refratbedah penanganan cedera kepala

58
REFERAT PENAGANAN CEDERA KEPALA Pembimbing : dr. Gumar Jaya Saleh Sp.BS ERSHINE VILLANY 030.05.087 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN BEDAH PERIODE 22MAret- 29 Mei 2010 RUMAH SAKIT OTORITA BATAM UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 1

Transcript of refratbedah penanganan cedera kepala

Page 1: refratbedah penanganan cedera kepala

REFERAT

PENAGANAN CEDERA KEPALAPembimbing : dr. Gumar Jaya Saleh Sp.BS

ERSHINE VILLANY

030.05.087

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN BEDAH

PERIODE 22MAret- 29 Mei 2010

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2010

1

Page 2: refratbedah penanganan cedera kepala

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

“Penanganan Cedera Kepala”

Telah diterima dan disetujui pada tanggal Mei 2010

oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan

kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di RS Otorita Batam

Jakarta, Mei 2010

(dr. Gumar Jaya Saleh

Sp.BS)

KATA PENGANTAR

2

Page 3: refratbedah penanganan cedera kepala

Puji dan syukur saya panjatkan kepada TUHAN Yang Maha Esa atas rahmat-

Nya sehingga referat yang berjudul ‘Penanganan Cedera Kepala” ini dapat

terselesaikan.

Referat ini ditulis sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu

Kesehatan Anak di Rumah Sakit Otorita Batam pada periode 22 Maret 2010 – 29 Mei

2010.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Gumar Jaya Saleh r],

Sp.BS selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam

penyusunan referat ini, oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga referat ini dapat

berguna bagi para pembacanya.

Batam,Mei 2010

Penulis

DAFTAR ISI

3

Page 4: refratbedah penanganan cedera kepala

LEMBARPENGESAHAN……………………………………………………….......i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………... .....ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………......iii

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………. .1

BAB II : ……………………………………………………….... .2

ANATOMI KEPALA.........................................................................2

PATOFISIOLOGI...............................................................................5

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA..................................................10

PENGELOLAAN CEDERAKEPALA DI UGD...............................15

PRINSIP PENANGANAN CEDERA KEPALA...............................20

KOMPLIKASI CEDERA KEPALA..................................................30

PROGNOSIS CEDERA KEPALA.....................................................32

BAB III : KESIMPULAN…………………………………………............................34

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...

BAB I

PENDAHULUAN

4

Page 5: refratbedah penanganan cedera kepala

Statistik dari negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa cedera kepala

mencakup 26% dan jumlah segala macam kecelakaan yang mengakibatkan seorang

tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang kurang lebih 33%

kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut cedera kapitis. Di luar medan

peperangan lebih dari 50% dari cedera kapitis terjadi karena kecelakaan lalu lintas,

selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh. Orang-orang yang mati karena kecelakaan

antara 40% sampai 50% meninggal sebelum mereka tiba di rumah sakit. Dan mereka

yang dimasukkan dalam keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu hari dan 35

% meninggal dalam satu minggu dalam perawatan

Jika kita meneliti sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat cedera kapitis,

maka 50% ternyata disebabkan oleh cedera secara langsung dan 50% yang tersisa

disebabkan oleh gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara

tidak langsung pada cedera.

Cedera kepala baik terbuka maupun tertutup dapat mengganggu fungsi otak, yang

pada akhirnya mungkin dapat menyebabkan kematian atau meninggalkan kecacatan.

Berbagai macam akibat dari cedera kepala telah dikenal, misalnya komosio serebri,

kontusio serebri, perdarahan epidura, perdarahan subdura, perdarahan intraserebral

dan laserasi serebri. Dengan istilah komosio dan kontusio masalah gangguan

kesadaran, sedangkan bentuk-bentuk perdarahan menyangkutkan masalah massa yang

pada penanganannya nanti bila memang diperlukan akan melibatkan ahli bedah saraf.

Dalam kaitannya dengan gangguan kesadaran ini, telah dikenal istilah-istilah

somnolen, sopor, koma dan sebagainya yang kesemuanya tadi adalah merupakan

penilaian yang bersifat kualitatif, sehingga masih memungkinkan terjadinya

perbedaan penilaian antara pemeriksa yang satu dengan yang lain.

Dengan adanya Glasgow Coma Scale sebagai pengukur derajat gangguan kesadaran

yang telah dipakai sejak 20 tahun yang lalu dan bersifat kuantitatif, maka penilaian

gangguan kesadaran menjadi lebih obyektif. Dalam manajemen cedera kepala,

penilaian gangguan kesadaran dengan Glasgow Coma Scale ini memegang peran

utama.

5

Page 6: refratbedah penanganan cedera kepala

Untuk keperluan klinis, berdasarkan skala ini cedera kepala dibedakan menjadi cedera

kepala ringan, sedang dan berat yang penanganannya akan diuraikan secara singkat

dalam makalah ini.

BAB II

6

Page 7: refratbedah penanganan cedera kepala

ANATOMI KEPALA

A. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,

connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea

aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan

pericranium. 3,4

B. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii 5,6. Tulang tengkorak

terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria

khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis.

Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat

bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas

3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan

fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu :

1. Duramater

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan

lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat

fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat

pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang

subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai

perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada

permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging

Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus

sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.

Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea

terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural).

7

Page 8: refratbedah penanganan cedera kepala

Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini

dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah

arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput

arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang

meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut

spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh

liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera

kepala.

3. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.. Pia mater adarah membrana

vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci

yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan

epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia

mater.5

D. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14

kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari

serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak

belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak

menjadi beberapa lobus.7 Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi

motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi

sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus

oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian

atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.

Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung

jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

8

Page 9: refratbedah penanganan cedera kepala

E. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan

produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui

foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV.

CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang

terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat

granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan

kenaikan takanan intracranial.3 Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa

volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.9

PATOFISIOLOGI

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan

langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan

atau tanpa fraktur tulang tengkorak.

Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural

dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu

gegar otak atau cedera struktural yang difus.

Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang

ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan

jaringan

Jika terjadi trauma kepala dengan kekuatan/gaya akeselereasi, deselerasi dan

rotatorik akan menimbulkan lesi atau perdarahan di berbagai tempat sehingga timbul

gejala deficit neurologist berupa babinski yang positif dan GCS kurang dari 15

(Sindrom Otak Organik). Dari trauma kepala tersebut juga bisa terjadi pergerakan,

penekanan dan pengembangan gaya kompresi yang destruktif sehingga otak akan

membentang batang otak dengan sangat kuat dan terjadi blokade reversible terhadap

lintasan assendens retikularis difus serta berakibat otak tidak mendapatkan input

afferent yang akhirnya kesadaran hilang selama blockade tersebut berlangsung. Dari

trauma kepala tersebut juga bisa berdampak pada sistem tubuh yang lainnya.

DAMPAK PADA SISTEM TUBUH LAINNYA

9

Page 10: refratbedah penanganan cedera kepala

1.Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup

aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Perubahan

otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P dan disritmia,

vibrilisi atrium serta ventrikel takhikardia. Akiba t adanya perdarahan otak akan

mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh

darah arteriol berkontraksi. Aktivitas myokard berubah termasuk peningkatan

frekuensi jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan pembacaan CVP

abnormal. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan

kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung

dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan

meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri

adalah edema paru.

2.Sistem Respirasi

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau

hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya

pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang menigkat pada

mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu.

Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran

darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi

vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan menimbulkan

alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid).

Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan

menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF

yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.

Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi

robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein yang

berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema

otak terjadi karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak

ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat

menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata.

Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana

10

Page 11: refratbedah penanganan cedera kepala

ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

3.Sistem Genito-Urinaria

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan

retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Trauma Haluaran Urin

sedikit dan Meningkatnya Retensi Cairan Pelepasan ADH konsentrasi elektrolit.

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang

menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran

dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah

tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat

timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak perlu dilakukan pemberian

hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari haluaran urin. Pemeberian cairan harus hati –

hati untuk mencegah TTIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan pemeriksaan

serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tiadk terjadi kelainan pada

kardiovaskuler.

Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon metabolic terhadap

trauma, karena dengan adanya trauma tubuh memerlukan energi untuk menangani

perubahan – perubahan seluruh sistem tubuh. Namun masukan makanan kurang,

maka akan terjadi pengahncuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama. Hal ini

menambah terjadinya asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob

glukosa. Dalam hal ini diperlukan masukan makanan yang disesuaikan dengan

perubahan metabolisme yang terjadi pada trauma. Pemasukan makanan pada trauma

kepala harus mempertimbangkan tingkat kesadaran pasien atau kemampuan

melakukan reflek menelan.

4. Sistem Pencernaan

Setelah trauma kepala ( 3 hari) terdapat respon tubuh yang merangsang

aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk

terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan

steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral,

namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam

lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena

adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang

11

Page 12: refratbedah penanganan cedera kepala

mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani,

akan menyebabkan perdarah lambung.

5. Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cederaotak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh.

Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area

motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control vaolunter terhadap gerakan

dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang

berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.

Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok

neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior

lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua

bagian saraf itu bersinaps dengannkelompok neuron – neuron motorik bawah yang

berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot – otot tertentu. Masing –

masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan.

Sehingga ,pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron

ini cidera.

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat

kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus

otot dan penamilan postur abnormal, yang pada saatny dapat membuat komplikasi

seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.

12

Page 13: refratbedah penanganan cedera kepala

Cedera kepala Odema TIK hematoma

Respon biologi Hipoksemia

Kelainan metabolisme

Cedera otak primer cedera otak sekunder

Kontusio cerebri Kerusakan ced otak

Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis stress

Aliran darah ke otak tahanan vaskuler katekolaminSistemik &TD sekresi asam lambung

O2 gg. Metabolisme tek pemb. Darah mual, muntah

Asam laktat tekanan hidrostatik asupan nutrisi

Odema otak kebocoran cairan kapiler

Gangguan perfusi jaringan Odema paru Cerebral

Difusi O2 terhambat ggn. Perfusi jaringan

Ggn. Pola napas hipoksemia, hiperkapnea

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

13

Page 14: refratbedah penanganan cedera kepala

1. Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Ada riwayat trauma kapitis

Tidak pingsan

Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat

simptomatik dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang

berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak

disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala,

vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau

terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri

mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang

masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat

terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan

yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi

simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan

terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di

dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun

neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk

terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga

menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang

destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh

karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan

blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat

blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran

hilang selama blockade reversible berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan

“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa

14

Page 15: refratbedah penanganan cedera kepala

refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli

kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang

beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah

cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi

rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena

pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan

bisa timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak

lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan

antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan

7-10 hari.

4. Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan

robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan

subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat

dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang

disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada

fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan

oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

5. Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan

fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana

yang terkena.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

Perdarahan dari telinga

15

Page 16: refratbedah penanganan cedera kepala

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.

Komplikasi :

Gangguan pendengaran

Parese N.VII perifer

Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya

harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi.

Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

6. Epidural Hematoma

Timbulnya perdarahan / hematoma diruangan antara tengkorak dan

duramater yang disebabkan oleh rupturnya arteri meningea media sehingga

terjadi kompresi otak. Sering terjadi pada daerah temporal. Ditemukan adanya

lusid interval pada 50% kasus yaitu pada saat kejadian pasien tidak pingsan/

pingsan sebentar/ hanya nyeri kepala sebentar lalu membaik dengan

sendirinya, tetapi beberapa jam kemudian gejala menjadi progresif, nyeri

kepala , pusing, kesadaran menurun hingga koma.

Gejala klinis :

Gejala fokal, akibat herniasi tentorial

– timbul hemiparese, monoparese, tonus meninggi, refleks patologi (+)

pada daerah kontralateral

– midriasis yang homolateral akibat penekanan N. III, refleks cahaya

direct / indirect (-).

Nadi bisa bradikardi karena adanya peningkatan TIK

Pemeriksaan fundus : pupil N. II yang homolateral slight oedema.

LP : jernih dengan TIK yang tinggi (hati-hati karena bahaya herniasi

7. Subdural hematoma

Yaitu perdarahan yang terjadi antara ruang duramater dengan araknoid

akibat trauma kapitis. Merupakan perdarahan venous dari permukaan otak

yang berjalan menuju sinus venosus didalam duramater. Gejala-gejala, akut

seperti epidural bleeding, bila mengenai vena yang besar atau merupakan

16

Page 17: refratbedah penanganan cedera kepala

perdarahan dari sinus. Bila perdarahan tidak terlalu besar gejala permulaan

ringan. Darah akan membeku dan mengalami organisasi, kemudian akan

dilapisi oleh kapsel. Gumpalan darah lama akan mencair dan menarik cairan

dari sekitarnya sehingga menjadi lebih gembung. Inilah yang menimbulkan

gejala-gejala

menyerupai tumor serebri/ proses intrakranial yang meninggi.

Gejala klinis :

menyerupai tumor serebri dimana ditemukan peninggian

tekanan intrakranial.

Timbul pelan-pelan beberapa minggu sesudah trauma

Nyeri kepala timbul yang makin lama makin hebat disertai

mual muntah

Midriasis homolateral,gangguan visus.

Bisa ditemukan adanya tanda-tanda hiperefleksi, hemiparese.

Refleks patologi (+)

Adanya gangguan psikis seperti mudah tersinggung.

Hati-hati melakukan LP karena TIK meninggi.

8. Subarachnoid hematoma

Yaitu perdarahan yang terjadi didalam ruang subarachnoid akibat trauma

kapitis yang sering disebabkan oleh kontusio serebri.

Gejala klinis :

o timbulnya nyeri kepala di daerah suboksipital secara tiba-tiba

o Pusing, mual, muntah

o Kesadaran menurun hingga koma

o Kaku kuduk (+)

o Suhu tubuh meninggi

o Refleks patologi (+)

o Umumnya terjadi gejala diffus, sekali-sekali bisa

o timbul kejang atau gejala fokal

9. Intraserebral hematoma

17

Page 18: refratbedah penanganan cedera kepala

Hematoma intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di korteks yang

menimbulkan lesi desak ruang dan menimbulkan edema kolateral. Terbanyak pada

lobus temporalis, selain itu bisa pula pada lobus frontalis dan parietalis, kadang-

kadang pada serebellum. Asal perdarahan dari arteri. Umumnya penderita tidak

tertolong, perdarahan arteri cepat masuk ke ventrikel dan menekan batang otak, bila

hematoma berasal dari vena biasanya dapat tertolong.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan

Commotio Cerebri

o Skor GCS 13-15

o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari

10 menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan

kelainan pada pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

o Skor GCS 9-12

o Ada pingsan lebih dari 10 menit

o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota

gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)

o Skor GCS <8

o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih

berat

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang

terlepas.

PENGELOLAAN CEDERA KEPALA DI UNIT GAWAT DARURAT

18

Page 19: refratbedah penanganan cedera kepala

1. Cedera Kepala Ringan ( GCS 13-15)

a. Pasien dalam keadaan sadar

• Tanpa deficit neurology perawatan luka

• Pemeriksaan radiology hanya atas indikasi

• Pasien dipulangkan & keluarga diminta observasi kesadaran bila

curiga kesadaran menurun , segera kembali ke RS

b. Kesadaran terganggu sesaat

• Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah

sadar kembali saat diperiksa.

• Dibuat foto kepala.

• Rawat luka

• Pasien pulang observasi bila curiga kesadaran menurun

segera kembali ke RS

c. Keasadaran menurun

• Perubahan orientasi tanpa deficit fokal

• Dilakukan pemeriksaan fisik, rawat luka, foto kepala

• Istrahat baring mobilisasi bertahap terapi simptomatik

• Observasi minimal 24 jam di RS bila curiga hematoma skennig

Otak

Kriteria Rawat:

1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)

2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

3. Penurunan tingkat kesadaran

4. Nyeri kepala sedang hingga berat

5. Intoksikasi alkohol atau obat

6. Fraktura tengkorak

7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

8. Cedera penyerta yang jelas

9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung-

19

Page 20: refratbedah penanganan cedera kepala

jawabkan

10. CT scan abnormal

2. Cedera Kepala Sedang

Definisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untu

mengikuti perintah sederhana (SKG 9-12).

1. Periksa & atasi gangguan Airway, Breathing, Circulation.

2. Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan ke-

sadaran, amnesia, nyeri kepala

3. Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik

4. Pemeriksaan neurologis

5. Radiograf tengkorak

6. Radiograf tulang belakang leher dan lain-lain bila

ada indikasi

7. Contoh darah untuk penentuan golongan darah

8. Tes darah dasar dan EKG

9. CT scan kepala

10. Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal

Setelah dirawat:

1. Pemeriksaan neurologis setiap jam

2. CT scan ulangan hari ketiga atau lebih awal bila ada perburukan

neurologis.

3. Pengamatan TIK dan pengukuran lain seperti untuk cedera kepala

berat akan memperburuk pasien

4. Kontrol setelah pulang biasanya pada 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan

bila perlu 1 tahun setelah cedera

3. Cedera Kepala Berat

20

Page 21: refratbedah penanganan cedera kepala

Definisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana

karena gangguan kesadaran.

Di Unit Gawat Darurat

1. Riwayat:

Usia, jenis dan saat kecelakaan

Penggunaan alkohol atau obat-obatan

Perjalanan neurologis

Perjalanan tanda-tanda vital

Muntah, aspirasi, anoksia atau kejang

Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk obat-obatan

yang dipakai serta alergi

2. Stabilisasi Kardiopulmoner:

Jalan nafas, intubasi dini

Tekanan darah, normalkan segera dengan Salin

normal atau darah

Foley, tube nasogastrik kateter

Film diagnostik: tulang belakang leher, abdomen,

pelvis, tengkorak, dada, ekstremiras

3. Pemeriksaan Umum

4. Tindakan Emergensi Untuk Cedera Yang Menyertai:

Trakheostomi

Tube dada

Stabilisasi leher: kolar kaku, tong Gardner-Wells

dan traksi

Parasentesis abdominal

5. Pemeriksaan Neurologis:

Kemampuan membuka mata

Respons motor

Respons verbal

Reaksi cahaya pupil

6. Obat-obat Terapeutik:

21

Page 22: refratbedah penanganan cedera kepala

Bikarbonat sodium

Fenitoin

Steroid

Mannitol

Hiperventilasi

7. Tes Diagnostik

CT scan

GCS ≤ 8 surgery as indicated

22

Page 23: refratbedah penanganan cedera kepala

yesInsert ICP monitor

Maintain CPP(Age appropriate)

Yes NoICP

yes Sedation & analgesia

Yes NoICP

Drain CSF if Ventriculotomy present

Consider careffulysepeating Yes No withdraw CT scan ICP ICP

treatment

Neoromuscular blockade

Yes No ICP yes

Mannitol Hyperosmolar therapy

yes No ICP

yesMild hyperventilation

( Pa CO2 30-35 mmHg)

yes NoICP

Yes Second tier theraphy

PRINSIP PENANGANAN CEDERA KEPALA

23

Page 24: refratbedah penanganan cedera kepala

1 . Anamnesis

Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan riwayat kecelakaan

lalu lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada

orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari

tangga, jatuh di kamar

mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan

pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui

pasti urutan kejadiannya : jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan

kesadaran lebih dahulu

sebelum jatuh.

Anamnesis yang lebih terperinci meliputi :

1. Sifat kecelakaan.

2. Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.

3. Ada tidaknya benturan kepala langsung.

4. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat

diperiksa. Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peris

tiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah

sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd. Muntah

dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu

dalam keadaan pingsan (hilang/ turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan

bingung/disorientasi (kesadaran berubah)

2. Pemeriksaan fisik

Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status

kesadaran pasien. Ini tiaras dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului

anamnesis yang teliti.

1. Status fungsi vital

Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang

dinilai ialah :

a.Jalan nafas airway

b.Pernafasan breathing

24

Page 25: refratbedah penanganan cedera kepala

c.Nadi clan tekanan darah cireulation

Jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila

perlu segera dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen.

Manipulasi leher hams berhati-hati bila ada riwayat/dugaan trauma servikal

(whiplash injury), jamb dengan kepala di bawah atau trauma tengkuk.

Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa :

a.Pernafasan Cheyne Stokes.

b.Pernafasan Biot/hiperventilasi.

c.Pernafasan ataksik.

yang menggambarkan makin memburuknya tingkat kesadaran. Pemantauan

fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat

juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur

ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan

melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan

intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma

epidural.

3. Pemeriksaan Umum

Selama proses penstabilan kardiopulmoner, dilakukan pemeriksaan umum

secara cepat untuk mencari cedera lain. Perhatian khusus diberikan pada:

1. Cedera kepala dan leher: laserasi, tempat perdarahan, otorrhea, rhinorrhea,

mata racoon (ekkhimosis periorbital).

2. Cedera toraks: fraktura iga, pneumotoraks atau hemotoraks, tamponad

kardiak, (dengan bunyi jantung lemah, distensi vena jugular, dan

hipotensi), aspirasi, atau ARDS.

3. Cedera abdominal: terutama laserasi hati, limpa atau ginjal. Perdarahan

biasanya berakibat tenderness,guarding atau distensi abdominal. Namun

tanda-tanda ini mungkin tidak muncul dini dan mungkin tersembunyi pada

pasien koma. Adanya bising usus biasanya pertanda tenang.

25

Page 26: refratbedah penanganan cedera kepala

4. Cedera pelvik: Cedera pada pasien yang tidak koma bisa ditetapkan secara

klinis. Konfirmasi radiologis biasanya diperlukan. Pemeriksaan rektal

mungkin berguna. Cedera pelvik sering bersamaan dengan kehilangan

darah tersembunyi dalam jumlah besar.

5. Cedera tulang belakang: Trauma kepala dan tulang belakang mungkin

bersamaan, dan kombinasi tersebut harus selalu dicari walau kejadiannya

hanya 2 hingga 5% dari pasien cedera kepala berat. Tulang belakang leher

paling sering dikenai.

6. Cedera ekstremitas: Mungkin terjadi kerusakan tulang atau jaringan lunak

(otot, saraf, pembuluh darah). Fraktura pada pasien gelisah harus dibidai

segera untuk mencegah kerusakan saraf dan pembuluh bersangkutan.

Tindakan definitif pada kebanyakan pasien cedera ekstremitas dapat ditunda

hingga setelah tindakan terhadap masalah yang mengancam nyawa.

4. Pemeriksaan Neurologis

Tabel 4. Pemeriksaan neurologis awal pada cedera kepala

-------------------------------------------------------

1. Skala Koma Glasgow

2. Respons pupil terhadap cahaya

3. Gerakan mata

4. Kekuatan motor

5. Pemeriksaan sensori sederhana

-------------------------------------------------------

1. Glasgow Coma Seale (GCS)

Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat

responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat

mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi

ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka

mata.

Skala GCS : Membuka mata : Spontan 4

Dengan perintah 3

26

Page 27: refratbedah penanganan cedera kepala

Dengan Nyeri 2

Tidak berespon 1

Motorik : Dengan Perintah 6

Melokalisasi nyeri 5

Menarik area yang nyeri 4

Fleksi abnormal 3

Ekstensi 2

Tidak berespon 1

Verbal : Berorientasi 5

Bicara membingungkan 4

Kata-kata tidak tepat 3

Suara tidak dapat dimengerti 2

Tidak ada respons 1

2. Pupil

Pemeriksaan teliti ukuran pupil serta reaksinya terhadap cahaya adalah

paling penting pada pemeriksaan pertama. Tanda dini herniasi lobus temporal

yang diketahui dengan baik adalah dilatasi ringan pupil serta respons cahaya

pupil yang lambat. Baik kompresi maupun distorsi saraf okulomotor saat

herniasi tentorial-unkal mengganggu fungsi akson parasimpatetik yang

menghantarkan sinyal eferen untuk konstriksi pupil, berakibat dilatasi pupil

ringan.

Mencari kelainan pupil lain yang dapat terjadi pada pasien tidak sadar

sangat perlu pada pasien cedera kepala.Pupil kecil bilateral menunjukkan

pasien menggunakan obat tertentu, terutama opiat, atau mengalami satu atau

beberapa ensefalopati metabolik atau lesi destruktif dari pons. Dalam hal ini

refleks cahaya pupil. Akhirnya, pupil yang berdilatasi dan fixed bilateral

pada pasien dengan cedera kepala mungkin akibat perfusi vaskular serebral

yang inadekuat. Keadaan ini mungkin akibat hipotensi sekunder terhadap

kehilangan darah atau oleh peninggian tekanan intrakranial pada tingkat

yang mengganggu aliran darah serebral. Kembalinya respons pupil mungkin

27

Page 28: refratbedah penanganan cedera kepala

terjadi segera setelah perbaikan aliran darah bila masa perfusi yang inadekuat

tidak terlalu lama.

3. Gerakan Mata

Gerakan bola mata merupakan indeks yang paling penting untuk

penilaian aktivitas fungsional batang otak (formatio retikularis). Penderita

yang sadar penuh, dan mempunyai gerakan bola mata yang baik menandakan

intaknya sistem motorik okuler di batang otak.

4. Fungsi Motor

Pemeriksaan dasar dilengkapi dengan pemeriksaan motor sederhana

karena pasien dengan cedera kepala berat tidak cukup responsif terhadap

setiap nilai pemeriksaan hingga dapat dipercaya. Setiap ekstremitas

diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan secara

internasional:

Kekuatan normal 5

Kelemahan sedang 4

Kelemahan berat (antigravity) 3

Kelemahan berat (not antigravity) 2

Gerakan trace 1

Tak ada gerakan 0

5. Fungsi sensorik

Tujuan pemeriksaan sensorik

– Menetapkan adanya gangguan sensorik.

– Mengetahui modalitasnya.

– Menetapkan polanya.

– Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang mendasari gangguan

sensorik yang akhirnya dinilai

bersama sama dengan pemeriksaan motorik

28

Page 29: refratbedah penanganan cedera kepala

Pemeriksaan Tambahan

A. RONTGEN

Peranan foto rontgen tengkorak banyak diperdebatkan manfaatnya,

meskipun beberapa rumah sakit melakukannya secara rutin. Selain indikasi

medik, foto Rontgen tengkorak dapat dilakukan atas dasar indikasi

legal/hukum. Foto Rô tengkorak biasa (AP dan Lateral) umumnya dilakukan

pada keadaan :

Defisit neurologik fokal.

Liquorrhoe.

Dugaan trauma tembus/fraktur impresi.

Hematoma luas di daerah kepala.

Pada keadaan tertentu diperlukan proyeksi khusus, seperti proyeksi

tangensial pada dugaan fraktur impresi, proyeksi basis path dugaan fraktur

basis dan proyeksi khusus lain pada dugaan fraktur tulang wajah.

B. CT SCAN

Indikasi. CT scanning jelas merupakan prosedur pilihan dalam

mengevaluasi pasien cedera kepala dan kemungkinan memperbaiki secara

jelas outcome pasien dengan cedera kepala. Setiap kali muncul scanner

generasi baru, selalu disertai dengan perbaikan informasi yang diberikan.

Dianjurkan sekali bahwa CT scan emergensi harus dilakukan sesegera

mungkin (dalam setengah jam) setelah pasien dengan cedera kepala berat

datang. Lesi densitas tinggi (hematoma epidural, subdural, intraserebral)

dianggap memerlukan tindakan operasi dekompresi bila menyebabkan

pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih. Dengan kata lain, dasar pemikiran

ditekankan pada derajat pergeseran garis tengah dalam menentukan pasien

mana yang harus dioperasi. Pergeseran garis tengah yang bermakna pada

pasien cedera kepala sudah dibuktikan ada kaitannya dengan tingkat

kesadaran.

Pada CT scan, edema tampak sebagai zona densitas rendah. Edema

mungkin fokal, multi fokal atau diffusa. Dengan edema serebral difusa,

29

Page 30: refratbedah penanganan cedera kepala

mungkin sulit untuk memastikan densitas yang lebih rendah karena tidak ada

area otak normal sebagai pembandingnya.

Kontusi serebral tampak sebagai area densitas tinggi yang tak

homogen yang tersebar diantara area densitas rendah. Walau tidak selalu

mungkin membedakan antara hematoma subdural dan epidural pada CT scan,

yang terakhir ini khas dengan bentuk bikonveks atau lentikular, karena

perlekatan yang erat antara dura dengan tabula interna mencegah

hematoma mengalami penyebaran.

Hematoma subdural yang khas cenderung menjadi lebih difus

dibanding hematoma epidural dan memiliki tepi dalam yang konkaf yang

mengikuti permukaan otak. Perbedaan antara lesi akuta, subakuta dan kronik

agak tidak pasti.

Hematoma intraserebral traumatika biasanya berlokasi dilobus

frontal dan temporal anterior, walau bisa terjadi dimana saja.

Infarksi iskemik akuta mungkin tampak sebagai area densitas rendah

dibanding otak sekitarnya. Infarksi dapat dideteksi CT scan dalam 24 jam dari

onsetnya, dan lebih dari 60% jelas tampak pada hari ketujuh.

6. Pembedahan (8)

Yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah,

kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan

mencegah pendarahan ulang.

Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah ini :

• Status neurologis

• Status radiologis

• Pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :

• Massa hematoma kira-kira 40 cc

• Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

30

Page 31: refratbedah penanganan cedera kepala

• EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran Baris tengah dengan

GCS 8 atau kurang.

• Konstusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau

pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.

• Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai

berkembangnya tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih

dari 25 mm Hg.

Indikasi BWT hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak

memungkinkan dan didapat :

• Dilatasi pupil ipsilateral

• Hemiparese kontralateral

• Lucid interval/penurunan GCS tiba-tiba.

• Indikasi operasi pada faktur depres :

• Lebih dari satu tabula

• Adanya defisit yang berhubungan dengan bagian otak dibawahnya

• LCS leakage

• Fraktur depres terbuka

• Preventif growing fracture pada anak.

Hasil

1. EDH: bila cepat dioperasi mortality kurang dari 10%

2. SDH:

Serlig et al : operasi dalam 4 jam pertama mortality 30%

operasi setelah 4 jam mortality 90%

Hasselberger et al :

• pasien koma kurang dari 2 jam mortality 47%

• pasien koma lebih dari 2 jasm mortality 80%

3. ICH: mortality 27% -50%

31

Page 32: refratbedah penanganan cedera kepala

7. Terapi konservatif

Cairan intravena : pertahankan status cairan euvolemik, hindari dehidrasi, jangan

menggunakan cairan hipotonis / glukosa. Cairan garam hipertonis : cairan NaCl 0,9

%, 3%-27%. Kureshi dan Suarez menunjukkan penggunaan saline hipertonis efektif

pada neuro trauma dengan hasil pengkerutan otak sehingga menurunkan tekanan

intrakranial, mempertahankan volume intravaskular euvolume.Dengan akses vena

sentral diberikan NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium 145-

150 dengan monitor pemeriksaan natrium setiap 4-6 jam. Setelah target tercapai

dilanjutkan dengan NaCl fisiologis sampai 4-5 hari

Hiperventilasi fase akut

Bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, hiperventilasi jangka

panjang (PaCO2 ≤ 25 mm Hg) setelah cedera otak traumatika harus dicegah.

Hiperventilasi profilaktik (PaCO2 ≤ 35 mm Hg) 24 jam pertama setelah cedera otak

traumatika harus dicegah karena memperburuk perfusi saat aliran darah serebral

berkurang.

Hiperventilasi mungkin perlu untuk masa yang singkat bila terjadi perburukan

neurologis akut, atau untuk jangka yang lebih lama pada hipertensi intrakranial yang

kebal terhadap sedatif, paralisis, drainase cairan serebrospinal dan diuretik osmotik.

Terapi hiperosmoler -manitol

Merupakan osmosis diuretis. Efek ekspansi plasma, menghasilkan gradient osmotik

dalam waktu yang cepat dalam beberapa menit. Memberikan efek optimalisasi reologi

dengan menurunkan hematokrit, menurunkan viskositas darah, meningkatkan aliran

darah serebral, meningkatkan mikrosirkulasi dan tekanan perfusi serebral yang akan

meningkatkan penghantaran oksigen dengan efek samping reboun peningkatan

tekanan intrakranial pada disfungsi sawar darah otak terjadi skuestrasi serebral,

overload cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal ginjal (bila osmolalitas

>320 ml osmol/L. Manitol diberikan pada pasien koma, pupil reaktif kemudian

menjadi dilatasi dengan atau tanpa gangguan motorik, pasien dengan pupil dilatasi

bilateral non reaktif dengan hemodinamik normal dosis bolus 1 g/kgBB dilanjutkan

dengan rumatan 0,25- 1 g/kgBB Usahakan pertahankan volume intravaskuler dengan

32

Page 33: refratbedah penanganan cedera kepala

mempertahankan osmolalitas serum < 320 ml osmol/L.

barbiturat

Dosis tinggi dipertimbangkan bagi pasien cedera kepala berat dengan hipertensi

intrakranial dan hemodinamik stabil, yang refrakter terhadap tindakan medis atau

bedah untuk menurunkan tekanan intrakranial. Namun risiko dan komplikasi

membatasi penggunaannya bagi keadaan yang ekstrim dan dilakukan dengan

memonitor hemodinamik secara ketat untuk mencegah atau menindak ketidakstabilan

hemodinamik. Pentobarbital diberikan dengan dosis awal (loading) 10 mg/kg dalam

30 menit atau 5 mg/kg setiap jam untuk 3 pemberian, diikuti dosis pemeliharaan 1

mg/kg/jam. Tidak diberikan untuk profilaksi. menekan metabolism serebral,

menurunkan aliran darah ke otak dan volume darah serebral, merubah tonus vaskuler,

menahan radikal bebas dari peroksidasi lipid mengakibatkan supresi burst.

Kortikosteroid

Tidak direkomendasikan penggunaan glukokortikoid untuk menurunkan tekanan

intrakranial baik dengan methyl prednisolon maupun dexamethason. Dearden dan

Lamb meneliti dengan dosis > 100 mg/hari tidak memberikan perbedaan signifikan

pada tekanan intracranial dan setelah 1-6 bulan tidak ada perbedaan outcome yang

signifikan. Efek samping yang dapat terjadi hiperglikemia (50%), perdarahan traktus

gastrointestinal (85%).

Nutrisi

Dalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik, kehilangan kurang lebih

15% berat badan tubuh per minggu. Penurunan berat badan melebihi 30% akan

meningkatkan mortalitas. diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan 140%

kalori/ hari dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan

enteral feeding dapat mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.

Kebutuhan Nutrisi:

• Kalori 25 – 30 Kcal/KgBB/Hr

• Protein 1,5 – 2 gr/KgBB/Hr

• Karbohidrat 75 – 100 gr/Hr (7,2 gr/KgBB/Hr)

• Lipid 10 – 40 % kebutuhan kalori / hari

33

Page 34: refratbedah penanganan cedera kepala

Kebutuhan energi rata-rata pada cedera kranio serebral berat meningkat rata-

rata 40%.

Terapi prevensi kejang

Pada kejang awal dapat mencegah cedera lebih lanjut, peningkatan TIK, penghantaran

dan konsumsi oksigen, pelepasan neuro transmiter yang dapat mencegah

berkembangnya kejang onset lambat (mencegah efek kindling). Pemberian terapi

profilaksis dengan fenitoin, karbamazepin efektif pada minggu pertama. Harus

dievaluasi adanya faktor-faktor yang lain misalnya: hipoglikemi, gangguan elektrolit,

infeksi.

Komplikasi Cedera Kepala

1.Kejang pasca trauma.

Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal cedera 4-

25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor

risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur

depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.

2.Demam dan mengigil :

Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan memperburuk

“outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek sentral.

Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain

dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.

3.Hidrosefalus:

Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non komunikan.

Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi,

Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel.

Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil udema,

dimensia, ataksia, gangguan miksi.

34

Page 35: refratbedah penanganan cedera kepala

4.Spastisitas :

Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan.

Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.

Beberapa penanganan ditujukan pada : Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan

kontraktur, Bantuan dalam posisioning.

Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan

splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum,

benzodiasepin

5. Agitasi

Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk

delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi

akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan

farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi,

antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.

6. Mood, tingkah laku dan kognitif

Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik setelah

cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah

cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk

problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan

kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.

Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk perbaikan

gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien dengan problem

gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte). Dopamine, amantadinae

dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi luhur. Donepezil dapat

memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam 12 minggu. Depresi mayor dan minor

ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya

cedera kepala, pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan

antidepresan.

35

Page 36: refratbedah penanganan cedera kepala

7. Sindroma post kontusio

Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1

bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama:

Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif

terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori,

Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.

Prognosis cedera kepala

Mortalitas pasien dengan peningkatan tekanan Intrakranial > 20 mmHg selama

perawatan mencapai 47%, sedangkan TIK di bawah 20 mmhg kematiannya 39%.

Tujuh belas persen pasien sakit cedera kepala berat mengalami gangguan kejang-

kejang dalam dua tahun pertama post trauma. Lamanya koma berhubungan signifikan

dengan pemulihan amnesia.

Pemeriksaan penunjang preditor prognosis cedera kepala:

Skor GCS: Penurunan kesadaran pada saat kejadian, penurunan kesadaran < 30 menit,

penurunan kesadaran setelah 30 menit, amnesia < 24 jam.

William, 2001 meneliti 215 cedera kepala : pasien-pasien cedera kepala sedang

dengan komplikasi (CT Scan +) terdapat gangguan fungsi neuropsikiatri setelah 6

bulan. Rontgen tulang tidak direkomendasikan untuk evaluasi cedera kepala ringan

dan sedang dan sensitifitasnya rendah terhadap adanya lesi intrakranial.

Faktor-faktor yang dapat menjadikan ”Predictor outcome” cedera kepala adalah:

lamanya koma, durasi amnesia post trauma, area kerusakan cedera pada otak

mekanisme cedera dan umur.

Pengukuran outcome:

Beberapa pengukuran outcome setelah cedera kepala yang sering digunakan antara

lain:

36

Page 37: refratbedah penanganan cedera kepala

Glasgow Outcome Scale (GOS) :

Terdiri 5 kategori, meninggal, status vegetative, kecacatan yang berat, kecacaatan

sedang (dapat hidup mandiri tetapi tidak dapat kembali ke sekolah dan pekerjaannya),

ikembali pulih sempurna (dapat kembali bekerja/sekolah).

Dissabily Rating Scale (DRS)

Merupakan skala tunggal untuk melihat progress perbaikan dari koma sampai ke

kembali ke lingkungannya. Terdiri dari 8 kategori termasuk komponen kesadaran

(GCS), kecacatan (activity of daily living, handicap dalam bekerja).

Fungsional Independent Measure (FIM)

Banyak digunakan untuk rehabilitasi terdiri dari 18 items skala yang digunakan untuk

mengevalusi tingkat kemandirian mobilitas, perawatan diri, kognitif.

Beberapa pendekatan farmakologi yang digunakan banyak yang tidak efektif. Strategi

terapi masa yang akan datang lebih ditujukan pada fase hipoperfusi awal antara lain:

induksi hipertensi arterial, terapi farmakologi yang dapat memperbaiki peningkatan

resistensi mikrosirkulasi dan terapi hipotermi yang dapat memproteksi neuron akibat

iskemik.

37

Page 38: refratbedah penanganan cedera kepala

BAB III

KESIMPULAN

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung

atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi

neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer

dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat

langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan

suatu benda keras maupun oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala. Cedera

sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul

sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,

kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan

perubahan neurokimiawi

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk

memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki

keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel

otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat

keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Prinsip penanganan

awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei

primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation,

disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita

cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting

untuk mencegah cedera otak sekunder dan

mencegah homeostasis otak. Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di

rumah sakit. Indikasi rawat antara lain

38

Page 39: refratbedah penanganan cedera kepala

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Schwarrt’z Principles of

Surgery. 8th ed. McGraw-Hill;2005. 1615-20.

2. . Dunn LT, Teasdale GM. Head Injury. Oxford Textbook of Surgery.

2nd ed. Volume 3. Oxford Press;2000

3. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Disitasi dari

http://www.biausa.org pada tanggal 13 Juli 2009. Perbaharuan terakhir :

Januari 2009.

4. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L,

Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.

Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.

740-59

5. David Olson A, MD http://emedicine.medscape.com/article/1163653-overview

6. Evan Fusco,MD www. emedicine health.com/head_injury/article_em.htm

7. Saanin S. Cedera Kepala. Disitasi dari :

http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery.htm pada tanggal 19 Juni 2008.

Perbaharuan terakhir : Januari 2008.

8. Iskandar Japardi, Penatalaksanaan cedera kepala secara operatif. Avelaible online

at http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar japardi61

39

Page 40: refratbedah penanganan cedera kepala

40