Relevansi Etika Bisnis Islam dan Hukum Islam

29
ABSTRAK Bahwa secara normatif, etika bisnis menurut hukum Islam memperlihatkan adanya suatu struktur yang berdiri sendiri dan terpisah dari struktur lainnya. Hal itu disebabkan bahwa dalam ilmu akhlak (moral), struktur etika dalam agama Islam lebih banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran baik pada tataran niat atau ide hingga perilaku dan perangai. Nilai moral tersebut tercakup dalam empat sifat, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat menjaga pengelolaan institusi-institusi ekonomi dan keuangan secara profesional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan social berjalan sesuai aturan permainan yang berlaku. Dalam hukum Islam, etika bisnis tidak hanya dipandang dari aspek etika secara parsial, tetapi dipandang secara keseluruhan yang memuat kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam agama Islam. Artinya, bahwa etika bisnis menurut hukum Islam harus dibangun dan dilandasi oleh prinsip-prinsip kesatuan (unity), keseimbangan/keadilan (equilibrium), kehendak bebas/ikhtiar (free will), pertanggungjawaban (responsibility) dan kebenaran (truth), kebajikan (wisdom) dan kejujuran (fair). Kemudian, harus memberikan visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan yang bersifat ’’sesaat’’, melainkan mencari keuntungan yang mengandung ’’hakikat’’ baik, yang berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat manusia. Keyword : Etika Bisnis, Hukum Islam

description

makalah ini menjelaskan mengenai hubungan antara etika bisnis islam dengan hukum islam

Transcript of Relevansi Etika Bisnis Islam dan Hukum Islam

ABSTRAK

Bahwa secara normatif, etika bisnis menurut hukum Islam memperlihatkan

adanya suatu struktur yang berdiri sendiri dan terpisah dari struktur lainnya. Hal itu

disebabkan bahwa dalam ilmu akhlak (moral), struktur etika dalam agama Islam lebih

banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran baik pada tataran niat atau ide

hingga perilaku dan perangai. Nilai moral tersebut tercakup dalam empat sifat, yaitu

shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat menjaga

pengelolaan institusi-institusi ekonomi dan keuangan secara profesional dan menjaga

interaksi ekonomi, bisnis dan social berjalan sesuai aturan permainan yang berlaku.

Dalam hukum Islam, etika bisnis tidak hanya dipandang dari aspek etika secara parsial,

tetapi dipandang secara keseluruhan yang memuat kaidah-kaidah yang berlaku umum

dalam agama Islam. Artinya, bahwa etika bisnis menurut hukum Islam harus dibangun

dan dilandasi oleh prinsip-prinsip kesatuan (unity), keseimbangan/keadilan

(equilibrium), kehendak bebas/ikhtiar (free will), pertanggungjawaban (responsibility)

dan kebenaran (truth), kebajikan (wisdom) dan kejujuran (fair). Kemudian, harus

memberikan visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan yang

bersifat ’’sesaat’’, melainkan mencari keuntungan yang mengandung ’’hakikat’’ baik,

yang berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat manusia.

Keyword : Etika Bisnis, Hukum Islam

DAFTAR ISI

ABSTRAK........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

2.1 Konsep Etika Bisnis Islam....................................................................................3

2.1.1 Konsep Etika Bisnis Secara Umum...............................................................3

2.1.2 Konsep Etika Bisnis dalam Islam..................................................................4

2.2. Konsep Hukum Islam...........................................................................................9

2.3 Bisnis yang Sesuai dengan Hukum Islam..........................................................11

2.4 Relevansi Etika Bisnis Islam dengan Hukum Islam.........................................14

BAB III SIMPULAN......................................................................................................16

3.1 Simpulan...............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dengan kemajuan jaman yang semakin pesat, sistem perekonomianpun menunjukan

eksistensinya dalam dunia persaingan yang sangat ketat, pelaku ekonomi melakukan

berbagai inovasi dalam rangka memperbaharui sistem perekonomian, jauh dari sekarang

islam pernah mendapatkan kejayaan pada masa rosulullah dalam sistem perekonomian

perdagangan, dengan julukan al-amin rosulullah membawa islam bukan hanya di daerah

arab akan tetapi dalam pangsa pasar internasional, karena pada waktu itu rosulullah

mengedepankan etika bisnis yang bersesuaian dengan hukum islam.

Keberadaan etika mampu memberikan konstibusi dalam berbisnis, menjadikan

sesuatu yang lebih menarik dan memiliki nilai tersendiri, bisnis merupakan salah satu

bagian dari bermuamalah, dalam islam diatur sebagai mana tata cara bermuamalah yang

baik, yaitu yang dapat memberikan  manfaat bagi orang lain, bukan untuk memberikan

kerugiaan bagi orang lain. Setiap tingkah laku yang kita lakukan dapat menjadi timbal

balik apa yang akan kita dapatkan. Karena seorang muslim yakin bahwa setiap tindakan

pasti Allah selalu mengawasinya, dengan sikap inilah semoga kita mampu melakukan

bisnis yang sesuai dengan syariat agama.

Dalam kehidupan realiti, bisnis baik sebagai aktivitas maupun sebagai entitas, telah

ada dalam sistem dan strukturnya yang “baku”. Bisnis berjalan sebagai proses yang

telah menjadi kegiatan manusia sebagai individu atau masyarakat untuk mencari

keuntungan dan memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. Sementara itu, etika

telah dipahami sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan karenanya terpisah dari

bisnis. Etika adalah ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar

atau yang salah, yang baik atau buruk, yang bermanfaat atau tidak. Dalam kenyataan itu

bisnis dan etika dipahami sebagai dua hal yang terpisah bahkan tidak ada kaitannya.

2

Jika pun ada malah dipandang sebagai hubungan negatif dimana, praktek bisnis

merupakan kegiatan yang bertujuan mencapai laba sebesar-besarnya dalam situasi

persaingan bebas. Sebaliknya etika bila diterapkan dalam dunia bisnis dianggap dapat

mengganggu upaya mencapai tujuan bisnis. Dengan demikian hubunan antara bisnis

dan etika telah melahirkan hal yang problematis.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana konsep dasar Etika Bisnis dalam Islam ?

2. Apa yang dimaksud dengan Hukum Islam ?

3. Bagaimana bisnis yang sesuai denga Hukum Islam ?

4. Bagaimana relevansi Etika Bisnis Islam dengan Hukum Islam ?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar Etika Bisnis dalam Islam

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hukum Islam

3. Untuk mengetahui bagaimana bisnis yang sesuai denga Hukum Islam

4. Untuk mengetahui bagaimana relevansi Etika Bisnis Islam dengan Hukum Islam

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Konsep Etika Bisnis Islam

2.1.1 Konsep Etika Bisnis Secara Umum Untuk memahami apa yang dimaksud dengan etika bisnis secara umum, maka

kita perlu membandingkan dengan moral. Baik etika dan moral sering dipakai secara

dapat dipertukarkan dengan pengertian yang sering disamakan bagitu saja. Ini

sesungguhnya tidak sepenuhnya salah. Hanya saja perlu diingat bahwa etika bisa saja

mempunyai pengertian yang sama sekali berbeda dengan moral. Sehubungan dengan

itu, secara teoritis dapat dibedakan dalam dua pengertian, walaupun dalam penggunaan

praktis sering tidak mudah dibedakan. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos,

yang dalam bentuk jamaknya (ta etha), berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam

pengertian ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri

seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika

berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan

segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau

dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku

berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. Yang menarik dalam hal ini,

adalah bahwa pengertian etika justru persis sama dengan pengertian moral yang berasal

dari kata Latin “mos”, bentuk jamaknya “mores”, berarti “adat istiadat” atau

“kebiasaan”.

Jadi, dalam pengertian pertama ini, yaitu secara harfiah, etika dan moral, sama-

sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia

yang telah diinstruksionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian

terwujud dalam pola perilaku yang terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana

layaknya sebuah kebiasaan. Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang

sekaligus berbeda dengan moral. Etika dalam pengertian ini dimengerti sebagai filsafat

moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh

moral dan etika dalam pengertian pertama di atas. Dengan demikian, etika dalam

pengertian pertama, sebagaimana halnya moral, berisikan nilai dan norma-norma

3

4

konkrit yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh

kehidupannya.

Ia berkaitan dengan perintah dan larangan langsung yang bersifat konkrit.

Maka, etika dalam pengertian ini lebih bersifat normatif dan karena itu lebih mengikat

setiap pribadi manusia. Sebaliknya, etika dalam pengertian kedua sebagai filsafat moral

tidak langsung memberi perintah konkrit sebagai pegangan siap pakai. Sebagai sebuah

cabang filsafat, etika lalu sangat menekankan pendekatan kritis dalam melihat dan

menggumbuli nilai dan norma moral serta permasalahan-permasalahan moral yang

timbul dalam kehidupan manusia, khususnya dalam bermasyarakat.

Dengan demikian, etika dalam pengertian kedua ini dapat dirumuskan sebagai

refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana

harus hidup baik sebagai manusia, dan (b) masalah-masalah kehidupan manusia dengan

mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima. Dalam

kaitan dengan itu, Magnis Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan

bukan ajaran, yang ia maksudkan adalah etika dalam pengertian kedua ini.

2.1.2 Konsep Etika Bisnis dalam Islam

Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan  oleh

manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan (rezeki) dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya

ekonomi secara efektif dan efisien. Dan  menurut anoraga dan soegiastuti, bisnis

memiliki makna dasar sebagai “ the buying and selling of goods and services”. Adapun

menurut pandangan Straub dan Attner bisnis tak lain adalah suatu organisasi yang

menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa

yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.Adapun dalam Islam bisnis

dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk yang tidak

dibatasi jumlahnya, kepemilikan hartanya (barang/ jasa) termasuk profitnya, namun di

batasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya ( aturan halal dan

haram ).

Etika bisnis memegang peranan penting dalam membentuk pola dan sistem

transaksi bisnis, yang dijalankan seseorang.Sisi yang cukup menonjol dalam meletakkan

etika bisnis Nabi Muhammad SAW adalah nilai spiritual, humanisme, kejujuran,

keseimbangan, dan semangatnya untuk memuaskan mitra bisnisnya.Nilai-nilai di atas

6

telah melandasi tingkah laku dan sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian

sebagai .Manajer profesional. Implementasi bisnis yang ia lakukan berporos pada nilai-

nilai tauhid yang diyakininya. Secara prinsip, ia telah menjadikan empat pilar berikut ini

sebagai dasar transaksi ekonominya.

1. Tauhid

Sistem etika Islam, yang meliputi kehidupan manusia di bumi secara

keseluruhan, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut hanya

berhubungan dengan Tuhan. Umat manusia tak lain adalah wadah kebenaran, dan harus

memantulkan cahaya kemuliaannya dalam semua manifestasi duniawi,  firman Allah

swt :

Artinya : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami

di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi

mereka bahwa Al Quran itu adalah benar.Tidakkah cukup bahwa

Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala

sesuatu”. (QS:Fushshilat: 53)

Tauhid, pada tingkat absolut menempatkan makhluk untuk melakukan

penyerahan tanpa syarat pada kehendakNya:

Artinya : “Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah)

nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya.Allah tidak

menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu.Keputusan itu

hanyalah kepunyaan Allah.dia Telah memerintahkan agar kamu tidak

menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan

manusia tidak mengetahui.”. (QS : Yusuf: 40)

Dalam pengertian yang lebih dalam, konsep tauhid merupakan dimensi vertikal

Islam. Tauhid memadukan di sepanjang garis vertikal segi politik, ekonomi, sosial, dan

agama dari kehidupan manusia menjadi suatu kebulatan yang homogen dan

konsisten.Tauhid rububiyyah merupakan keyakinan bahwa semua yang ada dialami ini

adalah memiliki dan dikuasai oleh Allah SWT. Tauhid uluhiayyah menyatakan aturan

darinya dalam menjalankan kehidupan.Kedua diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam

kegiatan ekonomi, bahwa setiap harta (aset) dalam transaksi bisnis hakekatnya milik

Allah swt. Pelaku ekonomi (manusia) hanya mendapatkan amanah mengelola

(istikhlaf), dan oleh karenanya seluruh aset dan  transaksi harus dikelola sesuai dengan

ketentuan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt. Kepeloporan Nabi Muhammad saw,

Dalam meninggalkan praktik riba , transaksi fiktif (gharar), perjudian dan spekulasi

(Maysir) dan komoditi haram adalah wujud dari keyakinan tauhid ini.

2. Keseimbangan (Adil)

Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai

keharmonisan alam.

8

Artinya : “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah

sesuatu yang tidak seimbang.Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu

lihat sesuatu yang tidak seimbang?Kemudian pandanglah sekali lagi

niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan

sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.”  (QS Al

Mulk: 3-4)

Seimbangan atau keharmonisan sosial,merupakansuatu sifat dinamis yang

mengerahkan kekuatan hebat menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga

harus terwujud dalam kehidupan ekonomi.Sungguh, dalam segala jenis bisnis yang

dijalaninya, Nabi Muhammad Saw, menjadikan nilai adil sebagai standard utama.

Kedudukan dan tanggung jawab para pelaku bisa ia bangun melalui prinsip “akad yang

saling setuju”. Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharobah

(100% project financing) atau kontrak musyarakah (equity participation), karena sistem

“Profit and lost sharing system”

3. Kehendak Bebas

Salah satu kontribusi Islam yang paling original dalam filsafat sosial adalah

konsep mengenai manusia ‘bebas’.Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam

batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara bebas. Benar, Kemahatahuan

Tuhan meliputi segala kegiatan manusia selama ia tinggal di bumi, tetap kebebasan

manusia juga diberikan oleh Tuhan.Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam ekonomi

Islam Prinsip transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi adalah halal,

seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang

diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi dan ekspansi seluas sebesar-besarnya,

bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan siapa pun secara lintas agama.Dalam

kaitan ini, kita memperoleh pelajaran yang begitu banyak dari Nabi Muhammad Saw,

termasuk skema kerja sama bisnis yang dieksplorasi Nabi Muhammad Saw. Di luar

praktek ribawi yang dianut masyarakat masa itu.Model-model usaha tersebut antara

lain, mudharabah, musyarakah, murabahah, ‘ijarah, wakalah, salam, istishna, dan lain-

lain.

4. Bertanggung Jawab

  Nabi Muhammad SAW mewariskan pula pilar tanggung jawab dalam kerangka

dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban

manusia, setelah menetukan daya pilih antara yang baik dan buruk, harus menjalani

konsekuensi logisnya:

Artinya : “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (QS

AI-Muddatstsir:38).

Karena keuniversalan sifat al-’adl, maka setiap individu harus

mempertanggungjawabkan tindakannya.Tak seorang pun dapat lolos dari konsekuensi

perbuatan jahatnya hanya dengan mencari kambing hitam. Manusia kan mendapatkan

sesuai dengan apa yang diusahakannya.

Artinya : “Dan tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan mudaratnya kembali

kepada dirinya sendiri, dan seorang yang berdosa tak akan memikul dosa

orang lain”(QS Al-An’am :164).

10

Bukan itu saja, manusia juga dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang

berlangsung di sekitarnya.Karena itu, manusia telah diperingatkan lebih dahulu.

Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-

orang yang zalim saja di antaramu”(QS Al-Anfal :25).

Wujud dari etika ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan

bertanggungjawab. Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap

klausul kontraknya dengan pihak lain seperti dalam hal pelayanan kepada pembeli,

pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Di samping

itu, beliaupun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap

masyarakat dan lingkungan. Untuk itu, ia melarang diperjualbelikannya produk-produk

tertentu (yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan).

2.2. Konsep Hukum Islam

            Kata  hukum memiliki banyak pengertian , yang biasanya menggambarkan

sekumpulan peraturan-peraturan yang mengikat dan memiliki sanksi. menurut H.M.N.

Purwosutjipto, SH.  Hukum adalah keseluruhan norma , yamg oleh penguasa negara

atau penguasa mayarakat yang berwenang menetapkan hokum , dinyatakan atau

dianggap sebagai peratuaran yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota

masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh

penguasa tersebut. Pengertian sebagaimana yang digambarkan oleh H.M.N.

Purwosutjipto,SH. Adalah pegertian hukum yang dikenal di dalam ilmu hukum sebagai

“hukum positif” dalam pengertian hukum yang sengaja dibuat dengan cara tertentu dan

ditegakan oleh penguasa di suatu Negara atau masyarakat tertentu pada waktu tertentu

pula. Ada pula pengertian hukum lainnya , yaitu hukum sebagai peraturan-peraturan

atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat,

yang berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Dari

kedua pengertian tersebut dapat diambil kesamaan  yaitu keduanya merupakan

seperangkat aturan yang dibuat oleh manusia untuk mengatur yang dibuat oleh manusia

untuk mengatur kepentungan manusia itu sendiri.

Apabila dikaitkan dengan kata islam, pengertian hukum islam memiliki

pengertian tersendiri yang berbeda dari pengertian hukum di atas, menurut Prof.

Dr.H.Ahmad sukardja, SH., hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan

berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui

dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk islam . menurut Prof.H.M. Daud Ali,

SH., hukum islam tidak dapat dipisahkan dari agama islam, karena hukum islam itu

sendiri bersumber dan merupakan bagian dari agama islam, menurut beliau sumber dari

hukum islam terdiri atas tiga macam yang saling berkaitan satu dengan yang lain , yaitu

al-qur’an sebagai wahyu allah swt,al-hadis (yang shahih) sebagai perwujudan dari

sunnah rasul dan ijtihad (ulil amri) sebagai pedoman penerapan  dari kedua sumber

utama.

Mengenai etika bisnis dalam Islam, Sudarsono dalam bukunya yang berjudul

Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, mengatakan bahwa, etika Islam adalah doktrin

etis yang berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan

Sunnah Nabi Muhammad SAW., yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur dan sifat-

sifat yang terpuji (mahmudah). Dalam agama Islam, etika ataupun perilaku serta tindak

tanduk dari manusia telah diatur sedemikian rupa sehingga jelas mana perbuatan atau

tindakan yang dikatakan dengan perbuatan atau tindakan asusila dan mana tindakan atau

perbuatan yang disebut bermoral atau sesuai dengan arturan agama. Berkaitan dengan

nilai-nilai lihur yang tercakup dalam Etika Islam dalam kaitannya dengan sifat yang

baik dari perbuatan atau perlakuan yang patut dan dianjurkan untuk dilakukan sebagai

sifat terpuji, lebih jauh Sudarsono menyebutkan, antara lain :

’’Berlaku jujur (Al Amanah), berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul Waalidaini), memelihara kesucian diri (Al Iffah), kasih sayang (Ar Rahman dan Al Barry), berlaku hemat (Al Iqtishad), menerima apa adanya dan sederhana (Qona’ah dan Zuhud), perikelakuan baik (Ihsan), kebenaran (Shiddiq), pemaaf (‘Afu), keadilan (‘Adl), keberanian (Syaja’ah), malu (Haya’), kesabaran (Shabr), berterima kasih (Syukur), penyantun (Hindun), rasa sepenanggungan (Muwastt), kuat (Quwwah)’’

Dalam etika Islam, ukuran kebaikan dan ketidakbaikan bersifat mutlak, yang

berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Dipandang dari segi

12

ajaran yang mendasar, etika Islam tergolong Etika Theologis. Menurut Hamzah Ya’qub,

bahwa yang menjadi ukuran etika theologis adalah baik buruknya perbuatan manusia

didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang

baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan yang buruk, yang

sudah dijelaskan dalam kitab suci. Etika Islam mengajarkan manusia untuk menjalain

kerjasama, tolong menolong, dan menjauhkan sikap iri, dengki dan dendam.

Mempelajari etika ekonomi menurut Al-Qur’an adalah bahagian normatif dari

ilmu ekonomi, bahagian ilmu positifnya akan lahir apabila telah dilakukan

penyelidikanpenyelidikan empiris mengenai yang sesungguhnya terjadi, sesuai atau

tidak sesuai dengan garis Islam. Ekonomi merupakan bagian dari kehiupan. Namun, ia

bukan pondasi bangunannya dan bukan tujuan risalah Islam. Ekonomi juga bukan

lambang peradaban suatu umat. Ekonomi Islam adalah bertitik tolak dari Tuhan dan

memiliki tujuan akhir pada Tuhan. Tujuan ekonomi ini membantu manusia untuk

menyembah Tuhannya yang telah memberi makan kepada mereka untuk

menghilangkan lapar serta mengamankan mereka dari ketakutan. Juga untuk

menyelamatkan manusia dari kemiskinan yang bisa mengkafirkan dan kelaparan yang

bisa mendatangkan dosa. Juga untuk merendahkan suara orang zalim di atas suara

orang-orang beriman. Manusia muslim, individu mauun kelompok dalam lapangan

ekonomi atau bisnis, di satu sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-

besarnya.

Namun di sisi lain, ia terikat dengan iman dan etika (moral) sehingga ia tidak

bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya. Ia

harus melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip-prinsip nilai-nilai kejujuran,

keadilan, dan kebenaran, serta kemanfaatan bagi usahanya. Di samping itu, ia harus

mepedomani norma-norma, kaidahkaidah yang berlaku dan terdapat dalam sistem

hukum Islam secara umum.

2.3 Bisnis yang Sesuai dengan Hukum Islam

Mengenai bisnis yang sesuai dengan hukum Islam adalah semua aspek kegiatan

untuk menyalurkan barang-barang melalui saluran produktif, dari membeli barang

mentah sampai menjual barang jadi. Pada pokoknya kegiatan bisnis meliputi : (1)

Perdagangan, (2) Pengangkutan, (3) Penyimpanan, (4) Pembelanjaan, (5) Pemberian

informasi. Islam adalah agama yang mengatur tatanan hidup manusia dengan sempurna,

kehidupan individu dan masyarakat, baik aspek rasio, materi maupun spiritual yang

didampingi oleh ekonomi, sosial dan politik. Ekonomi adalah bagian dari tatanan Islam

yang perspektif. Pengusaha Islam adalah manusia Islam yang bertujuan untuk

mendapatkan kebutuhan hidupnya melalui usaha perdagangan, dan selanjutnya

memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui perdagangan tersebut.

Aspek penting tentang aktivitas pengusaha dalam masyarakat Islam bertumpu

pada tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang memuaskan, malayani masyarakat

dan mengamalkan sikap kerja sama. Manusia dalam perspektif Islam adalah sebagai

“UmmatanWaahidatan”, kelompok yang bersatu pada dalam kesatuan atau entitas yang

utuh. Sebagaimana diketahui bahwa, ekonmoi adalah suatu ilmu yang mempelajari

perilaku manusia sebagai hubungan antara berbagai tujuan dan alat-alat untuk mencapai

tujuan yang langka adanya dan karena itu mengandung alternatif dalam penggunaanya.

Apabila perilaku manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai moral Islam itu ternyata

manghasilkan perilaku ekonomi yang berbeda atau khusus, maka akulmulasi

pengetahuan atau pengalaman dalam menerapkan prinsip-prinsip moral atau suatu

ketika, apabila telah disusun secara sistematis, akan menghasilkan suatu pengetahuan

khusus dan itulah yang disebut dengan ilmu ekonomi Islam.

Hal inilah yang terlihat jelas dalam sistem ekonomi yang dianut oleh paham

Ketuhanan, yaitu perasaan yang selalu ada yang mengawasi (dhamir). Munculnya

wacana pemikiran etika bisnis, didorong oleh realitas bisnis yang mengabaikan nilai-

nilai moral atau akhlak. Bagi sementara pihak, bisnis adalah aktivitas ekonomi manusia

yang bertujuan mencari laba semata-mata. Karena itu, cara apapun boleh dilakukan

demi meraih tujuan tersebut. Konsekuensinya bagi pihak ini, aspek moral tidak bisa

dipakai untuk menilai bisnis. Aspek moral dalam persaingan bisnis, dianggap akan

menghalangi kesuksesannya. Pada satu sisi, aktivitas bisnis dimaksudkan untuk mencari

keuntungan sebesar-besarnya, sementara prinsip-prinsip moral “membatasi” aktivitas

bisnis. Berlawanan dengan kelompok pertama, kelompok kedua berpendapat bahwa

bisnis bisa disatukan dengan etika. Kalangan ini beralasan bahwa etika merupakan

alasan-alasan rasional tentang semua tindakan manusia dalam semua aspek kehidupan,

tidak terkecuali aspek bisnis.

14

Secara umum, bisnis merupakan suatu kegiatan usaha individu yang terorganisir

untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat, atau juga sebagai suatu lembaga yang menghasilkan

barang atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ide mengenai etika bisnis bagi

banyak pihak termasuk ahli ekonomi merupakan hal yang problematik.

Problematikanya terletak pada kesangsian apakah moral atau akhlak mempunyai tempat

dalam kegiatan bisnis dan ekonomi pada umumnya. Dari kalangan yang menyangsikan

kemudian muncul istilah “mitos bisnis amoral”. Menurut Ricard T. De George dalam

Business Ethic, mitos bisnis amoral berkeyakinan bahwa perilaku tidak bisa

dibarengkan dengan aspek moral. Antara bisnis dan moral tidak ada kaitan apa-apa dan

karena itu, merupakan kekeliruan jika aktivitas bisnis dinilai dengan menggunakan tolak

ukur moralitas.

Selain itu, dalam realitas bisnis kekinian terdapat kecenderungan bisnis yang

mengabaikan etika. Persaingan dalam dunia bisnis adalah persaingan kekuatan modal.

Pelaku bisnis dengan modal besar berusaha memperbesar jangkauan bisnisnya, sehingga

para pengusaha kecil (pemoda kecil) semakin terseret. Demikian juga praktek Kolusi,

Korupsi dan Nepotisme (KKN) telah memainkan peranan penting dalam proses

tersebut. Krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia, pada kenyataannya tidak

bisa dilepaskan dari proses kegiatan perekonomian yang demikian, yakni menipisnya

nilai-nilai moral dalam aktivitasnya.

Dari realitas inilah yang melahirkan anggapan bahwa bisnis adalah “dunia

hitam”. Sementara itu, pemikiran etika bisnis dalam Islam muncul ke permukaan,

dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan

aturam-aturan ajaran (doktrin) dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam

kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Islam

merupakan agama yang memberikan cara hidup terpadu mengenai aturan-aturan aspek

sosial, budaya, ekonomi, sipil dan politik. Ia juga merupakan suatu sistem untuk seluruh

aspek kehidupan, termasuk sistem spiritual maupun sistem perilaku ekonomi dan

politik. Namun, dalam perkembangannya etika bisnis Islam tidak sedikit dipahami

sebagai representasi dan pengejewantahan dari aspek hukum. Misalnya, keharaman jual

beli (gharar), menimbun, mengurangi timbangan, dan lain-lain.

Pada tataran ini, etika bisnis Islam, tidak jauh berbeda dengan pengejawantahan

hukum dalam fiqih muamalah. Dengan kondisi demikian, maka pengembangan etika

bisnis Islam yang mengedepankan etika sebagai landasan filosofisnya merupakan

agenda yang signifikan untuk dikembangkan. Menurut Quraish Shihab, dalam

Muhammad Fauroni R Lukman, secara normatif, AlQur’an relatif lebih banyak

memberikan prinsip-prinsip mengenai bisnis yang bertumpu pada kerangka penanganan

bisnis sebagai pelaku ekonomi dengan tanpa membedakan kelas. Dalam mengajak dan

mengamalkan tuntutan-tuntutannya, Al-Qur’an seringkali menggunakan istilah-istilah

yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual beli, sewa menyewa, utang-piutang, dan

lain sebagainya. Al-Qu’an merupakan wahyu yang diturunkan dengan berbagai tujuan.

Di antara tujuan tersebut adalah untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual,

kebodohan, penyakit dan penderitaan hidup lainnya, serta pemerasan manusia atas

manusia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, hukum dan agama. Selain tiu, Al-

Qur’an juga merupakan sumber ajaran agama Islam yang menyangkut semua dimensi

kehidupan manusia. Dengan tujuan dan eksistensinya, Al-Qur’an merupakan sumber

ajaran yang memuat nilai-nilai dan normanorma yang mengatur aktivitas-aktivitas

manusia termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.

Dengan demikian, diharapkan etika bisnis menurut Al-Qur’an melalui kajian

yang mendalam dapat menghasilkan atau memberikan konstribusi positif bagi

pengembangan etika bisnis Islam yang bersih dan sehat. Di Indonesdia, semangat

pengembangan pemikiran ekonomi Islam sedang giat-giatnya digalakkan oleh berbagai

kalangan, baik melaui lembaga pendidikan tinggi formal maupun non formal.

Pemberlakuan sistem perbankan syari’ah oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada

tahun 1991, kemudian Bank Syari’ah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia

Syari’ah (NI Syari’ah) yang didukung oleh Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun

1998 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Perbankan Syari’ah No. 23 Tahun

2008, merupakan momentum dan bukti adanya upaya-upaya pengembangan konsep

ekonomi Islam (syari’ah) dalam wilayah praktis.

2.4 Relevansi Etika Bisnis Islam dengan Hukum Islam

Pada prinsipnya islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang

untuk memperoleh harta, demikian pula islam tidak membatasi kadar banyak sedikit

16

hasil yang dicapai oleh usaha seseorang. Hal ini tergantung pada kemampuan,

kecakapan dan keterampilan masing-masing orang. Setiap orang leluasa melakukan

usaha dengan sekuat tenaga untuk memperoleh hasil sebanyak mungkin yang dapat di

capai, sesuai dengan keterampilan dan kemampuannya, selama usaha itu dilakukan

dengan wajar dan halal, artinya sah menurut hokum dan benar menurut ukuran moral,

serta tidak menganiaya orang lain dan tidak membahayakan masyarakat.

            Dalam hal pemilikan harta ini islam mengakui adanya perbedaan tingkat

kemampuan, kecakapan dan keterampilan tiap-tiap orang, demikian pula perbedaan

hasil usaha yang diperoleh.dalam firman Allah swt disebutkan :

Artinya : “ apakah mereka yang membagi-bagi rahmat tuhanmu? Kamilah yang akan

menentukan antara mereka penghidupan dalam kehidupan dunia, dan kami

telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa

derajat, agar sebagian mereka dapat bekerja untuk sebagian yang lain.

Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari pada apa yang mereka

kumpulkan.”(QS.43: 32)

            Dan untuk itu islam mewajibkan setiap orang untuk menggunakan sebagian dari

hak miliknya untuk kepentingan baik perseorangan, agama,dan masyarakat. Dalam hal

ini islam telah memberikan garis-garis pokok berupa ajaran dan ketentuan yang wajib

dipenuhi dan dilaksanakan oleh setiap orang terhadap harta yang telah menjadi

miliknya, agar harta tersebut bermanfaat sesuai dengan kedudukannya dan fungsinya,

yaitu tidak saja bermanfaat bagi diri nya tetapi juga bagi masyarakat. Ini semua

dikarenakan cara usaha untuk memperoleh harta dan penggunaanya adalah juga

merupakan amanat Allah.

            Ketentuan khusus tentang bentuk pelanggaran yang dilarang dalam memperoleh

harta dengan jalan usaha, yaitu : merampas harta benda orang lain (QS. 5:33), mencuri,

menipu( QS, 5: 38), melakukan penggelapan(QS, 4: 58), menyuap dan disuap (QS 2 :

188), berjudi (QS, 2:215) dan memakan riba (QS, 2: 275-279; 3 :130).

            Di dalam berbinis kejujuran adalah satu nilai etika mendasar dalam islam, islam

adalah nama lain dari kebenaran (QS, 3: 95). Allah berbicara benar dan memerintahkan

semua muslin untuk jujur dalam segala urusan dan perkataan (QS, 33: 70).Islam dengan

tegas melarang kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun.Nilai kebenaran ini

memberikan pengaruh pada pihak-pihak yang melakukan bisnis untuk tidak berdusta,

menipu dan melakukan pemalsuan.

BAB IIISIMPULAN

3.1 Simpulan

Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan  oleh

manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan (rezeki) dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya

ekonomi secara efektif dan efisien. Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai

serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk yang tidak dibatasi jumlahnya,

kepemilikan hartanya (barang/ jasa) termasuk profitnya, namun di batasi dalam cara

memperolehnya dan pendayagunaan hartanya ( aturan halal dan haram ).

Empat pilar berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya yang dilakukan oleh

rosulullah SAW.yaitu tauhid,keseimbangan (adil), Kehendak Bebas, bertanggung

jawab. Menurut Prof. Dr.H.Ahmad sukardja, SH., hukum islam adalah peraturan yang

dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku mukallaf

yang diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk islam .

Pada prinsipnya islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang

untuk memperoleh harta, demikian pula islam tidak membatasi kadar banyak sedikit

hasil yang dicapai oleh usaha seseorang.

19

DAFTAR PUSTAKA

Basu Swasta, Ibnu Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern), Yogyakarta : Liberty, 1988, hal 33.

Gemala dewi,S.H.,LL.M., Asfek-asfek hokum dalam perbankan dan perasuransian di Indonesia, (Jakarta : kencana, 2007), hal.1-3

Muhammad, Faurori R. Lukman, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta : Diniyah, 2002, hal. 1. 3

Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, Jakarta : Bina Aksara, 1989, hal. 41.

Syafri harahap,  sofyan. Akuntasi keuangan islam. (Jakarta: bumi aksara, 1997), hal. 228

Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtisadil Islam (Norma dan Etika Ekonbomi Islam), (Jakarta:Gema Insani Press’ 1995), hal. 44.