SU=Uni Soviet , TH=Thailand , US=Amerika Serikat , VC=Saint Vincent & Grenadine
, ZA=South Africa
I-8
Gambar 1.1. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah Berdasarkan Dataset CTD
Gambar 1.2. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah berdasarkan Dataset MBT
I-9
Gambar 1.3. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah Berdasarkan Dataset MRB
Gambar 1.4. Posisi Stasiun Observasi Pelayaran Ilmiah berdasarkan Dataset OSD
I-10
Gambar 1.5. Posisi Stasiun Observasi Instrumen Apung dan/atau Melayang di Kolom Air
Berdasarkan Dataset PFL
Gambar 1.6. Posisi Stasiun Observasi Instrumrn XBT yang Ditembakkan ke Kolom Air Hingga
Dasar Laut Saat Pelayaran Ilmiah Berlangsung Berdasarkan Dataset XBT
II-1
BAB II
GLOBAL OCEAN OBSERVING SYSTEM (GOOS)
2.1. Sejarah GOOS
Dorongan untuk mendirikan GOOS datang dari Technical Comittee for Ocean
Process and Climate (TC/OPC) IOC pada akhir 1980. Konsep dari observasi
kelautan global tumbuh dari kesadaran pemahaman dan peramalan perubahan
iklim membutuhkan pengamatan berbagai macam sistem observasi kelautan
dalam 1 jangka waktu panjang. Pada tahun 1988 IOC membentuk suatu kelompok
(ad-hoc) ahli untuk mempersiapkan proposal untuk pengembangan pemantauan
laut dunia mengenai suatu sistem observasi kelautan global yang terintergrasi.
Tahun 1989 WMO dan IOC menyetujui program yang diusulkan oleh kolompok
ahli tersebut untuk merencanakan dan mengimplentasikan operasional sistem
observasi secara global.
Bentuk GOOS yang sekarang dibuat 1991 ketika TC/OPC menyetujui bahwa
konsep sistem pengamatan laut seharusnya diperluas termasuk fisika, kimia, dan
pemantauan biologi pantai dan laut. Komisi IOC XVI mendirikan suatu kantor
untuk mendukung (GSO) dan WMO pada kongres XI menyetujui untuk menjadi
co-sponsor GOOS. Pada tahun 1992 komite antara pemerintah untuk GOOS
(I/GOOS) dibentuk untuk mengkoordinasikan implementasi GOOS dan untuk
menggantikan TC/OPC. Suatu GOOS Technical and Scientific Advisory Panel
(GSSC) diusulkan pada tahun yang sama dan GOOS Project Office didirikan
dibawah IOC. Pada 1998 GOOS Strategic Plan and Prospectus-nya telah
diterbitkan. Kemudian pada tahun 2005 pada pertemuan IOC yang ke-23
mencatat bahwa dengan munculnya proposal sistem observasi kebumian
(GOSS), GOOS harus menpertimbangkan sebagai marine component GOOS.
Awalnya, komisi bertemu setiap tahun dengan pertemuan di planary session dan
planning session. Planning session fokus pada aspek-aspek tertentu dari
implementasi GOOS yang diperlukan. Sebagai hasil dari IGOOS 3, di Paris 1997
IGOOS planary session akan dilakukan setiap 2 tahun. Planning session telah
dimasukkan dalam GOOS Stering Committe yang baru yang mana sekarang
menjadi penanggung jawab utama dalam implementasi GOOS. Adapun
pertemuan terkini IOGOOS dilaksanakan di IOC-Paris pada tahun 2011.
II-2
2.2. Pengertian dan Tujuan GOOS
GOOS (Global Ocean Observing System) adalah sistem observasi kelautan
secara global. GOOS adalah badan tunggal yang berkaitan dengan sirkulasi air
yang mengelilingi dunia. Dari es di Kutub Utara (Artik) terus melalui perairan
khatulistiwa yang hangat ke Kutub Selatan (Antartik) yang melingkari arus laut di
bumi, Samudera, teluk dan inlet yang berhubungan. Mereka membentuk suatu
kesatuan air yang disebut Global Ocean. GOOS dirancang dan diimplementasi
untuk merangkul laut sebagai suatu intitas tunggal, untuk menyajikan suatu
pandangan global dari sistem kelautan.
GOOS adalah suatu sistem global yang permanen untuk observasi, pemodelan
dan analisa dari variabilitas laut untuk mendukung operasional pelayanan di sektor
kelautan di seluruh dunia. GOOS menyediakan deskripsi yang akurat tentang
kondisi kelautan yang sekarang termasuk sumberdaya laut dan prakiraan yang
menerus tentang kondisi laut kedepan, serta dijadikan acuan untuk memantau
proses perubahan iklim. GOOS adalah suatu program sistem yang masing-masing
bekerja dengan aspek kelautan yang berbeda, dan saling melengkapi untuk
membangun kemampuan operasi pemantauan laut untuk semua negara di dunia.
Dukungan PBB dan UNESCO selalu menjamin kerjasama internasional menjadi
prioritas pertama dari sistem pemantauan laut global. GOOS adalah komponen
oseanografi dari GEOSS (Global Earth Observing Sistem of System).
Peralatan pemantauan untuk GOOS semula dirancang berupa mooring buoy dan
Kapal Penelitian/Riset (research vessel), yang berfungsi untuk:
1. Memantau, memahami dan memprediksi cuaca dan iklim.
2. Menjelaskan dan memperkirakan kondisi kelautan termasuk
sumberdaya laut dan pesisir.
3. Memperbaiki pengelolaaan sumberdaya yang berupa ekosistem laut
dan pesisir.
4. Mengurangi kerusakan dari bahaya alam dan pencemaran
5. Melindungi kehidupan dan kekayaan di pesisir dan laut
GOOS adalah suatu wadah (platform) untuk:
1. Kerjasama internasional untuk pemantauan laut yang menerus.
II-3
2. Penghasil pelayanan dan produk oseanografi.
3. Interaksi penelitian, operasional, dan masyarakat pengguna.
GOOS melayani:
1. Peneliti oseanografi,
2. Manajer pesisir,
3. Pihak-pihak/negara-negara anggota konvensi internasional, nasional,
dan lembaga-lembaga oseanografi, hydrografi, industri marine dan
coastal, pembuat kebijakan dan masyarakat yang tertarik.
GOOS disponsori oleh organisasi internasional seperti: Inter-governmental
Oceanographic Commission – United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (IOC-UNESCO), United Nations Environmental Programme (UNEP),
World Maritime Organization (WMO) dan International Council for Science (ICSU),
dan masih banyak lagi. GOOS dilaksanakan oleh negara-negara anggota melalui
intansi pemerintah, angkatan laut, dan lembaga peneliti oseanografi yang
bekerjasama didalam suatu panel tematik dan gabungan regional.
2.3. Koleksi Data dan Informasi GOOS
Koleksi utama data dan informasi GOOS adalah kumpulan data dan informasi
hasil pemantauan/pengukuran laut baik secara real time maupun near real time
dengan berbagai sistem seperti yang dijabarkan pada Bab IV Sub Bab 4.1 tentang
Sistem Observasi. Dimana data dan informasi tersebut ada yang kemudian diolah
lagi secara spasial baik melalui proses gridding, interpolasi dan ekstrapolasi,
maupun ada yang dijadikan input model prediksi atau peramalan sehingga
menjadi data dan informasi yang baru/lain.
II-4
Gambar 2.1. Temperatur permukaan laut hasil pemantauan melalui satelit oleh
NCEP-NOAA dimana data resolusi temporal 6 jam tersedia untuk
diakses publik di situs
http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html
Data dan informasi tersebut ditampilkan secara online website yang dapat dengan
mudah diakses oleh masyarakat umum, peneliti, lembaga/instansi secara mudah,
cepat dan gratis. Misalkan, dapat dicari situsnya denga mudah melalui search
engine seperti website Google berikut berbagai macam aplikasinya (Google Earth,
Google Ocean, dan lain-lain). Sebagai contoh lihat Gambar 2.1.
Adapun sebagai kontributor data dan informasi tersebut adalah berbagai lembaga
penelitian, instansi pemerintah, dan universitas, yang tergabung didalam wadah
IOC-UNESCO, yang menyediakannya di server masing-masing yang kemudian di-
integrasi-kan di website GOOS sebagai portal data.
Format data ilmiah yang disepakati oleh IOC-UNESCO yang diwadahi dalam
International Ocean Data Exchange (IODE) dalam rangka pertukaran data adalah
berformat NetCDF. Format ini memungkinkan penyimpanan satu atau beberapa
II-5
jenis data dengan format matriks yang berbeda termasuk metadata-nya kedalam
satu file. Tidak menutup kemungkinan disediakan beberapa format lain hasil
ekstraksi atau konversi dari data tersebut yang umum digunakan oleh para
pengguna dengan tools yang disediakan di website tersebut.
2.4. Struktur GOOS
Seperti yang telah tersebut di Sub Bab sebelumnya, bahwa GOOS terdiri dari
beberapa badan/lembaga dunia yang berkordinasi secara bersama-sama untuk
memajukan tujuan GOOS yang komprehensif dari sistem pemantauan kelautan
internasional berkelanjutan dan operasional, seperti yang ditampilkan pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Bagan struktur umum organisasi GOOS
Dimana pada bagan tersebut di Gambar 2.2 dapat terlihat bahwa:
I-GOOS (Intergovernmental Committee for GOOS) adalah badan antar
pemerintah yang bertanggung jawab atas arah strategis dan mendorong
negara-negara anggota untuk berkomitmen untuk dukungan berkelanjutan.
PICO (Panel for Integrated Coastal Observations) adalah panel untuk
pengamatan pesisir terpadu.
GSSC (GOOS Scientific Steering Committee) adalah panitia pengarah
ilmiah.
III-1
BAB III
INDONESIAN GLOBAL OCEAN OBSERVING SYSTEM (INAGOOS)
3.1. Sejarah INAGOOS
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan GOOS, maka dibentuk wilayah kerja
regional pemantauan laut berdasarkan konsep batas samudera dan/atau laut
dengan kesepatan bersama antar negara-negara di wilayah regional tersebut seperti
tersaji pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Pembagian wilayah kerja GOOS regional
Adapun GOOS regional yang terlihat pada Gambar 3.1 antara lain adalah:
1. European Seas (EuroGOOS)
2. Mediterranean Sea (MedGOOS)
3. Black Sea GOOS
4. North-East Asian Regional (NEAR-GOOS)
5. (PI-GOOS)
6. Indian Ocean GOOS (IO-GOOS)
7. Indian and Carribean Ocean (IOCARIBE-GOOS)
8. Africa (GOOS-Africa)
9. United States of America (US GOOS)
10. Southeast Asia (SEAGOOS)
11. OCEATLAN
III-2
12. GRASP
13. Sustaining Arctic Observing Networks (SAON)
14. Southern Ocean Observing Sistem (SOOS)
Selama satu dasawarsa terakhir pemantauan dan prakiraan kondisi lingkungan laut
dan pesisir telah dilakukan oleh proyek penelitian dan sekarang telah dilakukan
secara operasional oleh beberapa institut penelitian dan agen operasional di seluruh
eropa ataupun dunia. UNESCO/IOC mendirikan program Global Ocean Observing
System (GOOS) dan Coastal Ocean Observing Panel (COOP) dengan jaringan
tersebar di seluruh dunia untuk mendapatkan data laut yang real time serta
prakiraan kondisi terkini lingkungan laut serta kondisi suatu ekosistem pesisir.
Di Eropa, EuroGOOS pada tahun 1995 telah mengembangkan program oseanografi
operasional sejak pertengahan abad 19 melalui agen riset dan operasional. Aplikasi
dan implementasi dari prototype tersebut telah dilaksanakan di daerah paparan
Eropa dan dunia. Salah satu group diatas yaitu Tim Mediteranian telah
mengembangkan sistem prakiraan laut mediteranian dan mengimplementasikannya
di laut mediterania. EuroGOOS dan Mediterranean Task Team juga
mengembangkan MedGOOS pada tahun 1998 untuk melakukan koordinasi dan
pengembangan pada sektor kelautan dengan berbagai stakeholder dan
mengkontruksikan pada suatu pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan di laut
mediterania (INDOO, 2005).
Komisi Eropa dan V kerangka program untuk riset dan pengembangan didanai oleh
suatu kluster oseanografi operasional dan sedang mengembangkan prototype
sistem (the Arctic Sea and North Atlantic-TOPZ dan Mediterranean Sea-MFS)
bersama-sama dengan kapasitas pengembangan (the Baltic Sea-PAPA, in the
Mediterranean Sea-MAMA, in the Black Sea-ARENA). Usaha tingkat nasional lain
adalah dengan mensponsori pengembangan oseanografi operasional lautan Atlantic
dan laut (MERCATOR, France and FOAM,UK).
Sejalan dengan itu strategi ruang angkasa Eropa yang dikembangkan oleh Komisi
dan The European Space Angency (ESA), the EU dan ESA Councils menekankan
pentingnya akses secara global untuk pemantauan lingkungan laut dan keperluan
III-3
lainnya seperti mitigasi bencana, pencemaran laut dan sebagainya. Pengembangan
program ini disebut Global Monitoring Environment dan Security-GMES.
GMES adalah konsep yang memerlukan niat politis untuk pemantauan lingkungan
laut dan isu keselamatan laut dengan dasar ilmu dan teknologi misalnya satelit.
GMES dicoba akan dikembangkan di Indonesia dalam rangka kolaborasi antara
Indonesia dengan Eropa. GMES diwakili oleh pemerintah Indonesia, the Eropean
Commission, the European Space Agency, Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN) industry, the Indonesian national authorities dan the Indonesian
and Europen scientific communities.
Mengingat kerjasama pengembangan pemantauan lingkungan laut diatas, dan
luasnya laut Indonesia, walaupun kepulauan Indonesia terletak pada kelompok
SEAGOOS dan IOGOOS, pada tanggal 9 Augustus 2005 Depertemen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia mencanangkan suatu program nasional yang
dinamakan Deklarasi Indonesian Global Ocean Observing System (INAGOOS).
Deklarasi ini dilakukan di Bali dengan bentuknya dapat dilihat pada gambar dibawah.
Berdasarkan wilayah kerja regional GOOS tersebut pada Gambar 3.1 maka Negara
Kepulauan Republik Indonesia (NKRI) yang mengusung INAGOOS berada pada
wilayah kerja SEAGOOS dan IOGOOS. Sehingga diharapkan interaksi INAGOOS
dengan kedua GOOS regional tersebut akan saling menguatkan secara
kelembagaan dan saling melengkapi resolusi akan data dan informasi.
III-4
Gambar 3.2. Deklarasi pembentukan INAGOOS pada 9 Agustus 2005 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu, Bapak Freddy Numberi.
INAGOOS adalah kontribusi Indonesia kepada program GOOS khususnya kepada
IOGOOS (Indian Ocean GOSS) dan SEAGOOS. Visi dari INAGOOS adalah untuk
lebih memahami lingkungan laut Indonesia dan kehidupan yang lebih baik ditengah
komunitas International melalui pengertian laut Indonesia dan sekitarnya. Adapun
misinya adalah untuk membangun sistem monitoring yang komprehensip dan
kemampuan prakiraannya serta interaksi udara laut di perairan laut Indonesia dan
sekitarnya.
Pada tanggal 11-14 Mei 2009, pada acara World Ocean Conference 2009, yang
dilaksanakan di Manado, Sulawesi Utara, yakni merupakan ajang pertemuan tingkat
tinggi kementerian, dihadiri oleh wakil beberapa negara, lembaga swadaya
masyakarat, komunitas peneliti baik nasional, regional dan internasional,
menelurkan “Manado Ocean Declaration” tertanggal 14 Mei 2009. Dimana deklarasi
tersebut memberikan perhatian kepada: degradasi lingkungan laut khususnya
kepada hilangnya beberapa komponen keanekaragaman laut; dan polusi yang
III-5
disumberkan dari kegiatan di darat/pesisir maupun di laut; invasi dari spesies asing;
penggunaan sumberdaya laut dan pesisir yang berlebihan; perubahan fisik;
perencaan yang tidak matang; serta tekanan sosial ekonomi. Selain hal-hal tersebut
diatas, beberapa komponen/parameter yang juga penting untuk diperhatikan anatra
lain: ekosistem perairan dan sumberdaya hayati yang terdampak oleh kenaikan
muka laut; meningkatnya temperatur muka laut; pengasaman laut (ocean
acidification); perubahan pola cuaca dan berbagai variabilitas iklim yang disebabkan
oleh perubahan iklim; dimana perubahan-perubahan tersebut juga meningkatkan
resiko dan mengancam ketahanan pangan global, kemakmuran, dan populasi
manusia. Kemudian dengan ditambah dengan berbagai pemikiran-pemikiran yang
lain, maka deklarasi tersebut memuat beberapa nafas yang sejalan dengan
deklarasi INAGOOS 2005. Adapun secara umum isi deklarasi tersebut antara lain
bahwa para negara-negara yang hadir termasuk Indonesia:
[1]. Akan berupaya melakukan program kegiatan jangka panjang berupa
konservasi, pengelolaan sumberdaya hayati laut dan pesisir berikut
habitatnya menggunakan pendekatan aspek ekologis, dan juga melakukan
implementasi strategis jangka panjang yang disepakati didalam pertemuan2
internasional yang mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan,
termasuk yang telah tercantum didalam United Nations Millennium
Declaration, yang terkait dengan lingkukangn laut, dan juga untuk
menguatkan kemitraan global dalam rangka konsep pembangunan tersebut.
[2]. Akan menekankan kebutuhan straegis nasional untuk dialokasikan kepada
pengelolaan ekosistem laut dan pesisir yang berkelanjutan, khususnya untuk
mangrove, lahan basah (wetland), estuari dan terumbu karang, baik sebagai
sebagai zona penyangga yang berfungsi sebagai pelindung dan juga bernilai
produktif memberikan nilai ekonomis dan nilai jasa dalam mengurangi
dampak perubahan iklim.
[3]. Akan berupaya mengimplementasikan pengelolaan laut dan pesisir, termasuk
perencanaan untuk pemanfaatannya untuk meminimalisir dan mengurangi
resiko dan kerentanan komunitas pesisir serta infrastruktur penting.
[4]. Akan berupaya keras mengurangi polusi di laut, pesisir, dan daratan dan
berupaya mempromosikan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan
berdasarkan kesepakatan internasional yang relevan dan kode-kode
III-6
pelaksanaan yang dikembangkan untuk kesehatan dan ketahanan ekosistem
laut dan pesisir.
[5]. Akan bekerjasama lebih lanjut di bidang: penelitian ilmiah kelautan dan
keberlanjutan sistem observasi laut yang terintegrasi; promosi pendidikan dan
kesadaran publik; bekerja secara bersama-sama untuk meningkatkan
pemahaman tentang peran laut terhadap perubahan iklim dan sebaliknya, dan
dampaknya terhadap ekosistem laut, keanekaragaman laut dan komunitas
pesisir, khususnya di negara-negara berkembang dan negara-negara
kepulauan; mengundang komunitas/institusi keilmuan untuk melanjutkan
pembangunan informasi ilmiah yang terpercaya tentang peran dari pesisir,
mangrove, algae, lamun dan terumbu karang dalam pengurangan dampak
perubahan iklim; melanjutkan promosi dan melibatkan pengetahuan-
pengetahuan tersebut diatas kedalam saran-saran terhadap segala praktek
pengelolaannya.
[6]. Akan mempromosikan pengumpulan dan pertukaran informasi terkait dampak
perubahan iklim terhadap ekosistem laut, komunitas, perikanan dan industri;
kesiapsiagaan terhadap kondisi genting, pemantauan, dan peramalan
perubahan iklim dan variabilitas laut; dan peningkatan kesiapsiagaan publik
akan kapasitas peringatan dini.
[7]. Akan menekankan kebutuhan pembangunan, konsisten dengan komitmen
internasional. Langkah adaptasi yang komprehensif dan terukur termasuk
didalam pembangunan nasional strategis berkelanjutan yang difokuskan
kepada dampak perubahan iklim terhadap laut dan pesisir, dan untuk
mengembangkan kebijakan untuk pengelolaan laut dan pesisir yang
terintegrasi berdasarkan kajian ilmiah terpercaya dan tujuan yang disepakati
secara internasional, khususnya untuk komunitas yang paling rentan dan
tergantung sepenuhnya kepada sumberdaya perairan untuk kesearian
hidupnya.
[8]. Akan menuntaskan promosi, yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
karang atoll dan komunitas pesisir, dan persiapan untuk menghadapi dampak
perubahan iklim terhadap laut, pengembangan pola adaptasi nasional yang
terukur dan efektif dalam penggunaan segala informasi yang relevan,
berbagai skenario dampak perubahan iklim, sistem peringatan dini,
pengurangan resiko bencana dan kajiannya, dan pemetaan tingkat
III-7
kerentanan dalam rangka menentukan prioritas aksi jangka pendek dan jagka
menengah.
[9]. Akan berupaya mengimplementasikan pembangunan strategis berkelanjutan
untuk pengelolaan laut dan pesisir yang dikhususkan untuk melihat dampak
perubahan iklim terhadap laut, dan dalam hal ini, akan dilakukan pengukuran
yang penting dilakukan untuk mengurangi polusi, meyakinkan pengelolaan
terintegrasi, dan rehabilitasi ekosistem pesisir seperti estuari, lahan basah
pesisir, mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan gumuk pasir (sand
dunes) termasuk juga tentang sedimentasi.
[10]. Akan menekankan akan kebutuhan sumberdaya finansial dan insentif untuk
secara lebih lanjut membantu negara berkembang dalam upaya
mempromosikan berbagai opsi/alternatif kegiatan untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari secara berkelanjutan dan memperhatikan aspek lingkungan untuk
komunitas pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan iklim.
[11]. Akan menekankan juga kepada kegiatan promosi yang terjangkau,
menyuarakan kepedulian akan lingkungan, dan teknologi kelautan terbarukan
berikut pengetahuan tentang “apa dan bagaimana”, khususnya di negara
berkembang, dengan catatan pengetahuan yang relevan dipromosikan oleh
UNFCC.
[12]. Akan mengundang para mitra dalam rangka mempertimbangkan dan submisi
proposal kegiatan/proyek adaptasi perubahan iklim untuk pengelolaan laut
dan pesisir yang dapat diajukan ke “the Adaptation Fund Board – UNFCC”.
[13]. Akan bekerja, secara individu ataupun kolektif dan secara kolaboratif dengan
organisasi regional dan internasional serta dengan program-program regional
kelautan, untuk meningkatkan kegiatan ilmiah pemantauan yang sejalan
dengan hukum internasional terkait akan lingkungan laut dan
mengembangkan metodologi untuk adaptasi kelautan terhadap perubahan
iklim.
[14]. Akan berupaya melanjutkan, di lingkup regional dan lingkup nasional, untuk
melakukan pertukaran pengetahuan dan teori praktek terbaik, dan
meningkatkan kajian kerentanan laut dan pesisir terhadap perubahan iklim
dalam rangka memberikan fasilitas untuk implementasi kegiatan-kegiatan
bersifat adaptasi.
III-8
[15]. Akan melakukan tindak lanjut yang efektif untuk mengelola taman konservasi
laut, termasuk membentuk suatu komunitas jaringan ketahanan
menggunakan yang menggunakan hukum-hukum internasional seperti
UNCLOS, dan berdasarkan keilmuan yang tersedia, dalam rangka
memberikan kontribusi kepada ekosistem, dan berupaya dalam melestarikan
keanekaragaman, keberlanjutan sumberdaya untuk kehidupan beradaptasi
terhadap perubahan iklim.
[16]. Akan mempromosikan pendekatan ekosistem perairan secara lebih luas yang
mendongkrak institusi maupun kerjasaman internasional di antara negara-
negara yang saling berbagi ekosistem dan sumberdaya-nya, dalam rangka
memperluas visi yang memperhatikan akan polusi, perikanan, produktifitas
primer, pemantauan lingkungan, pembangunan sosial ekonomi, dan
pemerintahan.
[17]. Kami berterimakasih kepada Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa Bangsa
(Sekjen PBB) yang telah menyediakan informasi tentang resume kegiatan-
kegiatan di PBB yang sedang berlangsung yakni di bidang perubahan iklim
dan bidang-bidang terkait lainnya yang penting untuk menyusun kegiatan-
kegiatan terkait iklim-laut.
[18]. Kami mendukung sepenuhnya upaya-upaya dari Sekjen PBB untuk
memfasilitasi kerjasama dan koordinasi di dalam lingkup sistem PBB yang
mengedepankan perubahan iklim, dan menggarisbawahi tentang pentingnya
kegiatan-kegiatan di bidang kelautan dalam rangka adaptasi perubahan iklim.
[19]. Kami menyadari akan pentingnya upaya peningkatan pemahaman tentang
dampak perubahan iklim terhadap laut dan pentingnya akan kebutuhan
berbagai aspek dimensi untuk bahan pertimbangan penyusunan strategi
adaptasi dan mitigasi, seperti yang telah diupayakan secara bersama di
dalam World Ocean Conference 2009 ini.
[20]. Kami menyambut baik upaya dari the Coral Triangle Initiative sebagai salah
satu visi yang dihasilkan pada WOC 2009 ini.
[21]. Kami kembali menggarisbawahi tentang betapa pentingnya pencapaian dan
efektivitas dari luaran COP-15 UNFCC di Kopenhagen 2009 dan
mengundang semua pihak untuk mempertimbangkan tentang bagaimana
dimensi pesisir dan laut dapat terefleksi dengan baik di setiap kebijakan yang
dihasilkan.
III-9
Setahun setelah WOC 2009, pada hari Senin 10 Mei 2010 Menteri Kelautan dan
Perikanan (Dr. Ir. Fadel Muhammad) meluncurkan kembali konsep INAGOOS di
Bali, pada acara Sesi ke-8 Sidang komisi IOC-UNESCO WESTPAC, sebagai salah
satu implementasi dari peringatan setahun adopsi Deklarasi Manado pada World
Ocean Conference 2009. Pada kesempatan tersebut Indonesia menegaskan
komitmennya terhadap berbagai topik kelautan dunia dengan meluncurkan
pelayaran ilmiah INAGOOS Cruise.
Pada kesempatan tersebut hadir sejumlah pemimpin di bidang kelautan dari 12
negara anggota IOC-UNESCO WESTPAC, di antaranya adalah Sekretaris Eksekutif
IOC-UNESCO Pusat, Wendy Watson-Wright.
Pada INAGOOS Cruise terdapat beberapa rute pelayaran dengan tema observasi
laut menggunakan kapal penelitian Indonesia dengan sejumlah lembaga penelitian
dari negara mitra. Seperti Kapal Baruna Jaya III digunakan untuk mengakomodasi
para peneliti Indonesia dan China untuk meneliti upwelling di Laut selatan Jawa,
sedangkan Kapal Baruna Jaya IV diisi oleh peneliti Indonesia dan Amerika Serikat
melakukan survey laut dalam di perairan Sangihe-Talaud (INDEX-SATAL 2010),
serta Kapal Baruna Jaya VIII diisi oleh peneliti Indonesia dengan peneliti Australia
dan Timor Leste dalam rangka observasi Laut Arafura dan Laut Timor.
Pada kesempatan NOAA bahkan juga berpartisipasi mengirimkan kapal penelitian
Okeanos Explorer, yang dilengkapi dengan ROV (Remote Observation Vehicle)
yang dilengkapi dengan kamera beresolusi tinggi dan berkemampuan jelajah hingga
kedalaman lebih dari 1000 meter untuk kegiatan survey INDEX-SATAL tersebut.
Ekspedisi berhasil merekam berbagai aktivitas hidrotermal aktif di sekitar gunung api
bawah laut, dan juga melakukan pemetaan struktur dasar laut dalam hingga
menemukan gunung api bawah laut yang belum mempunyai nama.
Dampak dari hasil penelitian bersama ini menunjukkan bahwa kemampuan peneliti
kita telah sejajar dengan para peneliti dunia, dan kekayaan laut dalam kita belum
tersentuh sama sekali untuk didokumentasikan datanya. Dampak strategis yang lain
adalah hasil penelitian tersebut dapat dijadikan bahan kebijakan pemerintah di
bidang (penelitian dan pengembangan) kelautan dan perikanan. Sedangkan data
observasi parameter fisik perairannya berkontribusi didalam penambahan resolusi
III-10
spasial data untuk pemantauan dinamika iklim-laut yang terkait dengan fenomena
perubahan iklim global.
3.2. Tujuan dan Sasaran INAGOOS
Tujuan dari INAGOOS adalah sebagai wadah koordinasi nasional dari
kementerian/lembaga penelitian yang menghasilkan data dan informasi tentang
observasi laut dan pesisir dalam rangka mencapai sinergi bersama untuk
mendapatkan pemantauan yang komprehensif dan berkelanjutkan terhadap
variabilitas iklim laut, serta dampak bencana yang ditimbulkan-nya pada manusia
dan alam sekitarnya.
Adapun sasaran INAGOOS antara lain adalah melalui pembangunan sistem
pemantauan bersama, skema prediksi untuk di kawasan pesisir, selat dan lain
sebagainya. Sasaran lain yang bernilai strategis di skala nasional bahwa INAGOOS
didesain untuk mempertemukan kementerian/lembaga penghasil data dan informasi
dengan kementerian/lembaga pembuat keputusan dalam rangka program:
1. Pemahanan, kajian, prediksi, mitigasi dan adaptasi pada perubahan iklim.
2. Pengertian faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
3. Peningkatan manajemen dan proteksi daratan, pesisir dan ekosistem laut.
4. Menopang pertanian berkelanjutan.
5. Pemahaman, monitoring, dan konservasi keanekaragaman hayati.
6. Reduksi penurunan kehidupan akibat bencana secara alamiah atau akibat
ulah manusia.
7. Peningkatan manajemen sumberdaya energi.
Adapun sasaran strategis dari INAGOOS tersebut diatas secara kongkrit akan
berkontribusi mendukung kepada Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca (RAN GRK) melalui beberapa kegiatannya, dimana hal ini telah
ditetapkan didalam PERPRES nomer 61 Tahun 2011 tertanggal 20 September
2011.
Pengukuran dan pemantauan dalam kegiatan INAGOOS meliputi pengukuran in
situ, menggunakan teknologi airbone pesawat udara, dan observasi penginderaan
jauh menggunakan teknologi satelit. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat
III-11
digunakan untuk kegiatan penelitian skala nasional, regional dan internasional
dengan aplikasi lintas sektoral. INAGOOS juga diupayakan sebagai salah satu
wahana untuk mempromosikan kemampuan nasional dalam melakukan
pembangunan di sektor kelautan dan mendukung di sektor perikanan, sekaligus
berpartisipasi aktif dalam program internasional dalam pemantauan perubahan iklim.
3.3. Manfaat INAGOOS
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki lingkungan unik dimana daratan,
lautan, atmosfer dan manusia saling berinteraksi dan memerlukan energi serta
materi satu sama lain. Wilayah ini juga secara umum merupakan wilayah dengan
populasi lebih padat dibandingkan dengan daerah non pesisir. Di wilayah pesisir
banyak orang bermukim dan beraktivitas sehingga berimplikasi meningkatkan polusi
dan degradasi lingkungan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik horisontal
yang secara lebih jauh dapat mengancam kondisi keamanan nasional dan
kehidupan menjadi mahal. Untuk menyelesaikan konflik tersebut diatas dengan cara
yang lebih efisien, efektif dan bijak diperlukan kemampuan kita untuk memantau,
penentuan kondisi terkini dan peramalan kondisi lingkungan laut dan pesisir yang
akurat.
Dalam hal ini INAGOOS mempunyai kemampuan untuk menjembatani kemampuan
secara teknis operasional dan mengambil keputusan untuk menyelesaikan konflik
yang berhubungan dengan isu lingkungan laut dan pesisir tersebut. INAGOOS akan
mendukung pemahaman ilmiah tentang perubahan dan variabilitas iklim dengan
meningkatkan kemampuan kontrol kualitas data dan informasi secara jangka
panjang. INAGOOS juga menyiapkan sistem pemantauan dan peramalan untuk
menopang kegiatan nasional maupun kerjasama internasional. INAGOOS berupaya
untuk mendapatkan strategi untuk mengaktifkan produk dari operasionalisasi
oseanografi, dengan berbagai tingkat skala resolusi baik ruang dan waktu, yang
dapat diterapkan oleh para kementerian/lembaga dan pengambil kebijakan untuk
penanganan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan bencana pesisir yang lain,
serta untuk konservasi laut dan pesisir, dan berbagai kebijakan lainnya yang
menyangkut pembangunan di sektor kelautan dan perikanan.
III-12
INAGOOS berupaya untuk mengembangkan ilmu yang diperlukan untuk
membangun instrumentasi yang tepat guna untuk memecahkan masalah pemantuan
variabilitas iklim laut dan juga kerusakan lingkungan perairan. Diupayakan produk
teknologi awal ini dapat digunakan sebagai langkah konkrit untuk secara nasional
mandiri menggunakan produk karya anak bangsa (dalam negeri).
Keuntungan lain yang diproyeksikan dari operasionalisasi INAGOOS adalah :
1. Memproduksi objektivitas, reabilitas, data dan informasi yang berkualitas
tentang iklim laut yang berkaitan dengan data dan informasi tentang ramalan
iklim untuk pola musim tanam yang diperlukan bagi sektor pertanian, dan juga
implementasi dan pengembangan lebih jauh kebijakan pengelolaan
lingkungan.
2. Memberikan dukungan kepada pemerintah daerah (Kabupaten dan Propinsi)
untuk melakukan identifikasi, preparasi dan evaluasi regulasi, legalisasi
kebijakan pengelolaan lingkungan.
Sedangkan manfaat secara regional dan internasional, INAGOOS dapat
meningkatkan peran aktif Indonesia di lingkup SEAGOOS, IOC-WESPAC, dan IOC-
UNESCO. Dimana INAGOOS dapat digunakan sebagai kendaraan untuk kerjasama
regional dan internasional yang bertujuan untuk melakukan pemantauan, pemodelan
dan analisis data iklim laut dan pesisir.
Ada beberapa program INAGOOS yang sejalan dengan program GOOS, seperti
yang telah disampaikan pada acara Johannesburg Conference tahun 2002 dan juga
masih relevan dengan penanganan kebijakan nasional sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia hingga 2025, yakni yang
mencakup:
1. Kebijakan Lingkungan Indonesia
Pengembangan sistem peramalan operasional untuk daerah paparan dan
regional di kepulauan Indonesia dengan menekankan pada aspek lingkungan
seperti polusi, kesehatan ekosistem dan majemen sumberdaya laut yang
akan berkontribusi pada kebijakan Indonesia mengenai perlindungan
lingkungan laut. INAGOOS akan dilaksanakan atas dasar ekosistem untuk
pembuat keputusan lingkungan regional.
III-13
2. Kebijakan Perikanan
INAGOOS akan secara konsisten berkontribusi kepada manajemen yang
lebih baik dan ekspotasi berkelanjutan dari sumberdaya biodata laut.
Sumberdaya laut yang penting ini rentan terhadap perubahan iklim dan
eksplotasi, suatu kombinasi yang telah terbukti merusak di daerah laut
Atlantik dan daerah lain di dunia.
3. Kebijakan Manajemen Pesisir Terintegrasi
Aspek interdisiplin dan kefokusan dari program INAGOOS akan digunakan
sebagai justifikasi ilmiah untuk pengembangan manajemen pesisir terintegrasi
yang mana merupakan usaha keras dari pemerintah Indonesia dan
pemerintahan negara-negara lain yang tergabung di IOC-UNESCO.
4. Kebijakan terhadap Pelaku Usaha Kecil dan Menengah
Implementasi dari operasional peramalan laut mensyaratkan peningkatan
sistem pemantauan yang akurat dan pelayanan laut yang terkini. Saat ini
pemerintah Indonesia telah mengembangkan komponen regional untuk
pemantauan laut yaitu INAGOOS ini yang merupakan implementasi GOOS di
Asia Tenggara. Keragaman dalam tingkat medium dan kecil membuka pasar
baru yang dapat bersaing dengan pasar global.
3.4. Struktur INAGOOS
Sebagai sarana untuk mewadahi kementerian/lembaga penghasil data dan informasi
(lihat Bab IV) diperlukan suatu struktur organisasi untuk melaksanakan
pengembangan INAGOSS. Adapun struktur organisasi INAGOOS yang diusulkan
adalah disajikan pada Gambar 3.3.
III-14
Gambar 3.3. Usulan Struktur INAGOOS
Dimana secara umum organisasi dibagi menjadi 7 komponen, yakni:
1. Komisi Penasehat, berperan sebagai pengarah umum terhadap kebijakan
pembangunan nasional.
2. Komisi Pesisir, berperan sebagai penyiapan konsep strategis pelaksanaan
INAGOOS terkait dengan permasalahan di berbagai sektor pembangunan di
wilayah pesisir.
3. Komisi Laut & Iklim, berperan sebagai penyiapan konsep strategis
pelaksanaan INAGOOS terkait dengan permasalahan di berbagai sektor
pembangunan terkait dengan laut dan iklim.
4. Komisi Pelaksana Harian, berperan sebagai pelaksana harian manajerial
INAGOOS yang terdiri dari ketua, sekretaris, manajer teknis, dan manajer
data dan informasi.
III-15
5. Perwakilan Institusi dari berbagai Kementerian/Lembaga, berperan aktif
didalam berbagai sidang komisi dan berkontribusi aktif didalam pelaksanaan
INAGOOS.
6. Komisi Pelayanan Publik, berperan sebagai media penghubung antara
INAGOOS dengan masyarakat baik dalam rangka pelayanan kebutuhan data
dan informasi untuk berbagai tujuan.
7. Komisi Bersama Untuk Kerjasama, berperan untuk mediasi kerjasama
dengan institusi non INAGOOS baik nasional, regional maupun internasional.
II-6
OOPC (Ocean Observations Panel for Climate) adalah Panel observasi laut
untuk iklim.
GRAs (GOOS Regional Alliances) adalah gabungan reginal GOOS.
GPO (GOOS Programme Office) adalah kantor program GOOS.
JCOMM (Joint WMO-IOC Technical Commission for Oceanography and
Marine Meteorology) adalah komisi teknis bersama untuk bidang
oseanografi dan meteorogi laut.
Mengacu kepada kebutuhan pemantauan laut dan pesisir, dan kebutuhan akan
layanan data secara berkelanjutan mengikuti perkembangan iptek global maka
Indonesia mendirikan/mengembangkan INAGOOS (Indonesian Global Ocean
Observing System).
IV-1
BAB IV
SISTEM OBERVASI DAN SUMBER DATA INAGOOS
4.1. Sistem Observasi
Secara umum, operasional observasi yang digunakan oleh instansi penyedia data
kelautan nasional meliputi berbagai sistem, sebagai contohnya antara lain:
a. Wahana apung untuk survey seperti kapal penelitian (Research Vessel).
Dimana kapal riset ini memiliki kemampuan untuk jelajah laut dan berbagai
aktivitas pengukuran parameter oseanografi, pemasangan mooring, dan
trawling ikan maupun batuan dasar laut, bahkan beberapa dilengkapi dengan
laboratorium. Indonesia saat ini memiliki beberapa kapal penelitian/riset (KR)
seperti: KR. Baruna Jaya I hingga IV (dikelola oleh BPPT); KR. Baruna Jaya
VII dan VIII (dikelola oleh LIPI). Selain itu terdapat beberapa Kapal Latih (KL)
awak perikanan yang dapat difungsikan sebagai kapal penelitian seperti: KL.
Madidihang I hingga III (dikelola oleh Sekolah Tinggi Perikanan, KKP). Ada
pula kapal penelitian milik lembaga swadaya masyarakat yang dapat
digunakan oleh publik atau instansi melalui sistem sewa untuk kegiatan
penelitian, contohnya KM. Cinta Laut yang pernah dimodifikasi oleh Badan
Litbang Kelautan dan Perikanan untuk dipasang berbagai alat survei
oseanografi (CTD, Bottle Rossete, Side Scan Sonar, Multibeam
Echosounder) untuk Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004.
b. Sistem mooring buoy. Sistem observasi ini umum digunakan untuk
pemantauan di laut secara time series dalam waktu yang cukup lama,
misalkan lebih dari 1 tahun. Dimana didalam suatu rangkaian mooring buoy
(tambatan) akan terdiri dari beberapa instrumen oseanografi dan/atau
meteorologi yang berlainan fungsi pengukuran parameter. Sistem mooring ini
ada: yang diperuntukkan hanya untuk mengukur dinamika permukaan laut
dan atmosfer diatasnya, contohnya adalah mooring pada pemantauan arus
lintas indonesia (Pranowo dkk., 2006); ada yang hanya bersifat dibawah
permukaan, contohnya pada buoy RAMA (The Research Moored Array for
African-Asian-Australian Monsoon Analysis and Prediction) di samudera
Hindia yang dilakukan oleh NOAA; ataupun ada yang dipasang di dasar laut
IV-2
saja, contohnya seperti yang dilakukan oleh tim penelitian Indonesia-China-
Amerika bertema “South China Sea – Indonesian Sea Transport Exchange”
(SITE) yang memasang jenis Trawl Bottom Resistance Mooring (TBRM)
untuk mengukur besarnya transpor massa air di Selat Karimata dan Selat
Sunda.
c. Sistem gauges. Sistem ini terbagi menjadi 2 jenis transmisi data. Sistem
yang bersifat on line yakni secara realtime langsung mengirimkan data ke
server basis data, dalam hal ini diperlukan instrumen pendukung seperti
sistem telekomunikasi yang dapat berbasiskan teknologi GSM, GPRS
ataupun satelit VSAT. Contohnya disini adalah jaringan pasang surut nasional
yang dikelola oleh BAKOSURTANAL. Sedangkan sistem yang bersifat offline,
umumnya menggunakan memori berkapasitas menengah atau tinggi untuk
penyimpanan data berformat binary, untuk jangka waktu pengukuran tertentu,
dimana secara reguler harus di-download datanya sebelum kemudian
dipasang lagi. Dalam hal ini contohnya adalah jaringan sensor temperatur dan
shallow pressure gauge (HOBO) yang dikelola oleh Pusat Litbang
Sumberdaya Laut dan Pesisir bersama dengan Tokyo Institute of Technology.
d. Sistem GPS array. Sistem ini juga dapat bersifat online maupun offline.
Digunakan untuk memantau pergerakan lempeng benua, dimana
menghasilkan data vektor dalam arah horisontal dan vertikal. Contohnya
adalah sistem yang dipasang oleh Pusat Penelitian Geotek LIPI di Kepulauan
Mentawai dan Kep. Nias yang terletak di barat Sumatra untuk memantau laju
subduksi lempeng Samudera Hindia terhadap lempeng benua Asia. Loka
Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP) juga ikut
berpartisipasi dalam pemantauan ini dengan memasang GPS di Teluk
Bungus sebagai kontribusi dari kerjasama riset Indonesia dengan China
dalam kerangka Indonesia-China Climate-Ocean Center (ICCOC).
e. Sistem penginderaan jauh. Sistem ini efektif dan efisien didalam memantau
wilayah yang lebih luas untuk mendapatkan gambaran secara fenomena
spasial secara lengkap. Berbagai parameter oseanografi dan meteorologi
kunci saat ini dapat dipantau dengan baik seperti temperatur permukaan laut,
khlorofil, salinitas permukaan, partikel tersuspensi, distribusi angin hingga
pencemaran. Salah satu lembaga nasional yang mempunyai tugas pokok
fungsi penyedia data ini adalah Lembaga Antariksa dan Penerbangan
IV-3
Nasional (LAPAN). Akan tetapi tidak membatasi instansi lain seperti Balai
Penelitian Observasi Laut (BPOL) untuk menerima data tersebut secara
langsung dari satelit AVHRR-NOAA dan satelit lain untuk digunakan dalam
penyediaan Peta Prediksi Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) yang reguler
diterbitkan 2 kali dalam seminggu.
f. Sistem peringatan dini tsunami. Sistem ini dikelola oleh Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memberikan peringatan potensi
bahaya tsunami dalam 5 menit setelah gempa terjadi melalui sirine, website,
radio, televisi, faksimil, dan sms. Sistem ini sangat kompleks terdiri dari
instrumen: seismograf di darat yang mendeteksi gempa; ocean bottom unit
yang berfungsi sama dengan seismograf di dasar laut; tide gauges di pantai;
mooring buoy di permukaan laut yang mendeteksi perubahan muka laut
indikator tsunami; jaringan telekomunikasi satelit yang mengirimkan semua
informasi ke pusat sistem yang saling berkonfirmasi dengan basis data
prediksi tsunami. Sistem ini nasional ini dikenal sebagai jaringan Indonesia
Tsunami Early Warning System (INATEWS).
g. Sistem pengukuran manual dan laboratorium. Sistem ini lebih umum
digunakan untuk pemantauan kualitas kimia air, tissue biologis, sedimen dan
batuan, dimana diperlukan prosedur pengambilan dan penyimpanan sampel
yang berbeda-beda di lapangan untuk setiap parameter kimia yang akan
dianalisis di laboratorium. Salah satu contohnya adalah penambilan sampel
air dengan botol gelap dan terang untuk dibawa ke laboratorium kimia dalam
rangka pengukuran kandungan karbon organik terlarut. Walaupun sudah
beredar di pasar instrumen sensor karbon, sering pengukuran manual dan
laboratorium masih digunakan.
4.2. Sumber Data Kelautan Nasional
Secara nasional terdapat berbagai instansi di Indonesia sebagai penyedia data dan
informasi kelautan, dimana instansi tersebut tersebar sebagai Lembaga Penelitian
Non Kementerian (LPNK), Lembaga Penelitian dibawah Kementerian, maupun
Lembaga Penelitian dibawah Universitas. Beberapa dari instansi tersebut sebagai
contoh memiliki tugas, pokok, dan fungsi serta produk yang dihasilkan seperti
terdeskripsikan secara singkat dibawah ini.
IV-4
4.2.1 Badan Informasi Geospasial (Sebelumnya BAKOSURTANAL)
Alamat:
Jl. Raya Jakarta – Bogor 46
Cibinong 16911 Bogor Jawa Barat
Telp: (62-21) 8753067; 8753066; 8753289
Fax: (62-21) 8752064
Website: http://www.bakosurtanal.go.id
Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, dibentuk Badan
Informasi Geospasial (BIG) menggantikan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional (BAKOSURTANAL). Sebelumnya pembentukan BAKOSURTANAL
tertuang di dalam Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1969, pada 17 Oktober
1969. Dengan Keppres ini juga dibubarkan Badan Atlas Nasional dan kegiatannya
ditampung dan diteruskan oleh BAKOSURTANAL. Begitu pula fungsi
DESURTANAL menjadi Badan Penasehat yang menyatu dalam organisasi
BAKOSURTANAL.
BAKOSURTANAL berdasarkan Bagian Ketujuh Belas, Pasal 49, 50, dan 51
Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 42 Tahun 2001, mempunyai kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan
sebagai berikut:
Kedudukan:
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, yang selanjutnya disebut
BAKOSURTANAL adalah Lembaga Non Pemerintah yang dibentuk untuk
melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden;
BAKOSURTANAL berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden;
Dalam melaksanakan tugasnya BAKOSURTANAL dikoordinasikan oleh Menteri
Negara Riset dan Teknologi;
BAKOSURTANAL dipimpin oleh Kepala.
IV-5
Tugas:
BAKOSURTANAL mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan
dibidang survey dan pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Fungsi:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang survey dabn
pemetaan;
b. Pembinaan infrastruktur data spasial nasional;
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BAKOSURTANAL;
d. Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah dibidang survei dan pemetaan nasional;
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.
Data yang dihasilkan:
1. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, mengumpulan data berupa:
Peta lahan pesisir, peta sebaran mangrove, peta terumbu karang, peta
mineral lepas pantai, peta DAS, Peta Geomorfologi, dan sebagainya;
Data digital MCMA pada Proyek MREP
2. Pusat Geodesi dan Geodinamika, mengumpulkan data berupa:
Data pasang surut (pasut)
4.2.2 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
Alamat:
Jl. Angkasa I No 20 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720, Indonesia
Telp: (62-21) 2426321
Fax: (62-21) 4246703
Website: http://www.bmkg.go.id
Visi:
Terwujudnya BMKG yang tanggap dan mampu memberikan pelayanan
meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geodinamika yang handal guna
IV-6
mendukung keselamatan dan keberhasilan pembangunan nasional serta
berperan aktif di tingkat internasional.
Misi:
Mengamati dan memahami meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan
geofisika;
Menyediakan informasi meteorologi, limatologi, kualitas udara, dan geofisika;
Melaksanakan dan mematuhi kewajiban internasional dalam bidang
meteorology, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika.
Tugas BMKG
BMKG mempunyai tugas melaksanakan tugaspemerintahan dibidang
meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi BMKG:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang meteorologi,
klimatologi, kualitas udara, dan geofisika;
b. Koordinasi kegiatan fungsional di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas
udara, dan geofisika;
c. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta
di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika;
d. Penyelenggaraan pengamatan, pengumpulan dan penyebaran, pengolahan
dan analisa serta pelayanan di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas
udara, dan geofisika;
e. Penyelenggaraan kegiatan kerja sama di bidang meteorologi, klimatologi,
kualitas udara, dan geofisika;
f. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hokum, persandian, perlengkapan dan
rumah tangga.
Data yang dihasilkan:
1. Geologi Oseanografi (mineral, energi, tsunami/gempa)
2. Meteorologi Maritim (cuaca harian, cuaca setiap jam, ramalan cuaca)
IV-7
3. Klimatologi Oseanografi (angin 5-10 tahunan, cuaca 5-10 tahunan, curah
hujan 5-10 tahunan),
4. Kualitas Udara (CO2 udara, CH4 udara, N4O udara)
4.2.3 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Alamat:
Jl. M.H. Thamrin No 8, Jakarta Pusat 10340, Indonesia
Telp: (62-21) 3169478
Fax: (62-21) 3100415
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) adalah lembaga non-
departemen yang berada di bawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan
Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengkajian dan penerapan teknologi.
Visi:
Menjadi pusat unggulan teknologi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia
yang berbudaya iptek
Misi:
Mewujudkan BPPT sebagai lembaga terkemuka dalam menyusun kebijakan
teknologi di Indonesia
Mewujudkan BPPT sebagai agen pembangunan masyarakat dalam bidang
teknologi
Mewujudkan BPPT sebagai mitra terpercaya bagi industri dalam bidang
teknologi
Mengembangkan BPPT sebagai pusat unggulan teknologi dan SDM yang
handal
Tugas Pokok:
Melaksanakan tugas pemerintahan dib dang pengkajian dan penerapan
teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
IV-8
Fungsi:
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengkajian dan
penerapan teknologi
Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT
Pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi
pemerintah dan swasta dibidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam
rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas serta membina alih
teknologi
Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah
tangga
Data yang dihasilkan:
1. Pusat Pengkajian Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam:
Fisika Oseanografi, Biologi Oseanografi, dan Kimia Oseanografi
2. Balai Teknologi Survei Kelautan: Fisika Oseanografi, Biologi Oseanografi,
Kimia Oseanografi, Geologi dan Geofisika
4.2.4 Dinas Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (DISHIDROS)
Alamat:
Jl. Pantai Kuta V no.1, Ancol Timur, Jakarta Utara
Tel. : (021) 64714810
Fax.: (021) 64714819
Website : http://www.dishidros.go.id
e-mail : [email protected]
Dasar Hukum:
a. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 tahun 1951 tanggal 31 Maret 1951,
tentang Pejabatan-pejabatan pelayaran sipil.
b. Keputusan Presiden RI Nomor 164 tahun 1960, tanggal 14 Juli 1960, tentang
Penggabungan Pejabatan Hidrografi Pelayaran pada Jawatan hidrografi
Angkatan Laut dan menetapkan bahwa Hidrografi Angkatan Laut bertugas
menyelenggarakan pembuatan dan perbaikan peta-peta laut, pedoman-
IV-9
pedoman pelaut dan buku-buku hidrografi lainnya, serta mengusahakan
penerbitan-penerbitan peta yang bersifat defensive, operasional, ilmu
pengetahuan dan komersial.
c. Keputusan Kasal Nomor : KEP/20/VII/1997 tanggal 31 Juli 1997, tentang
Organisasi dan Prosedur Dishidros menetapkan bahwa Dishidros bertugas
membina dan melaksanakan fungsi hidro-oseanografi yang meliputi survei,
penelitian, pemetaan laut, publikasi, penerapan lingkungan laut dan
keselamatan navigasi pelayaran baik untuk kepentingan TNI maupun untuk
kepentingan umum.
d. Dishidros atas nama pemerintah RI menjadi anggota IHO (International
Hydrographic Organization) Nomor 64 tahun 1951. Dengan menjadi anggota
IHO, maka peta dan informasi yang dihasilkan/diterbitkan mempunyai
standart kualitas dan pengakuan internasional.
Kemampuan:
a. Personil
Dishidros memiliki 176 personil tenaga ahli yang terdiri dari Master di bidang
Hidrografi, Oseanografi dan Lingkungan, Sarjana Kelautan, Ilmu-ilmu
Kebumian, Fisika, Sarjana/ahli Elektronika dan peralatan survei, surveyor
kelas A, B dan C standar IHO, ahli Kartografi dan Lithografi, ahli operasional
Laboratorium Oseanografi, ahli teknik permesinan. Dalam pelaksanaan tugas,
para tenaga ahli ditunjang oleh 945 orang Bintara/Tamtama/PNS sebagai
operator dan tenaga kejuruan, sesuai bidang keahlian penugasan.
b. Pendidikan
Tenaga ahli yang dimiliki Dishidros telah memperoleh keahlian hidrografi dan
oseanografi melalui pendidikan-pendidikan khusus di sekolah/institusi di
negara-negara: Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Perancis, Australia,
Belanda serta pendidikan di Sekolah Hidro-Oseanografi TNI-AL(Sehidros) di
Jakarta.
Data yang dihasilkan:
1. Ramalan Pasang surut harian dan tahunan
2. Tipe Pasang Surut di Indonesia
3. Peta Laut dan Kepanduan Bahari (Batimetri untuk keselamatan pelayaran)
IV-10
4. Buku dan Almanak Nautika
4.2.5 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
(BALITBANG KP)
Alamat:
Jalan Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430
Tel.: (021) 64711583
Fax.: (021) 64711483
Website: http://www.litbang.kkp.go.id
Email: [email protected]
Tugas:
Balitbang KP adalah unit organisasi eselon I di Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang mempunyai tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) di bidang kelautan dan perikanan. Program
litbang secara umum dilaksanakan dalam rangka peningkatan sistem teknologi dan
inovasi nasional dan secara khusus dilaksanakan sebagai faktor pendukung
sekaligus penghela dan pendorong pembangunan kelautan dan perikanan secara
berkelanjutan.
Fungsi:
Dalam mendukung kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan sebagaimana
telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia
Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015, sesuai Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor Per.15/Men/2010, Balitbang KP dalam tugasnya
melaksanakan litbang di bidang kelautan dan perikanan, menyelenggarakan fungsi-
fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis rencana dan program penelitian dan
pengembangan di bidang kelautan dan perikanan;
b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang kelautan dan perikanan;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan
pengembangan di bidang kelautan dan perikanan; dan
d. pelaksanaan administrasi Balitbang KP
IV-11
Hasil litbang kelautan dan perikanan diharapkan dapat bersaing secara nasional dan
internasional, sebagai langkah penting dalam meningkatkan dayasaing bangsa.
Untuk itu hasil litbang kelautan dan perikanan selanjutnya diharapkan menjadi
komponen penting dalam upaya mewujudkan Sistem Inovasi Nasional (SIN).
Program Penelitian dan Pegembangan terkait produk Data dan Informasi:
Dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pada tahun 2011 –
2014, Balitbang KP mempunyai satu program dan tujuh kegiatan. Program yang
digunakan yaitu “Program Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan
Perikanan”, dimana keberhasilan kinerja atas pelaksanaan program ini menjadi
tanggung jawab unit eselon I yaitu Balitbang KP, sedangkan keberhasilan kinerja
atas pelaksanaan kegiatan menjadi tanggung jawab masing-masing unit eselon II
lingkup Balitbang KP. Berikut ini adalah ragam kegiatan, sub kegiatan dan uraian
kegiatan litbang iptek kelautan dan perikanan:
a. Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Kegiatan litbang ini dimaksudkan untuk menyiapkan basis ilmiah bagi
pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan dan pengembangan industri
perikanan yang berdaya saing tinggi. Kegiatan ini terdiri dari beberapa
subkegiatan/uraian kegiatan, yaitu :
i. Penelitian Perikanan Laut
ii. Penelitian Perikanan Perairan Umum
iii. Penelitian Konservasi Sumber Daya Ikan;
iv. Penelitian Perikanan Tuna
b. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya
Kegiatan litbang iptek perikanan budidaya dimaksudkan untuk menyiapkan basis
ilmiah yang kuat bagi pengembangan perikanan budidaya secara berkelanjutan
serta menyiapkan dukungan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan
untuk peningkatan produktivitas budidaya perikanan. Kegiatan ini terdiri dari
beberapa sub kegiatan/uraian kegiatan, yaitu:
i. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya Laut
ii. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya Air Payau
iii. Penelitian dan Pengembangan Iptek Perikanan Budidaya Air Tawar
iv. Penelitian dan Pengembangan Iptek Budidaya Ikan Hias;
v. Penelitian Pemuliaan Ikan
IV-12
c. Penelitian dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Perikanan dan Teknologi
Kelautan
Kegiatan litbang iptek kelautan dan perikanan dimaksudkan untuk menyiapkan
dukungan teknologi bagi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan proteksi
sumberdaya alam dan lingkungan kelautan dan perikanan serta adaptasi
perubahan iklim.
d. Penelitian dan Pengembangan Iptek Sumber Daya Laut dan Pesisir
Kegiatan litbang iptek ini dimaksudkan untuk melakukan observasi, eksplorasi
dan pemetaan kelautan bagi penyiapan dukungan ilmiah untuk pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk mitigasi terhadap perubahan iklim.
Kegiatan ini terdiri dari beberapa subkegiatan/uraian kegiatan, yaitu:
i. Penelitian Observasi Laut
ii. Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir
e. Penelitian dan Pengembangan Iptek Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan
Kegiatan litbang ini diarahkan untuk menyiapkan iptek pengolahan produk dan
bioteknologi kelautan dan perikanan dalam rangka peningkatan nilai tambah dan
daya saing. Kegiatan ini terdiri dari subkegiatan/uraian kegiatan, yaitu:
i. Penelitian dan pengembangan pengolahan produk kelautan dan perikanan
ii. Penelitian dan pengembangan bioteknologi kelautan
iii. Penelitian dan pengembangan keamanan pangan produk kelautan dan
perikanan
iv. Penelitian dan pengembangan mekanisasi proses pengolahan produk
kelautan dan perikanan
v. Analisis kebijakan pengolahan produk kelautan dan perikanan
f. Penelitian dan Perekayasaan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Kegiatan litbang ini dimaksudkan untuk menyiapkan analisis berbasis iptek dan
pendekatan sosial ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan.
g. Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Balitbang KP.
Kegiatan ini utamanya untuk mendukung kesekretariatan seperti
penyelenggaraan layanan perkantoran, dukungan manajemen dan pelaksanaan
IV-13
tugas teknis, penguatan sarana/prasarana serta layanan iptek khususnya di
Sekretariat Balitbang KP.
4.2.6 Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN)
Alamat:
Jl. Pemuda, Persil no. 1 Rawamangun, Jakarta 13220 Indonesia
Tel.: (62-21) 4892802
Fax: (62-21) 4894815
Website: http://www.lapan.go.id
Kronologis pendirian:
31 Mei 1962, dibentuk Panitia Astronautika oleh Menteri Pertama RI, Ir. Juanda
(selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris
Dewan Penerbangan RI).
22 September 1962, terbentuknya Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA)
afiliasi AURI dan ITB. Berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika
berikut telemetrinya.
27 November 1963, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN.
Visi:
Sains dan teknologi dirgantara LAPAN untuk kesejahteraan masyarakat dan
pelestarian lingkungan hidup.
Misi:
Mengoptimalkan hasil kemajuan teknologi dirgantara untuk memperoleh data
dan informasi sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh
pihak pemerintah, swasta dan masyarakat umum.
Mengembangkan teknologi dirgantara untuk mendukung kesinambungan
pemanfaatan dan pendayagunaan serta mengurangi ketergantungan
terhadap pihak luar.
Meningkatkan penguasaan pengetahuan atmosfer dan lingkungan antariksa
serta pemanfaatannya untuk keperluan peringatan dini mengenai dampaknya
terhadap iklim, lingkungan bumi dan telekomunikasi.
IV-14
Meningkatkan pengkajian aspek-aspek kedirgantaraan untuk keperluan
pengembangan kebijaksanaan pembangunan kedirgantaraan nasional dan
perlindungan kepentingan Indonesia dalam pendayagunaan dirgantara.
Meningkatkan networking dengan instansi terkait di dalam dan luar negeri
melalui pengembangan sistem informasi kedirgantaraan dan kemitraan
Mengembangkan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana untuk
meningkatkan kinerja LAPAN
Pemasyarakatan dan diseminasi hasil litbang LAPAN untuk mendorong
tumbuhnya industri, litbang dan pendidikan kedirgantaraan.
Data yang dihasilkan:
Citra hasil penginderaan jauh dari satelit: AVHRR-NOAA, Landsat-TM, Aqua-Modis,
Feng yun, ALOS, dan lain sebagainya.
4.2.7 Pusat Penelitian Oseanografi (P2O-LIPI)
Alamat:
Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur Jakarta 11048 Indonesia
Tel.: (62-21) 683850
Fax.: (62-21) 681948
Website: http://www.lipi.go.id
Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI merupakan institusi penelitian yang bergerak
dibidang kelautan dan mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada awalnya
dibentuk oleh pemerintah RI berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI no 10
tanggal 22 Januari 1970 dengan nama Lembaga Oseanografi Nasional yang
bernaung di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sejalan dengan
perkembangannya, pada tanggal 13 Januari 1986 Lembaga Oseanografi Nasional-
LIPI diubah namanya menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-
LIPI. Sehubungan dengan adanya reorganisasi di lingkungan LIPI, maka
berdasarkan Surat Keputusan Kepala LIPI No 1151/M/2001 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanografi berubah namanya menjadi Pusat Penelitian
Oseanografi.
IV-15
Visi:
Terwujudnya kehidupan bangsa yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis
yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanistic
Misi:
Meningkatkan kemampuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi
oseanografi
Meningkatkan sarana dan prasarana penelitian oseanografi
Meningkatkan hubungan kerjasama dengan pihak lain dibidang oseanografi
Meningkatkan penelitian oseanografi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
Data yang dihasilkan:
1. Atlas Laut Banda (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi Oseanografi)
2. Atlas Laut Cina Selatan (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi
Oseanografi)
3. Atlas Tanah Grogot Kalimantan Timur (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi,
Biologi Oseanografi, Geografi Oseanografi, Remote Sensing)
4. Atlas Teluk Jakarta (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi
Oseanografi)
5. Kappel Kalimantan Timur (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi
Oseanografi, Geologi Oseanografi, Geografi Oseanografi)
6. Kappel Laut Cina Selatan (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi
Oseanografi, Geologi Oseanografi)
7. Kappel Selat Malaka (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi
Oseanografi, Geologi Oseanografi)
8. Kappel Sulawesi Utara (Fisika Oseanografi, Kimia Oseanografi, Biologi
Oseanografi, Geologi Oseanografi)
IV-16
4.2.8 Pusat Penelitian Geoteknologi - LIPI (GEOTEK-LIPI)
Alamat:
Kampus LIPI Bandung
Jl. Sangkuriang Bandung 40135 Indonesia
Telepon: +62 22 250 3654
Fax: +62 22 250 4593
Website: http://www.geotek.lipi.go.id
Email: [email protected]
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, merupakan salah satu unit riset di lingkungan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI]. Geotek LIPI bersama 3 [tiga] pusat
riset lainnya, Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Pusat Penelitian Metalurgi LIPI, dan
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI berada di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan
Kebumian [IPK]. Pusat penelitian yang berada di Bandung ini memiliki 4 [empat] unit
riset, 2 [dua] unit pendukung riset dan 3 [tiga] UPT [Unit Pelayanan Teknis].
Visi :
Menjadi pusat acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
berbasis sumberdaya alam nirhayati dan konservasi lingkungan
Misi :
Mengembangkan penelitian ilmu kebumian yang bermanfaat dalam rangka
pencarian kebenaran ilmiah dan inovasi teknologi.
Meningkatkan kesadaran publik tentang posisi sentral dari ilmu kebumian dalam
pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya alam nirhayati dan upaya-upaya
pelestarian lingkungan hidup.
Berperan aktif dalam penegakan kebenaran ilmiah bagi permasalahan nasional
dan internasional dalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya alam
yang berpotensi menimbulkan perbedaan kepentingan dan konflik.
Mengembangkan jejaring kerjasama nasional dan internasional dalam rangka
membangun kemitraan profesional yang saling menguntungkan.
Data yang dihasilkan:
1. Konsep Pengurangan Resiko Bencana Kebumian dan Perubahan Iklim
IV-17
2. Konsep Eksplorasi dan energi
3. Prototipe Material Substitusi Berbasis Mineral Untuk Bahan Farmasi, Bahan
Elektrik, dan Konsep Peningkatan Nilai Tambah Batu Bara
4. Konsep Pemanfaatan Potensi dan Penanggulangan Pencemaran Sumberdaya
Air dan Lahan (Perkotaan dan Pedesaan, Pulau Kecil, dan Pesisir)
5. Konsep Tata Ruang Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam dan Bencana
6. Sistem Informasi Geoteknologi (Berbasis Data dan Aplikasi)
4.2.9 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL)
Alamat:
Jl.Dr.Djunjunan No.236 Bandung 40174
Telp : (022) 6032020
Fax : (022) 6017887
Website: http://www.mgi.esdm.go.id
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) berada di bawah
Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral. Sesuai dengan tugas dan
fungsinya, P3GL mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan
bidang geologi kelautan di seluruh wilayah Laut Indonesia dalam rangka menunjang
pembangunan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.
Visi:
Menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan yang professional,
unggul, dan mandiri dibidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Misi:
Melaksanakan litbang dan pemetaan geologi kelautan dan potensi energi
sumber daya mineral kawasan pesisir dan laut
Melaksanakan pengelolaan dan pengembangan sarana-prasarana litbang
Memberikan kontribusi dalam perumusan evaluasi, dan rekomendasi kebijakan
potensi energi dan sumber daya mineral di wilayah landas kontinen Indonesia
Memberikan pelayanan jasa teknologi dan informasi hasil litbang
Melaksanakan pengembangan sistem mutu kelembagaan dan HAKI litbang
IV-18
Data yang dihasilkan:
1. Peta ketebalan sedimen kuarter Perairan Arjasa
2. Peta Anomali Magnet Total Perairan Laut Jawa
3. Peta sebaran sedimen permukaan dasar laut Perairan Laut Jawa
4. Pemetaan Geologi Kelautan Sistematik Skala 1:250.0000
5. Kompilasi Geologi Kelautan Regional Skala 1:1.000.000
6. Penyelidikan Geologi Kelautan Tematik
V-1
BAB V
PUSAT DATA INAGOOS
5.1. Sistem Jejaring
Sistem jejaring Pusat Data INAGOOS dibangun dengan prioritas untuk memenuhi
kebutuhan skala nasional terlebih dahulu. Apabila jejaring nasional sudah eksis dan
stabil baik secara perangkat lunak, perangkat keras, maupun sumberdaya manusia
pengelolanya, maka dapat bergabung dengan jaringan Pusat Data regional (misal
IOGOOS) maupun internasional (GOOS). Penguatan sistem jejaring nasional
diperlukan mengingat masing-masing simpul INAGOOS adalah instansi/lembaga
yang mempunyai regulasi tentang publikasi data dan informasi yang dimilikinya.
Dimana masing-masing paket data dan informasi mengandung tingkat kesensitifan,
nilai strategis, dan unsur geo-politis yang beragam.
5.1.1. Manajemen Data Kelautan INAGOOS
A. Manajemen Data Kelautan Pada GOOS
Manajemen data dan informasi ada berada pada Pusat Data GOOS, sehingga
pengembangan Pusat Data dan Informasi Kelautan menjadi perioritas yang tinggi
dan segera. Manajemen data dan informasi berkenaan dengan bagaimana aliran
data kelautan menjadi produk dan pelayanan. Manajemen data dan informasi
sistem, didasarkan pada Pusat Pengolahan Data yang didistribusikan melalui
jaringan komputer utama (main frame) atau simpul komputer penyimpan data
lainnya (server computer), termasuk juga pelayanan data informasi kelautan yang
menyajikan konsultasi ke penggguna untuk aspek praktis dan juga menghasilkan
produk yang dibutuhkan lokal. Dalam hal ini Pusat-pusat Data INAGOOS bertindak
sebagai simpul-simpul (nodes) terhadap Pusat Data GOOS. Untuk ilustrasi lihat
Gambar 5.1.
V-2
Gambar 5.1. Diagram aliran data dan informasi kelautan untuk pelayanan
dan produk pada program GOOS (sumber: IOC-UNESCO)
B. Fungsi Manajemen Data Kelautan
Manajemen data adalah suatu kegiatan pengorganisasian dan pendokumentasian
data berdasarkan suatu syarat tertentu yang mana memfasilitasi dan
memaksimumkan potensinya untuk digunakan kembali. Di dalam strategi
pengembangan pusat manajemen data, secara ideal harus memperhatikan 6
komponen penting yakni: kebijakan pengelolaan, registrasi data, peng-arsip-an
(penyimpan), pengolahan, diseminasi, dan pembuatan/penyusunan/pembangunan
basis data.
Dari 6 komponen tersebut diatas kemudian dilakukan pemilahan ulang, didapatkan 4
komponen fundamental terpenting sebagai prioritas tindak lanjut untuk rencana
V-3
strategis INAGOOS ini. Komponen tersebut adalah: direktori metadata; akuisisi dan
pendistribusian data; pusat penyimpanan data digital; pengelolaan basis data dan
koordinasi pertukaran/penyajian data (di lingkup nasional dan internasional).
5.1.3. Disain sistem pusat data dan informasi INAGOOS
Pusat data dan informasi kelautan seharusnya memiliki model distribusi yang tepat
untuk diaplikasikan di Indonesia, mengingat terdapat beberapa institusi yang
melakukan kegiatan produksi/koleksi data kelautan. Model ini contohnya telah
dikembangkan oleh tim teknis manajemen data operasional oseanografi di Balai
Riset Observasi Kelautan (BROK), Badan Litbang KP; LAPAN; maupun
Bakosurtanal, dengan mengadopsi konsep distribusi basis data dari Infrastruktur
Data Spasial Nasional (IDSN).
IDSN adalah suatu program nasional untuk mengatur data spasial nasional yang
dikoordinasikan oleh Bakosurtanal. Tujuan dari program ini adalah untuk
mengembangkan suatu konsep model untuk menciptakan suatu standar sistem yang
digunakan oleh tiap institusi pelaku manajemen data, termasuk data kelautan,
sehingga pertukaran data memiliki suatu format yang baku dan berkualitas bagus.
Konsep sistem ini terdiri dari 2 sistem, yakni, satu sistem sebagai pusat data
nasional, dan satu sistem lagi berlokasi sebagai simpul (node). Dimana setiap
simpul akan memiliki penyimpan (server) data dan sub sistem sendiri, yang dapat
dihubungkan dengan simpul-simpul yang lain. Untuk ilustrasi lihat Gambar 5.2.
V-4
Gambar 5.2. Diagram model distribusi Pusat Data dan Informasi Kelautan
5.1.4. Sistem Pusat Data Nasional
Sistem pusat data nasional adalah suatu pintu (gateway) terhadap anggota simpul-
simpulnya (nodes). Aplikasi sistem pusat data nasional ini dapat dalam bentuk
portal web, dimana portal tersebut mensuplai berbagai macam informasi yang
terdaftar di berbagai simpul, dan dilengkapi dengan mesin pencarian (search engine)
yang menyajikan informasi pencarian untuk tiap-tiap simpul. Adapun 3 komponen
dari konsep sistem tersebut antara lain adalah:
Sistem pada Simpul
Sistem pada masing-masing anggota simpul dibuat memiliki kemampuan
yang sama dalam manajemen data kelautan dimana saja lokasinya.
Konsep Sistem yang diusulkan
Berdasarkan pada konsep IDSN yang dijelaskan diatas, disain dari sistem
yang dibangun di implementasikan pada sistem data terpusat dan sistem
pada simpul seperti Gambar 5.3.
Metadata
Metadata didefinisikan sebagai data yang menerangkan data, yang dapat
berupa informasi karakteristik data dan mekanisme pertukaran data. Metadata
V-5
digunakan untuk mendokumentasikan segala data yang berhubungan
terhadap siapa, apa, dimana, dan bagaimana data tersebut dihasilkan.
Pada suatu sistem online (a clearinghouse), metadata harus memiliki tipe yang
sama sehingga pengguna dapat mengakses dan menginterpretasikan format dan
isinya. Ini yang diterapkan pada penggunaan suatu metadata standar. Sebagai
contoh Metadata untuk suatu data spasial, maka standar-nya didasarkan pada suatu
standar metadata untuk data geospasial digital atau lebih dikenal sebagai Content
Standar for Digital Geospatial Metadata (CSDGM) yang dipublikasikan oleh FGDC
(Federal Geo-Spatial Data Committee) dari USA. Berdasarkan kesepakatan yang
diperoleh pada pertemuan koordinasi IDSN di Bali pada tahun 2005, standar
metadata yang digunakan secara internasional adalah standar FGDC, dan telah
disetujui pula oleh semua pengguna data spasial Indonesia.
Aspek utama untuk mewujudkan persiapan metadata adalah harus memahami data
itu sendiri dan standard FGDC digunakan sebagai format untuk menuliskan
metadata. Umumnya standar ini diaplikasikan untuk tipe data digital. Perangkat
lunak untuk pembuatan metadata tersebut harus bisa menegnali format standar
FGDC tersebut.
Suatu metadata perlu dikelola pengelompokannya menurut isi informasinya. Hal ini
sangat penting karena kebutuhan yang beragam dari para penguna data dan
informasi. Metadata dapat diorganisasikan sebagai metadata itu sendiri, koleksi atau
inventaris. Setelah proses tersebut, maka hal penting yang harus dilakukan adalah
sistem penyimpanan data/metadata berikut sistem pendistibusiannya atau yang
lebih dikenal sebagai Clearinghouse. Implemenetasi dari Clearinghouse IDSN
diupayakan memperhatikan berbagai macam kondisi (fasilitas dan sumber daya
manusia) dari pengguna data dan informasi di Indonesia.
Simpul lokal dari clearinghouse adalah bagian dari CSDN (Clearinghouse Spatial
Data Nasional), dan setiap institusi diharapkan dapat berkontribusi data dan
informasi, dan bersedia memenuhi aturan dari komunitas data spasial nasional.
V-6
GSDI
Directory
GSDI International
Search Engines
IDSN Organisational
Metadata
National Search
Engine
Sub-Node 1 Sub-Node n
International User
National
User
Collections
Metadata Inventory
Metadata
(optional)
Collections
metadata
IDSN
Directory
Hyperlink Z39.50
Z39.50
Metadata
Z39.50
Gambar 5.3. Design konsep Cleringhouse Data Spasial Nasional (CDSN)
Kementerian/Lembaga anggota konsorsium INAGOOS manapun dapat berperan
sebagai Pusat Data Kelautan Nasional, sedangkan institusi lainnya kemudian
menjadi simpul dan sub simpul, asalkan memang memenuhi syarat baik secara
struktur, infrastruktur, dan sumberdaya manusia-nya.
5.1.5. Data Utama
Data spasial merupakan hal yang krusial dan penting bagi pengambil keputusan
(pemerintah) dan merupakan aset strategis nasional. Data spasial yang banyak
dibutuhkan harus terjamin ketersediaannya secara nasional. Data spasial tersebar
dibanyak instansi, namun demikian belum tertata secara nasional (duplikasi, tidak
terintegrasi).
Secara umum data yang digunakan ada 2 jenis data utama, yaitu data Spasial dan
data-data utama. Secara defenisi Data Spasial merupakan data keruangan yang
mengacu kepada sistem koordinat bumi sedangkan data-data Utama (Fundamental
V-7
Dataset) merupakan data spasial yang bukan hasil turunan dan digunakan oleh
banyak pihak
Dalam Kebijakan pembangunan Data spasial IDSN menetapkan strategi
pembangunan data utama dan instansi terkait membangun data sesuai
kewenangannya, mengikuti standar yang ditetapkan IDSN
Dalam melaksanakan strategi Pembangunan data utama dilakukan beberapa
langkah, yaitu :
Identifikasi Klasifikasi Dataset
Standar: Kodifikasi, kualitas, pengelolaan dan pendistribusian
Pembangunan Dataset
- Membangun data kerangka (data geodesi, transportasi, hidrografi,
bathimetri, kontur, batas administrasi, kadaster)
- Membangun data utama lainnya mengacu kepada data kerangka.
- Membangun sistem jaringan sumber data
- Membangun sistem pemeliharaan data pada sumber data
Berdasarkan strategi tersebut diatas maka konsep klasifikasi data utama yang
diusulkan untuk INAGOOS adalah tersaji pada Gambar 5.4.
V-8
Gambar 5.4. Konsep klasifikasi data utama untuk INAGOOS.
5.2. Sistem jaringan INAGOOS
Sistem jaringan
INAGOOS akses data dan informasi,
Monitoring aliran data
Akses tunggal data dan produknya melalui pusat data
Data sharing, akses dan release
Koordinator data
Sarana Dan Prasarana sistem jaringan
V-9
Gambar 5.5. Jaringan Pusat Data INAGOOS yang dimiliki dan akan
dikembangkan oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan.
5.3. Regulasi mekanisme data dan Informasi
Daftar Peraturan/Regulasi/Konvensi yang terkait dengan masalah pertukaran data
kelautan:
Undang-undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2003 tentang Pengembangan E-Government.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dan Tahun 2005 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal
Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia. Dalam hal
ini termasuk mengatur kapal penelitian asing.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).
Di dalam UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi, Bab III Pasal 15 mengenai jaringan
sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi berfungsi membentuk jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-
unsur kelembagaan IPTEK untuk menghasilkan kinerja dan manfaat yang lebih
besar dari keseluruhan yang dapat dihasilkan oleh masing-masing unsur
kelembagaan secara sendiri-sendiri. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit,
V-10
pasal ini telah memuat juga landasan pertukaran data dan informasi antar lembaga
nasional sebagai salah satu unsur IPTEK.
Instruksi Presiden RI No. 3 tahun 2003 tentang kebijakan strategi nasional tentang
pengembangan E-Government memuat perlunya mengatur hal-hal yang menyangkut
standarisasi dan prosedur yang berkaitan dengan inter-operabilitas manajemen dan
pertukaran data dan informasi elektronik termasuk pengembangan dan pengelolaan-
metadata dan pengarsipan data, khususnya di lingkungan institusi pemerintah.
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional memuat tentang sistem atau tata cara penyusunan perencanaan
pembangunan nasional, yakni Rencana Pembangunan jangka Panjang (RPJP) untuk
jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk
jangka waktu 5 tahun, dan Rencana Pembangunan Tahunan (RPT). Berdasarkan 5
tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang terdapat dalam Undang-
Undang No. 25 tahun 2004 ini, dan erat hubungamya dengan pertukaran data dan
informasi antara lain ialah: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; (b)
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarwaktu,
antareuang, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; serta (c)
menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan,
dan berkelanjutan. Lebih lanjut, dalam bab VII, pasal 31 secara eksplisit menyatakan
tentang kebutuhan data dan informasi sebagai berikut: "Perencanaan pembangunan
didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan". Hal mengarah pada perlunya suatu sistem manajemen
atau pengelolaan data dan informasi yang handal dan terpadu. Kemudian
berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, maka perlu disusun suatu Rencana Strategis terkait data
dan informasi kelautan dan perikanan untuk 2010-2014.
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2002, salah satu butir
pada ayat 1, bahwa dalam melaksanakan lintas damai melalui laut teritorial dan
perairan kepulauan, kapal asing tidak boleh melakukan kegiatan riset atau survei.
Dimana alur yang diperbolehkan sesuai Pasal 8 dan Pasal 11 adalah alur pelayaran
internasional sebagai berikut seperti yang tercantum pada ayat 2:
V-11
a. Untuk pelayaran dari laut Cina Selatan ke Samudera Hindia dan sebaliknya,
lazimnya melalui Laut Natuna, Selat karimata, Laut Jawa dan Selat Sunda.
b. Untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Hindia dan sebaliknya, dapat
digunakan alur melalui Selat Makassar, Laut Flores dan Selat Lombok.
c. Untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia dan sebaliknya,
yang dapat digunakan adalah alur melalui Laut Maluku, Laut Seram, Laut
Banda, Selat Ombai, dan laut Sawu.
d. Untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Laut Timor atau ke Laut Arafura
dan sebaliknya, yang dapat digunakan adalah alur melalui Laut Maluku, Laut
Seram, dan Laut Banda.
Kembali kepada pasal 8, bahwa dalam melaksanakan lintas damai, peralatan
riset/survei wajib menyimpan dan/atau dalam keadaan tidak bekerja, kecuali
peralatan navigasi.
Dengan diratifikasinya Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melalui Undang-Undang
No. 17 Tahun 1985, maka Indonesia berkewajiban untuk melakukan implementasi
dalam bentuk regulasi nasional. Khususnya yang berkaitan dengan pertukaran data
regional dan internasional, beberapa artikel yang perlu diperhatikan antara lain artikel
200, 244.2, 249.1(c), dan 277(e).
Artikel 200 tentang Studies, research programmes and exchange of information and
data menyatakan: "States shall cooperate, directly or through competent international
organizations, for the purpose of promoting studies, undertaking programmes of
scientific research and encouraging the exchange of information and data acquired
about pollution of the marine environment. They shall endeavour to participate actively
in regional and global programmes to acquire knowledge for the assessment of the
nature and extent of pollution, exposure to it, and its pathways, risks and remedies".
Artikel 244.2 tentang Publication and dissemination of information and knowledge
menyatakan: "For this purpose, States, both individually and in cooperation with
other States and with competent international organizations, shall actively promote
the flow of scientific data and information and the transfer of knowledge resulting
from marine scientific research, especially to developing States, as well as the
strengthening of the autonomous marine scientific research capabilities of developing
States through, inter alia, programmes to provide adequate education and training of
V-12
their technical and scientific personnel".
Artikel 277(e) tentang Functions of Regional Centres, yang salah satunya adalah:
"Acquisition and processing of marine scientific and technological data and
information".
5.3.1. Aspek Hukum dan Kelembagaan Nasional Terkait Pemanfaatan Data dan
Informasi
Beberapa kementerian/lembaga terkait yang memiliki regulasi berkaitan dengan
pemanfaatan data kelautan, termasuk regulasi klasifikasi data (rahasia, terbatas,
komersial dan bebas), antara lain dicontohkan:
BAKOSURTANAL
BPPT
Dinas Hidro-Oseanografi
LIPI
Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di Bakosurtanal
Berdasarkan pada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Pasal 2 angka 19 huruf q yang
menyebutkan bahwa penetapan dan penyelenggaraan pemetaan nasional masih
tetap menjadi kewenangan pemerintah (dibaca pemerintah pusat). Berdasarkan
pada kewenangan yang ada pada pemerintah seperti tersebut di atas, Presiden RI
mengeluarkan SK Presiden No. 42 Tahun 2001 bahwa tugas pokok
BAKOSURTANAL seperti yang tersebut dalam Bagian ke17, Pasal 49, 50, dan 51
bahwa tugas, fungsi dan kewenangan BAKOSURTANAL adalah melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun visi survei dan pemetaan nasional adalah terwujudnya infrastruktur data
spasial yang andal sebagai landasan tersedianya informasi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup bagi pembangunan nasional. Sedangkan misi survei dan
pemetaan nasional adalah: (1) menyusun rencana makro dan merumuskan
kebijakan nasional dalam bidang surta (survei dan pemetaan, dan meningkatkan
koordinasi penyelenggaraan survei dan pemetaan nasional untuk memenuhi
kebutuhan peta dasar sampai dengan skala menengah dan kebutuhan peta tematik
V-13
dasar wilayah nasional dalam mendukung pembangunan nasional; (2) membangun
Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) yang meliputi unsur : kelembagaan,
peraturan perundanganundangan, data utama spasial, sumber daya manusia, serta
penelitian dan pengembangan di bidang survei dan pemetaan, dan meningkatkan
pelayanan kebutuhan informasi spasial kepada masyarakat luas.
Untuk menunjang tercapainya misi tersebut, Bakosurtanal telah dan akan terus
membangun Infrastruktur Data Spasial Nasional. IDSN adalah suatu perangkat
sistem managemen data spasial yang mencakup kelembagaan, kumpulan data
dasar spasial berikut standar-standar dan petunjuk teknis, teknologi, peraturan
perundang-ndangan dan kebijakan-kebijakan, serta sumber daya manusia yang
diperlukan untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, mendistribusikan, dan
meningkatkan pemanfataan data spasial.
Untuk mengimplementasikan IDSN tersebut, Bakosurtanal telah menyusun data
spasial kelautan sesuai model data S-57 IHO (International Hydrographic
Organzation), dalam format SIG dengan software MapInfo. Peta tematik yang
tersedia di Bakosurtanal merupakan peta berbasis SIG dengan format ArcInfo.
Umumnya jenis data yang tersedia di Bakosurtanal tiga level/tahap data yaitu: (1) raw
data (data pengukuran lapangan) dengan format numerik/tabuler seperti TXT, ASCI,
DBASE; (2) data spasial dasar dan -(3) peta tematik analisis/ sintesis yang berbasis
SIG dengan format ArcInfo, ArcView, MapInfo.
Untuk pemanfaatan data, pelayanan Produk dan Jasa dibidang Survei dan
Pemetaan di Bakosurtanal terbuka untuk umum baik kepada Instansi Pemerintah,
Swasta Nasional/Asing, Perguruan Tinggi maupun Perorangan sesuai dengan
klasifikasi produk yang tersedia. Untuk kelancaran dan tertib administrasi pelayanan
kepada pengguna, telah tersedia pedoman mengenai prosedur dan petunjuk
pelaksanaan pelayanan produk dan jasa survei dan pemetaan.
Berdasar PP Republik Indonesia No. 42 Tahun 2001 tentang : Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional, maka permintaan jasa dan produk Bakosurtanal dikenai biaya.
Untuk produk berupa peta Indonesia skala 1: 1.000.000 yang dianggap sebagai
publik domain dapat diperoleh dengan download pada web site Bakosurtanal tanpa
V-14
dikenakan biaya.
Data dan informasi spasial adalah data dan informasi yang mempunyai komponen
keruangan (ber geo-referensi, mengacu pada sistem posisi permukaan bumi), dalam
arti mempunyai informasi letak (posisi) lintang dan bujur. Informasi spasial merupakan
komponen dasar dalam pembangunan SIG (Sistem Informasi Geografi).
Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di BPPT
BPPT tidak memiliki kebijakan khusus yang mengatur tentang lalu lintas pertukaran
data. Kewenangan terhadap data dilimpahkan sepenuhnya kepada masing-masing
kedeputian di BPPT dan diteruskan kepada level di bawahnya yaitu Pusat, Balai dan
UPT (Unit Pelayanan Teknis). Tipe data yang dimiliki BPPT diantaranya: (a) Data
yang diperoleh dari survei langsung di lapangan; (b) Data yang diperoleh dari hasil
kerjasama nasional maupun internasional; dan (c) Data hasil analisis/interpretasi.
Data yang diperoleh dari hash l kerjasama baik nasional maupun internasional,
walaupun secara kepemilikan merupakan milik BPPT, namun ada aturanaturan yang
mesti ditaati seperti: (a) Moratorium (penangguhan) yang berarti data maupun
aplikasinya baru bisa di publikasikan ke pengguna sampai batas waktu yang
disepakati oleh kedua belah pihak yang melakukan kerjasama. Moratorium ini tidak
hanya berlaku untuk kerjasama luar negeri tetapi juga dapat berlaku untuk kerjasama
dalam negeri; (b) Setiap pengguna data harus mencantumkan dalam
acknowledgement sumber datanya; dan (c) Jika data tersebut digunakan untuk karya
tulis seperti Jurnal, Buku dan laimya, pengguna data harus mencantumkan juga
nama pemilik data sebagai penulis.
Secara umum data yang telah dipublikasikan ke pengguna baik secara langsung
(hardcopy) maupun melalui media elektronik (website) tidak dikenakan biaya selama
data tersebut telah dipublikasikan ke masyarakat (public domain). Namun bisa saja
si pengguna data akan dibebankan dengan biaya pemrosesan dan besar biaya
tergantung dari seberapa detai proses yang akan dilakukan.
Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di Dishidros.
Berdasarkan PP No. 23 Tahun 1951 dan Kepres RI No. 64 tahun 1960, Dinis Hdro-
Oseanografi TNI AL (Dishidros) mempunyai tugas pokok menyelenggarakan dan
melaksanakan kegiatan hidro-oseanografi yang meliputi survei, penelitian, pemetaan
V-15
laut dan penerbitan dan penyiaran dokumen-dokumen hidro-oseanografi, buku
nautika, peta laut dan peta khusus, penimbalan kompas dan verifikasi peralatan,
melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga ilmiah nasional dan
internasional. Dishidros mewakili Negara RI sebagai anggota IHO (International
Hydrogaphic Organization) sesuai dengan Surat Kepres No. 64 tahun 1951.
Dalam pembuatan peta laut dan format penyimpanan data disesuaikan dengan
standar IHO (S57 dan M4), sedangkan untuk data oseanografi disesuaikan dengan
standar IODE format.
Klasifikasi data/informasi dibedakan dalam 3 kelompok: (a) rahasia; (b) terbatas, dan
(c) biasa (terbuka). Klasifikasi rahasia adalah informasi dan data yang digunakan
untuk kepentingan pertahanan keamanan negara. Klasifikasi terbatas adalah
informasi dan data berupa peta-peta tematik dan data oseanografi untuk
kepentingan pertahanan. Sedangkan klasifikasi biasa, dimaksudkan bahwa
data/informasi itu terbuka untuk siapapun. Penentuan klasifikasi data kelautan
menjadi sangat kompleks apabila dihadapkan kepada insan kelautan yang
memerlukan data kelautan tersebut, karena data kelautan sangat tergantung kepada
teknologi, metode dan kemampuan personil yang mengolah dan menganalisanya.
Klasifikasi berbagai produk Dishidros yang dihasilkan dari kegiatan survei dan
pemetaan laut dalam bentuk peta laut, buku-buku nautis dan data/informasi. Produk
dalam klasifikasi rahasia mencakup Peta Tematik seperti Peta Khusus Militer.
Produk untuk klasifikasi terbatas seperti Peta Bathymetri (Lembar Lukis Teliti/Fair
Sheet), Buku-buku Informasi Lingkungan Laut dan data vertikal dari kecepatan suara
dalam air, konduktivitas, salinitas dan temperatur. Sedangkan produk dengan
klasifikasi biasa mencakup antara lain Peta simbol-simbol dan singkatan peta laut,
Peta Laut (Peta Navigasi), Peta GEBCO (General Bathymetric Chart of The Ocean),
Peta Pariwisata, Peta Zona Ekonomi Eksklusif, Peta Garis Pangkal, Peta Pelabuhan
Khusus, Peta ALKI) dan buku-buku nautis antara lain Almanak Nautika, Buku-buku
Kepanduan Bahari, Daftar Suar Indonesia, Buku Daftar Pulau-pulau Terluar, Buku
Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia, Daftar Pelampung dan Rambu,
Daftar Arus Pasang Surut Kepulauan Indonesia, Daftar Pasang Surut Kepulauan
Indonesia, Daerah Ranjau Kepulauan Indonesia, Daftar Ilmu Pelayaran, Terbit dan
Tenggelam Matahari, Informasi Pelabuhan, Daftar Kerangka Kapal, Mingguan Berita
Pelaut Indonesia, Peta Arus Permukaan, Peta Cuaca Perairan Indonesia dan
V-16
lainnya.
Informasi dengan Klasifikasi Biasa dapat langsung diperoleh bagi masyarakat umum
dengan mengganti ongkos cetak, sedangkan untuk instansi pemerintah dan TNI bisa
mengajukan permintaan dukungan dinas dengan mengirim surat kepada
Kadishidros. Bagi masyarakat umum, TNI, dan instansi pemerintah yang ingin
memperoleh informasi data dengan klasifikasi Terbatas dan Rahasia dapat diperoleh
dengan mengajukan surat permohonan kepada KASAL dalam hal ini ASOPS dan
ASPAM KASAL dengan tembusan kepada Kadishidros.
Aspek Hukum dan Kelembagaan tentang pemanfaatan data di LIPI
Pusat Data Kelautan — Pusat Penelitian Oseanografi (P20) LIPI sudah berkembang
sejak tahun 1985 (dahulu Lembaga Oseanologi Nasional — LIPI) hingga saat ini.
Tujuan dari pendirian PDK adalah untuk mengelola data-data kelautan yang
terhimpun dari P20-LIPI guna membantu pemerintah dalam menyediakan data dan
informasi dalam bidang IPTEK kelautan bagi keperluan perumusan kebijakan
terutama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam kelautan. Selain
itu, PDK bertujuan membantu dalam penyediaan data dan informasi guna
menunjang pendidikan dan penelitian di bidang kelautan.
Status perkembangannya berdasarkan SK Kepala LIPI No. 1151/M/2001 Tanggal 5
Juni 2001 P20-LIPI mempunyai tugas dan fungsi: (a) Melaksanakan penelitian dan
penyiapan bahan perumusan kebijakan penelitian bidang oseanografi; (b)
Penyusunan pedoman, pembinaan dan pemberian bimbingan teknis penelitian
bidang oseanografi; (c) Penyusunan rencana, rpogram, dan pelaksanaan penelitian
bidang oseanografi; (d) Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang
oseanografi; dan (e) Pelayanan jasa IPTEK bidang oseanografi. Untuk mencapai
sasaran yang hendak dicapai oleh P20-LIPI dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya
telah melakukan berbagai kajian-kajian di bidang oseanografi antara lain: (a) penelitian
kelautan dan wilayah pesisir; (b) Pemetaan sumberdaya alam kelautan dan
lingkungan; (c) Pengkajian dan pengembangan budidaya biota laut; dan (d)
Pengkajian dan pengembangan wisata bahari. Hasil-hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh P20-LIPI dari berbagai lokasi penelitian di perairan Indonesia dihimpun
dan dikelola oleh unit tugas PDK yang secara struktural berkedudukan di bawah Sub.
Bidang Jasa dan Informasi P20-LIPI.
V-17
Berdasarkan klasifikasi data dan informasi yang diperoleh dari berbagai program-
program penelitian yang telah dilakukan oleh P20-LIPI, disimpan dalam bentuk sistem
pangkalan data kelautan ada yang bersifat Terbatas dan Terbuka. Produk dari sistem
pangkalan data yang telah dikembangkan oleh PDK meliputi pangkalan data hidro-
oseanografi, data biologi, data ekologi dan data publikasi ilmiah:
Data Hidro-oseanografi berisi data penelitian di bidang hidrologi dan
oseanografi antara lain: suhu, salinitas, sigma-t, kecerahan, anus, klorofil,
oksigen terlarut (DO), fosfat, nitrat, silikat, amonia, pH dan meteorologi serta
geologi laut (litologi, struktur sedimen dan total suspended solid).
Data Biologi berisikan data penelitian di bidang biologi laut antara lain
mangrove, terumbu karang, makro algae, lamun, ikan, ekhinodermata,
moluska dan polikaeta sereta krustasea.
Data Ekologi berisikan data penelitian di bidang ekologi yang berkaitan
dengan lingkungan antara lain: mikrobiologi, logam berat, pestisida,
pencemaran minyak bumi dan toksikologi.
Data publikasi ilmiah berisikan informasi mengenai publikasi dalam bidang
kelautan yaitu jurnal hash l penelitian, terbitan khusus dan laporan hasil
penelitian.
5.3.2. Kaji Banding Terhadap Regulasi Terkait Pemanfaatan Data Milik Negara
Lain
Diambil 3 negara/komunitas negara yang memiliki kebijakan pertukaran data seperti:
Australia (AODC), Jepang, dan negara-negara yang tergabung dalam komunitas
EuroGOOS, untuk dijadikan bahan kaji. Dimana negara-negara tersebut telah
memiliki pusat data yang sangat eksis dijadikan referensi oleh para pengguna dan
terpelihara dengan baik.
Australian Oceanographic Data Centre (AODC)
AODC merupakan lembaga yang dibentuk sebagai pusat data yang mengelola data
kelautan Australia, terutama data oseanografi (fisika, kimia, biologi, meteorologi dan
geologi). AODC memiliki fungsi: (a) menghimpun data kelautan yang berasal dari
nasional maupun internasional (90% data berasal dari institusi luar); (b) menjadi
pusat arsip data nasional; (c) melakukan pengelolaan basis data kelautan, termasuk
menyusun metadata nasional (saat ini menggunakan MEDI yang dikembangkan
V-18
oleh IOC); dan (d) melakukan pertukaran data melalui program-program pertukaran
data internasional.
Kebijakan data pada AODC melalui suatu aturan yang disebut dengan Caveat Code,
dimana data diklasifikasi dalam (a) no restriction; (b) scientific in confidence (no
release, originator permission reqiered); (c) commercial in confidence (source data
must be cited, originator permission reqiered); (d) defence secure; dan (e) foreign
navies. Aturan ini sendiri juga memiliki batas waktu, dan apabila suatu data sudah
dapat dinyatakan melewati daripada batas aturannya, maka data tersebut disebut
dengan data arsip dan bebas untuk publik maupun penelitian.
Japan Oceanographic Data Centre (JODC)
Seperti halnya AODC, JODC juga dibentuk sebagai pusat data yang memiliki fungsi
serupa dengan AODC. Untuk metadata, JODC memiliki standard nasional sendiri.
Kebijakan Pertukaran Data EuroG005
Sekitar 27 institusi dari 15 negara telah tergabung dalam EUROGOOS, dan
menyepakati adanya suatu kebijakan pertukaran data dimana data kelautan yang
dipertukarkan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni data dasar yang bersifat
publik (free of charge) dan data komersial, berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar
pertukaran data antara lain: (a) Data dasar, yakni data yang dibutuhkan untuk
melindungi kehidupan manusia (life & property), harus dipertukarkan secara bebas dan
gratis (non-restricted & free); (b) Originator data (owner) memiliki hak untuk menentukan
data atau produk mana saja yang bersifat komersial; (c) Khusus untuk kebutuhan
pendidikan dan penelitian, data harus diberikan secara bebas dan gratis; (d) Apabila
data yang dibiayai oleh publik (pajak atau laimya) akan dikomersialkan, maka pihak
Penyedia Jasa laimya harus diberi kesempatan yang serupa.
Data yang termasuk dalam katagori publik (free of charge) antara lain: wave, current,
sea level, tides, storm surge, temperatur profile, sea ice, iceberg, alga bloom,
chlorophyil dan ocean colour. Sedangkan data komersial umumnya berupa end-
product yang telah memiliki nilai tambah (analysis & delivery).
VI-1
BAB VI
PEMANFAATAN DAN PELAYANAN INAGOOS
Adapun beberapa sistem pelayanan data dan informasi INAGOOS yang telah
berjalan dan dimanfaatkan oleh para pengguna, yang antara lain dicontohkan dan
dijabarkan di bawah ini.
6.1 . Operasionalisasi pemantauan iklim laut
Jaringan pemantauan iklim laut nasional dilaksanakan oleh 3 institusi yakni: Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang KP), dan Lembaga
Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). Dimana secara umum layanan data
dan informasi dapat diperoleh secara gratis melalui akses ke website (situs) masing-
masing instansi tersebut, baca tentang jenis data dan informasi yang tersedia dan
alamat situs di Bab IV.
Sebagai contoh data dan informasi tentang hasil pemantauan iklim laut adalah
seperti yang disediakan untuk publik oleh Badan Litbang KP, yakni: tinggi
permukaan air laut (lihat Gambar 6.1), temperatur permukaan air laut (lihat Gambar
6.2), dan pemantauan bleaching terumbu karang akibat anomali temperatur
permukaan air laut (lihat Gambar 6.3).
Para pengguna menggunakan data dan informasi tersebut untuk berbagai keperluan
seperti untuk melihat dan/atau mengkaji perubahan/variabilitas iklim laut.
VI-2
Gambar 6.1. Tinggi muka air laut hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id
Gambar 6.2. Temperatur permukaan laut hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id
VI-3
Gambar 6.3. Pemantauan yang dilakukan oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan terhadap bleaching terumbu karang akibat anomali temperatur permukaan laut.
6.2 . Operasionalisasi oseanografi perikanan
Untuk operasionalisasi oseanografi perikanan secara nasional dilaksanakan oleh 2
institusi yakni: Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
(Badan Litbang KP) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN).
Dimana secara umum layanan data dan informasi dapat diperoleh secara gratis
melalui akses ke website (situs) masing-masing instansi tersebut, baca tentang jenis
data dan informasi yang tersedia dan alamat situs di Bab IV.
Sebagai contoh data dan informasi tentang oseanografi perikanan adalah seperti
yang disediakan untuk publik oleh Badan Litbang KP, yakni: Peta Prakiraan Daerah
Penangkapan Ikan yang diterbitkan 2 kali per minggu (lihat Gambar 6.3), dan
distribusi kesuburan laut (lihat Gambar 6.4).
VI-4
Para pengguna menggunakan data dan informasi tersebut untuk berbagai
keperluan, utamanya digunakan oleh para nelayan untuk efisiensi bahan bakar
dalam menangkap ikan, dan juga dipergunakan oleh para akademisi/peneliti untuk
mengkaji adaptasi/mitigasi di sektor perikanan terhadap perubahan/variabilitas iklim
laut.
Gambar 6.3. Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id
VI-5
Gambar 6.4. Distribusi kesuburan periarannasional hasil pemantauan melalui satelit oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang dipublikasikan per 3 hari melalui website http://www.kkp.go.id
6.3 . Operasionalisasi jaringan pasang surut
Untuk operasionalisasi jaringan pasang surut secara nasional dilaksanakan oleh
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Dimana secara umum
layanan data dan informasi dapat diperoleh secara gratis melalui akses ke website
(situs) instansi tersebut, baca tentang jenis data dan informasi yang tersedia dan
alamat situs di Bab IV.
Pengguna data dan informasi pasang surut ini adalah dari berbagai pihak, seperti:
untuk melihat/mengkaji perubahan muka air laut sebagai dampak perubahan iklim;
untuk melihat/mengkaji karakteristik pasang surut; sebagai salah satu komponen
dari sistem peringatan dini tsunami (verifikator datangnya gelombang tsunami ke
pantai); dan juga sering dipergunakan sebagai input data pemodelan hidrodinamika.
VI-6
Gambar 6.5. Jaringan Tide Gauge (pemantauan perubahan muka laut) yang dikelola oleh Bakosurtanal dalam kerangka INATEWS. Dimana target jumlah stasiun adalah 80 stasiun pada 2010, dan 49 stasiun diantaranya sudah dipasang. Adapun penyumbang alat tide gauge terdiri dari konsorsium GITEWS, IOC/UNESCO, dan Bakosurtanal.
6.4 . Operasionalisasi jaringan sistem peringatan dini tsunami
Sistem peringatan dini tsunami secara nasional dikelola dalam kerangka Indonesia
Tsunami Early Warning System (INATEWS), dimana sistem ini dibangun dengan
berbagai instrumentasi dan kontribusi dari kalangan internasional seperti dari
Amerika, Jerman, Jepang, China dan Perancis. Salah satu kontribusi dari
internasional adalah dari konsorsium GITEWS atau German-Indonesia Tsunami
Early Warning System (Pranowo, 2010).
VI-7
Gambar 6.6. Jaringan seismograf pendeteksi gempa yang dikelola oleh BMKG, terdapat sekitar 150 stasiun status pada tahun 2010.
Sistem peringatan dini tsunami adalah suatu sistem yang sangat kompleks terdiri
dari: berbagai instrumen pendeteksi gempa (Seismograf, lihat Gambar 6.6) baik
di darat maupun di dasar laut (Ocean Bottom Unit) yang terhubung dengan
pendeteksi perubahan muka laut dengan sistem tambatan atau mooring buoy
(lihat Gambar 6.8); pergerakan lempeng secara 3 dimensi dideteksi dengan
penggunakan jaringan GPS (lihat Gambar 6.7); jaringan pendeteksi pasang
surut di pantai (lihat Gambar 6.5); seluruh hasil deteksi tersebut akan
berkonfirmasi dengan hasil simulasi propagasi gelombang tsunami yang telah
tersedia di basis data dengan berbagai skenario gempa; dan apabila ada potensi
tsunami maka peringatan akan dikirim ke publik melalui sirine, faksimil, sms,
internet, radio, dan televisi dalam waktu 5 menit setelah gempa terjadi.
VI-8
Gambar 6.7. Jaringan Global Positioning System (GPS) yang dikelola oleh Bakosurtanal, status pada tahun 2010.
Gambar 6.8. Jaringan Tsunamimeter dengan sistem mooring buoy yang dikelola oleh BPPT, status stasiun adalah pada tahun 2009/2010.
VII-1
BAB VII
PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS
Pengembangan kapasitas INAGOOS secara ideal tidak hanya dilakukan
terhadap kelembagaan, tetapi juga terhadap sumberdaya manusia.
Pengembangan kapasitas kelembagaan dapat terdiri dari perangkat keras
(seperti: gedung, fasilitas, komputer, instrumentasi dan sistem pemantauan) dan
perangkat lunak (seperti: struktur organisasi, kebijakan/regulasi). Sedangkan
untuk pengembangan kapasitas sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui
peningkatan ketrampilan analitik, teknik dan filosofis dari para pejabat struktural,
staf, peneliti, perekayasa, dan litkayasa. Peningkatan ketrampilan tersebut
melalui training teknis, seminar, konferensi, pengiriman tugas/ijin belajar yang
terkait dengan kebutuhan INAGOOS.
VIII-1
BAB VIII
RENCANA KEDEPAN (OUTLOOK)
Untuk menyempurnakan dan memutakhirkan RENSTRA INAGOOS pada edisi
selanjutnya maka diperlukan identifikasi berbagai permasalahan yang belum tuntas
dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya, dan isu-isu kelautan dan perikanan
termasuk pertukaran/pemanfaatan data dan informasi nasional, regional dan
internasional yang akan selalu menjadi topik yang hangat dibahas sejalan dengan
perkembangan teknologi observasi/pemantauan di masa depan yang
memungkinkan munculnya dampak negatif dan positif yang lebih kompleks.
8.1. Menuju Operasional Oseanografi (Perikanan) 2014
Organisasi internasional seperti IOC, WMO, UNEP dan ICSU telah menyusun
suatu program global bersama yang disebut dengan GOOS (Global Oceans
Observing System). Program ini mempunyai misi untuk mewujudkan suatu sistem
pengamatan laut global yang akan menjadi operasional pada tahun 2010. Sistem ini
bisa dibayangkan (dan juga terinspirasi) sebagaimana sistem pengamatan
meteorologi global GOS (Global Observing System) yang sudah lebih dulu berjalan
secara operasional. Persatuan Bangsa-Bangsa juga telah berhasil menyusun UN
ATLAS OCEAN yang dapat diakses oleh publik dari berbagai penjuru dunia.
Dalam kerangka kerja GOOS, terdapat pula subsistem pertukaran data, dimana
masing-masing negara anggota yang tergabung dalam program ini akan saling
mempertukarkan data pengamatan laut di wilayahnya masing-masing. Sebagaimana
mirip dengan program meteorologi GOS, maka di tingkat nasional akan dibentuk
Pusat Data Nasional INAGOOS, di tingkat regional akan dibentuk Pusat Data Regional
SEAGOOS/IOGOOS, sementara untuk tingkat global telah terbentuk Pusat Data Global
seperti di IODE/GOOS. Berkaitan dengan hal tersebut, IOC telah menghimbau
agar masing-masing negara telah mempersiapkan kebijakan nasional dan
pengembangan kapasitas (termasuk kelembagaan).
8.2. Kerjasama Regional SEAGOOS
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia
VIII-2
memiliki luas wilayah laut terbesar di Asia Tenggara (ASEAN), sehingga Indonesia
memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa menjadi negara koordinator atau
pusat regional (regional centre) dalam program kerja sama regional seperti
SEAGOOS (South East Asia Goblal Ocean Observing System). Beberapa negara
laimya seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand sangat berkeinginan untuk menjadi
pusat regional. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat
regional, maka secara internal (dalam negeri), segenap institusi terkait perlu
bekerjasama untuk melakukan berbagai persiapan dan perencanaan yang terpadu,
khususnya di bidang pengamatan dan pemantauan, pengelolaan data dan informasi,
serta kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan kelautan laimya.
8.3. Identifikasi Permasalahan
8.3.1 Aspek Legal
Berdasarkan pada konvensi hukum laut internasional UNCLOS 1982, maka Indonesia
sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut mempunyai kewajiban
internasional untuk ikut dalam program information exchange, yang dalam
implementasinya berupa program GOOS dan IODE.
Dalam kerangka nasional, kebutuhan pertukaran data kelautan telah didukung oleh
berbagai peraturan perundang-undangan baik dinyatakan secara eksplisit maupun
secara implisit.
8.3.2. Klasifikasi Data
Berdasarkan pada sifat kerahasiaan data, belum ada kesepakatan nasional tentang
klasifikasi data kelautan. Beberapa klasifikasi yang telah dikembangkan secara
sektoral misalnya Dishidros TNI AL, dan BPPT dapat dijadikan bahan untuk
menyusun sistem klasifikasi data kelautan nasional lebih lanjut. Selain itu, agar lebih
terkoordinasi dengan baik dalam identifikasi/klasifikasi data dan informasi yang
mengandung sensitifitas geo-politis dimungkinkan juga melibatkan Kementerian
Pertahanan dan Keamanan dan Kementerian Luar Negeri. Demikian juga model
kebijakan data seperti “caveat code” (Australian Ocean Data Centre), dan
“Moratorium” (BPPT), dapat dikembangkan dan diterapkan secara nasional.
VIII-3
Adanya konsep tentang Data Kelautan Dasar (Basic Oceanographic Data) yang
dipertukarkan diantara negara-negara yang tergabung dalam EuroGOOS dan lain-lain,
dimana data atau informasi yang diperlukan untuk kemaslahatan umat manusia
menjadi milik publik dan dapat diakses dengan bebas (tanpa bayar); perlu
dipertimbangkan untuk diberlakukan secara nasional.
8.3.3. Komersialisasi Data
Berkaitan dengan komersialisasi data, sebagian institusi telah memiliki regulasi
tentang komersialisasi data yang dikaitkan dengan mekanisme Penerimaan Negara
Bukan bersumber dari Pajak (PNBP) seperit misalnya: LAPAN, Bakosurtanal, BMKG,
Dishidros TNI-AL, dan Badan Litbang Kelautan dan Perikanan KKP.
Konsep tentang komersialisasi data, muncul pertanyaan apakah pihak swasta lain
(service provider) boleh melakukan hal yang sama, khususnya untuk komersialisasi
data yang perolehannya didanai oleh dana masyarakat (misal: pajak).
8.3.4. Manajemen Data dan Kelembagaan
Kondisi dimana banyak lembaga yang terkait dengan bidang kelautan, maka masalah
teknis yang berkaitan dengan manajemen data kelautan merupakan masalah yang
cukup besar dan kompleks. Umumnya masing-masing lembaga memiliki manajemen
data sendiri-sendiri dan berbeda dengan lembaga lainnya. Beberapa lembaga
seperti BKMG, Dishidros TNI-AL dan Bakosurtanal telah memiliki standar-standar
yang diadop dari standar internasional (IMO, IOC, IHO dan lainnya).
Dalam hal kelembagaan, fungsi "Pusat Data Kelautan Nasional" sangat diperlukan
baik untuk kepentingan koordinasi di tingkat nasional, maupun sebagai gerbang lalu-
lintas data dalam tingkat regional dan internasional.
IX-1
BAB IX
PENDANAAN PROGRAM
INAGOOS pada tahun 2005 didanai oleh Uni-Eropa (EU) melalui program INDOO
(Indonesia Ocean Observation System), yang pelaksanaannya dikerjakan oleh
Indonesia dan Itali. Selain itu beberapa pemasangan mooring bouys pemantauan di
Western Pacific Ocean (TRITON pada tahun 2002 hingga 2004) dan Eastern Indian
Ocean (ATLAS pada tahun 2004 dan 2005; RAMA pada tahun 2009 dan 2010) juga
dilakukan oleh Indonesia sebagai wujud partisipasi bersama Amerika dan Jepang
terhadap program GOOS.
INAGOOS yang diusung oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang telah tercantum pada PERPRES No. 61 Tahun 2011
sebagai salah satu kegiatan pendukung Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca, secara ideal harus mendapatkan dukungan penuh dari
pemerintah melalui APBN hingga 2014.
Selain itu tidak menutup kemungkinan dari BAPPENAS dapat membantu pendanaan
INAGOOS terkait dengan isu yang sedang hangat yakni perubahan iklim melalui
program pinjaman luar negeri CCPL (Climate Change Program Loan) ataupun
program hibah ICCTF (International Climate Change Trust Fund), ataupun sumber-
sumber pendanaan luar negeri yang lainnya yang tidak (disinyalir) mengikat dan
tidak mengandung unsur tekanan kepentingan dari pihak pendonor.
X-1
BAB X
PENUTUP
INAGOOS adalah salah satu konsep nasional yang sangat bernilai strategis tinggi
hingga skala regional maupun nasional. Kesiapan kementerian/lembaga nasional
sebagai simpul-simpul-nya harus dipastikan dengan baik, termasuk perangkat
struktur organisasi dan regulasi pertukaran/pemanfaatan data dan informasi.
INAGOOS bersifat multi-purpose-use dalam mendukung berbagai kebutuhan
sektoral, kebijakan pemerintah dan trend internasional, contohnya pada kurun waktu
saat ini (2006-2014) adalah tentang operasionalisasi oseanografi perikanan, sistem
peringatan dini tsunami, dan adaptasi/mitigasi perubahan iklim.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boyer, T.P., J. I. Antonov , O. K. Baranova, H. E. Garcia, D. R. Johnson, R. A.
Locarnini, A. V. Mishonov, T. D. O’Brien, D. Seidov, I. V. Smolyar, M. M. Zweng, 2009. World Ocean Database 2009. S. Levitus, (Ed.), NOAA Atlas NESDIS 66, U.S. Gov. Printing Office, Wash., D.C., 216 pp., DVDs.
2. INDOO, 2005. Laporan INDOO Project – SPF ASIE/2005/102-483. 3. Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2003 tentang Pengembangan E-Government.
4. NCEP-NOAA, Ocean-Atmospheric Reanalysis Data
http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html , terakhir diakses pada 17 November 2011.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2002 tentang Hak dan
Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2001 tentang : Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 1951 tentang tugas
pokok dari Dinas Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut.
9. Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tertanggal 20 September 2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. 10. Pranowo, W.S., A.R. Tisiana D. Kuswardhani, T.L. Kepel, U.R. Kadarwati, S.
Makarim, and S. Husrin., 2006. Ekspedisi INSTANT 2003-3005: Menguak Arus Lintas Indonesia, in Supangat, A., I.S. Brodjonegoro, A.G. Ilahude, I. Jaya, T.R. Adi., Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Cetakan pertama Januari 2006, ISBN: 979-3768-06-1.
11. Pranowo, W.S., 2010. Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia, Sudahkah
Cukup Memadai?, Book Chapter on “Konsep dan Aplikasi Teknologi Perlindungan Pantai”, Pusat Pengkajian & Perekayasaan Teknologi Kelautan & Perikanan, ISBN: 978-979-3592-34-3, page: 87-99, 2010.
12. Surat Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 13. Surat Keputusan Presiden No. 64 tahun 1951 tentang Penunjukan Dinas Hidro-
Oseanografi TNI-AL sebagai wakil NKRI didalam keanggotaan International Hydrogaphic Organization (IHO).
14. Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No.
1151/M/2001 Tanggal 5 Juni 2001 tentang Tugas dan Fungsi Pusat Penelitian Oseanografi (P20).
15. UNCLOS, 1982. Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
16. Undang-Undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 17. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dan Tahun 2005 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. 18. Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. NAGA
REPORT Vol. 2, 225 pages.
PERSANTUNAN
Konsep INAGOOS telah dihembuskan sejak tahun 2005 dan mulai mengkristal pada
tahun 2005, sehingga diharapkan kristal tersebut semakin mengeras pada tahun
2010, dan selanjutnya semakin menjadi intan di kemudian hari.
Tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu di sepanjang proses tersebut diatas, kepada: Bapak Freddy Numberi,
Bapak Fadel Muhammad, Prof. Indroyono Soesilo, Bapak Endhay Kusnendar,
Bapak Achmad Poernomo, Prof. Jacub Rais, Prof. Hery Haryono, Prof. Zainal Arifin,
Prof. Jan Sopaheleuwakan, Bapak Agus Supangat, Berny Subki, Aryo Hanggono,
Agus Setiawan, dan rekan-rekan lain dari berbagai kementerian/lembaga yang turut
memperjuangkan konsep INAGOOS yang tidak sempat kami sebutkan satu per
satu.
Kepada Dian Pitaloka, Mariska Astrid Kusuma, Tri Nugraha, Usep Mulyadi dan
Candra Dwi Puspita, terima kasih atas bantuan teknis notulensi pada pertemuan
penyusunan renstra; lay out dan editing; serta perbanyakan dokumen.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 30 DESEMBER 2011
Top Related