RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR...

91
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR TAHUN 2013 - 2033 PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR

Transcript of RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR...

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

NOMOR : TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA DETAIL TATA RUANG

KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR

TAHUN 2013 - 2033

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR

1

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

NOMOR : TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR

TAHUN 2013 – 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIANJUR

Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 12 ayat

(6) Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun

2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031, perlu menetapkan

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan

Cianjur Tahun 2013 – 2033 dalam Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daeerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

2

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4735);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang

Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam

Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5160);

8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang

Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur;

9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi

Kabupaten/Kota;

10. Peraturan Daerah Nomor 22 tahun 2010 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat

(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Nomor 22 Seri E);

11. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun

2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031 (Lembaran

Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011 Nomor 45 Seri

C).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIANJUR

dan

BUPATI CIANJUR

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR TAHUN 2013 - 2033

3

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Definisi

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Cianjur.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cianjur.

3. Kepala Daerah adalah Bupati.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Cianjur

5. Pemerintah Daerah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintah Daerah.

6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan

ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan

wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan

kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

8. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata

ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

9. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan

struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan

penetapan rencana tata ruang.

10. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi

pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan

ruang.

11. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan

hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam

penataan ruang.

12. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan

kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

13. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan

penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

14. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan

penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

15. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur

ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui

penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

4

16. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan

sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai

pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara

hierarkis memiliki hubungan fungsional.

17. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah

yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan

peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

18. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam

kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan

tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah

ditetapkan.

20. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah

rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah

kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi.

21. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur, selanjutnya

disingkat RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur adalah Rencana

pemanfaatan ruang kawasan secara terinci yang disusun untuk

penyiapan perwujudan ruang kawasan yang dilengkapi dengan

peraturan zonasi dalam rangka pelaksanaan dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

22. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau

budidaya.

23. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

24. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah

bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan startegis

kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya,

dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam

RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan memiliki fungsi

yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang.

25. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP

adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan

terdiri dari beberapa blok, dan memiliki pengertian yang sama

dengan sub zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang.

5

26. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh

batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan,

saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi dan pantai,

atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana

jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota,

dan memiliki pengertian yang sama dengan blok peruntukan

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15

Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penatan Ruang.

27. Sub Blok adalah adalah pembagian fisik didalam satu blok

berdasarkan perbedaan sub zona.

28. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi atau

karakteristik spesifik.

29. Sub Zona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan

karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan

karakteristik pada zona yang bersangkutan.

30. Zona Lindung adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber

daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya

bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

31. Zona Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya yang

selanjutnya disingkat PB adalah peruntukan ruang yang merupakan

bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang meliputi kawasan

bergambut dan kawasan resapan air.

32. Zona Perlindungan Setempat yang selanjutnya disingkat PS adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung

yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap

sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau

waduk, dan kawasan sekitar mata air.

33. Sub Zona Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat PS.1 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung

yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap

kelestarian fungsi sungai.

34. Sub Zona Sempadan Saluran Irigasi yang selanjunya disingkat PS.2

adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan

lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

terhadap kelestarian fungsi saluran irigasi.

35. Sub Zona Sempadan Mata Air yang selanjutnya disingkat PS.3

adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan

lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

terhadap kelestarian mata air.

36. Sub Zona Sempadan Rel Kereta Api yang selanjutnya disingkat PS.4

adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan

lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

terhadap kelancaran lalu lintas angkutan Kereta Api.

6

37. Sub Zona Sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan

Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET) yang selanjutnya disingkat

PS.5 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari

kawasan lindung yang harus dibebaskan dari kegiatan orang,

mahluk hidup lainnya, maupun benda apapun.

38. Zona suaka alam dan cagar budaya yang selanjutnya disingkat SC

adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan

lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupu di

perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan

pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya

beserta nilai budaya dan sejarah bangsa.

39. Zona Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah

area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,

baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam.

40. Sub Zona RTH Hutan Kota yang selanjutnya disingkat RTH.1 adalah

suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang

kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah

negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh

pejabat yang berwenang.

41. Sub Zona RTH Taman Kota yang selanjutnya disingkat RTH.2 adalah

ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana

kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.

42. Sub Zona RTH Pemakaman yang selanjutnya disingkat RTH.3 adalah

ruang terbuka hijau yang diperuntukan bagi pemakaman.

43. Sub Zona RTH Lapangan yang selanjutnya disingkat RTH.4 adalah

ruang terbuka hijau yang diperuntukan bagi kegiatan olah raga.

44. Sub zona RTH Jalur Hijau yang selanjutnya disingkat RTH.5 adalah

jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang

terletak di dalam ruang milik jalan (Rumija) maupun di dalam ruang

pengawasan jalan (Ruwasja).

45. Zona Rawan Bencana yang selanjutnya disingkat RB adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung

yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan

yang sering atau berpotensi tinggi mengalami tanah longsor,

gelombang pasang/tsunami, banjir, letusan gunung berapi, dan

gempa bumi.

46. Sub Zona Rawan Bencana Banjir yang selanjutnya disingkat RB.1

adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan

lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di

perairan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami banjir.

7

47. Sub Zona Rawan Bencana Gerakan Tanah/Longsor yang selanjutnya

disingkat RB.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian

dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat

maupun di perairan yang sering atau berpotensi mengalami gerakan

tanah/longsor.

48. Zona Budidaya adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama

untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya

alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

49. Zona Perumahan yang selanjutnya disingkat R adalah zona

peruntukan ruang yang terdiri dari kelompok rumah tinggal yang

mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi

dengan fasilitasnya.

50. Sub Zona Perumahan Kepadatan Tinggi yang selanjutnya disingkat

R.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan

budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian

dengan perbandingan yang besar antara jumlah bangunan rumah

dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan bangunan antara 100

sampai 1.000 rumah/hektar.

51. Sub Zona Perumahan Kepadatan Sedang yang selanjutnya disingkat

R.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan

budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian

dengan perbandingan yang hampir seimbang antara jumlah

bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan

bangunan antara 40 sampai 100 rumah/hektar.

52. Sub Zona Perumahan Kepadatan Rendah yang selanjutnya disingkat

R.4 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan

budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian

dengan perbandingan yang kecil antara jumlah bangunan rumah

dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan dibawah 10 sampai 40

rumah/hektar.

53. Sub Zona Perumahan Kepadatan Sangat Rendah yang selanjutnya

disingkat R.5 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari

kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau

hunian dengan perbandingan yang sangat kecil antara jumlah

bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan

dibawah 10 rumah/hektar.

54. Zona Perdagangan dan Jasa yang selanjutnya disingkat K adalah

peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang difungsikan untuk pengembangan jual beli yang bersifat

komersial, fasilitas umum, tempat kerja, tempat berusaha, tempat

hiburan dan rekreasi serta fasilitas umum/sosial pendukungnya.

8

55. Sub Zona Perdagangan dan Jasa Tunggal yang selanjutnya disingkat

K.1 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan

budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan

perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha,

tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang

dikembangan dalam bentuk tunggal secara horizontal maupun

vertikal.

56. Sub Zona Perdagangan dan Jasa Deret yang selanjutnya disingkat

K.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan

budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan

perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha,

tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang

dikembangan dalam bentuk deret.

57. Zona Perkantoran yang selanjutnya disingkat KT adalah peruntukan

ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang

difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan

pemerintahan, tempat bekerja/tempat berusaha yang dilengkapi

dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya.

58. Sub Zona Perkantoran Pemerintahan yang selanjutnya disingkat

KT.1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari

kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan

pelayanan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

59. Sub Zona Perkantoran Swasta yang selanjutnya disingkat KT.2

adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan

budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan

perkantoran swasta, jasa, tempat bekerja, tempat berusaha dengan

fasilitasnya yang dikembangkan dengan bentuk tunggal/renggang

secara horizontal maupun vertikal.

60. Zona Sarana Pelayanan Umum yang selanjutnya disingkat SPU

adalah peruntukan tanah yang dikembangan untuk menampung

fungsi kegiatan yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan,

sosial budaya, olah raga dan rekreasi, dengan fasilitasnya yang

dikembangkan dalam bentuk tunggal/renggang, deret/rapat dengan

skala pelayanan yang ditetapkan dalam rencana kota.

61. Sub Zona Pendidikan yang selanjutnya disingkat SPU.1 adalah

peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk sarana pendidikan dasar sampai dengan

pendidikan tinggi, pendidikan formal maupun informal dan

dikembangkan secara horizontal maupun vertikal.

62. Sub Zona Kesehatan yang selanjutnya disingkat SPU.2 adalah

peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk pengembangan sarana kesehatan dengan

hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah

penduduk yang akan dilayani yang dikembangkan secara horizontal

maupun vertikal.

9

63. Sub Zona Peribadatan yang selanjutnya disingkat SPU.3 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk menampung sarana ibadah dengan

hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah

penduduk.

64. Sub Zona Olah Raga yang selanjutnya disingkat SPU.4 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untu menampung sarana olah raga baik bentuk

terbuka maupun tertutup sesuai dengan lingkup pelayanannya

dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan

jumlah penduduk.

65. Sub Zona Sosial Budaya yang selanjutnya disingkat SPU.5 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk menampung sarana sosial budaya

dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan

jumlah penduduk yang dikembangkan secara horizontal maupun

vertikal.

66. Sub Zona Transportasi yang selanjutnya disingkat SPU.6 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk menampung fungsi transportasi dalam

upaya untuk mendukung kebijakan pengembangan sistem

transportasi yang tertuang dalam rencana tata ruang yang meliputi

transportasi darat, udara, dan perairan.

67. Zona Industri yang selanjutnya disingkat I adalah peruntukan ruang

yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan ekonomi yang

mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,

dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi

untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan

perekayasaan industri.

68. Sub Zona Industri Kecil yang selanjutnya disingkat I.3 adalah

kegiatan industri dengan penggunaan modal kecil dan tenaga kerja

yang sedikit dengan peralatan sederhana, dan biasanya merupakan

industri yang dikerjakan perorangan atau rumah tangga, seperti

industri roti, kompor minyak, makanan ringan, minyak goreng

curah, dan lain-lain.

69. Sub Zona Aneka Industri yang selanjutnya disingkat I.4 adalah kegiatan industri yang menghasilkan beragam kebutuhan konsumen, yang dibedakan dalam 4 (empat) golongan, yaitu :

a. Aneka pengolahan pangan yang menghasilkan kebutuhan pokok di bidang pangan, seperti garam, gula, margarine, minyak goreng, rokok, susu, tepung terigu.

b. Aneka pengolahan sandang yang menghasilkan kebutuhan sandang, seperti bahan tenun, tekstil, industri kulit dan pakaian jadi.

10

c. Aneka kimia dan serat yang mengolah bahan baku melalui proses kimia sehingga menjadi barang jadi yang dapat dimanfaatkan seperti ban kendaraan, pipa paralon, pasta gigi, sabun cuci, dan korek api.

d. Aneka bahan bangunan yang mengolah aneka bahan bangunan, seperti industri kayu, keramik, kaca dan marmer.

70. Zona Campuran yang selanjutnya disingkat C adalah bagian dari

kawasan budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi dan/atau

bersifat terpadu, seperti perumahan dan perdagangan/jasa,

perumahan, perdagangan/jasa, dan perkantoran.

71. Zona Khusus yang selanjutnya disingkat KH adalah peruntukan

ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang

dikembangkan untuk menampung peruntukan-peruntukan khusus

Hankam, Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA), Instalasi

Pembuangan Air Limbah (IPAL), dan lain-lain yang memerlukan

penanganan, perencanaan sarana prasarana serta fasilitas tertentu,

dan belum tentu di semua wilayah memiliki peruntukan khusus ini.

72. Sub Zona Khusus Hankam yang selanjutnya disingkat KH.1 adalah

peruntuk ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya

yang dikembangkan untuk menampung peruntukan pertahanan dan

keamanan (Hankam).

73. Sub Zona Khusus Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah yang

selanjutnya disingkat KH.2 adalah peruntukan ruang yang

merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan

untuk menampung peruntukan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Sampah.

74. Sub Zona Khusus Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang

selanjutnya disingkat KH.3 adalah peruntukan ruang yang

merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangan

untuk menampung peruntukan tempat Instalasi Pengolahan Air

Limbah (IPAL).

75. Zona Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH

adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak

termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau

yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang

tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir, kapur,

dan lain sebagainya).

76. Zona Peruntukan Lainnya yang selanjutnya disingkat PL adalah

peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi

kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian, pertambangan,

pariwisata, dan peruntukan lainnya.

77. Sub Zona Peruntukan Pertanian yang selanjutnya disingkat PL.1

adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung

kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tanaman tertentu

seperti pertanian tanaman pangan dan pertanian hortikultura.

11

78. Sub Zona Peternakan yang selanjutnya disingkat PL.2 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan peternakan,

dan untuk pemberian makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan

hewan untuk pribadi atau tujuan komersial.

79. Sub Zona Perikanan yang selanjutnya disingkat PL.4 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk mengembangan kegiatan perikanan, baik

perikanan air tawar, perikanan air payau, dan perikanan tangkap.

80. Sub Zona Pariwisata yang selanjutnya disingkat PL.5 adalah

peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya

yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata

baik alam, buatan maupun budaya.

81. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan

disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan

zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

82. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang

memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang

layak, sehat, aman, dan nyaman.

83. Sarana adalah kelengkapan lingkungan permukiman berupa

fasilitas: pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,

pemerintahan dan pelayanan umum, peribadahan, rekreasi dan

kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, dan lainya.

84. Utilitas adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan

masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun

wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan.

Termasuk dalam kelompok utilitas adalah; jaringan listrik, jaringan

telkom, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar

lainnya, jaringan sanitasi dan lainnya.

85. Garis Sempadan adalah garis batas maksimum untuk mendirikan

bangunan dari jalur jalan, sungai, saluran irigasi, jaringan listrik

tegangan tinggi, jaringan pipa minyak dan gas.

86. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah

garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan/atau

pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi

luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi

situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan

tenaga listrik, pipa gas.

87. Garis Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat GSS adalah garis

maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas

perlindungan sungai;

88. Garis Sempadan Saluran Irigasi adalah batas pengamanan bagi

saluran dan/atau bangunan irigasi dengan jarak tertentu sepanjang

saluran dan sekeliling bangunan.

12

89. Sempadan Rel Kereta Api adalah garis batas luar pengamanan jalur

kereta api, jalan kereta api, daerah yang meliputi daerah manfaat

jalan kereta api, daerah milik jalan kereta api, dan ruang

pengawasan jalan kereta api termasuk ruang bagian bawah dan

ruang bebas atasnya yang diperuntukan bagi lalulintas kereta api.

90. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan

khusus yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan,

dan/atau persil.

91. Jalan Arteri Primer menghubungkan secara berdaya guna antar

pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan

pusat kegiatan wilayah.

92. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan

kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan

kawasan sekunder kesatu, atau kawasan skunder kesatu dengan

kawasan sekunder kedua.

93. Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antaraa

pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat

kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat

kegiatan lokal.

94. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua

dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua

dengan kawasan sekunder ketiga.

95. Jalan Lokal Primer menghubungkan secara berdaya guna pusat

kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan

wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan

lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan,

serta antar pusat kegiatan lingkungan.

96. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu

dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan,

kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

97. Jalan Lingkungan Primer menghubungkan antar pusat kegiatan di

dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan

perdesaan.

98. Jalan Lingkungan Sekunder menghubungkan antar persil dalam

kawasan perkotaan.

99. Ruang Manfaat Jalan yang selanjutnya disingkat Rumaja merupakan

ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan

kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan

digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang

pengamannya.

13

100. Ruang Milik Jalan yang selanjutnya disingkat Rumija atau Right Of

Way (ROW) merupakan ruang manfaat jalan dan sejalur tanah

tertentu di luar manfaat jalan yang diperuntukan bagi ruang

manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa

datang serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan dan dibatasi

oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.

101. Ruang Pengawasan Jalan yang selanjutnya disingkat Ruwasja adalah

ruang tertentu di luar rumija yang penggunaannya dikuasai oleh

penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan bebas

pengemudi, konstruksi jalan dan fungsi jalan.

102. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar

bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah

perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.

103. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan

gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang

dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.

104. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka

persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar

bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan.

105. Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah

lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar

sampai dengan lantai tertinggi yang diarahkan untuk terciptanya

komposisi pemanfaatan lahan di dalam suatu kapling tertentu.

106. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah

angka persentase perbandingan antara luas tapak dasar bangunan

dengan luas persil. Prosentase KTB adalah kebalikan sisa dari

prosentase KDH.

107. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disingkat KWT adalah

angka persentase perbandingan luas tapak seluruh bangunan yang

ada dalam satu blok dengan luas lahan blok bersangkutan.

108. Kepadatan Bangunan adalah prosentase perbandingan antara

jumlah bangunan dalam satu blok dengan luas lahan blok

bersangkutan.

109. Air Baku Untuk Air Minum, yang selanjutnya disebut air baku

adalah air yang dapat berasal sumber air permukaan, cekungan air

tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu

sebagai air baku untuk rumah tangga.

110. Air Minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses

pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat

kesehatan dan dapat langsung diminum.

14

111. Air Bersih adalah air yang mutunya disarankan memenuhi syarat-

syarat sebagai air minum seperti ditetapkan dalam Standar Nasional

Indonesia (SNI) 0220-1987 – M tentang syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air minum.

112. Air buangan limbah adalah semua jenis air buangan yang berasal

dari kegiatan rumah tangga maupun non rumah tangga dan

industri.

113. Instalasi Pengolahan Air yang selanjutnya disingkat IPA adalah

sistem pengolahan air yang terdiri dari unit-unit pengolahan yang

dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air baku menjadi air

bersih.

114. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang selanjutnya disingkat IPLT

adalah instalasi pengolahan air limbah yang di desain hanya

menerima lumpur tinja melalui mobil atau gerobak tinja (tanpa

perpipaan).

115. Jaringan Drainase adalah sistem jaringan saluran air yang

digunakan untuk pematusan air hujan, yang berfungsi

menghindarkan genangan (inundation) yang berada dalam suatu

kawasan atau dalam batas administratif kota.

116. Tangki Septik adalah sebuah bak yang terbuat dari bahan yang rapat

air, berfungsi sebagai bak pengendap yang ditujukan untuk

menampung kotoran padat untuk mendapatkan suatu pengolahan

secara biologis oleh bakteri dalam waktu tertentu.

117. Tempat Penampungan Sampah Sementara yang selanjutnya

disingkat TPSS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat

pendaur ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah

terpadu.

118. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah yang selanjutnya disingkat TPA

Sampah adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan

sampah ke media lingkungan secara aman bagi

manusia/lingkungan.

119. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat

SUTET adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat

penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga

listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas

278 kV.

120. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT

adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar

di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat

pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas 70 kV sampai

dengan 278 kV.

121. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberi rangsangan

terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata

ruang.

15

122. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi

pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak

sejalan dengan rencana tata ruang.

123. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul

atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah masyarakat, untuk

berminat dan bergerak dalam menyelenggarakan penataan ruang.

124. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai

wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam

lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-

masing.

125. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya

disingkat BKPRD adalah badan yang bersifat ad-hoc yang dibentuk

untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Cianjur yang

mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi

penataan ruang di daerah.

Bagian Kedua

Peran dan Fungsi

Pasal 2

RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berperan sebagai alat

operasionalisasi RTRW serta sebagai alat pengendalian pemanfaatan

ruang.

Pasal 3

RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berfungsi sebagai :

a. kendali mutu pemanfaatan ruang RTRW;

b. arahan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari

kegiatan pemanfaatan ruang yang diamanatkan dalam RTRW;

c. acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;

d. acuan bagi penebitan ijin pemanfaatan ruang;

e. acuan dalam penyusunan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah

sesuai RTBL dan rencana yang lebih rinci lainnya.

16

Bagian Ketiga

Paragraf 1

Muatan

Pasal 4

Muatan RDTR meliputi :

a. tujuan penataan ruang;

b. rencana pola ruang;

c. rencana jaringan prasarana;

d. penetapan bagian wilayah perkotaan yang diprioritaskan penanganannya;

e. ketentuan pemanfaatan ruang;

f. peraturan zonasi.

Paragraf 2

Wilayah Perencanaan

Pasal 5

(1) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur mencakup

BWP Cianjur seluas kurang lebih 5.700 (lima ribu tujuh ratus) hektar;

(2) BWP Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1), terdiri dari 15 (lima

belas) desa dan 6 (enam) kelurahan di 3 (tiga) kecamatan, yang

meliputi :

a. Kecamatan Cianjur

1. Kelurahan Muka

2. Kelurahan Solokpandan

3. Kelurahan Pamoyanan

4. Kelurahan Sawahgede

5. Kelurahan Bojongherang

6. Kelurahan Sayang

7. Desa Babakankaret

8. Desa Sukamaju

9. Desa Limbangansari

10. Desa Nagrak

11. Desa Mekarsari

b. Kecamatan Karangtengah

1. Desa Sukataris

2. Desa Bojong

3. Desa Sabandar

4. Desa Sukamanah

5. Desa Maleber

6. Desa Sindanglaka

7. Desa Sukamulya

8. Desa Sindangasih

17

c. Kecamatan Cilaku

1. Desa Sirnagalih

2. Desa Rancagoong

(3) Batas-batas wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1)

meliputi :

a. sebelah utara berbatasan dengan Desa Leuwikoja dan Desa

Mekarjaya Kecamatan Mande;

b. sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cieundeur Kecamatan

Warungkondang, Desa Sukasari dan Desa Sukakerta Kecamatan

Cilaku;

c. sebelah timur berbatasan dengan Desa Munjul dan Desa Rahong

Kecamatan Cilaku, dan Desa Hegarmanah Kecamatan

Karangtengah;

d. sebelah timur berbatasan dengan Desa Munjul dan Desa Rahong

Kecamatan Cilaku, dan Desa Hegarmanah Kecamatan

Karangtengah;

e. sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibulakan, Desa Gasol dan

Desa Cirumput Kecamatan Cugenang.

(4) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3

Pembagian Sub BWP

Pasal 6

(1) Pembagian sistem pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Cianjur terdiri

dari 5 (lima) sub pusat pelayanan atau Sub BWP, yang terdiri dari Sub

BWP A, Sub BWP B, Sub BWP C, Sub BWP D, dan Sub BWP E;

(2) Sub BWP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing

mempunyai fungsi kegiatan dominan sebagai berikut :

a. sub BWP A sebagai pusat utama, dengan fungsi dominan sebagai

pusat pemerintahan kabupaten, perdagangan skala kota, sosial

ekonomi dan perumahan kepadatan tinggi, luas kurang lebih

530,276 (lima ratus tiga puluh koma dua ratus tujuh puluh enam)

hektar), meliputi sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan

Bojongherang, sebagian Kelurahan Pamoyanan, Kelurahan

Solokpandan, sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan

Sayang, sebagian Desa Nagrak, sebagian Desa Sukamaju, dan

sebagian Desa Rancagoong;

18

b. sub BWP B sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan

kepadatan tinggi, perumahan kepadatan sedang dan perumahan

kepadatan rendah, pertanian, kawasan khusus militer serta

kegiatan campuran, luas kurang lebih 1.778,002 (seribu tujuh

ratus tujuh puluh delapan koma kosong kosong dua) hektar,

meliputi sebagian Kelurahan Muka, Desa Sukataris, Desa Bojong,

Desa Sabandar, Desa Sukamulya, Desa Sindanglaka, dan

sebagian Desa Maleber;

c. sub BWP C sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan

kepadatan sedang dan kepadatan rendah, perdagangan skala

kabupaten, transportasi, industri serta pertanian, luas kurang lebih

712,305 (tujuh ratus dua belas koma tiga ratus lima) hektar,

meliputi sebagian Kelurahan Sayang, Desa Sukamanah, sebagian

Desa Maleber, sebagian Desa Sukamaju, Desa Sindangasih, dan

sebagian Desa Sirnagalih;

d. sub BWP D sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan

kepadatan sedang dan rendah, pendidikan, kesehatan, pariwisata

dan kawasan perlindungan daerah bawahannya, luas kurang lebih

920,173 (sembilan ratus dua puluh koma seratus tujuh puluh tiga)

hektar, yang meliputi sebagian Kelurahan Muka, Desa

Babakankaret, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan

Bojongherang, Desa Babakankaret, sebagian Desa Mekarsari,

sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Pamoyanan,

dan sebagian Desa Limbangansari;

e. sub BWP E sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan

kepadatan sedang dan rendah, industri serta pertanian, luas

kurang lebih 1.759,244 (seribu tujuh ratus lima puluh Sembilan

koma dua ratus empat puluh empat) hektar, meliputi sebagian

Desa Limbangansari, sebagian Desa Mekarsari, sebagian Kelurahan

Sawahgede, sebagian Desa Nagrak, sebagian Desa Rancagoong dan

sebagian Desa Sirnagalih.

(3) Pembagian Sub BWP sebagaigaman dimaksud ayat (1) tercantum

dalam peta Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4

Pembagian Blok

Pasal 7

(1) Sub BWP sebagaimana dimaksud Pasal 6 terbagi kedalam blok,

yaitu :

a. sub BWP A terbagi dalam 6 (enam) blok terdiri dari blok A.1 blok

A.2, blok A.3, blok A.4, blok A.5, dan blok A.6;

b. sub BWP B terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok B.1, blok

B.2, blok B.3, blok B.4, dan blok B.5;

19

c. sub BWP C terbagi dalam 4 (empat) blok terdiri dari blok C.1, blok

C.2, blok C.3, dan blok C.4;

d. sub BWP D terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok D.1, blok

D.2, blok D.3, blok D.4, dan blok D.5;

e. sub BWP E terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok E.1, blok

E.2, blok E.3, blok E.4, dan blok E.5.

(2) Pembagian blok sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta

Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Daerah ini.

BAB II

TUJUAN DAN SASARAN PENATAAN RUANG

Paragraf 1

Tujuan Penataan Ruang

Pasal 8

Tujuan penataan ruang Kawasan Perkotaan Cianjur adalah :

“Mewujudkan Kawasan Perkotaan Cianjur sebagai kawasan pertumbuhan

sosial, ekonomi dan budaya Kabupaten Cianjur yang produktif dan

berkualitas serta berkelanjutan melalui kegiatan perdagangan, jasa dan

industri ramah lingkungan dalam menunjang perkembangan pusat

pelayanan kegiatan dalam konstelasi regional wilayah”

Paragraf 2

Sasaran Penataan Ruang

Pasal 9

Sasaran penataan ruang Kawasan Perkotaan Cianjur adalah :

a. mewujudkan pertumbuhan kegiatan sosial, ekonomi masyarakat

melalui pengembangan perdagangan, jasa, dan industri yang ramah

lingkungan yang di dukung sarana dan prasarana yang memadai serta

menjadi penyeimbang dalam pengembangan wilayah Provinsi Jawa

Barat;

b. mewujudkan lingkungan permukiman yang aman dan nyaman dengan

tersedianya ruang terbuka hijau yang mampu menjamin keseimbangan

ekosistem kota serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota;

c. terlaksananya fungsi pengendalian melalui peraturan zonasi yang

operasional dan sesuai dengan karakteristik Kawasan Perkotaan

Cianjur.

20

BAB III

RENCANA POLA RUANG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 10

(1) Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi :

a. zona lindung;

b. zona budidaya.

(2) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum

dalam tabel Lampiran IV dan peta Lampiran V yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Zona Lindung

Paragraf 1

Umum

Pasal 11

(1) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1)

huruf a, meliputi :

a. zona PB;

b. zona PS;

c. zona RTH;

d. zona RB; dan

e. zona SC.

(2) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tercantum dalam peta Lampiran VI yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2

Zona PB

Pasal 12

Rencana zona PB sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf a

berupa zona resapan air terletak di blok D.3 Desa Babakankaret seluas

kurang lebih 147,97 (seratus empat puluh tujuh koma Sembilan puluh

tujuh) hektar.

Paragraf 3

Zona PS

Pasal 13

Rencana zona PS sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf b, meliputi :

21

a. sub zona PS.1;

b. sub zona PS.2;

c. sub zona PS.3;

d. sub zona PS.4; dan

e. sub zona PS.5.

Pasal 14

(1) Rencana sub zona PS.1 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf a

seluas kurang lebih 24,66 (dua puluh empat koma enam puluh enam)

hektar, meliputi :

a. Sungai Cianjur;

b. Sungai Cisarua Leutik;

c. Sungai Cisarua Gede;

d. Sungai Cikaret;

e. Sungai Cisarongge;

f. Sungai Cisela;

g. Sungai Cicadas;

h. Sungai Cibalagung;

i. Sungai Cibinong; dan

j. Sempadan sungai lain yang melintasi di dalam Kawasan Perkotaan

Cianjur.

(2) Rencana sub zona PS.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a

sampai j ditentukan berdasarkan sungai yang tidak bertanggul dan

sungai bertanggul, dengan ketentuan :

a. sungai tidak bertanggul :

1) paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal

kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;

2) paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal

kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20

(dua puluh) meter; dan

3) paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal

kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.

b. sungai bertanggul ditentukan paling sedikit 3 (tiga) meter dari tepi

kaki tanggul sungai sepanjang alur sungai;

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai garis sempadan sungai diatur dalam

Peraturan Daerah tersendiri.

22

Pasal 15

(1) Rencana sub zona PS.2 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf b seluas kurang lebih 6,31 (enam koma tiga puluh satu) hektar, meliputi :

a. Saluran irigasi Ciraden/Cibalu;

b. Saluran irigasi Cianjur Leutik;

c. Saluran irigasi Ciheulang;

d. Saluran irigasi Cimenteng I dan Cimenteng II; dan

e. Saluran irigasi Cisarua II/Leuwi Jubleg.

(2) Rencana sub zona PS.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a

sampai e mempertimbangkan terhadap ketinggian tanggul, kedalaman

saluran dan/atau penggunaan tanggul, dengan ketentuan :

a. garis sempadan irigasi tidak bertanggul diukur dari tepian luar

parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi dengan jarak garis

sempadan paling sedikit sama dengan kedalaman saluran irigasi,

bila kedalaman kurang dari 1 (satu) meter, maka jarak gari

sempadan paling sedikit 1 (satu) meter;

b. garis sempadan saluran irigasi bertanggul diukur dari sisi

luar kaki tanggul dengan jarak garis sempadan paling sedikit sama

dengan ketinggian tanggul saluran irigasi, bila ketinggian tanggul

kurang dari 1 (satu) meter, maka jarak garis sempadan paling

sedikit 1 (satu) meter; dan

c. garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing diukur dari titik

potong antara garis galian dengan permukaan tanah asli untuk sisi

lereng di atas saluran dan sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng di

bawah saluran, dengan jarak garis sempadan untuk sisi lereng di

atas saluran paling sedikit sama dengan kedalaman galian saluran

irigasi dan jarak sempadan untuk sisi lereng dibawah saluran

paling sedikit sama dengan ketinggian saluran irigasi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai garis sempadan irigasi diatur

dalam Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 16

(1) Rencana sub zona PS.3 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf c,

meliputi mata air Lebak Dongkol dan mata air Cipanggung di blok D.2

Desa Babakankaret;

(2) Menetapkan sub zona PS.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurang

kurangnya radius 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air.

23

Pasal 17

(1) Rencana sub zona PS.4 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf d,

meliputi areal di sepanjang rel Kereta Api yang melintasi blok A.3,

blok A.4, blok B.4, blok C.2 dan blok E.2 seluas kurang lebih 7,70

(tujuh koma tujuh puluh) hektar;

(2) Menetapkan jarak sempadan rel Kereta Api sebagaimana dimaksud

ayat (1) minimal 11,5 (sebelas koma lima) meter diukur dari as rel

Kereta Api terdekat;

(3) Menetapkan pengaturan jalur perkeretaapian dengan ketentuan ruang

manfaat jalan 6 (enam) meter, ruang milik jalan 12 (dua belas) meter,

ruang pengawasan jalan 23 (dua puluh tiga) meter, termasuk bagian

bawahnya serta ruang bebas diatasnya, yang terdiri :

a. 6 (enam) meter untuk badan jalan rel Kereta Api;

b. 3 (tiga) meter untuk taman dan pembatas;

c. 3,5 (tiga koma lima) meter untuk jalan inspeksi; dan

d. 2 (dua) meter untuk sistem penerangan jalan dan drainase.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sempadan rel Kereta Api berpedoman

kepada peraturan yang berlaku.

Pasal 18

(1) Rencana sub zona PS.5 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf e,

meliputi areal sepanjang SUTT dan SUTET yang melintasi blok E.4

Desa Rancagoong dan Desa Nagrak, blok D.3 Desa Babakankaret,

blok B.2 Desa Bojong, blok B.5 Desa Sukamulya seluas kurang lebih

5,30 (lima koma tiga puluh) hektar;

(2) Menetapkan jarak sempadan SUTT dan SUTET sebagaimana

dimaksud ayat (1) diperuntukan bagi bangunan tidak tahan api,

meliputi :

a. jalur SUTT minimal 13,5 (tiga belas koma lima) meter;

b. jalur SUTET bagi sirkuit ganda minimal 14 (empat belas) meter dan

bagi sirkuit tunggal minimal 15 (lima belas) meter.

Paragraf 4

Zona RTH

Pasal 19

Rencana zona RTH sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf c, meliputi :

a. sub zona RTH.1;

b. sub zona RTH.2;

c. sub zona RTH.3;

d. sub zona RTH.4; dan

e. sub zona RTH.5.

24

Pasal 20

(1) Rencana RTH.1 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf a seluas

kurang lebih 69,08 (enam puluh sembilan koma kosog delapan)

hektar, meliputi :

a. hutan kota Pasirgede di blok D.1 Kelurahan Bojongherang seluas

kurang lebih 1 (satu) hektar;

b. hutan kota Babakankaret di blok D.2 Desa Babakankaret seluas

kurang lebih 11,5 (sebelas koma lima) hektar dan dikembangkan

menjadi seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;

c. rencana hutan kota di blok E.1 Desa Nagrak seluas kurang lebih

1,8 (satu koma delapan) hektar;

d. rencana hutan kota di blok E.2 Desa Sirnagalih seluas kurang lebih

10 (sepuluh) hektar;

e. rencana hutan kota di blok B.1 Desa Sukataris seluas kurang lebih

7,0 (tujuh koma nol) hektar.

(2) Rencana RTH.2 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf b seluas

kurang lebih 20,53 (dua puluh koma lima puluh tiga) hektar,

meliputi :

a. taman kota alun-alun kota yang sudah ada di blok A.1 Kelurahan

Pamoyanan seluas kurang lebih 0,8 (nol koma delapan) hektar;

b. taman kota Muka yang sudah ada di blok A.1 Kelurahan Muka

seluas kurang lebih 0,7 (nol koma tujuh) hektar;

c. taman kota Joglo yang sudah ada di blok A.3 Kelurahan

Sawahgede seluas kurang lebih 0,12 (nol koma dua belas) hektar;

d. rencana taman kota Joglo di blok A.5 Kelurahan Sawahgede

seluas kurang lebih 0,0156 (nol koma kosong seratus lima puluh

enam) hektar;

e. rencana taman kota Bojong blok B.3 Desa Bojong, blok C.1 Desa

Sukamaju, blok D.1 Desa Mekarsari dan blok E.1 Desa Rancagoong

seluas kurang lebih 9,60 (sembilan koma enam puluh) hektar;

f. rencana taman kecamatan terletak di blok A.2 Kelurahan

Pamoyanan seluas kurang lebih 2,40 (dua koma empat puluh)

hektar; dan

g. rencana taman kelurahan/desa terletak dimasing-masing

desa/kelurahan luas kurang lebih 6,89 (enam koma delapan puluh

sembilan) hektar.

(3) Rencana RTH.3 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf c, seluas

kurang lebih 33,56 (tiga puluh tiga koma lima puluh enam) hektar,

meliputi :

a. pemakaman Pasarean Agung yang sudah ada di blok A.2 Kelurahan

Pamoyanan seluas kurang lebih 0, 7525 (nol koma tujuh ribu lima

ratus dua puluh lima) hektar;

b. pemakaman Sirnalaya I yang sudah ada di blok A.4 Kelurahan

Sayang seluas kurang lebih 2,843 (dua koma delapan ratus empat

puluh tiga) hektar;

25

c. pemakaman Sirnalaya II yang sudah ada di blok A.5 Desa Nagrak

seluas kurang lebih 0, 4188 (nol koma empat ribu seratus delapan

puluh delapan) hektar;

d. pemakaman Tiong Hoa Pasirhayam yang sudah ada di blok C.2

Desa Sirnagalih yang meliputi Pemakaman Pasirlangkap seluas

kurang lebih 4,3477 (empat koma tiga ribu empat raus tujuh puluh

tujuh ) hektar, Pemakaman Pasirgombong seluas kurang lebih

4,0378 (empat koma tiga ratus tujuh puluh delapan) hektar,

Pemakaman Pasirsereh kurang lebih 1,1075 (satu koma seribu

tujuh puluh lima) hektar;

e. pemakaman Kristen Pasirhayam yang sudah ada di blok C.2 Desa

Sirnagalih meliputi Pemakaman Nona Manis seluas kurang lebih 4,

08 (empat koma kosong delapan) hektar, dan Pemakaman

Pasirsarongge seluas kurang lebih 0,372 (kosong koma tiga ratus

tujuh puluh dua) hektar.

f. pemakaman masyarakat yang sudah ada tersebar di seluruh

kawasan kota dengan luas kurang lebih 15,60 (lima belas koma

enam puluh) hektar.

(4) Rencana RTH.4 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf d, meliputi:

a. lapangan kota Prawatasari yang sudah ada di blok A.5 Kelurahan

Sawahgede seluas kurang lebih 2 (dua) hektar;

b. lapangan kota Badak Putih yang sudah ada di blok A.5 Kelurahan

Pamoyanan seluas kurang lebih 2 (dua) hektar;

c. rencana lapangan kota Sport Center Desa Sukamaju di blok C.2

seluas kurang lebih 2 (dua) hektar;

d. rencana lapangan kecamatan terletak di blok B.3 Desa Bojong, blok

C.1 Desa Sukamaju, blok D.1 Desa Mekarsari dan blok E.1 Desa

Rancagong yang lokasinya bersatu dengan taman kecamatan;

e. rencana lapangan kelurahan dan desa yang tersebar di masing-

masing kelurahan dan desa yang bersatu dengan taman

desa/kelurahan.

(5) Rencana RTH.5 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf e, meliputi :

a. jalur hijau jalan dan median di Jalan Perintis Kemerdekaan seluas

kurang lebih 0,5 (nol koma lima) hektar;

b. jalur hijau dan median di Jalan Abdullah Bin Nuh seluas kurang

lebih 0,64 (nol koma enam puluh empat) hektar;

c. jalur hijau dan median di jalan Dr. Muwardi seluas kurang lebih 0,

712 (nol koma tujuh ratus dua belas) hektar;

d. jalur hijau di Jalan Siliwangi seluas kurang lebih 0,42 (nol koma

empat puluh dua) hektar;

e. jalur hijau jalan di Jalan Ir. H. Juanda seluas kurang lebih 0,56

(nol koma lima puluh enam) hektar;

f. rencana jalur hijau di jalan lingkar timur seluas kurang lebih 14,88

(empat belas koma delapan puluh delapan) hektar;

26

g. jalur hijau di Jalan Pangeran Hidayatulloh seluas kurang lebih 0,26

(nol koma dua puluh enam) hektar;

h. jalur hijau di Jalan Amalia Rubini seluas kurang lebih 0,80 (nola

koma delapan puluh) hektar;

i. Jalur hijau di Jalan Pramuka seluas kurang lebih 0,47 (nol koma

empat puluh tujuh) hektar;

j. jalur hijau ruas di rencana jalan yang tersebar di seluruh kawasan

perkotaan, seluas kurang lebih 15,87 (lima koma delapan puluh

tujuh) hektar.

Paragraf 5

Zona RB

Pasal 21

(1) Rencana zona RB bencana sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf d

meliputi sub zona RB.1 dan sub zona RB.2;

(2) Rencana sub zona RB.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) terletak di

sepanjang aliran sungai, saluran irigasi dan saluran drainase di

seluruh kawasan perkotaan;

(3) Rencana sub zona RB.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) terdapat di

blok D.2 Desa Babakankaret seluas kurang lebih 48,12 (empat puluh

delapan koma dua belas) hektar.

Paragraf 6

Zona SC

Pasal 22

(1) Rencana zona SC sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf e, meliputi :

a. bangunan pendopo dan kantor pos dan giro di Jalan Siti Jenab

blok A.2 Kelurahan Pamoyanan;

b. bangunan SMA 2 di Jalan Siliwangi blok A.2 Kelurahan

Pamoyanan;

c. stasiun Kereta Api Cianjur di Jalan Yulius Usman blok A.4

Kelurahan Sayang;

d. gedung DKC di Jalan Suroso blok A.1 Kelurahan Bojongherang;

e. bangunan rumah di Jalan Moch Ali blok A.3 Kelurahan

Solokpandan; dan

f. bangunan Wisma Karya di Jalan Moch Ali blok A.3 Kelurahan

Sayang;

(2) Rencana zona SC sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

a. pelestarian dan perawatan terhadap bangunan cagar budaya yang

ada;

b. melakukan herigristasi ulang bangunan-bangunan cagar budaya

yang ada.

27

Bagian Ketiga

Zona Budidaya

Paragraf 1

Umum

Pasal 23

(1) Rencana zona budidaya sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf b

meliputi :

a. zona R;

b. zona K;

c. zona KT;

d. zona SPU;

e. zona I;

f. zona C;

g. zona KH;

h. zona RTNH; dan

i. zona PL.

(2) Rencana zona perumahan sebagaimana dimaksud ayat (1)

digambarkan pada peta Lampiran VII yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2

Zona R

Pasal 24

(1) Rencana zona R sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf a meliputi :

a. sub zona R.2;

b. sub zona R.3;

c. sub zona R.4; dan

d. sub zona R.5.

(2) Rencana sub zona R.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a

tersebar di blok A.1, A.2, A.3 dan A.5, seluas kurang lebih 901,45

(Sembilan ratus satu koma empat puluh lima) hektar;

(3) Rencana sub zona R.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b

tersebar di blok A.4, B.1 dan D.1, seluas kurang lebih

1.101,26(seribu seratus satu koma dua puluh enam) hektar;

(4) Rencana sub zona R.4 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c

tersebar di blok B.3, B.4 dan C.1 seluas kurang lebih 244,20 (dua

ratus empat puluh empat) hektar;

(5) Rencana sub zona R.5 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d

tersebar di blok C.2, B.2, D.2, E.1 dan E.2 seluas kurang lebih 22,11

(dua puluh dua koma sebelas) hektar.

28

Paragraf 3

Zona K

Pasal 25

(1) Rencana zona K sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf b, meliputi :

a. subzona K.1; dan

b. subzona K.3.

(2) Rencana subzona K.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, seluas

kurang lebih 39,16 (tiga puluh Sembilan koma enam belas) hektar,

meliputi :

a. pusat perbelanjaan di Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.4 Kelurahan

Pamoyanan, di blok B.3 Desa Bojong, dan di blok E.3 Desa

Sirnagalih;

b. toko modern di Jalan Pangeran Hidayatulloh blok A.4 Kelurahan

Sawahgede, Jalan Prof. Moch Yamin blok A.2 Kelurahan Sayang,

Jalan Dr. Muwardi blok A.4 Kelurahan Muka, dan di Jalan Siti

Jenab blok A.3 Kelurahan Pamoyanan;

c. pasar skala kabupaten berupa Pasar Induk Pasirhayam dan

rencana pasar beras di blok C.2 Desa Sirnagalih;

d. pasar skala kota yaitu Pasar Muka di blok A.1 Kelurahan Muka;

e. pasar skala lingkungan di blok B.3 Desa Bojong, blok D.3 Desa

Mekarsari, blok C.1 Desa Sukamaju dan blok E.1 Desa Rancagoong;

f. merelokasi pasar hewan yang berada di Jalan Siliwangi blok A.5

Kelurahan Sawahgede ke luar kota;

g. pergudangan di blok C.2 Desa Sirnagalih;

h. merelokasi pergudangan yang ada di sepanjang Jalan

Mangunsarkoro, Jalan Pasundan, Jalan Pangeran Hidayatulloh

Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Ir. H. Juanda;

i. kegiatan sentra PKL direncanakan di Pasar Induk Pasirhayam dan

di masing-masing pusat sub BWP, yaitu di blok B.3 Desa Sabandar,

blok C.3 Desa Sukamaju, blok D.2 Desa Mekarsari, dan di blok E.3

Desa Rancagoong.

(3) Rencana sub zona K.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, seluas

kurang lebih 79,50 (tujuh puluh Sembilan koma lima puluh) hektar,

meliputi :

a. rumah dan toko di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS

Cokroaminoto, Jalan Siti Jenab, Jalan Suroso, Jalan Moch Ali,

Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan

Suroso, Jalan Moch Ali, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Perintis

Kemerdekaan, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan Raya Bandung, dan

Jalan Pramuka;

b. rencana sentra Pedagang Kaki Lima di setiap pusat kegiatan yang

berfungsi sebagai sub zona perdagangan dan jasa deret.

29

c. Rencana zona K sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada

peta Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4

Zona KT

Pasal 26

(1) Rencana zona KT sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf c, meliputi :

a. sub zona KT.1; dan

b. sub zona KT.2.

(2) Rencana sub zona KT.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a

seluas kurang lebih 25,14 (dua puluh lima koma empat belas) hektar,

meliputi :

a. rencana KT.1 tingkat kabupaten di Jalan Siti Jenab blok A.3, Jalan

Siliwangi blok A.2, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5, Jalan Perintis

Kemerdekaan blok C.3 dan Jalan Raya Bandung blok B.3;

b. rencana KT.1 tingkat kecamatan di Jalan Siliwangi blok A.2 untuk

kantor Kecamatan Cianjur dan rencana di blok B.3 Desa Sabandar

untuk kantor Kecamatan Karangtengah;

c. rencana KT.1 tingkat kelurahan dan desa yang tersebar di seluruh

kawasan kota.

(3) Rencana sub zona KT.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b

seluas kurang lebih 17,16 (tujuh belas koma enam belas) hektar,

direncanakan di sepanjang Jalan Siliwangi blok A.2, Jalan Dr.

Muwardi blok D.1, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5, dan Jalan Raya

Bandung blok B.3;

(4) Rencana zona KT sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada

peta Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Paragraf 5

Zona SPU

Pasal 27

(1) Rencana zona sarana SPU sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf d,

meliputi :

a. sub zona SPU.1;

b. sub zona SPU.2;

c. sub zona SPU.3;

d. sub zona SPU.4;

e. sub zona SPU.5; dan

f. sub zona SPU.6.

30

(2) Rencana zona SPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

digambarkan pada peta Lampiran X yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 28

(1) Rencana sub zona SPU.1 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)

huruf a, seluas kurang lebih 73,56 (tujuh puluh tiga koma lima puluh

enam) hektar, meliputi :

a. pendidikan tingkat tinggi;

b. pendidikan tingkat menengah atas dan kejuruan;

c. pendidikan tingkat pertama;

d. pendidikan tingkat dasar; dan

e. pendidikan pra sekolah.

(2) Rencana SPU.1 tingkat tinggi dikembangkan di Pasirgede Raya dan

Jalan Dr. Muwardi blok D.1, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5 dan

blok E.1, di Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.2, dan di Jalan Otista

III blok A.2;

(3) Rencana SPU.1 tingkat menengah atas dikembangkan di lokasi yang

sudah ada yaitu di Jalan Pangeran Hidayatulloh, Jalan Abdullah Bin

Nuh, Jalan Siliwangi, Jalan Pasundan, Jalan Perintis Kemerdekaan,

Jalan Dr. Muwardi, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Gatot

Mangkupraja, dan Jalan Siti Bodedar;

(4) Rencana SPU.1 tingkat pertama dikembangkan di lokasi yang sudah

ada yang tersebar di seluruh kawasan kota;

(5) Rencana SPU.1 tingkat dasar dikembangkan dilokasi yang sudah ada

yang tersebar diseluruh kawasan kota;

(6) Rencana SPU.1 pra sekolah dikembangkan di kawasan permukiman

yang tersebar di seluruh kawasan kota dan disesuaikan dengan

kebutuhan.

Pasal 29

(1) Rencana sub zona SPU.2 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf b, seluas kurang lebih 7,83 (tujuh koma delapan puluh tiga) hektar, yang meliputi :

a. rumah sakit;

b. puskesmas;dan

c. sarana kesehatan lain.

(2) Rencana pengembangan rumah sakit milik Pemerintah Daerah di blok

D.1 Kelurahan Bojongherang berupa RSUD Type B;

31

(3) Rencana rumah sakit swasta di Jalan Siti Jenab blok A.2 Kelurahan

Pamoyanan, Jalan Abdullah Bin Nuh blok D.3 Kelurahan Sawahgede,

Jalan Raya Sukabumi blok E.2 Desa Rancagoong, Jalan Pramuka

blok B.2 Desa Sindanglaka, dan Jalan Siliwangi blok A.4 Desa

Sukamaju;

(4) Rencana pengembangan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di

Jalan Pangeran Hidayatulloh Kompleks Kopem blok A.5 Kelurahan

Sawahgede, Jalan Dr. Muwardi blok B.1 Kelurahan Muka, Jalan Raya

Bandung blok B.3 Desa Bojong, dan blok D.1 Desa Babakankaret,

serta di blok E.1 Desa Rancagoong;

(5) Relokasi Puskesmas Muka di Jalan Dr. Muwardi blok B.1 Kelurahan

Muka dan Puskesmas Bojong di Jalan Raya Bandung blok B.3 Desa

Bojong;

(6) Pengembangan Puskesmas Muka dan Puskesmas Bojong diarahkan :

a. alokasi ruang tetap berada di blok B.1 untuk Puskesmas Muka dan di blok B.3 untuk Puskesmas Bojong;

b. akses ke Puskesmas mudah dijangkau dengan angkutan umum;

c. luas lahan Puskesmas memadai untuk penyediaan sarana/prasarana pendukung.

d. rencana pengembangan sarana kesehatan lain berupa apotek, toko

obat, dan laboratorium di Jalan Ir. H. Juanda, Jalan HOS

Cokroaminoto, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Rumah Sakit, dan

Jalan Dr. Muwardi;

e. rencana pengembangan sarana kesehatan skala pelayanan

lingkungan berupa Pustu, Pokesdes, dan Posyandu yang tersebar di

seluruh kawasan perkotaan.

Pasal 30

(1) Rencana sub zona SPU.3 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)

huruf c, seluas kurang lebih 5,42(lima koma empat puluh dua) hektar,

meliputi sarana peribadatan skala kabupaten, skala kecamatan,

skala kelurahan dan desa serta skala lingkungan;

(2) Rencana sarana peribadatan muslim skala kabupaten berupa mesjid

agung yang berada di Jalan Siti Jenab, dan sarana peribadatan bagi

non muslim berupa Gereja Protestan Indonesia (GPI) di Jalan

Mangunsarkoro, Gereja Santo Petrus di Jalan Siliwangi, Gereja Huria

Kristen Batak Protestan (HKBP) di Jalan Mangunsarkoro, Gereja

Kristen di Jalan Moch. Ali, Gereja Pantekosta di Indonesa (GPDI) di

Jalan Hasyim Ashari, dan Kelenteng Bhumi Pharsija di Jalan

Mangunsarkoro;

(3) Rencana sarana peribadatan muslim skala kecamatan berupa mesjid

jami tersebar di masing-masing kecamatan di seluruh kawasan

perkotaan;

32

(4) Rencana sarana peribadatan muslim skala kelurahan dan desa

berupa mesjid yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan;

(5) Rencana sarana peribadatan muslim skala lingkungan berupa

musholla dilakukan secara merata sesuai kebutuhan yang lokasinya

menyatu dengan permukiman;

(6) Rencana pembangunan sarana peribadatan yang baru bagi umat non

muslim mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal 31

(1) Rencana sub zona SPU.4 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)

huruf d, seluas kurang lebih 29,95 (dua puluh Sembilan koma

Sembilan puluh lima) hektar, terdiri dari sarana olah raga terbuka

dan sarana olah raga tertutup;

(2) Rencana sarana olah raga terbuka dan sarana olah raga tertutup

skala pelayanan kabupaten berupa Sport Center di Desa Sukamaju

blok C.2 seluas kurang lebih 26 (dua puluh enam) hektar;

(3) Pengembangan sarana olah raga terbuka skala pelayanan kota yaitu

lapangan Prawatasari di blok A.2 Kelurahan Sawahgede dan Stadion

Badak Putih di blok A.2 Kelurahan Pamoyanan;

(4) Pengembangan sarana olah raga tertutup skala pelayanan kota

berupa Gelanggang Generasi Muda (GGM) Panembong di blok D.3

Desa Limbangansari dan Gedung Wisma Karya di blok A.3 Kelurahan

Sayang;

(5) Rencana sarana olah raga terbuka dan olah raga tertutup skala

pelayanan kecamatan diarahkan di masing-masing Sub BWP yaitu di

blok A.4 Kelurahan Pamoyanan, blok B.3 Desa Bojong, blok C.1 Desa

Sukamaju, blok D. 3 Desa Mekarsari, dan di blok E.1 Desa

Rancagoong;

(6) Rencana sarana olah raga skala pelayanan kelurahan dan desa serta

skala lingkungan tersebar di seluruh kawasan perkotaan yang

menyatu dengan lingkungan permukiman.

Pasal 32

(1) Rencana sub zona SPU.5 budaya sebagaimana dimaksud Pasal 27

ayat (1) huruf e, seluas kurang lebih lebih 12,33 (dua belas koma tiga

puluh tiga) hektar, terdiri dari gedung pementasan kesenian, gedung

museum, dan plaza kota;

(2) Pengembangan Gedung Dewan Kesenian Cianjur (DKC)/Gedung

Ampera sebagai gedung pementasan kesenian di Jalan Suroso blok

A.1 Kelurahan Bojongherang;

(3) Pengembangan Gedung Museum Cianjur yang terletak di Jalan Siti

Jenab Kelurahan Pamoyanan blok A.3;

33

(4) Rencana plaza kota di lokasi eks Pasar Induk Cianjur di blok A.1

Kelurahan Pamoyanan.

Pasal 33

(1) Rencana sub zona SPU.6 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)

huruf f, terdiri dari stasiun kereta api, terminal, dan halte;

(2) Rencana pengembangan stasiun kereta api di blok A.3 Kelurahan

Sayang;

(3) Rencana pengembangan terminal, terdiri :

a. terminal tipe B di blok C.2 Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku,

seluas kurang lebih 2,13 (dua koma tiga belas) hektar;

b. terminal tipe C masing-masing di blok D.3 Desa Mekarsari, blok

B.3 Desa Bojong, dan di blok C.2 Desa Sirnagalih.

(4) Rencana halte masing-masing di Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H.

Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Arif Rahman

Hakim, Jalan Pangeran Hidayatulloh, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan

Jalan Perintis Kemerdekaan.

Paragraf 6

Zona I

Pasal 34

(1) Rencana zona I sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf e berupa

sub zona I.3 dan sub zona I.4;

(2) Rencana pengembangan sub zona I.3 sebagaimana dimaksud ayat (1)

berupa industri makanan dan minuman serta kerajinan tersebar di

seluruh kawasan perkotaan yang menyatu dengan kawasan

permukiman;

(3) Rencana sub zona I.4 berupa industri pengolahan bahan sandang di

jalan Pramuka blok B.2 dan di Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.2,

seluas kurang lebih 8,31 (delapan koma tiga puluh satu) hektar;

(4) Rencana sub zona I.4 berupa industri elektronik, industri sandang,

kertas, bahan bangunan dan industri lainnya dikembangkan di Blok

E.4 Desa Rancagoong, seluas kurang lebih 43,64 (empat puluh tiga

koma enam puluh empat) hektar;

(5) Industri pengolahan kulit yang ada di Jalan Perintis Kemerdekaan

tidak dikembangkan dan dibatasi serta dilakukan penyempurnaan

sistem Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL);

(6) Rencana zona industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

digambarkan pada Peta Lampiran XI yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

34

Paragraf 7

Zona C

Pasal 35

(1) Rencana zona C sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf f adalah

peruntukan yang menyatu antara kegiatan perumahan, pendidikan,

perdagangan dan jasa, serta perkantoran seluas kurang lebih 150,92

(seratus lima puluh koma Sembilan puluh dua) hektar;

(2) Rencana zona C berupa peruntukan perumahan, pendidikan,

perdagangan dan jasa serta perkantoran sebagaimana dimaksud ayat

(1) dikembangkan di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS

Cokroaminoto, Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Pramuka,

Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Dr. Muwardi;

(3) Rencana pengembangan zona campuran tetap mempertahankan

kondisi yang ada dengan pengembangan bangunan secara vertikal

dan memperhatikan kapasitas jalan serta menyediakan ruang parkir

secukupnya;

(4) Rencana zona campuran sebagaimana dimaksud ayat (1)

digambarkan pada peta Lampiran XII yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 8

Zona KH

Pasal 36

(1) Rencana zona KH sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf g,

meliputi :

a. sub zona KH.1;

b. sub zona KH.2; dan

c. sub zona KH.3.

(2) Rencana zona KH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan

pada peta Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 37

(1) Rencana sub zona KH.1 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf a

berupa Markas Raider 200 di Jalan Ariawiratanudatar blok B.1 Desa

Sukataris, Markas Kodim 0612 Suryakancana di Jalan Siliwangi blok

A.3, Markas Kepolisian Resor Cianjur di Jalan Abdullah Bin Nuh blok

A.5 dan Jalan Suroso blok A.3, Markas Polisi Militer di Jalan Siliwangi

blok A.5, Kantor Polsek Cianjur di Jalan Siliwangi blok A.5, Kantor

Polsek Karangtengah di Jalan Raya Bandung blok B.2, serta pos-pos

polisi yang tersebar di seluruh kawasan kota, seluas kurang lebih

33,81 (tiga puluh tiga koma delapan puluh satu) hektar;

35

(2) Rencana pengembangan sub zona KH.1 dilakukan dengan mengacu

kepada ketentuan peraturan dan perundangan pertahanan dan

keamanan.

Pasal 38

(1) Rencana sub zona KH.2 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf b

berupa TPA Sampah di blok E.5 Kampung Pasirsembung Desa

Sirnagalih Kecamatan Cilaku seluas kurang lebih 6,60 (enam koma

enam puluh) hektar;

(2) Pemanfaatan TPA Sampah sebagaimana dimaksud ayat (1) di

selenggarakan hingga rencana TPA Sampah di Desa Mekarsari

Kecamatan Cikalongkulon layak operasi;

(3) Bekas areal TPA Sampah Pasirsembung di Desa Sirnagalih Kecamatan

Cilaku sebagaimana dimaksud ayat (2) diarahkan sebagai zona RTH

Hutan Kota.

Pasal 39

(1) Rencana sub zona KH.3 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf c

berupa IPLT Babakakaret di Desa Babakankaret blok D.2 seluas

kurang lebih 2 (dua) hektar;

(2) Mengembangkan dan mengoptimalkan IPLT Babakankaret melalui

penyempurnaan dan penambahan sarana dan prasarana yang

diperlukan;

(3) Membatasi perkembangan kegiatan budidaya non pertanian di sekitar

lokasi IPLT;

(4) Mendorong masyarakat agar membuang limbah tinja ke tempat IPLT.

Paragraf 9

Zona RTNH

Pasal 40

Rencana zona RTNH sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf h seluas

kurang lebih 14,18 (empat belas koma delapan belas) hektar, yang

meliputi RTNH di kawasan perumahan, RTNH di pusat kegiatan

pemerintahan, RTNH di pusat sarana pelayanan umum, RTNH di

sepanjang jaringan jalan, RTNH di areal terminal dan stasiun kereta api,

serta RTNH di plaza kota.

Paragraf 10

Zona PL

Pasal 41

(1) Rencana zona PL sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf i,

meliputi :

36

a. sub zona PL.1;

b. sub zona PL.2;

c. sub zona PL.4; dan

d. sub zona PL.5.

(2) Rencana zona PL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan

pada peta Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 42

(1) Rencana sub zona PL.1 sebagaimana dimaksud Pasal 41 huruf a

meliputi kegiatan pertanian lahan pangan dan pertanian hortikultura,

yang tersebar diseluruh kawasan perkotaan seluas kurang lebih

2.305,06 (dua ribu tiga ratus lima koma kosong enam) hektar;

(2) Rencana pengembangan sub zona PL.1 lahan pangan tersebar di blok

B.1 Desa Sukataris, blok B.2 Desa Sindanglaka, blok C.1 Desa

Sukamaju, blok D.3 Desa Mekarsari, dan blok E.1 Desa Nagrak dan

Desa Rancagoong;

(3) Rencana pengembangan sub zona PL.1 hortikultura tersebar di blok

B.3 Desa Sabandar, blok B.4 Desa Sukamanah, blok D.2 Desa

Babakankaret, dan blok E.2 Desa Sirnagalih.

Pasal 43

Rencana pengembangan sub zona PL.2 sebagaimana dimaksud Pasal 41

ayat (1) huruf b diarahkan di blok C.2 Desa Sirnagalih untuk ternak

besar, dan di blok D.2 Desa Babakankaret untuk ternak unggas, seluas

kurang lebih 27,58 (dua puluh tujuh koma lima puluh delapan) hektar.

Pasal 44

Rencana pengembangan sub zona PL.4 sebagaimana dimaksud Pasal 41

ayat (1) huruf c diarahkan di blok B.4 Desa Sukamanah, seluas kurang

lebih 5,26 (lima koma dua puluh enam) hektar.

Pasal 45

(1) Rencana sub zona PL.5 sebagaimana dimaksud Pasal 41 huruf d

berupa wisata alam, wisata buatan, wisata belanja, wisata kuliner,

dan wisata budaya seluas kurang lebih 8,92 (delapan koma Sembilan

puluh dua) hektar;

(2) Rencana pengembangan wisata alam di blok D.2 Desa Babakankaret;

(3) Rencana pengembangan wisata buatan di blok D.2 Desa

Babakankaret, blok D.1 Kelurahan Bojongherang, dan blok D.3 Desa

Mekarsari;

(4) Rencana pengembangan wisata belanja dan wisata kuliner di

sepanjang Jalan Cokroaminoto dan di Jalan Dewi Sartika;

37

(5) Rencana pengembangan wisata budaya di blok A.3 Kelurahan

Pamoyanan (Gedung Musium Cianjur), blok A.2 Kelurahan

Bojongherang (Gedung DKC) dan blok B.3 Desa Sabandar (Gedung

Kriya Cianjur);

BAB IV

RENCANA JARINGAN PRASARANA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 46

(1) Rencana jaringan prasarana meliputi rencana sistem jaringan

pergerakan dan rencana sistem jaringan utilitas;

(2) Rencana sistem jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud ayat (1)

meliputi :

a. rencana pola pergerakan;

b. rencana fungsi jalan;

c. rencana prasarana dan sarana perhubungan;

d. rencana fasilitas perlengkapan jalan;

e. rencana rute angkutan umum;

f. rencana pengembangan angkutan Kereta Api;

g. rencana jalur pejalan kaki; dan

h. rencana jalur sepeda.

(3) Rencana sistem jaringan utilitas sebagaimana dimaksud ayat (1)

meliputi :

a. rencana sistem jaringan listrik/energi;

b. rencana sistem jaringan telekomunikasi;

c. rencana sistem jaringan air minum;

d. rencana sistem pengelolaan air limbah;

e. rencana sistem pengelolaan persampahan;

f. rencana sistem drainase;

g. rencana jalur evakuasi bencana; dan

h. rencana sistem penanggulangan kebakaran.

38

Bagian Kedua

Rencana Sistem Jaringan Pergerakan

Paragraf 1

Rencana Pola Pergerakan

Pasal 47

(1) Rencana pola pergerakan orang dan barang sebagaimana dimaksud

Pasal 46 ayat (2) huruf a, terbagi dalam 3 (tiga) pola, yaitu pergerakan

internal – internal, internal – eksternal, dan pola pergerakan eksternal

– eksternal;

(2) Rencana pola pergerakan orang dan barang sebagaimana dimaksud

ayat (1) adalah :

a. pola pergerakan internal – internal yaitu pergerakan di dalam

kawasan perkotaan baik asal maupun tujuannya, direncanakan

dengan mengoptimalkan ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H.

Juanda, Jalan Oto Iskandar Dinata II, Jalan Siti Jenab, Jalan

Siliwangi, Jalan Adi Sucipta, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Aria

Cikondang, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Yulius Usman, Jalan

Moch. Ali, Jalan Moch Toha, Jalan Amalia Rubini, Jalan Raya

Bandung, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Abdullah Bin Nuh,

Jalan Suroso, Jalan Taifur Yusuf, dan Jalan Pangeran Hidayatulloh;

a. pola pergerakan internal – eksternal yaitu pergerakan dari kawasan

perkotaan ke luar atau sebaliknya, direncanakan dengan

mengoptimalkan ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif Rahman

Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan,

Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Aria

Wiratanudatar, rencana jalan lingkar barat, rencana jalan lingkar

utara dan jalan tembus antara jalan lingkar barat dan jalan

tembus lingkar utara;

b. pola pergerakan eksternal – eksternal yaitu pergerakan yang

melewati kawasan perkotaan yang berasal dari luar dan menuju ke

luar, direncanakan dengan mengoptimalkan ruas Jalan Raya

Sukabumi, rencana Jalan Lingkar Selatan, Jalan Lingkar Timur,

dan Jalan Raya Bandung.

Paragraf 2

Rencana Fungsi Jalan

Pasal 48

(1) Rencana fungsi jalan sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf

b, meliputi :

a. jalan arteri primer, yaitu Jalan Raya Sukabumi, Jalan Lingkar

Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Raya Bandung;

39

b. jalan arteri sekunder, yaitu ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif

Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis

Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin

Nuh, dan rencana jalan tembus antara Jalan Lingkar Barat dan

Jalan Lingkar Utara serta Jalan Lingkar Barat;

c. jalan kolektor primer, yaitu Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan

Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti

Jenab, Jalan Suroso, dan Jalan Ir. H. Juanda;

d. jalan lokal meliputi seluruh ruas jalan yang tidak termasuk dalam

katagori jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan

kolektor primer;

e. jalan lingkungan, yaitu seluruh ruas jalan di dalam lingkungan

permukiman menuju pusat kegiatan di sekitarnya;

(2) Rencana jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

tercantum dalam peta Lampiran XV yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3

Rencana Prasarana dan Sarana Perhubungan

Pasal 49

(3) Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud

Pasal 46 ayat (2) huruf c, meliputi :

a. rencana prasarana perhubungan;

b. rencana sarana perhubungan.

(4) Rencana prasarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1)

huruf a, berupa rencana terminal;

(5) Rencana sarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf

b, terdiri :

a. shelter;

b. jembatan penyeberangan;

c. trotoar (pedestrian); dan

d. tempat parkir kendaraan.

(2) Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud

ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam peta Lampiran XVI yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 50

Rencana lokasi terminal sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (2)

meliputi terminal tipe B dan terminal tipe C, yaitu :

a. terminal tipe B atau terminal utama ditempatkan pada tempat/simpul

yang saling terhubung dengan sistem jaringan jalan, yaitu di Kmp.

Pasirhayam Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku blok C.2 seluas

kurang lebih 2,13 (dua koma tiga belas) hektar;

40

b. terminal tipe C atau sub-terminal ditempatkan di masing-masing sub

BWP yaitu di Kmp. Warungseuseupan untuk melayani angkutan

umum dari arah Bogor/Cipanas, di Kmp. Rawabango blok B.3 untuk

melayani angkutan arah Ciranjang/Cikalongkulon, dan di Kmp.

Pasirhayam Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku blok C.2 untuk

melayani angkutan dari arah Warungkondang dan Cibeber yang

bersatu dengan terminal tipe B.

Pasal 51

(1) Rencana sarana perhubungan berupa shelter sebagaimana dimaksud

Pasal 49 ayat (3) huruf a, ditempatkan disepanjang Jalan Dr.

Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Prof. Moch

Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Pangeran Hidayatulloh;

(2) Rencana penempatan shelter sebagaimana dimaksud ayat (1)

diarahkan pada kegiatan sarana pelayanan umum seperti pendidikan,

kesehatan, perkantoran dan perdagangan.

Pasal 52

(1) Rencana sarana perhubungan berupa jembatan penyeberangan

sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf b, ditempatkan di

beberapa titik sepanjang Jalan Dr. Muwardi, Jalan Siliwangi, Jalan

Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, dan Jalan Arif Rahman Hakim;

(2) Penempatan jembatan penyebarangan sebagaimana dimaksud ayat (1)

diarahkan pada lokasi yang sekitarnya terdapat fasilitas perkantoran,

fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, dan fasilitas umum lainnya

serta pada lokasi strategis lainnya di sekitar lokasi shelter;

Pasal 53

(1) Rencana sarana perhubungan berupa trotoar (pedestrian)

sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf c, diarahkan disemua

ruas jalan baik ruas jalan arteri, kolektor dan jalan lokal;

(2) Rencana penyediaan trotoar (pedestrian) harus terintegrasi dengan

perabot jalan lainnya seperti rambu lalu lintas, tempat sampah,

lampu penerangan, pot bunga, tanaman penghijauan, halte dan zebra

cross;

(3) Pada bagian bawah trotoar (pedestrian) selain disediakan saluran

pembuangan air (drainase) juga wajib disediakan box utilitas untuk

menampung jaringan utilitas seperti jarigan air bersih, jaringan listrik,

jaringan telekomunkasi, dan jaringan gas.

41

Pasal 54

(1) Rencana sarana perhubungan berupa tempat parkir kendaraan

sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf d, menggunakan

sistem parkir yang memanfaatkan badan jalan maupun sistem di luar

badan jalan;

(2) Pengaturan sistem yang memanfaatkan badan jalan hanya

diperbolehkan pada ruas jalan dengan fungsi jalan kolektor dan/atau

lokal dengan memperhatikan kondisi jalan dan lingkungannya,

kondisi lalu lintas, aspek keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu

lintas;

(3) Desain parkir yang memanfaatkan badan jalan dilakukan dengan

penentuan sudut parkir, pola parkir, dan larangan parkir;

(4) Rencana sistem parkir di luar badan jalan ditempatkan berdasarkan

fasilitas parkir untuk umum dan fasilitas parkir sebagai penunjang;

(5) Fasilitas parkir untuk umum direncanakan disepanjang Jalan

Mangunsarkoro, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Dr. Muwardi;

(6) Fasilitas parkir sebagai penunjang ditempatkan di pusat-pusat

pendidikan, kesehatan, dan perkantoran serta fasilitas umum lainnya;

(7) Desain parkir di luar badan jalan terdiri taman parkir dan gedung

parkir menurut kriteria tertentu.

Paragraf 4

Rencana Fasilitas Perlengkapan Jalan

Pasal 55

(1) Rencana fasilitas perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud Pasal 46

ayat (2) huruf d, terdiri dari :

a. zebra cross;

b. zona selamat sekolah (ZOSS);

c. rambu lalu lintas;

d. alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL); dan

e. fasilitas penerangan jalan.

(2) Rencana penyediaan zebra cross sebagaimana dimaksud ayat (1)

huruf a ditempatkan di beberapa lokasi pada ruas Jalan Dr. Muwardi,

Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan

Arif Rahman Hakim, Jalan Raya Bandung, dan Jalan Abdullah Bin

Nuh;

(3) Rencana penyediaan Zona Selamat Sekolah (ZOSS) sebagaimana

dimaksud ayat (1) huruf b ditempatkan pada ruas-ruas jalan yang

terdapat fasilitas pendidikan, yaitu di Jalan Siliwangi, Jalan

Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan Arif

Rahman Hakim, dan Jalan HOS Cokroaminoto;

(4) Rencana penyediaan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat

(1) huruf c ditempatkan diseluruh jaringan jalan;

42

(5) Rencana penyediaan fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)

sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d ditempatkan pada titik-titik

persimpangan jalan;

(6) Rencana penyediaan fasilitas penerangan jalan sebagaimana

dimaksud ayat (1) huruf e ditempatkan diseluruh jaringan jalan.

Paragraf 5

Rencana Rute Angkutan Umum

Pasal 56

(1) Rencana rute angkutan umum sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat

(2) huruf e, dilakukan melalui optimalisasi rute angkutan angkutan

umum yang sudah ada dengan mempertimbangkan kapasitas jalan;

(2) Penambahan dan perubahan rute angkutan umum ditetapkan

kembali sesuai dengan perkembangan kawasan dan diatur lebih

lanjut dalam rencana routing angkutan umum oleh instansi teknis;

Paragraf 6

Rencana Pengembangan Angkutan Kereta Api

Pasal 57

(1) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api sebagaimana dimaksud

Pasal 46 ayat (2) huruf f, dilakukan melalui peningkatan operasional

dan perbaikan sarana serta prasarana perkeretaapian;

(2) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api sebagaimana dimaksud

ayat (1) dilakukan melalui :

a. peningkatan operasional Kereta Api, yaitu pembukaan jalur Kereta

Api Bandung – Sukabumi – Bogor untuk keperluan angkutan orang

dan barang maupun angkutan keperluan wisata;

b. perbaikan sarana dan prasarana Kereta Api, yaitu perbaikan

Statsiun Kereta Api, perbaikan rel Kereta Api, dan pemanfaatan

lahan disekitar stasiun Kereta Api untuk mendukung kelancaran

dan kenyamanan pengguna Kereta Api;

c. mempertahankan bangunan, sarana maupun prasarana

perkeretaapian yang mempunyai nilai sejarah.

(3) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api diatur lebih lanjut

dalam rencana operasional perkerataapian oleh PT. Kereta Api

Indonesia.

Paragraf 7

Rencana Jalur Pejalan Kaki

Pasal 58

(1) Rencana jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2)

huruf g, berupa ruang pejalan kaki di sisi jalan, ruang pejalan kaki di

bangunan, ruang pejalan kaki di RTH, ruang pejalan kaki di atas

tanah (penyeberangan diatas);

43

(2) Rencana penyediaan ruang pejalan kaki di sisi jalan sebagimana di

maksud ayat (1) diarahkan pada semua ruas jalan utama pembentuk

struktur ruang pusat kegiatan/pelayanan yaitu Jalan Ir. H. Juanda,

Jalan Dr. Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan

Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis

Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh,

Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria

Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan Suroso;

(3) Rencana penyediaan ruang jalur pedestriaan di sisi bangunan

sebagaimana di maksud ayat (1) diarahkan pada pusat-pusat kegiatan

strategis yaitu di kawasan komesil, pusat pemerintahan dan

perkantoran, kawasan pendidikan, kesehatan, dan terminal;

(4) Rencana penyediaan jalur pejalan kaki di tepi jalan utama diarahkan

memiliki lebar 1,5 – 3 (satu koma lima sampai tiga) meter, berupa

paving block dan jalur pejalan kaki di depan bangunan ruko dan

pertokoan di arahkan memiliki lebar 1 - 2 (satu sampai dua) meter

berupa paving block.

Paragraf 8

Rencana Pengembangan Jalur Sepeda

Pasal 59

(1) Rencana penyediaan jalur sepeda sebagaimana dimaksud Pasal 46

ayat (2) huruf h, dipadukan dengan rencana pengembangan jalur

pejalan kaki di kawasan pusat kota yaitu mulai dari Jalan Siliwangi –

Jalan Siti Jenab – Jalan Oto Iskandar Dinata II - Jalan Ir. H. Juanda -

Jalan Dr. Muwardi – Jalan Prof Moch Yamin – Jalan Arif Rahman

Hakim, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Abdullah Bin Nuh;

(2) Rencana penyediaan jalur sepeda sebagaimana dimaksud ayat (1),

tercantum dalam peta Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga

Rencana Sistem Jaringan Utilitas

Paragraf 1

Rencana Sistem Jaringan Listrik/Energi

Pasal 60

(1) Rencana sistem jaringan utilitas berupa rencana sistem jaringan

listrik/energi sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (3) huruf a,

yaitu :

a. sistem jaringan listrik dikembangkan dengan memperhatikan

aspek terpenuhinya kebutuhan dan terjaminnya ketersediaan

energi listrik;

44

b. pengembangan jaringan listrik diarahkan pada lokasi-lokasi

pengembangan kegiatan/zona peruntukan baru yaitu di blok B.2

dan B.3 Desa Sukataris dan Desa Bojong, blok B.3 dan B.4 Desa

Sabandar dan Desa Sukamanah, blok C.1 Desa Sukamaju, blok

D.3 Desa Mekarsari dan Desa Limbangansari, blok E.1 Desa

Nagrak dan Desa Rancagoong serta blok E.2 Desa Sirnagalih

melalui penyambungan jaringan yang ada dengan mengikuti

jaringan listrik yang sudah ada;

c. membangun jaringan pemancang listrik dengan mengikuti koridor

sistem jaringan jalan yang terhierarki sesuai dengan klasifikasi

jalan serta mengarahkan pengembangan infrastruktur kelistrikan

sesuai dengan pola pengembangan ruang aktifitas perkotaan;

d. pola jaringan kabel listrik tegangan tinggi (SUTT) dan kabel listrik

tegangan ekstra tinggi (SUTET) dapat melintasi daerah tertentu dan

diatur pengamanannya terhadap lingkungan yaitu 25 (dua puluh

lima) meter ke samping dan di sisi jaringan tersebut harus bebas

bangunan untuk dijadikan jalur hijau tanpa bangunan;

e. pola jaringan kabel listrik tegangan menengah dan rendah

direncanakan disisi kiri jalan satu jalur dengan pipa air minum di

bawah tanah;

f. mengembangkan sistem listrik pra bayar.

(2) Rencana sarana Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di jalan Raya

Bandung blok B.2 Desa Bojong, di Jalan Perintis Kemerdekaan blok

C.1 Kelurahan Sayang dan di blok C.2 Desa Sirnagalih, di Jalan

Abdullah Bin Nuh blok E.1 Kelurahan Sawahgede, di Jalan Ir. H.

Juanda blok D.1 Desa Mekarsari, dan di Jalan Halte - Maleber blok

B.3 Desa Sabandar;

(3) Rencana Sarana Pengisian dan Pengiriman Bulk Elpiji (SPPBE) di

Jalan Pramuka blok B.2 Desa Bojong dan di Jalan Abdullah Bin Nuh

blok E.1 Kelurahan Sawahgede;

(4) Merelokasi SPBU Joglo yang berada di persimpangan Jalan Siliwangi –

Jalan Pangeran Hidayatulloh ke Jalan Halte - Maleber blok B.3 Desa

Sabandar;

(5) Rencana pengembangan jaringan energi listrik sebagaimana

dimaksud ayat (1), tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2

Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 61

(1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud Pasal

46 ayat (3) huruf b dilakukan melalui pemenuhan terhadap jaringan

telepon menara telekomunikasi, dan internet atau jaringan nirkabel;

45

(2) Rencana pengembangan jaringan telepon meliputi :

a. pengembangan Sentral Telepon Otomat (STO);

b. pembangunan jaringan telekomunikasi mengikuti jaringan jalan

utama dan berhierarki sesuai dengan klasifikasi jalan dengan

cakupan pelayanan ke seluruh pusat pelayanan dan wilayah

pengembangan;

c. pengembangan jaringan instalasi telekomunikasi dilakukan di

bawah tanah dengan mengikuti pola jaringan jalan sisi jalan dan

tidak satu lajur dengan jaringan pipa air minum atau dengan

jaringan kabel listrik;

d. kabel primer ataupun kabel sekunder bawah tanah diwajibkan

ditempatkan dalam satu box utilitas telepon khusus.

(3) Rencana pengaturan menara telekomunikasi meliputi :

a. pelarangan terhadap pembangunan menara tower seluler baru

terutama di kawasan perumahan padat, kawasan perdagangan,

kawasan pendidikan dan fasilitas umum serta fasilitas sosial,

kecuali menara penyiaran (broadcasting) dan bangunan menara

telekomunikasi khusus;

b. menara tower seluler yang telah berdiri di kawasan permukiman

padat, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan dan fasilitas

umum serta fasilitas sosial apabila masa sewa tanah dengan

pemilik tanahnya telah habis, tidak diperkenankan untuk

diperpanjang pemakaiannya, serta apabila secara teknis

memungkinkan dapat dikembangkan pemanfaatan menara tower

seluler secara bersama;

(4) Rencana penggunaan menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud

ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Rencana Induk Menara

Telekomunikasi oleh instansi teknis;

(5) Peningkatan prasarana internet dilakukan melalui pemanfaatan titik-

titik akses internet di pusat-pusat kegiatan seperti perkantoran,

pendidikan, perdagangan, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial;

(6) Rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1)

tercantum dalam peta Lampiran XIX yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3

Rencana Sistem Jaringan Air Minum

Pasal 62

(1) Rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat

(3) huruf c meliputi :

a. rencana penyediaan air minum sistem perpipaan;

b. rencana penyediaan air minum sistem non perpipaan; dan

c. rencana penambahan kapasitas air baku.

46

(2) Rencana penyediaan air minum sistim perpipaan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :

a. sesuai dengan target pelayanan air bersih di daerah perkotaan

sebesar 80 % (delapan puluh persen) maka perlu adanya

penambahan kapasitas sumber air baku Mata Air Cirumput, Mata

Air Cilembang, Mata Air Selakawung, Sumur Bor Gombong, Sumur

Bor Munjul, dan Sumur Bor Pesona Indah ;

b. membangun jaringan transmisi dan jaringan pipa distribusi

melalui jaringan pipa primer dan jaringan pipa sekunder dan

jaringan pipa tersier yang merupakan jaringan perpipaan/saluran

yang langsung ke konsumen atau ke rumah;

c. pola pengembangan jaringan distribusi air bersih diarahkan sesuai

dengan pola kemiringan lahan, sehingga untuk memperkuat aliran

air bersih diperlukan instalasi penguat aliran air bersih transmisi

dan distribusi masing-masing di D.1 Panembong, blok A.

Limbangansari, dan direncanakan di blok B. 3 Sabandar, blok C.1

Sukamaju;

d. pengembangan jaringan distribusi air bersih diprioritaskan pada

penyediaan jaringan distribusi air bersih bagi kawasan komersil,

fasilitas umum dan daerah pengembangan yang belum terlayani

serta pada zona kegiatan baru yang akan dikembangkan di seluruh

kawasan perkotaan yaitu blok B.2 dan B.3 Desa Sukataris dan

Desa Bojong, blok B.3 dan B.4 Desa Sabandar dan Desa

Sukamanah, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.3 Desa Mekarsari

dan Desa Limbangansari, blok E.1 Desa Nagrak dan Desa

Rancagoong, dan blok E.2 Desa Sirnagalih;

e. membangun dan mengembangkan jaringan distribusi air bersih

dengan mengikuti koridor, sistim jaringan jalan yang berheirarki

sesuai dengan klasifikasi jalan dan mengarahkan pengembangan

jaringan distribusi pipa air bersih di sisi kiri jalan serta diarahkan

di bawah tanah dalam box utilitas;

f. pembangunan Hidran Umum (HU) direncanakan pada daerah yang

memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu di blok A.1

Kelurahan Muka, blok A.2 Kelurahan Bojongherang, blok A.3

Kelurahan Pamoyanan dan Solokpandan, blok A.4 Kelurahan

Sayang dan blok A.5 Kelurahan Sawahgede serta diarahkan pada

kawasan pengembangan zona perumahan di seluruh perkotaan;

(3) Rencana penyediaan air bersih sistem non perpipaan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :

a. penyediaan air bersih secara komunal melalui pembangunan

Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS) dengan sumber air baku

berasal dari air permukaan dan air tanah di blok D.1 Kelurahan

Bojongherang dan Desa Babakankaret, blok B.4 Desa Sukamanah,

dan blok C.2 Desa Sirnagalih;

47

b. penyediaan air bersih secara individual melalui pembangunan

sumur-sumur dangkal yang memenuhi persyaratan teknis maupun

hygienis.

(4) Rencana penambahan kapasitas air baku sebagaimana dimaksud ayat

(1) huruf c adalah peningkatan debit sumber air baku dari 400

liter/detik menjadi 700 liter/detik sampai akhir tahun perencanaan;

(5) Penyuluhan kepada masyarakat pemakai tentang penggunaan air

tanah yang baik serta usaha melestarikan sumber air permukaan dan

air tanah dengan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah dan

pembuatan sumur-sumur resapan serta pembatasan pembuatan

sumur dalam diseluruh kawasan perkotaan;

(6) Rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tercantum dalam peta Lampiran XX yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4

Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah

Pasal 63

(1) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah sebagaimana

dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf d, meliputi:

a. rencana penangan dan pengolahan limbah domestik;

b. rencana penangan dan pengolahan limbah non domestik.

(2) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah domestik

sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi:

a. rencana penanganan limbah domestik melalui penggunaan tangki

septik konvensional secara individual;

b. rencana penanganan limbah domestik melalui penggunaan tangki

septik konvensional secara komunal.

(3) Rencana penanganan dan pengelolaan limbah domestik melalui

penggunaan tangki septik konvensional secara individual

sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a diarahkan di blok A.5

Kelurahan Sawahgede, B.2 Desa Bojong, blok C.1 Desa Sukamaju,

blok D.1 Kelurahan Bojongherang, dan blok E.2 Desa Sirnagalih;

(4) Rencana penanganan dan pengelolaan limbah domestik melalui

penggunaan tangki septik konvensional secara komunal sebagaimana

dimaksud ayat (2) huruf b diarahkan di blok A.4 Kelurahan Sayang,

blok E.1 Desa Nagrak, dan blok B.3 Desa Sabandar;

(5) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah non domestik

sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b yaitu pengolahan limbah

untuk kegiatan rumah sakit, sarana umum, komersial, dan

pemerintahan yang di arahkan untuk memiliki instalasi pengolahan

air limbah (IPAL) tersendiri sesuai dengan jenis dan karakteristik

limbah yang dihasilkan;

48

(6) Rencana pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tercantum dalam peta Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 5

Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan

Pasal 64

(1) Rencana sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud

Pasal 45 ayat (3) huruf e, dilakukan terhadap sampah organik

maupun sampah anorganik secara off – site, yaitu pewadahan

sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah dan

pengangkutan sampah untuk kemudian dibuang di Tempat TPA

Sampah;

(2) Pengembangan pengelolaan persampahan dengan menggunakan

sistem 3 R (Reduce, Reuse, Recycle);

(3) Sampah yang berasal dari Rumah Sakit harus diolah terlebih dahulu

dengan incinerator sebelum dibuang ke TPA Sampah;

(4) Optimalisasi pemanfaatan TPA Sampah Pasirsembung dilakukan

sebelum TPA Sampah di Desa Mekarsari Kecamatan Cikalongkulon

layak operasi;

(5) Meningkatkan jangkauan pelayanan persampahan ke seluruh

kawasan perkotaan melalui penambahan armada pengangkutan

sampah serta penambahan sarana dan prasarana persampahan di

setiap desa/kelurahan;

(6) Rencana penempatan TPS Sampah melalui container natau transfer

dipo diarahkan di blok A.1 Kelurahan Bojongherang, blok A.2

Kelurahan Pamoyanan, blok A,3 Kelurahan Sayang, dan blok A.5

Kelurahan Sawahgede;

(7) Rencana TPSS permanen diarahkan di blok B.3 Desa Bojong, blok D.1

Kelurahan Bojongherang, blok D.3 Desa Mekarsari, blok C.1 Desa

Sukamaju, dan blok E.1 Desa Rancagoong;

(8) Melakukan kerjasama pengelolaan sampah dengan pihak ketiga

dengan prinsip saling menguntungkan;

(9) Rencana pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud ayat (1)

tercantum dalam peta Lampiran XXII yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Paragraf 6

Rencana Sistem Drainase

Pasal 65

(1) Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3)

huruf f, dilakukan melalui :

49

a. pemeliharaan saluran-saluran yang mengalami penyumbatan baik

oleh sampah maupun endapan sedimentasi dan sering terjadi

banjir di musim penghujan, seperti di persimpangan Jalan Ir. H.

Juanda dan Jalan Oto Iskandar Dinata II (Selakopi), Jalan Oto

Iskandar Dinata I, Perempatan Harimat, Jalan Rumah Sakit, Jalan

Aria Wiratanudatar (Muka), dan semua saluran tersier yang berada

di kawasan permukiman;

b. rehabilitasi saluran dilakukan dengan melakukan pelebaran

saluran seperti di Jalan Siti Bodedar, Jalan Rumah Sakit, Jalan

Abdullah Bin Nuh (depan BLK), dan pertigaan Jalan Barisan

Banteng - Jalan Arif Rahman Hakim (Pasarsuuk);

c. penambahan saluran baru terutama di sepanjang Jalan Pangeran

Hidayatulloh, Jalan Siliwangi (mulai pertigaan Jalan Aria

Cikondang sampai Cikaret), Jalan Perintis Kemerdekaan, dan di

sepanjang rencana jalan di seluruh kawasan perkotaan;

(2) Pembangunan saluran drainase dilakukan secara terpadu dengan

pembangunan jalan dengan memperhatikan kondisi kemiringan lahan

dan daerah tangkapan air (catchment area);

(3) Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum

dalam peta Lampiran XXIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan

Daerah ini.

Paragraf 7

Rencana Jalur Evakuasi Bencana

Pasal 66

(1) Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana sebagaimana

dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf g, meliputi:

a. rencana pengembangan jalur evakuasi;

b. rencana melting point (titik pertemuan).

(2) Jalur evakuasi bencana harus dapat di akses dengan mudah sehingga

jalur evakuasi akan di arahkan pada jalan-jalan utama pembentuk

struktur ruang kawasan perkotaan yang meliputi Jalan Ir. H. Juanda,

Jalan Dr. Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan,

Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis

Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh,

Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria

Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan Suroso;

(3) Rencana melting point (titik pertemuan) untuk evakuasi bencana akan

di arahkan pada zona sarana umum seperti bangunan sekolah,

bangunan pemerintahan, bangunan serbaguna, lapangan olah raga,

gedung olahraga dan ruang terbuka hijau;

(4) Arahan melting point (titik pertemuan) harus dapat diakses dengan

mudah oleh seluruh kawasan atau blok;

50

(5) Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), tercantum dalam peta Lampiran XXIV yang tidak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 8

Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran

Pasal 67

(1) Rencana sistem pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud Pasal

45 ayat (3) huruf h, meliputi:

a. pengembangan pos pemadam kebakaran di arahkan di sub pusat

pelayanan kawasan yaitu di Desa Sirnagalih blok C.2;

b. rencana penempatan hidran kebakaran di arahkan pada kawasan-

kawasan yang memiliki fungsi strategis dengan intensitas tinggi

seperti pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, pusat

pelayanan umum dan perumahan;

c. penyadaran kepada masyarakat dalam menjaga bahaya kebakaran

serta upaya-upaya penanggulangan bahaya kebakaran.

(2) Setiap bangunan gedung dan lingkungan yang berpotensi

menimbulkan bahaya kebakaran wajib menyediakan sistem proteksi

bahaya kebakaran;

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem proteksi bahaya kebakaran

sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah

tersendiri;

(4) Rencana pembangunan sistem penanggulangan kebakaran

sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilihat dalam peta Lampiran

XXV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB V

BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN

YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 68

(1) Bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya

merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke

dalam rencana penanganan bagian dari wilayah perencanaan yang

menjadi prioritas untuk ditangani;

(2) Bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya

berfungsi :

51

a. mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki,

mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/atau

melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang

dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan bagian dari wilayah

perencanaan lainnya;

b. sebagai dasar penyusunan rencana yang lebih teknis, seperti RTBL

dan rencana teknis pembangunan yang lebih rinci lainnya; dan

c. sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama

RDTR.

(3) Bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan berdasarkan:

a. tujuan penataan ruang wilayah perencanaan;

b. nilai penting di bagian dari wilayah perencanaan yang akan ditetapkan;

c. kondisi ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan di bagian dari wilayah perencanaan yang akan ditetapkan;

d. usulan dari sektor;

e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah perencanaan; dan

f. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Bagian Kedua

Bagian Wilayah Perencanaan Prioritas

Pasal 69

(1) Bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya

adalah sub BWP A yang merupakan pusat utama Kawasan Perkotaan

Cianjur yang perlu penanganan khusus sehubungan dengan nilai

penting dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya, dan daya

dukung lingkungan hidup;

(2) Sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi Kelurahan Pamoyanan, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan Bojongherang, sebagian Kelurahan Solokpandan, sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Sayang, dan sebagian Kelurahan Nagrak, dengan batas-batasnya meliputi :

a. sebelah utara dibatasi oleh Jalan Dr. Muwardi;

b. sebelah barat dibatasi oleh Jalan Abdullah Bin Nuh;

c. sebalah selatan dibatasi oleh Jalan Gatot Mangkupraja/Jalan Cageunang – Gang Al Mubarokah;

d. sebelah timur dibatasi oleh Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Prof. Moch Yamin.

(3) Tema penanganan sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1)

meliputi :

a. penataan/perbaikan/revitalasi lingkungan padat melalui Program

Penataan Lingkungan Berbasis Kawasan (P2LBK);

52

b. relokasi Pasar Induk Cianjur dan PKL sepanjang Jalan

Mangunsarkoro, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Suroso, Jalan

Moch Ali dan Pasar Bojongmeron ke Pasar Pasirhayam;

c. penataan lingkungan pusat pemerintahan (pendopo);

d. penataan/pembangunan lahan eks Pasar Induk Cianjur sebagai

Plasa kota;

e. penataan lapangan Prawatasari.

(4) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaiman dimaksud

ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XXVI yang tidak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

BAB VI

KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 70

(1) Dalam rangka mewujudkan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur disusun rencana indikasi program yang merupakan acuan semua pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta dalam pemrograman investasi yang meliputi :

a. indikasi program utama;

b. indikasi sumber pendanaan;

c. indikasi pelaksana kegiatan;

d. waktu pelaksanaan.

(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a

meliputi :

a. indikasi program perwujudan struktur tata ruang kawasan;

b. indikasi program perwujudan pola ruang kawasan;

c. indikasi program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan pengembangannya;

d. indikasi program pengendalian.

(3) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, terdiri atas dana pemerintah, pemerintah provinsi,

pemerintah daerah, swasta dan masyarakat;

(4) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c, terdiri atas pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat;

(5) Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d

ditetapkan dalam jangka 20 (dua puluh) tahun yang terbagi atas 4

(empat) tahapan meliputi :

a. tahap pertama, pada periode tahun 2013 - 2017, diprioritaskan

pada peningkatan fungsi dan pengembangan;

53

b. tahap kedua, pada periode tahun 2018 - 2022, diprioritaskan pada

peningkatan fungsi dan pengembangan;

c. tahap ketiga, pada periode tahun 2023 - 2027, diprioritaskan pada

pengembangan dan pemantapan;

d. tahap keempat, pada periode tahun 2028 - 2033, diprioritaskan

pada pemantapan.

(6) Rencana indikasi program sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum

dalam tabel Lampiran XXVII yang tidak terpisahkan dari Peraturan

Daerah ini.

Bagian Kedua

Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Tata Ruang Kawasan

Pasal 71

(1) Indikasi program perwujudan struktur ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf a terdiri atas:

a. tahap perencanaan;

b. tahap pembangunan.

(2) Program perwujudan struktur ruang kawasan tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi :

a. penyusunan RTBL sub BWP;

b. penyusunan rencana revitalisasi kawasan pusat kota;

c. penyusunan DED rencana jalan;

d. penyusunan DED sport center;

e. penyusunan DED zona industri.

(3) Program perwujudan struktur ruang kawasan tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi :

a. pembangunan prasarana dasar;

b. pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi;

(4) Pembangunan prasarana dasar sebagaimana dimaksud ayat (3)

huruf a terdiri atas :

a. pembangunan prasarana jalan :

1) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan kolektor primer;

2) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan lokal primer;

3) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan lingkungan;

b. pembangunan prasarana irigasi :

1) pemeliharaan jaringan irigasi;

2) pembangunan talud pengaman sungai;

3) pengerukan aliran sungai;

c. pembangunan prasarana kelistrikan :

1) pembangunan gardu listrik;

2) pengembangan jaringan listrik ke kawasan pengembangan baru;

54

d. pembangunan prasarana telekomunikasi :

1) pembangunan menara BTS bersama;

2) meningkatkan jangkauan jaringan telekomunikasi;

e. pembangunan pusat-pusat pelayanan :

1) pengembangan pusat-puast perdagangan dan jasa di pusat-

pusat pengembangan;

2) peningkatan pusat perdagangan dan jasa di pusat-pusat

pengembangan;

3) pengembangan sarana pendukung pertanian.

f. pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi :

1) sarana pendidikan :

a) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan pra sekolah di pusat-pusat permukiman;

b) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan dasar di pusat-pusat permukiman;

c) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan menengah pertama;

d) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan menengah atas;

e) pengembangan sarana pendidikan tinggi.

2) sarana kesehatan :

a) peningkatan sarana RSUD;

b) peningkatan pelayanan Puskesmas;

c) pembangunan sarana kesehatan skala lokal berupa balai

pengobatan, apotik, praktek bidan dan praktek dokter.

3) fasilitas perekonomian :

a) peningkatan fasilitas perekonomian di pusat pengembangan;

b) pembangunan fasilitas perekonomian perbankan dan

lembaga keuangan lainnya.

g. pembangunan utilitas :

1) pembangunan instalasi jaringan air minum yang meliputi

jaringan induk, jaringan sekunder, jaringan tersier dan fasilitas

Water Treatment Plan (WTP);

2) pembangunan pengolahan air kotor berupa instalasi air kotor

domestic komunal;

3) penyediaan sarana TPS Sampah;

4) pembangunan gardu induk listrik pembagi tegangan;

5) pembangunan jaringan kabel listrik sekunder dan tersier.

55

Bagian Ketiga

Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang Kawasan

Pasal 72

(1) Indikasi program perwujudan pola ruang kawasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf b terdiri atas :

a. tahap perencanaan;

b. tahap pembangunan.

(2) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi :

a. perencanaan RTBL kawasan pengembangan baru;

b. penyusunan AMDAL dan/atau UKL/UPL kawasan pengembangan baru.

(3) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi :

a. pengembangan zona resapan air;

b. penataan zona sempadan sungai dan sempadan irigasi;

c. pengembangan dan penataan hutan kota, taman kota, taman kecamatan, taman desa, dan taman lingkungan serta taman perumahan;

d. pengembangan RTH jalur hijau;

e. penataan pemakaman sebagai RTH;

f. penataan dan pengembangan lapangan olah raga sebagai RTH;

g. pembenahan bangunan-bangunan di area yang ditetapkan sebagai RTH;

h. pengembangan kawasan perumahan;

i. pembangunan utilitas, prasarana, dan sarana kawasan perumahan;

j. pengembangan dan penataan pasar tradisional;

k. pengembangan dan pembangunan pusat perbelanjaan;

l. pembangunan pergudangan;

m. pembangunan tempat relokasi PKL;

n. revitalisasi eks tambang.

Bagian Keempat

Indikasi Program Pengembangan Sub BWP

Yang Diprioritaskan Pengembangannya

Pasal 73

(1) Indikasi program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan

pengembangannya sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (2) huruf c

meliputi :

a. tahap perencanaan;

b. tahap pembangunan.

56

(2) Program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya

tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a

meliputi :

a. penyusunan RTBL sub BWP prioritas;

b. penyusunan DED, yang mencakup :

1) penataan lingkungan kumuh;

2) penataan pusat pemerintahan;

3) penataan eks Pasar Induk;

4) penataan Lapangan Prawatasari.

(3) Program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya

tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b

meliputi :

a. penataan kawasan kumuh;

b. relokasi Pasar Induk Cianjur;

c. penataan lingkungan Pendopo;

d. penataan Lapangan Prawatasari;

Bagian Kelima

Indikasi Program Pengendalian

Pasal 74

Indikasi program pengendalian sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (2)

huruf d meliputi :

a. penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang;

b. penyusunan mekanisme perizinan;

c. penyusunan mekanisme pelaporan.

d. pengaturan manajemen transportasi, yang meliputi :

1) penyediaan rambu-rambu pelengkap jalan;

2) pengaturan arus lalu lintas;

3) pengaturan perparkiran;

4) penyediaan dan pengaturan rute, jenis moda dan jumlah armada

angkutan umum;

5) penetapan lokasi pangkalan dan shelter pemberhentian angkutan

umum.

e. Pengaturan manajemen utilitas kota, yang meliputi :

1) pengaturan pengelolaan air minum :

a) pengontrolan pemakaian air minum dan kebocoran pipa

melalui sistem komputerisasi pemantauan geografis (Geographical

Monitoring System);

b) pembentukan organisasi pengelolaan air minum kawasan

berbasis masyarakat.

57

2) pengaturan pengelolaan air kotor :

a) optimalisasi IPLT Babakankaret;

b) pembentukan organisasi pengelolaan air kotor berbasis

masyarakat;

3) pengaturan pengelolaan persampahan :

a) penetapan sistem pengoperasian pengambilan sampah;

b) pembentukan organisasi pengelolaan persampahan tingkat

komunitas.

4) optimalisasi armada pemadam kebakaran :

a) penyediaan sarana dan prasarana pemadam kebakaran;

b) peningkatan sumber daya manusia pemadam kebakaran.

BAB VII

PERATURAN ZONASI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 75

(1) Zona pemanfaatan ruang merupakan karakteristik pemanfaatan

ruang yang terbagi ke dalam klasifikasi zona yang diperinci ke dalam

zona utama dan sub zona untuk setiap jenis pemanfaatan ruang;

(2) Peraturan zonasi sesuai rencana rinci tata ruang sebagaimana

dimaksud ayat (1) meliputi :

a. ketentuan peraturan zonasi untuk zona lindung;

b. ketentuan peraturan zonasi untuk zona budidaya;

c. ketentuan peraturan zonasi jaringan prasarana.

(3) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (2) memuat tentang :

a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

c. ketentuan tata bangunan;

d. ketentuan sarana dan prasarana minimal;

e. ketentuan pelaksanaan;

f. ketentuan pengaturan zonasi.

(4) Ketentuan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (1)

tercantum dalam table Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

58

Bagian Kedua

Daftar Kegiatan

Pasal 76

(1) Daftar kegiatan adalah rincian kegiatan yang ada, mungkin ada, atau

kegiatan yang mempunyai prospektif untuk dikembangkan dalam

suatu zona yang ditetapkan dan direncanakan;

(2) Daftar kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam

table Lampiran XXIX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah

ini.

Bagian Ketiga

Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

Pasal 77

(1) Ketentuan kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk mengatur

suatu kegiatan yang diizinkan atau I, diizinkan terbatas atau T,

diizinkan bersyarat atau B, dan tidak diizinkan atau X;

(2) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud

ayat (1) meliputi :

a. zonal lindung;

b. zona budidaya.

(3) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud

ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXX yang tidak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat

Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

Pasal 78

(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang merupakan ketentuan mengenai besaran pembangunan yang diperbolehkan dalam suatu zona berdasarkan :

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum;

b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum;

c. Ketinggian Bangunan maksimum;

d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum; dan

e. Koefisien Tapak Basement (KTB) maksimum.

(2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana ayat (1)

mencakup :

a. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona lindung;

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona budidaya.

(3) Ketentuan intesitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat

(1) dan (2) tercantum dalam tabel Lampiran XXXI yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

59

Bagian Kelima

Ketentuan Tata Bangunan

Pasal 79

(1) Ketentuan tata bangunan adalah pengaturan mengenai bentuk,

besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak

yang dikuasai;

(2) Bentuk, besaran dan peletakan bangunan sebagaimana dimaksud

ayat (1) mencakup arahan :

a. GSB) dan GSP;

b. tinggi bangunan; dan

c. jarak antar bangunan.

(3) GSB) dan GSP sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a meliputi :

a. berdasarkan fungsi jalan maka GSB dan GSP diatur sebagai

berikut :

1) garis sempadan muka bangunan dan sempadan samping

bangunan yang menghadap jalan ditetapkan 1/2 + 1 (setengah

ditambah satu) dari lebar ruang milik jalan (RUMIJA) atau 1/4

(satu per empat) dari daerah pengawasan jalan (RUWASJA);

2) garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 1,5 (satu

koma lima) meter dari dinding bangunan;

3) garis sempadan belakang rumah berjarak minimal 2 (dua) meter

dari dinding.

b. berdasarkan rencana peningkatan jaringan pergerakan maka

penetapan GSB dan GSP meliputi :

1) jalan arteri primer, GSB : 25 (dua puluh lima) meter dan GSP : 15

(lima belas) meter yang meliputi ruas Jalan Raya Sukabumi,

Jalan Lingkar Timur, rencana Jalan Lingkar Selatan, dan Jalan

Raya Bandung;

2) jalan arteri sekunder, GSB : 15,5 (lima belas koma lima) meter

dan GSP : 11,5 (sebelas koma lima) meter untuk ruas Jalan Dr.

Muwardi, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin,

Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan

Abdullah Bin Nuh, dan rencana jalan tembus antara Jalan

Lingkar Timur dan jalan tembus Lingkar Utara serta Lingkar

Barat;

3) jalan kolektor primer, GSB : 12 (dua belas) meter dan GSP : 8

(delapan) meter yang meliputi ruas Jalan Aria Wiratanudatar,

Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi,

Jalan Siti Jenab, Jalan Suroso, dan Jalan Ir. H. Juanda;

4) jalan lokal, GSB : 10 (sepuluh) meter dan GSP : 4 (empat) meter

yang meliputi seluruh ruas jalan yang tidak termasuk dalam

katagori jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan

kolektor primer;

60

5) jalan lingkungan, GSB : 4 (empat) meter dan GSP : 3 (tiga) meter

yang meliputi seluruh jaringan jalan lingkungan;

(4) Tinggi bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b yaitu

ketinggian minimum 4 (empat) meter dan ketinggian maksimum 40

(empat puluh) meter;

(5) Jarak antar bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c

meliputi :

a. bagian atau unsur bangunan yang terletak di depan GSB yang

masih diperbolehkan adalah :

1) detail atau unsur bangunan akibat keragaman rancangan

arsitektur dan tidak digunakan sebagai ruang kegiatan;

2) detail unsur bangunan akibat rencana perhitungan struktur dan

atau instalasi bangunan;

3) unsur bangunan yang diperlukan sebagai sarana sirkulasi.

b. ruang terbuka di antara daerah milik jalan (DMJ) dan GSB harus

digunakan sebagai unsur penghijauan dan/atau daerah peresapan

air hujan serta untuk kepentingan umum lainnya;

c. bangunan dengan tipe bangunan renggang atau tidak padat, sisi

bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak

dibangun pada kedua sisi samping kiri, kanan, atau bagian

belakang yang berbatasan dengan pekarangan;

d. jarak antara massa atau blok bangunan 1 (satu) lantai yang satu

dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling

minimum 3,5 (tiga koma lima) meter;

e. jarak antara masa atau blok bangunan 2 (dua) lantai yang satu

dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling

minimum 4,5 (empat koma lima) meter;

f. jarak antara masa atau blok bangunan 3 (tiga) lantai yang satu

dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling

minimum 5 (lima) meter;

g. setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 (nol koma lima)

meter.

Bagian Keenam

Ketentuan Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar Minimum

Pasal 80

(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan

dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang

nyaman dengan menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai

untuk mendukung berfungsinya zona secara optimal;

61

(2) Prasarana dasar minimum yang wajib (W) pada setiap zona

peruntukan meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan

persampahan, jaringan pengolahan limbah, jaringan listrik, jaringan

telekomunikasi, jaringan persampahan, jaringan pemadam

kebakaran, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau serta

sarana pelayanan umum seperti sarana peribadatan dan pos

keamanan;

(3) Ketentuan penyediaan prasarana dan sarana minimum untuk setiap

zona peruntukan sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) tercantum

dalam tabel Lampiran XXXII yang tidak terpisahkan dari Peraturan

Daerah ini.

Bagian Ketujuh

Ketentuan Variansi Pemanfaatan Ruang

Pasal 81

(1) Jenis variansi pemanfaatan ruang yang diperkenankan mencakup :

a. suatu kegiatan yang telah ada tidak bisa dimasukan dalam blok

zoning tertentu karena keterbatasan luasan lahan atau persil;

b. pemohon memiliki alasan khusus berkaitan dengan keadaan

kegiatan yang sudah ada sebelum peraturan zoning ditetapkan;

c. perubahan tersebut tidak merubah karakter lingkungan;

d. perubahan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan dan

perundangan yang lebih tinggi.

(2) Hal-hal yang diperkenankan dalam variansi pemanfaatan ruang

sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :

a. pembangunan perumahan swadaya di zona pertanian;

b. pembangunan perumahan di zona perdagangan dan jasa;

c. pembangunan kantor pemerintahan dan swasta di zona campuran;

d. pembangunan kegiatan komersil di jalan utama.

Bagian Kedelapan

Ketentuan Insentif dan Disintensif

Pasal 82

(1) Insentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan

pemanfaatan ruang dengan kriteria :

a. menyediakan lahan terbuka hijau yang melebihi dari batasan

minimal yang dipersyaratkan;

b. menyerahkan lahan dan atau bangunan untuk kepentingan umum

di luar kewajiban yang telah ditentukan;

c. menyediakan prasarana lingkungan untuk kepentingan umum di

luar kewajiban yang telah ditentukan;

d. kegiatan pembangunan yang dimohon mendorong percepatan

perkembangan wilayah.

62

(2) Pemberian Insentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati;

(3) Bentuk insentif dapat berupa:

a. keringanan retribusi;

b. pemberian kompensasi besaran KDB dan KLB;

c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur pendukung;

d. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

e. pemberian penghargaan kepada masyarakat dan swasta.

(4) Khusus pemberian insentif kompensasi besaran KDB dan KLB

ditetapkan Bupati setelah melalui kajian teknis dari BKPRD.

Pasal 83

(1) Disinsentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan

pemanfaatan ruang dengan kriteria :

a. membangun tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang;

b. pembangunan yang dilakukan memberikan dampak negatif bagi

perkembangan kawasan perkotaan.

(2) Pemberian disinsentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati;

(3) Bentuk disinsentif dapat berupa :

a. pembatasan penyediaan infrastruktur pendukung;

b. pengenaan kompensasi berupa penyediaan pencadangan lahan

(land banking system) dan/atau pembangunan prasarana kota;

c. pengenaan sanksi atau denda.

(4) Tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Bupati.

Bagian Kesembilan

Ketentuan Perubahan Peraturan Zonasi

Pasal 84

(1) Syarat umum ketentuan perubahan peraturan zonasi meliputi :

a. perubahan harus dilakukan untuk mengutamakan kepentingan

umum yang lebih luas;

b. perubahan harus dilakukan karena adanya perubahan peraturan

perundangan yang lebih tinggi dalam hirarkinya;

(2) Syarat khusus ketentuan perubahan peraturan zonasi, meliputi:

a. perubahan harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan

merupakan antisipasi pertumbuhan kegiatan ekonomi yang cepat;

b. perubahan tidak akan mengurangi kualitas lingkungan;

c. perubahan tidak akan mengganggu ketertiban dan keamanan;

d. perubahan tidak akan menimbulkan dampak yang mempengaruhi

derajat kesehatan;

63

e. perubahan berazaskan keterbukaan, persamaan, keadilan,

perlindungan hukum, mengutamakan kepentingan masyarakat

golongan ekonomi lemah;

f. hanya perubahan-perubahan yang tidak prinsipil saja yang dapat

ditoleransi.

g. perubahan peraturan zona hanya dilakukan untuk alasan :

1) terdapat kesalahan peta dan informasi;

2) peraturan yang ditetapkan berpotensi dapat menimbulkan

kerugian skala besar;

3) peraturan zonasi yang ditetapkan dapat menyebabkan kerugian

pada masyarakat;

h. perubahan peraturan zonasi yang dilakukan dapat memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat;

(3) Obyek perubahan peraturan zonasi meliputi :

a. bagian-bagian tertentu dari peta zonasi ;

b. peta zonasi secara keseluruhan;

c. bagian-bagian tertentu dari peraturan zonasi ;

d. peraturan zonasi secara keseluruhan.

(4) Prakarsa perubahan peraturan zonasi meliputi:

a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk

perorangan maupun badan hukum;

b. Pemerintah Daerah;

c. DPRD.

Bagian Kesepuluh

Ketentuan Perubahan Pemanfaatan Ruang

Pasal 85

(1) Prinsip umum dalam perubahan pemanfaatan ruang meliputi :

a. perubahan penggunaan lahan di kawasan lindung harus

memperhatikan kondisi fisik dan pemanfaatan ruang yang ada, dan

diusahakan seminimal mungkin tidak mengganggu fungsi lindung;

b. pada prinsipnya kawasan awal diupayakan tetap dipertahankan,

dan hanya dapat diubah ke fungsi budidaya lainnya berdasarkan

peraturan zonasi tiap zona yang bersangkutan.

(2) Permohonan perubahan penggunaan lahan dapat diizinkan bila

memenuhi dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

kemakmuran masyarakat; tidak merugikan masyarakat khususnya

golongan ekonomi lemah; tidak membawa kerugian pada Pemerintah

Daerah di masa kini dan masa mendatang; mendorong pertumbuhan

kegiatan ekonomi perkotaan; memperhatikan kelestarian lingkungan;

tetap sesuai dengan penggunaan lahan di blok peruntukan

sekitarnya, dan tidak hanya menguntungkan satu pihak;

64

(3) Dasar pertimbangan perubahan penggunaan lahan, antara lain:

a. ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan

rencana dengan pertimbangan pelaku pasar;

b. berdasarkan pemikiran bahwa tidak semua perubahan

pemanfaatan lahan akan berdampak negatif bagi masyarakat;

c. kecenderungan menggampangkan persoalan dengan cara

mengesahkan/melegalkan perubahan pemanfaatan lahan yang

menyimpang dari rencana kota pada evaluasi rencana.

(4) Jenis perubahan pemanfaatan ruang, meliputi :

a. perubahan sementara;

b. perubahan tetap;

c. perubahan kecil;

d. perubahan besar;

(5) Prakarsa perubahan pemanfaatan ruang dapat dilakukan oleh :

a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk

perorangan, badan hukum, maupun badan usaha;

b. Pemerintah Daerah;

c. DPRD.

Bagian Kesebelas

Penilaian dan Penetapan Dampak Pembangunan

Pasal 86

(1) Jenis dampak meliputi :

a. dampak lingkungan;

b. dampak lalu lintas;

c. dampak ekonomi;

d. dampak sosial.

(2) Prosedur penilaian, penanganan dan pengenaan biaya dampak:

a. masyarakat memantau, melaporkan pada instansi yang

berwenangan dalam penataan ruang atau pemerintah sendiri

melakukan pemantauan kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang

yang menimbulkan dampak;

b. pemerintah daerah membentuk tim penilai untuk melakukan

evaluasi dan penilaian dampak serta penetapan dampak yang

terjadi oleh pemanfaatan ruang tertentu;

c. tim penilai yang dibentuk menetapkan kategori dampak yang

ditimbulkan yaitu dampak lingkungan, sosial, lalu lintas, dan

ekonomi;

d. tim penilai menetapkan besarnya biaya dampak dan subyek yang

harus menanggung biaya dampak tersebut.

65

(3) Perhitungan biaya dampak

a. didasarkan pada perhitungan biaya dan manfaat dari suatu

pembangunan atau pemanfaatan ruang;

b. dampak dan manfaat yang dihitung didasarkan pada kriteria

dampak yang terkait dan yang telah ditetapkan.

(4) Prosedur pelaksanaan pengenaan biaya dampak:

a. penanganan dampak dilaksanakan/diterapkan pada saat

permohonan ijin dilakukan, selama proses

pembangunan/pemanfaatan ruang, dan selama berjalannya

kegiatan pemanfaatan ruang;

b. pengenaan biaya dampak dikenakan selama berjalannya kegiatan

pemanfaan ruang.

BAB VIII

KETENTUAN PERIZINAN

Bagian Kesatu

Izin Pemanfaatan Ruang

Pasal 87

(1) Perizinan adalah merupakan salah satu alat pengendalian

pemanfaatan ruang yang bertujuan agar pemanfaatan ruang sesuai

dengan rencana tata ruang;

(2) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perizinan

yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan

peraturan perundang undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan

pemanfaatan ruang;

(3) Jenis perizinan pemanfaatan ruang, meliputi :

a. Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang;

b. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah;

c. Izin Lokasi;

d. Izin Penetapan Lokasi;

e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan

f. Izin lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang.

(4) Penjabaran dari setiap butir sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur

lebih lanjut dalam peraturan tersendiri;

(5) Pada daerah yang menjadi kewenangan provinsi maka perizinan harus

mendapat rekomendasi dari Gubernur.

66

BAB IX

SANKSI DAN KETENTUAN PIDANA

Pasal 88

Sanksi diberikan kepada orang atau badan hukum yang melakukan

pelanggaran berupa :

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan RDTR;

b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi ;

c. pemanfaatan ruang tanpa izin;

d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang

diterbitkan berdasarkan RDTR;

e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang

diterbitkan berdasarkan RDTR;

f. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang

tidak benar;

g. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang

oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai

milik umum.

Pasal 89

Mekanisme pemberian sanksi kepada pelanggar sebagaimana dimaksud

Pasal 87, adalah :

a. pelaksanaan sanksi diawali dengan peringatan/teguran bagi yang

dalam pelaksanaan pembangunannya tidak sesuai dengan rencana tata

ruang yang terdapat dalam Peraturan Daerah;

b. pengenaan sanksi dilaksanakan setelah diberikan peringatan/teguran

sebanyak-banyaknya tiga kali dalam kurun waktu tiga bulan sejak

dikeluarkannya peringatan/teguran pertama.

Pasal 90

Bentuk sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 89, adalah :

a. sanksi administratif, dapat berupa tindakan pembatalan izin dan

pencabutan hak, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang

yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan

ruang;

b. sanksi perdata, dapat berupa tindakan pengenaan denda atau

pengenaan ganti rugi, yang dikenakan atas pelanggaran penataan

ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok

orang atau badan hukum;

c. sanksi pidana, dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan, yang

dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat

terganggunya kepentingan umum.

67

Pasal 91

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 90 huruf a

dilakukan secara berjenjang dalam bentuk :

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum;

d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin;

f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;

h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau

i. denda administratif.

(2) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 huruf c, berupa

kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak

Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah

pelanggaran;

(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penerimaan

daerah dan disetorkan ke rekening Kas Daerah;

(5) Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini diatur lebih lanjut oleh

Bupati.

BAB X

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 92

(1) PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang

khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana

di bidang tata ruang.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau

laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang

atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen

lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti

pembukuan, pencatatan dokumen-dokumen, serta melakukan

penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

68

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melakukan tugas

penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan

atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan

memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa

sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang

tata ruang;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan

tindak pidana di bidang tata ruang menurut peraturan

perundangan yang berlaku.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya

kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XI

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 93

Dalam penataan ruang kawasan, setiap orang berhak untuk :

a. mengetahui rencana tata ruang kawasan daerah;

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang

kawasan;

c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata

ruang kawasan;

d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap

pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan;

e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan

yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan kepada pejabat

yang berwenang; dan

f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau

pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai

dengan rencana tata ruang kawasan menimbulkan kerugian.

Pasal 94

Dalam pemanfaatan ruang kawasan, setiap orang berkewajiban untuk :

a. mentaati rencana tata ruang kawasan yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang kawasan dari pejabat berwenang;

69

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang kawasan;

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan

e. berperan serta dalam pembangunan sistem informasi tata ruang.

Pasal 95

Peranserta masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat dilakukan melalui :

a. peranserta dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan;

b. peranserta dalam pemanfaatan ruang; dan/atau

c. peranserta dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 96

(1) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyusunan rencana tata

ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf a dapat

berbentuk :

a. pemberian kejelasan hak atas ruang;

b. pemberian informasi, saran, pertimbangan, dan pendapat dalam

penyusunan rencana ruang kawasan;

c. pemberian tanggapan terhadap rencana tata ruang kawasan;

d. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan tata ruang

kawasan;

e. bantuan tenaga ahli, dan/atau

f. bantuan pembiayaan.

(2) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pemanfaatan ruang

kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf b dapat berbentuk :

a. pemanfaatan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan,

agama, adat istiadat yang berlaku;

b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan

pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan;

c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata

ruang kawasan;

d. konsolidasi pemanfaatan ruang untuk tercapainya pemanfaatan

ruang kawasan yang berkualitas;

e. perubahan/konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana

tata ruang kawasan;

f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknis

dalam pemanfaatan ruang kawasan, dan/atau

g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian

fungsi lingkungan kawasan.

70

(3) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan

ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf c dapat

berbentuk :

a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan;

b. pemberian informasi/laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang

kawasan;

c. bantuan pemikiran/pertimbangan dalam kegiatan pemanfaatan

ruang kawasan; dan/atau

d. peningkatan kualitas pemanfaatan ruang kawasan.

(4) Peran masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat disampaikan

secara langsung dan/atau tertulis;

(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 95 disampaikan

kepada Pemerintah Daerah.

Pasal 97

(1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah

dapat membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaran

penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;

(2) Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 98

(1) RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur memiliki jangka waktu 20 (dua

puluh) tahun sejak ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat

ditinjau 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan

bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial

wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RDTR ini dapat

ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;

(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud ayat (2) juga dilakukan

apabila terjadi perubahan RTRW yang mempengaruhi wilayah

perencanaan RDTR atau terjadi dinamika internal kabupaten/kota

yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain

berkaitan dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi

yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.

71

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 99

(1) Jangka waktu RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur adalah 20 (dua

puluh) tahun berlaku semenjak tanggal diundangkannya Peraturan

Daerah ini;

(2) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang

yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan

dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian

pemanfaatan ruang;

(3) Pemanfaatan ruang yang sah menurut rencana tata ruang

sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk

penyesuaian.

Pasal 100

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Bupati

Cianjur Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Atas

Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2004 tentang RDTR Kota

Cianjur 2003 – 2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;

Pasal 101

Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah

Kabupaten Cianjur.

Ditetapkan di : Cianjur

Pada Tanggal :

BUPATI CIANJUR

H. TJETJEP MUCHTAR SOLEH

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

NOMOR : TAHUN 2014

T E N T A N G RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR

TAHUN 2013 - 2033

I. Umum

Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dijelaskan bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota ke dalam rencana distribusi pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan perkotaan maupun kawasan fungsional kabupaten.

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan wadah spasial dari pembangunan di bidang ekonomi dan pembangunan bidang sosial budaya. Oleh karena itu, penataan ruang merupakan wadah dari keterpaduan pembangunan di bidang ekonomi dan sosial budaya tersebut, harus dilakukan secara serasi, selaras, dan seimbang serta berkelanjutan.

Pemanfaatan ruang secara serasi, selaras, dan seimbang adalah kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam pola pemanfaatan ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan, adalah kegiatan dalam penataan ruang harus dapat menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung sumber daya alam yang dimiliki.

Kawasan perkotaan Cianjur dalam rencana struktur ruang RTRW Kabupaten Cianjur 2011 – 2013 ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dan Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp), yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Cianjur, pusat kegiatan ekonomi dan sosial budaya, saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang terjadi akan berkonsekuensi terhadap aspek pemanfaatan ruang perkotaan yang semakin intensif, sehingga diperlukan perangkat pengendalian perkembangan perkotaan melalui penyusunan rencana rinci tata ruang yaitu RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur.

Dalam mengakomodir seluruh aktivitas masyarakat di Kawasan Perkotaan Cianjur tersebut, telah diwadahi melalui Peraturan Bupati Cianjur Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Atas Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2008 tentang RDTR Kota Cianjur Tahun 2003 – 2013.

Seiring dengan dinamika perkembangan yang terjadi, serta dikeluarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, dan diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Cianjur 2011 – 2031, maka peraturan penataan ruang dan kebijakan penataan ruang di Kawasan Perkotaan Cianjur perlu dilakukan revisi dan evaluasi serta perlu ditetapkan dalam peraturan yang baru.

Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, maka dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur substansinya dilengkapi dengan Peraturan Zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang, dan sekaligus menjadi dasar penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan bagi zona-zona yang diprioritaskan penanganannya.

II. Pasal demi pasal

Pasal 1

Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesamaan pengertian.

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Penentuan wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur di dasarkan kepada :

a. Deliniasi Kawasan Perkotaan Cianjur lampiran peta Pola Rauang RTRW Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031;

b. Perda Kabupaten Cianjur Nomor 13 Tahun 1999 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di Kabupaten Cianjur Daerah Tingkat II Cianjur;

c. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan.

Berdasarkan analisis terhadap factor-faktor fisik, sosial dan ekonomi; maka wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi administratif 3 (tiga) kecamatan, dan 21 (dua puluh satu) desa, yaitu di Kecamatan Cianjur sebanyak 11 (sebelas) desa, di Kecamatan Karangtengah 8 (delapan) desa, dan Kecamatan Cilaku 2 (dua) desa.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Batas-batas Sub BWP ditentukan berdasarkan batasan fisik yang mudah dikenali, baik berupa jalan (baik jalan yang sudah ada maupun jalan yang direncanakan), sungai/saluran irigasi, ataupun batas administrasi desa/kelurahan yang sudah ada.

Pasal 7

Ayat (1)

Pembagian Sub BWP ke dalam blok didasarkan kepada pertimbangan kesamaan fungsi atau pemanfaatan yang specifik dari masing-masing blok juga didasarkan kepada batas-batas fisik yang mudah dikenali dilapangan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Rencana pola ruang adalah arahan pemanfaatan ruang, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya. Pola ruang kawasan perkotaan Cianjur dikembangkan dengan sepenuhnya memperhatikan pola ruang wilayah yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Cianjur.

Pasal 11

Rencana zona lindung ditujukan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan wilayah dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan berpegang pada kenyataan bahwa dalam pembangunan telah menimbulkan masalah lingkungan, seperti bencana dan berkurangnya ketersediaan air baku, serta tingginya alih fungsi lahan berfungsi lindung untuk kegiatan budidaya.

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

RTH akan terbagi menjadi RTH publik dan RTH privat. Yang dimaksud RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum seperti RTH hutan kota, RTH taman kota, RTH jalur hijau, dan RTH pemakaman.

Yang dimaksud dengan RTH privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

RTH memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial dan ekonomi.

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Zona rawan bencana adalah suatu zona/kawasan atau wilayah yang memiliki ancaman atau gangguan baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam dan faktor sosial yang mana semua itu mengakibatkan korban jiwa,kerusakan lingkungan,kehilangan harta benda serta dampak psikologis.

Dalam UU No 26 Tahun 2010 tentang Penataan Ruang, kawasan rawan bencana termasuk dalam kawasan lindung. Sesuai dengan definisinya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sum sumberdaya buatan. Sehingga pada kawasan rawan bencana dilakukan pembatasan kegiatan atau tidak boleh dilakukan kegiatan budidaya.

Dalam UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pengertian kawasan rawan bencana diambil dari definisi “rawan bencana” pada UU tersebut yakni wilayah yang untuk jangka waktu tertentu tidak mampu mengurangi dampak buruk dari suatu bahaya (geologis, hidrologis, biologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi). Definisi ini sangat luas sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan rawan bencana adalah wilayah yang rentan terhadap perubahan yang merusak

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup Jelas

Pasal 24

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang dimaksud dengan :

a. Pusat perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertical maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang;

b. Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan sendiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departemen Store, Hypermart ataupun grosir yang berbentuk perkulakan;

c. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, modal kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar;

d. Rumah toko (ruko) adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya bangunan bertingkat dua hingga lima lantai, dimana lantai bawahnya digunakan sebagai tempat berusaha ataupun semacam kantor, sementara lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal.

Ruko biasanta berpenampilan sederhana dan sering dibangun bersama ruko-ruko lainnya yang mempunyai desain yang sama atau mirip sebagai suatu kompleks.

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26

Cukup Jelas

Pasal 27

Pembangunan dan peningkatan kualitas sarana pendidikan adalah:

a. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Dasar (SD) sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi dan tempat bermain/berolahraga

b. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat peribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, Ruang sirkulasi, Tempat bermain /berolahraga

c. Setiap 1 (satu) Bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, laboratorium fisika, , laboratorium Kimia ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat peribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, Ruang sirkulasi, Tempat bermain /berolahraga

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, karakteristik masing-masing fungsi jalan adalah :

a. Jalan kolektor primer :

1) jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota;

2) jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer;

3) jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam;

4) lebar jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 meter;

5) jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi, dan jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter;

6) kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat di izinkan melalui jalan ini;

7) persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas;

8) jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;

9) lokasi parkir pada jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak di izinkan pada jam sibuk;

10) harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintad dan lampu penerangan jalan;;

11) besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer;

12) dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

b. Jalan lokal :

1) jalan lokal adalah jalan melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya;

2) jalan lokal dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam;

3) Kendaraan angkutan barang dan bus dapat di izinkan melalui jalan ini;

4) Lebar badan jalan lokal tidak kurang dari 6 meter;

c. Jalan lingkungan :

1) jalan lingkungan di desain berdasarkan kecepatan rata-rata paling rendah 10 km/jam;

2) kendaraan angkutan berat dan bus tidak di izinkan melalui jalan ini;

3) besarnya lalu lintas yang melewati jalan ini paling rendah dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya.

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang atau barang serta pengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi.

Terminal type C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan.

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. 272/HK.105/DRJD/96 :

a. Sistem parkir di luar badan jalan untuk umum adalah tempat yang berupa gedung parkir atau taman parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan tersendiri, sedangkan fasilitas parkir off street sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa gedung parkir atau taman parkir yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama.

b. Sistem parkir yang memanfaatkan jalan atau on street adalah parkir yang memanfaatkan badan jalan. Penentuan sudut parkir on street ditentukan oleh lebar jalan, volume lalu lintas pada jalan yang bersangkutan; karakteristik kecepatan; dimensi kendaraan; sifat peruntukan lahan disekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.

Pasal 53

Yang di maksud dengan :

a. Zebra cross merupakan marka berupa 2 garis utuh melintang jalur lalu lintas dan/atau berupa rambu perintah yang menyatakan tempat penyeberangan pejalan kaki;

b. Zona selamat sekolah (ZOSS) adalah tanda berupa warna tertentu dibadan jalan yang menyatakan dilokasi tersebut terdapat fasilitas pendidikan yang bertujuan untuk keselamatan anak sekolah;

c. Rambu lalu lintas adalah bagian dari pelengkap jalan yang dapat berfungsi sebagai tanda untuk mengarahkan arus lalu lintas;

d. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) suatu tanda yang berada dipermukaan jalan atau diatas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas;

e. Fasilitas penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat diletakan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan/atau ditengah (dibagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan layang, jembatan dan jalan dibawah tanah.

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Yang dimaksud dengan ruang pejalan kaki adalah jaringan jalan pejalan kaki yang dapat mengakomodir kepentingan semua pejalan kaki, termasuk pejalan kaki yang memiliki keterbatasan fisik (disable) dan orang dengan keterbatasan kemampuan difable (different ability) diantaranya para penyandang cacat, lanjut usia, ibu hamil, ataupun anak-anak.

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Yang dimaksud :

a. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan perumahan, apartemen dan asrama;

b. Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari sisa produksi industri, sisa medis rumah sakit, hotek, perkantoran, dan perniagaan.

c. Septik tank biofil adalah septik tank yang dirancang khusus yang dirancang untuk dipergunakan bukan hanya sebagai penampung limbah saja namun diharapkan menjadi sistem pengolahan limbah domestik yang membantu mengurangi bahkan meniadakan pencemaran lingkungan terutama debit air dalam tanah.

Pasal 62

Proses pemilahan sampah organik dan non organik harus dilakukan mulai dari tempat penghasil sampah seperti kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, maupun fasilitas pelayanan umum sampai tempat pengolahan sampah mulai dari Depo – TPS – TPAS.

Incinerator (Medical Waste Incinerator) adalah mesin yang digunakan untuk membakar sisa sampah dari limbah medis rumah sakit atau pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.

Mengingat didalam kawasan perumahan padat sangat sulit untuk mendapatkan tanah, maka untuk menampung sampah sementara dapat dipergunakan container atau transfer dipo sebelum dibuang ke Tempat Pembuagnan Akhir Sampah (TPAS).

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Untuk mengurangi dampak bencana alam yang ditimbulkan, diperlukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana merupakan satu tahapan dalam menajemen kebencanaan. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana merupakan upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Evakuasi bencana merupakan kegiatan perpindahan secara langsung dan cepat dari penduduk yang menjauh dari ancaman atau kejadian yang sebenarnya dari bencana.menuju suatu tempat (titik) yang dianggap aman.

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Pasal 83

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup Jjlas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Cukup jelas

Pasal 96

Cukup jelas

Pasal 97

Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas

Pasal 101

Cukup jelas