Rekomendasi Multidisciplinary Panel on Acute and Chronic ... · PDF filepelupa dan bingung...

2
BERITA TERKINI 220 CDK 184/Vol.38 no.3/April 2011 Multidisciplinary Panel on Acute and Chronic Pain, yang terdiri dari para ahli dari Asia Pasifik, pada tahun 2010 mendiskusikan penggunaan paracetamol untuk mengatasi nyeri akut dan kronik pada osteoartritis (OA), termasuk dosis dan penggunaannya pada populasi pasien tertentu. Osteoartritis (OA) lebih dari sekedar penyakit degeneratif pada persendian, faktor biomekanik juga sangat berperan pada onset dan progre- sivitas penyakit. Rasa nyeri yang dialami oleh pasien OA lutut kebanyakan disebabkan oleh pergerakan atau pembebanan pada sendi. Karena itu penanganan OA harus memperhati- kan faktor biomekanik, dan intervensi non- farmakologis juga harus dilakukan. Penanganan OA dengan obat, khususnya pada pasien lanjut usia merupakan tantangan untuk menentukan jenis yang paling baik dalam meredakan gejala OA dengan efek samping yang minimal. Dua review Cochrane terbaru menunjukkan bahwa parasetamol efektif mengatasi rasa nyeri akut. Review pertama mengambil data dari 51 studi dan menemukan bahwa parasetamol efektif mengatasi rasa nyeri pada periode +/- 4 jam untuk 50% pasien yang mengalami nyeri sedang- berat setelah operasi (termasuk operasi gigi). Review kedua mengambil data dari 21 studi dengan total peserta penelitian lebih dari 2000 orang, menilai efikasi parasetamol dalam me- ngatasi rasa nyeri setelah operasi pengangkatan gigi molar 3 bawah (geraham bungsu). Peneliti menyimpulkan bahwa parasetamol meredakan nyeri secara signifikan pada waktu 4 dan 6 jam setelah operasi (berbeda bermakna dibandingkan dengan plasebo). Uji klinis yang berbeda mencoba mengetahui apakah kombinasi parasetamol dengan keto- profen lebih efektif dan dapat ditoleransi lebih baik dibandingkan dengan pemberian para- cetamol atas ketoprofen tunggal dalam pena- nganan nyeri pasca-operasi gigi. Pasien diacak untuk menerima ketoprofen 100 mg + parasetamol 1.000 mg, ketoprofen 100 mg, parasetamol 1.000 mg, atau plasebo oral dosis tunggal. Hasilnya: Ketoprofen 100 mg + para- setamol 1.000 mg memberikan efek analgesia yang paling cepat onsetnya pada pasien pasca operasi gigi. Dosis maksimal parasetamol dalam 1x pemberian oral dengan formula immediate release adalah 1 g, sedangkan untuk formula sustained release adalah 1,33 g. Parasetamol dapat digunakan sebagai alternatif pertama untuk penanganan nyeri OA, seperti direkomendasikan pada beberapa guideline internasional. Bukti klinis menunjukkan bahwa pada pasien OA, pemberian parasetamol me- miliki efikasi yang setara dengan NSAID dalam penanganan nyeri sendi, dan tidak terkait dengan perdarahan saluran cerna bagian atas. Guideline internasional menganjurkan dosis harian maksimum parasetamol (formula standar 500 mg/tablet) adalah sebesar 4 g/hari, sedang- kan untuk formula slow release, dosis harian maksimum sebesar 3,9 g/hari. Beberapa data menganjurkan formula yang bekerja dalam jangka waktu lebih panjang (slow release) untuk kepatuhan pasien yang lebih baik dan penca- paian level terapi. Panel menganjurkan peng- gunaan parasetamol selama 3-4 minggu untuk menilai efektivitasnya sebelum mengubah atau menambahkan obat lain. Studi menunjukkan pada pasien penyakit hati kronik/chronic liver disease (CLD), waktu paruh asetaminofen/parasetamol menjadi lebih panjang, aktivitas sitokrom P450 tidak meningkat, dan cadangan glutation tidak berkurang sampai ke level kritis. Rekomendasi Multidisciplinary Panel on Acute and Chronic Pain tentang Penggunaan Paracetamol untuk Kasus OA Gambar 1. Perbandingan parasetamol dengan NSAID dalam penanganan nyeri ringan-sedang pada OA.

Transcript of Rekomendasi Multidisciplinary Panel on Acute and Chronic ... · PDF filepelupa dan bingung...

Page 1: Rekomendasi Multidisciplinary Panel on Acute and Chronic ... · PDF filepelupa dan bingung serta dapat mengalami pe- ... Adjusted relative risk (RR) untuk penyakit Alzhei- mer sebesar

BERITA TERKINI

220 CDK 184/Vol.38 no.3/Apri l 2011

Multidisciplinary Panel on Acute and Chronic

Pain, yang terdiri dari para ahli dari Asia Pasifik,

pada tahun 2010 mendiskusikan penggunaan

paracetamol untuk mengatasi nyeri akut dan

kronik pada osteoartritis (OA), termasuk dosis

dan penggunaannya pada populasi pasien

tertentu.

Osteoartritis (OA) lebih dari sekedar penyakit

degeneratif pada persendian, faktor biomekanik

juga sangat berperan pada onset dan progre-

sivitas penyakit. Rasa nyeri yang dialami oleh

pasien OA lutut kebanyakan disebabkan oleh

pergerakan atau pembebanan pada sendi.

Karena itu penanganan OA harus memperhati-

kan faktor biomekanik, dan intervensi non-

farmakologis juga harus dilakukan.

Penanganan OA dengan obat, khususnya pada

pasien lanjut usia merupakan tantangan untuk

menentukan jenis yang paling baik dalam

meredakan gejala OA dengan efek samping

yang minimal.

Dua review Cochrane terbaru menunjukkan

bahwa parasetamol efektif mengatasi rasa nyeri

akut. Review pertama mengambil data dari 51

studi dan menemukan bahwa parasetamol efektif

mengatasi rasa nyeri pada periode +/- 4 jam

untuk 50% pasien yang mengalami nyeri sedang-

berat setelah operasi (termasuk operasi gigi).

Review kedua mengambil data dari 21 studi

dengan total peserta penelitian lebih dari 2000

orang, menilai efikasi parasetamol dalam me-

ngatasi rasa nyeri setelah operasi pengangkatan

gigi molar 3 bawah (geraham bungsu). Peneliti

menyimpulkan bahwa parasetamol meredakan

nyeri secara signifikan pada waktu 4 dan 6 jam

setelah operasi (berbeda bermakna dibandingkan

dengan plasebo).

Uji klinis yang berbeda mencoba mengetahui

apakah kombinasi parasetamol dengan keto-

profen lebih efektif dan dapat ditoleransi lebih

baik dibandingkan dengan pemberian para-

cetamol atas ketoprofen tunggal dalam pena-

nganan nyeri pasca-operasi gigi.

Pasien diacak untuk menerima ketoprofen 100

mg + parasetamol 1.000 mg, ketoprofen 100 mg,

parasetamol 1.000 mg, atau plasebo oral dosis

tunggal. Hasilnya: Ketoprofen 100 mg + para-

setamol 1.000 mg memberikan efek analgesia

yang paling cepat onsetnya pada pasien pasca

operasi gigi. Dosis maksimal parasetamol dalam

1x pemberian oral dengan formula immediate

release adalah 1 g, sedangkan untuk formula

sustained release adalah 1,33 g.

Parasetamol dapat digunakan sebagai alternatif

pertama untuk penanganan nyeri OA, seperti

direkomendasikan pada beberapa guideline

internasional. Bukti klinis menunjukkan bahwa

pada pasien OA, pemberian parasetamol me-

miliki efikasi yang setara dengan NSAID dalam

penanganan nyeri sendi, dan tidak terkait dengan

perdarahan saluran cerna bagian atas.

Guideline internasional menganjurkan dosis

harian maksimum parasetamol (formula standar

500 mg/tablet) adalah sebesar 4 g/hari, sedang-

kan untuk formula slow release, dosis harian

maksimum sebesar 3,9 g/hari. Beberapa data

menganjurkan formula yang bekerja dalam

jangka waktu lebih panjang (slow release) untuk

kepatuhan pasien yang lebih baik dan penca-

paian level terapi. Panel menganjurkan peng-

gunaan parasetamol selama 3-4 minggu untuk

menilai efektivitasnya sebelum mengubah atau

menambahkan obat lain.

Studi menunjukkan pada pasien penyakit hati

kronik/chronic liver disease (CLD), waktu paruh

asetaminofen/parasetamol menjadi lebih panjang,

aktivitas sitokrom P450 tidak meningkat, dan

cadangan glutation tidak berkurang sampai ke

level kritis.

Rekomendasi Multidisciplinary Panel onAcute and Chronic Pain tentang Penggunaan

Paracetamol untuk Kasus OA

Gambar 1. Perbandingan parasetamol dengan NSAID dalam penanganan nyeri ringan-sedang pada OA.

Page 2: Rekomendasi Multidisciplinary Panel on Acute and Chronic ... · PDF filepelupa dan bingung serta dapat mengalami pe- ... Adjusted relative risk (RR) untuk penyakit Alzhei- mer sebesar

BERITA TERKINIBERITA TERKINI

221CDK 184/Vol.38 no.3/Apri l 2011 222 CDK 184/Vol.38 no.3/Apri l 2011

Penggunaan parasetamol pada pasien CLD

yang stabil tidak menunjukkan akumulasi

obat atau hepatotoksitas, juga tidak menun-

jukkan efek samping. Tidak diperlukan pe-

ngurangan dosis parasetamol pada pasien

CLD yang stabil, sedangkan pada pasien CLD

lanjut, karena potensi efek hepatotoksik, dosis

harian parasetamol dianjurkan tidak melebihi

2-3 g/hari, dan untuk pasien alkoholik, dosis

harus di bawah 2g/hari.

Pada kelompok lanjut usia, menurut American

Geriatric Society (AGS), parasetamol merupa-

kan pilihan analgesik pertama, dengan dosis

maksimal 4 g/hari, dan sebaiknya dikurangi men-

jadi 2-3 g/hari pada pasien dengan gangguan

fungsi hati atau dengan riwayat konsumsi

alkohol berlebih. Parasetamol juga merupakan

pilihan analgesik yang dapat dipakai berulang

untuk pasien gangguan fungsi ginjal, menurut

National Kidney Foundation (USA).

Parasetamol memiliki waktu paruh 2-4 jam.

Dosis tunggal parasetamol dapat dibersihkan

oleh tubuh dalam waktu 24-36 jam, dosis

berulang dapat dibersihkan dalam waktu 48

jam. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

jangka panjang tidak menimbulkan akumulasi

obat dalam tubuh. Bukti klinis menunjukkan

bahwa penggunaan paracetamol dalam jangka

panjang juga tidak menimbulkan efek toleransi

obat maupun ketergantungan.

Simpulan :

Bukti klinis menunjukkan bahwa parasetamol merupakan analgesik yang aman dan efektif dalam mengatasi nyeri osteoartritis akut dan kronik.

Parasetamol aman pada pasien dengan gangguan fungsi hati, ginjal, dan juga pada kelompok pasien lanjut usia. Efek samping parasetamol minimal,

penggunaan jangka panjang tidak menyebabkan akumulasi obat dalam tubuh, dan tidak menimbulkan efek toleransi atau ketergantungan. (AGN)

REFERENSI :

1. Chin CY, Keith CKW, Liu CJ, Isbagyo H, Othman M, Luan TV. Recommendations for the Use of Paracetamol in Acute and Chronic Pain. Medical Progress. Available from : http://www.mims.com/

Page.aspx?menuid=PublicationTopic&PubGroup=Medical%20Progress&Publication=Medical%20Progress&Issue=2010-12&Topic=Recommendations+for+the+Use+of+Paracetamol+in+

Acute+and+Chronic+Pain&PubGroupCountry=HK,%20ID,%20IN,%20MY,%20PH,%20SG,%20TH,%20TW,%20VN&HT=73fa4128ac0f65658680b53cb1afee1a.

2. Zhang W, Moskowitz RW, Nuki G, et al. OARSI recom¬mendations for the management of hip and knee osteoar¬thritis, Part II: OARSI evidence-based, expert consensus guidelines. Osteoarthritis

Cartilage 2008;16:137–162.

3. Temple AR, Benson GD, Zinsenheim JR, etla. Multicenter, randomized, double-blind, active-controlled, parallel-group trial of the long-term (6-12 months) safety of acetaminophen in adult patients

with osteoarthritis. Clin Ther 2006;28:222–235.

4. Weil K, Hooper L, Afzal Z, et al. Paracetamol for pain relief after surgical removal of lower wisdom teeth. Cochrane Database Syst Rev 2007;(3):CD004487.

5. Akural EL, Järvimäki V, Länsineva A, et al. Effects of combination treatment with ketoprofen 100 mg + acetaminophen 1000 mg on postoperative dental pain: a single-dose, 10-hour, randomized,

double-blind, active- and placebo-controlled clinical trial. Clin Ther 2009;31:560–568.

6. Chia YC, Ng CJ, Rabia K, et al. Efficacy and tolerability of paracetamol extend in mild to moderate osteoarthritis of the knees. J Rheumatol 2006;9(suppl 1):A116.

Penyakit Alzheimer merupakan salah satu pe-

nyebab demensia; penderitanya akan menjadi

pelupa dan bingung serta dapat mengalami pe-

rubahan suasana hati seperti perasaan sedih, dll.

Kadar Testosteron atau bioavailable testosterone

(BT) serum, dapat dipakai untuk memperkirakan

risiko terjadinya penyakit Alzheimer pada pria

paruh baya, demikian yang diungkap dalam hasil

penelitian Dr. Morley dan rekan-rekan dari Hong-

kong yang dipublikasi dalam J Alzheimers Dis.

edisi 2010. Mereka meneliti 153 pria China be-

rusia 55 tahun atau lebih (rerata usia 72,7 tahun)

yang hidup dalam komunitas serta tidak men-

derita demensia yang direkrut antara Januari

2004 sampai November 2006.

Pemeriksaan fisik dan neurologi awal seluruh

partisipan studi dilakukan di klinik Memori RS

Queen Mary , Hongkong - China, menggunakan

Mini-Mental State Examination versi Cina, sub-

skala AD Assessment Scale-cognitive dan tes

Delayed 10-Word Recall. Juga diukur kadar Testos-

teron bioavailabel, testosteron total (TT), sex

hormone binding globulin (SHBG) dan apolipo-

protein E (ApoE).

Selama follow-up 1 tahun, demensia dan penyakit

Alzheimer (AD) didiagnosis menggunakan kriteria

National Institute of Neurological and Commu-

nicative Disorders and Stroke and Alzheimer's

Disease and Related Disorders Association. Selain

itu juga dilakukan scan otak.

Meskipun tidak satupun menderita demensia

pada baseline, 47 ( sekitar 31%) memiliki gang-

guan kognitif ringan. Setelah 1 tahun, ditemukan

10 pria menderita demensia dan penyakit Alzhei-

mer, sedangkan 7 menunjukkan atrofi serebral.

Adjusted relative risk (RR) untuk penyakit Alzhei-

mer sebesar 1,04 untuk tekanan darah sistolik,

dan sekitar 5,04 untuk genotipe ApoE e4. SHBG

tidak ditemukan sebagai faktor risiko independen.

Kadar testosteron (BT) menjadi faktor perlin-

dungan independen untuk penyakit Alzheimer

(adjusted RR = 0,22; 95% CI 0,07 – 0,69).

Terdapat perbedaan bermakna pada kadar bio-

available tetosterone antara kelompok kognitif

normal dan subkelompok MCI yaitu 1,84 ± 0,11

berbanding 1,14 ± 0,11 nmol/L, (P <0,05);

peningkatan kadar testosteron serum 1 nmol/L

dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit

Alzheimer dalam 1 tahun sebesar 78% (95% CI

31% – 93%). Tidak terdapat perbedaan ber-

makna pada kadar serum testosteron total dan

kadar SHBG kedua kelompok. (IWA)

REFERENSI:

Chu L-W, Tam S, Wong RLC, Yik P-Y, Song Y, Cheung B

MY, Morley JE, Lam KSL. Bioavailable Testosterone

Predicts a Lower Risk of Alzheimer’s Disease in Older

Men. J. Alzheimer's Dis. 2010; 21 (4)

Manfaat Probiotik Manfaat Probiotik Testosteron dan Risiko Demensia