Preskas+THT+Plastik Rekonstruksi

download Preskas+THT+Plastik Rekonstruksi

of 23

Transcript of Preskas+THT+Plastik Rekonstruksi

PRESENTASI KASUS

REKONSTRUKSI LEHER PASCA EKSTIRPASI MASSA PADA PENYAKIT KIMURA DENGAN TEKNIK FLAP ROTASI DAN CANGKOK KULIT KETEBALAN PENUH

Penyaji: Priyandini Wulandari, S.Ked NPM: 0806363703 Narasumber: dr. Dini Widiarni W, SpTHT

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA-LEHER FKUI-RSCM JAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN Penyakit Kimura merupakan suatu penyakit inflamasi kronis yang jarang dan penyebabnya hingga saat ini masih belum dapat ditentukan. Penyakit Kimura menunjukkan adanya pembesaran nodul atau massa subkutan disertai limfadenopati, eosinofilia pada darah dan jaringan, serta peningkatan kadar IgE serum. Tempat predileksi Penyakit Kimura adalah pada area kepala dan leher sehingga sering kali terjadi misdiagnosis penyakit ini.1,2 Tatalaksana baku Penyakit Kimura hingga saat ini belum ditentukan. Tatalaksana yang umum dilakukan adalah bedah eksisi, terapi kortikosterid sistemik, radioterapi, penyinaran laser, dan dengan pemberian obat lainnya. Terapi lini pertama adalah bedah eksisi. Namun, dengan dilakukan bedah saja sering menunjukkan terjadinya relaps pada pasien sebesar 25%.2 Eksisi yang dilakukan pada Penyakit Kimura dapat menimbulkan defek yang cukup luas sehingga tidak dapat diperbaiki dengan penarikan jaringan di sekitarnya. Pada kasus demikian perlu diperbaiki dengan cangkok dan atau flap kulit. Teknik yang dipilih bergantung pada tujuan kosmetik dan fungsional, ukuran cacat, ketersediaan jaringan setempat, kondisi pasien, serta pengalaman dari operator. 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II. I. Penyakit Kimura Epidemiologi Penyakit Kimura endemis pada benua Asia, terutama di Cina dan Jepang, namun kasusnya cukup jarang, yaitu sekitar 200 kasus sejak gambaran histopatologisnya diumumkan pada tahun 1948 oleh Kimura dkk, (data tahun 2005). Penyakit Kimura menyebar secara kosmopolit dan gambaran histopatologisnya sama pada tiap negara. Penyakit Kimura umumnya mengenai laki-laki dengan rasio laki-laki banding perempuan adalah 3,5-7:1. Onset terjadinya penyakit ini paling tinggi pada golongan usia decade ke-2 hingga 3. 1,2 Etiologi dan patogenesis Penyebab dari Penyakit Kimura masih belum jelas, namun diduga kuat terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi, trauma, dan proses autoimun. 1,2 Adanya stimulasi imunologis jangka panjang diduga menimbulkan profilferasi limfoid pada beberapa kasus. Sel mast, suber utama dari IL-4 dan IL-5 memegang peranan penting dalam pathogenesis penyakit Kimura melalui sintesis IgE dan menyebabkan infiltrasi dari eosinofil. 3 Gejala Klinis Gejala yang sering timbul adalah adanya bejolan pada satu atau beberapa daerah subkutan, tidak nyeri, yang semakin membesar, dan terletak pada daerah kepala dan leher, disertai timbulnya adenopati dan atau pemesaran dari kelenjar parotis atau submaksila. Benjolan dapat terasa gatal dan nyeri, namun kulit di daerah sekitarnya tampak normal. Keterlibatan ginjal, terutama gromeluronefritis ekstramembran sering terjadi (hamper pada 50% kasus). Vaskulitis eosinofilik kutan juga disebutkan sebagi gejala dari penyakit Kimura. Keterlibatan mata, telinga, duktus spermatikus, dan saraf adalah jarang. 1,2,3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar eosinofil pada darah dan tingkat IgE serum. Pada pemeriksaan histopatologi tampak jaringan limfoid hiperplasi dengan proliferasi dari sel germinal dan infiltrasi sedang-berat dari eosinofil pada zona interfolikuler dan perivaskuler.1

Pemeriksaan dengan CT-scan dan MRI juga dapat menunjukkan gambaran khas

penyakit Kimura. Tatalaksana Tatalaksana yang optimal untuk penyakit Kimura hingga saat ini belum ditentukan.. Bagaimanapun, penanganan lebih ditujukan dalam segi estetika dan mencegah rekurensi serta akibat jangka panjang. Langkah yang dapat diambil seperti terapi steroid, radioterapi, cryoterapi, penyinaran dengan laser, dan eksisi secara bedah. Penanganan lain seperti penggunaan, agen sitotoksik, siklosporin, dan pentoxyfiline, sudah digunakan dengan hasil yang bermacam-macam. Sementara ini, eksisi bedah merupakan pilihan lini pertama yang bermanfaat untuk diagnosis sekaligus terap. Namun demikian, hasil dari penanganan secara eksisi masih bermacam-macam dan rekurensi pun masih umum terjadi. Dalam hal penanganan secara eksisi bedah tersendiri, kemungkinan terjadi rekurensi adalah sebesar 25%.1,2,3 Rekurensi setempat umumnya dapat ditangani dengan bedah eksisi. Namun, apabila rekurensi yang terjadi cukup sering atau terdapat tanda-tanda pasien mengalami sindrom nefrotik, pemberian steroid sistemik harus mulai diberikan dengan dosis tinggi dan kemudian di tapering-off saat pasien telah menunjukkan efek dengan kortikosteroid. Sayangnya, biasanya rekurensi terjadi kembali saat penggunaan steroid dihentikan. 3 Terapi radiasi setempat (25-30 Gy) diindikasikan pada pasien yang mengalami rekuransi terus-menerus terhadap steroid, dan pada pasien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi. Penggunaan antagonis reseptor leukotrien dan histamine (H-1) resptor blocker dalam suatu percobaan muningkatkan efek remisi pada pasien yang diterapi dengan steroid dan dapat mempertahankan remisi tersebut hingga 6 bulan berikutnya. 3 Prognosis Penyakit Kimura tidak menunjukkan gambaran keganasan. Fungsi tubuh yang terkena penyakit juga relative baik. Namun angka kekambuhan pada penyakit Kimura selelah menjalani operasi eksisi adalah sebesar 25%.2

II. II Operasi Plastik pada WajahA. Skin Graft (Cangkok kulit)

Pengertian Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang, sumsum tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru, pankreas serta hepar. Skin graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah resipien). 5 Skin graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada daerah luka. Diantara donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh darah lagi sehingga memerlukan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut. 5 Indikasi Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada pada tubuh 5 Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka bekas operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara langsung dengan kulit yang ada disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah bekas operasi dapat tertutup sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal5

Klasifikasi Beberapa perbedaan jenis skin graft adalah: 5 1.Autograft Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada orang yang \ sama. 2.Allograft Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti. 3.Xenograft Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara dua spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah kulit babi. Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu: 5,6 1.Split Thicknes Skin Graft ( STSG ) STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, STSG sendiri terbagi menjadi 3 kategori yaitu : Tipis (0,005 - 0,012 inci) Menengah (0,012 - 0,018 inci) Tebal (0,018 - 0,030 inci) STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus dan memiliki tingkat aplikasi yang lebih luas. STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis rongga, kekurangan lapisan mukosa, menutup flap pada daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga dapat digunakan untuk mencapai penutupan yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan dilakukan. 5,6 Daerah donor STSG dapat sembuh secara spontan dengan sel yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh yang perlu dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak atau pecah terutama bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau didasari dengan jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi radiasi.

STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih lembut, dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. 5,6 Efek dari penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal, kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien. 5,6 2. Full Thickness Skin Graft ( FTSG ) 5,6 FTSG lebih sesuai digunakan pada area yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit yang disayat dan dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan. Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah pergerakan tulang sendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena dapat tumbuh dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa keuntungan antara lain : relatif sederhana, tidak terkontaminasi / bersih, pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti STSG.

Gambar 1. Kliasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit

Daerah Donor Skin Graft5,6 Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada daerah resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah donor akan lebih terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan, tektur, pigmentasi, ada atau tidaknya rambut harus sangat diperhatikan. Donor untuk STSG biasanya diambil dari daerah paha, dinding abdomen, dan bokong. Bila jumlah donor yang dibutuhkan untuk STSG lebih banyak, kulit kepala dapat digunakan dengan interval 7 hari dalam setiap pengambilan karena kulit kepala sanghat tebal dengan terdapatnya folikel rambut dan vaskularisasi yang baik. Donor untuk FTFS biasanya diambil dari daerah postaurikuler, retroaurikuler, supraklavikula, kelopak mata bagian atas, dan inguinal.

Daerah Resipien Graft5,6 Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah resipien. Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada jaringan yang tidak dialiri darah. Skin graft dapat bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia, otot, dan jaringan granulasi. Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena) atau ketidakcukupan arteri perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan pemindahan kulit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan hidup. Luka juga harus bebas dari jaringan yang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang berjumlah lebih dari 100.000/cm akan berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal. Prosedur Operasi5 Prosedur operasi meliputi: pemotongan, pemolongan, untuk memperluas daerah graft hingga 9 kali pemasukan graft, memastikan hemostasis pada graft pembalutan, untuk menstabilkan graft dan mencegah hematom pada bagian bawah

Proses Penyembuhan5 Masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Perlekatan dasar 2. Penyerapan Plasma 3. Revaskularisasi 4. Pengerutan luka 5. Regenerasi 6. Reinnervasi 7. Pigmentasi

Komplikasi5 Komplikasi yang mungkin terjadi pada skin graft antara lain: 1. Kegagalan graft 2. Reaksi penolakan terhadap skin graft 3. Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien. 4. Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft. 5. Munculnya jaringan parut 6. Hiperpigmentasi 7. Nyeri 8.Hematom 9.Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graftB. Skin Flap (Flap kulit) 7

Prosedur sistematis yang pertama dengan menggunakan flap untuk memperbaiki hidung yang hilang pada wanita dewasa dilakukan oleh Susruta, yang hidup pada abad 6 sebelum Masehi. Empat abad kemudian, seorang ahli bedah Italia, Gaspare Tagliacozzi (1597) menjelaskan penggunaan bipedal flap yang diambil dari bagian lengan atas untuk digunakan merekonstruksi hidung. Pada tahun 1863, John Wood melaporkan pertama kali tindakan groin flap untuk menangani deformitas pada tangan akibat luka bakar yang berat pada anak wanita usia 8 tahun. Tiga dekade kemudian, seorang ahli bedah Italia, Ignio Tansini (1892), pertama kali memperkenalkan tindakan latissimus dorsi flap untuk merekonstruksi defek mammae yang telah dilakukan radical removal cancer. Definisi7 Skin flap atau flap kulit, seperti halnya skin graft, yaitu tindakan memindahkan kulit dari satu tempat ke tempat lain , namun disini masih ada hubungan pembuluh darah antara daerah donor dan daerah resipien atau penerimanya, sehingga cangkok kulit dapat hidup.

Klasifikasi Flap7 Berdasarkan vaskularisasi a. Axial pattern flap b. Neurocutaneus flap c. Musculocutaneus flap Berdasarkan Jenis7,8 Flap pengajuan (advancement), rotasi dan transposisi terutama digunakan untuk memperbaiki cacat pada wajah.a. Advanced flap7,8

Pada advancement flap, flap dipindahkan secara primer menghikuti garis lurus dari tempat donor ke daerah resipien. Tidak ada gerakan memutar atau menyamping pada flap jenis ini. Triangles y (Burrow triangles) dibuat pada bagian lateral bawah untuk mencegah komplikasi berupa pengerutan jaringan pada pangkal flap.

Gambar 2. Advancement flap8

b. Rotation flap7,8

Flap Rotasi memberikan kemampuan untuk memobilisasi area besar pada jaringan dengan dasar vascular yang luas untuk rekonstruksi. Nama dari Flap rotasi sendiri merujuk pada vector dari gerakan Flap itu sendiri, dimana bentuknya itu melengkung atau berotasi, dan prosedur yang melibatkan Flap ini dapat dianggap sebagai penutupan defek triangular dengan memutar kulit yang berdekatan di sekitar titik rotasi (atau titik tumpu) menuju ke bagian yang cacat. Flap Rotasi akan bermanfaat apabila bagian yang akan didonorkan adalah bagian lateral dari wajah. Flap ini berguna karena memiliki dasar yang luas dan juga sangat bagus untuk sumber sirkulasi darah. Kerugian dari penggunaannya adalah

memerlukan potongan yang cukup dalam untuk membentuk flap, sehingga dapat meningkatkan risiko kerusakan saraf atau perdarahan Flap rotasi menutupi defek berbentuk segitiga dengan memutar bagian setengah lingkaran ke sekitar titik yang sangat penting. Flap jenis ini merupakan flap serbaguna yang dapat menutupi defek berukuran luas pada area wajah dan leher. Panjang berbanding lebar pada flap jenis ini sebaiknya 4 berbanding 1.

Gambar 3. Rotation flap8

c. Transposition flap7,8

Flap transposisi kadang disebut juga flap interposisi adalah flap yang berasal dari tempat donor dan diputar pada jaringan yang berdekatan untuk ditempatkan padadefek. Biasanya merupakan kombinasi dari rotasi dan advancement jaringan. Flap transposisi dapat dibentukdalam beberapa ukuran dan bentuk, memberikan pilihan flap yang dapat digunakan pada defek yangmembingungkan.

Gambar 4. Transposition flap8

Monitoring flap7 Masa setelah tindakan pembedahan sampai 48 jam pertama adalah masa yang kritis. Yang harus diobservasi adalah warna dari flap, pengisian kapiler, suhu dan ada tidaknya perdarahan. Tindakan untuk mengatasinya adalah dengan cara elevasi ekstremitas yang

bersangkutan.Bila tetap pucat, tidak ada pengisian kapiler dan dengan tindakan incisi kecil tidak keluar darah kemungkinannya adalah trombosis arteri dan penatalaksanaannya adalah re-operasi. Bila tampak kongestif dan ada beberapa titik keunguan, kemungkinannya adalah trombosis vena dan penatalaksanaannya adalah re-operasi atau dapat dengan lintah.

BAB III ILUSTRASI KASUS Nama Usia Alamat Pekerjaan No. RM Pembiayaan Anamnesis: Keluhan Utama: Timbul benjolan pada leher kanan bagian belakang yang semakin membesar sejak dua tahun sebelum masuk RS. Riwayat penyakit sekarang: Sejak dua tahun sebelum masuk RS, timbul benjolan pada leher kanan bagian belakang yang semakin membesar sejak dua tahun sebelum masuk RS. Benjolan tidak nyeri, kadang terasa gatal, dan daerah pelipis terasa tertarik dan nyeri. Tidak ada riwayat hidung tersumbat, mimisan, keluar cairan dari telinga. Tidak terdapat gangguan pendengaran. 7 tahun yang lalu dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dengan hasil adalah penyakit Kimura. 3 tahun yang lalu pasien melakukan operasi eksisi di RS H namun benjolan timbul kembali 2 tahun yang lalu. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat asma, alergi, diabetes mellitus sebelumnya disangkal. : Tn. R : 36 Tahun : Manggarai, Jakarta : Swasta : 300 75 93 : JAMKESDA

Pemeriksaan Fisis: Tampak sakit sedang, kompos mentis. Tanda Vital Tekanan darah Napas Nadi Suhu Status Generalis Mata Paru Jantung Abdomen Ekstremitas Leher : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. : Vesikuler, tidak ada rhonkii dan wheezing. : Bunyi jantung I dan II normal tidak ada murmur dan gallop. : Datar, lemas, timpani, hati dan limpa tidak teraba, bising usus normal. : Tidak ada edema, akral hangat. : JVP 5-2 cm H20, terdapat massa di retroaurikuler dekstra ukuran 5x4x1,5 cm teraba keras, tidak nyeri, dan massa di parotis berukuran 3x3x2 cm teraba keras, tidak nyeri. : 120/80 mmHg : 18 kali/ menit, kedalaman cukup, reguler : 88 kali/ menit, isi cukup, reguler : afebris

Pemeriksaan THT TELINGA Auricula Dextra Bentuk normal Tidak ditemukan eritema, edema dan nyeri tekan Tidak ditemukan eritema, edema, nyeri tekan dan sikatriks Lapang Intak Menurun Fungsi tuba baik HIDUNG Hidung luar : tidak terdapat deformitas pada hidung Kavum Nasi Sinistra Kavum Nasi Dextra Lapang Lurus di tengah Eutrofi Terbuka, sekret (-) Terbuka, sekret (-) Pasien buka mulut 3 jari. Rongga Hidung Septum Konka Inferior Konka Media Meatus Medius Lapang Lurus di tengah Eutrofi Terbuka, sekret (-) Terbuka, sekret (-) tidak terdapat tanda-tanda radang (edema, eritema) Liang telinga Membran Telinga Refleks Cahaya Tes fungsi tuba Retroaurikular Auricula Sinistra Bentuk normal Tidak ditemukan eritema, edema dan nyeri tekan Tidak ditemukan eritema, edema, nyeri tekan dan sikatriks Lapang Intak menurun Fungsi tuba baik

Daun telinga Preaurikular

Hasil pemeriksaan penunjang hematologi (11 Agustus 2009) Darah rutin Hb 13.2 gr/dl Ht 40.2 % Leukosit 11.100/l Trombosit 368.000/ l

MCV MCH MCHC LED Hitung Jenis Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit

37.2 fl 25.3 pg 32.8 g/dl 110 mm/Jam 0.3 % 10.2 % 66 % 18.8% 20 U/L 25 U/L 136 meq/l 4.31 meq/l 109 meq/l 15 mg/dL 1.1 mg/dL 412 mg/dl

Kimia Darah SGOT SGPT Na K Cl Ureum Darah Kreatinin darah Glukosa darah sewaktu

Hasil Pemeriksaan CT Scan mastoif tanpa kontras (4 Agustus 2009) Diagnosis Klinis Tumor Parotis Dextra dengan Limfadenopati di Koli Dextra Tampak massa hiperdends homogen di retroaurikuler dekstra ukuran 3,93 x 5,06 x 4,14 cm batas tegas, tidak menyangat kontras. Massa menginfiltrasi parotis kanan dan menempel pada m. sternokleidomastoid kanan menyebabkan ukuran parotis membesar (4,3 x 7,02 x 5,5 cm) dengan hipervaskuler serta pembesaran KGB multipel di regio colli profunda kanan ukuran < 1 cm, destruksi tulang (-). Telinga kanan-kiri : Meatus akustikus eksternus terbuka dan tampak penebalan. Membran timpanti intak, pneumatisasi mastoid baik, tak tampak sklerotik dan kolesteatom, tulang pendengaran dalam batas normal.

Kesimpulan: Massa homogen retroaurikuler kanan yang mengilfiltrasi parotis kanan dan menempel M.sternokleidonastoideus kanan disertai pembesaran kelenjar getah bening multiple di regio koli profunda kanan

DD/ proses inflamasi Hasil pemeriksaan FNAB (6 Agustus 2009) Diagnosis awal: Tumor parotis DD/ Limfadenopati Makroskopik : Benjolan sejak 2 tahun yang lalu, ukuran 2 cm, kenyal, sebelumnya pernah biopsi tahun 2003, aspirat cairan kemerahan sedikit. Mikroskopik : Sediaan sitologi aspirasi benjolan di belakang telinga kanan mengandung selsel limfosit dalam berbagai derajat maturasi, leukosit neutrofil dan serabut jaringan ikat. Kesimpulan : Limfadenitis kronik non spesifik Tidak ditemukan sel tumor ganas.

Hasil Pemeriksaan CT Scan nasofaring (7 Agustus 2009) bayangan padat di belakang telinga kanan melekat pada kulit, mencurigakan cicatrix bekas operasi DD/ tumor residif. Lesi tidak meluas dalam telinga, mastoid kanan intact. Multiple nodule dalam kelenjar parotis kanan mencurigakan lesi metastasis. Cervikal lymph nodes kanan membesar mencurigakan metastasis kelenjar. Parotis kiri baik tidak tampak tanda SOL didalamnya.Tidak mencurigakan tanda2 massa tumor di mukosa nasofaring. Basis kranii dan struktur parfaring space baik. Sinus paranasal- mastoid bersih, rongga hidung tidak tersumbat. KGB cervikal kiri tidak membesar

Diagnosis: Tumor parotis dekstra Massa retroaurtikuler dekstra

Rencana terapi:-

Operasi pengangkatan massa Retroaurikuler Dextra

LAPORAN PEMBEDAHAN (24 Agustus 2009): Diagnosis Pra Bedah Diagnosis Pasca Bedah Tindakan Pembedahan 1. Ekstirpasi massa RAD 2. Full Thickness Skin Graft ( FTSG ) dari inguinal kanan 3. Neck Rotation Flap Urutan Pembedahan: 1. Pasien terlentang di meja operasi dalam narkose 2. Dilakukan a. dan antisepsis pada lapangan sekitar operasi 3. Dilakukan insisi di sekitar tumor pada batas kulit tumor dan kulit sehat sampai lapisan sub kutis 4. Tumor dipisahkan dari jaringan sekitarnya,tampak massa tumor berbenjol benjol ukuran 5,5 x 5x 2 cm 5. Tampak M.sternocleidomatoid masih baik, tulang mastoid dan kelenjar parotis tak terpapar 6. Tumor dapat diangkat seluruhnya, tampak defek ukuran 6 x 6 x 2 cm lalu dilakukan penutupan defek dengan neck rotation flap dan FTSG dari inguinal 10 x 5 cm kanan. Dilakukan bedah beku dengan sediaan berasal dari masa retroaurikuler dextra mengandung jaringan ikat dan lemak yang mengandung agregasi limfosit dan beberapa sel dengan inti atipik yang belum dapat ditentukan sifatnya 7. Perdarahan diatasi 8. Dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan vicryl 3-0 dan prolene 4-0 9. Dipasang tight over diatas graft dan dipasang drain dari wing needle di luka yang terjahit 10. Luka operasi di inguinal juga dijahit dengan vicryl 3-0 11. Luka operasi ditutup dengan sufratulle dan kassa 12. Operasi Selesai 13. Perdarahan 350 cc : Massa Retroaurikuler Dextra : Massa Retroaurikuler Dextra :

Hasil Pemeriksaan Histopatologi (24 Agustus 2008) Diagnosa Massa Retroaurikuler Dextra Makroskopik : Terima 2 bungkus, keterangan: 1. Sisa potong beku 2. Baru : Isi satu jaringan semcet 1 kst : Isi satu jaringan ukuran 6 x 4 x 2 cm berkulit sebagian coklat homogen seperti daging ikan dan berbercak kuning,seb 2 kup 2 kaset Mikroskopik Sediaan operasi dari retroarikuler dextra terdiri atas jaringan kulit yang dilapisi epitel gepeng berlapis tanpa kelainan bermakna. Pada dermis tampak sebukan padat sel limfosit dan eosinofil diantara adneksa kulit sampai ke jaringan lemak sub kutis dan menyebuk di antara kelenjar liur. Tampak pembentukan folikel limfoid, hiperplasia endotel venul. Setempat setempat tampak pembentukan mikroabses eosinfil. Di jumpai pula sebukan eosinofil dalam sentrum germinativum Kesimpulan Kimuras disease tidak tampak tanda ganas Diagnosis pasca operasi: Terapi: IVFD RL/8 jam Ceftriaxone 1x2 gr (iv) Ranitidine amp 2x1 Kimuras disease post ekstirpasi massa retroaurikuler dekstra dengan pemasangan FTSG dan flap lokal

Prognosis:

Tramadol 3x1 amp ganti verban / hari Cek IgE, diff count : bonam

- Quo ad vitam

- Quo ada functionam : dubia ad bonam - Quo ad sanationam : dubia ad bonam Pasien pasca operasi

Kondisi pasien: nyeri (-), muka mencong (-), nyeri pada luka graft (+).

BAB IV PEMBAHASAN KASUS Penegakan penyakit Kimura ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa terdapat benjolan pada derah telinga kanan bagian belakang yang semakin membesar sejak 2 tahun sebelum masuk RS. Benjolan tidak nyeri, namun kadang terasa gatal. Benjolan sebenranya merupakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya juga timbul benjolan serupa dan telah dilakukan operasi eksisional. Hal ini dikuatkan dengan data epidemiologis yang menyebutkan bahwa penyakit Kimura endemis di daerah asia, lebih sering pada laki-laki, dan puncak onsetnya terjadi pada usia decade 2-3. Pada pemeriksaan fisis didapatkan benjolan tidak terasa nyeri. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai eosinofil yang sangat meningkat. Dari pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya gambaran limfadenitis kronik, gambaran tumor parotid dekstra dan tidak ada tanda keganasan. Bila tumor tumbuh dari kelenjar parotis bagian permukaan, maka seluruh kelenjar parotis dan tumor yang ada di permukaan atau persisnya berada diatas nervus tujuh harus diangkat semua. Tindakan ini disebut parotidektomi superficial. Awalnya pada pasien ini dipikirkan merupakan suatu tumor parotis, namun setlah dilakukan bedah beku dan dilakukan pemeriksaan PA gambarannya mengarahkan pada penyakit Kimura. Pada pasien dilakukan ekstripasi massa daerah retroaurikuler dextra. Setelah dilakukan eksisi tumor, defek yang terjadi cukup luas. Oleh karena itu pada pasien ini dilakukan flap serta cangkok kulit. Flap kulit yang dilakukan pada pasien ini adalah jenis flap rotasi. Flap rotasi umum digunakan untuk menutupi defek yang luas pada area wajah dan leher. Cangkok kulit yang digunakan pada pasien ini adalah cangkok kulit ketebalan penuh. Cangkok kulit ketebalan penuh dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa cangkok kulit ketebalan penuh memiliki berbagai keuntungan dibandingkan cangkok kulit ketebalan paruh terutama dari segi estetik, yaitu lebih menjaga karakteristik dari kulit normal termasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan ketebalan bila dibandingkan dengan cangkok kulit ketebalan paruh. Cangkok kulit ketebalan

penuh juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama penyembuhan. Pada pasien ini cangkokan diambil dari daerah inguinal kanan pasien. Meskipun telah dilakukan bedah eksisional, pada penyakit Kimura tetap sering terjadi relaps. Dalam kasus relaps terapi ditambahkan pada pasien berupa kortikosteroid sistemik dosis tinggi yang kemudian di tapering-off jika pasien sudah menunjukkan efek terapi. Penggunaan radioterapi, dan antihistamin bersamaan dengan terapi kortikosteroid sekarang banyak digunakan dan dapat dipertimbangkan pada pasien. Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah bonam, karena penyakit Kimura tidak menunjukkan keganasan. Prognosis quo ad functionam pada pasien ini adalah dubia ad karena fungsi secara estetik tidak seperti semula sebelum dilakukan operasi. Prognosis quo ad sanationam pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena angka rekurensi pada penyakit Kimura yang dilakukan eksisi adalah sebesar 25%, namun dengan terapi yang adekuat dapat mencegah timbulnya relaps.