Refrat Wilson Disease

download Refrat Wilson Disease

of 20

description

gastroenterohepatologi anak

Transcript of Refrat Wilson Disease

TUGAS BANGSAL STASE JUNIOR (1 31 Juli 2012)SUB BAGIANGASTROENTEROHEPATOLOGI

REFERATWILSONS DISEASE

Oleh: Fiyya Agilatun Nisa K.

SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORORUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. KARIADISEMARANG 2013

I.PENDAHULUANTembaga merupakan mineral esensial yang penting sebagai kofaktor banyak protein tubuh. Diet normal sehari-hari memberikan pasokan tembagasekitar 2-5 mg per hari, lebih dari yang dibutuhkan oleh metabolisme tubuh. Jumlah kebutuhan yang direkomendasikan adalah 0,9 mg per hari.1 Kelebihan tembaga ini dikeola secara khusus melalui ekskresi tembaga oleh bilier. Adanya gangguan ekskresi tembaga oleh bilier mengakibatkan penumpukan tembaga dijaringan tubuh terutama hepar dan otak.2 Penyakit Wilson (wilsons disease) adalah kelainan pada metabolisme tembaga yang diturunkan secara genetik. Penyakit ini ditemukan pertama kali oleh dr. Samuel Alexander Kinnier Wilson pada tahun 2012, semenjak itu dilakukan penelitian berikutnya yang mengungkap hubungan gangguaan biokimiawi dan kelainan genetik

II.DEFINISIPenyakit Wilson merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara autosomal resesif dimana terjadi gangguan metabolisme tembaga yang disebabkan oleh mutasi dari gen transporter tembaga ATP 7B yang berlokasi pada kromosom 13. ATP7B bertanggung jawab dalam memindahkan tembaga dari protein chaperone intraseluler menuju jalur sekresi, yaitu jalur sekresi ke empedu dan kedalam apo-ceruloplasmin untuk sintesis ceruloplasmin fungsional.2 Pada kelainan ini terjadi gangguan ekskresi bilier dari tembaga yang menyebabkan penumpukan tembaga terutama di hepar dan otak. Penumpukan tembaga di hepar, otak, serta jaringan tubuh lainnya menghasilkan manifestasi klinis yang dapat berupa kelainan di hepar, neurologi, pskiatri, mata serta kelainan lainnya.3,4

III.PATOGENESIS 2,5,6Tembaga adalah elemen esensial dalam tubuh manusia serta merupakan komponen yang diperlukan oleh banyak protein. Kelebihan tembaga menyebabkan kerusakan oksidatif pada hepatosit dan dapat terjadi pelepasan ke dalam darah. Hal ini akan menumpuk pada organ lain seperti otak, ginjal, dan kornea, memicu kerusakan bersifat toksik. Bagaimanapun, kelebihan tembaga pada sel akan memyebabkan kerusakan saraf dan gangguan fungsi metabolisme. Hal ini tampak pada luasnya gejala yang muncul pada penyakit Wilson. Gen ATP7B yang cacat bertanggung jawab atas terjadinya kelainan tersebut. Homeostasis tembagaPenyakit Wilson dapat dipahami dengan baik melalui pemahaman metabolisme tembaga. Kebutuhan tubuh sehari-hari terhadap tembaga sekitar 1-2 mg per hari, yang dipenuhi lewat makanan sehari-hari sejumlah 2-5 mg per hari. Tembaga diabsorbsi oleh sel-sel intestinal dan disimpan bersama metllothionin dalam bentok non toksik. Tembaga tersebut kemudian diangkut menuju sirkulasi oleh protein transporter tembaga, yaitu transporter-tembaga ATPase 1 (ATP7A) yang berlokasi pada membran enterocyt. Selanjutnya diikat oleh albumin dan diangkut menuju hepar lalu diterima oleh hepatosit. Di Dalam hepatosit ATOX 1 chaperone protein mengarahkan tembaga kepada target pasangan ikantannya. Sebagian tembaga berikatan dengan metallothionein untuk disimpan, sedangkan sisanya diekskresi ke dalam canalikuli bilier yang diregulasi oleh ATP7B. ATP7B juga memfasilitasi tranfer tembaga menuju apoceruloplasmin untuk membentuk protein berikatan -6 molekul tembaga yang disebut ceruloplasmin yang merupakan 2-globulin. Ceruloplasmin dilepaskan ke dalam darah, dengan membawa 90% tembaga yang terdapat dalam plasma darah dan berfungsi sebagai sumber cadangan tembaga bagi organ organ perifer seperti otak dan ginjal. ATP7A dan ATP7B merupakan protein transporter tembaga yang homolog. Mutasi dari gen ATP7A menyebabkan penumpukan di enterocyts, mencegah masuknya tembaga ke dalam sirkulasi darah sehingga menyebabkan defisiensi tembaga komplit. Kondisi ini dikenal sebagai penyakit Menkes, kelainan x-linked yang ditandai dengan gangguan neurologis dan gangguan fungsi jaringan ikat yang berat. Penemuan ini membantu dalam mengungkap aktivitas gen bermutasi di hepar pada penyakit Wilson. Gen penyakit Wilson, ATP7B mengkode ATP-ase tipe P yang berfungsi sebagai transporter tembaga, ATP7B. ATP7B memiliki peran ganda, berperan dalam ekskresi tembaga oleh bilier dan menggabungkkan tembaga dengan ceruloplasmin yang baru saja terbentuk. ATP7B memiliki sistem pengaturan trans-membran (terdiri dari 8 domain), sebuah domain ikatan ATP menuju karboksi terminal dan sebuah ujung amino yang terdiri atas 6 unit ikatan tembaga. Normalnya, terdapat di jaringan trans-Golgi. Lalu lintas ATP7B diatur oleh siklus translokasi tembaga. Penelitian terhadap gen ATP7B mutasi menunjukkan perlunya tembaga dalam lalu lintas ATP7B, dimana dibutuhkan adanya penambahan ikatan tembaga dalam protein. Kapasitas transportasi tembaga pada ATP7B mutasi berkurang atau hampir hilang seluruhnya. Menurut penelitian oleh Hauser dkk, jika mutasi menyebabkan penyimpangan ATP7B, maka akan berakibat disfungsi yang berat yang berujung pada ketiadaan transport tembaga. Sebagai tambahan, kelainan ATP7B secara invitro dapat diobati dengan chaperones4-fenilbutirat dan curcumin. Meskipun demikian, penggunaan pada in vivo masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Disamping itu, kerusakan pada domain ikatan ATP juga menyebabkan hilang atau berkurang atau hilangnya kapasitas transport tembaga.Toksisitas tembagaMutasi gen ATP7B mengakibatkan berkurangnya konversi apoceruloplasmin menjadi ceruloplasmin, sehingga kadar ceruloplasmin umumnya rendah pada pasien Wilson Disease. Disfungsi ATP7B menghasilkan penumpukan tembaga di hepar. Kegagalan proses ekskresi tembaga ke dalam kanalikuli biliaris mengakibatkan terjadinya proses menjadi toksik di dalam hepatosit. Toksisitas tembaga dan disfungsi mitokondria berkaitan erat. Produksi energi mitokondria terganggu. Tembaga yang berlebih dapat merusak mitokondria, yang akhirnya menghasilkan kerusakan oksidatif sel-sel dan tembaga terlepas ke dalam darah. Selanjutnya terjadi penumpukan pada organ-organ lainnya seperti otak, ginjal, kornea dan sel darah merah kemudian memicu kerusakan toksik. Masih belum jelas apakah stres oksidatif yang diinduksi penumpukan tembaga menyebabkan disfungsi mitokondria, ataukah penumpukan tembaga di mitokondria yang menyebabkan produksi stres oksidatif. Dimungkinkan keduannya merupakan mekanisme yang sama pentingnya. Pada akhirnya stres oksidatif dan disfungdi mitokondria menyebabkan terjadinya apoptosis. Pada penyakit Wilson, kejadian apoptotik sel (kematian sel) juga dipicu oleh inhibisi IAPs (protein inhibitor apoptosis ) yang disebabkan oleh penumpukan toksik dari tembaga di intraseluler. Pada kondisi normal, IAPs menghambat caspase-3 dan caspase-7 yang bertanggung jawab atas kematian sel apoptosis. Namun demikian, masih belum jelas jalur apoptosis manakah yang berperan terhadap hilangnya sel pada lesi organ penderita penyakit Wilson.Nukleus lenticular merupakan area utama di otak yang terganggu pada penyakit Wilson, dimana secara makroskopis tampak berwarna coklat dikarenakan penumpukan tembaga. Degnerasi berlangsung selama perjalanan penyakit, menuju terjadinya nekrosis, gliosis, dan perubahan menjadi kistik. Lesi dapat dilihat pada batang otak, talamus, serebelum, dan kortek serebral. Pada fase awal penyakit terjadi proliferasi astrocyt protoplasma besar. Sejalan dengan progresifitas penyakit, penumpukan tembaga menyebabkan terjadinya degenarasi vakuoler pada sel tubulus proksimal ginjal, sindrom Fanconi, dan munculnya cincin Kayser-Fleischer yang berwarna coklat keemasan di membran Descement kornea. Terlepasnya tembaga ke dalam sirkulasi darah secara tiba-tiba dapat meyebabkan kerusakan sel darah merah, hal ini memacu kajadian hemolisis.

IV. MANIFESTASI KLINISSebagian besar penderita Wilson disease menunjukkan gejala hepatik atau neuro psikiatrik, dan keterlibatan hepar baik asimptomatik maupun simptomatik. Sedangkan sisanya muncul dengan adanya keterlibatan pada organ lainnya.41. Manifestasi Hepatik3,4Penderita dengan gejala hepatik biasnya muncul pada masa akhir childhood atau remaja. Gejala yang didapatkan terdiri atas hepatitis akut, gagal hepar fulminan, atau penyakit hepar kronik progresif baik berupa hepatitis kronik aktif maupun sirosis dengan makronodular. Pada umumnya usia saat munculnya gejala hepatik rata-rata usia 11 tahun 4 bulan. Pada prinsipnya, semakin muda usia pada saat munculnya gejala hepatik, maka semakin luas derajat keterlibatan hepar.Bentuk kelainan hepar akut, kronik, dan fulminan7 :a) akut hepatitis : mirip dengan hepatitis akut karena virus, dengan ikterik, choluria, hepatomegali, dan peningkatan kadar aminotransferaseb) hepatitis kronik : tanda hipertensi portal dapat berupa hematemesis dan melena, hepatomegali, splenomegali, peningkatan kadar enzim hepar, dengan atau tanpa disertai ikterik.c) kegagalan hepar fulminan : manifestasi klinis dari hepatitis akut dan ensefalopati lebih dari 8 minggu setelah munculnya manifestasi klinis penyakit hepar

2. Manifestasi Keterlibatan SSP (sistim syaraf pusat)6,3a. Manifestasi NeurologikGejala neurologik muncul rata-rata saat usia remaja 18 tahun 9 bulan, meskipun dapat muncul mulai usia 6 tahun.3Gejala yang sering muncul antara lain :1. gangguan gerak : tremor, gerak involunter2. Disartria, drooling (air liur menetes)3. Distonia tipe rigid4. Pseudobulbar palsy5. Disautonomia6. Migrain7. Insomnia8. kejangTremor merupakan gejala yang paling banyak muncul, dapat saat istirahat, berbaring, maupun saat bergerak. Sedangkan kejang termasuk manifestasi yang jarang didapatkan, dimana lebih sering didapat kejang tipe parsial.b. Manifestasi psikiatrikManifestasi psikiatrik yang muncul antara lain : 1. Depresi2. Neurosis3. Perubahan kepribadian4. PsikosisPerubahan kepribadian, gangguan mood, depresi merupakan gejala yang paling serimg didapatkan. Depresi dapat berupa depresi berat dan hampir 16% pasien memiliki riwayat percobaan bunuh diri. Psikosis jarang didapatkan pada penderita Wilson disease.33. Manifestasi oftalmologik4,7Berupa cincin Kayser-Fleischer yang tampak berupa seperti cincin berwana emas-coklat- hijau di kornea mata. Umumny bilateral pada kedua mata, namun pernah dilaporkan didapatkan unilateral. Cincin terbentuk awalnya di sebelah superior, diikuti inferior kemudian sebelah lateral dan medial, sehingga perlu dicari secara teliti dan menyeluruh dengan mengangkat kelopak mata. Cincin tersebut terbentuk karena adanya deposisi tembaga pada membran Descement. Cincin tersebut sulot dilihat pada penderita dengan iris warna coklat. Tanda lain adalah katarak sunflower, namun relatif jarang ditemukan.

Gambar 1. cincin Kayser-Fleischer pada berbagai warna iris34. Manifestasi lain yang jarang didapatkan antara lain 3:1. Hematologi : anemia hemolitik akut non-imunologik dan epistaksis2. Ortopedi : Chondrokalsinosis, ostoeartritis, penyakit metabolik tulang, juvenile poliartritis, fraktur berulang, dislokasi berulang.3. Kardiovaskular : aritmia, manifestasi klinis menyerupai demam rematik.4. Ginjal : asidosis tubulus renal, hipercalsiuria, hematuria mikroskopik, dan atau minimal proteinuria.5. Kulit : hiperpigmentasi (mirip dengan penyakit Addison)6. mata : katarak sunflower7. Ginekologi : amenorhea primer atau sekunder, abortus berulang tanpa sebab yang jelas.8. Pancreatitis9. hipoparatiroidismeSebuah penelitian pada 11 anak dengan Wilson disease di taiwan oleh Li-Ching Wang dkk, didapatkan gejala awal utama berupa fungsi hepar terganggu (kenaikan LFT) dan anemia hemolitik serta kelainan pada gen G934D, R778Q, C490X, 304insC, IVS4-1 G > C, P992I,L1181P.8Rodolfo dkk, menemukan bahwa pada 28 anak Brasil dengan wilson disease sebagian tidak menunjukkan gejala (asimptomatos) dan seagian lainnya menunjukkan gejala yaitu : ikterik, hepatosplenomegali, nyeri abdomen, muntah, fatigue, Choluria, hipocholia / acholia, asites, edema ekstremitas bawah, dan perdarahan saluran cerna.9IV.DIAGNOSIS1,6,7Diagnosis penyakit wilson dapat ditegakkan berdasarkan aspek manifestasi klinis, riwayat keluarga, pemeriksaan penunjang laboratoris, dan terakhir menggunakan analisis genetik jika dari pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya belum dapat menegakkan diagnosis.Manifestsi klinisDiagnosis penyakit Wilson dapat ditetapkan segera jika didapatkan gejala klasik yang terdiri atas penyakit atau kelainan hepar, keterlibatan neurologis, dan cincin Kayser-Fleischer .Berikut adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada Wilson disease :1. pemeriksaan oftalmologik menggunakan slit lamp untuk mencari cincin kayser- Fleischer2. pemeriksaan darah Serum ceruloplasmin dan serum tembaga 3. pemeriksaan urin tembaga 24-jam4. biopsi hepar untuk pemeriksaan histologi, histochemistry, kadar tembaga.5. pemeriksaan genetik, analisis haplotype untuk saudara sekandung, dan analisis

Tes Biokimiawi hepar8Pada umumnya penderita Wilson disease memiliki aktifitas serum aminotransferase yang abnormal, kecuali pada usia yang masih sangat muda. Sebagian besar menunjukaan peningkatan yang ringan dan tidak mencerminkan berat ringannya kerusakan hepar.CeruloplasminProtein ini disintesis terutama di hepar pada fase akut, berfungsi sebagai protein pembawa tembaga dalam sirkulasi darah. Kadar serum ceruloplasmin < 200 mg/L (< 20 mg/dl) dianggap konsisten dengan Wilson disease, namun belum dapat untuk menegakkan diagnosis jika tunggal, dapat untuk menegakkan dianosis jika disertai adanya cincin Kayser-Fleischer.Kadar serum ceruloplasmin yang sangat rendah yaitu < 50 mg/L atau 5 mg/dl merupakan bukti kuat untuk diagnosis Wilson disease.Namun sebaliknya, kadar yang normal belum dapat menyingkirkan diagnosis penyakit. (rekomendasi kelas I, level B).Asam uratSerum asam urat dapat menurun pada penderita dengan gejala simptomatik hepar dan penyakit neurologik karena berkaitan dengan disfungsi tubulus renal ( sindrom Fanconi)Serum TembagaKadar serum tembaga total seringkali menurun seiring menurunnya jumlah ceruloplasmin. Pada Wilson disease dengan acute liver failure dapat meningkat. Kadar tembaga serum yang tidak terikat ceruloplasmin dapat ditujukan untuk memb antu diagnosis, kadar tembaga serum yang tidak berikatan dengan cerulplasmin >25 g/dL atau > 250 g/L pada kebanyakan pasien yang belum berobat (kadar normal < 15 g/dL atau < 150 g/L). Pada pasien dengan pengobatan lama kadar serum tembaga tak terikat ceruloplasmin 5g/dL atau 50 g/L.

Urin tembaga 24 jamDigunakan sebagai salah satu komponen untuk diagnosis dan juga monitoring pengobatan selama perjalanan penyakit. Tembaga pada pemeriksaan urin menggambarkan tembaga yang tidak terikat ceruloplasmin dalam sirkulasi. Kadar urin tembaga konvensional sebagai diagnosis adalah > 100 g/24 jam (1.6 mol/24 jam) pada pasien dengan simptomatis. Studi terkini menunjukkan kadar < 100 g/24 jam dapat ditemukan pada 16%-23% pasien. Referensi nilai normal bervariasi, nilai yang banyak digunakan adalah 40 g/24 jam (0.6 mol/24 jam) sebagai batas atas nilai normal. Beberapa penyakit hepar kronik tertentu dapat memiliki nilai diatas normal. Pemeriksaan ini menjadi salah satu pemeriksaan untuk screening namun tidak dapat digunakan secara tunggal.

Kadar kandungan tembaga parenkim heparKadar kandungan tembaga parenkim hepar > 250 g/g berat kering dapat memberikan informasi diagnostik penting dan merupakan langkah yang sebaiknya dilakukan bila diagnosis belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan lainnya dan pada pasien dengan usia muda. Pada pasien yang tidak berobat kandungan tembaga normal < 40-50 g/g hampir selalu mengeksklusi diagnosa Wilson disease. Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan jika didapatkan hasil intermediet (70-250 g/g ), terlebih jika didapatkan penyakit hepar aktif atau gejala Wilson disease lainnya.

Gambaran histopatologis biopsi heparGambaran awal berupa steatosis ringan ( mikrovesikular dan makrovesikular), nekleus glikogenasi dalam hepatosit, nekrosis hepatoseluler focal. Biopsi hepar dapat menunjukkan histopatologis klasik dengan gambaran autoimun hepatitis, dengan kerusakan parenkim progresif, fibrosis, dan secara bertahap berkembang ke arah sirosis. Pada gagal hepar akut dapat didapatkan gambaran menonjol berupa apoptosis.

Pemeriksaan radiologis10Pada penderita dengan stadium munculnya gejala neurologis, pemeriksaan MRI atau CT-Scan dapat mendeteksi kelainan struktural otak pada basal ganglia. Kelainan yang paling sering ditemukan adalah peningkatan densitas CT dan hiperintensitas T2 MRI pada daerah basal ganglia. Kelainan tersebut juga dapat ditemukan pada lokasi lainnya. Kelainan diotak yang dapat ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan kepala, mulai yang tersering hingga paling jarang antara lain : Dilatasi ventrikel, atrofi kortikal, atrofi batang otak, hipodensitas ganglia basalis, atrofi fossa posterior, normal.0

Analisis genetikAnalisis mutasi gen telah memungkinkan dan dapat dilakukan pada individu secara khusus dimana diagnosis sulit ditegakkan oleh uji klinis dan biokimiawi. Analisis halotipe atau uji khusus untuk mengetahui adanya mutasi dapat digunakan untuk screening keluarga derajat keturunan pertama dari seorang penderita Wilson disease. Konsultan genetika mungkin dibutuhkan untuk menginterpretasi hasilnya.

Pertimbangan diagnostik pada kondisi khusus tampak pada organ tertentu Gagal hepar akutKebanyakan pasien dengan gejala gagal hepar akut sebagai presentasi Wilson Disease akan dijumpai pola karakteristik klinis seperti berikut :- coomb tes negatif hemolitik anemia dengan memperhatikan hemolisis akut intravaskular.- koagulopati yang tidak respon terhadap pemberian vitamin K parenteral- rapid progresif berkembang menjadi gagal ginjal.- peingkatan serum aminotransferase ( 25 g/dL (dihitung dengan rumus : tembaga bebas = tembaga serum(dalam mcg/dL) (3 x ceruloplasmin dalam mg/dL.5. urin tembaga 24-jam > 100 g/24 jam Berikut alur tatalaksana pada penderita degan penyakit hepar yang tidak dapat dijelaskan :

Berikut adalah pendekatan alur diagnosis pasien dengan kelainan neuropsikiatri yang disertai penyakit hepar

V.PENATALAKSANAAN1,5,6A. Medikamentosa1. Penisilamine : anak dan remaja 20 mg/kgBB. Dimulai dari dosis kecil kemudian dinaikkan bertahap. Obat diminum peroral dalam empat dosis terbagi, 30 45 menit sebelum makan dan sebelum tidur atau 2 jam setalah makan. Obat baik diserap jika perut dalam keadaan kosong. Jika tidak terjadi respon optimal terhadap terapi, dosis dapat dinaikkan 1,5 hingga 2 g/hari atau seimbang menurut berat badan. penicillamine jarang digunakan, karena sekitar 20% dari pasien mengalami efek samping atau komplikasi penicillamine perawatan, seperti obat induced lupus (menyebabkan nyeri sendi dan ruam kulit) atau myasthenia (suatu kondisi saraf mengarah ke kelemahan otot). Orang-orang yang disajikan dengan gejala-gejala neurologis, hampir setengah mengalami memburuknya paradoks di gejala mereka. Sementara fenomena ini juga diwaspadai selama terapi, biasanya merupakan indikasi untuk menghentikan penicillamine. Obat ini mengikat tembaga (chelation) dan mengarah ke ekskresi tembaga dalam urin. Oleh karena itu, pemantauan jumlah tembaga dalam urin dapat dilakukan untuk memastikan dosis yang cukup tinggi diambil

2. Trientine : diberikan secara peroral dengan dosis 1 1,5 g/hari dalam dosis terbagi. Diminum 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Pada anak usia kurang dari 10 tahun disarankan dosis 0,5 g / hari ( sekitar 20 mg/kg). Aman digunakan pada ibu hamil. Berfungsi sebagai agen pengikat tembaga.3. Zinc : anak dan ibu hamil dapat diberikan dosis 3 x 25 mg setiap hari. Zinc berfungsi sebagai absorber tembaga. Digunakan sebagai terapi maintenance karena efek kerjanya baru terlihat setelah 1-2 minggu, sehingga tidak digunakan sebagai terapi inisial.4. Tetrathiomolybdate : masih dalam uji experimental lebih lanjut di Amerika (USA) dan belum tersedia secara komersial.5. Antioksidan : yang sering digunakan adalah vitamin E , sebagai terapi tambahan untuk mengurangi stress oksidatif. Orang yang bersifat asimtomatik (misalnya mereka yang didiagnosa melalui pemeriksaan keluarga atau hanya sebagai akibat dari hasil tes yang abnormal) umumnya diterapi, karena akumulasi tembaga mungkin menyebabkan kerusakan jangka panjang di masa depan. Masih belu jelas apakah orang-orang ini terbaik diperlakukan dengan penicillamine atau seng asetat.

B. DietBerbagai perawatan tersedia untuk Wilson's disease. Beberapa meningkatkan penghapusan tembaga dari tubuh, sementara orang lain mencegah penyerapan tembaga dari makanan. Secara umum, dianjurkan diet rendah mengandung tembaga makanan (jamur, kacang-kacangan, cokelat, buah-buahan kering, hati, dan kerang).

C. Transplan heparBerikut adalah kondisi yang dipertimbangkan untuk dilakukan transplan hepar :a. pasien dengan klinis menunjukkan gagal hepar fulminan, sering pada remaja atau usia muda.b. pasien dengan dekompensasi hepar berat yang tidak mengalamiperbaikan setelah beberapa bulan pemberian agen pengikat tembaga yang adekuat.c. pasien yang telah diterapi secara efektif namun mengalami perkembangan menjadi insufisiensi hepar akut progresif berat setelah penghentian terapi penisilamine.d. pasien dengan disfungsi neurologi progresif dan atau ireversibel.

Rekomendasi European Association for the Study of the Liver Guidline clinical practise21. Terapi inisial untuk penderita Wilson disease yang asimptomatik adalah D-penisilamine atau Trientine. Dalam hal ini Trientine lebih ditoleransi.2. Zink dapat merupakan terapi lini pertama bagi penderita dengan gejala neurologik3. Pada penderita presimtomatik atau penderita dengan penyakit neurologik pada terapi maintenance dapat dicapai dengan terapi chelating agent atau zink.4. Pengobatan bersifat seumur hidup dan sebaiknya tidak dihentikan kecuali jika sudah memungkinkan dilakukan transplan hepar.5. Jika menggunakan terapi zink, diperlukan pemantauan enzim transaminase, dan diperlukan penggantian ke chelating agent jika didapatkan peningkatan enzim tersebut.6. Pasien disarankan menghindari makanan dan minuman yang banyak mengandung tembaga, khususnya pada tahun pertama pengobatan.7. Pasien dengan gagal hepar akut dikarenakan wilson disease disarankan dilakukan transplan hepar jika Kings score mencapai 11 atau lebih.8. Pasien dengan dekompensasi sirosis, tidak respon terhadap terapi chelating agent dipertimbangka untuk transplan hepar.9. Pengobatan wilson disease seyogyanya tetap dilanjutkan selama proses kehamilan, namun pengarangan dosis dapat dilakukan bila menggunakan penicilamine atau trientine.10. Untuk pemantauan rutin, serum tembaga,ceruloplasmin, enzim hepar, dan rasio normal internasional, parameter fungsional, darah lengkap, hitung jenis, analisis urin, pemeriksaan fisik, neurologik dilakukan secara berkala, minimal dua kali setahun.11. Ekskresi tembaga di urin selama pengobatan dan setelah dua hari penghentian obat sebaiknya diperiksa minima sekali setahun. Kadar tembaga tak terikat ceruloplasmin dapat turut berguna sebagai parameter kontrol selama pengobatan.

VI.PROGNOSIS7Untuk menilai derajat penyakit dan memprediksi progresifitas penyakit dapat digunakan kriteria Nazer dkk dan Dhawan dkk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Roberts EA, Schilsky ML. Diagnosis and Treatment of Wilson Disease:An Update. HEPATOLOGY.2008; 47:2089-111.2. Ferenci P, Anna C, Stremmel W, Houwen R, Rosenberg W, Schilsky M, et al. EASL Clinical Practice Guidelines: Wilsons disease. Journal of Hepatology. 2012; 56:67185.3.Pfeiffer RF. Wilson Diseases. Seminars in Neurology. 2007;27:123-32.4.Das SK, Ray K. Wilsons disease : an update. Nature Clinical Practice Neurology. 2006;2: 482-493.5.Dong QY, Wu zy. Advance in the pathogenesis and treatment of Wilson disease. Translational Neurodegeneration. 2012;23(1): 1-8.6.Feldstein AE, Chitkara DK, Plescow R, Grand RJ. Wilson Disease. In: Walker WA, Goulet O, Kleinman RE, Sherman PM, Shneider BL, Sanderson IR, editors. Pediatric Gastrointestinal Disease. 2nd ed. United States: BC Decker; 2004.p.1440-54.7. Andrade S, Ferreira AR, Fagundes EDT, Roquete MLV, Pimenta JR, Faria CL, et al. Wilsons disease in children and adolescents:diagnosis and treatment. Rev Paul Pediatric. 2010;28(2):134-40.8.Wang LC, Wang JD, Tsai CR, Cheng SB, Lin CC. Clinical Features and Therapeutic Response in Taiwanese Children With Wilsons Disease:12 Years of Experience in a Single Center. Pediatric Neonatology. 2010;51(2):124129.9.Kleine RT, Mendes R, Pugliese R, Miura I, Danesi V, Porta G. Wilsons disease: an analysis of 28 Brazilian children. CLINICS. 2012;67(3):231-235.10. Singh P, Ahluwalia A, Saggar K, Grewal CS. Wilsons disease : MRI features.J of pediatric neuroscience.2011;6:27-28.

3