REKONSTRUKSI PEMIKIRAN PEMBANGUNAN EKONOMI …
Transcript of REKONSTRUKSI PEMIKIRAN PEMBANGUNAN EKONOMI …
REKONSTRUKSI PEMIKIRAN PEMBANGUNAN EKONOMI
ISLAM MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI, IBN
KHALDUN, DAN M. UMER CHAPRA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Disusun oleh:
MOH TOHIR
010135011141
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
0324H/1103M
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 17 April 2014
MOH TOHIR
109046100250
iv
Abstrak
Sistem ekonomi apapun di dunia ini tujuan akhirnya adalah terciptanya
kehidupan yang sejahtera, adil, dan merata. Salah satu upaya untuk mencapai
tujuan itu adalah melalui pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi
dimaknai sebagai upaya secara sadar melalui kegiatan ekonomi guna mewujudkan
kesejahteraan yang lebih baik. Pencapaian tertinggi dalam sistem ekonomi Islam
adalah tercapainya falah, sedangkan falah dapat tercapai dengan pemenuhan
konsep maqashid syari’ah, yaitu terpeliharanya keyakinan, jiwa, pikiran,
keturunan, dan harta.
Melihat kondisi ekonomi dunia yang semakin rapuh akibat dari sistem
yang tidak memadai, maka perlu dihadirkan sebuah konsep atau sistem ekonomi
baru yang mampu mengubah tatanan kehidupan yang lebih adil, ramah
lingkungan, manusiawi, dan bermoral, sehingga menjamin keberlangsungan
kehidupan manusia.
Sistem ekonomi Islam boleh dikatakan sistem ekonomi yang sangat
konprehensif mencangkup aspek material dan non-material yang oleh sistem
ekonomi sekuler diabaikan. Ilmuwan ekonomi Muslim seperti Al-Ghazali, Ibn
Khaldun, dan Umer Chapra telah memaparkan konsep pembangunan ekonomi
yang komprehensif, seimbang, dan universal.
Dalam skripsi ini penulis mencoba menggali pemikiran ketiga tokoh yang
telah disebut yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi.
Kata Kunci: pembangunan ekonomi, maqashid syari’ah
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Syariah (S.E.Sy) Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,tentunya sangatlah sulit bagi
penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, karena berkat kehendak dan keridhoan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi S1 ini
2. Bapak Mukasir (Ayah) dan Ibu Misih (Ibu) yang senantiasa mendukung
penuh semua cita-cita dan selalu mendoakan penulis.
3. Bapak J.M. Muslimin, M.A., Ph.D. selaku dekan Fakultas Syariah dan
Hukum yang saya hormati dan menjadi guru bagi kita semua.
4. Dr. Euis Amalia, M.Ag. selaku ketua Program Studi Muamalat yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan kepada saya selama menjadi
mahasiswa prodi Muamalat.
5. Bapak Djaka Badranaya, M.E selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini.
vi
6. PT. Angkasa Pura II yang telah membiayai dan memberikan Beasiswa
BUMN selama saya menempuh Studi S1 di UIN Syarif Hidayatullah
7. Keluarga Besar (Mbak Situn sekeluarga, Mas Samiran sekeluarga, Mbak
Darti sekeluarga, Mas Yusman sekeluarga, Mbak Ari sekeluarga, Mas
Satir sekeluarga, Amelinda Kuswardani sekeluarga, dan adik tercinta Muji
Asih serta Hadi Wiyatno) yang selalu mendukung penulis baik moral
maupun material, semoga Allah akan membalas jasa semuanya.
8. M. Idham Rasyid, Syamsul Ma’arif, dan Alvin Joeshar, Stephani
Hendistia, Yusuf Ahmadi sahabat seperjuangan yang selalu ada untuk
bertukar pikiran.
9. Kanda Arif Soleh dan Kanda Eddy Najmuddin yang selalu memberi
inspirasi.
10. Bapak H. Utob Tobroni, Lc., MCL., dan keluarga selaku ayah kedua dan
sumber inspirasi yang telah mendidik dan membina saya selama berada di
Asrama Ma’had UIN Jakarta
11. Teman-teman kelas G Perbankan Syariah (PS-G) dan teman – teman
angkatan 2009 yang menjadi tempat berdiskusi yang menyenangkan dan
semoga dilancarkan segala urusannya.
12. Kawan – kawan kelompok kajian ekonomi Islam COINS, BEM-J, BEM-F,
Organisasi Ma’had UIN Jakarta, dan HMI KomFakSy cabang Ciputat
yang telah memberikan begitu banyak ilmu beserta pengalaman bagi
penulis sehingga dapat berkembang menjadi seperti sekarang ini
vii
13. Ucapan terima kasih khusus untuk anggota dan pengurus C.O.I.N.S yang
menjadi keluarga ideologis dan tempat mengasah pemikiran bersama.
14. Semua pihak yang telah membantu penulis baik selama masa pendidikan
hingga pengerjaan skripsi yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, maka dengan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun guna penyempurnaan penulisan-penulisan lainnya di
masa mendatang.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 17 April 2014
Moh Tohir
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 7
F. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 8
G. Studi Review Terdahulu .............................................................................. 8
H. Metode Penelitian ...................................................................................... 11
I. Sistematika Penulisan ............................................................................... 12
BAB II EKONOMI PEMBANGUNAN
A. Definisi Pembangunan Ekonomi ............................................................... 14
B. Tujuan Utama Pembangunan ..................................................................... 15
ix
C. Pembangunan Ekonomi dalam Islam ......................................................... 17
D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam ................................. 26
E. Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan ............................. 30
BAB III Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi
A. Al-Ghazali .................................................................................................. 41
B. Ibn Khaldun ................................................................................................ 51
C. M. Umer Chapra ........................................................................................ 72
D. Relevansi Pembangunan Ekonomi Islam dan Pembangunan Ekonomi
Indonesia .................................................................................................... 84
BAB IV Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan ............................................................................................... 87
B. Saran .......................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
A. Latar Belakang
Kemajuan peradaban dunia dalam bidang ekonomi seperti saat ini adalah
proses panjang pembentukan peradaban manusia. Paradigmanya dari masa ke
masa terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Jika kita melihat secara
kasat mata atau secara parsial, kemajuan peradaban saat ini didominasi oleh
peran negara-negara Eropa yang merepresentasikan kaum sekuler, yakni
masyarakat yang memisahkan nilai-nilai agama dalam berbagai urusan dunia.1
Sementara di lain pihak negara-negara dengan mayoritas berpenduduk muslim
bahkan yang menggunakan sistem pemerintahan Islam sekalipun rata-rata berada
dalam kategori negara berkembang bahkan masuk dalam kategori negara
miskin2. Kondisi negara-negara Islam
3 dalam beberapa dekade terakhir yang
cenderung masuk dalam kategori negara terbelakang seolah-olah telah
membenamkan kebesaran para ilmuwan Islam dalam bidang ekonomi, dan
meragukan sistem ekonomi Islam untuk menjawab tantangan-tantangan ekonomi
1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) /sékulér/ a bersifat duniawi atau
kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian) 2 Untuk lebih lanjut bisa mengakses data di www.undp.org 3 Mengacu pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau The Organisation of the Islamic
Conference (OIC) yang merupakan sebuah organisasi antar-pemerintah dengan 57 (lima puluh tujuh)
negara anggota pada 2002 (sebagian besar negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim).
Organisasi ini didirikan pada September 1969, di antara tujuan lain, untuk memperkuat solidaritas dan
kerjasama antara negara-negara anggota di bidang politik, ekonomi, budaya, ilmiah dan sosial.
2
di lain pihak. Bahkan banyak ilmuwan yang menganggap Islam sebagai
penghambat pembangunan.4
Padahal sesungguhnya peradaban Islam mempunyai pengalaman yang baik
dalam membangun peradaban termasuk dalam bidang ekonomi. Menurut
beberapa ilmuwan Barat seperti Toynbee (1935), Hitti (1958), Hodgson (1977),
Baeck (1994) dan Lewis (1995) berpendapat bahwa Islam pada masanya telah
berperan secara positif dalam pembangunan masyarakat. Hanya karena faktor
Islam yang mampu menjawab kenapa masyarakat Badui (Arab) yang mana
mempunyai karakter saling bermusuhan satu dengan lainnya, kekurangan
sumberdaya, dan iklim yang tidak bersahabat, serta memiliki sedikit kriteria
untuk tumbuh, tetapi mereka bisa tumbuh dengan cepat melawan berbagai
rintangan dan bertahan dengan kokoh menghadapi superioritas kerajaan
Byzantium dan kerajaan Persia5.
Peradaban Islam juga telah melahirkan banyak ilmuwan yang memiliki ide
yang original di bidang ekonomi. Bahkan pemikiran para ilmuwan ekonomi
Islam sebenarnya pelopor dan peletak dasar-dasar ilmu ekonomi telah banyak
menginspirasi tokoh-tokoh barat. Misalnya Ibn Khaldun yang diakui oleh dunia
sebagai bapak ilmu sosial dalam karya monumentanya yaitu Al-Muqaddimah
4 Salah satunya Timur Kuran dalam Why the Middle East is Economically Underdeveloped:
Historical Mechanisms of Institutional Stagnation. The Journal of Economic Perspectives. Selain
Kuran, Noland juga menyimpulkan hal yang sama bahwa Islam, berdasarkan data-data yang ada
memang menghambat pembangunan . untuk lebih lanjut dapat dilihat di Noland, M. Religion, culture,
and economic performance. Unpublished paper, [email protected]. 5 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low
Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 846
3
telah menjelaskan teori-teori pembagian kerja, pasar, ekonomi pembangunan,
good governance dan lain-lain berabad-abad sebelum kemunculan buku Adam
Smith the Wealth of Nation. Atau Al-Ghazali yang telah merumuskan konsep
maqashid syaria‟ah, sebuah konsep kedilan yang sangat penting dalam kajian
ekonomi pembangunan saat ini. pemikirinnya jauh sebelum karya John Rawls
“Justice as Fairness” dan “A Theory of Justice” atau teori-teori kedilan Barat
diterbitkan. Serta teori-teori distribusi pendapatan yang juga menjadi tema sentral
dalam ekonomi pembangunan telah menjadi perhatian khusus oleh Ya‟qub bin
Ibrahim Abu Yusuf dalam karyanya Al-Kharaj.
Namun runtuhnya kekuasaan Islam berdampak pada hancurnya sendi-sendi
peradaban Islam dan mulai bergeser pada dominasi Barat. Selama Barat
mengalami masa kebangkitan di lain pihak Islam sedang mengalami
keterpurukan, sehingga terjadi gap sejarah. Para ilmuwan barat mendominasi
ilmu pengetahuan dengan melupakan sumber-sumber yang mereka peroleh, tak
lain berasal dari peradaban Islam. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat bahwa,
ketika Islam dalam masa kejayaan sebaliknya Barat masih dalam zaman
kegelapan atau dark age, bahkan pada tahun 1000 M (Barat) masih sedemikian
terbelakangnya, dan harus hanya bersandar secara total kepada ilmu pengetahuan
Dunia Islam (Kneller)6.
6 Nurcholish Madjid, Islam, Doktrine, dan Peradaban, (Yayasan Paramadina : Jakarta, 2000)
hal. 34
4
Kegagalan sistem pembangunan yang berlandaskan paham Kapitalis dan
Sosialis dalam mewujudkan kesejahteraan di berbagai negara dengan munculnya
berbagai krisis yang terus muncul secara periodik telah membangkitkan para
ilmuwan ekonomi pada umumnya untuk mencari sistem ekonomi alternatif dan
motivasi tersendiri untuk ilmuwan Islam membuktikan serta membangkitkan
kembali sistem ekonomi Islam untuk menggantikan sistem ekonomi yang tidak
memadai lagi. Dalam dunia Islam semangat itu ditandai dengan munculnya
paradigma baru yang diutarakan oleh Muhammad Iqbal mengenai “Pintu Ijtihad
Masih Terbuka”. Paradigma yang dihadirkan oleh Iqbal telah membangkitkan
semangat kebangkitan Islam. Sehingga dalam bidang ilmu ekonomi dewasa ini
telah muncul ilmuwan-ilmuwan dalam bidang ekonomi Islam di era modern.
Salah satu tokoh ekonomi Islam yang sangat berpengaruh adalah Umer
Chapra. Ia adalah salah satu tokoh ekonomi Islam kontemporer yang sangat
produktif dengan karya-karyanya yang sangat fundamental dan komprehensif.
Umer Chapra dalam tulisan-tulisannya mampu menganalisis dengan tajam
berbagai kebobrokan sistem-sistem ekonomi yang telah mapan, serta mampu
menjelaskan ekonomi Islam dengan baik. Karya-karya Umer Chapra membahas
mengenai sistem ekonomi Islam secara umum, keuangan Islam, sejarah
pemikiran ekonomi, kelembagaan ekonomi Islam, serta ekonomi pembangunan
Islam. Karya-karya Umer Chapra diantaranya adalah; Islam and the Economic
Challenge, Toward a Just Monetary System, The Future of Economic: An Islamic
5
Perspective, Economic Development in Muslim Countries dan lain-lain baik
dalam bentuk buku, jurnal, ataupun paper.
Kebangkitan ilmu ekonomi Islam dan ilmu pembangunan Islam pada
khususnya telah memunculkan inisiatif untuk menerapkan sistem ekonomi Islam
di berbagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim oleh para ilmuwan
ekonomi pembangunan Islam maupun oleh kelompok-kelompok masyarakat
ataupun organisasi, hal ini juga terjadi di Indonesia. Upaya untuk menerapkan
sistem ekonomi yang berbasiskan ajaran Islam semakin menguat karena
Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia serta
ketidakmampuan pemerintah hingga saat ini untuk mewujudkan ekonomi yang
bekeadilan.
Kita sebagai umat Islam memiliki kewajiban untuk masuk Islam secara
kaffah, termasuk dalam bidang ekonomi. Untuk menjalankan ekonomi Islam
yang sesuai konsep maqashid syari‟ah harus dilakukan Islamisasi ekonomi.
Bagaimanapun Islamisasi harus tidak dipahami suatu penawar semua
permasalahan negara-negara muslim. Beberapa masalah yang diciptakan oleh
kemunduran sosio ekonomi, politik dan moral yang telah ada selama berabad-
abad, kebijakan domestik yang salah dan program eksternal yang tidak sehat
pasti akan berlangsung lama. Juga harus dipahami bahwa Islamisasi adalah
6
proses yang bertahap. Ia tidak dapat dicapai dengan serta merta melalui
penggunaan kekuatan atau regimentasi.7
Untuk menerapkan sistem ekonomi Islam dan pembangunan ekonomi Islam
khususnya diperlukan upaya untuk memahami berbagai pemikiran ilmuwan Islam di
bidang ekonomi pembangunan, sehingga akan muncul rumusan konsep ekonomi
pembangunan Islam. Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,
maka penulis memilih judul; “Rekonstruksi Pemikiran Pembangunan Ekonomi
Islam Menurut Pemikiran Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan M. Umer Chapra”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah diperlukan untuk menerangkan masalah-masalah yang
ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan perumusannya,
antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi dalam Islam?
2. Bagaimana konsep pembangunan ekonomi dalam Islam?
3. Bagaimanakah implementasi dari konsep pembangunan ekonomi Islam?
4. Apa tantangan pembangunan ekonomi Islam?
C. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa maka dalam
penelitian ini, penulis hanya akan membatasi permasalahan pada konsep
7 Umer Chapra. Islam dan Tantangan Ekonomi. (Gema Insani : Jakarta 2000) hal. 380
7
pembangunan ekonomi Islam dari para tokoh pembangunan ekonomi Islam
diantaranya Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Umer Chapra. Penulis akan mencoba
untuk merekonstruksi pemikiran ketiga tokoh tersebut. Rekonstruksi adalah
pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula ; Penyusunan atau
penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali
sebagaimana adanya atau kejadian semula.8
D. Rumusan Masalah
Untuk dapat memberikan suatu gambaran yang lebih jelas tentang masalah
yang akan diteliti, berikut ini diajukan beberapa pertanyaan penelitian yang
dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep pembangunan ekonomi menurut Al-Ghazali, Ibn
Khaldun, dan Umer Chapra?
2. Bagaimanakah relevansi konsep pembangunan Islam dan pembangunan
Indonesia?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tersusunnya format pemikiran pembangunan ekonomi menurut Al-
Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra
8 B.N. Marbun , Kamus Politik, (Pustaka Sinar Harapan: Jakarta1996), hal.469.
8
b. Terumuskannya dimensi-dimensi implementasi pemikiran
pembangunan ekonomi Islam.
2. Manfaat Penelitian
a. Menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi penulis
khususnya, dan bagi masyarakat pada umumnya terkait ekonomi
pembangunan Islam
b. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kepustakaan
dalam hal Ekonomi Pembangunan Islam
c. Menjadi masukan dan saran bagi para penelitian selanjutnya sehingga
bisa menjadi perbandingan bagi penelitian yang lain
F. Kerangka Berfikir
Pembahasan tentang ekonomi pembangunan termasuk hal yang masih baru,
baik di dunia pada umumnya maupun dalam dunia Islam khususnya. Khasanah
keilmuan Islam khususnya dalam bidang ekonomi sebenarnya telah dimulai
semenjak lahirnya Islam itu sendiri. Telah banyak para ilmuwan Islam yang
menulis tentang ekonomi walaupun belum secara sistematis. Masing-masing para
tokoh memiliki karakteristik pemikiran yang berbeda-beda sesuai dengan latar
belakang dan tantangan yang dihadapi pada masanya.
Tentunya terdapat banyak persamaan maupun perbedaan pemikiran yang
kemudian apabila disatukan akan menjadi rumusan yang akan bisa menjawab
9
tantangan pembangunan ekonomi yang terus berkembang di masa sekarang
maupun masa akan datang.
G. Studi Review Terdahulu
Penulis Dina Rahma Umami
(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat,
Fakultas Syariah dan politik, Universitas Islam Negeri Jakarta,
2009).
Judul Pemikiran Ekonomi Mubyarto Dalam Prespektif Ekonomi
Islam
Pembahasan Pada skripsi ini penelitian yang dilakukan adalah untuk
mengetahui konsep filsafat, nilai-nilai dasar dan nilai
instrumental dari sistem ekonomi Islam, konsep filsafat, nilai-
nilai dasar dan nilai instrumental dari pemikiran ekonomi
Mubyarto dan pandangan system ekonomi Islam terhadap
pemikiran ekonomi dari Mubyarto
Hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian, pemikiran ekonomi Mubyarto
tidak bertentangan dengan sistem ekonomi Islam, sebab:
a. Pemikiran ekonomi Mubayrto berjiwa religious dan
mengedepankan unsur moral yang menginginkan adanya
keseimbangan dan keselarasan hubungan vertical dan
10
horisontal.
b. Bersifat karakyatan yang memberikan perhatian besar pada
penderitaan rakyat kecil yang merupakan korban dari
kesenjangan ekonomi
c. Bersifat humanis dimana ia tidak menginginkan terjadinya
ekspolitasi, penindasan dan dominasi sesame manusia.
e. Penulis kategorikan pemikiran Mubyarto sebagai pemikiran
yang berhaluan soislis religious.
Penulis Arif Soleh
(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010).
Judul Konsep Pembangunan Ekonomi: Studi Komparatif Pemikiran
Mubyarto dan Umer Chapra
Pembahasan Pada Skripsi ini membahas tentang beberapa pokok masalah:
1. Bagaimana konsep pemikiran Mubyarto dan Chapra dalam
konsep pembangunan ekonomi?
2. Bagaimana relevansi pemikiran Mubyarto dan Chapra
terhadap perekonomian Indonesia?
11
Pendekatan yang penulis gunakan untuk mengkaji dan
menganalisa pokok masalah yang telah ditentukan
menggunakan metode library research dengan tekhnik analisa
ANN (Artificial Neuron Network)
Hasil penelitian Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa baik Mubyarto
maupun Chapra memiliki pemikiran yang kesamaan dalam segi
relevansi dan urgensi. Pemikiran keduanya patut untuk
dikembnagkan mengingat perlunya bangsa Indonesia
melepaskan diri dari ketergantungan pihak asing.
Keduanya telah dengan tepat meletakkan dasar-dasar dimensi
moral dan keadilan ditengah keadaan Indonesia yang
membutuhkan reformasi di bidang ekonomi.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian Skripsi ini berupa penelitian kepustakaan (library
research) dengan data dan cara analisa kualitatif,9 dengan mendeskripsikan
dan menganalisa objek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai
sumber yang berkaitan dengan topik. Untuk kemudian dilakukan analisis
9 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999)
12
dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk
laporan tertulis.
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif
yang diperoleh dari sumber-sumber otentik yang terdiri atas sumber primer
dan sumber sekunder. Data primer berasal dari tulisan-tulisan para tokoh-
tokoh ekonomi pembangunan Islam diantaranya Al-Muqaddimah karya Ibn
Khaldun, Economic Development in Muslim Countries karya Umer M.
Chapra, Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali. Sedangkan sumber sekunder
berupa pemikiran para tokoh yang diulas oleh orang lain baik dalam bentuk
essay, jurnal, buku, ataupun karya ilmiah lainnya.
3. Teknik Pengambilan Data
Didalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan
dengan menggunakan teknik studi pustaka, dalam hal ini adalah buku,
jurnal dan artikel.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. Untuk
mengetahui gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini,
penyusun menguraikan secara singkat sebagai berikut:
13
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang
akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan
sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang teori pembangunan
pada umumnya dan konsep dasar ekonomi pembangunan Islam menurut para
tokoh-tokoh ekonomi pembangunan Islam.
BAB III GAMBARAN UMUM
Pada bab ini akan dijabarkan profil dan pemikiran dari Al-Ghazali dan
Ibn Khaldun sebagai representatif ilmuwan generasi awal kemudian Umer
Chapra sebagai representatif ilmuwan ekonomi pembangunan di era modern.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraukan hasil rekonsrtuksi pemikiran para tokoh
dalam hal ini Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra mengenai konsep
ekonomi pembangunan dalam Islam.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dari pembahasan dan
saran-saran yang dikemukakan dari pembahasan.
14
BAB II
Pembangunan Ekonomi
A. Definisi Pembangunan Ekonomi
Pada dasarnya, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial. Ilmu ini
menyoroti manusia, serta sistem-sistem sosial yang mengorganisasikan
aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia pada umumnya dalam rangka
memenuhi berbagai kebutuhannya yang mendasar (yaitu pangan, sandang
dan, papan) dan untuk memenuhi keinginan-keinginannya yang bersifat
nonmaterial (seperti pendidikan, pengetahuan, dan pemuasan spiritual).
Sebagai ilmuawan sosial, para ekonom acapkali berhadapan dengan situasi
yang tidak biasa, oleh karena mereka dan objek studinya, yaitu manusia dan
segenap tingkah lakunya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, senantiasa
berubah10
mengikuti perubahan zaman itu sendiri. Kompleksnya
permasalahan dalam ekonomi memunculkan fokus-fokus pembahasan yang
lebih mendetail, diantaranya adalah ekonomi keuangan yang fokus untuk
membahas masalah keuangan, ekonomi politik yang fokus membahas
masalah ekonomi dikaitkan dengan politik, ekonomi mikro dan makro, serta
yang paling baru adalah ekonomi pembangunan yang membahas isu-isu dan
upaya-upaya pembangunan ekonomi. Beberapa tokoh mendefinisikan
pembangunan ekonomi diantaranya adalah;
10
Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:
P.T. Gelora Aksara Pratama: 1998) hal. 12
15
a. Menurut Todaro pembangunan merupakan upaya manusia secara sadar
dan sistematik baik individu atau kolektif untuk mewujudkan kehidupan
yang lebih baik, sejahtera dan merupakan proses tanpa henti
b. Definisi yang berbeda disampaikan oleh Lauterbach, menurutnya
pembangunan merupakan suatu upaya menciptakan kondisi yang lebih
baik bagi rakyat suatu negara secara keseluruhan, sesuai dengan
kebutuhan mereka yang sesungguhnya, tanpa mengganggu sistem nilai
dan cara-cara hidup mereka.11
c. Menurut Kartasasmita pembangunan adalah proses perubahan keadaan
menuju pada kondisi yang lebih baik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah
upaya sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih
baik melalui perubahan-perubahan yang positif dengna tetap melindungi
nilai-nilai yang dianut masyarakat.
B. Tujuan Utama Pembangunan
Tujuan dari pembangunan yang benar-benar sempurna memang
tidaklah mudah untuk merumuskannya. Perdebatan mengenai hal ini sudah
berlangsung sangat lama dan masing-masing orang berpegang pada
keyakinannya masing-masing. Namun secara keseluruhan dapat terangkum
11
Jan-Erik Lane dan Svante Ersson, Ekonomi Politik Komparatif : Demokrasi dan
Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002) hal. 68
16
dalam pendapat Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lain yakni terdapat tiga
tujuan pembangunan.
Pertama kecukupan (sustenance), yang dimaksud kecukupan bukan
hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan
kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu
yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan
dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu
saja dari sekian banyak kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi, maka akan muncul
kondisi keterbelakangan absolut.12
Kedua adalah jati diri (self-esteem) komponen universal yang kedua
dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri
untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak
melakukan atau mengejar sesuatu.13
Pembangunan harus mampu memberikan
penghargaan diri sebagai manusia, dan tidak digunakan sebagai alat dari orang
lain. Artinya, pembangunan harus mampu mengangkat derajat manusia dan
menciptakan kondisi untuk tumbuhnya jati diri (self-esteem)14
.
Ketiga adalah kebebasan dari menghamba (freedom from servitude);
nilai universal terakhir yang harus terkandung dalam makna pembangunan
adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini
12
Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:
P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 20 13
Ibid hal.. 20 14
Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing
Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2
17
hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak
sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam
kehidupan.15
Pembangunan harus membebaskan atau memerdekakan manusia
dari penghambaan dan ketergantungan akan alam, kebodohan dan
kemelaratan.16
Pembangunan dilakukan untuk tujuan peningkatan kebebasan
setiap orang dari kungkungan atau tekanan-tekanan kepentingan yang ada.
Ketiga inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap
orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam
berbagai macam manifestasi di hampir semua masyarakat dan budaya
sepanjang jaman.17
C. Pembangunan Ekonomi dalam Islam
1. Konsep Pembangunan Ekonomi dalam Khasanah Peradaban Islam
Istilah pembangunan dalam khasanah peradaban Islam dan dalam
karya-karya klasik lazimnya dihubungkan dengan konsep „imârah al-ard
(memakmurkan bumi) yang dipahami dari ayat al-qur‟an salah satunya surah
Hud ayat 61.18
Mayoritas penulis berpendapat bahwa kata al-„imârah
15
Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:
P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 21 16
Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing
Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2 17
Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:
P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 19 18
Asmuni Mth, Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X tahun
2003. Hal 128-129
18
(memakmurkan atau mengelola bumi untuk kemakmuran hidup manusia)
identik dengan kata at-tanmiyah al-iqtisadiyah (pembangunan ekonomi)19
Artinya: “dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh.
Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada
bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)
dan menjadikan kamu pemakmurnya[Maksudnya: manusia dijadikan
penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.], karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-
Nya)."
Walaupun dalam bahasa Arab modern arti kata dari isti‟mar diartikan
penjajahan, isti‟mara adalah menjajah. Makna ini tidak dikenal dalam
bahasa Al-Quran, dan memang ia merupakan penamaan yang tidak sejalan
dengan kaidah bahasa Arab dan akar katanya.20
Kata isti‟mara pada ayat di atas terdiri dari huruf sin dan ta‟ yang
dapat berarti meminta seperti dalam kata istighfara, yang berarti meminta
19
Ibid. hal 131 20
Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai
Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558
19
maghfirah (ampunan). Dapat juga kedua huruf tersebut berarti
“menjadikan” seperti pada kata hajar yang berarti “batu” bila digandengkan
dengan sin dan ta‟ sehingga terbaca istahjara yang maknanya adalah
menjadi batu.
Kata „amara dapat diartikan dengan dua makna sesuai dengan objek
dan konteks uraian ayat. Surat Al-Tawbah (9): 17 dan 18 yang
menggunakan kata kerja masa kini ya‟muru, dan ya‟muru dalam konteks
uraian tentang masjid diartikan memakmurkan masjid dengan jalan
membangun, memelihara, memugar, membersihkan, shalat, atau I‟tikaf
di dalamnya. Sedangkan surat Al-Rum (30): 9 yang mengulangi dua kali
kata kerja masa lampau „amaru berbicara tentang bumi, diartikan
sebagai membangun bangunan, serta mengelolanya untuk memperoleh
manfaatnya. Jika demikian, kata ista‟marakum dapat berarti “menjadikan
kamu” atau “meminta/menugaskan kamu” mengolah bumi guna
memperoleh manfaatnya.21
Masalah pembangunan juga dibahas secara mendalam oleh Ibn
Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah. Istilah yang digunakannya adalah
„Umran Al-„Alam. Walaupun sebagaian besar ilmuwan maupun masyarakat
umum memaknai „Umran dengan istilah yang sudah popular yaitu “sosial”
21
Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai
Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558
20
(ijtima‟), “tamadun” (hadarah), dan “perkotaan” (madaniyyah). Namun
yang dimaksud oleh Ibn Khaldun adalah makna yang lebih luas.
Pada hakikatnya, „Umran Al-„Alam merupakan suatu ilmu baru yang
dinamis serta mengandung makna yang sangat luas, bukan saja dari segi
sosial atau pembangunan yang bersifat fisik dan lokal, tetapi meliputi aspek
rohani dan jasmani yang bersifat “universal” untuk tujuan mencapai
kebahagiaan dan kemakmuran manusia di dunia dan di akhirat. Teori `umran
al-`alam telah diperkenalkan oleh Ibn Khaldun untuk menangani krisis
politik dan sosio-ekonomi yang melanda masyarakat Islam di Asia Barat,
khususnya di Andalus dan Afrika Utara pada abad ke-14M akibat terjadinya
keruntuhan agama dan akhlak serta perpecahan sesama umat Islam
disebabkan perbedaan mazhab, di satu pihak, serta dampak dan pengaruh
pemikiran tradisionalis Islam yang diimpor dari kebudayaan dan pemikiran
Persia dan Yunani kuno, di pihak yang lain. Pada waktu yang sama, umat
Islam pada waktu itu tidak memahami hukum masyarakat (ilmu sosial
masyarakat) dan alam yang sudah ditentukan oleh Allah Ta`ala serta kurang
peduli terhadap pemeliharaan dan kelestarian alam sekitar yang berdampak
pada kehidupan.22
Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemegang otoritas tertinggi baik
dalam bidang agama maupun negara sebenarnya telah meletakkan dasar-
22
Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A
Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 3
21
dasar pembangunan ekonomi yang komprehensif atau telah menjalankan
konsep „umran al-„alam. Dasar-dasar pembangunan yang diletakkan oleh
Rasulullah mengintregasikan antara spirit duniawi dan spirit ukhrawi.
Pembangunan aqidah dan akhlak atau attitude sebagai etos kerja menjadi
prioritas utama.
Sebagai bentuk upaya membangun peradaban baru Rasulullah segera
meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat pertama, membangun
masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Masjid bukan hanya difungsikan
sebagai tempat ibadah, melainkan untuk berbagai pembinaan masyarakat
serta untuk kegiatan muamalah di sekelilingnya. Kedua, menjalin ukhwah
islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dalam bentuk membuat
entrepreneur partnership baik dalam mengembangkan pertanian maupun
perdagangan. Ketiga, Rasulullah membuat undang-undang yang mengatur
hak dan kewajiban setiap individu masyarakat agar tercipta kehidupan yang
tertib. Keempat, meletakkan dasar-dasar keuangan negara. Dalam hal ini
didirikanlah Batul Mal sebagai pusat pengelolaan keuangan negara. Batul
Mal menjadi pusat pengumpulan pendapatan negara yang berasal dari dana
ziswaf serta retribusi dari negara. Kemudian dana yang dikumpulkan
disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, gaji pegawai, pendidikan serta
pengentasan kemiskinan.23
2. Pembangunan Ekonomi Islam di Era Modern
23
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 74-80
22
Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur masalah
ibadah, melainkan mengatur semua aspek dalam kehidupan salah satunya
adalah muamalah. Muamalah mengatur berbagai aturan hubungan sesama
manusia termasuk di dalamnya urusan ekonomi. Bahkan seorang orientalis
paling terkenal bernama H.A.R Gibb mengatakan, “Islam is much more than
a system of theology it‟s a complete civilization” (Islam bukan sekedar sistem
theologi, tetapi merupakan suatu peradaban yang lengkap).
Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam pada dasarnya telah
dipraktekkan pada zaman Rasulullah sampai para sahabat-sahabatnya
walaupun belum ada penyusunan prinsip-prinsip ekonomi yang sistematis
pada waktu itu. Tulisan-tulisan pemikiran tentang ekonomi ditulis dalam
kitab-kitab filsafat maupun fiqh. Para cendekiawan muslim berusaha untuk
mengidentifikasi pemikiran-pemikiran ekonomi Islam.24
Runtuhnya kekuasaan negara-negara Islam dan bahkan mengalami
penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa menyababkan degradasi peradaban
Islam yang sangat signifikan. Peradaban Islam seolah benar-benar tidak penah
ada, termasuk dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam. Josep Schumpeter
misalnya mengatakan, adanya “Great Gap” dalam sejarah pemikian ekonomi
selama 500 tahun yaitu masa yang dikenal sebagai the dark age. Dalam
karyanya, “History of Economics Analysis”, ia menegaskan bahwa pemikir
ekonomi muncul pertama kali di zaman Yunani Kuno pada abad 4 SM dan
24
Ibid hal. 17
23
bangkit kembali pada abad 13 M di tangan pemikir skolastik Thomas
Aquinas.25
Negara-negara Islam yang sebagian besarnya baru merdeka pasca
Perang Dunia II ternyata belum sepenuhnya bisa mengaktualisasikan sistem
perekonomian yang sesuai ajaran Islam. Hal tersebut dikarenakan bangsa
asing masih ikut campur tangan dalam berbagai hal, termasuk sistem ekonomi
yang berbasis pada kapitalisme dan sekularisme. Penerapan sistem dari Barat
ternyata tidak sepenuhnya berhasil dan cenderung gagal. Kondisi negara-
negara muslim yang hampir seluruhnya masuk dalam kategori negara
berkembang (adapun negara yang maju dikarenakan kekayaan minyak mentah
dan gas alam, maka dibutuhkan upaya untuk merubah struktur ekonomi
kearah pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan), dan sebagiannya
lagi dalam kategori negara miskin.26
Negara-negara Islam pada umumnya tidak mampu menginternalisasi
mesin pertumbuhan. Paradoks yang terjadi di negara muslim adalah bahwa
mereka kaya akan sumber daya alam, namun ekonominya lemah dan miskin.27
Ilmuwan sering menyebut paradoks ini dengan kutukan sumber daya atau
“resorce curse”. Perkonomian mereka tegantung pada negara Barat dalam
banyak hal, misalnya impor bahan makanan, barang-barang manufaktur,
25
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 69 26
Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic
Development, 8th
International Conference on Islamc Economic and Finance 27
Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for
Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. 172
24
tekhnologi, dan lain-lain, disisi lain mereka mengekspor produk primer.
Sebagiannya menderita karena efek dari warisan sistem ekonomi kolonial
yang berlarut-larut, dan ini adalah contoh yang sempurna dari hubungan
“negara maju di pusat – negara miskin pinggiran”.28
Untuk menanggapi semua isu yang berkembang khususnya pada dunia
Islam dan mencari upaya untuk mengatasinya permasalahan tersebut, pada
tahun 1976 Universitas King Abdul Aziz menggelar “International
Conference on Islamic Economics” yang pertama. Konferensi ini di hadiri
oleh 200 ekonom dan ulama dari seluruh dunia. Konferensi ini boleh
dikatakan sebagai awal kebangkitan ilmu ekonomi Islam di era modern serta
lahirnya ilmu ekonomi pembangunan Islam. Pokok-pokok bahasan dalam
konferensi tersebut diantaranya konsep dan metodologi ekonomi Islam,
produksi dan konsumsi dalam ekonomi Islam, peran negara dalam ekonomi
Islam, asuransi dengan konsep syari‟ah, bank bebas bunga, zakat dan
kebijakan fiskal, dan ekonomi pembangunan Islam.29
Ekonomi pembangunan
menjadi topik yang sangat relevan mengingat resep pembangunan yang
ditawarkan oleh barat nyatanya tidak sesuai dengan kondisi sosio-kultur
negara muslim.
3. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam
28
Ibid hal. 172 29
Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for
Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. xvii
25
Istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam
adalah “the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and
decency in life” (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan
ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan).30
Sedangkan
menurut DR. Abdel-Rahman Yousri Ahmed Pembangunan adalah perubahan
struktural dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan
penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas
produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik dari
sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan antara
aspek material dan spiritual.31
Atau jika kita mengacu pada literatur klasik bahwa pembangunan
memiliki arti „umran al-„alam maka konsep dari Ibn Khaldun menjadi konsep
pembangunan yang komprehensif. Di atas kaedah inilah maka Ibn Khaldun
mendefinisikan `umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Jabri, iaitu:
“Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan masyarakat yang
bekerjasama/bermuafakat di kawasan kota atau desa dalam sebuah negara
yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi keperluan hidup yang
bahagia dan makmur baik segi rohani atau jasmani bersamaan dengan
penerapan ajaran agama dan akhlak serta hukum dan peraturan kejadian alam
30
http://www.agustiantocentre.com diakse pada tanggal 19 Februari 2014 10:40
31 Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic
Development, 8th
International Conference on Islamc Economic and Finance
26
dan manusia ciptaan Allah Ta`alan” (Muhammad `Abid al-Jabri, 1992:132-
138, 298)
Dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi yang dimaksud
dalam islam adalah upaya yang dilakukan oleh sekumpulan masyarakat yang
saling bekerja sama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik disertai
dengan pengamalan ajaran Islam yang universal demi kehidupan yang
berkelanjutan.
D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam
Menurut Umer Chapra tujuan dari suatu sistem ekonomi sangat
dipengaruhi oleh pandangan-duniannya. Salah satunya adalah pertanyaan
yang berkaitan dengan bagaimana alam semesta muncul, makna dan tujuan
hidup manusia, kepemilikan dan penggunaan objektif sumber daya yang
langka untuk kehidupan manusia, serta hubungan antar sesama manusia
(termasuk hak dan kewajiban mereka) juga pada lingkungan. Sebagai contoh,
jika pandangan mengenai alam semesta tercipta dengan sendirinya, maka
akibatnya manusia tidak perlu bertanggungjawab pada siapapun dan hidup
bebas sesukanya. Tujuan hidup mereka hanya sekedar mencari kesenangan,
tanpa memperdulikan bagaimana cara mendapatkannya dan apa akibatnya
bagi orang lain dan lingkungannya. Kemudian, pemenuhan kepentingan
pribadi dan seleksi alam menjadi norma-norma yang paling logis dari
kebiasaan. Jika diyakini bahwa manusia hanyalah pion-pion dalam papan
catur sejarah dan kehidupan mereka ditentukan oleh kekuatan dari luar di
27
mana mereka tidak memiliki kontrol, sehingga meraka tidak bertangung
jawab terhadap apa yang terjadi disekeliling mereka dan tidak perlu khawatir
dengan ketidak adilan yang terjadi.32
Akan tetapi, jika keyakinannya bahwa manusia dan apapun yang
dimilikinya diciptakan oleh Maha Pencipta dan mereka bertanggung jawab
kepada-Nya, mereka mungkin tidak menganggap diri mereka benar-benar
bebas untuk berkehendak sesuka hati atau seperti pion yang tak berdaya di
papan catur sejarah. Lebih dari itu, mereka memiliki misi yang harus
dijalankan, dan harus memanfaatkan sumber daya yang terbatas, serta saling
peduli satu sama lain dan lingkungannya dalam rangka menjalankan
misinya.33
Oleh karena cara pandang sangat mempengaruhi hasil akhir dari suatu
sistem yang diterapkan maka Islam harus memiliki pandangan-dunia yang
holistik mencangkup unsur kemanusian dan ketuhanan. Menurut Chapra
prinsip utama dalam ekonomi pembangunan Islam adalah tauhid, khilafah,
dan „adalah. Sementara menurut Khurshid Ahmad prinsip utama atau
landasan filosofi ekonomi pembangunan Islam ada empat (4) yaitu; tauhid,
rububiyyah, khilafah, dan tazkiyah. Sedangkan Aidit Ghazali (1990) dalam
bukunya “Development: An Islamic Perspective” membagi filosofi dasar
menjadi lima (5) yaitu; tauhid uluhiyah, tauhid rububiyyah,khilafah, tazkiyyah
32
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad Islamic Reseach Institute
Press : 1993). Hal. 33
Ibid
28
an-nas, dan al-falah. Walaupun terdapat beberapa perbedaan namun pada
dasarnya memiliki persamaan sumber yaitu Qur‟an dan Hadits dan juga tujuan
yang sama yakni maqashid syari‟ah.
Prinsip-prinsip ekonomi pembangunan dalam Islam yaitu;34
1. Tauhid Ulihiyyah, yaitu percaya pada Kemahatunggalan Allah dan semua
yang di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya. Dalam konteks upaya
pembangunan manusia harus sadar bahwa semua sumber daya yang
tersedia adalah kepunyaan-Nya sehingga tidak boleh hanya dimanfaatkan
untuk pemenuhan kepentingan pribadi.
2. Tauhid Rububiyyah, yaitu percaya bahwa tuhan sendirilah yang
menenrukan keberlanjutan dan hidup dari ciptaanya serta menurut siapa
saja yang percaya kepada-Nya kepada kesuksesan. Dalam konteks upaya
pembangunan, manusia harus sadar bahwa pencapaian tujuan-tujuan
pembangunan tidak hanya bergantung pada upayanya sendiri, tetapi juga
pada pertolongan Tuhan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Pada satu titik ekstrem, sikap fatalistic tidak dibenarkan sementara pada
titik ekstrem lainnya, kepercayaan sepenuhnya pada upaya-upaya
manusia sendiri dianggap tidak adil bagi Sang Pencipta.
3. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Di
samping sebagai wakil atas segala sumber daya yang diamanatkan
34
Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan,
(Jakarta : Penerbit Erlangga2010) hal. 23-24
29
kepadanya, manusia yang beriman juga harus menjalankan tanggung
jawabnya sebagai pemberi teladan atau contoh yang baik bagi manusia
lainnya.
4. Tazkiyyah an-nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian
manusia sebagai prasyarat yang diperlukan sebelum manusia
menjalankana tanggung jawab yang ditugaskan kepadanya. Manusia
adalah agen perubahan dan pembangunan (agent of change and
development). Oleh karena itu, perubahan dan pembangunan apa pun
yang terjadi sebagai akibat upaya manusia ditujukan bagi kebaikan lain
dan tidak hanya bagi pemenuhan kepentingan pribadi.
5. Al-falah, yaitu konsep keberhasilan dalam Islam bahwa keberhasilan apa
pun yang dicapai di kehidupan dunia akan mempengaruhi keberhasilan di
akhirat sepanjang keberhasilan yang dicapai semasa hidup di dunia tidak
menyalahi petunjuk atau bimbingan yang telah Tuhan tetapkan. Oleh
karena itu, tidak ada dikotomi di antara upaya-upaya bagi pembangunan
di dunia ataupun persiapan bagi kehidupan akhirat.
6. „Adalah, tanpa disertai keadilan sosio-ekonomi, persaudaraan yang
merupakan satu bagian integral dari konsep-konsep sebelumnya akan
tetap menjadi konsep yang tidak memiliki substansi. Rasulullah sangat
tegas dalam menghadapi perihal keadilan, bahkan Rasulullah
menyamakan ketidakadilan dengan dzulm “kegelapan mutlak”. Ibnu
Taimiyah juga menegaskan akan pentingnya keadilan. “Tuhan
30
menegakkan negeri yang adil meskipun kafir, tetapi tidak menegakkan
negeri yang tidak adil meskipun beriman.35
Sementara untuk mewujudkan
keadilan tersebut setidaknya harus dilakukan dengan cara ; (1)
pemenuhan kebutuhan, (2) penghasilan yang diperoleh dari sumber yang
baik, (3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, (4) pertumbuhan
dan stabilitas.36
E. Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan
1. Tantangan Pembangunan
Tantangan dalam pembangunan di manapun dan dalam sistem apapun
hampir semuanya memiliki permasalahan yang sama, yaitu; kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, pengangguran, kerusakan lingkungan, ketimpangan
pembangunan, dan kerusakan moral masyarakat.
a. Kemiskinan
Kemiskinan adalah akar kata dari miskin dengan awalan ke dan
akhiran an yang menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai persamaan
arti dengan kefakiran yang berasal dari asal kata fakir dengan
awalan ke dan akhiran an. Dua kata tersebut seringkali juga disebutkan
secara bergandengan; fakir miskin dengan pengertian orang yang sangat
kekurangan. Al-Qur‟an memakai beberapa kata dalam menggambarkan
kemiskinan, yaitu faqir, miskin, al-sail, dan al-mahrum,tetapi dua kata
35
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Surabaya : Risalah Gusti 1999) hal. 229-
230 36
Ibid. hal 230
31
yang pertama paling banyak disebutkan dalam ayat al-Qur‟an. Kata fakir
dijumpa dalam al-Qur‟an sebanyak 12 kali dan kata miskin disebut
sebanyak 25 kali, yang masing-masing digunakan untuk pengertian yang
hampir sama.37
b. Ketimpangan
Ketimpangan dibagi menjadi dua, ketimpangan pendapatan dan
ketimpangan pembangunan antar daerah. Ketimpangan pendapatan adalah
kesenjangan dalam distribusi pendapatan antara antara kelompok
masyarakat berpenghasilan tinggi masyarakat dan kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah. Sedangkan penyebab ketimpangan pembangunan
antar daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah
tertentu, misalnya di Indonesia pembangunan lebih terpusat di pulau jawa
tepatnya Jakarta. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi
tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi
yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah.
c. Pengangguran
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari
selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
37
M Amin Abdullah, Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau dari
Agama, diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal 23 Maret 2014
32
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah
angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah
lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran
seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-
masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah
menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di
mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit,
dilakukan oleh lebih banyak orang. Jumlah pengangguran biasanya seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya
lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja
(minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk
mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan
lapangan kerja. Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja,
menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk diri sendiri akan berdampak
33
positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh
dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja.38
d. Degradasi Lingkungan
Degradasi lingkungan dapat diartikan sebagai penurunan kualitas
lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan
oleh tidak berfungsinya secara baik komponen-komponen lingkungan
sebagaimana mestinya. Degradasi lingkungan pada dasarnya disebabkan
oleh adanya intervensi atau campur tangan manusia yang berlebihan
terhadap keberadaan lingkungan secara alamiah.
Akibat dari degradasi lingkungan adalah menurunnya kemampuan
alam untuk menyediakan bahan pemenuh kebutuhan manusia. Beberapa
bencana alam seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan merupakan hasil
secara tidak langsung dari aktivitas manusia sehingga dampaknya bisa
disebut sebagai degradasi lahan. Degradasi lahan memiliki dampak
terhadap produktivitas pertanian, menurunnya kualitas air, kualitas
lingkungan, dan memiliki efek terhadap ketahanan pangan.
e. Kerusakan Moral
Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh manusia
secara positif-konstruktif maupun secara negative-destruktif tergantung
kepada moral dan mental manusia (Bintarto, 1994:39) yang berperan
sebagai pencipta, pengembang, dan penggunanya, dalam bahasa Djuretna
38
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014
34
A Iman Muhni ilmu pengetahuan dan teknologi selalu terkait dengan
pemilik dan pemakainya yakni manusia yang sering tidak mampu
mengendalikan nafsu serakahnya sendiri dalam artian moral.39
Hal serupa
terjadi dalam pembangunan, meskipun bertujuan untuk meningkatkan
kemakmuran seluruh lapisan masyarakat, namun jika tidak ada landasan
moral maka akan menimbulkan masalah yang baru.
Walaupun jarang dibahas terutama dalam ekonomi pembangunan
konvensional, kerusakan moral sesungguhnya memiliki pengaruh yang
kuat dalam pembangunan jangka panjang. Masyarakat yang tidak memiliki
pegangan nilai moral yang benar maka akan mengalami degradasi
peradaban. Misalnya, dalam sistem kapitalis persaingan menjadi pemicu
utama pertumbuhan ekonomi yang berakibat pada timbulnya
individualism. Pembangunan yang mengabaikan moral berakibat pada
rusaknya generasi sebagaimana menurut professor Thomas Lickona dari
Cortland University dengan cirri-ciri (1) meningkatnya kekerasan
dikalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk,
(3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4)
meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti narkoba, sex bebas, dan
alkohol, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6)
penurunan etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua
39
Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi
Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 42
35
dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara,
(9) ketidak jujuran yang telah begitu membudaya, (10) adanya rasa saling
curiga dan kebencian di antara sesama.40
2. Indikator Pembangunan
Pada dasarnya arti dari pembangunan sebagaimana diungkapkan
oleh Ginandjar Kartasasmita adalah suatu proses perubahan kearah yang
lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Untuk
mengetahui apakah upaya-upaya yang dilakukan telah sesuai dengan
rencana, maka diperlukan sebuah ukuran (indikator). Walaupun masing-
masing negara memiliki kebutuhan berbeda dalam melaksanakan
pembanguanan, namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, maka
indikator-indikator pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi dua,
yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial.
Indikator ekonomi terdiri dari;
a. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB
merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi,
indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur,
sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
40
Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi
Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 45
36
Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator
makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa
kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah
dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah
ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis
ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan
ekonomi).Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan
indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini
tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan,
termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.41
b. Perubahan Struktural yang Tinggi
Perubahan struktural dalam perubahan ekonomi modern mencangkup
peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industry ke jasa, peru
bahan dalam skala unit-unit produktif.42
Pergeseran intersektoral ini dibarengi
dengan pertumbuhan dalam skala perusahaan, dan terjadi perubahan bentuk
organisasi dalam sektor seperti manufakturing atau perdagangan, yaitu dari
perusahaan kecil tidak berbadan hukum menjadi unit usaha yang besar dengan
struktur industri dan teknologi yang berubah cepat. Adapula perubahan yang
terjadi dengan cepat, yaitu dalam alokasi produk yang terjadi di antara
41
http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses tanggal
13 Februari 2014 42
M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada2004) hal. 60
37
berbagai perusahaan produksi dalam segala bentuk dan ukurannya.
Akibantnya terjadi juga perubahan dalam alokasi tenaga kerja.43
c. Urbanisasi
Pertumbuhan ekonomi modern juga ditandai dengan semakin
banyaknya perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan akibat dari
perkembangan industrialisasi di kota. Urbanisasi mempersatukan orang-orang
dari berbagai asal maupun latar belakang. Interaksi di perkotaan menuntut
mereka untuk saling belajar dan bekerja sama. Perubahan juga terjadi pada
angka kelahiran dan bergeser kearah keluarga kecil, selain itu hal ini juga
menciptakan iklim bagi tumbuhnya kegiatan intelektual. Sementara menurut
Simon Kuznet, urbanisasi mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumen
melalui tiga cara. Pertama, menghasilkan pembagian kerja dan spesialisasi
yang makin meningkat, serta meningkatnya usaha dari rumah tangga. Kedua,
meningkatnya harga kebutuhan pokok. Ketiga, berlakunya demonstration
effect kehidupan kota mendorong pengeluaran para urban meningkat.44
d. Tingkat Tabungan
Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat memungkinkan
masyarakat untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung.
Dengan meningkatnya jumlah tabungan ini maka ketersediaan modal usaha
43
M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada2004) hal. 61 44
M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada2004) hal. 62
38
semakin meningkat, dengan meningkatnya modal maka jumlah usaha baru
akan meningkat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kapasitas
produksi.
Keberhasilan pembangunan yang ditunjukkan oleh kinerja indikator
ekonomi tidak sepenuhnya menjamin bahwa pembangunan itu telah berhasil.
Misalnya peningkatan pendapatan tanpa disertai pemerataan pendapatan,
akhirnya akan menghambat kenaikan pendapatan sebagai akibat menurunnya
semangat kerja dan sangat mungkin juga karena meningkatnya ketegangan-
ketegangan sosial.45
Pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan fisik tanpa
mempertimbangkan nilai-nilai terbukti telah gagal. Oleh sebab itu para
ilmuwan mencoba mengembalikan akan pentingnya nilai dan etika dalam
pembangunan. salah satu pendapat yaitu dari Goulet (1995) “Etika
menempatkan konsep pembangunan dalam kerangka kerja yang luas dimana
pembangunan pada akhirnya berarti kualitas hidup dan kemajuan masyarakat
melalui nilai-nilai yang diekpresikan dalam berbagai budaya. Ini adalah tujuan
utama untuk menciptakan kesempatan manusia untuk hidup seutuhnya
sebagai manusia sejati.46
45
Mustopadidjaja AR, Perannya Sekitar10 Januari 1966: Landasan Perekonomian Orde
Baru, dalam “Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro” Editor Moh. Arsyad Anwar dkk.
(Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara2007) hal 78 46
Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human
Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research
Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 4
39
Oleh karena itu dalam Islam indikator sosial menjadi prioritas utama
tentunya dengan tidak mengesampingkan indikator ekonomi. Walaupun
pembangunan dengan perspektif pembangunan manusia relative baru, gagasan
tentang kehidupan yang lebih baik sebenarnya adalah tema-tema ulangan dari
filsuf muslim awal, misalnya Al-Ghazali dan Ibn Khaldun.47
Pada umumnya indikator sosial dinyatakan dalam indeks-indeks yang
meliputi Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup dan
Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia.
1) Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup mengukur
tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggabungkan tiga komponen
penting yaitu; harapan hidup pada umur 1 tahun, angka kematian, dan
tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indikator, kinerja ekonomi
suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, di mana 1 merupakan
kinerja ekonomi terendah, sedangkan 100 adalah kinerja ekonomi
tertinggi.48
2) Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia
adalah program UNDP untuk menganalisis perbandingan status
pembangunan sosial ekonomi di berbagai negara. UNDP mengeluarkan
laporan ini setiap tahunnya berupa Human Development Report.
47
Ibid. hal. 7 48
Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5), (Yogyakarta :
UPP STIM YKPN2010) hal.19
40
Komponen dalam HDI meliputi, angka harapan hidup, literasi, dan
pendapatan perkapita riil.
Visi pembangunan dalam Islam adalah keseimbangan antara dunia dan
akhirat, dengan menjadikan nilai-nilai ajaran ilahi sebagai fondasi dengan
tujuan akhirnya adalah tercapainya maqashid syari‟ah. Maqashid syariah
terdiri dari lima elemen yang sangat penting yang terdiri dari hifz ad-din
(menjaga keimanan), hifz an-nafs (menjaga jiwa), hifz al-aql (menjaga
akal), hifz an-nasl (menjaga keturunan), dan hifz al-mal (menjaga harta).
Untuk mengukur pencapain maqashid syari‟ah Humayon A Dar dan
Saidat F. Otiti membuat sebuah terobosan dengan memasukkan indikator-
indikator ekonomi dan non-ekonomi kedalam unsur-unsur maqashid
syari‟ah misalnya faktor hifz ad-din (menjaga keimanan) diukur dengan
menggunakan indeks kepercayaan, hifz an-nafs (menjaga jiwa) dapat
diukur dengan Angka Harapan Hidup, hifz al-aql (menjaga akal) diukur
menggunakan Indeks Pendidikan hifz an-nasl (menjaga keturunan) dapat
diukur dengan Indeks Nilai Keluarga dan Emisi Karbon.
41
BAB III
Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi
A. Al-Ghazali
1. Profil Al-Ghazali
Lahir pada tanggal 14 Jumadil Akhir 450 / 18 Desember 1058 M di
kota Thusi sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran). Nama lengkapnya
adalah Abu Hamid al-Ghazâli Muhammad ibn Muhammad al- Ghazâli al-
Thusi. Al-Ghazali hidup pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah,
tepat pada saat kekuasaan Dinasti Saljuk. Ia hidup ditengah berbagai
masalah yang sedang dialami umat Islam.
Pada masa al-Ghazâli, tidak saja terjadi disintegrasi umat Islam di
bidang politik, melainkan juga di bidang sosial-keagamaan. Umat Islam
ketika itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan aliran
kalam yang masing-masing tokoh ulamanya dengan sadar menanamkan
fanatisrne golongan kepada umat. Sebenarnya tindakan serupa juga
diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya
kepada rakyat dengan segala daya upaya, bahkan dengan cara kekerasan.
Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh Al-Kundury, Perdana Menteri
Dinasti Saljuk pertama yang beraliran Mu‟tazilah sehingga mazhab dan
42
aliran lainnya (seperti mazhab Syifi‟i dan Asy‟ari) menjadi tertekan, bahkan
banyak korban dan tokoh-tokohnya.49
Ayah Al-Ghazali wafat ketika ia masih kecil, sehingga untuk
pendidikan formal diperolehnya di Madrasah setelah dianjurkan oleh para
sufi yang mengasuhnya, karena ia tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhannya sendiri. Ia belajar fiqh dari Ahmad Ibnu Muhammad ar-
Razkan at-Thusi di Thus dan tasawwuf dari Yusuf an- Nasaj, kemudian
hinggà 470 H. Al-Ghazali, belajar ilmu-ilmu dasar yang lain, termasuk
bahasa Persia dan Arab pada Nasr al-Ismâil di Jurjin. Pada usia 20 tahun
telah menguasai beberapa ilmu-ilmu dasar dan dua bahasa pokok yang lazim
dipergunakan oleh masyarakat ilmiah ketika itu, sehingga dua bahasa ini
mengantarkan dalam memahami buku-buku ilmiah secara otodidak. Tahun
473 H. Al- Ghazâli pergi ke Naizabur untuk belajar di Madrasah an-
Nizamiah, ketika itu Imam al-Haramain Diya ad-Din al-Juwaini (478 H.)
bertindak sebagai kepala dan tenaga pengajar di sana.50
2. Pemikiran Al-Ghazali
Walaupun Al-Ghazali lebih dikenal sebagai tokoh sufi yang
termashur, namun tidak sedikit karya-karyanya yang membahas tentang
masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat, diantaranya masalah
ekonomi. Pemikiran Al-Ghazali mengenai ekonomi boleh dikatakan
49
H. Hadi Mutamam, “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya dalam Al-
Muatashfa”, Mazahib, vol. IX. No. 1, Juni 2007. Hal 13 50
ibid
43
pemikiran yang orisinal karena pemikirannya telah terkonsep jauh sebelum
teori-teori ekonomi yang berkaitan konsep maslahah, dengan pasar, evolusi
uang, serta aktivitas produksi disusun oleh ilmuwan ekonomi Barat.
Diantara banyak pemikiran dalam bidang ekonomi yang paling
menonjol adalah pemikiran tentang konsep maqasid al-syari‟ah. Konsep ini
secara langsung disebutkan baik dalam qur‟an maupun hadits serta telah
dibahas oleh banyak ilmuwan muslim.51
Seluruh alasan syar‟i yang
mendasarinya, yang mana disepakati oleh sebagian besar para ulama adalah
untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia (jalb al-mashalih) serta prinsip
menjauhkan manusia dari segala bahaya (daf‟u al-mafashid). Al-Ghazali
merumuskan maqasid al-syari‟ah kedalam lima kategori utama sebagaimana
terdapat dalam perkataanya “ Tujuan utama syari‟ah adalah meningkatkan
kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan iman, hidup, akal,
keturunan dan harta. Apa saja yang menetapkan perlindungan kelima hal ini
merupakan kemaslahatan umum dan diinginkan, juga apapun yang menyakiti
mereka berarti melawan kemaslahatan public dan tidak diinginkan.”52
Pemikiran Al-Ghazali jika kita cermati, telah menembus batasan ruang
dan waktu. Pemikirannya bisa diaplikasikan dimana saja dan kapan saja.
51
Beberapa tokoh yang sangat terkemuka telah me nguraikan tentang maqasid al-Sharī„ah
mereka adalah : al-Māturīdī (d.333/945), al- Shāshī (d.365/975), al-Bāqillānī (d. 403/1012), al-Juwaynī
(d.478/1085), al-Ghazālī (d.505/111), Fakhr al-Dīn al-Rāzī (d. 606/1209), al-Āmidī (d. 631/1234), „Izz
al-Dīn „Abd al-Salām (d. 660/1252), Ibn Taymiyyah (d. 728/1327), al-Shātībī (d. 790/1388) and Ibn
„Āshūr (d.1393/1973) 52
M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah
Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 5-6
44
Misalnya sekarang sedang berkembang paradigm pembangunan inklusif
(inclusive development)53
, pembangunan berkelanjutan (sustainable
development)54
, dan juga MDG‟s (Millennium Development Goals)55
, semua
paradigm pembangunan itu telah terangkum semua dalam konsep maqasid
syariah.
Semua ulama sepakat dengan lima kategori dalam konsep maqasid
syari‟ah, namun terdapat perbedaan dalam menempatkan point mana yang
diutamakan, akan tetapi sebenarnya kelima point tersebut memiliki keutamaan
yang sama jadi penempatan urutan tidak berarti apapun, itu hanya tergantung
dari sudut pandang para ulama saja. Hal terpenting adalah pemihaman dan
pengimplementasian maqasid syariah dalam segala aspek kehidupan dan
khususnya dalam pembangunan ekonomi. Kelima aspek maqasid syariah jika
disederhanakan akan menjadi dua komponen besar, yaitu, komponen non-
material manusia diwakili oleh perlunya menjaga iman (hifdz din) dan
komponen materiil manusia yang terwakili oleh menjaga hidup, akal,
keturunan, dan harta.
53
Pembangunan inklusif adalah pembangunan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat
tanpa pengecualian, mamberikan akses yang sama untuk ikut serta ataupun meninkmati hasil
pembangunan 54
Pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masa kini dengan tidak mengorbankan kebutuhan generasi penerus akibat dari kerusakan
lingkungan. 55
MDGs adalah kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala negara atau perwakilannya
dari 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000. Tujuan dari kesepakatan ini adalah
peningkatan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat dunia pada tahun 2015. Kesepakatan itu
terdapat dalam butir-butir diantaranya, penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar
untuk semua, kesetaraan gender, pelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas kesehatan.
45
a. Urgensi Menjaga Iman (hifdz din)
Kata hifdz din diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi faith,
kemudian dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kepercayaan atau
iman. Iman menjadi salah satu unsur dalam maqasid syariah karena memang
manusia membutuhkan sebuah kepercayaan. Manusia memerlukan suatu
bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna
menopang hidup dan budayanya. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena
kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran.56
Kepercayaan akan menghasilkan tata nilai guna menopang kehidupan
yang kemudian dalam tahapan lebih tinggi akan menghasilkan kebudayaan.
Misalnya kepercayaan akan adanya Tuhan penguasa semesta akan
berimplikasi pada kehidupan dan melahirkan sebuah nilai, yaitu, bahwa segala
sesuatu yang ada di bumi dan dimiliki manusia sesungguhnya milik Tuhan.
Sehingga segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia mendapat pengawasan
dari Tuhan dan harus dipertanggung jawabkan.
Kepercayaan dalam islam dibahas dalam ajaran tauhid yang
mengajarkan kepercayaan selain percaya pada eksistensi Tuhan, juga harus
percaya bahwa Tuhan menurunkan aturan-aturan melalui Rasul-rasulnya,
serta melalui kitab-kitab sucinya. Memegang teguh ajaran tauhid akan
56
Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam
46
menghasilkan nilai atau perilaku atau akhlak57
mulia yang pada akhirnya akan
membangun peradaban yang tinggi, seperti, sikap saling menolong, peduli
pada lingkungan dan lain-lain.
Tuhan menciptakan manusia bukan hanya terdiri dari unsur fisik saja
melainkan unsur rahani juga. Keduanya telah diakui eksistensinya, keduanya
juga membutuhkan asupan tersendiri. Jika tubuh manusia membutuhkan
makanan untuk bertahan hidup dan berkembang, pakaian dan papan untuk
berlindung, maka jiwa manusia membutuhkan sebuah kepercayaan yang benar
untuk memenuhi kebutuhannya.
Sangat jelas bahwa aspek hifzd din sangat penting dalam
pembangunan. Karena dengan menjadikan kepercayaan atau agama sebagai
unsur penting dalam pembangunan telah menjadikan pembangunan sebagi
konsep yang utuh, yakni meliputi kebutuhan manusia baik fisik maupun non-
fisik.
b. Urgensi Menjaga Kehidupan (an-nafs), Akal (hifdz „aql), Keturunan (an-
nasl), dan Harta (al-mal)
Manusia diciptakan Tuhan ke muka bumi tidak lain untuk menjadi
khalifah. Tugas utama khalifah adalah untuk memakmurkan bumi.
Memakmurkan dalam pembahasan ini sama pengertiannya dengan
57
Al-Ghazali dalam kitab Ihya „Ulumuddin mendefinisikan akhlak adalah suatu perangai
(watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-
perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau atau direncanakan
sebelumnya
47
pembangunan. Sedangkan pembangunan sangat tergantung pada kualitas
manusia itu sendiri, atau menurut Ibn Khaldun “bangkit dan runtuhnya suatu
peradaban tergantung kualitas manusia.”
Sehingga pembangunan yang berlandaskan prinsip maqasid syari‟ah
seharusnya mengutamakan keselamatan hidup manusia. Pembangunan harus
mengutamakan ketersediaannya kebutuhan hidup. Apa yang dimaksud dengan
kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi baik oleh individu maupun
kelompok sosial. Para fuqaha telah membagi kebutuhan kedalam tiga
kategori, yaitu, kebutuhan pokok (dharuriyyat), kebutuhan sekunder
(hajjiyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniat). Semua ini, seperti yang
didefinisikan oleh fuqaha‟, mengacu pada barang dan jasa yang membuat
perbedaan nyata dalam kesejahteraan manusia dengan memenuhi kebutuhan
tertentu, mengurangi kesulitan, atau memberikan kenyamanan.58
Penyelenggara pembangunan harus mengutamakan pemenuhan
kebutuhan dengan meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi, menjamin
tersedianya lapangan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan keamanan.
Karena esensi maqasid syari‟ah bukan hanya pembangunan fisik yang
dihitung dengan tingkat PDB ataupun pedapatan perkapita, namun lebih
mengutamakan kualitas hidup manusia. Untuk mengetahui kinerja dari faktor
58
M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah
Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 20
48
perlindungan hidup (hifdz nafs) bisa dihitung dengan menggunakan Angka
Harapan Hidup atau Life Expectancy Index.59
Perlindungan terhadap akal (hifdz „aql) menjadi alat pengganda
kualitas hidup manusia. Sejatinya manusia tidak memiliki instrument alami
untuk mempertahankan hidupnya. Manusia tidak seperti macan yang diberi
kecepatan lari dan taring yang kuat untuk memangsa, jerapah diberi leher
yang panjang karena kebutuhannya akan daun yang muda. Manusia hanya
diberi akal sebagai bekal mempertahankan diri. Hal ini menjadi alasan
mengapa syari‟ah harus menjaga akal.
Menjaga dalam konteks ini berarti mengembangkan akal dan salah
satu caranya adalah melalui pendidikan yang baik. Pendidikan harus
melakukan tujuan ganda. Pertama, harus mencerahkan anggota masyarakat
tentang pandangan dunia dan nilai-nilai moral Islam serta misi mereka di
dunia ini sebagai khalifah Allah. Kedua, harus memungkinkan mereka untuk
tidak hanya melakukan pekerjaan mereka secara efisien dengan bekerja keras
dan teliti, tetapi juga harus memperluas pengetahuan dan basis teknologi
masyarakat. Tanpa meningkatkan moral, penguasaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan mereka serta peningkatan basis teknologi, tidak mungkin untuk
59
Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human
Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research
Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 13
49
mempercepat dan mempertahankan pembangunan.60
Untuk mengukur kinerja
dari menjaga akal (hifdz „aql) dapat diukur dengan menggunakan tingkat
melek huruf, tingkat pendidikan, dan tingkat penguasaan tekhnologi.
Jika masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan penguasaan
tekhnologi yang tinggi maka produktivitas masyarakat akan meningkat.
Peningkatan ini akan menyebabkan penghasilan meningkat juga. Pendapatan
yang meningkat memungkinkan masyarakat melakukan transaksi yang tinggi
untuk memiliki barang-barang yang diinginkan. Maka yang penting selain
peningkatan pendapatan adalah perlindungan terhadap harta (hifdz mal).
Perlindungan diimplementasikan dalam bentuk kebebasan untuk memiliki
sesuatu atau diakuinya hak milik. Pengakuan hak milik akan menjadi insentif
bagi seseorang untuk lebih giat bekerja. Sebaliknya jika hak milik tidak diakui
dan tidak dilindungi maka semangat untuk bekerja akan pudar.
Walaupun kebebasan hak milik dijamin dalam ajaran islam namun
cara-cara memperolehnya harus sesuai dengan syariat. Selain itu, dalam ajaran
islam sangat ditekankan bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar pada
orang yang kaya saja.61
Kekayaan harus disalurkan kepada orang-orang yang
membutuhkan dengan akad yang telah disepakati sebelumnnya. Karena
60
M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah
Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 19 61
M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah
Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 24
50
penumpukan kekayaan pada orang-orang tertentu saja akan menimbulkan
kecemburuan sosial yang berakibat pada ketegangan antar masyarakat.
Untuk mempertahankan generasinya makhluk hidup secara kodrati
melakukan proses reproduksi uktuk melahirkan generasi baru menggantikan
generasi lama atau menambah jumlah spesiesnya. Tentunya perlindungan
keturunan (hifdz nasl) dalam konsep maqasid syari‟ah bukan berarti hanya
menyangkut reproduksi semata. Memang diantaranya diatur masalah
pernikahan untuk menjaga silsilah kekeluargaan yang jelas.
Pemahaman menjaga keturunan seharusnya dimaknai lebih luas lagi
mengingat eksistensi manusia tidak hanya bergantung dari lahirnya keturunan
baru, namun lebih bagaimana mempersiapkan generasi selanjutnya agar lebih
siap menghadapi hidup, karena tantangan zaman yang semakin sulit. “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka.” (Qs : An-Nisa‟: 9). Firman Allah tersebut
memerintahkan kepada kita sebagai individu maupun sebagai kelompok
masyarakat atau negara untuk mempersiapkan generasi penerus sebaik
mungkin. Generasi yang tercukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan,
memiliki keimanan kuat ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, sehat jasmani, dan memiliki warisan yang cukup.
Lebih luas lagi bahwa menjaga keturunan berarti harus mengacu pada
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Berkelanjutan
51
memiliki makna kemampuan sebuah sistem atau proses untuk
mempertahankan dirinya sendiri tanpa batas, sehingga pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan kualitas manusia, sosial, dan ekonomi
yang mampu mempertahankan keharmonisan alam tanpa batas dalam sistem
semesta alam.62
Terjaganya lingkungan akibat dari ekploitasi alam yang
berlebihan dan pencemaran akan membuat pembangunan semakin
sustainable.
B. Ibn Khaldun
1. Lingkungan dan Sejarah Pembentuk Karakter Ibn Khaldun
Abad 8 H (14 M) merupakan masa yang relatif sunyi bagi dunia
intelektual Islam jika dipandang secara keseluruhan, dengan kesan kuat akan
adanya dominasi neo-Hanbalisme. Tetapi sunyi tidaklah berarti sama sekali
mandek. Barangkali benar bahwa pada abad itu dunia intelektual Islam telah
banyak kehilangan momentumnya. Tetapi, seperti pernah dialami sebelumnya,
selalu tampak adanya perkecualian. Di Tunisia, yang dari pandangan geopolitik
Dunia Islam termasuk pinggiran, tampil di atas pentas sejarah pemikiran
manusia salah seorang ilmuwan Islam yang sangat cemerlang dan termasuk
yang paling dihargai oleh dunia intelektual modern.63
62
Sustainability Indicators: A Scientific Assessment, Edited by Tomas Hak, Bedrich Moldan,
and Arthur Lyon Dahl, (London : Island Press 2007). Hal. 2 63
Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Yayasan Abad Demokrasi2011) Edisi Digital, Hal. 929
52
Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H/ 27
Mei 1332. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibn
Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama
panggilan keluarganya, sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan
kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi‟ di Mesir. Selanjutnya ia lebih
popular dengan sebutan Ibn Khaldun.64
Masa kanak-kanak sampai remaja Ibn Khaldun dihabiskan di Tunisia
sampai usianya 18 tahun (1332 M - 1350 M). Ibn Khaldun sejak kecil mendapat
pendidikan langsung dari ayahnya sendiri. Muhammad ibn Muhammad adalah
ayah Ibn Khaldun yang tak lain adalah seorang yang tinggi ilmunya. Ibn
Khaldun merasakan pendidikan langsung dari ayahnya tidak lama karena
ayahnya meninggal dunia pada tahun 1349.
Ibn Khaldun adalah pemuda yang sangat berbakat dan bersemangat
untuk menuntut ilmu, Ia belajar membaca dan menghafal Al-Qur‟an dan fasih
dalam Qirā‟āt sab‟ah (tujuh cara membaca Al-Qur‟an). Ia juga memperlihatkan
perhatian yang seimbang antara mata pelajaran tafsir, hadist, fiqh, gramatika
bahasa Arab65
, ia juga mempelajari ilmu-ilmu aqliyah seperti filsafat, tasawuf,
dan metafisika. Selain itu ia juga tertarik pada ilmu politik, sejarah, ekonomi,
64
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 225 65
Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1,
(juni 2012) hal. 207
53
geografi, fisika, dan matematika. Dalam semua bidang studinya, ia mendapat
nilai yang sangat memuaskan dari guru-gurunya.66
Ketika Ibn Khaldun berumur delapan belas tahun, terjadi dua peristiwa
penting yang menyebabkannya berhenti belajar. Pertama, berkecamuknya wabah
kolera (pes) tahun 747 H/ 1345 M di bagian besar belahan dunia bagian timur
dan bagian barat, yang meliputi negara-negara Islam dari Samarkand hingga
Maghribi, Italia, dan sebagian besar negara-negara Eropa dan Andalusia. Wabah
kolera ini menimbulkan banyak korban jiwa. Di antaranya adalah ayah dan ibu
Ibn Khaldun dan sebagian besar guru yang pernah mengajarnya. Kedua, setelah
terjadinya malapetaka tersebut, banyak ilmuwan dan budayawan yang selamat
dari wabah itu pada tahun 750 H/ 1348 M berbondong-bondong meninggalkan
Tunisia dan berpindah ke Afrika Barat Laut. Dengan terjadinya dua peristiwa ini
jalan pemikiran Ibn Khaldun berubah. Ia terpaksa berhenti belajar dan
mengalihkan perhatiannya pada upaya mendapatkan tempat dalam pemerintahan
dan peran dalam percaturan politik di wilayah itu.67
Karier politik Ibn Khaldun
dimulai dengan mengabdi kepada pemerintah Abu Muhammad ibn Tafrakin
pada tahun 751 H/ 1349 M. Pada pemerintahan ini, Ibn Khaldun menduduki
jabatan sebagai penulis kata-kata al-hamdulillāh dan al-shukrulillāh dengan
pena serta tulisan basmalah yang mengawali surat atau instruksi. Jabatan ini
66
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 226 67
Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1,
(juni 2012) hal. 208
54
membutuhkan suatu keahlian di bidang mengarang sehingga rangkaian kata-kata
syukur dan isi surat dapat terpadu menjadi satu kesatuan tulisan yang serasi.68
Jabatan sebagai juru tulis tidak berlangsung lama karena adanya
pergolakan politik. Pada tahun 753 H/ 1351 M Amir Qusanthinah yang tak lain
adalah cucu dari Sultan Abu Yahya al-Hafsi penguasa sebelumnya, menyerang
Tunisia dan merebut kembali kekuasaanya. Ibn Khaldun menyelamatkan diri
berpindah ke Baskarah sebuah kota di Aljazair.
Ibn Khaldun mendapatkan sambutan yang hangat di Baskarah selain itu
ia juga diangkat menjadi anggota majelis ilmu pengetahuan di Fez atau sekarang
dikenal dengan Maroko. Tak lama kemudian ia diangkat menjadi sekretaris
sultan. Namun, jabatanya tidak sampai berumur 2 tahun ia harus menghadapi
tuduhan bersekongkol dengan salah seorang lawan politik sultan. Sehingga ia
dijebloskan ke penjara selama 2 tahun.
Ibn Khaldun bebas setelah meninggalnya sultan, namanya direhabilitasi
dan mendapat beberapa jabatan penting, ia diangkat menjadi sekretaris negara
dan urusan hukum. Lagi-lagi karena kondisi politik yang tidak stabil
mengharuskan ia pindah ke Granada di Andalusia. Di Granada ia diangkat oleh
Sultan Bani Amhar menjadi duta kerajaan di Castilla, sebuah kerajaan Kristen di
Seville.69
68
Ibid, hal. 208 69
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal.227
55
Ibn Khaldun selama karir politiknya berada dalam keadaan politik yang
tidak stabil, pergantian rezim yang berulang-ulang mengharuskan ia berpindah-
pindah tempat. Dari Fez ke Granada kemudian ia kembali lagi ke Basrah, untuk
dua kalinya ia juga harus kembali ke Granada namun karena rezim tidak
menginginkannya ia harus kembali ke Maghribi. Setelah berbagai pergolakan
politik yang dialaminya ia berjanji untuk berhenti dari dunia politik. Ibn
Khaldun kemudian fokus untuk menulis buku dan mengajar di Universitas Al-
Azhar.
2. Pemikiran Ibn Khaldun
Asal usul teori pertumbuhan atau pembangunan ekonomi menurut
Boulakia dan Desomogyi ditelusuri oleh Ibn Khaldun. Khaldun mendahului
pemikiran Adam Smith dalam hal teori pembagian tenaga kerja, Karl Marx
tentang tenaga kerja yang diperlukan dan surplus tenaga kerja, serta teori David
Ricardo yang menjadikan emas dan perak sebagai ukuran baku dan sebagai
komoditas. Meskipun pemikiran Ibn Khaldun tidak sejelas Marx dan Ricardo.
Namun, konsep-konsep utama ekonomi yang sudah ia bahas meliputi; nilai,
pertumbuhan, distribusi, pembangunan, uang, harga, keuangan public, siklus
bisnis, sewa, manfaat perdagangan dan ekonomi politik.70
Pemikiran Ibn Khaldun yang berkaitan dengan pembangunan dapat kita
temukan pada maha karyanya yakni Muqaddimah. Buku Ibn Khaldun
70
Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad, Ph.D., Principles of Sustainable Development in
Ibn Khaldun‟s Economic Thought, Malaysia Journal of Real Estate, Vol. 5 No. 1 tahun 2010. Hal 5
56
dinamakan Muqaddimah karena memang merupakan landasan teoretis tentang
sejarah (termasuk di dalamnya dasar ilmu-ilmu sosial) yang dia tulis menjadi
buku yang jauh lebih besar dan berjilid-jilid, berjudul Kitâb Al-„Ibar. Kata Al-
„Ibar bisa berasosiasi dengan kata-kata pinjaman dari bahasa Arab, yaitu
ibarat, atau mengambil tamsil (pelajaran yang tersembunyi). Jadi, Kitâb Al-
„Ibar berarti kitab yang mengambil pelajaran-pelajaran dari sejarah bangsa
Arab dan bangsa Barbar.71
Pembahasan mengenai pembangunan termasuk tema yang penting
dalam karyanya. Istilah pembangunan dalam karyanya mengacu pada istilah
„umran al-„alam atau memakmurkan dunia. Istilah „umran al-„alam dibentuk
dari tiga komponen yaitu; sejarah (tarikh), kerjasama masyarakat (al-ijtima` al-
insani) dan alam semesta (al-kawn). Ada juga pendapat yang lain membaginya
menjadi tiga komponen, yaitu manusia (insan), kehidupan (al-hayat) dan alam
(al-kawn) (Muhamad Sa`id Ramadan al-Buti, 1998: 19-20). Ketiga-tiga
komponen ini berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam masyarakat yang
digerakkan oleh semangat persaudaraan (solidaritas atau ashabiyah) sehingga
melahirkan negara (dawlah) dan kemakmuran („umran). Di atas kaidah inilah
Ibn Khaldun mendefinisikan „umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-
Jabri, yaitu: “Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan
masyarakat yang bekerjasama/bermufakat di kawasan kota atau desa dalam
71
Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Yayasan Abad
Demokrasi2011) Edisi Digital, Hal. 2126
57
sebuah negara yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi
keperluan hidup yang menyenangkan dan makmur baik dari segi rohani atau
jasmani yang dipandu dengan agama dan akhlak serta hukum dan peraturan
penciptaan alam serta manusia ciptaan Allah Ta`ala.”72
Sebelum membahas mengenai teori pembangunan Ibn Khaldun terlebih
dahulu kita harus mengetahui spirit dari teori pembangunan Ibn Khaldun yang
terdapat dalam konsep asabiyyah. Asabiyyah merupakan faktor ynag dominan
penentu dari bangkit dan runtuhnya suatu negara. Kata asabiyyah dalam
perkembangannya dimaknai sebagai “empati kelompok”, “solidaritas
persaudaraan”, dan “kesadaran kelompok”. Walaupun kata asabiyyah
dimaknai lebih dangkal oleh oleh muslim tradisional yaitu “dukungan buta dari
seseorang pada suatu kelompok tanpa memperhatikan aspek keadilan. Namun
ia memaknai asabiyyah lebih luas dan lebih dalam meliputi aspek lingkungan,
psikologis, sosiologi, ekonomi dan kekuatan politik.73
Asabiyyah dibentuk dari
sikap altruis atau mementingkan kepentingan orang lain terlebih dahulu
sebagaimana menurut Hegel. Hegel membagi sikap altruis kedalam tiga
kelompok yaitu; pertama, particular altruism yang terbatas pada keluarga saja.
Kedua, universal ego, sikap altruis ini cangkupannya lebih besar yaitu
masyarakat, namun dalam hal ini kepentingan pribadi menjadi prioritas utama
72
Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A
Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 4 73
Fida Mohammad, Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with Hegel,
Marx, and Durkheim, The American Journal of Islamic Social Science, Vol. 15, No. II. Hal. 27
58
dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Ketiga, universal altruism, dalam
tahap ini kesadaran masyarakat lebih tinggi, kepentingan individu diselaraskan
dengan kebutuhan bersama.
Namun dimensi asabiyyah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan
pendapat Hegel. Sikap mementingkan kepentingan bersama dalam konsep
asabiyyah bukan berasal dari teori survival of the fittes namun lebih condong
kepada sifat dasar manusia yang berasal dari anugerah Tuhan yaitu sifat ingin
saling membantu. Selain itu dimensi asabiyyah tidak melulu dalam hal
material tapi mencangkup dimensi spiritual juga. Asabiyyah berasal dari
perintah Tuhan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan (Qs: Al-
Mai‟idah : 2).
Dalam memahami masyarakat Ibnu Khaldun menggunakan sejarah
sebagai alat untuk memahami dinamika alami suatu masyarakat. Pada mulanya
masyarakat adalah kelompok kecil yang kemudian berkembang menjadi
masyarakat yang lebih kompleks. Ia membagi masyarakat dalam dua kelompok
yaitu, badui (badawa) yang hidup secara nomaden, dan yang hidup menetap di
suatu tempat (hadarah).
Teori pembangunan Ibn Khaldun yang terdapat dalam muqaddimah
menjelaskan bagaimana sebuah negara bangkit dan terpuruk. Dasar teori itu
dituangkan dalam istilah Ibn Khaldun “delapan nasehat utama” (kalimat
hikamiyyah) dari kearifan politik, antara satu dengan yang lainnya memiliki
hubungan yang kuat, jika diurutkan maka antara yang awal dan yang akhir
59
tidak dapat dipisahkan.74
Delapan nasehat itu adalah; 1) Pemerintah yang kuat
tidak akan terwujud kecuali melalui pelaksanaan syariah75
, 2) Syariah tidak
dapat diwujudkan kecuali melalui pemerintahan (al-mulk), 3) Kerajaan tidak
akan meningkatkan kekuatannya kecuali melalui masyarakat (ar-rijal), 4)
Masyarakat tidak akan bertahan kecuali dengan kekayaan (al-mal), 5)
Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (al-imarah), 6)
Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan (al-adl), 7)
Keadilan adalah kriteria (al-mizan) yang mana digunakan oleh Tuhan untuk
menilai manusia, dan 8) Pemerintahan dibebankan tanggung jawab untuk
merealisasikan keadilan.76
Delapan nasehat yang diistilahkan oleh Ibn Khaldun merupakan inti
dari muqaddimah atau dengan kata lain muqaddimah adalah elaborasi dari
delapan prinsip tersebut. Kelebihan dari analisa dan penjelasan Khaldun karena
multidisiplin dan karakter yang dinamis. Multidisiplin karena analisis dari Ibn
Khaldun menghubungkan semua variable penting sosio-ekonomi dan politik
yaitu; pemerintahan atau otoritas politik (G), keyakinan dan aturan berperilaku
atau Syariah (S), masyarakat (N), kekayaan atau cadangan sumberdaya (W),
pembangunan (g), dan keadilan (j).
74
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low
Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 839 75
Kata syariah secara harfiah mengacu pada makna keyakinan, kelembagaan, atau aturan
perilaku dalam masyarakat, namun sekarang kata syariah lebih dikaitkan dengan Islam 76
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low
Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). hal 849
60
Kesemua variabel tidak dapat berdiri sendiri bahkan dalam teori yang
dibangun Ibn Khaldun tidak mengenal istilah cateris paribus77
karena pada
dasarnya antara satu variabel dengan variabel lainnya saling mempengaruhi.
Masing-masing variabel jika dijabarkan sebagai berikut;
1. Peran Manusia atau ar-rijal (N)
Perhatian utama dari analisis-analisis dari Ibn Khaldun menurut Franz
Rosenthal adalah manusia itu sendiri. Dalam muqaddimah dijelaskan bahwa
manusia berbeda dengna makhluk lain, karena manusia memiliki cirri-ciri
sendiri yaitu; a) manusia memiliki pengetahuan dan keahlian yang merupakan
hasil dari berfikir, b) manusia butuh akan pengaruh yang sanggup
mengendalikan, dan kepada kekuasaan yang kokoh, sebab tanpa itu (yang
dimaksud adalah organisasi masyarakat atau ijtima‟ insani) eksistensinya nihil,
c) manusia bisa melakukan berbagai usaha untuk menciptakan penghidupan, d)
manusia menginginkan peradaban yang maju, maksudnya adalah manusia
senang mengambil tempat, dan menetap di kota-kota atau di desa-desa tempat
beramah tamah dengan kaum kerabat, serta tempat unruk memenuhi semua
kebutuhan, sesuai dengan watak alami manusia yang senang bantu
membantu.78
77
Cēterīs pāribus adalah istilah dalam bahasa Latin, yang secara harafiah dalam bahasa
Indonesia dapat diterjemahkan sebagai "dengan hal-hal lainnya tetap sama", dan dalam bahasa Inggris
biasanya diterjemahkan sebagai "all other things being equal." 78
Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.
67-68
61
Sebab Ibn Khaldun sangat mengutamakan analisisnya terhadap
manusia adalah karena pada dasarnya bangkit dan terpuruknya suatu negara
tergantung dari manusia itu sendiri. Bahkan Tuhan sendiri tidak akan merubah
nasib suatu kaum sebelum kaum itu mau berubah (QS 13:11). Sedangkan
untuk melakukan perubahan manusia harus memiliki suatu keahlian. Namun
keahlian saja tidak cukup, karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya
sendiri melainkan harus saling bekerja sama. Bekerja sama yang dimaksud
adalah membentuk organisasi masyarakat atau ijtima‟ insani. Misalnya, tak ada
seorangpun dengan sendirian dapat memperoleh sejumlah gandum yang
dibutuhkan untuk makanan. Namun bila enam atau sepuluh orang, terdiri dari
tukang besi dan tukang kayu untuk membuat alat-alat, dan yang lain bertugas
menjalankan sapi, mengolah tanah, mengetam hasil tanaman dan semua
kegiatan pertanian lainnya, bekerja untuk memperoleh makanan secara
terpisah-pisah atau berkumpul bersama, dan dengan kerja itu akan dapat
memenuhi kebutuhan penduduk beberapa kali lipat. Pekerjaan yang
terkombinasi menghasilkan lebih banyak daripada kebutuhan dan kepentingan
para pekerja.79
Contoh tersebut tidak hanya berlaku untuk memperoleh
makanan melainkan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan aktifitas
ekonomi untuk pembangunan.
79
Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.
417
62
Pembangunan dalam teori Khaldun menempatkan manusia sebagai
actor utama pembangunan. Semua upaya pembangunan ditujukan untuk
kemakmuran manusia yang haqiqi, yaitu selamat dunia dan akhirat.
2. Peran Pembangunan atau al-imarah (g) dan Keadilan atau al-adl (j)
Jika manusia menjadi pusat analisis, maka pembangunan menjadi dan
keadilan menjadi hubungan paling penting dalam rangkaian sebab-akibat
bangkit dan runtuhnya suatu negara. Pembangunan menjadi sangat penting
karena tanpa adanya perbaikan nyata dalam kesejahteraan rakyat, mereka tidak
termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Selain itu, dengan tidak adanya
pembangunan, masuknya cendekiawan, seniman, tenaga kerja dan modal yang
harus diadakan dari masyarakat lain untuk mendorong pembangunan lebih
lanjut mugkit tidak terjadi. Hal ini dapat mempersulit untuk mempertahankan
pembangunan dan akhirnya dapat menyebabkan kemunduran.80
Dalam analisisnya mengenai pembangunan ada dua kelompok alami
dalam masyarakat yakni masyarakat pedesaan dan masyarakat kota.
Masyarakat desa digambarkan dengan masyarakat yang masih memiliki
standar kehidupan sederhana. Mereka menjadi petani, peternak atau
mengembala. Sedang masyarakat kota sebenarnya adalah evolusi dari
masyarakat desa yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan
menginginkan penghidupan yang lebih baik lagi. Keduanya adalah unsur
80
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low
Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal 840
63
utama dalam pembangunan sebuah peradaban. Menurutnya, perbedaan kondisi
yang diamati antara generasi (Ikhtilaf al-ajyāl) masyarakat pedesaan dan
perkotaan adalah hasil dari cara yang berbeda dalam mereka mencari nafkah.
Ibn Khaldun mengatakan bahwa motivasi alami mereka adalah perbaikan
kondisi sosial ekonomi dan akuisisi lebih banyak kekayaan dan kenyamanan
yang lebih dari yang mereka butuhkan, sehingga mereka bisa bersantai dan
menikmati hidup.
Berangkat dari kondisi sosial-ekonomi ini, Ibnu Khaldun mengatakan
bahwa karena ini adalah kasus untuk masyarakat baik di pedesaan dan
perkotaan, adalah wajar bahwa "pertemuan sosial mereka memungkinkan
mereka untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan itu (yaitu mencari nafkah),
dan mulai dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang sederhana, sebelum
mereka sampai pada tahap kemudahan dan kemewahan.81
Meskipun dalam karyanya Ibn Khaldun mengutip beberapa pemikiran
para “hukama” (filsuf Yunani) serta sependapat bahwa “menurut fitrahnya
manusia adalah makhluk sosial”, bukan berarti ia setuju dengan semua
pemikiran mereka. Terlebih mengenai konsep masyarakat kota menurut Plato
dan Aristoteles yang cenderung sekuler yang dikenal dengan dikenal
“masyarakat Madani” (civil society), karena pada saat yang sama, ia
81
Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of
Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences,
University of Oslo 1983. P 146-242
64
mengecam hebat pandangan filsuf Yunani, sebagaimana yang dilakukan oleh
Imam al-Ghazali.82
Pembangunan yang dimaksudkan dalam analisis Ibn Khaldun tidak
selalu mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang hanya mementingkan
pembangunan secara fisik saja. Namun pembangunan yang dimaksud adalah
pembangunan yang terintegrasi yang meliputi aspek rohani dan jasmani yang
bersifat “universal” untuk tujuan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran
manusia di dunia dan di akhirat.
Namun semaju apapun pembangunan yang dicapai suatu bangsa tidak
akan berarti apa-apa tanpa adanya keadilan, karena pada dasarnya
pembangunan dan keadilan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibn Khaldun
memaknai keadilan bukan hanya dalam hal ekonomi yang sempit, melainkan
keadilan dalam segalan bidang sebagaimana apa yang diungkapkannya
“Jangan berpikir bahwa ketidakadilan terdiri hanya mengambil uang atau harta
dari pemiliknya tanpa kompensasi atau sebab, meskipun ini adalah apa yang
umumnya dipahami. Ketidakadilan lebih komprehensif daripada ini. Siapapun
yang menyita milik seseorang atau memaksa dia untuk bekerja untuknya, atau
menekan klaim dibenarkan terhadap dirinya, atau memaksakan pada dirinya
tugas tidak diperlukan oleh Syariah, telah melakukan ketidakadilan. Pungutan
pajak tidak dapat sesuai juga ketidakadilan, perampasan pada properti orang
82
Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A
Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 7-8
65
lain atau membawanya pergi dengan paksa atau pencurian merupakan
ketidakadilan; menyangkal orang lain hak-hak mereka juga ketidakadilan”83
Nilai inti dalam sistem Islam dan pandangan dunia adalah keadilan
disertai dengan kemurahan hati. Ibn Khaldun menegaskan bahwa keadilan
sebagai ciri khas dari kehidupan Islam dan masyarakat, dan sebagai bagian tak
terpisahkan dari hukum, sosial dan kemajuan ekonomi (Ahmad 2003). Selain
itu, Islam menekankan bahwa keadilan tidak hanya berakar dalam sistem
masyarakat tetapi juga harus beresonansi melalui semua tingkat kehidupan
sosial, dalam semua hubungan dan urusan dari keluarga kepada negara.84
Konsep keadilan merupakan bagian integral dalam pemahaman konsep
solidaritas sosial atau “Asabiyyah” yang diuraikan oleh Ibn Khaldun. Hal ini
menetapkan keseimbangan melalui pemenuhan hak dan kewajiban, dan dengan
menghilangkan kesewenang-wenangan serta kesenjangan semua bidang
kehidupan. Misalnya, manfaat dan biaya dari skema kerjasama sosial harus
dibagi secara proporsional dengan kontribusi yang dibuat oleh masing-masing
peserta. Selain itu, individu harus dijamin hak dan kesempatan untuk
kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, pendidikan, kesehatan,
transportasi dan pekerjaan (Parvez 2000).85
83
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low
Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 841 84
Dr. Asyraf Wadji Dasuki, Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its Implication
To Group-Based Lending Scheme, 4th
International Islamic Banking and Finance Conference, Monash
University, Kuala Lumpur, Malaysia. Hal. 4 85
Ibid. hal 5
66
Keadilan diwujudkan dalam kegiatan ekonomi dapat berupa redistribusi
dengan penyesuaian pungutan pajak kepada masyarakat. Ibn Khaldun
berpendapat “apabila pembebanan dan kewajiban pajak atas rakyat, kecil,
mereka bersemangat dan senang bekerja. Usaha cultural berkembang dan
meningkat, sebab pajak yang rendah membawa kepuasan hati. Apabila usaha
cultural meningkat, jumlah kewajiban dan pembebanan pajak individu menjadi
naik. Konsekuensinya, pendapatan pajak, yang merupakan total pembebanan
individu, bertambah banyak.”86
Kemudian pengalokasian atau redistribusi juga
harus merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah juga wajib
member perlindungan kepada orang atau instansi yang telah membayar pajak.
Ibn Khaldun mengemukakan bahwa para pemilik modal membutuhkan wibawa
dan proteksi, karena mereka telah banyak membantu kebutuhan masyarakat.
Pembangunan berperan besar dalam membentuk sebuah peradaban
yang makmur. Karena dengan pembangunan akan memberikan stimulus
kepada masyarakat untuk giat bekerja. Dengan adanya pembangunan para
tenaga ahli dan para pekerja akan dapat menyalurkan keahliannya masing-
masing. Sementara keadilan adalah prinsip yang sangat penting dalam
pembangunan, karena dengan tidak adanya keadilan akan menjadi pemicu
utama keruntuhan suatu bangsa.
3. Peran Lembaga (S) dan Pemerintahan (G)
86
Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.
349
67
Keadilan, bagaimanapun, membutuhkan aturan perilaku tertentu dalam
bentuk sebuah lembaga yang disebut Ekonomi Kelembagaan dan nilai-nilai
moral dalam pandangan keagamaan. Semua itu adalah standar bagi orang (N)
berinteraksi dan memenuhi kewajiban mereka terhadap satu sama lainnya (M:
157-58; R: I. 319-21). Semua masyarakat memiliki aturan tersebut berdasarkan
pandangan dunia mereka sendiri. Dasar utama dari aturan ini dalam
masyarakat Muslim adalah Syariah (S). Ibn Khaldun memaknai syariah
sebagai “Hukum Ilahi perintah melakukan yang baik dan melarang melakukan
apa yang jahat dan merusak” (M: 304; R: II 142.). Oleh karena itu, semua itu
menurunya syariah “untuk kebaikan manusia dan melayani kepentingan
mereka” (M: 143; R: I. 292). Sifat dasar ketuhanan (dalam diri manusia)
membawa mereka meningkatkan potensi kesediaan untuk saling membantu
dan kepatuhan terhadap syariah dan kesediaannya untuk menjadi agen
persatuan antar kelompok sehingga tetap bersatu kuat (M: 151-52; R: I. 305-8
dan 319-22). Hal ini dapat membantu mengekang perilaku yang
membahayakan secara sosial, menjamin keadilan (j), dan meningkatkan
solidaritas dan saling percaya antara orang-orang, sehingga memungkinkan
untuk meningkatkan pembangunan (g).87
Walau bagaimanapun, sebaik apapun sebuah peraturan tidak akan
berarti jika tidak dilaksanakan secara adil dan tidak memihak. Syariah pada
87
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low
Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 841-842
68
hakikatnya hanya bisa memberikan sebuah aturan dalam masyarakat, ia tidak
dapat berjalan dengan sendirinya. Oleh karena itu diperlukan sebuah otoritas
yang bisa menjalankan semua aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, dan pedoman.
Sangat jelas bahwa kehadiran pemerintahan dalam menjalankan syariah
sangat diperlukan. Rasulullah juga dengan jelas berpendapat mengenai
pentingnya sebuah pemerintahan melalui hadist yang diriwayatkan Anas bin
Malik, “Allah itu mencegah melalui sultan (berdaulat) apa yang dia tidak bisa
mencegah melalui Qur'an”. Makna dari mencegah yang dimaksud dalam hadits
tersebut adalah mencegah ketidak adilan dan mencegah penderitaan rakyat,
maka peran pemerintah menjadi sangat vital dalam urusan tersebut.
Maka kehadiran pemerintah akan bermakna jika pemerintah berperan
sebagai mana mestinya. Menurut Ibn Khaldun “Makna sebenarnya dari otoritas
kerajaan (al-mulk) terwujud ketika penguasa membela dan berpihak pada
rakyatnya. Kemudian menjadikan mereka ke arah kebaikan dan
kedermawanan, semua itu adalah bagian dari meringankan mereka dan
menunjukkan perhatian kepada mereka dalam hal mencari nafkah. Hal ini
penting bagi penguasa dalam memperoleh cinta rakyatnya.” Aspek ekonomi di
sini jelas menjadi perhatian utama, dengan ekspresi “untuk menunjukkan minat
pada cara mereka mencari nafkah”.88
4. Peran Kekayaan atau Al-Mal (W)
88
Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of
Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences,
University of Oslo 1983. P 146-242
69
Kekayaan dalam kehidupan sangatlah penting, karena kekayaan
menyediakan bahan utama yang diperlukan untuk memastikan keadilan dan
pembangunan berjalan dengan baik, memacu efetifitas pelaksanaan aturan-
aturan oleh pemerintah, serta terciptanya kesejahteraan masyarakat. Kekayaan
tidak tergantung pada bintang-bintang. Atau adanya tambang emas dan perak
(Desfosses dan Levesque, 1975). Hal ini tergantung lebih pada kegiatan
ekonomi (M: 360 dan 366; R:. II 271 dan 282), Luasnya pasar, insentif dan
fasilitas yang diberikan oleh negara dan alat-alat produksi, kesemuanya itu
yang pada gilirannya tergantung pada tabungan atau “surplus” yang tersisa dari
pendapatan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.
Semakin besar aktivitas perekonomian, semakin besar pula pendapatan.
Pendapatan yang lebih tinggi akan memberikan kontribusi untuk tabungan
lebih besar dan investasi yang lebih besar dalam alat atau infrastruktur, yang
pada gilirannya akan memberikan kontribusi pada pembangunan (g) dan
kekayaan (W) yang lebih besar. Dia menekankan peran investasi lebih lanjut
dengan mengatakan: “Dan ketahuilah bahwa kekayaan tidak tumbuh ketika
ditimbun dan mengumpulkan dalam brankas”. Kekayaan itu akan lebih tumbuh
dan berkembang bila digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk memberi
hak-hak mereka, dan untuk menghilangkan kesulitan mereka (M: 306; R:. II
146). Hal ini membuat rakyat lebih makmur, eksistensi negara menguat, zaman
yang sejahtera, dan meningkatkan prestise (negara) (M: 306; R:. II 146).
Faktor-faktor yang bertindak sebagai katalis adalah rendahnya tingkat pajak
70
(M: 279-81; R:. II 89-91), keamanan jiwa dan harta benda (M: 286; R:. II 103),
dan lingkungan fisik yang sehat berlimpah tersedia dengan pohon-pohon dan
air dan fasilitas lain dari kehidupan89
Dalam analisanya Ibn Khaldun juga menekankan pentingnya
pembagian kerja dan spesialisasi dengan kata lain untuk memenuhi berbagai
kebutuhan dalam masyarakat diperlukan peningkatan produktivitas
masyarakat. Selain itu masyarakat juga harus bekerja sama membentuk
organisasi masyarakat (ijtima‟ insani) untuk suatu tujuan bersama. Dengan
adanya organisasi masyarakat baik dalam bentuk usaha pertanian bersama,
kerajinan, jasa ataupun industri efisiensi akan semakin baik dan produktivitas
akan terus meningkat. Faktor tekhnologi juga tidak luput dari analisa Ibn
Khaldun, dalam analisanya disebutkan bahwa kelebihan manusia dengan
binatang lainnya adalah kemampuan manusia untuk menghasilkan perkakas
atau tekhnologi. Dengan adanya perkakas manusia bisa mengolah sumber daya
yang ada menjadi lebih berguna, dan juga dengan meningkatnya kualitas
tekhnologi tentunya akan semakin mempermudah pekerjaan manusia.
Dengan semangat asabiyyah, skill individu yang baik, dan tekhnologi
yang baik maka tingkat produktivitas akan meningkat yang berkolerasi dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat dan juga pendapatan negara. Sehingga
fasilitas dan pelayanan negara akan semakin baik seiring dengan meningkatnya
89
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low
Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 843
71
pendapatan negara dan pada akhirnya kemakmuran menjadi hal yang mungkin
terwujud.
Analisa teori pembangunan Ibn Khaldun sangat kompleks, antar satu
faktor dengan faktor lainnya tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat
dipisahkan. Masing-masing faktor member kontribusi yang penting yang tidak
dapat diabaikan. Penulis mencoba mengilustrasikan pemikiran pembangunan
Ibn Khaldun ke dalam sebuah gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1. Struktur Unsur Pembangunan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kesejahteraan menjadi tujuan
utama. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpeliharanya agama, akal, jiwa,
keturunan, dan harta. Sedangkan masyarakat yang menjadi pusat analisa Ibn
Khaldun bertindak sebagai actor utama dalam mewujudkan kemakmuran.
Tetunya masyarakat secara individu agar bisa mencapai kemakmuran harus
memiliki spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu untuk memenuhi segala
kebutuhannya.
72
Sedangkan pembangunan berperan sebagai pemacu semangat
masyarakat untuk semakin produktif. Dengan meningkatnya pembangunan
berarti semakin banyak fasilitas yang tersedia, seperti fasilitas pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, tekhnologi, pasar, dan sarana umum. Fasilitas-
fasilitas tersebut pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan
meningkatkan produktivitas. Meningkatnya produktivitas masyarakat juga
akan berpengaruh terhadap tabungan masyarakat dan pendapatan negara pada
sektor pajak.
Pembangunan yang tinggi tanpa disertai dengan keadilan tidak akan
berarti apa-apa karena ketidakadilan akan menimbulkan berbagai konflik di
tengah masyarakat. Selanjutnya, faktor-faktor yang lain memrlukan lembaga
yang memiliki legitimasi dan kekuatan untuk menjalankan kesemuanya itu,
maka diperlukanlah pemerintahan yang berdaulat dan berwibawa. Sementara
untuk keseimbangan dan keberlanjutan pembangunan maka pemerintahan
harus berpegang kuat pada syariah. Terakhir faktor yang paling penting adalah
semangat menjaga asabiyyah karena dengan semangat kebersamaan apapun
tujuannya dan dalam kondisi apapun akan dapan teratasi.
C. Umer Chapra
1. Biografi Umer Chapra
M. Umer Chapra dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1933, di Bombay
India M. Umer Chapra adalah ekonom yang lahir di Bombay India pada tanggal
1 Februari 1933, ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra
73
dilahirkan dikeluarga yang kental dengan nilai-nilai agama Islam yang kelak
menjadi pegangan kuat dalam mengembangkan pemikirannya tentang ekonomi
Islam. Selain itu ia juga terlahir dikeluarga yang berkecukupan sehingga ia bisa
memperoleh kehidupan dan pendidikan yang baik.
Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15
tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana
sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke
29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia
tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan
Ayman.90
Umer Chapra memulai karirnya di bidang akademik pada tahun 1950
dengan memperoleh medali emas saat ujian masuk di Universitas Sindh, ia
menempati urutan pertama mengalahkan 25.000 mahasiswa lainnya. Kemudian
ia melanjutkan studinya di Universitas Karachi 1954 sampai 1956. Bidang yang
didalaminya adalah ekonomi dan bisnis, ia memperoleh gelar M.BA (Master
Business Administration). Kecintaan akan ilmu membawanya untuk melanjutkan
pendidikannya jenjang yang lebih tinggi, yakni melanjutkan studi doktoralnya di
Universitas Minnesota di Minneapolis. Chapra dikenal oleh hampir seluruh
kalangan di kampus ia berada karena kecemerlangannya serta sikap rendah
hatinya. Pembimbing Chapra selama program doctoral adalah Prof. Harlan
Smith yang memujunya karena akhlak dan prestasi akademiknya.
90
http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014
74
Umer Chapra terlibat dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian
yang berkonsentrasi pada ekonomi Islam. Saat ini dia menjadi penasehat pada
Islamic Research and Training Institute (IRTI) dari IDB Jeddah Arab Saudi.
Sebelumnya ia menduduki posisi di Saudi Arabian Monetary Agency
(SAMA) Riyadh selama hampir 35 tahun sebagai penasihat peneliti senior.
Aktivitasnya di lembaga-lembaga ekonomi Arab Saudi ini membuatnya di beri
kewarganegaraan Arab Saudi oleh Raja Khalid atas permintaan Menteri
Keuangan Arab Saudi, Shaikh Muhammad Aba al-Khail. Tidak hanya itu saja,
lebih kurang selama 45 tahun beliau menduduki profesi diberbagai lembaga
yang berkaitan dengan persoalan ekonomi diantaranya 2 tahun di Pakistan, 6
tahun di Amerika Serikat, dan 37 tahun di Arab Saudi. Selain profesinya itu
banyak kegiatan ekonomi yang dikutinya, termasuk kegiatan yang
diselenggarakan oleh lembaga ekonomi dan keuangan dunia
seperti IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC dan lain-lain.91
2. Pemikiran Umer Chapra
Pemikiran Umer Chapra tentang pembangunan sangat dipengaruhi oleh
kondisi ekonomi pada saat itu, khususnya di negara-negara Muslim yang rata-
rata masih dalam kategori negara berkembang dan masih menggantungkan pada
sistem serta bantuan dari Barat dan Amerika yang menganut sekularisme.
Pemikiran Chapra, khususnya dalam buku Islam and Economic Development
merupakan kritik atas kecacatan sistem ekonomi Barat, penyadaran akan
91
http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014
75
pentingnya menggunakan sistem yang berbasis ajaran Islam, serta tawaran
solusi-solusi untuk pembangunan yang lebih baik.
Setidaknya hal ini dapat dilihat dari argumen dasar (basic thesis) yang
dibangun dalam bukunya Islam and Economic Development. Dalam basic
thesis-nya Chapra mengungkapkan “Ketika masyarakat sekuler terus
meremehkan kebutuhan untuk pengembangan moral, mereka semua sekarang
menyatakan komitmennya untuk pembangunan dengan keadilan. Ini adalah tesis
dasar dari buku ini bahwa bahkan pengembangan material dengan keadilan tidak
mungkin tanpa pengembangan moral. Alasan logis untuk anggapan ini adalah
bahwa pembangunan yang berkeadilan membutuhkan „efisien‟ dan „pemerataan‟
penggunaan dari semua sumber daya, baik „efisiensi‟ maupun „keadilan‟ tidak
bisa didefinisikan atau diaktualisasikan tanpa suntikan dimensi moral dalam
kegiatan ekonomi.92
Umer Chapra sepakat dengan nilai dasar dan tujuan ekonomi
pembangunan yang telah dibahas oleh ilmuwan dan ulama‟ sebelumnya, oleh
karena itu tidak akan dibahas dalam bab ini. Menurut penulis pemikiran Chapra
lebih pada upaya penyegaran pemikiran, respon, dan tawaran solusi atas
masalah-masalah ekonomi pada umumnya dan pembangunan khususnya yang
dihadapi umat Islam. Pemikiran Umer Chapra diantaranya adalah sebagai
berikut;
92
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute
Press 1993). Hal. 7
76
a. Efisiensi, Keadilan, dan Moral
Efisiensi dan keadilan didefinisikan dalam beberapa sudut pandang.
Dalam sudut pandang syariah, definisi yang paling tepat adalah sesuatu yang
dapat mewujudkan visi pembangunan Islam. Maka dari itu, efisiensi yang
optimal dapat dicapai dalam alokasi sumber daya apabila jumlah batas
maksimum dari barang dan jasa pemenuh-kebutuhan diproduksi dengan
tingkat stabilitas ekonomi yang wajar dan tingkat pertumbuhan yang
berkelanjutan.93
Efisiensi dapat diindikasikan dengan kemampuan untuk mencapai hasil
yang dapat lebih diterima secara sosial tanpa menciptakan ketidakseimbangan
makroekonomi yang berkepanjangan dan tanpa terlalu menguras sumber daya
tak terbarukan atau merusak lingkungan. Sedangkan pemerataan dapat
dikatakan tercapai dengan optimal jika distribusi sumber daya yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan semua individu memadai dan ada pemerataan
pendapatan dan kekayaan yang tidak mengurangi motivasi untuk bekerja,
menabung, investasi dan berwirausaha.
Definisi untuk efisiensi dan pemerataan yang diberikan di atas,
bagaimanapun, tidak bisa eksis dengan absennya moral. Hal ini sesuai dengan
prinsip yang paling penting dari ilmu fisika yaitu materi tidak dapat diciptakan
dan tidak bisa dimusnahkan. Sehingga total output akan selalu sama dengan
93
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute
Press 1993). Hal. 7
77
total input dalam hukum fisika. Definisi efisiensi yang benar bisa jadi akan
seperti pendapat yang disampaikan Frank Knight, peerbandingan antara output
yang berguna dengan total output atau input, bukan antara total output dengan
jumlah input. Ini berarti bahwa ukuran „kegunaan‟ diperlukan untuk mengukur
efisiensi.94
Jadi segala sesuatu dikatakan efisien jika tingkat input maupun
output sama dengan kegunaannya.
Pandangan mengenai efisiensi dan keadilan sangatlah penting menjadi
landasan dalam pembangunan, karena selama ini asumsi yang dibangun oleh
teori selalu tentang kelangkaan dihadapkan dengan maksimalisasi kepuasan.
Akibatnya adalah timbulnya keserakahan dan ketimpangan dalam berbagai
bidang. Oleh karena itu, pembangunan dalam islam („umran al-„alam) harus
bisa menciptakan efisiensi dan pemerataan sumber daya yang terbatas diantara
kebutuhan manusia yang tak terbatas.
b. Peran Negara
Dalam sistem perekonomian apapun sering terjadi pertentangan antara
peran negara dan pasar. Misalnya para menganut paham liberal berpendapat
bahwa “pemerintah yang baik adalah yang semakin kecil campur tangannya”.
Paham liberal mengagungkan kebebasan pasar dan menginginkan peran negara
seminimal mungkin, di sisi lain paham komunis menginginginkan semua
berada di bawah kendali negara termasuk hak milik.
94
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute
Press 1993). Hal 8
78
Bagaimanapun, sebuah kepercayaan (iman) tidak akan bisa membantu
menyejahterakan manusia. Suatu hal yang tidak realistis jika beranggapan
bahwa semua orang akan menjadi manusia yang sepenuhya sadar bermoral di
tengah-tengah masyarakat, hanya karena percaya akan Tuhan dan pertanggung
jawaban di hari akhir. Selain itu, bahkan jika manusia sadar akan moral,
mungkin mereka tidak menyadari prioritas sosial dalam penggunaan sumber
daya. Hal ini alasan kenapa kehadiran negara diperlukan, untuk memainkan
perannya untuk menjalankan syari‟ah, melakukan pembangunan dan
pemerataan.95
Peran pemerintah yang dimaksudkan disini tidaklah sama dengan apa
yang diterapkan di pemerintahan Tiangkok dan Uni Soviet yang totaliter. Hal
ini lebih merupakan peran pelengkap yang akan dimainkan oleh pemerintah
melalui internalisasi nilai-nilai Islam di masyarakat, penciptaan lingkungan
sosial ekonomi yang sehat, dan pengembangan lembaga-lembaga yang
memungkinkan tepat, dan tidak melalui kontrol yang berlebihan, pelanggaran
yang tidak perlu terhadap kebebasan individu , dan penghapusan hak milik.96
Peran-peran pemerintah yang dimaksud diantaranya;
1) Membangun Kualitas Sumber Daya Manusia (People Centre of
Development)
95
Umer Chapra, Islam and Economic Development (revised edition), (Jeddah : Islamic
Reseach Institute Islamic Development Bank 2007). Hal 36 96
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute
Press 1993). Hal 62
79
Manusia merupakan elemen kehidupan yang tak terpisahkan dari setiap
program pembangunan. Manusia adalah tujuan dan aktor dalam pembangunan.
Mereka tidak akan memberika kontribusi positiv terhadap pembangunan,
kecuali jika ada stimulus dan jaminan atas terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
mereka dalam batasan kesejahteraan sosial, tidak ada yang lain, selain manusia
yang bisa berhasil dalam mewujudkan tujuan dasar Islam. Oleh karena itu,
tugas yang paling menantang di hadapan negara-negara Muslim adalah untuk
memotivasi faktor manusia, untuk melakukan semua yang diperlukan untuk
kepentingan pembangunan yang berkeadilan. Individu harus bersedia untuk
membuat yang terbaik dengan bekerja keras dan efisien dengan integritas,
kesadaran dan disiplin, dan berkorban untuk mengatasi hambatan dalam
pembangunan. Mereka juga harus bersedia untuk mengubah pola konsumsi,
tabungan dan investasi perilaku mereka sesuai dengan apa yang dibutuhkan
untuk menaikkan tingkat pertumbuhan dengan pemerataan dan meminimalisir
ketidakseimbangan.97
Agar pembangunan dapat berjalan dengan cepat maka kualitas dan etos
kerja sumber daya manusianya perlu terus ditingkatkan. Peningkatan dalam hal
keahlian, kemampuan menejemen, dan penguasaan tekhnologi melalui
peningkatan mutu pendidikan, mengadakan pelatihan-pelatihan, dan penelitian.
Meningkatnya kualitas SDM dengan sendirinya akan meningkatkan produksi
97
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute
Press 1993). Hal 64
80
dan juga kenaikan pendapatan masyarakat. Pada kenyataanya negara-negara
muslim penduduknya mendapat upah yang rendah walaupun jam kerja tinggi,
sehingga kesejahteraan sukar dicapai. Oleh karena itu tugas pemerintah adalah
melakukan reformasi dalam hal ketenaga kerjaan.
2) Mengurangi Pemusatan Kekayaan
Rintangan paling serius dalam merealisasikan maqashid adalah
pemusatan kepemilikan atas sarana-sarana produksi di negara-negara Muslim,
sebagaimana juga di negara-negara di seluruh negara-negara ekonomi pasar.
Cara untuk mengatasi masalah ini salah satunya dengan cara pengambilan
langkah-langkah radikal yang diperbolehkan syariat. Namun, strategi ini sangat
berbeda dengan sosialisme dalam menghilangkan ketidakadilan dalam
kapitalisme dengan pemerintah yang totaliter.
Agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan maka kebijakan land reform
(reformasi pertanahan). Penguasaan tanah oleh sebagian kelompok tertentu
akan menyebabkan kemiskinan sulit untuk dihapuskan. Karena pada dasarnya
yang miskin tidak punya faktor produksi yaitu tanah. Selain kebijakan land
reform negara juga harus pro terhadap usaha mikro dengan pemberian akses
keuangan untuk permodalan. Usaha mikro adalah bentuk kemandirian
masyarakat oleh karenanya harus menjadi agenda khusus negara.
Pemusatan kekayaan juga bisa terjadi karena kebijakan negara yang
melakukan pembangunan hanya terpusat di kota-kota saja. Desa hanya
dijadikan penopang kebutuhan masyarakat kota. Pembangunan yang terpusat
81
di kota berakibat pada arus urbanisasi yang tak terbendung, sehingga di desa
mengalami masalah karena kurangnya SDM untuk membangun desa,
sementara di kota mengalami masalah karena jumlah penduduk yang
membludak. Pembangunan di desa pada dasarnya akan mereduksi pemusatan
kekayaan.
3) Restukturasi Ekonomi dan Keuangan
Restrukturisasi ekonomi dilaksanakan melalui realokasi sumber-sumber
daya yang diperlukan untuk pembangunan yang merata tidak akan berjalan,
tanpa adanya suatu penataan kembali perekonomian yang meliputi semua
aspek ekonomi, termasuk konsumsi swasta, keuangan pemerintah, formasi
kapital dan produksi.98
Upaya yang dilakukan adalah dengan mengubah
preferensi konsumen melalui memperkenalkan filter moral, membedakan
antara kebutuhan dan kemewahan, kriteria untuk mengklasifikasi kedalam dua
kategori tersebut adalah norma-norma Islam dalam konsumsi dengan
ketersediaan sumber-sumber daya dan dampaknya pada persaudaraan dan
persamaan sosial.99
Keuangna adalah senjata politik, sosial, dan ekonomi yang ampuh di
dunia modern. Ia berperan penting tidak hanya dalam alokasi dan distribusi
sumber daya yang langka, tetapi juga dalam stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi. Ia juga menentukan sumber kekuatan, status sosial dan kondisi
98
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam
dan Pembangunan Ekonomi, hal.112 99
Ibid, h,. 113
82
ekonomi individu. Dengan begitu, tidak ada reformasi sosio-ekonomi tanpa
restrukturisasi sistem keuangan sesuai dengan tujuan-tujuan sosial-ekonomi
dari masyarakat. Restrukturisasi harus cukup menyeluruh agar lembaga
keuangan dapat memberikan sumbangan penuh terhadap penghapusan
ketidakseimbangan, dan terhadap intermediasi yang adil dan efisien dari
sumber-sumber keuangan.100
Karena sumber-sumber lembaga keuangan berasal dari deposit yang
diletakkan oleh lembaga bagian yang representative mewakili seluruh
penduduk, cukup rasional kalau ia dianggap sebagai kekayaan nasional. Oleh
sebab itu, seluruhnya harus digunakan untuk kesejahteraan bagi semua sektor
penduduk dan bukan untuk lebih memperkaya mereka yang sudah kaya dan
berkuasa.101 Namun yang lebih penting adalah bahwa sistem keuangan
berbasih bunga yang diterapkan oleh hampir seluruh perekonomian di dunia ini
terbukti tidak mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi, dan cenderung
menambah parah keadaan ekonomi. Penggunaan riba yang diharamkan
tentunya mengharuskan negara-negara Muslim harus meninggalkan sistem riba
dan menjalankan sistem keuangan yang Islami.
100
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (terj), Ikhwan Abidin dari juldul asli
Islam and Economic Challenge, (Jakarta : Gema Insani Press 2000) hal. 351 101
Ibid. hal. 351
83
Pemikiran ketiga tokoh di atas dapat dilihat dalam table berikut ini;
Al-Ghazali Ibn Khaldun Umer Chapra
Indikator
Pembangun
an
Tercapainya maslahah
(terlindunginya
kebebasan
berkeyakinan,
perlindungan
kehidupan,
perlindungan pikiran,
perlindungan harta,
perlindungan
keturunan)
Tercapainya
maslahah
(terlindunginya
kebebasan
berkeyakinan,
perlindungan
kehidupan,
perlindungan pikiran,
perlindungan harta,
perlindungan
keturunan)
Tercapainya
maslahah
(terlindunginya
kebebasan
berkeyakinan,
perlindungan
kehidupan,
perlindungan pikiran,
perlindungan harta,
perlindungan
keturunan)
Objek dan
Subjek
Pembangun
an
Manusia, Lingkungan
dan Spiritual
Manusia,
Lingkungan dan
Spiritual
Manusia,
Lingkungan dan
Spiritual
Peran
Pemerintah
dan
Masyarakat
Pemerintah sebagai
lembaga pengatur
distribusi keadilan
ekonomi
Hukum saling
ketergantungan
(linked) antar faktor-
faktor pendorong
pembangunan
Pemerintah sebagai
perencana dan
pembuat regulasi dan
masyarakat sebagai
partisipator aktif
dalam pembangunan
Keuangan Uang sebagai alat tukar
menggantikan sistem
barter yang sulit
terwujud
Emas dan perak
sebagai mata uang
sah, pentingnya
departemen
pengelola pajak,
untuk
memaksimalkan
pendapatan dan
pengeluaran negara
Revitalisasi
keuangan publik
(ZISWAF),
reformasi keuangan
publik dengan
mengatur prioritas
pengeluaran, pajak
yang adil dan efisien,
membatasi defisit.
Pasar Mekanisme pasar akan
bekerja jika ada tempat
bertemu antara
permintaan dan
penawaran, serta
diperlukannya alat
tukar sebagai
pengganti sitem barter
yang sulit diterapkan
Mekanisme pasar
akan menentukan
harga, dan harga
sangat dipengaruhi
oleh faktor produksi
dan pajak
Liberalisasi pada
sektor tertentu untuk
kepentingan
masyarakat
84
D. Relevansi Pembangunan Ekonomi Islam dan Pembangunan Ekonomi
Indonesia
Sebagai negara dengan penduduk masyoritas memeluk agama islam
yakni di atas 80%. Sudah selayaknya sistem ekonomi di Indonesia
berlandaskan ajaran Islam. Namun yang terjadi adalah para founding father
tidak meletakkan islam sebagai landasan negara. Ekonomi Indonesia disusun
berdasarkan konstitusi yang telah disepakati oleh seluruh founding father
negara Indonesia yaitu UUD 1945. Asas perekonomian Indonesia diatur
dalam UUD 1945 pasal 27, pasal 33, dan pasal 34. Walaupun tak sepenuhnya
sama, namun, sistem pembangunan ekonomi baik Indonesia maupun
pembangunan ekonomi Islam memiliki substansi yang sama dan saling
akomodatif. Hal ini dapat dilihat dalam table berikut ini:
Indonesia Islam
bentuk usaha
Pasal 33
1. usaha bersama berdasarkan
kekeluargaan
Kebersamaan, ukhwah,
kepedulian, dan solidaritas sosial
kepemilikan 2. cabang produksi strategis
dikuasai negara
kepemilikan individu, umum, dan
negara.
Sumber
ekonomi
strategis
3. bumi dan air dan kekayaan
alam dikuasai oleh negara
untuk kesejahteraan rakyat
Konsep fay‟ ;bumi dan
kandungannya dikuasai negara dan
diperuntukan untuk masyarakat
umum
peran negara 4. Perekonomian nasional Peran negara dalam menyediakan
85
didasarkan pada demokrasi
ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
fasilitas dan pelayanan umum
kebebasan,
keadilan, dan
kerjasama
5. ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undang-undang.
Kebebasan yang
bertanggungjawab, persaingan
yang berkeadilan dan kerjasama
serta keseimbangan
Fakir miskin Pasal 34
1. fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar dipelihara oleh
negara
Salah satu karakter dasar dari
ekonomi Islam adalah
keberpihakannya terhadap
perlindungan orang-orang lemah,
seperti kaum fakir, miskin, anak
terlantar dan orang tidak mampu
lainnya
Sistem
jaminan sosial
2. negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan
memberdayakan rakyat yang
lemah dan tidak mampu sesuai
dengna martabat kemanusiaan
Islam secara spesifik
memperkenalkan beberapa
instrumen untuk melindungi
orang-orang lemah, yaitu Zakat,
Pelarangan riba, Kerjasama
ekonomi, Jaminan sosial, dan
Peranan negara
Peran negara 3. negara bertanggung jawab Sistem fay‟ sebagai sumber untuk
86
atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan
fasilitas umum yang layak
menyediakan pelayanan dan
fasilitas umum
Fasilitas dan
pelayanan
umum
4. ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undang-undang.
Konsep kerja
Pasal 27
2. Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan
Islam sangat menganjurkan dan
menghargai setiap individu yang
bekerja untuk kepentingan dirinya
dan keluarga yang ditanggungnya
Halal dan
Thayyib
Islam mengatur perihal etika
dalam bekerja khususnya terkait
dengan cara dan objeknya yang
tidak boleh bertentangan dengan
syari‟at Islam
Peran Negara Negara punya kewajiban untuk
menyediakan perkerjaan yang
layak bagi rakyatnya beserta
sistem pengupahan yang adil
Sumber: Sistem Ekonomi dan Pembangunan Islam oleh Makhlani
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Indonesia
sejalan dengan sistem ekonomi Islam. Dengan kata lain apabila bangsa
Indonesia konsisten dalam menjalankan UUD 1945 berarti penerapan
ekonomi Islam secara substansial telah terlaksana dengan baik.
87
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelaahan yang telah penulis kemukakan pada bab-bab
sebelumnya, maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut;
1. Pembangunan ekonomi dalam khasanah islam dikenal dengan istilah
„umran al-„alam yang berarti memakmurkan bumi yang tak lain adalah
tugas utama manusia sebagai khalifah. Pembangunan ekonomi dalam islam
diartikan sebagai upaya secara sadar untuk membuat perubahan struktural
dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan
penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas
produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik
dari sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan
antara aspek material dan spiritual.
2. Sumbangsih dari pemikiran Al-Ghazali dalam pembangunan ekonomi
berupa tujuan utama dalam pembangunan ekonomi yaitu tercapainya unsur
maqashid syari‟ah, yakni, untuk melindungi iman (hifdz din), melindungi
jiwa (hifdz nafs), melindungi akal (hifdz „aql), melindungi keturunan (hifdz
nasl), dan melindungi harta (hifdz mal). Sedangkan pemikiran Ibn Khaldun
menguraikan tentang harmonisasi semua unsur pembangunan, manusia
sebagai unsur utama pembangunan haruslah menjadi focus utama, unsur
yang lain seperti sumber daya alam, organisasi masyarakat, syariah
88
semuanya digerakkan oleh otoritas yang memiliki legitimasi yaitu
pemerinta. Semua unsur tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa
adanya semangan asabiyyah. Sedangkan Umer Chapra menekankan
pentingnya unsur moral, keadilan dan efisiensi dalam upaya pembangunan.
Beberapa gagasan Umer Chapra mengenai strategi pembangunan dalam
islam diantanya adalah peningkatan SDM, penghapusan penumpukan
kekayaan pada kelompok tertentu, restrukturisasi ekonomi, dan juga
restrukturisasi sistem keuangan.
3. Kesamaan prinsip-prinsip ekonomi Indonesia dengna ekonomi Islam
sangatlah substansial, dimana pembangunan ekonomi baik Indonesia
maupun Islam tidak hanya mengedepankan pembangunan fisik, namun
mengutamakan kesejahteraan manusia seutuhnya. Dalam konstitusi
Indonesia perekonomian diatur dalam UUD 1945 pasal 27, 33, dan 34 yang
semuanya sejalan dengna konsep khilafah, ukhwah, dan „adl.
B. Saran
Setelah melakukan telaah pembangunan ekonomi islam, penulis ingin
menyampaikan beberapa saran, diantara sebagai berikut;
1. Penelitian yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam islam perlu
ditingkatkan, mengingat sebagian besar negara-negara Muslim masih dalam
taraf negara berkembang, sehingga diperlukan formula khusus untuk
menangani berbagai masalah yang ada.
89
2. Bagi para pembaca skripsi ini, hendaknya menelaah dengan kritis sehingga
dan penulis berharap pembaca dapat memberikan masukan, saran, dan kritik
yang akan sangat berguna bagi penulis.
3. Kepada siapa saja yang akan memimpin negara ini, diharapkan bisa
menjadikan pembangunan ekonomi islam sebagai landasan pembangunan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia
Abdullah, M Amin. Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau
dari Agama. diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal
23 Maret 2014
Agustianto. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi
islam makalah diakses dari http://www.agustiantocentre.com diakse pada
tanggal 19 Februari 2014
Ahmad, Khurshid (ed). Studies In Islamic Economics, Jeddah: International Centre
for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University,1980.
Ahmed, Abdel Rahman Yousri. An Introduction to an Islamic Theory of Economic
Development, 8th
International Conference on Islamc Economic and Finance.
Makalah diakses dari http://conference.qfis.edu.qa/app/media/248 pada
tanggal 24 Jnuari 2014
Al-Araki, Abdul Magid From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of
Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic,
Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. Diakses dari
http://home.online.no/~al-araki/arabase/ibn/Ibn%20Khaldun_04.pdf pada
tanggal 14 Maret 2014
91
AM, Daud Effendy. Manusia, Lingkungan dan Pembangunan : Prospektus Islami.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata, 2010.
AR, Mustapadidjaja dkk, ed. BAPPENAS dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan
Indonesia 1945-2025. Jakarta: LP3ES, 2012.
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas, 2010.
Budhy, Munawar-Rachman. Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta: Yayasan Abad
Demokrasi, 2011.
Chapra, M. Umer. "Ibn Khaldun's theory of development: Does it help explain the
low performance of the present-day Muslim world?." The Journal of Socio-
Economics 37.2 (2008): 836-863. Diakses dari http://ie.um.ac.ir/ pada tanggal
24 Desember 2013
Chapra, M. Umer. Islam and Economic Development. Islamabad Islamic Reseach
Institute Press, 1993.
Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. Surabaya: Risalah Gusti, 1999.
Chapra, M Umer. The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah.
Jeddah: Islamic Research and Training Institute IDB. 2007.
92
Dar, Humayon A and Saidat F. Otiti. Construction of an Ethics-augmented Human
Development Index with a Particular Reference to the OIC Member
Countries. Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University,
2002. Diakses dari https://dspace.lboro.ac.uk pada tanggal 14 November
2013.
Dasuki, Asyraf Wadji. Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its
Implication To Group-Based Lending Scheme, 4th
International Islamic
Banking and Finance Conference, Monash University, Kuala Lumpur,
Malaysia.
Hák, Tomás, Bedrich Moldan, and Arthur Lyon Dahl, eds. Sustainability indicators:
a scientific assessment. Island Press, 2007.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret
2014
http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses
tanggal 13 Februari 2014
Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Persada, 2004.
93
Khaldun, Ibn. Muqaddimah. Alih bahasa Ahmadie Thaha. Pustaka Firdaus Jakarta:
2000.
Kuncoro, Mudrajat. Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5). Yogyakarta :
UPP STIM YKPN, 2010.
Kuncoro, Mudrajat. Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.
Ladzi, Muhammad. Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan
Paradigma Humanizing Development. Makalah diakses dari
http://makalahpendidikanagama.blogspot.com/ pada tanggal 20 Februari 2014
Lane, Jan-Erik, and Svante Ersson. "Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi dan
Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif." (2002)
Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.
Madjid, Nurcholish. Islam: doktrin dan peradaban: sebuah telaah kritis tentang
masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 2000.
Marbun, B.N. Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no.
1, (juni 2012)
94
Moh. Arsyad Anwar dkk, ed. Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro. Jakarta :
PT. Kompas Media Nusantara, 2007.
Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
1999.
Mth, Asmuni. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X
tahun (2003): 128-151. Diakses dari https://forum.uii.ac.id pada tanggal 12
Januari 2014
Mohammad, Fida. Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with
Hegel, Marx, and Durkheim. The American Journal of Islamic Social
Science, Vol. 15, No. II.
Mutamam, H. Hadi. “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya
dalam Al-Muatashfa”, Mazahib. vol. IX. No. 1, Juni 2007
Novack, David E., Robert Lekachman, and David E. Novack, eds. Development and
society: the dynamics of economic change. St. Martin's Press, 1964.
Shihab, Moh Quraish. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan, 1996.
Tjokrowonoto, Moeljanto. Pembangunan : Dilema dan Tantangan.Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 1996.
Todaro, Michael P. Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I).
Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama, 1998.
95
Sasana, Hadi. "Kegagalan Pemerintah Dalam Pembangunan." Jurnal Dinamika
Pembangunan (JDP) 1.Nomor 1 (2004): 31-38. Diakses dari
https://eprints.undip.ac.id pada tanggal 14 Februari 2014
Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana, 2006.
Nitisastro, Widjojo. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan
Uraian Widjojo Nitisastro. Jakarta: Kompas, 2010.
Yahaya ,Mahayudin Hj. „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A
Paradigm Change. International Journal of West Asian Studies. Vol. 3, No.1
(2011). Diakses dari
http://www.ukm.my/ijwas/images/koleksi_jurnal_pdf/vol3_n1_2011a/1_UM
RAN_IKRAB pada tanggal 21 Maret 2014