Relevansi Post Washington Consensus Dengan Krisis Finansial Global

5
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia Page | 1 Ujian Tengah Semester Pembangunan Internasional Nama : Erika NPM : 0706291243 Apa relevansi post-Washington Consensus dengan krisis finansial global saat ini? Post-Washington Consensus merupakan otokritik pendekatan liberal atas kegagalan Washington Consensus dalam menjawab problem pembangunan di tingkat negara berkembang, khususnya Amerika Latin di tahun 1980-an dan Asia Timur penghujung tahun 1990-an. 1 Kritik terhadap Washington Consensus sendiri muncul karena dalam pelaksanaannya, Washington Consensus dinilai banyak memunculkan persoalan-persoalan sosial, yang disebabkan karena minimnya peran negara dalam pelaksanaan kegiatan perekonomian. Karenanya, Post Washington Consensus kemudian merupakan konsensus yang meyakini perlunya keterlibatan negara untuk mengembangkan sistem pasar dan pentingnya faktor non ekonomi dalam menjalankan tatanan sosial. 2 Pentingnya keterlibatan negara dalam mengembangkan sistem pasar ini berangkat dari kekhawatiran terkuasainya pasar oleh sekelompok orang tertentu karena informasi di dalamnya tidak tersebar secara merata, karena itu, keterlibatan pemerintah menjadi penting untuk membuat regulasi dan melakukan fungsi kontrol terhadap pasar. Walaupun sekilas terlihat memiliki banyak perbedaan mendasar dengan Washington Consensus, Post Washington Consensus tetap memegang Liberalisme sebagai prinsip pokok pemikirannya. Tokoh yang disebut-sebut banyak membentuk Post Washington Consensus adalah John Maynard Keynes dan Joseph Stiglitz. Keynes menyebutkan bahwa pasar merupakan sistem yang tidak stabil, sehingga diperlukan adanya intervesi langsung dari pemerintah. Sementara Stiglitz mengatakan bahwa negara dan pasar adalah dua aktor yang saling melengkapi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara. 3 Pemikiran Stiglitz ini terbukti pada fenomena pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia 1 Tim Penulis Centre for International Relations Studies (CIReS). Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia. (Serpong: Marjin Kiri, 2007), hal. 19. 2 Ibid, hal. 24. 3 Ibid, hal. 30.

Transcript of Relevansi Post Washington Consensus Dengan Krisis Finansial Global

Page 1: Relevansi Post Washington Consensus Dengan Krisis Finansial Global

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .

Universitas Indonesia

Page | 1

Ujian Tengah Semester Pembangunan Internasional

Nama : Erika

NPM : 0706291243

Apa relevansi post-Washington Consensus dengan krisis finansial global saat ini?

Post-Washington Consensus merupakan otokritik pendekatan liberal atas kegagalan

Washington Consensus dalam menjawab problem pembangunan di tingkat negara

berkembang, khususnya Amerika Latin di tahun 1980-an dan Asia Timur penghujung

tahun 1990-an.1 Kritik terhadap Washington Consensus sendiri muncul karena dalam

pelaksanaannya, Washington Consensus dinilai banyak memunculkan

persoalan-persoalan sosial, yang disebabkan karena minimnya peran negara dalam

pelaksanaan kegiatan perekonomian. Karenanya, Post Washington Consensus kemudian

merupakan konsensus yang meyakini perlunya keterlibatan negara untuk

mengembangkan sistem pasar dan pentingnya faktor non ekonomi dalam menjalankan

tatanan sosial.2 Pentingnya keterlibatan negara dalam mengembangkan sistem pasar ini

berangkat dari kekhawatiran terkuasainya pasar oleh sekelompok orang tertentu karena

informasi di dalamnya tidak tersebar secara merata, karena itu, keterlibatan pemerintah

menjadi penting untuk membuat regulasi dan melakukan fungsi kontrol terhadap pasar.

Walaupun sekilas terlihat memiliki banyak perbedaan mendasar dengan Washington

Consensus, Post Washington Consensus tetap memegang Liberalisme sebagai prinsip

pokok pemikirannya. Tokoh yang disebut-sebut banyak membentuk Post Washington

Consensus adalah John Maynard Keynes dan Joseph Stiglitz. Keynes menyebutkan

bahwa pasar merupakan sistem yang tidak stabil, sehingga diperlukan adanya intervesi

langsung dari pemerintah. Sementara Stiglitz mengatakan bahwa negara dan pasar adalah

dua aktor yang saling melengkapi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara.3

Pemikiran Stiglitz ini terbukti pada fenomena pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia

1 Tim Penulis Centre for International Relations Studies (CIReS). Post Washington Consensus dan Politik

Privatisasi di Indonesia. (Serpong: Marjin Kiri, 2007), hal. 19. 2 Ibid, hal. 24.

3 Ibid, hal. 30.

Page 2: Relevansi Post Washington Consensus Dengan Krisis Finansial Global

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .

Universitas Indonesia

Page | 2

Timur, di mana pemerintah dan pasar saling melakukan elaborasi, yang berdampak pada

pesatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia Timur. Selain menekankan

perlunya intervensi pemerintah untuk mengendalikan pasar agar kegagalan pasar tidak

terjadi, para penggagas Post Washington Consensus juga menyebutkan kepentingan

adanya prioritas terhadap aktifitas yang berorientasi sosial, seperti pelayanan terhadap

kesehatan dan pendidikan4—peran yang hanya bisa dilakukan pemerintah sebagai aktor

yang bertanggung jawab pada kehidupan rakyatnya. Post Washington Consensus

menekankan bahwa negara memiliki tanggung jawab sosial yang tidak dapat diserahkan

pada pasar, yakni memberikan layanan sosial yang memungkinkan peningkatan kapasitas

produktif masyarakat melalui pengembangan pelatihan dan pendidikan.5

Krisis finansial global yang terjadi pada periode 2007-2008 lalu sebenarnya bermula dari

krisis perekonomian dan keuangan yang terjadi pada Amerika Serikat (AS), yang lantas

meluas ke seluruh negara di dunia. Dalam tulisannya yang berjudul The Great Crash,

2008: A Geopolitical Setback for the West, Roger C. Altman menceritakan sebab-sebab

kejatuhan perekonomian AS. Menurut Altman, krisis yang pada saat itu menimpa AS

lebih disebabkan karena tingkat suku bunga yang terlalu rendah dan tingkat likuiditas

yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.6 Tingkat suku bunga yang sangat rendah ini

lantas menyebabkan peningkatan jumlah kredit yang cukup signifikan di kalangan

masyarakat AS. Masyarakat AS berbondong-bondong mengajukan permohonan kredit

untuk berbagai kebutuhan, tanpa menyadari kemampuan ekonomi mereka sendiri. Kredit

perumahan merupakan bentuk kredit yang paling banyak diminati masyarakat AS kala itu.

Tingginya minat warga AS pada kredit perumahan lantas mendorong para pengembang

(developer) untuk terus membangun berbagai rumah, apartemen, dan kondominium.

Dalam pembangunan berbagai usaha properti ini, para developer memanfaatkan

pinjaman dari berbagai lembaga pemberi kredit. Seiring dengan meningkatnya jumlah

4 Ibid, hal. 27.

5 Ibid, hal. 28.

6 Roger C. Altman, “The Great Crash, 2008: A Geopolitical Setback for the West” dalam Foreign Affairs Vol.

88 No. 1, Januari/Febuari 2009, hal. 4.

Page 3: Relevansi Post Washington Consensus Dengan Krisis Finansial Global

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .

Universitas Indonesia

Page | 3

properti tersebut, harga properti yang tadinya tinggi mulai mengalami penurunan. Para

pemilik usaha properti pun harus mengalami kerugian, banyak dari mereka lantas tidak

dapat mengembalikan pinjaman yang diberikan lembaga pemberi kredit, yang lantas

menyebabkan kehancuran secara menyeluruh pada sektor keuangan AS. Resesi ini lantas

menyebar pada seluruh dunia, karena ternyata kredit para developer tersebut lantas

diubah dalam bentuk surat berharga oleh lembaga pemberi kredit dan dijual dalam pasar

saham internasional, sehingga krisis yang tadinya hanya dialami oleh masyarakat dan

perusahaan-perusahaan AS lantas menyebar ke seluruh dunia melalui pergerakan

surat-surat berharga tersebut. Di sini kita dapat melihat, penyebab krisis ini tidak lain

tidak bukan adalah karena pesatnya permainan di pasar uang. Senada dengan hal tersebut,

Syamsul Hadi dalam tulisannya yang berjudul Negara, Pasar, dan Sistem Kapitalisme

Global: Refleksi Kritis atas Krisis Finansial 2007-2008 juga mengatakan adanya

perubahan dalam sistem perekonomian dan keuangan dunia, terutama pada dekade

1980-an, di mana terjadi evolusi yang cepat dari sebuah “sistem kapitalisme produktif”

kepada sebuah sistem kapitalisme yang didominasi oleh kegiatan yang hanya didasarkan

oleh kemampuan mencari keuntungan dengan spekulasi di pasar modal dan pasar uang.7

Kegiatan perekonomian telah bergeser, dari kegiatan yang sifatnya produktif dan riil

menjadi semacam perjudian spekulatif, fenomena yang disebut sebagai Casino

Capitalism oleh Susan Strange. Dengan melakukan investasi dalam bentuk saham,

bonds,, dan surat-surat berharga lainnya, para individu tidak bermaksud menjauhkan diri

dari aktifitas produktif, tetapi membeli dan menjual klaim “nilai” di masa depan suatu

aktifitas produktif8, aktifitas yang sangat rawan karena sangat bergantung pada tingkat

kepercayaan akan kebenaran suatu aktifitas produktif. Pergeseran ini, menurut kalangan

Marxist, selain disebabkan karena pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini, juga

disebabkan oleh lemahnya regulasi pemerintah dalam mengatur transaksi di pasar uang.

Tidak hanya lemah dalam mengatur transaksi pasar uang, pemerintah juga dinilai terlalu

lembek pada para pelaku industri keuangan. Seperti yang terjadi pada kasus pemberian 7 Syamsul Hadi. “Negara, Pasar, dan Sistem Kapitalisme Global: Refleksi Kritis atas Krisis Finansial

2007-2008” dalam Global Justice Update edisi November 2008, hal. 9. 8 Ibid.

Page 4: Relevansi Post Washington Consensus Dengan Krisis Finansial Global

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .

Universitas Indonesia

Page | 4

bail out dari IMF untuk membela para kreditor. Dalam hal ini pemerintah seakan

melegalkan para kreditor-kreditor itu untuk berhutang, dan bila kreditor tidak mampu

membayar hutangnya, maka pemerintah akan melunasi hutang tersebut dengan dana

talangan dari IMF. Kelembekan pemerintah ini juga didorong oleh “kemurahhatian” IMF

dalam memberikan berbagai dana talangan, IMF seperti memberikan service pada para

spekulator tersebut. Loose money dan regulasi yang longgar adalah formula kombinasi

dari racun yang membahayakan, yang menggoyahkan sistem global yang selama tiga

dekade didominasi oleh faham neoliberalisme.9

Penjelasan mengenai krisis finansial global di atas menyadarkan kita akan berbagai

kelemahan sistem kapitalisme global yang dipromosikan melalui kebijakan-kebijakan

Washington Consensus. Minimnya peran negara, dan maksimalnya peran pasar

merupakan salah satu penyebab tidak adanya regulasi yang jelas dalam transaksi pasar

uang, yang menyebabkan pasar uang menjadi pasar yang bergerak terlalu liar dan tidak

dapat dikendalikan. Krisis finansial global jelas merupakan contoh yang tepat untuk

menggambarkan “kegagalan pasar” (market failure), pasar akhirnya terbukti tidak dapat

berjalan sempurna seperti yang dengan lantang dikatakan Adam Smith dan penganutnya.

Krisis seperti ini tidak akan terjadi jika saja pemerintah diberi peran lebih dalam

perekonomian untuk melakukan kontrol dan mengeluarkan regulasi untuk membatasi

transaksi dalam pasar uang, prinsip utama yang diajukan Keynes dan Stiglitz dalam

kebijakan-kebijakan Post Washington Consensus. Krisis ini tidak akan terjadi jika

negara-negara dunia menerapkan praktik-praktik Post Washington Consensus.

Adapun, Post Washington Consensus sebenarnya berangkat dari keinginan untuk

mengatasi tingkat instabilitas yang antara lain disebabkan oleh pergerakan modal

finansial, di mana pendukung Post Washington Consensus menginginkan adanya peran

negara (di tingkat nasional) untuk melakukan langkah-langkah pembatasan terhadap

gerak bebas dari modal finansial ini.10

Lebih lanjut lagi, krisis finansial global yang

9 Ibid, hal. 10.

10 Ibid, hal. 11.

Page 5: Relevansi Post Washington Consensus Dengan Krisis Finansial Global

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .

Universitas Indonesia

Page | 5

menghantam hampir seluruh negara di dunia ini lantas menyadarkan dunia dari euphoria

kapitalisme tanpa regulasi yang tadinya begitu dielu-elukan, pada kenyataan akan

perlunya peran pemerintah yang kuat sebagai satu-satunya aktor yang mampu

mengeluarkan regulasi dan mengontrol pasar. Krisis ini lantas mengajak dunia untuk

kembali pada pemikiran Keynes yang sudah lama ditinggalkan sejak masa Depresi

Ekonomi. Era Washington Consensus telah berakhir, sekarang saatnya bagi

negara-negara dunia untuk lebih memberikan perhatian pada kebijakan Post

Washington Consensus yang sebelumnya kurang mendapat perhatian. Kebijakan

Post Washington Consensus sendiri sudah mulai diterapkan oleh beberapa negara besar

dunia, misalnya oleh AS melalui pemerintahan Obama yang mengeluarkan kebijakan

stimulus keuangan—kebijakan yang oleh International Monetary Fund (IMF) dinilai

sebagai langkah yang “well targeted, timely, diversified and sizeable”11

—sampai pada

sebuah tes yang dilakukan pada bank AS yang dinamakan the bank stress tests, yang

berfungsi untuk menguji kesiapan sebuah bank dalam menghadapi situasi krisis. Dua

langkah yang dilakukan AS itu menunjukkan peran yang besar dari pemerintah AS dalam

mengatur perekonomian dalam negerinya. Lebih lanjut lagi, langkah kedua merupakan

bukti pengakuan AS pada Post Washington Consensus: pemberian peran lebih pada

negara untuk mengatur sektor finansial AS. Di sini, AS sebagai tokoh utama penggagas

kapitalisme dan promotor Washington Consensus sadar bahwa era Washington

Consensus sudah selesai dan kini saatnya mempertimbangkan Post Washington

Consensus sebagai jalan untuk keluar dari krisis; sudah tiba saatnya untuk memberikan

peran pada pemerintah untuk turun tangan membereskan kekacauan yang sempat timbul

akibat kegagalan pasar. Krisis finansial global yang terjadi ini akan membawa sistem

perekonomian dunia pada suatu era baru, era di mana negara dan pasar akan

berelaborasi demi menghasilkan pertumbuhan ekonomi; era yang oleh Stiglitz

disebut sebagai era Post Washington Consensus.

11

IMF Survey Magazine, U.S. Economy Seen Stabilizing, But Risks Remain.

http://www.imf.org/external/pubs/ft/survey/ so/2009/CAR061509A.htm, diakses pada 18 Oktober 2009,

pukul 07.17.