Rencana an Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera

5

Click here to load reader

Transcript of Rencana an Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera

Page 1: Rencana an Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera

w.adiyoga/kass/september/2001

BAHAN PANEL DISKUSI

"RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS SAYURAN SUMATERA"

20-22 SEPTEMBER 2001

Gagasan untuk membentuk kawasan agribisnis sayuran pada dasarnya bukan merupakan usulan baru. Berbagai program pengembangan berkenaan dengan topik di atas sebenarnya telah dirintis, namun secara umum belum menunjukkan keberhasilan yang nyata. Salah satu penyebab utama kekurang-berhasilan program-program pengembangan tersebut adalah pilihan pendekatan pemecahan masalah yang cenderung simplistik dan lebih ditekankan pada penanganan masalah dari perspektif teknis (teknologi). Sementara itu, pemecahan masalah dari perspektif non-teknis (misalnya, kelembagaan) yang pada dasarnya merupakan salah satu penentu keberhasilan dan keberlanjutan program, seringkali kurang mendapat perhatian. Pendekatan yang bersifat komprehensif sangat diperlukan karena cepatnya perubahan lingkungan strategis (perubahan teknologi, kondisi/iklim ekonomi, struktur kelembagaan serta cara/metode pengelolaan agribisnis) akan mendorong terjadinya pergeseran-pergeseran dalam sistem agribisnis yang dicirikan oleh: (a) adopsi proses manufaktur dalam kegiatan produksi maupun prosesing, (b) penggunaan pendekatan sistem atau rantai pasokan (supply chain) terhadap kegiatan produksi dan distribusi, (c) perubahan sistem koordinasi pasar menjadi koordinasi negosiasi, (d) peranan yang lebih penting dari informasi, pengetahuan dan aset lunak (dibandingkan dengan aset keras, misalnya alat/mesin dan fasilitas), dalam upaya menekan biaya dan meningkatkan responsivitas, serta (e) peningkatan konsolidasi di semua tingkatan (level) yang memunculkan isu kekuatan dan pengendalian pasar.

Pergeseran-pergeseran tersebut menimbulkan tantangan dan peluang baru yang analisis dan implementasinya membutuhkan gagasan serta konsep “baru” pula. Gagasan dan konsep “baru” ini bukan merupakan hal yang telah diverifikasi secara empiris, tetapi pada dasarnya merupakan pemikiran-pemikiran yang diarahkan untuk menstimulasi (melalui diskusi dan dialog) pemikiran lain yang mungkin berbeda dan lebih baik. Sehubungan dengan topik kawasan agribisnis sayuran Sumatera, proses tersebut relevan sebagai upaya untuk memperkuat justifikasi rencana pengembangan.

• Pengelolaan usahatani dan agribisnis

Perubahan karakteristik produksi pertanian dan iklim ekonomi yang dikombinasikan dengan konsep baru pengelolaan/manajemen dan pemikiran strategis telah mengubah manajemen usahatani dan agribisnis. Berbagai perubahan tersebut mencakup:

GAGASAN, KONSEP DAN PEMIKIRAN

“LAMA” “BARU”

• Produk berupa komoditas umum • Produk berupa komoditas yang memiliki atribut spesifik atau dihasilkan dari bahan baku yang berbeda

Page 2: Rencana an Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera

w.adiyoga/kass/september/2001

• Produk memiliki segmen pasar luas/umum • Produk memiliki segmen pasar spesifik dan cenderung dipengaruhi trend

• Aset menghela usaha • Konsumen/pengguna menghela usaha

• Aset keras (lahan, alat/mesin, bangunan) merupakan sumber utama keunggulan kompetitif strategis

• Aset lunak (SDM, organisasi, rencana) merupakan sumber utama keunggulan kompetitif strategis

• Bermacam produk komoditas dari berbagai sumber • Pemisahan identitas produk komoditas

• Lokasi kegiatan produksi secara geografis terkonsentrasi

• Lokasi kegiatan produksi secara geografis terpisah-pisah atau terpencar

• Pemilikan aset • Pengendalian aset

• Dana/finansial/aset merupakan sumber utama kekuatan dan pengendalian

• Informasi merupakan sumber utama kekuatan dan pengendalian

• Tenaga kerja adalah biaya, sedangkan peralatan merupakan investasi

• Tenaga kerja adalah investasi, sedangkan peralatan merupakan biaya

• Menjual produk yang diikuti oleh jasa • Menjual jasa yang diikuti oleh produk

• Impersonal/pasar terbuka • Personal/negosiasi/pasar tertutup

• Membeli (outsourcing) dari berbagai sumber • Membeli (outsourcing) dari sumber tunggal

• Hubungan adversarial dengan pemasok dan pembeli • Hubungan kemitraan dengan pemasok dan pembeli

• Pembelian dan penjualan yang bersifat impersonal

• Pembelian dan penjualan yang berdasar hubungan personal (relationship)

• Memproduksi input sendiri • Membeli input dari luar

• Harga premium untuk pembelian atribut dan volume tertentu/spesifik

• Reduksi biaya untuk atribut spesifik dan jaminan pasar

• Risiko pasar (harga) • Risiko hubungan (relationship)

• Berdiri sendiri (independent) • Saling ketergantungan dalam suatu sistem (inter-dependence)

• Stabilitas • Perubahan/fleksibilitas

• Pertanian merupakan salah satu bentuk seni • Pertanian pada dasarnya merupakan kegiatan berbasis ilmu pengetahuan

• Keterampilan teknis diperlukan untuk mencapai keberhasilan

• Keterampilaan kemanusiaan/personal dan komunikasi diperlukan untuk mencapai keberhasilan

• Perubahan teknologi dan inovasi • Perubahan kelembagaan dan inovasi

• Informasi, penelitian dan pengembangan publik/terbuka

• Informasi, penelitian dan pengembangan privat/tertutup

• Memproduksi produk yang baik dan membuang produk yang jelek atau produk sampingan

• Memproduksi produk yang baik dan jelek, serta memanfaatkan atau mendaur ulang produk yang jelek atau produk sampingan

• Kebijaksanaan pertanian

Di dalam debat atau diskusi kebijaksanaan pertanian, berbagai perubahan cenderung lebih banyak dipandang dalam tataran persepsi, dibandingkan dengan tataran realita. Namun demikian, di dalam arena kebijaksanaan sebenarnya, persepsi seringkali dianggap sama penting (bahkan terkadang menjadi lebih penting) dibandingkan dengan realita. Berbagai perubahan yang seringkali perlu dipertimbangkan dalam diskusi-diskusi kebijaksanaan

Page 3: Rencana an Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera

w.adiyoga/kass/september/2001

pertanian yang kemudian akan berfungsi sebagai fasilitator, akomodator dan enforcer implementasi rencana pengembangan, diantaranya adalah:

GAGASAN, KONSEP DAN PEMIKIRAN

“LAMA” “BARU”

• Pertanian sebagai usahatani • Pertanian sebagai sistem produksi pangan dan distribusi

• Usahatani keluarga dan usahatani kecil • Usaha pertanian industrial/korporasi

• Pasokan yang tidak stabil (terutama untuk kebutuhan domestik)

• Pasokan yang lebih stabil (world-wide production)

• Pasar domestik adalah pasar utama • Pasar luar negeri dan industri merupakan target penting

• Membudi-dayakan komoditas • Memproduksi produk pangan secara semi-manufaktur

• Konsumen sangat menaruh perhatian terhadap biaya pangan tinggi dan kemungkinan kekurangan pangan

• Pengeluaran untuk pangan cenderung menurun di dalam anggaran konsumen dan adanya pasar global dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan pangan

• Konsumen percaya bahwa pangan yang dikonsumsi cenderung aman

• Konsumen akan selalu mempertanyakan keamanan pangan yang dikonsumsi

• Pengaruh politis cukup signifikan • Pengaruh politis terbatas

• Dana anggaran yang cukup untuk pertanian • Anggaran defisit dan semakin berkurangnya pendanaan untuk pertanian

• Petani secara ekonomis kurang diuntungkan • Tingkat pendapatan petani comparable dengan sektor lain

• Pendapatan usahatani merupakan parameter kesejahteraan

• Pendapatan rumah tangga tani merupakan parameter kesejahteraan

• Konservasi sumberdaya untuk memelihara/ meningkatkan produktivitas

• Penggunaan sumberdaya secara akrab lingkungan untuk mengurangi polusi

• Efisiensi • Ekologi

• Petani memiliki standar moral lebih tinggi dan etika kerja yang kuat

• Petani tidak berbeda dengan masyarakat lainnya dalam hal nilai, etika kerja dan standar moral

• Kesejahteraan ekonomi komunitas pedesaan tergantung pada kegiatan usahatani

• Kesejahteraan ekonomi komunitas pedesaan lebih tergantung pada kegiatan non-usahatani

• Daerah pedesaan memberikan kualitas hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan.

• Daerah pedesaan memberikan kualitas hidup yang lebih rendah atau tidak berbeda dibandingkan dengan daerah kota

Secara ringkas, berbagai hal di atas memberikan gambaran adanya perubahan yang cepat dan signifikan di sektor pertanian, baik dari sisi realita maupun sisi persepsi. Berbagai perubahan tersebut akan berdampak nyata terhadap keberhasilan strategi yang dipilih untuk mengelola agribisnis serta merancang kebijaksanaan pertanian ke depan. Sebagai contoh kasus, rencana pengembangan kawasan agribisnis sayuran Sumatera juga dapat memanfaatkan hasil diskusi gagasan dan konsep yang telah dikemukakan di atas untuk menyusun justifikasi penggembangan yang solid. Namun demikian, justifikasi solid tersebut

Page 4: Rencana an Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera

w.adiyoga/kass/september/2001

juga harus didukung oleh analisis kelayakan agribisnis yang akan dikembangkan. Tahapan ini perlu dilakukan untuk menghindarkan beban “biaya” akibat kemungkinan pengambilan keputusan yang salah.

• Analisis kelayakan agribisnis

Analisis kelayakan dapat dilaksanakan mengikuti tahapan: (a) analisis faktor-faktor yang memiliki pengaruh langsung, dan (b) analisis kondisi lingkungan. Secara ringkas, cakupan analisis kelayakan tersebut adalah sebagai berikut: A. Analisis faktor-faktor yang memiliki pengaruh langsung 1. Determinasi pasar – menentukan potensi pasar dari produk yang akan dihasilkan

• Konsumsi - menganalisis trend konsumsi dari produk usulan maupun produk saingan, dan menentukan kriteria bentuk, kualitas dan volume produk

• Pasar - menentukan jenis dan lokasi pasar, serta biaya yang dibutuhkan untuk melayani pasar-pasar potensial

• Sistem distribusi - menentukan jenis, metode dan biaya sistem distribusi produk

• Market entry - menentukan metode dan biaya pengenalan produk kepada konsumen

• Pembeli - menentukan jenis dan kriteria/persyaratan pembeli serta biaya proses penjualan produk kepada pembeli tersebut

• Cara penjualan - menentukan cara-cara penjualan, termasuk jadwal pengantaran, penentuan harga dan jadwal pembayaran

• Harga - memproyeksikan harga yang diharapkan untuk produk usulan

2. Pasokan bahan/produk baku - menentukan ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan

secara ekonomis

• Skala ekonomis minimal dari unit usaha - melakukan analisis biaya untuk unit usaha yang ada atau model simulasinya

• Kebutuhan dari unit usaha - menentukan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan untuk mendukung operasionalisasi unit usaha

• Ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan - menentukan ketersediaan bahan baku dari sisi kuantitas, serta mengestimasi harga yang sesuai dengan kualitas bahan baku yang dibutuhkan

• Jaminan pasokan - menentukan kontinuitas pasokan bahan baku sesuai dengan kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang.

3. Proses produksi - menentukan kebutuhan fasilitas, modal dan cara pendanaan, serta

potensi biaya dan pengembaliannya

Page 5: Rencana an Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera

w.adiyoga/kass/september/2001

• Kebutuhan fasilitas - menentukan fasilitas spesifik yang dibutuhkan untuk operasionalisasi unit usaha

• Kebutuhan investasi modal - menentukan kebutuhan investasi awal untuk mendanai fasilitas yang dibutuhkan

• Kebutuhan tenaga kerja - menentukan kuantitas dan jenis tenaga kerja spesifik yang dibutuhkan

• Biaya operasional - mengembangkan anggaran biaya yang mencakup biaya tenaga kerja dan manajemen, bahan baku, serta komponen yang bersifat tetap dan operasional

• Profitabilitas - menentukan keuntungan potensial melalui estimasi pengembalian dan membandingkannya dengan anggaran biaya, melakukan analisis titik impas dan menyiapkan lembaran proyeksi pendapatan serta lembaran aliran tunai

B. Analisis kondisi lingkungan 1. Ketersediaan lokasi - menentukan kelayakan lokasi unit usaha, baik dari sisi teknis

maupun ekonomis

2. Ketersediaan jasa pelayanan - menentukan kecukupan dan biaya yang diperlukan untuk jasa-jasa yang diperlukan, misalnya pelayanan finansial atau pelayanan pelatihan

3. Struktur pemerintahan - menentukan jenis kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi operasionalisasi unit usaha, misalnya kebijakan perpajakan atau kebijakan pewilayahan

4. Ketersediaan fasilitas transportasi - menentukan kecukupan dan biaya fasilitas transportasi yang dibutuhkan untuk operasionalisasi unit usaha

Kebutuhan untuk melakukan analisis kelayakan pada dasarnya berawal dari persepsi

bahwa pertanian adalah salah satu bentuk kegiatan ekonomi. Namun demikian, beberapa dekade terakhir ini semakin disadari bahwa nilai ekonomis bukanlah segalanya di dalam mengkaji keberhasilan pengembangan sektor pertanian. Spektrum nilai yang perlu dipertimbangkan secara simultan ternyata jauh lebih luas, bukan hanya nilai ekonomis, tetapi juga mencakup nilai ekologis, sosial, budaya dan etis. Sejalan dengan dinamika perubahan lingkungan strategis, posisi agribisnis berkenaan dengan nilai-nilai tersebut akan menjadi sangat penting di masa depan. Secara implisit, posisi tersebut menuntut perlunya perubahan pengambilan kebijakan yang bersifat reaktif menjadi pengambilan kebijakan proaktif, berdasarkan pemikiran dan tindakan berorientasi keberlanjutan. Hal ini juga selayaknya dipertimbangkan dalam proses perencanaan pengembangan kawasan agribisnis sayuran Sumatera.