REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

38
REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA TEMPAT LAYANAN Penulis : Dr. Luh Nyoman Alit Aryani SpKJ(K) PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF PSIKIATRI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2018

Transcript of REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

Page 1: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA

FOKUS PADA TEMPAT LAYANAN

Penulis :

Dr. Luh Nyoman Alit Aryani SpKJ(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF PSIKIATRI FK UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR

2018

Page 2: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Dalam penyusunan penulisan ini, penulis banyak memperoleh masukan serta bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak

Akhir kata penulis menyadari bahwa penelitian kecil ini masih jauh dari sempurna

sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran, dan atas perhatiannya penulis

mengucapkan terima kasih.

Denpasar,

Penulis

Page 3: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iii

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah ............................................................................................... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3

2.1 Pendahuluan ..................................................................................................... 3

2.2 Rehabilitasi NAPZA ...................................................................................... 10

2.3.1 Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (Babesrehab

BNN) ................................................................................................... 19

2.3.2 Program Terapi Rumatan Metadon ............................................... 25

2.3.3 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) ..................................................................... 26

2.3.4 Rumah Sakit Ketergantungan Obat ( RSKO) Jakarta ......................... 27

2.3.5 Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) ........................................... 28

BAB III RINGKASAN ............................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 30

Page 4: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Alur Pelayanan Rehabilitasi BNN ................................................................ 19

Page 5: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

v

DAFTAR SINGKATAN

BNN : Badan Narkotika Nasional

NAPZA : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

WHO : World Health Organization

MI : Motivational interviewing

CBT : Cognitive Behavior Therapy

FSG : Family Support Group

RSJ : Rumah Sakit Jiwa

THD : Take Home Dose

TC : Therapeutic Communities

IPWL : Institusi Penerima Wajib Lapor

RBM : Rehabilitasi Berbasis Masyarakat

Page 6: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketergantungan dan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat

Adiktif lainnya (NAPZA) bukan merupakan masalah baru di Indonesia. Dewasa

ini, diperkirakan di Indonesia terdapat peningkatan jumlah penyalahgunaan

NAPZA dari tahun ke tahun (Husin & Siste, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN)

bekerjasama dengan Puslitkes UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional

Perkembangan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, diketahui bahwa angka

prevalensi penyalahgunaan NAPZA di Indonesia telah mencapai 2% atau sekitar

4,2 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10 - 59 tahun). Tahun 2015

jumlah penyalahguna NAPZA diproyeksikan ± 2,8% atau setara dengan ± 5,1 -

5,6 juta jiwa dari populasi penduduk Indonesia (BNN, 2015).

Rehabilitasi NAPZA merupakan salah satu upaya untuk

menyelamatkan para pengguna dari belenggu narkoba. Para penyalahguna

NAPZA itu tidak lagi ditempatkan sebagai pelaku tindak pidana atau kriminal,

dengan melaporkan diri pada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang

diresmikan sejak tahun 2011. Kurungan justru bisa menjerumuskan pecandu

lebih dalam lagi pada peredaran NAPZA. Inilah hasil empiris bahwa hukuman

penjara bagi pengguna dan pecandu tidak akan menyelesaikan masalah, karena

Page 7: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

2

hanya memindahkan pengguna dari luar ke dalam tembok lapas, bahkan

menjerumuskan mereka ke dalam peredaran NAPZA. Maka untuk para pecandu,

solusi yang seharusnya diterapkan adalah rehabilitasi. Proses rehabilitasi

penyalahguna NAPZA memerlukan tempat dan pelayanan yang memadai sesuai

dengan prosedur rehabilitasi untuk tercapainya tujuan rehabilitasi. Penulis ingin

mengetahui tentang tempat rehabilitasi NAPZA yang ada di Indonesia,

khususnya di Bali serta jenis pelayanannya.

1.2 Batasan Masalah

Tinjauan Pustaka ini akan membahas tentang tempat pelayanan dan jenis

pelayanan rehabilitasi penyalahguna NAPZA.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas tentang tempat rehabilitasi

yang dapat memberikan pelayanan rehabilitasi penyalahguna NAPZA dan jenis

pelayanan yang diberikan sehingga dapat menjadi acuan dalam melakukan rujukan

bagi penyalahguna NAPZA yang memerlukan rehabilitasi.

Page 8: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya ( NAPZA)

merupakan masalah yang menjadi keprihatinan merupakan dunia internasional

disamping masalah HIV/AIDS. Penatalaksanaan seseorang dengan ketergantungan

NAPZA merupakan proses panjang yang memakan waktu relatif cukup lama dan

melibatkan berbagai pendekatan dan latar belakang profesi (Kemenkes, 2012).

Perkembangan jumlah pengguna NAPZA ini tercermin dari laporan RSKO

tahun 2013, sebagian besar (65,17%) pasien rawat jalan dan rawat inap penyalahguna

narkoba di RSKO adalah pasien penyalahguna narkoba dengan status pengguna lama.

sedangkan sisanya (34,83%) adalah pengguna baru (Pusdatin Kemenkes RI, 2014).

Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali menyatakan, sampai dengan bulan

Juni 2016, sebanyak 411 orang pecandu NAPZA menjalani rehabilitasi. Mereka

menjalani rehabilitasi di sejumlah tempat, menjalani rawat inap di RSJ Bangli

sebanyak 91 orang, Lapas NAPZA Bangli 81, Yayasan Kasih Kita ( Yakita) 58,

Balai Rehabilitasi Lido Bogor 3 dan sisanya tersebar di tempat rehabilitasi lainnya.

Sedangkan pecandu yang menjalani rawat jalan di antaranya di Klinik Pratama

BNNP Bali sebanyak 142 orang, RSU Buleleng 4, RS Wangaya 3, Yakita 7 dan

sisanya tersebar di tempat lainnya (BeritaSatu, 2016).

Page 9: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

4

Sebagian dari penyalahguna NAPAZA lama ini kemungkinan besar adalah

penyalahguna kambuhan. Penyalahguna kambuhan biasanya sudah berhenti

mengkonsumsi narkoba tetapi kemudian kembali lagi menjadi pengguna narkoba.

Kambuh atau relapse merupakan suatu tantangan yang tak terpisahkan dari proses

panjang menuju pemulihan penuh. Kendati mantan penyalahguna sudah dapat lepas

dari ketergantungan narkoba untuk jangka waktu tertentu, tetapi kecenderungan untuk

menggunakan zat-zat tersebut masih akan terasa. Data dan informasi ini

mengindikasikan bahwa persoalan korban NAPZA masih cukup besar. Di satu sisi

jumlah korban yang ada belum memperoleh ketuntasan pananganan sementara itu

masih ditambah jumlah korban/ pecandu baru (Pusdatin Kemenkes RI, 2014).

Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi /

keadaan sebelumnya. Bagi seorang penyalahguna atau pecandu NAPZA, rehabilitasi

merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka full recovery (pemulihan

sepenuhnya), untuk hidup normatif, mandiri dan produktif di masyarakat. Pelayanan

rehabilitasi NAPZA merupakan upaya terapi ( intervensi) yang berbasis bukti yang

mencakup perawatan medis, psikososial atau kombinasi keduanya, baik perawatan

rawat jalan dan rawat inap jangka pendek maupun panjang (Kemenkes, 2011).

Sangsi rehabilitasi bagi korban NAPZA bukan hanya sebagai alternatif untuk

mengatasi persoalan keterbatasan kapasitas tampung rumah tahanan, karena sangsi

pidana dipandang tidak efektif untuk perubahan perilaku. Menurut Riza Sarasvita, &

Rahardjo Budi (2014) bahwa pemenjaraan tidak merubah perilaku pengguna ke arah

Page 10: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

5

yang positif. Artinya dari sisi psikologi pecandu, hukuman pidana tidak memberikan

penjeraan kepada pecandu untuk berhenti mengkonsumsi NAPZA.

Menurut kamus bahasa Indonesia istilah “Pengguna” adalah orang yang

menggunakan, bila dikaitkan dengan pengertian NAPZA sebagaimana diatur dalam

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 maka dapat dikaitkan bahwa

Pengguna NAPZA adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari

tanaman, baik sintetis maupun semi sentetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri

dan dapat menimbulkan ketergantungan. Beberapa definisi :

1. Pecandu NAPZA adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan NAPZA

dan dalam keadaan ketergantungan pada NAPZA, baik secara fisik maupun psikis.

Penyalahguna NAPZA adalah orang yang menggunakan NAPZA tanpa hak atau

melawan hukum.

2. Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang sudah bersifat patologis,

dipakai secara rutin (paling tidak sudah berlangsung selama satu bulan), dan terjadi

penyimpangan perilaku dan gangguan fisik di lingkungan sosial.

3. Korban penyalahgunaan adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan NAPZA,

karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan

NAPZA.

4. Mantan Pecandu NAPZA adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan

terhadap NAPZA secara fisik maupun psikis.

Page 11: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

6

Merujuk pada Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang NAPZA dan

Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor

Pecandu NAPZA, maka pecandu/pengguna serta korban penyalahgunaan

NAPZA wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal tersebut

juga telah dipertegas dan diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor

Pecandu NAPZA. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional

Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau

Terdakwa Pecandu NAPZA dan Korban Penyalahgunaan NAPZA ke Dalam

Lembaga Rehabilitasi (“Peraturan BNN 11/2014”) mengatur bahwa Pecandu

NAPZA dan Korban Penyalahgunaan NAPZA yang tanpa hak dan melawan

hukum sebagai Tersangka dan/atau Terdakwa dalam penyalahgunaan NAPZA

yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan di

pengadilan diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan dalam lembaga

rehabilitasi.

Pada tahun 2010 Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Korban

Penyalahgunaan dan Pecandu NAPZA ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, untuk

selanjutnya disingkat sebagai SEMA 4/2010, yang menjadi panduan bagi para

hakim untuk menjatuhkan putusan rehabilitasi.

Page 12: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

7

SEMA 4/2010 menyebutkan lima syarat untuk mendapatkan putusan rehabilitasi yaitu:

1) terdakwa ditangkap dalam kondisi tertangkap tangan,

2) pada saat tertangkap tangan ditemukan barang bukti pemakaian satu hari

a) Kelompok Methamphetamine (sabu-sabu)

b) Kelompok MDMA (ectasy)

c) Kelompok Heroin

d) Kelompok Kokain

e) Kelompok Ganja

f) Daun Koka

g) Meskalin

h) Kelompok Psilosybin

i) Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide)

j) Kelompok PCP (Phencyclidine)

k) Kelompok Fentanil

l) Kelompok Metadon

m) Kelompok Morfin

n) Kelompok Petidine

o) Kelompok Kodein

p) Kelompok Bufrenorfin

3) surat uji laboratorium positif menggunakan NAPZA,

4) surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater

5) tidak terbukti terlibat dalam peredaran gelap NAPZA.

Page 13: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

8

Adapun penentuan apakah ia direhabilitasi atau tidak harus melalui putusan

pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 127 ayat (3) Undang-Undang No. 35 tahun

2009 tentang NAPZA yang menyatakan bahwa dalam hal penyalahguna dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan

NAPZA, penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial. Adapun faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi hakim dalam

memberikan putusan rehabilitasi adalah surat keterangan medis, surat keterangan

kejiwaan dari dokter jiwa/psikiater dan keberadaan ahli.

Upaya menanggulangi permasalahan pemakaian zat adiktif/narkoba ditujukan

sesuai dengan tahapan kontinum pemakaian zat itu sendiri. Terdapat konsep

pencegahan, mulai dari primer, sekunder dan tersier yang dapat diterapkan pada

penyakit ini. Pencegahan primer adalah mencegah seseorang yang sebelumnya tidak

memakai zat adiktif untuk tidak mencoba atau memakai teratur. Pencegahan sekunder

adalah mencegah seseorang yang sudah menggunakan agar tidak masuk ke dalam

kelompok berisiko dan tidak menjadi tergantung atau adiksi. Pencegahan tersier adalah

mereduksi bahaya yang timbul dari masalah-masalah penyalah guna narkoba dan

adiksi, termasuk tindakan terapi dan rehabilitasi, sampai seminimal mungkin

menggunakannya atau bahkan tidak menggunakan sama sekali (Hamilton, King dan

Ritter, 2004).

Dalam menentukan diagnosis gangguan penggunaan NAPZA ada dua langkah

yang bisa dilakukan yaitu skrining dan asesmen dengan menggunakan instrumen

Page 14: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

9

tertentu. Tujuan skrining ini untuk mendapatkan informasi tentang faktor resiko dan

atau masalah yang terkait dengan penggunaan NAPZA. Berbagai instrumen skrining

dan asesmen yang dapat digunakan dalam menggali permasalahan terkait gangguan

penggunaan NAPZA telah dikembangkan secara global, baik yang diinisiasi oleh

lembaga-lembaga penelitian di negara maju, maupun badan-badan dunia khususnya

WHO. Beberapa instrumen yang mengakomodasi penggunaan berbagai jenis NAPZA

antara lain (KementrianKesehatan, 2013) :

1. ASSIST (Alcohol,Smoking, Substance Use Involvement Screening & Testing),

2. DAST 10 (Drug Abuse Screening Test),

3. ASI (Addiction Severity Index).

Penyalahgunaan NAPZA secara keseluruhan memerlukan perawatan rehabilitasi

sesuai dengan tingkat ketergantungan berikut (BNN, 2015):

a. Ringan

Kriteria pengguna coba-coba, pengguna rekreasional, dan pengguna

situasional.

b. Sedang

Kriteria pengguna narkoba yang dilakukan secra terus menerus dengan

penggunaan teratur 3 hari perminggu baik satu atau lebih jenis narkoba.

Page 15: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

10

c. Berat

Pengguna paling parah dan berbahaya dengan dosis tinggi secara rutin atau

setiap hari ( bisa beberapa kali dalam sehari) dan menimbulkan efek psikis dan

psikologis.

2.2 Rehabilitasi NAPZA

Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang NAPZA dan Peraturan Pemerintah

No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NAPZA merupakan

dasar hukum dalam upaya dan langkah menyelamatkan pengguna NAPZA. Para

pengguna NAPZA itu tidak lagi ditempatkan sebagai pelaku tindak pidana atau

kriminal, dengan melaporkan diri pada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang

diresmikan sejak tahun 2011. Saat ini, sudah tersedia 274 IPWL di seluruh Indonesia

dari berbagai lembaga, termasuk Puskesmas, Rumah Sakit dan Lembaga Rehabilitasi

Medis, baik milik Pemerintah atau Swasta. Seluruh IPWL yang tersedia memiliki

kemampuan melakukan rehabilitasi medis, termasuk terapi simtomatik

maupun konseling. Untuk IPWL berbasis rumah sakit, dapat memberikan rehabilitasi

medis yang memerlukan rawat inap.

Rehabilitasi berkelanjutan seorang penyalahguna NAPZA diawali oleh tahapan

rehabilitasi medis yang bertujuan memulihkan kesehatan fisik dan psikis / mental

seorang pecandu narkoba melalui layanan kesehatan dan terapi medis / psikiatris.

Tahapan selanjutnya yaitu rehabilitasi psikososial yang bertujuan mengintegrasikan

(menyatukan) kembali seorang pecandu narkoba ke dalam kehidupan masyarakat

dengan cara memulihkan proses berpikir, berperilaku, dan beremosi sebagai komponen

Page 16: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

11

kepribadiannya agar mampu berinteraksi di lingkungan sosialnya (BNN, 2018). Tahap-

tahap rehabilitasi bagi pecandu narkoba :

1. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)

Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter

terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu

untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat tergantung

dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh

kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna mendeteksi gejala kecanduan narkoba

tersebut.

2. Tahap rehabilitasi psikososial

Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun

tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di

daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat

rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program Therapeutic

Communities (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain).

3. Tahap bina lanjut (after care)

Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi

kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap

berada di bawah pengawasan.

Page 17: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

12

Untuk setiap tahap rehabilitasi diperlukan pengawasan dan evaluasi secara terus

menerus terhadap proses pulihan seorang pecandu (BNN, 2018).

2.3 Tempat Layanan Rehabilitasi NAPZA

Rencana rehabilitasi merupakan kesepakatan antara pecandu NAPZA, orang

tua, wali atau keluarga pecandu NAPZA dan pimpinan IPWL. Proses rehabilitasi

meliputi asesmen, penyusunan rencana rehabilitasi, program rehabilitasi rawat jalan

atau rawat inap dan program pasca rehabilitasi. Tujuan asesmen pada penyalahguna

NAPZA antara lain (Kemenkes, 2012):

a) Mengidentifikasi perilaku penyalahgunaan NAPZA.

b) Menemukan batas-batas masalah kesehatan akibat efek NAPZA.

c) Untuk menilai konteks sosial penggunaan NAPZA baik terhadap pasien

maupun orang lain yang bermakna.

d) Untuk menentukan intervensi yang akan diberikan.

Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu :

a. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk

membebaskan pecandu dari ketergantungan NAPZA.

b. Rehabilitasi Psikososial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,

baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu NAPZA dapat kembali

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Page 18: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

13

Pusat atau Lembaga Rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi persyaratan

antara lain :

a. Sarana dan prasarana yang memadai termasuk gedung, akomodasi, kamar

mandi/WC yang higienis, makanan dan minuman yang bergizi dan halal, ruang

kelas, ruang rekreasi, ruang konsultasi individual maupun kelompok, ruang

konsultasi keluarga, ruang ibadah, ruang olah raga, ruang ketrampilan dan lain

sebagainya;

b. Tenaga yang profesional (psikiater, dokter umum, psikolog, pekerja sosial,

perawat, agamawan/ rohaniawan dan tenaga ahli lainnya/instruktur). Tenaga

profesional ini untuk menjalankan program yang terkait;

c. Manajemen yang baik;

d. Kurikulum/program rehabilitasi yang memadai sesuai dengan kebutuhan;

e. Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran ataupun

kekerasan;

f. Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran

NAPZA di dalam pusat rehabilitasi (termasuk rokok dan minuman keras)

(Hawari,2009:132).

Page 19: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

14

Program Rehabilitasi penyalahguna NAPZA bisa dilakukan secara rawat jalan maupun

rawat inap (Kemenkes, 2011).

a. Pelayanan rawat jalan

Rawat jalan dapat berupa rumatan maupun non rumatan (simtomatik dan konseling).

Fasilitas dan peralatan pada pelayanan rawat jalan non rumatan meliputi :

- Ruang periksa : meja, kursi dokter-pasien, meja periksa/tempat tidur pasien,

wastafel dan alat-alat pemeriksaan fisik: stetoskokp, tensimeter, thermometer,

senter, timbangan berat badan, formulir-formulir dan kertas resep.

- Ruang konseling.

- Ruang tunggu.

- Kamar mandi/WC.

Fasilitas dan peralatan pada pelayanan rawat jalan rumatan meliputi (Kemenkes, 2011):

- Sarana

a. Lokasi : sebaiknya ditempakan di area yang tidak banyak

bersinggungan dengan pasien umum, untuk alasan privasi

b. Ruangan : memiliki beberapa ruangan yang terdiri ruangan tunggu,

ruang pemeriksaan kesehatan, ruang konseling individual, ruang

konseling kelompok, tempat memberikan obat, penyimpanan sementara

dan penyimpanan obat. Ruang penyimpanan obat harus aman dan

terjaga, dekat dengan pos petugas keamanan. Ruang atau loket untuk

pemberian dosis hanya menungkinkan satu orang yang dilayani pada

Page 20: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

15

satu saat. Loket tersebut harus ada pengamanan khusus yaitu adanya

pemisah antar pemberi obat dengan penerima metadon.

- Prasarana

1. Cahaya seluruh ruangan dalam sarana pelayanan PTRM adalah ruangan yang

memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun cahaya matahari serta

memiliki ventilasi yang memadai.

2. Limbah sarana pelayanan PTRM harus memiliki tatacara pembuangan limbah

sesuai pedoman sanitasi rumah sakit, baik untuk limbah padat dan cair ( tempat

untuk cuci gelas).

3. Tempat cuci tangan sarana pelayanan PTRM harus memiliki sarana cuci tangan

sebagai salah satu upaya kewaspadaan baku dan kewaspadaan transmisi.

- Peralatan

1. Peralatan medis

- Pompa pengukur dosis metadon

- Sediaan metadon

- Stetoskop

- Tensimeter

- Timbangan

- Peralatan pertolongan pertama

2. Peralatan nonmedis

- Gelas + air minum

- Botol untuk Take Home Dose (THD)

Page 21: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

16

- Meja, kursi

- Komputer

Program rehabilitasi NAPZA rawat jalan didahului dengan proses asasesmen awal

untuk menentukan jenis terapi yang diperlukan. Pelayanan rawat jalan meliputi : terapi

simtomatik, konseling adiksi individual, Motivational interviewing (MI), Cognitive

Behavior Therapy (CBT), konseling keluarga, konseling pasangan/marital, Family

Support Group (FSG), pemeriksaan urin berkala atau sewaktu.

b. Pelayanan rawat inap

Rawat inap terdiri dari rawat inap jangka pendek maupun jangka panjang termasuk

layanan detoksifikasi (KementrianKesehatan, 2010)

a. Jangka Pendek ( Short Term ) ( 1-3 bulan )

Beberapa Rumah Sakit Jiwa telah melaksanakan program ini dengan fokus

perubahan perilaku. Dilakukan skrining masalah medis dan psikologis.

b. Jangka Panjang ( Long Term ) ( 6 bulan – lebih). Merupakan kelanjutan rawat

inap bagi penyalahguna NAPZA bila rehabilitasi sudah berjalan secara

bermakna.

Program rawat inap awal dilaksanakan minimal 3 (tiga) bulan untuk kepentingan

asesmen lanjutan serta penatalaksanaan medis untuk gangguan fisik dan mental.

Program lanjutan meliputi rawat inap jangka panjang atau program rawat jalan yang

dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional.

Page 22: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

17

Rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi yang telah disusun dengan

mempertimbangkan hasil asesmen yang meliputi intervensi medis dan intervensi

psikososial. Intervensi medis antara lain melalui program detoksifikasi, terapi

simtomatik, dan/ atau terapi rumatan medis, serta terapi penyakit komplikasi.

Intervensi psikososial dilakukan melalui konseling adiksi NAPZA, wawancara

motivasional, terapi perilaku dan kognitif, dan pencegahan kekambuhan.

c. Program pascarehabilitasi (After care)

Program pascarehabilitasi (After care) dilaksanakan untuk mencegah klien kembali

pakai, penguatan mental, pengembangan diri dan peningkatan keterampilan supaya

saat kembali ke keluarganya dapat berfungsi sosial kembali. Dalam pelaksanaan

kegiatannya, untuk kategori rehabilitasi rawat jalan maka dilanjutkan dengan layanan

pascarehabilitasi (BNNP, 2017).

Kegiatan Pasca Rehabilitasi melalui program Rumah Damping oleh BNN

terdiri dari pelatihan-pelatihan vokasional atau keterampilan bagi mantan pecandu

narkoba, dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi sosial dan produktivitas mantan

pecandu narkoba dalam rangka proses pemulihannya (LensaIndonesia, 2013). Tujuan

para mantan pecandu narkoba mengikuti program pasca rehabilitasi adalah total

abstinance, kepribadian menjadi lebih kuat, dan terjadi perubahan gaya hidup, menjadi

lebih sehat dan produktif

Dalam hal hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan

tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, majelis hakim harus menunjuk

Page 23: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

18

secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya.

Tempat-tempat yang dimaksud adalah (SEMA, 2010):

a) Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/dibina dan

diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.

b) Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta

c) Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia.

d) Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis

Daerah (UPTD).

e) Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh

masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau

Departemen Sosial.

Persoalannya adalah jumlah lembaga yang memberikan pelayanan rehabilitasi korban

NAPZA masih sangat terbatas dan belum mampu mengimbangi laju pertambahan

jumlah korban NAPZA. Kondisi ini mengisyaratkan pentingnya partisipasi masyarakat

luas dalam penyelenggaraan rehabilitasi. Peran masyarakat dalam bidang rehabilitasi

tercermin dari UU 35/2009 tentang NAPZA Pasal 57, selain melalui pengobatan

dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu NAPZA dapat diselenggarakan

oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan

tradisional. Terkait dengan peraturan perundangan ini, Menteri Sosial memberi

peluang besar kepada masyarakat untuk turut serta dalam rehabilitasi sosial. Dalam

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2012 Tentang Standar

Page 24: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

19

Rehabilitasiilitsi Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. Pasal 29 ayat (1) Masyarakat

mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan

rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA.

2.3.1 Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (Babesrehab BNN)

Keberadaan Balai Besar Rehabilitasi BNN merupakan pusat rujukan nasional

pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/atau pecandu NAPZA

secara profesional yang berfungsi melaksanakan pelayanan rehabilitasi medis dan

sosial bagi penyalah guna dan/atau pecandu NAPZA. Pelaksanaan pelayanan di Balai

Besar Rehabilitasi BNN menggunakan sistem one stop center (pelayanan satu atap)

terdiri dari pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap (BNN,

2018).

Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional disingkat Babesrehab BNN

terletak di Desa Wates Jaya, kecamatan Cigombong, Lido, Kabupaten Bogor.

Pada pelayanan rehabilitasi sosial menggunakan metode Therapeutic Community (TC)

dengan kapasitas daya tampung berjumlah 500 orang yang berlangsung selama 6 bulan.

Di Babesrehab, ada beberapa tempat rehabilitasi yang dikelompokkan sebagai berikut,

yakni:

1. Detoks, adalah rumah bagi pecandu yang baru memulai penanganan. Rumah

Detoks terbagi menjadi dua, yakni untuk pria dan wanita. Di sini pecandu akan

ditangani selama rata-rata 2 minggu.

Page 25: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

20

2. Entry Unit, adalah rumah yang disinggahi pecandu yang sudah "dibersihkan"

sebelumnya di rumah Detoks. Pada Entry Unit, setiap pecandu akan diberi

pemahaman mengenai program yang sedang dan akan dijalaninya selama 6

bulan ke depan.

3. Green House, adalah rumah tempat pelatihan dan pendidikan para pecandu

laki-laki yang berusia kurang dari 35 tahun. Di sini para pecandu akan dilatih

sikap, tingkah laku, dan kepribadiannya agar dapat diterima masyarakat.

Program di rumah ini berlangsung selama 4 bulan.

4. House of Hope, adalah rumah tempat pelatihan dan pendidikan para pecandu

laki-laki yang berusia di atas 30 tahun, atau pecandu yang sudah pernah keluar

dari panti rehabilitasi sebelumnya. Berbeda dengan rumah Green, di rumah

Hope pecandu akan diubah pola pikirnya agar tidak terikat pada narkoba dan

diterima masyarakat. Program di rumah ini berlangsung selama 4 bulan.

5. HoC (House of Change), rumah ini memiliki program yang sama dengan rumah

Hope, namun dikhususkan untuk para pegawai negeri sipil atau pejabat negara,

dan militer atau polisi. Program di rumah ini berlangsung selama 4 bulan.

6. Re-Entry, rumah ini adalah rumah terakhir dari keseluruhan program

rehabilitasi di Babesrehab BNN. Di sini pecandu akan dipantau, dan diberi

pelatihan/peningkatan keahlian serta juga perbaikan pola pikir agar dapat siap

kembali ke masyarakat. Program di rumah ini berlangsung selama 1 bulan.

Page 26: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

21

7. Rumah khusus untuk perempuan. Terbagi menjadi 4 bagian, yakni: Detoks,

Entry Unit, Green, dan Re-Entry.

Rehabilitasi bagi pecandu di Babesrehab BNN ini dilakukan melalui alur rehabilitasi

yang mana sebagai berikut: melalui Rumah Detoks (2 minggu), dilanjutkan Entry Unit

(2 minggu), lalu memasuki program utama di Green House/House of Hope (untuk

rakyat sipil) atau HoC untuk PNS dan Militer selama 4 bulan. Selanjutnya pecandu

akan melanjutkan di rumah Re-Entry selama 1 bulan, jadi total program normal adalah

6 bulan.

Pelayanan yang diberikan :

1. Rehabilitasi medis: detoksifikasi, pelayanan intoksikasi, rawat jalan,

pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan penunjang, penanganan penyakit dampak

buruk narkoba, psikoterapi, penanganan dual diagnosis, Voluntary Counseling

and Testing (VCT), seminar, terapi aktivitas kelompok, dan lain-lain.

2. Rehabilitasi sosial berbasis Therapeutic Community. Kegiatan yang ada

didalamnya antara lain: konseling individu, seminar, terapi kelompok.

3. Kegiatan kerohanian berupa bimbingan mental dan spiritual.

4. Peningkatan kemampuan. Ketrampilan di bidang komputer, bahasa asing,

multimedia (audio, video, radio), percetakan dan sablon, bengkel otomotif,

salon kecantikan, kesenian, musik, tata boga, kerajinan tangan.

5. Terapi Keluarga (Family Support Group, Family Counseling).

Page 27: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

22

6. Terapi Psikologi (hypnotheraphy, individual counseling, psychotheraphy,

evaluasi psikologi, psycho education).

7. Rekreasi.

BNN juga mempunyai beberapa tempat rehabilitasi yang lainnya yaitu : Balai

Rehabilitasi Tanah Merah Kalimantan Timur, Loka Rehabilitasi Kalianda Lampung,

Balai Rehabilitasi Badoka Sulawesi Selatan, Loka Rehabilitasi BNN Deli Serdang

Sumatera Utara, dan Loka Rehabilitasi Batam Kepulauan Riau.

Tabel 1. Alur layanan Rehabilitasi BNN

BNN provinsi Bali yang beralamat di Jalan Kamboja No. 8 Denpasar Bali

memberikan pelayanan rehabilitasi penyalahguna NAPZA. Informasi didapatkan dari

Page 28: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

23

Nyoman Sukerti selaku Kepala Divisi Rehabilitasi BNN Provinsi Bali. Alur layanan

rehabilitasi BNN diawali dengan penerimaan awal pecandu atau penyalahgunaan

NAPZA yang bisa datang sendiri, diantar keluarga ataupun menjalani proses hukum (

penangkapan oleh BNN). Penerimaan awal dilakukan skreening dan asesmen awal

sehingga bisa ditentukan intervensi/ terapi yang akan dilakukan. Terapi dapat berupa

intervensi singkat, dilakukan rehabilitasi rawat jalan atau dirujuk ke RSJ Bangli jika

memerlukan penanganan rawat inap.

Pelayanan rehabilitasi rawat jalan di BNN provinsi Bali terdiri dari asesmen

awal, pemeriksaan penunjang ( cek urine NAPZA 2 kali), konseling personal 8 kali ( 1

kali dalam seminggu ), terapi kelompok/ family therapy ( 2 x) dan intervensi psikososial

lainnya yang dijalani selama 4 bulan. Selanjutnya dilakukan terapi kelompok yang

dilakukan dalam 2 bulan. Program rehabilitasi selanjutnya adalah pelayanan pasca

rehabilitasi. Syarat untuk mengikuti pelayanan pasca rehabilitasi adalah hasil tes urine

NAPZA harus negatif dan mempunyai surat keterangan telah mengikuti program

rehabilitasi yang dikeluarkan oleh BNN. Pelayanan pasca rehabilitasi terdiri dari :

pelayanan pasca rehabilitasi regular dan layanan pasca rehabilitasi intensif yang

masing- masing dijalani dalam 50 hari. Layanan pasca rehabilitasi regular dilakukan

dengan rawat jalan dengan pertemuan 8 kali pertemuan.

Layanan pasca rehabilitasi intensif pada rumah damping merupakan salah satu

tahapan dari program rehabilitasi berkesinambungan bagi penyalah guna narkoba yang

dijalankan oleh BNN, yaitu layanan rehabilitasi kemudian dilanjutkan dengan layanan

Page 29: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

24

pascarehabilitasi. Rumah Damping merupakan suatu tempat yang menyediakan

layanan bimbingan lanjut rawat inap selama 3 bulan bagi penyalahguna NAPZA yang

telah selesai menjalankan rehabilitasi, yang mana kegiatannya untuk mencegah

kembali pakai, penguatan mental, pengembangan diri dan keterampilan. BNNP Bali

mempunyai program rumah damping tahap pertama pascarehabilitasi di tahun 2017

yang beralamat di Jalan Trengguli 1 Tembau Denpasar Timur (BNNP, 2017).

2.3.2 Program Terapi Rumatan Metadon ( PTRM)

Program Terapi Rumatan Metadon yang selanjutnya disingkat PTRM adalah

rangkaian kegiatan terapi yang menggunakan Metadon disertai dengan intervensi

psikososial bagi pasien ketergantungan opioida sesuai kriteria diagnostik Pedoman

Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa ke -III ( PPDGJ-III). Pasal 14 Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 57 tahun 2013 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadone mengatur tentang fasilitas

kesehatan yang memberikan PTRM ditetapkan oleh Menteri, meliputi : rumah sakit,

puskesmas, klinik lembaga permasyarakatan atau rumah tahanan.

Pelayanan PTRM hanya diberikan pada pasien ketergantungan opioida yang

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Memenuhi kriteria PPDGJ III untuk ketergantungan opioid

b) Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun

c) Dapat datang ke unit layanan setiap hari hingga mencapai dosis stabil

Page 30: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

25

d) Dapat datang secara teratur ke unit pelayanan sebagaimana jadwal yang

ditetapkan tim PTRM berdasarkan kondisi klinis pasien setelah dosis stabil

tercapai

e) Tidak mengalami gangguan fisik dan mental berat yang mengganggu kehadiran

ke unit layanan dan/atau mengganggu kepatuhan terapi.

Pelayanan PTRM meliputi asesmen, pemberian metadon, pemeriksaan penunjang,

konseling, dan intervensi psikososial lainnya. Pelayanan PTRM merupakan bagian dari

layanan komprehensif berkesinambungan HIV dan AIDS.

2.3.3 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ)

Kementrian Kesehatan sejak tahun 80 -an menetapkan kebijakan bahwa 10 %

kapasitas tempat tidur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dialokasikan untuk pasien

ketergantungan NAPZA. Dalam beberapa tahun terakhir hampir semua RSJ

mengembangkan pelayanan NAPZA. RSJ Provinsi Bali merupakan salah satu tempat

rehabilitasi penyalahguna NAPZA di Bali. Perawatan Rehabilitasi di tempatkan di

ruang perawatan Dharmawangsa dengan kapasitas 30 orang. Menurut dr. Gede Yudhi

K, SpKJ, M.Biomed selaku penanggungjawab program rehabilitasi penyalahguna

NAPZA di RSJ Bangli, program rawat inap rehabilitasi menggunakan teknik

modifikasi TC dan konseling personal, berlangsung selama 3 – 6 bulan. Dua minggu

pertama dilakukan proses detoksifikasi medis, dilanjutkan dengan program rehabilitasi

sosial.

Page 31: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

26

Alur pelayanan rehabilitasi penyalahguna NAPZA meliputi : asesmen awal

yang dilakukan oleh asessor. Proses dilanjutkan dengan identifikasi permasalahan yang

dihadapi oleh penyalahguna NAPZA oleh konselor. Konselor dapat merujuk residen (

sebutan bagi penyalahguna NAPZA ) ke psikolog, psikiater atau bidang medis lain

sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing residen. Residen akan

lebih banyak dikelola oleh konselor dalam proses rehabilitasi.

Setelah 3 bulan menjalani proses rehabilitasi, tim Rehabilitasi ( Konselor,

Manager Program, Running Program, Psikiater ) akan melakukan asesmen ulang

untuk menentukan residen yang bersangkutan bisa dilakukan perawatan aftercare atau

masih memerlukan perawatan inap kembali. Perawatan aftercare residen dilakukan di

Rumah Damping milik BNN provinsi Bali.

2.3.4 Rumah Sakit Ketergantungan Obat ( RSKO) Jakarta

RSKO beralamat di Jl. Lapangan Tembak No.75 Cibubur Jakarta Timur, secara

resmi mulai beroperasi pada tanggal 12 April 1972 sebagai upaya memenuhi kebutuhan

masyarakat luas akan adanya rumah sakit pemerintah yang secara khusus memberikan

layanan kesehatan di bidang gangguan penyalahgunaan NAPZA. Pelayanan yang ada

di RSKO antara lain : pelayanan rawat jalan non rumatan, program rawat jalan rumatan

Metadone, pelayanan rawat inap, dan pelayanan penunjang.

Pelayanan unggulan di RSKO Jakarta :

Page 32: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

27

1. Pelayanan NAPZA komprehensif : penerimaan awal (intial intake),

detoksifikasi, rehabilitasi pelayanan untuk komplikasi medik, pelayanan

diagnosis ganda dan terapi rumatan metadon dan bufrenorfin.

2. Sebagai pengampu layanan program rumatan metadon/suboxone.

3. Memberi pelatihan dan pendidikan dari berbagai profesi di bidang pelayanan

ketergantungan NAPZA.

4. Menjadi bagian dari jejaring dunia melalui kolaborasi badan dunia (WHO,

UNODS, UNAIDS) menyusun pedoman terapi dan pelatihan serta modulnya

untuk kepentingan internasional, regional dan nasional.

5. Menjadi narasumber bagi pelatihan, pelayanan, dan penyusunan perencanaan

terapi ketergantungan NAPZA dan HIV/AIDS.

6. Menjadi bagian jejaring pelayanan kesehatan HIV/AIDS dalam promosi,

prevensi, terapi, dan penelitian (RSKO, 2018).

2.3.5.Rehabilitasi Berbasis Masyarakat ( RBM)

Menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Korban Penyalahguna NAPZA

Departemen Sosial RI, 2009, RBM merupakan kegiatan terpadu untuk menangani

korban NAPZA dan HIV/AIDS di masing-masing wilayah dengan mendayagunakan

partisipasi masyarakat setempat (Kompas, 2013). Beberapa RBM yang ada di Bali

antara lain:

a. Yayasan Kasih Kita ( Yakita )

Page 33: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

28

Yakita merupakan salah satu RBM di provinsi Bali yang berlokasi di jalan

Mohammad Yamin IX no. 9A Denpasar Bali. Menurut Dudi, Manager

Program Rehabilitasi, Yakita resmi merupakan IPWL pada tahun 2012.

Yakita memberikan pelayanan rawat inap bagi penyalahguna NAPZA yang

datang untuk rehabilitasi, mempunyai kapasitas 15 orang. Pelayanan

rehabilitasi meliputi asesmen, pemeriksaan penunjang, konseling personal,

peer support group dan terapi vocasional dan terapi psikososial lainnya

selama 3 bulan. Satu bulan pertama perawatan, penyalaguna NAPZA tidak

diperkenankan untuk bertemu dengan keluarga, menggunakan alat

komunikasi ataupun membawa uang.

b. Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba)

Yakeba merupakan salah satu organisasi berbasis masyarakat yang fokus

pada bidang masalah kesehatan. Yakeba didirikan pada bulan April 1999

oleh seorang penduduk Australia bernama Bob Monkhouse. Ide awal

pembentukan organisasi ini adalah untuk membantu orang yang menderita

kecanduan di Bali, baik kecanduan NAPZA dan alkohol dengan

menyediakan tempat bagi mereka untuk menjalani rehabilitasi. Sejak tahun

2000 Yakeba telah menjalankan beberapa program, antara lain (Yakeba,

2011) :

1. Program pengurangan bahaya di antara pengguna NAPZA suntik.

2. Program Rehabilitasi untuk Pengguna NAPZA.

3. Program Kesadaran di antara Mahasiswa dan Publik.

Page 34: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

29

4. Program Dukungan Peer Group untuk pengguna NAPZA.

5. Konseling dan Pengujian Sukarela (VCT).

6. Keterampilan kejuruan untuk mantan pengguna NAPZA.

Page 35: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

30

BAB III

RINGKASAN

Rehabilitasi narkoba merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan

para pengguna dari belenggu narkoba. Para pengguna narkoba itu tidak lagi

ditempatkan sebagai pelaku tindak pidana atau kriminal. Merujuk pada Undang-

Undang No. 35 tahun 2009 tentang NAPZA dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun

2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NAPZA, maka pecandu/pengguna

serta korban penyalahgunaan NAPZA wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

Proses rehabilitasi penyalahguna NAPZA memerlukan tempat dan pelayanan

yang memadai sesuai dengan prosedur rehabilitasi untuk tercapainya tujuan

rehabilitasi.

Page 36: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

31

DAFTAR PUSTAKA

BeritaSatu, 2016. [Online]

Available at: http://www.beritasatu.com/hukum/372133-ratusan-pecandu-narkoba-di-

bali-jalani-rehabilitasi.html

[Accessed 7 April 2018].

BNN, 2015. Badan Narkotika Nasional. [Online]

Available at: http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/04/02/354/ulasan-

tentang-ganja

[Accessed 13 Juni 2017].

BNN, 2015. portal Badan Narkotika Nasional. [Online]

Available at:

http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2014/08/19/Jurnal_Data_P4GN_2013_Edi

si_2014_Oke.pdf

[Accessed 13 Juni 2017].

BNN, 2018. babesrehab-bnn.info. [Online]

Available at: http://www.babesrehab-bnn.info/index.php/pelayanan/rehabilitasi-sosial

[Accessed 20 4 2018].

BNN, 2018. BNN Bali. [Online]

Available at: http://bali.bnn.go.id/konsultasi-rehabilitasi/

[Accessed 8 4 2018].

BNNP, B., 2017. http://bali.bnn.go.id. [Online]

Available at: http://bali.bnn.go.id/uncategorized/ka-bnnp-bali-membuka-program-

rumah-damping-tahap-pertama-pasca-rehabilitasi-di-tahun-2017/

[Accessed 9 April 2018].

Depkes, 2000. Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat

Adiktif Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Husin, A. B. & Siste, K., 2013. Gangguan Penggunaan Zat. In: S. D. Elvira & G.

Hadisukanto, eds. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, p. 143.

Kemenkes, 2011. Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan

Penggunaan NAPZA. In: Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

421/Menkes/SK/III/2010. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementrian

Kesehatan RI, pp. 38-59.

Page 37: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

32

Kemenkes, 2012. Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan

NAPZA. In: Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan RI, pp. 7-

16.

KementrianKesehatan, 2013. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa KemeModul

Asesmen Dan Rencana Terapi Gangguan Penggunaan Napza Edisi Revisi 2013..

Jakarta: s.n.

Kompas,2013.[Online]

Available at:

https://regional.kompas.com/read/2013/03/07/03184385/Pengguna.Narkoba.di.Kalan

gan.Remaja.Meningkat

[Accessed 7 4 2018].

LensaIndonesia, 2013. lensaindonesia.com. [Online]

Available at: https://www.lensaindonesia.com/2013/07/24/rumah-dampingan-miliki-

program-profesional-terstruktur.html

[Accessed 9 April 2018].

RSKO, 2018. rskojakarta.com. [Online]

Available at: http://rskojakarta.com/direktori/halaman/sejarah

[Accessed 23 April 2018].

Sadock, B. J., Sadock, V. A. & Ruiz, P., 2015. Substance Use and Addictive

Disorders. In: C. S. Pataki & N. Sussman, eds. Synopsis Of Psychiatry : Behavioral

Sciences / Clinical Psychiatry. New York: Wolters Kluwer, p. 644.

SEMA, 2010. bawas.mahkamahagung.go.id. [Online]

Available at: http://bawas.mahkamahagung.go.id/bawas_doc/doc/sema_04_2010.pdf

[Accessed 20 April 2018].

Yakeba, 2011. yakeba.org. [Online]

Available at: https://yakeba.org/profile/?lang=id

[Accessed 23 April 2018].

Page 38: REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA FOKUS PADA …

33